Download - LAPORAN 4 satop
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam industri pangan, sering suatu bahan mentah atau bahan pangan
yang sangat penting mengandung jumlah air yang lebih banyak daripada yang
dibutuhkan pada hasil akhir. Apabila bahan pangan berbentuk cair maka cara yang
paling mudah untuk memindahkan air adalah dengan memberikan panas guna
menguapkan air tersebut.
Pada beberapa jenis produk pangan yang berbentuk cair misalnya jus, sari
buah, nira ataupun susu, untuk pengawetan serta memperpanjang waktu
penyimpanan maka produk tersebut dikentalkan yaitu dengan cara penguapan
kadar air tanpa mengurangi kandungan nutrisi dari produk tersebut.
Pengentalan atau penguapan bahan pangan ini biasanya menggunakan
evaporator atau melakukan pemanasan dengan suhu tinggi. Untuk mempercepat
proses pemanasan biasanya cairan diaduk sehingga suhu merata dan koefisien
perpindahan panas konveksi naik.
Dengan melakukan praktikum ini, praktikan akan dapat memahami
kesetimbangan massa yang terjadi meskipun pada akhir proses terjadi
pengurangan dan di produk lain terjadi penambahan yang jika dijumlahkan akan
sama seperti pada keadaan awal.
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kesetimbangan massa ini adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari kesetimbangan massa pada suatu proses pengenceran dan
pengentalan.
2. Mempelajari keadaan system steady state dan unsteady state dalam proses
pengentalan dan pengenceran.
3. Menentukan model nerca massa steady state pada aliran massa dan unsteady
state pada komponen gula dan madu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesetimbangan Massa
Hukum kekekalan massa atau dikenal juga sebagai hukum Lomonosov-
Lavoisier adalah suatu hukum yang menyatakan massa dari suatu sistem
tertutup akan konstan meskipun terjadi berbagai macam proses di dalam sistem
tersebut (dalam sistem tertutup massa zat sebelum dan sesudah reaksi adalah
sama). Pernyataan yang umum digunakan untuk menyatakan hukum kekekalan
massa adalah massa dapat berubah bentuk tetapi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan. Untuk suatu proses kimiawi di dalam suatu sistem tertutup, massa
dari reaktan harus sama dengan massa produk.
Hukum kekekalan massa diformulasikan oleh Antoine Lavoisier pada
tahun 1789. Oleh karena hasilnya ini, ia sering disebut sebagai bapak kimia
modern. Sebelumnya, Mikhail Lomonosov(1748) juga telah mengajukan ide yang
serupa dan telah membuktikannya dalam eksperimen. Sebelumnya, kekekalan
massa sulit dimengerti karena adanya gaya buoyan atmosfer bumi. Setelah gaya
ini dapat dimengerti, hukum kekekalan massa menjadi kunci penting dalam
mengubah alkemi menjadi kimia modern. Ketika ilmuwan memahami bahwa
senyawa tidak pernah hilang ketika diukur, mereka mulai melakukan studi
kuantitatif transformasi senyawa. Studi ini membawa kepada ide bahwa semua
proses dan transformasi kimia berlangsung dalam jumlah massa tiap elemen tetap.
Dalam Satuan Operasi bentuk kesetimbangan massa dan energi dapat
direpresentasikan dalam bentuk kotak diagram proses. Massa atau energi yang
masuk ke dalam kotak diagram proses harus setimbang dengan massa atau energi
yang ke luar darinya.
