Download - lapkas ppok ncit
BAB I
PENDAHULUAN
COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) merupakan penyakit
kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara di dalam saluran napas
yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini
disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat pajanan partikel atau gas
beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama dengan gejala utama
sesak nafas, batuk dan produksi sputum. Akhir-akhir ini penyakit ini semakin
menarik untuk dibicarakan oleh karena prevalensi dan angka mortalitasnya yang
terus meningkat. Di Amserika, kasus kunjungan pasien PPOK di instalasi gawat
darurat mencapai angka 1,5 juta.1
Sebagai penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke-4 setelah
penyakit kardiovaskular, kangker dan serebrovaskular. WHO memperkirakan
bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Berdasarkan
survey kesehatan rumah tangga Depkes RI 1992, PPOK bersama asma bronkial
menduduki peringkat ke-6. Merokok merupakan factor resiko terpenting
penyebab PPOK di samping factor resiko lainnya seperti polusi udara, daktor
genetic, dll.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
2.1.1. Definisi
PPOK atau Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang
dapat dicegah dan dirawat dengan beberapa gejala ekstrapulmonari yang
signifikan, yang dapat mengakibatkan tingkat keparahan yang berbeda pada tiap
individual. Penyakit paru kronik ini ditandai dengan keterbatasan aliran udara di
dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, bersifat progresif, biasanya
disebabkan oleh proses inflamasi paru yang disebabkan oleh pajanan gas
berbahaya.2
2.1.2. Etiologi
Setiap orang dapat terpapar dengan berbagai macam jenis yang berbeda
dari partikel yang terinhalasi selama hidupnya, oleh karena itu lebih bijaksana jika
kita mengambil kesimpulan bahwa penyakit ini disebabkan oleh iritasi yang
berlebihan dari partikel-partikel yang bersifat mengiritasi saluran pernapasan.
Setiap partikel, bergantung pada ukuran dan komposisinya dapat memberikan
kontribusi yang berbeda, dan dengan hasil akhirnya tergantung kepada jumlah
dari partikel yang terinhalasi oleh individu tersebut.3
Penyebab utama PPOK adalah rokok, asap polusi dari pembakaran, dan
partikel gas berbahaya. Asap rokok merupakan satu-satunya penyebab terpenting,
jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Faktor risiko genetik yang paling
sering dijumpai adalah defisiensi alfa-1 antitripsin, yang merupakan inhibitor
sirkulasi utama dari protease serin.2
2.1.4 Faktor Resiko
Faktor risiko PPOK bergantung pada jumlah keseluruhan dari partikel-
partikel iritatif yang terinhalasi oleh seseorang selama hidupnya : 2
2
1. Asap rokok
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala
respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang lebih tinggi dari
pada orang yang tidak merokok. Risiko untuk menderita PPOK bergantung
pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai merokok, jumlah
rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental Tobacco Smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dan PPOK dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-paru
“terbakar”.
Risiko terkena PPOK akibat merokok dapat diketahui melalui penilaian
derajat berat merokok seseorang berdasar Indeks Brinkman (IB), yakni
perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun. Terbagi dalam 3 kategori yaitu:
1).Perokok ringan : 0-200 batang-tahun
2).Perokok sedang : 200-600 batang-tahun
3).Perokok berat : ≥600 batang-tahun.
Semakin banyak jumlah batang rokok yang dihisap dan makin lama masa
waktu menjadi perokok, semakin besar risiko dapat mengalami PPOK.
2. Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)
3. Indoor Air Pollution (IAP) atau polusi di dalam ruangan
Hampir 3 milyar orang di seluruh dunia menggunakan batubara, arang,
kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya sebagai penghasil energi
untuk memasak, pemanas dan untuk kebutuhan rumah tangga lainnya.
Sehingga IAP memiliki tanggung jawab besar jika dibandingkan dengan polusi
di luar ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor. IAP diperkirakan
membunuh 2 juta wanita dan anak-anak setiap tahunnya.
4. Polusi di luar ruangan, seperti gas buang kendaraan bermotor dan debu jalanan.
5. Infeksi saluran nafas berulang
6. Jenis kelamin
3
Dahulu, PPOK lebih sering dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.
Karena dahulu, lebih banyak perokok laki-laki dibanding wanita. Tapi dewasa
ini prevalensi pada laki-laki dan wanita seimbang. Hal ini dikarenakan oleh
perubahan pola dari merokok itu sendiri. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa perokok wanita lebih rentan untuk terkena PPOK dibandingkan perokok
pria.
7. Status sosio ekonomi dan status nutrisi
8. Asma
9. Usia
Onset usia dari PPOK ini adalah pertengahan
2.1.5 Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2008, dibagi atas 4 derajat :2
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran
udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini,
orang tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2. Derajat II: PPOK sedang
Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% <
VEP1 < 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam
tingkat ini pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas
yang dialaminya.
3. Derajat III: PPOK berat
Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk
(VEP1 / KVP < 70%; 30% VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang
semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang
yang berdampak pada kualitas hidup pasien.
4. Derajat IV: COPD sangat berat
4
Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <
30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas
kronik dan gagal jantung kanan.
2.1.3. Patofisiologi
Obstruksi jalan napas merupakan manifestasi yang paling menonjol dan
paling sukar ditanggulangi oleh karena menunjukkan tingkat perjalanan penyakit
yang lanjut, umumnya ireversibel progresif. Penekanan terapi terhadap obstruksi
jalan napas merupakan masalah pengobatan yang terpenting, oleh karena itu
perlu dipahami benar mekanisme obstruksi jalan napas pada penderita PPOK.
Mekanisme tersebut adalah :
a. Obstruksi sekret pada saluran-saluran napas akibat produksi sekret yang
berlebihan disertai penebalan kelenjar-kelenjar mukus submukosa,
secara potensial merupakan komponen yang reversibel dari obstruksi
jalan napas.
b. Peradangan saluran napas.
