Download - Laporan Acara Resmi IV 2
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Di perairan Indonesia terdapat sekitar 28 spesies rumput laut coklat yang
berasal dari enam genus diantaranya yaitu Dyctyota, Padine, Hormophysa ,
Sargassum, Turbinaria dan Hydroclathrus. Spesies rumput laut yang telah
diidentifikasi yaitu Sargassum sp. sebanyak 14 spesies, Turbinaria sebanyak 4
spesies, Hormophysa baru teridentifikasi 1 spesies, Padina 4 spesies, Dyctyota 5
spesies dan Hydroclathrus 1 spesies. Jenis-jenis rumput laut tersebut tersebar pada
beberapa daerah di Indonesia. Rumput laut penghasil alginat banyak ditemukan di
pesisir pantai utara pulau Jawa, antara lain rumput laut yang terdapat di pesisir pantai
Rembang dan pesisir pantai Jepara. Umumnya rumput laut tumbuh secara liar dan
masih belum dimanfaatkan secara baik. Pemanfaatan rumput laut liar ini hanya
sebatas sebagai pupuk ataupun dibakar karena menggangu kondisi sekitar pesisir
pantai.
Rumput laut coklat memiliki pigmen santotif yang memberikan warna coklat
dan dapat menghasilkan algin atau alginat, laminarin, selulosa, fikoidin dan manitol
yang komposisinya sangat tergantung pada jenis (spesies), masa perkembangan dan
kondisi tempat tumbuhnya.. Rumput laut coklat yang potensial untuk digunakan
sebagai sumber penghasil alginat diantaranya adalah jenis Makrocystis, Turbinaria,
Padina dan sargassum sp. Kandungan alginat pada rumput laut coklat tergantung
musim, tempat tumbuh, umur panen dan jenis rumput laut.
Dalam dunia industri dan perdagangan, algin dikenal dalam bentuk asam
alginat atau alginat. Asam alginat adalah suatu getah selaput (membrane mucilage),
sedangkan adalah bentuk garam dari asam alginat. Algin terdapat pada semua jenis
alga coklat sebagai komponen penyusun dinding sel seperti hal selulose dan pektin.
Secara kimia, Asam alginat adalah senyawa komplek yang termasuk karbohidrat
koloidal hidrofilik hasil polimerisasi D asam Mannuronat dengan rumus kimianya
(C6H8O6)n dimana harga n diantara 80 sampai 83. Ada dua jenis monomer penyusun
asam alginat yaitu asam D-mannuronat dan asam L-guloronat.
I.2 Tujuan
1. Ekstraksi dan mengisolasi Alginat dari rumput laut Sargassum polycystum
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Rumput Laut
Rumput laut merupakan spesies dari alga atau ganggang. Di Indonesia, rumput
laut mempunyai banyak nama ataupun istilah daerah, sebagai contoh : Kades,
ganggang, atau rambu kasang (Jawa), bulung (Bali), arien (Maluku), dan kahao
(Bima). Dibandingkan dengan rumput laut daerah lain, rumput laut Indonesia masih
sangat jauh tertinggal baik dari segi kualitas maupun unsur kimianya (hasil
metabolism) (Sugeng, 2004)
Rumput laut dapat hidup dengan baik pada beberapa habitat, baik air tawar, air
asin (laut), maupun air payau. Rumput laut ini ada yang bersel tunggal (monoseluler),
namun ada pula yang bersel banyak (multiseluler). Ada yang tumbuh sendiri, namun
ada pula yang hidup berkelompok membentuk koloni – koloni. Berdasarkan jenisnya,
rumput laut ada yang mengandung zat warna berupa klorofil (zat hijau daun) dan
karotenoid (Sugeng, 2004)
Rumput laut telah dimanfaatkan oleh penduduk pantai Indonesia sejak berabad
– abad yang lalu. Penduduk mengumpulkan rumput laut untuk dijadikan bahan
pangan dan obat – obatan. Sebagai bahan pangan, rumput laut umumnya dibuat untuk
lalapan (dimakan mentah), urap (dengan bumbu kelapa parut), acar atau asinan
(dengan bumbu cuka), sayur (dengan atau tanpa santan), tumis (dimasak dengan
minyak goring dan bumbu), serta dibuat agar – agar dan pudding. Masyarakat pesisir
juga biasa menggunakannya sebagai obat luar (antiseptic dan pemeliharaan kulit).