Hukum konservasi massa : massa tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan
(kecuali reaksi atom/ nuklir). Sehingga kesetimbangan massa dalam sebuah proses
dapat ditulis sebagai berikut :
Input = Output
input = uotput + akumulasi
bahan baku = produk + limbah + akumulasi
SmR = Smp +SmW +SmS
SmR = mR1 + mR2 + mR3
Smp = mp1 + mp2 + mp3
SmW = mW1 + mW2 + mW3
SmS = ms1 + ms2 + ms3
2.2 Keadaan Steady dan Unsteady
Steady state adalah kondisi sewaktu sifat-sifat suatu sistem tak berubah
dengan berjalannya waktu atau dengan kata lain, konstan. Pada kebanyakan
sistem, keadaan tunak baru akan dicapai beberapa waktu setelah sistem dimulai
atau diinisiasi. Kondisi awal ini sering disebut sebagai keadaan transien.
Sedangkan unsteady state merupakan kebalikan dari steady state, dimana suatu
system berubah terhadap waktu.
2.3 Refraktometer
Refractometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar /
konsentrasi bahan terlarut misalnya : Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari
refractometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi
cahaya. Seperti terlihat pada Gambar di bawah ini sebuah sedotan yang
dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air akan terlihat terbengkok. Pada Gambar
kedua sebuah sedotan dicelupkan ke dalam sebuah gelas yang berisilauran gula.
Terlihat sedotan terbengkok lebih tajam. Fenomena ini terjadi karena adanya
refraksi cahaya. Semakin tinggi konsentrasi bahan terlarut (Rapat Jenis Larutan),
maka sedotan akan semakin terlihat bengkok secara proporsional. Besarnya sudut
pembengkokan ini disebut Refractive Index (nD). Refractometer ditemukan oleh
Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20.
Adapun prinsip kerja dari refractometer dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Dari gambar dibawah ini terdapat 3 bagian yaitu : Sample, Prisma dan
Papan Skala. Refractive index prisma jauh lebih besar dibandingkan
dengan sample.
2. Jika sample merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut
refraksi akan lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan
sample besar. Maka pada papan skala sinar “a” akan jatuh pada skala
rendah.
3. Jika sample merupakan larutan pekat / konsentrasi tinggi, maka
sudutrefraksi akan kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sample
kecil. Pada gambar terlihar sinar“b” jatuh pada skala besar.
Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu
merupakan pernsentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air). Kadar
bahan terlarut merupakan total dari semua bahan dalam air, termasuk gula, garam,
protein, asam dsb. Pada dasarnya Brix(%) dinyatakan sebagai jumlah gram dari
cane sugar yang terdapat dalam larutan 100 g cane sugar. Jadi pada saat mengukur
larutan gula, Brix(%) harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya.
2.4 Satuan brix
Satuan Brix merupakan satuan yang digunakan untuk menunjukan kadar
gula yang terlarut dalam suatu larutan. Semakin tinggi derajat brix nya maka
semakin manis larutan tersebut. Sebagai contoh kasus dalam pengolahan nira
bahwa nilai Brix adalah gambaran seberapa banyak zat pada terlarut dalam nira.Di
dalam padatan terlarut tersebut terkandung gula dan komponen bukan gula.
Sebagai gambaran, bila diperoleh nilai Brix 17% maka dalam setiap 100 bagian
nira terdiri dari 17 bagian Brix dan 83 bagian air.
Brix ialah zat padat kering terlarut dalam suatu larutan (gram per 100
gramlarutan) yang dihitung sebagai sukrosa. Zat yang terlarut seperti gula
(sukrosa,glukosa, fruktosa, dan lain-lain), atau garam-garam klorida atau sulfat
dari kalium,natrium, kalsium, dan lain-lain merespon dirinya sebagai brix dan
dihitung setaradengan sukrosa (Risvan, 2009).Brix adalah jumlah zat padat semu
yang larut (dalam gr) setiap 100 gr larutan. Jadi misalnya brix nira = 16, artinya
bahwa dari 100 gram nira, 16 grammerupakan zat padat terlarut dan 84 gram
adalah air. Untuk mengetahui banyaknya zat padat yang terlarut dalam larutan
(brix) diperlukan suatu alat ukur.(Risvan,2008).