Sekret yang purulen merupakan manifestasi yang jelas dari adanya
radang saluran napas, perubahan sifat/warna sputum sangat penting
untuk menilai adanya infeksi akut atau eksaserbasi, juga secara
potensial reversibel.
c. Kontraksi otot bronkus (bronkospasme).
Pada penderita bronkitis kronik sering terdapat penebalan otot polos
bronkus walaupun tidak seperti pada asma.
d. Hilangnya daya lenting jaringan paru (elastic recoil) irreversibel.
2.1.4. Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :3
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
5
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala
pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan
lahir rendah (BBLR),
- Iinfeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi
udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
- Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis
di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
- Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
- Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa.
6
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan
dan pernapasan pursed – lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral
dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme
tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas
kronik.
2. Pemeriksaan penunjang
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %.
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk
menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,
APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif
dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari
20%.
• Uji bronkodilator
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
7
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 -
20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE,
perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Darah rutin: Hb, ht, leukosith
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- Hiperlusen
- Ruang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
2.1.5. Diagnosis banding
Untuk penegakan diagnosis PPOK perlu disingkirkan kemungkinan
adanya asma, gagal jantung kongestif, TB paru, dan sindrom obstruksi pasca TB
paru.2
Tabel Diagnosis Banding PPOK
Diagnosis Gambaran Klinis
PPOK Onset usia pertengahan
Gejala progresif lambat
Riwayat merokok (lama dan jumlah rokok)
Sesak saat aktivitas
Hambatan aliran udara umumnya ireversibel
Asma Onset usia dini
8
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejala pada waktu malam / dini hari lebih menonjol
Dapat ditemukan alergi, rinitis, dan atau eksim
Riwayat asma dalam keluarga
Hambatan aliran udara umumnya reversibel
Gagal Jantung
Kongestif
Riwayat hipertensi
Ronki basah halus di basal paru pada auskultasi
Gambaran foto toraks tampak pembesaran jantung
dan edema paru
Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi
Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak
Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
Ronki basah kasar pada auskultasi dan jari tabuh
Gambaran foto toraks tampak honeycomb
appearance dan penebalan dinding bronkus
Tuberkulosis Onset semua usia
Gambaran foto toraks tampak infiltrat
Konfirmasi mikrobiologi (Basil Tahan Asam / BTA)
Sindrom Obstruksi
Pasca TB (SOPT)
Riwayat pengobatan anti tuberkulosis adekuat
Gambaran foto toraks bekas TB : fibrosis dan
kalsifikasi minimal
Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang
tidak reversibel
Bronkiolitis Obliteratif Onset usia muda dan bukan perokok
Riwayat reumatoid artritis atau pajanan
Gambaran CT pada ekspirasi tampak area hipodens
Panbronkiolitis Difus Sebagian besar pasien adalah laki-laki dan bukan
perokok
Hampir semuanya memiliki riwayat sinusitis kronik
9
Gambaran foto toraks dan HRCT tampak bayangan
putih (radioopaq) nodular sentrilobular kecil yang
difus dan hiperinflasi
PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis atau sindroma
obstruksi pasca TB paru, namun seringkali sulit dibedakan dengan asma atau
gagal jantung kongestif. Perbedaan klinis PPOK, asma bronkial, dan gagal
jantung kongestif dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Perbedaan Klinis dan Hasil Pemeriksaan Spirometri pada PPOK,
Asma, dan Gagal Jantung Kongestif
Kategori PPOK Asma Gagal Jantung
Kongestif
Onset usia > 45 tahun Segala usia Segala usia
Riwayat keluarga Tidak ada Ada Tidak ada
Pola sesak napas Terus-menerus,
bertambah berat
dengan aktivitas
Hilang timbul Timbul pada
waktu aktivitas
Ronki Kadang-kadang + ++
Mengi Kadang-kadang ++ +
Vesikuler Melemah Normal Meningkat
Spirometer Obstruksi ++
Restriksi +
Obstruksi ++ Obstruksi +
Restriksi ++
Reversibilitas < ++ +
Pencetus Partikel toksik Partikel sensitif Penyakit jantung
kongestif
10
Perbedaan PPOK, Asma dan SOPT 3
2.1.6. Tatalaksana
Tujuan Penatalaksanaan PPOK meliputi:2
1. Mencegah progresivitas penyakit
2. Mengurangi gejala
3. Meningkatkan toleransi Latihan
4. Mencegah dan mengobati komplikasi
5. Mencegah dan mengobati eksaserbasi berulang
6. Mencegah atau meminimalkan efek samping obat
7. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
8. Meningkatkan kualitas hidup penderita
9. Menurunkan angka kematian
Program berhenti merokok sebaiknya dimasukkan sebagai salah satu
tujuan selama tatalaksana PPOK. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui 4
komponen program tatalaksana:
1. Evaluasi dan Monitor Penyakit
11
Riwayat penyakit yang rinci pada pasien yang dicurigai atau pasien
yang telah didiagnosis PPOK digunakan untuk evaluasi dan monitoring
penyakit :
Pajanan faktor risiko, jenis zar, dan lamanya terpajan.
Riwayat timbulnya gejala atau penyakit.
Riwayat keluarga PPOK atau penyakit paru lain, misalnya asma dan
TB paru.
Riwayat eksaserbasi atau perawatan di rumah sakit akibat penyakit
paru kronik lainnya.
Penyakit komorbid yang ada, misalnya penyakit jantung, rematik, atau
penyakit yang menyebabkan keterbatasan aktivitas.
Rencana pengobatan terkini yang sesuai dengan derajat PPOK.
Pengaruh penyakit terhadap kehidupan pasien seperti keterbatasan
aktivitas, kehilangan waktu kerja dan pengaruh ekonomi, perasaan
depresi / cemas.
Kemungkinan untuk mengurangi faktor risiko terutama berhenti
merokok.
Dukungan dari keluarga.