Cara yang umum dilakukan adalah dengan merebus rumput laut dan air rebusan
inilah yang dipakai atau dengan menggerus rumput laut sampai menjadi bubuk,
kemudian dipakai sebagai obat. Saat ini, pemanfaatan rumput laut telah mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Rumput laut tidak lagi sekedar dimakan atau digunakan
untuk pengobatan langsung, tetapi olahan rumput laut dapat menjadi agar – agar,
align, karaginan, dan furselaran yang merupakan bahan baku penting dalam industri
makanan, obat – obatan, kosmetik, dan lain – lain (Ghufran, 2010).
II.2 Sargassum Polycystum
Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Bangsa : Fucales
Suku : Sargassaceae
Marga : Sargassum
Jenis : Sargassum polycystum
Sargassum polycystum merupakan salah satu spesies dari makroalga divisi
Phaeophyta. Phaeophyta secara umum memiliki ciri-ciri memiliki bentuk thalus
lembaran, bulat, atau menyerupai batang; warna thalus coklat. Phaeophyta memiliki
pigmen fotosintetik klorofil a dan c, xantofil, fukoxantin, dan diatosantin. Cadangan
makanan Phaeophyta berupa laminaran dan mannitol. Dinding sel umumnya
mengandung asam alginat dan asam fucinat.
Ciri-ciri
Ciri-ciri Sargassum polycystum tidak jauh berbeda dengan cirri-ciri umum
Phaeophyta. Thalus silindris berduri-duri kecil merapat, holdfast membentuk cakram
kecil dengan di atasnya secara karakteristik terdapat perakaran/stolon yang rimbun
berekspansi ke segala arah. Batang pendek dengan percabangan utama tumbuh
rimbun.
Sebaran
Di daerah tropis, Sargassum, Turbinaria, dan Hormophysa merupakan spesies utama
penghasil alginat. Namun di Indonesia marga yang lebih umum dijumpai dan
melimpah ruah adalah Sargassum dan Turbinaria.
Potensi
Merupakan sumber penghasil alginat. Alginat merupakan polimer organik yang
tersusun dari dua unit monomer yaitu L-asam guluronat dan D-asam manuronat.
Polimer alginat yang bersifat koloid, membentuk gel, dan bersifat hidrofilik
menyebabkan senyawa ini dimanfaatkan sebagai emulsifying agent, thickening agent,
dan stabilizing agent (McHugh, 1987).
II.3 Alginat
Asam alginat adalah suatu getah selaput (membrane mucilage), sedangkan
adalah bentuk garam dari asam alginat. Algin terdapat pada semua jenis alga coklat
sebagai komponen penyusun dinding sel seperti hal selulose dan pektin. Secara kimia,
Asam alginat adalah senyawa komplek yang termasuk karbohidrat koloidal hidrofilik
hasil polimerisasi D asam Mannuronat dengan rumus kimianya (C6H8O6)n dimana
harga n diantara 80 sampai 83. Ada dua jenis monomer penyusun asam alginat yaitu
asam D-mannuronat dan asam L-guloronat (Marita dan Rizki, 2009)
Sifat-sifat alginat sebagian besar tergantung pada tingkat polimerisasi dan
perbandingan komposisi guluronat dan mannuronat dalam molekul. Asam alginat
tidak larut dalam air dan mengendap pada pH < 3,5 sedangkan garam alginat dapat
larut dalam air dingin atau air panas dan mampu membentuk larutan yang stabil.
Natrium Alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik tetapi dapat mengendap
dengan alkohol. Alginat sangat stabil pada pH 5 – 10, sedangkan pada pH yang lebih
tinggi viskositasnya sangat kecil akibat adanya degradasi ß- eliminatif. Ikatan
glikosidik antara asam mannuronat dan guluronat kurang stabil terhadap hidrolisis
asam dibandingkan ikatan dua asam mannuronat atau dua asam guluronat.
Kemampuan alginat membentuk gel terutama berkaitan dengan proporsi L-guluronat
(Marita dan Rizki, 2009).
Asam alginat diproduksi dengan cara ekstraksi alga coklat (Phaeophyceae) dan
banyak digunakan sebagai bahan pembentuk gel dan pengental yang bersifat
thermoreversibel dalam berbagai bidang industri, juga dipakai sebagai suspending
emulsifying, dan stabilizing agent. Senyawa Alginat yang umum dikenal adalah
Natrium Alginat (Marita dan Rizki, 2009).