Menurut Diding Suhandy (2008) derajat Brix merupakan satuan
yangumum digunakan untuk mengukur KPT dalam suatu larutan. Sebagian besar
kandungan padatan terlarut (KPT) pada buah terdiri atas gula-gula
sederhanaseperti fruktosa, glukosa dan sukrosa.
2.4 Pengentalan dan Pengenceran
Pengentalan merupakan proses meningkatkan konsentrasi suatu larutan
akibat adanya pencampuran bahan terlarut. Sedangkan pengenceran merupakan
proses penurunan suatu larutan akibat adanya pencampuran bahan pelarut.
Semakin tinggi konsentrasi maka ikatan antara partikelnya semakin kuat,
sebaliknya semakin rendah konsentrasi maka ikatan antar partikelnya akan
semakin lemah.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Air
2. Gula pasir
3. Kertas tissue
4. Madu
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1. Peralatan proses kontinyu berpengaduk
2. Gelas ukur 100 ml dan 200 ml
3. Stopwatch
4. Refraktometer
5. Timbangan
3.2 Prosedur Percobaan
Prosedur yang dilakukan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Memasang peralatan tangki kontinyu
2. Menimbang madu dan gula pasir sebagai bahan masing masing seberat 100
gram
3. Memasukkan gula pasir dan madu sebanyak 100 gram ke dalam 2 buah gelas
ukur yang berbeda gelas ukur 1 dengan menambahkan air sebanyak 500 ml
4. Mengaduk gelas ukur 1 hingga gula dan madu benar-benar terlarut
5. Mengisi gelas ukur 2 dengan air sebanyak 500 ml
6. Menghitung kadar gula dan air dengan refraktometer mula-mula pada gelas
ukur 1 dan 2
7. Mencatat hasil pengukuran pada prosedur ke-6, dengan kadar gula mula-mula
sebagai xt dan xf juga pada kolom pengenceran sedangkan kadar air sebagai
xt pada kolom pengentalan.
8. Memulai percobaan dengan membuka keran penutup pada tangki kontinyu,
bersamaan itu perhitungan waktu dengan stopwatch dimulai juga dan kedua
gelas ukur diaduk-aduk . Setelah 2 menit, keran ditutup kembali dan dihitung
kadar larutan gula dan air pada masing-masing gelas ukur. Selanjutnya
mencatat hasil pengukuran, dimana kedua data hasil pengukuran sebagai xt
9. Mengulangi prosedur ke-8 setiap kelipatan 2 menit hingga sepuluh kali
pengukuran, yaitu samapai pada menit ke-20.
10. Membuat grafik konsentrasi gula dan konsentrasi air dengan persamaan ln
( xf-xt) terhadap waktu (t) berdasarkan hasil percoban dan kemudian
menentukan model persamaan dari grafik tersebut , yaitu dalam bentuk y =
ax+b
11. Membandingkan anatara proses pemekatan dan proses pengenceran
12. Mengulangi prosedur yang sama untuk proses pengenceran dan pengentalan
pada madu
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
Tabel 4.1 Data praktikum pengenceran dan pengentalan gula pasir
Waktu
Pengenceran ln(Xf – Xt)
Pengentalan ln(Xf – Xt)
(menit) (°Brix)
(Pengenceran) (°Brix)
(Pengentalan)
0 16,5 2,8 0 2,82 16,2 -1.204 2,1 2.6674 16 -0,693 2,4 2.6466 16,4 -2,3 2,0 2.6748 16 -0,693 1,9 2.68110 16,2 -1,2 1,8 2.68712 15,5 0 2 2.52514 16 -0,693 2 2.67416 16 -0,693 2 2.67418 15,7 -0,223 3 2.60220 15,3 0,182 2,9 2,61