PPOK merupakan penyakit progresif, artinya fungsi paru akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia. Monitor penting yang harus
dilakukan adalah gejala klinis dan fungsi paru.2
2. Menurunkan Faktor Risiko
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling
efektif dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan
memperlambat progresivitas penyakit.
Strategi untuk membantu pasien berhenti merokok (5A):
Ask (Tanyakan)
Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
Advice (Nasihati)
Dorongan kuat untuk semua perokok untuk berhenti merokok.
12
Assess (Nilai)
Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal : dalam 30 hari ke
depan).
Assist (Bantu)
Bantu pasien dengan rencana berhenti merokok, menyediakan
konseling praktis, menyediakan dukungan sosial pengobatan,
merekomendasikan penggunaan dari farmakoterapi.
Arrange (Atur)
Jadwal kontak lebih lanjut.2
3. Tatalaksana PPOK Stabil 2
Edukasi
Farmakologi (Obat-obatan)
- Bronkodilator (antikolinergik, β2 agonis, golongan xantin)
- Kombinasi SABA (Short Acting β2 Agonist) + antikolinergik
- Kombinasi LABA (Long Acting β2 Agonist) + kortikosteroid
- Antioksidan
- Dipertimbangkan mukolitik
Non-farmakologi
- Rehabilitasi
- Terapi oksigen
- Nutrisi
- Vaksinasi influenza
- Ventilasi non-mekanik
- Intervensi bedah
4. Tatalaksana PPOK Eksaserbasi2
Gejala eksaserbasi :
Batuk makin sering/hebat
Produksi sputum bertambah banyak
Sputum berubah warna
13
Sesak napas bertambah
Keterbatasan aktivitas bertambah
Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
Kesadaran menurun
Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di poliklinik rawat jalan,
unit gawat darurat, ruang rawat, dan ruang ICU.
Prinsip penatalaksanaan PPOK eksaserbasi :
Optimalisasi penggunaan obat-obatan :
- Bronkodilator
Agonis β2 kerja singkat kombinasi dengan antikolinergik
perinhalasi (nebuliser)
Xantin intravena (bolus dan drip)
- Kortikosteroid sistemik
- Antibiotik
Golongan makrolid baru (Azithromisin, Roksitromisin,
Klaritromisin)
Golongan kuinolon respirasi
Sefalosporin generasi III / IV
- Mukolitik
- Ekspektoran
- Diuretika bila ada retensi cairan
Terapi oksigen
Terapi nutrisi
Rehabilitasi fisik dan respirasi
Evaluasi progresivitas penyakit
Edukasi
Indikasi rawat pasien PPOK antara lain :
Eksaserbasi sedang dan berat
Terdapat komplikasi
Infeksi saluran napas berat
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
14
Gagal jantung kanan
Adapun indikasi rawat di ruang ICU yaitu :
Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau
ruang rawat.
Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot respirasi.
Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau perburukan
PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg memerlukan ventilasi
mekanis (invasif atau non-invasif).
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :3
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK stabil. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan
adalah :
Pengetahuan dasar tentang PPOK
Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya
Cara pencegahan perburukan penyakit
Menghindari pencetus (merokok)
Penyesuaian aktivitas
2. Obat-obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis
bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi berat derajat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi (dihisap melalui
saluran nafas), kecuali pada eksaserbasi digunakan bentuk oral atau
sistemik. Nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat (slow
release) atau obat berefek panjang (long acting). Pdpi Macam-macam
bronkodilator adalah : golongan antikolinergik, golongan agonis beta-
2, kombinasi antikolinergik dan beta-2, dan golongan xantin.
b. Anti inflamasi
15
Digunakan apabila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral
(diminum) atau injeksi intravena (ke dalam pembuluh darah). Ini
berfungsi untuk menekan inflamasi yang terjadi. Pilihan utama adalah
golongan metilprednisolon atau prednison. Untuk penggunaan jangka
panjang pada PPOK stabil hanya bila uji steroid positif. Uji steroid
positif adalah bila dengan pemberian steroid oral selama 10 – 14 hari
atau inhalasi selama 6 minggu – 3 bulan menunjukkan perbaikan
gejala klinis atau fungsi paru.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Tidak dianjurkan
penggunaan jangka panjang untuk pencegahan eksaserbasi. Pilihan
antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan pola kuman setempat.
Antibiotik yang digunakan untuk lini pertama adalah amoksisilin dan
makrolid. Dan untuk lini kedua diberikan amoksisilin dikombinasikan
dengan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas
hidup. Pemakaian antioksidan yang direkomendasikan oleh
Internasional dan nasional guideline adalah N-acetylcysteine (NAC).
NAC selain sebagai agen mukolitik, juga berperan sebagai antioksidan
dan anti-inflamasi, serta imunomodulator.
Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering,
tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin. NAC sebagai agen
mukolitik bekerja dengan cara menghancurkan/memecah jembatan
disulfida dari makromolekul mukoprotein yang terdapat dalam sekresi
bronkial, sehingga mukus menjadi lebih encer, serta bekerja dengan
cara memperbaiki kerja silia saluran napas.
Dengan adanya kerja silia yang membaik ini, maka akan sedikit
mukus yang melekat pada epitel dan menyebabkan penetrasi
antibiotika ke dalam jaringan akan meningkat, dan hal ini akan
16
mengurangi kolonisasi bakteri. Efek ini dikenal sebagai anti adherens
bacteria dari NAC.
e. Mukolitik (pengencer dahak)
Tidak diberikan secara rutin. Hanya diberikan terutama pada
eksaserbasi akut, karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang lengket dan
kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian jangka
panjang.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati-hati. Diberikan hanya bila terdapat batuk
yang sangat mengganggu. Penggunaan secara rutin merupakan
kontraindikasi.
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ
lainnya.
Harus berdasarkan analisis gas darah, baik pada penggunaan
jangka panjang atau eksaserbasi. Pemberian yang tidak hati-hati dapat
menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan. Penggunaan jangka
panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat memperbaiki kualitas
hidup.
Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari) pada PPOK
derajat IV dengan :
PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa hiperkapnia
PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi pulmonal,
edema perifer karena gagal jantung, polisitemia
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal
17
napas kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
intubasi atau tanpa intubasi. Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU
pada eksaserbasi berat. Ventilasi mekanik non-invasif digunakan di ruang
rawat atau di rumah sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada
PPOK berat.
5. Operasi Paru
Bulektomi, bedah reduksi volume paru, dan tranplantasi paru
merupakan opsi bedah yang dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
PPOK yang sangat berat. Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang
besar atau transplantasi paru (masih dalam proses penelitian di negara
maju). Rujukan kepada spesialis bedah thorax diindikasikan untuk menilai
lebih lanjut kecocokan prosedur ini untuk pasien.
6. Vaksinasi Influenza
Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil.
Vaksinasi influenza dipertimbangkan diberikan pada :
Pasien usia di atas 60 tahun
Pasien PPOK sedang, berat, dan sangat berat
7. Nutrisi
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi, disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperapnea menyebabkan
terjadinya hipermetabolisme.
8. Rehabilitasi
Rehabilitasi PPOK bertujuan untuk meningkatkan toleransi latihan
dan memperbaiki kualitas hidup penderita dengan PPOK. Program ini
dapat dilaksanakan baik di luar maupun di dalam Rumah Sakit oleh suatu
tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan
psikolog. Program rehabilitasi ini terdiri dari latihan fisik, psikososial dan
latihan pernapasan.
Jika ditujukan untuk pasien dengan PPOK (atau gangguan
kesulitan pernapasan lainnya), program yang komprehensif pada
18
rehabilitasi pulmoner dapat meningkatkan kapasitas kerja, fungsi
psikososial, dan kualitas hidup. Program ini tidak memperpanjang hidup
atau fungsi pulmoner, namun telah terbukti mengurangi frekuensi rawat
inap.
Tabel Penatalaksanaan Menurut Derajat PPOK
Derajat Karakteristik Rekomendasi Pengobatan
Derajat I :
PPOK Ringan
VEP1 80% prediksi
(normal spirometer) atau
VEP1/KVP < 70%
Dengan atau tanpa ge-
jala
Bronkodilator kerja singkat (SABA,
antikolinergik kerja singkat bila perlu)
Pemberian anti kolinergik kerja lama
sebagai terapi pemeliharan
Derajat II :
PPOK Sedang
50% < VEP1 < 80%
prediksi atau VEP1/KVP
< 70%
Dengan atau tanpa ge-
jala
Pengobatan reguler dengan bronkodilator :
- Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharan + LABA + Simtomatik
Rehabilitasi
Derajat III :
PPOK Berat
30% < VEP1 < 50%
prediksi atau VEP1/KVP
< 70%
Dengan atau tanpa ge-
jala
Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator :
- Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharan + LABA + Simtomatik
- Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respon klinis atau eksaserbasi berulang
Rehabilitasi
Derajat IV :
PPOK Sangat
Berat
VEP1 < 30% prediksi
atau VEP1 < 50%
prediksi disertai gagal
napas kronik atau
VEP1/KVP < 70%
Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
bronkodilator :
- Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharan + LABA
- Pengobatan pada komplikasi
- Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respon klinis atau eksaserbasi berulang
Rehabilitasi
19
Terapi oksigen jangka panjang bila gagal
napas
Pertimbangkan terapi pembedahan
A. Prognosis
Prognosis PPOK dubia, tergantung dari derajat, penyakit paru
komorbid, penyakit komorbid lain. Prognosis jangka pendek maupun jangka
panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat. Penderita
yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :
Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat
dan meninggal.
BAB III
20
PENYAJIAN KASUS
I. IDENTITAS
1. Nama lengkap : Usman Ambo Tang
2. TTL : 01 Januari 1945
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Umur : 67 Tahun
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Tidak bekerja
7. Alamat : Jungkat, Gg. Suka Maju
8. Masuk rumah sakit : 15 Maret 2012, pukul: 15:30
9. Status Perkawinan : Kawin
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama : sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang : sesak napas, sejak 1 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit, sesak hilang timbul tidak teratur. Pasien menggunakan 4 bantal
saat tidur bahkan tidur dengan posisi duduk untuk mengurangi sesak. Sesak
napas dirasakan memberat pada malam hari atau saat suasana dingin atau jika
pasien kelelahan. Pasien mengeluh demam pagi hari sebelum masuk Rumah
Sakit, menggigil. Batuk (-), keringat malam (-), nyeri dada(-)
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Ada riwayat hipertensi, Diabetes Melitus (-), riwayat asma (+).
Asma pertama muncul saat pasien masih Sekolah Dasar, diobati kemudian
hilang. Asma kambuh kembali setelah pasien menikah. Pasien pernah dirawat
+ 10 tahun lalu dengan keluhan sesak yang muncul tiba-tiba setelah pasien
terpajan cuaca dingin, berhujan dan kelelahan, kemudian sembuh. + 3 bulan
lalu pasien dirawat kembali di RS dengan keluhan sesak napas yang timbul
tiba-tiba tanpa disertai riwayat pajanan allergen atau cuaca. Pasien dirawat
selama +6 hari.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
21
Bapak dan cucu asma (+). Pasien mengatakan tidak ada keluarga sedarah yang
menderita hipertensi, kencing manis, maupun sakit yang lainnya.
5. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang Petani dan tukang, pasien bekerja sebagai tukang + 20
tahun. Pasien berobat menggunakan Jaminan kesehatan masyarakat.
6. Kebiasaan :
Pasien merokok + 20 tahun dan sudah berhenti merokok + 10 tahun yang lalu
(Anamnesis dilakukan pada tanggal: 17 Maret 2012 pukul: 08. 10)
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesan umum : lemah, sesak.