II.4 Kualitas Natrium Alginat
Alginate yang memiliki kualitas tinggi akan membentuk gel yang keras dan
larutan yang sangat kental. Alga coklat memiliki kriteria tersebut adalah jenis
Ascophylum, Durvillaea, Ecklonia, Laminaria, Lessonia, Macrocystis dan
Sargassum. Biasanya Sargassum digunakan sebagai bahan baku alginate setelah jenis
alga coklat lainnya tidak tersedia sebab kualitas alginate yang dihasilkan rendah dan
kadar alginatnya juga rendah (Abdullah Rasyid, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian ekstraksi natrium alginate dan beberapa jenis alga
coklat yang tumbuh di perairan Indonesia. Ternyata jenis Sargassum yang paling
potensial dijadikan bahan baku. Hal ini tentunya berkaitan dengan kondisi perairan
Indonesia yang berada di daerah tropis, sedangkan jenis Ascophylum, Durvillaea,
Ecklonia, Laminaria, Lessonia, Macrocystis tidak ditemukan. Kemungkinan
perbedaan panen juga berpengaruh terhadap kadar natrium alginate, factor lainnya
adalah perbedaan kondisi perairan pada waktu pengambilan sampel dilakukan.
Alginate terdapat pada dinding sel alga coklat yang berperan memberikan sifat
flesibilitas terhadap alga itu sendiri. Itulah sebabnya alga coklat yang tumbuh
diperairan yang beriak biasanya memiliki kandungan alginate yang lebih tinggi
disbanding yang tumbuh di perairan yang relative tenang. Modifikasi metode
ekstraksi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas natrium alginate
yang dihasilkan (Abdullah Rasyid, 2010).
II.5 Proses Ekstraksi Alginat
Beberapa metode ekstraksi alginate dari rumput laut local yang ada di Indonesia
seperti Sargassum sp. Sudah banyak dikembangkan. Meskipun secara umum kualitas
produk alginate yang dihasilkan dari metode ekstraksi ini masih rendah. Tingginya
kandungan bahan tidak larut air menyebabkan produk alginate ini tidak dapat
diterima dalam kualifikasi produk food grade, dan sering kali menyebabkan
terjadinya endapan pada produk yang dihasilkan seperti pada minuman alginate.
Berdasarkan standard JECFA (The FAO/WHO Joint Expert Committee on Food
Additives), kandungan bahan tidak larut air yang masih diijinkan untuk alginate yang
akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan tidak boleh lebih dari 2% (FAO,
2009). Metode ekstraksi alginate yang selama ini masih menghasilkan kandungan
bahan tidak larut air yang cukup tinggi yaitu sekitar 9 sampai 12 % (Subaryono,
2009; Subaryono et al, 2009) dalam (Subaryono dan Nurbaity, 2010)
Metode penyaringan dengan menggunakan peralatan penyaring yang dilengkapi
dengan vakum, pengaduk, dan tanah diatom dapat menurunkan selulosa yang lolos
pada proses penyaringan filtrate serta menurunkan kandungan bahan tidak larut air
dalam alginate. Dengan metode penyaringan ini dapat dihasilkan alginate yang
memenuhi persyaratan JECFA. Harga peralatan ini cukup mahal dan hanya
memungkinkan dilaksanakan oleh industri ekstraksi alginate skala besar. Pengadaan
peralatan ini bagi industri kecil dan industri skala rumah tangga menjadi tidak
ekonomis dan tidak memungkinkan dilaksanakan. Salah satu alternative perbaikan
yang dapat dilakukan dan cukup sederhana dalam proses ekstraksi alginate adalah
melakukan dekantasi filtrate setelah proses penyaringan. Dengan dekantasi filtrate,
sebagian selulose dan bahan pengotor yang lolos dari proses penyaringan dapat
III. MATERI DAN METODE
III.1 Materi
III.1.1 Waktu dan Tempat
Waktu : Rabu, 23 April 2014 Pukul 13.00 WIB
Tempat : Laboratorium Kimia Gedung E, FPIK, UNDIP