Tabel 4.2 Data praktikum pengenceran dan pengentalan madu
Waktu
Pengenceran ln(Xf – Xt)
Pengentalan ln(Xf – Xt)
(menit) (°Brix)
(Pengenceran) (°Brix)
(Pengentalan)
0 13 2.565 0 2.5652 12,9 -2,3 2,5 2.3514 12,9 -2,3 0,2 2.5496 12,8 -1.609 1,1 2.4768 12,8 --1,609 6,4 1.88710 12,8 -1.609 1,3 2.45912 12,7 -1,2 1,6 2.43314 12,6 -0,91 1,9 2.40716 11,9 -0,0953 2 2.39718 10,2 10.296 2,1 2.38820 11,1 0,641 2,1 2.388
0 5 10 15 20 25
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Grafik waktu terhadap pengenceran (Gula Pasir)
Grafik waktu terhadap pengenceran
Grafik 1. waktu terhadap pengenceran (gula pasir)
0 5 10 15 20 252.35
2.42.45
2.52.55
2.62.65
2.72.75
2.82.85
Grafik waktu terhadap pengentalan (Gula Pasir)
Grafik waktu terhadap pengentalan
Grafik 2. waktu terhadap pengentalan (gula pasir)
0 5 10 15 20 25
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Grafik waktu terhadap pengenceran (Madu)
Grafik waktu terhadap pngenceran
Grafik 3. Waktu terhadap pengenceran (Madu)
0 5 10 15 20 250
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Grafik waktu terhadap pengentalan (Madu)
Grafik waktu terhadap pengentalan (Madu)
Grafik 4. waktu terhadap pengentalan (Madu)
BAB V
PEMBAHASAN
Pengenceran dan pengentalan pada kesetimbangan massa ini pada intinya
merupakan salah satu contoh yang menerapkan prinsip kesetimbangan massa.
Hasil percobaan yang dilakukan selama lebih kurang 20 menit ini ternya sangat
menyimpang dari keterangan literatur. Pada reaksi pengenceran menurut literatur
terjadi penurunan kadar zat terlarut. Namun data hsil percobaan fluktuatif dan
yang sangat menyimpang adanya data pengukuran yang kadarnya naik
dibandingkan dengan kadar yang dihasilkan pada pengukuran sebelumnya. Begitu
pula pada data percobaan pengentalan, seperti halnya pada pengenceran, proses
pengentalan juga menyimpang dari literatur .
Menurut keterangan literatur bahwa pengentalan terjadi apabila adanya
peningkatan zat terlarut, namun demikian data hasil percoban adanya data yng
mengalami penurunan dan peningkatan kadar gula yang diukur dibandingkan
dengan data pengukuran sebelumnya.
Kesalahan pada saat praktikum ini terjadi di menit ke-4 menuju menit ke -
6 Pada mulanya kadar gula pasir pada proses pengenceran gelas ukur ke-1 pada
menit ke-4 adalah 16 brix atau 16%, Namun setelah waktu berjalan 6 menit kadar
gulanya bertambah menjadi 16,4%, begitu pula sebaliknya yang terjadi pada
proses pengentalan, Pada menit ke-4 kadar gula yang berada pada gelas ukur 2
menurun yang awalnya 2,4 brix namun setelah 6 menit kadar gulanya menjadi 2,0
brix. Begitu pula pada menit-menit berikutnya.
Berdasarkan hasil pengukuran pada percobaan pengenceran ini terjadi
penyimpangan data yang seharusnya mengalami penurunan dari kadar gula mula-
mula. Namun data yang didapatkan malah terjadi fluktuatif, yang terkadang naik
atau mengalami penurunan sehingga tidak dapat ditentukan pada menit berapa
kadar gula mengalami kesetimbangan.