2. Keadaan sakit : sakit sedang
3. Tanda Vital :
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Tekanan darah : 140/ 90 mmHg
c. Nadi : 90 x /mnt, irama: reguler ,
d. Laju Nafas : 20 x /menit
e. Suhu : 35,6 °C
4. Pemeriksaan Per Organ
a. Kulit : warna kulit normal, sianosis ( - ), dekubitus ( - )
b. Kepala : bentuk normal, nyeri tekan (- )
c. Mata : konjunctiva anemis ( +/+ ), sklera ikterik ( -/- ), katarak (-
/- )
d. Telinga : sekret ( - )
e. Hidung : sekret ( - ), deviasi septum ( - )
f. Mulut : bibir sianosis ( - ), lidah kotor ( - )
g. Leher : pembesaran limfonodi ( - ), deviasi trakea (-), tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid
h. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
22
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC 6 di 2cm medial linea
midklavikularis kiri.
Perkusi :
- Batas kiri jantung: SIC 6, 2 cm ke medial linea midklavikularis
kiri.
- Batas kanan jantung: SIC 5 linea linea parasternalis kanan.
Auskultasi: bunyi jantung I/II mengeras, bising ( - ), gallop ( - )
i. Abdomen
Inspeksi : bentuk normal
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : nyeri tekan ( - )
Perkusi : ascites ( - ), timpani ( + ) normal, hepar dan lien tidak
teraba.
j. Ekstremitas : edema ( - ), sianosis ( - ), jari tabuh ( - ), kaki kiri lemah
(tidak bisa berjalan)
IV. STATUS LOKALIS
Thoraks : bentuk dada simetris, tidak ada yang tertinggal ketika bernapas
Paru
Inspeksi : Statis : simetris
Dinamis : simetris
Palpasi : fremitus taktil dan vocal di paru kiri dan kanan
sama, nyeri tekan dada (-).
Perkusi :- Sonor dikedua lapang paru
- Batas paru – hati : SIC 6 linea
midklavikularis kanan
- Batas paru – lambung: SIC 7 linea aksilaris
anterior kiri
Auskultasi : suara napas pokok vesikuler.
Wheezing ( +/+ ) dikedua lapang paru.
Rhonki (+ /+ ),di kedua lapang paru.
23
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG (Elektrokardiografi)
Hasil EKG pada tanggal 15 Maret 2012:
Frekuensi : 126 x/menit
Aksis jantung : normal
Irama jantung : irama sinus
Interval PR : 0,12 detik
Kompleks QRS: 0,12 detik
Aksis jantung : normal
Segmen ST : normal
Gelombang T : normal
Lainnya : -
Kesimpulan : jantung normal
2. Radiologi (Foto torax)
Foto toraks (hasil pemeriksaan tanggal Maret 2012)
Kesimpulan hasil: Menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru yakni
gambaran radiolusen yang bertambah (hiperlusen) serta diafragma yang
menurun. CTR: 5+7/25 x 100 % = 48 % (normal)
VI. RESUME
Seorang laki-laki 67 tahun datang dengan keluhan sesak napas. Sesak
napas dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak hilang timbul
tidak teratur. Untuk mengurangi sesaknya, pasien menggunakan 4 bantal saat
tidur, atau bahkan duduk saat sesak dirasakan semakin kuat. Pasien mengatakan,
sesak paling kuat dirasakan saat malam hari. Pasien mengeluh demam pagi hari
sebelum masuk Rumah Sakit, menggigil. Riwayat batuk dan keringat malam
disangkal.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mempunyai riwayat asma sejak
kecil. Riwayat diabetes mellitus dan penyakit lain disangkalnya. Bapak dan cucu
pasienjuga memiliki penyakit asma. Pasien adalah seorang petani dan tukang.
24
Pasien bekerja sebagai tukang + 20 tahun dan mempunyai riwayat merokok
selama + 20 tahun, namun sudah berhenti merokok sekitar 10 tahun lalu.
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah dan
pasien tanpa sesak. Konjunctiva anemis (+), tekanan darah 140/ 90 mmHg, nadi
90x/ menit dan nafas 20 kali/ menit, namun pasien tampak menggunakan otot-otot
bantu pernafasan. Terdapat ronki di kedua basal paru. Pulsasi iktus kordis tidak
terlihat namun teraba di SIC 6 linea midklavikularis kiri, batas jantung kanan di
SIC 5 linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri di SIC 6 linea
midklavikularis kiri.
Hasil pemeriksaan penunjang EKG didapatkan hasil bahwa jantung
normal, tidak terdapat kardiomegali dan kelainan jantung lainnya. Hasil foto
toraks didapatkan gambaran paru yang radiolusen yang bertambah akibat
hiperinflasi paru, juga terlihat adanya pelebaran rongga intercostal dan diagfragma
yang menurun. CTR normal (< 50 %).
VII. DIAGNOSA SEMENTARA/TETAP
PPOK
VIII. DIAGNOSA BANDING:
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kiri
IX. TERAPI/TATALAKSANA :
1. Tirah baring
2. O2 1-3 liter/menit
3. Medikamentosa :
- IVFD RL + 1 amp aminofilin drip 20 tpm
- Dexamethason 3x1 amp
- Salbutamol 3 x 2 mg
- Captopril 2 x 12,5 mg
- Antrain 1 amp
25
- Ceftrikason 1 x1 g iv
X. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG :
1. Pemeriksaan faal paru
2. Laboratorium: darah lengkap (Hb, Ht, leu)
3. Pemeriksaan sputum
XI. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad
Ad functionam : dubia ad
Ad Sanactionam : dubia ad
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal S O A P
15 Maret 2012 Sesak
napas(+)
, demam
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 200/ 110
T : 39,3 0C
RR : 30 x/menit
Nadi: 120 x/menit
Thorax : simetris,
retraksi (-)
Pulmo :
vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
PPOK, Asma
Bronkial,
IVFD RL + 1
amp
aminofilin 20
20 tpm
Dexamethason
3x1 amp
Salbutamol 3 x
2mg
Captopril 2 x
12,5 mg
Antrain 1 amp
Ceftriaxone 2
x 1g iv
26
hangat
Kulit : ikterik
(-)
16 Maret 2012 Sesak
napas(+)
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 90/ 60
T : 35,5 0C
RR : 36x/menit
Nadi : 96
x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : murmur
(-), gallop (-)
Pulmo : FT
normal, perkusi
sonor, auskultasi
vesikuler, Rhonki
PPOK, Asma
Bronkial
IVFD D5% +
1 amp
aminofilin 20
20 tpm
Dexamethason
3x1 amp
Captopril 2 x
12,5 mg
27
+/+ Wheezing +/+
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
17 Maret 2012 Sesak
napas(+)
berkuran
g
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 100/ 60
T : 35 0C
RR : 16x/menit
Nadi : 88x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
sianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
PPOK, Asma
Bronkial,
IVFD RL + 1
amp
aminofilin 20
tpm
Dexamethason
3x1 amp
Salbutamol 3 x
2 mg
28
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
sonor, napas dasar
vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
18 Maret 2012 Sesak
napas(+)
, sulit
tidur
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 150/ 80
T : 35 0C
RR : 24x/menit
Nadi : 64
x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
PPOK, Asma
Bronkial
IVFD D5% +
1 amp
aminofilin 20
20 tpm
Dexamethason
3x1 amp
29
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
sonor, napas dasar
vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+Abdomen :
nomal, nyeri tekan
(-), hepar / lien
tidak teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
19 Maret 2012 Sesak
napas(+)
, sulit
tidur
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 140/ 100
T : 35,6 0C
RR : 24x/menit
Nadi : 92
x/menit
Asma
Bronkial,
PPOK
IVFD RL + 1
amp
aminofilin 20
tpm
Dexamethason
3x1 amp
30
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
redup di apeks kiri,
napas dasar
vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing -/-
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
31
20 Maret 2012 Sesak
napas(+)
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 140/ 90
T : 35 0C
RR : 20x/menit
Nadi : 90
x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
redup di apeks kiri,
napas dasar
vesikuler, Rhonki
basal kanan
Asma
Bronkial,
PPOK
IVFD D5% +
1 amp
aminofilin 20
tpm
Dexamethason
3x1 amp
32
Wheezing -/-
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
21 Maret 2012 Sesak
napas(+)
, sulit
tidur
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 160/ 100
T : 35 0C
RR : 28x/menit
Nadi : 108
x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
Asma
Bronkial,
PPOK
IVFD RL + 1
amp
aminofilin 20
tpm
Dexamethason
3x1 amp
Salbutamol 3 x
2mg
33
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
sonor, napas dasar
vesikuler, Rhonki +/+ Wheezing +/+
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
22 Maret 2012 Sesak
napas(+)
, sulit
tidur,
kedua
kaki
lemah
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 160/ 90
T : 35 0C
RR : 28x/menit
Nadi : 88
x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Asma
Bronkial,
PPOK
IVFD D5% +
1 amp
aminofilin 20
tpm
Dexamethason
3x1 amp
Captopril 2 x
12,5 mg
34
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
sonor, napas dasar
vesikuler, Rhonki
di paru kiri dan
basal kanan
Wheezing -/-
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
hangat
Kulit : ikterik
(-)
23 Maret 2012 Sesak
napas(+)
, sulit
tidur,
kedua
kaki
KU/KS : tampak
sakit sedang,
TTV :
TD : 160/ 90
T : 35,6 0C
RR : 28x/menit
Asma
Bronkial,
PPOK
IVFD RL + 1
amp
aminofilin 20
tpm
Dexamethason
3x1 amp
35
lemah Nadi : 88
x/menit
Kepala :
Normochepal
Mata : Sklera
Ikterik -/-,
conjunctiva anemic +/+ Hidung : sekret
(-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : bibir
ianosis (-), lidah
kotor (-)
Thorax : simetris,
reraksi (-)
Cor : Normal,
murmur (-), gallop
(-)
Pulmo : FT
normal, nyeri tekan
dada(-), perkusi
sonor, napas dasar
vesikuler, Rhonki
seluruh lapang paru
kanan dan basal
kiri, Wheezing +/+
Abdomen : nomal,
nyeri tekan (-),
hepar / lien tidak
teraba
Ekst : akral
Captopril 2 x
12,5 mg
36
hangat
Kulit : ikterik
(-)
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien ini (Seorang laki-laki, 67 tahun) datang dengan keluhan sesak
napas. Sesak hilang timbul tidak teratur. Sesak dirasakan sudah muncul bertahun-
tahun dan pasien pernah dirawat beberapa kali karena sesak tersebut. Untuk
mengurangi sesaknya, pasien menggunakan 4 bantal saat tidur, atau bahkan
duduk saat sesak dirasakan semakin kuat. Hal ini terjadi karena ketika pasien
berbaring, lumen-lumen bronkus dan bronkiolus semakin menyempit, sehingga
pasien harus dalam posisi berdiri atau duduk harus tegak, mengurangi atau
37
perlambat gerakan, atau menggunakan sandaran pada bagian atas tubuh ketika
tidur untuk memperlancar udara pernapasan.
Pasien mengatakan, sesak paling kuat dirasakan saat malam hari dan
beraktivitas fisik. Dari gejala ini dan riwayat asma yang positif pada pasien ini,
diagnosis dapat mengarah pada asma. Dalam mendiagnosis pasien asma, maka
riwayat alergen sebagai pencetus timbulnya asma adalah sangat penting. Factor-
faktor pencetus ini dapat berupa factor pencetus ekstrinsik (alergik )misanya,
seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan
spora jamur maupun factor pencetus intrinsic seperti cuaca dingin, infeksi saluran
pernafasan dan pengaruh emosi.
Pasien mengeluh demam pagi hari sebelum masuk Rumah Sakit,
menggigil. Demam pada pasien ini kemungkinan terjadi akibat adanya infeksi.