Kesalahan data yang diperoleh dapat diakibatkan oleh berbagai faktor
yang mempengaruhinya, diantaranya akibat kesalahan alat yang digunakan Salah
satunya pada selang penghubung yang agak sedikit tertekuk, sehingga laju aliran
fluida dari gelas ukur 1 ke gelas ukur 2 menjadi sedikit terhambat, dan kesalahan
lainnya yaitu skala pembacaan pada refraktometer terlalu kecil akurasinya,
ketelitiannya hanya satu angka dibelakang koma, yang dapat menyulitkan
praktikan dalam memperkirakan besarnya kadar gula apabila tidak tepat pada
angka skala pada refraktometer. Untuk menghindari kesalahan ini, dapat
digunakan alat pengukuran kadar gula yang digital atau pun ketelitian alatnya
ditambah sehingga mempermudah praktikan untuk meperkirakan kadar gula
larutan.
Kesalahan lain yang diakibatkan oleh kurang bersihnya proses pencucian
pipet, pada pengambilan sampel pengukuran pertama dan kedua serta selanjutnya
menggunakan pipet yang tidak dicuci bersih setelah pengambilan sampel sehingga
kemungkinan pengambilan sampel pada pengukuran keduadan ketiga serta
pengukuran selanjutnya kemungkinan besar masih terdapat kadar gula yang
terakumulasi di dalam pipet yang mengakibatkan kesalahan pada hasil
pengukuran.
Selain itu penyimpangan data praktikum diakibatkan oleh kesalahan
prosedur adalah pada proses pengadukan yang tidak sama atara gelas ukur yang
satu dengan yang kedua mengakibatkan aliran massa dari keduanya tidak berjalan
dengan baik. Hal itulah yang mengakibatkan data pengukuran fluktuatif.
Selain itu kesalahan data ini bisa diakibatkan oleh alat refraktometernya
itu sendiri, Alat refraktometer pada saat praktikum untuk pengenceran dan
pengentalan pada gula pasir dan juga madu yang digunakan hayalah 1 buah
sehingga harus bergantian, Jadi pada saat menghitung kadar air gula bisa jadi
setelah dicuci kembali masih ada sedikit kadar madu yang masih menempel pada
alat ini, begitu pula sebaliknya
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum kesatimbangan massa ini adalah
sebagai berikut :
1. Pengentalan merupakan penambahan kadar zat terlarut dan pengenceran
merupakan penurunan kadar zat terlarut
2. Kesetimbangan massa akan diperoleh ketika pada proses pengenceran dan
pengentalan sama-sama konstan
3. Kesalahan pada percobaan dapat diakibatkan oleh keakuratan alat yang
digunakan, dan kesalahan praktikan yang akan mempengaruhi hasil
praktikum.
6.2 Saran
Adapun saran dari praktikan dalam praktikum kesetimbangan massa ini
adalah sebagai berikut :
1. Proses pengadukan pada kedua larutan harus sama
2. Alat yang digunakan harus dengan ketelitian yang tinggi agar
mempermudahkan praktikan dalam membaca kadar gula pada larutan
3. Seharusnya alat praktikum memadai atau jumlahnya cukup untuk praktikan
agar praktikan dapat melakukan percobaan madu dan gula sesuai kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Charm, S.E.1971.Fundamentals of Food Engineering. AVI Publishing Company. Westport.Connecticut.
http://duniaanalitika.wordpress.com/2010/03/04/refractometer/ diakses tanggal 26 Maret 2013 jam 11.29 WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Keadaan_tunak diakses pada tanggal 26 Maret 2013 jam 11.22 WIB.
Canovas, G.V.B., MA, L. Dan Barletta, B. 1997. Food Engineering Laboratory Manual. Technomic Publishing Co., Inc. Lancaster.
Toledo, R.T. 1991. Fundamentals of Food Process Engineering. Van Nostrand Reinhold, New York,
Singh, R.P. and Heldman, D.R. 2001. Introduction to Food Engineering. 3rd ed, Academic Press, San Diego, CA.
LAMPIRAN
Gambar 1. Gelas Ukur
Gambar 3. Pengaduk
Gambar 2. Gelas Kontinyu
Gambar 4. Refraktometer
Gambar 5. Timbangan