Riwayat batuk dan keringat malam disangkal.
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mempunyai riwayat asma sejak
kecil. Riwayat diabetes mellitus dan penyakit lain disangkalnya. Bapak dan cucu
pasien juga memiliki penyakit asma. Hal ini menunjukkan bahwa Faktor genetik
turut berperan dalam perkembangan penyakit tersebut. Dari kegiatan follow up
yang dilakukan sejak pasien masuk rumah sakit (15 Maret 2012- 23 maret 2012),
tekanan darah pasien bervariasi. Pada saat pertama kali datang tekanan darah
pasien 200/ 110 mmHg, hari ke-2 dan ke-3 tekanan darah turun menjadi + 90/ 60
mmHg. Selanjutnya di hari ke-4 sampai hari ke-9 tekanan darah pasien berkisar
pada angka 160/ 90 mmHg. Obat antihipertensi yang diberikan untuk pasien ini
adalah captopril. Kombinasi dari obat antihipertensi diperlukan, melihat dari
kurang efektifnya pengobatan tunggal. Kombinasi obat antihipertensi yang baik
untuk pasien ini adalah golongan ACE-Inhibitor (ACE-I) dan Calcium Channel
Blocker (CCB).
Pasien mempunyai riwayat merokok selama + 20 tahun, namun sudah
berhenti merokok sekitar 10 tahun lalu. Merokok adalah factor resiko penting
untuk timbulnya PPOK. Pekerjaan pasien sebagai tukang juga dapat menjadi
factor penyebab timbulnya PPOK.
38
Hasil pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah dan
pasien tanpa sesak. Konjunctiva anemis (+), tekanan darah 140/ 90 mmHg, nadi
90x/ menit dan nafas 20 kali/ menit, namun pasien tampak menggunakan otot-otot
bantu pernafasan. Otot inspirasi tambahan terdiri dari m.scaleni dan
m.sternocleidomastoideus. Otot inspirasi tambahan tidak berperan pada pernafasan biasa,
namun pada saat aktivitas fisik berat dan adanya obstruksi pada paru misalnya pada pasien
PPOK, dan asma.
Terdapat ronki di kedua basal paru, hal ini dapat disebabkan oleh terbukanya
alveoli yang tertutup waktu ekspirasi sebelumnya secara tiba-tiba, mungkin disebabkan tekanan
antara jalan nafas yang terbuka dengan yang menutup dengan cepat menjadi sama sehingga
jalan nafas perifer mendadak terbuka. Bunyi ini terjadi saat inspirasi, yang dapat terjadi saat jalan
nafas perifer mendadak terbuka pada waktu daerah-daerah kolaps (atelektasis) terinflasi. Pulsasi
iktus kordis tidak terlihat namun teraba di SIC 6 linea midklavikularis kiri, batas
jantung kanan di SIC 5 linea parasternalis kanan dan batas jantung kiri di SIC 6
linea midklavikularis kiri. Dari pemeriksaan ini, batas kanan dan kiri jantung
normal, tidak ada kardiomegali. Hasil pemeriksaan penunjang EKG didapatkan
hasil bahwa jantung normal, tidak terdapat kardiomegali dan kelainan jantung
lainnya. Hasil foto toraks didapatkan gambaran paru yang radiolusen yang
bertambah akibat hiperinflasi paru dan diagfragma yang menurun. CTR normal
yaitu (< 50 %).
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, ditegakkan diagnosis
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan diagnosis banding asma bronkial
gagal dan gagal jantung kiri.
PPOK ditegakkan sebagai diagnosis kerja karena berdasarkan dari
anamnesis didapatkan bahwa keluhan pasien sesuai dengan gejala-gejala PPOK,
yaitu : sesak napas yang terasa bertambah berat terutama pada saat melakukan
aktivitas yang hilang timbul. Selain itu, pasien juga memiliki faktor risiko untuk
terjadinya PPOK yaitu : pasien berada dalam usia yang lebih tua dari usia
pertengahan (pasien berusia 67 tahun) dan riwayat pajanan asap rokok (pasien
merokok sejak usia muda kurang lebih selama 20 tahun dan baru berhenti sejak
sesak napas dirasakan semakin memberat (pasien masuk RS), pasien juga kurang
39
lebih selama 20 tahun terpajan zat-zat kimia berbahaya di tempat kerjanya sebagai
tukang).
Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya pada
anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko disertai batuk kronik
dan berdahak dengan sesak napas terutama pada saat melakukan aktivitas pada
seseorang yang berusia pertengahan atau yang lebih tua. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa pasien menderita PPOK berdasarkan pajanan factor resiko dalam waktu
lama. Tetapi perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri karena baku emas
untuk menegakkan PPOK adalah uji spirometri. Selain itu, untuk menentukan
derajat PPOK-nya. Pada pasien PPOK akan didapatkan hasil spirometri : rasio
VEP1/KVP < 70% dan nilai VEP1 sesuai derajat
Asma bronkial diambil sebagai diagnosis banding karena asma bronkial
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan PPOK, pada pasien ini yaitu : mengi,
sesak napas, riwayat asma pada pasien, memburuk pada waktu malam/dini hari,
diawali oleh pencetus yang bersifat individu, hambatan aliran udara umumnya
reversibel, dan respons dengan pemberian bronkodilator. Pada pasien, gejalanya
tersebut ada, sesak napas bertambah berat terutama pada saat melakukan aktivitas
dan pada malam hari. Selain itu ada riwayat asma pada pasien dalam keluarga
pasien. Untuk menyingkirkan asma bronkial, perlu dilakukan pemeriksaan faal
paru yang bertujuan untuk menilai obstruksi jalan napas, reversibilitas kelainan
faal paru, dan variabilitas faal paru (penilaian tidak langsung hiperesponsif jalan
napas). Uji faal paru yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan spirometri dan uji
bronkodilator.
Gagal jantung kiri juga dapat menjadi diagnosis banding berdasarkan
gejala sesak napas yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai
paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya kardiomegali dan udem paru. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya
kardiomegali dan kelainan jantung lainnya.
40
Penatalaksanaan untuk pasien meliputi tatalaksana farmakologis dan
nonfarmakologis. Untuk terapi nonfarmakologisnya, saat pertama kali datang,
pasien tampak sesak berat. Pasien diberi oksigen 3 l/ menit dengan kanul nasal.
Pemberian oksigen konsentrasi rendah 3 liter/menit secara terus menerus
ini bertujuan untuk memberikan perbaikan psikis, koordinasi otot, dan toleransi
beban kerja. Tetapi, pada pasien PPOK, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen
harus dipantau secara ketat. Oleh karena pada pasien PPOK terjadi hiperkapnia
kronik yang menyebabkan adaptasi kemoreseptor-kemoreseptor sentral yang
dalam keadaan normal berespons terhadap karbon dioksida. Maka yang
menyebabkan pasien terus bernapas adalah rendahnya konsentrasi oksigen di
dalam darah arteri yang terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer
yang relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif melepaskan muatan
apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka dorongan untuk bernapas yang tersisa ini
akan hilang. Pengidap PPOK biasanya memiliki kadar oksigen yang sangat
rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen tinggi. Hal ini sangat
mempengaruhi kualitas hidup. Pada pasien ini, terapi oksigen dilakukan dengan
mengenakan kanula nasal yang disambung dengan sumber oksigen. Cara ini
kurang efektif. Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan oksigen
pada pasien PPOK.
Malnutrisi pada pasien PPOK sering terjadi. Ini disebabkan karena
bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respiratorik yang
meningkat. Jadi, pasien ini perlu diberikan terapi nutrisi karena pasien tampak
kurus (mungkin sudah terjadi malnutrisi) dan pasien juga mengeluhkan nafsu
makan berkurang.
Pasien dengan PPOK sebaiknya didorong untuk berhenti merokok.
Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif dalam
mengurangi resiko berkembangnya PPOK dan memperlambat progresifitas
penyakit. Jadi, pasien perlu mendapatkan edukasi untuk berhenti merokok. Pasien
harus tahu dan mengerti bahwa rokok merupakan faktor utama yang dapat
memperburuk perjalanan penyakit. Strategi untuk membantu pasien berhenti
merokok dapat dilakukan dengan 5 A yaitu : Ask (Tanyakan), Advise (Nasihati),
41
Assess (Nilai), Assist (Bantu), dan Arrange (Atur). Selain itu, pasien beserta
keluarga juga perlu diberikan edukasi mengenai PPOK. Mereka harus mengetahui
faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi serta faktor yang bisa
memperburuk penyakit.
Untuk farmakologisnya, pasien diberi terapi untuk menunurunkan tekanan
darah dan menurunkan suhu tubuh. IVFD RL + 1 ampul aminofilin 20 tetes/menit,
dexametason 3x1 ampul, Salbutamol 3 x 2 mg, Captopril 2 x 12,5 mg, ceftriakson
1 x 1 gr dan Antrain 1 ampul. Terapi farmakologis yang diberikan adalah terapi
untuk pelega dan pengontrol, yang mana obat untuk pelega yang diberikan pada
pasien ini adalah salbutamol tablet dan aminofilin drip. Salbutamol menjadi obat
lini pertama yang bekerja sebagai bronkodilator (merelaksasi bronkus). Pada
keadaan darurat dimana pasien mengalami kesulitan bernapas yang parah
digunakan pemberian obat secara nebulisasi. Pada pasien ini diberi nebulasi
combivent (salbutamol + ipratropium bromida) nebulizer 3 x 1 Untuk pengontrol,
obat yang diberikan adalah dexametason, yang bekerja sebagai antiinflamasi.
Antrain hanya diberikan bila pasien demam.
BAB V
PENUTUP
Pasien laki-laki 67 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang hilang
timbul tidak teratur. Untuk mengurangi sesaknya, pasien menggunakan 4 bantal
saat tidur, atau bahkan duduk saat sesak dirasakan semakin kuat. Pasien
mengatakan, sesak paling kuat dirasakan saat malam hari. Pasien mengeluh
demam pagi hari sebelum masuk Rumah Sakit, menggigil. Riwayat batuk dan
keringat malam disangkal.
42
Pasien memiliki riwayat hipertensi dan mempunyai riwayat asma sejak
kecil. Riwayat diabetes melitus dan penyakit lain disangkalnya. Bapak dan cucu
pasien juga memiliki penyakit asma.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, , gagal jantung kiri dan bronchitis kronis.
PPOK ditegakkan sebagai diagnosis kerja karena berdasarkan dari
anamnesis didapatkan bahwa keluhan pasien sesuai dengan gejala-gejala PPOK,
yaitu : sesak napas yang terasa bertambah berat terutama pada saat melakukan
aktivitas yang hilang timbul. Selain itu, pasien juga memiliki faktor risiko untuk
terjadinya PPOK yaitu : pasien berada dalam usia yang lebih tua dari usia
pertengahan (pasien berusia 67 tahun) dan riwayat pajanan asap rokok (pasien
merokok sejak usia muda kurang lebih selama 20 tahun dan baru berhenti sejak
sesak napas dirasakan semakin memberat (pasien masuk RS), pasien didiagnosis
PPOK. Pasien diberi terapi farmakologis berupa terapi suportif, obat-obat pelega
dan pengontrol untuk mengurangi sesak dan terapi nonfarmakologis.
.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riyanto BS, Hisyam B. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4. Obstruksi
Saluran Pernafasan Akut. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI,
2006. p. 984-5
2. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Pocket Guide To Copd
Diagnosis, Management, And Prevention. Medical Communications
Resources.2010
43
3. PDPI. PPOK Pedoman Praktis Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Jakarta: 2003. p. 1-18.
44