III.1.2 Alat
Table 1. Alat Praktikum Acara IV
No Nama Gambar Fungsi1 Timbangan
DigitalUntuk mengukur berat rumput laut Sargassum polycistum
2 Kompor Untuk memanaskan rumput laut Sargassum polycistum
3 Panci Sebagai wadah untuk perebusan sargassum polycystum
4 Kain Mori Untuk menyaring Sargassum polycistum yang basah
5 Saringan Untuk menyaring air atau memisahkan air dengan sampel
6 Gelas Ukur Untuk mengukur volume benda cair yang akan digunakan
7 Pengaduk Untuk mengaduk campuran Sargassum
8 Thermometer Untuk mengukur suhu air rebusan
9 Stopwatch Untuk menentukan lamanya waktu perebusan
10 Gelas labu Sebagai tempat untuk pembuatan larutan HCL dan NaOH
11 Corong Untuk memindahkan suatu larutan dari satu tempat ke tempat lainnya
III.1.3 Bahan
Table 2. Bahan Praktikum Acara IV
No Nama Gambar Fungsi1 Sargassum
polycistumRumput laut yang akan digunakan untuk di ekstraksi
2 HCl 0,5 % dan HCl Pekat
Untuk membersihkan rumput laut dari kuman dan melemahkan dinding sel
3 NaOH 1% dan 10%
Untuk menetralkan pH sample
4 Na2CO3 4% Untuk memisahkan filtrate dengan selulosa
5 NaOCl 12% Untuk memutihkan alginate
6 Etanol 96% Untuk mengendapkan alginate
III.2 Metode
3.2.1 Diagram Alir
Menambahkan larutan NaOCL 12% dalam filtrate yang suhunya 10o C
Sargassum Polycystum berat 40 gram
Perendaman dengan larutan HCL 0,5 %
Menambahkan larutan NaOH 10% sampai pH-nya 7 bersifat netral
Perendaman dengan larutan NaOH 1%
Melakukan ekstraksi dengan Na2CO3 4% pada suhu 40o C
3.2.2 Cara kerja
1. Sargassum polycystum dipotong kecil – kecil, timbang
kurang lebih 40 gram menggunakan timbangan digital
2. Panaskan campuran larutan HCL 0,5 % diatas kompor
listrik sampai suhunya 40o C
3. Masukkan S. polycystum yang telah ditimbang ke dalam
panic yang berisi HCL dan sudah dipanaskan
4. Ditunggu selama 10 menit
5. Setelah disaring, lalu panaskan larutan NaOH hingga
suhu 40o C kemudian S. polycystum dimasukkan dan
tunggu hingga 10 menit
6. Setelah 10 menit S.polycystum disaring lagi
7. Masukkan Na2CO3 sebanyak 40 gram ke dalam aquades
1 liter dan diaduk hingga larut
Menyaringnya hingga membentuk endapan sodium
Menimbang sodium alginate yang didapat
Mengendapkan dengan etanol 96%
Menjemur alginate dipanas matahari selama 7 hari
Timbang kembali alginate tersebut
8. Lalu dipanaskan hingga 40o C
9. Masukkan S. polycystum yang sudah disaring lalu
panaskan hingga 20 menit
10. Sampel lalu disaring lagi dengan kertas saring
11. Kemudian ditambahkan 75ml kaporit untuk
memutihkannya
12. Buat larutan HCL untuk sampe pertama dengan kadar
5% dan sampe kedua 6%
13. Tuangkan HCL 5% pelan – pelan kedalam hasil perasan
S. polycystum
14. Disaring lagi dengan menggunakan saringan untuk
mendapatkan garam alginate
15. Lalukan lagi hal yang sama untuk sampel kedua
16. Buat larutan NaOH 10% sebanyak 2 larutan
17. Kemudian ditetesi larutan NaOH 10% pada alginate
18. Kemudian tetesi lagi dengan etanol
19. Saring lagi agar alginate agak kering
20. Sampel dijemur lagi selama 7 hari
21.Lalu ditimbang kembali sampel setelah dikeringkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Table 1. 5%
Berat Rumput Laut Berat Alginat (basah) Rendemen (kering)
40 gram 1,80 gram 0,29 gram
Rumus Rendemen
¿Berat Akhir (gr)Berat Awal (gr)
x 100 %
¿ 0,29 gram40 gram
x 100 %
¿0,725 %
Table 1. 6%
Berat Rumput Laut Berat Alginat (basah) Rendemen (kering)
40 gram 4,23 gram 1,3 gram
Rumus Rendemen
¿Berat Akhir (gr)Berat Awal (gr)
x 100 %
¿ 1,3 gram40 gram
x 100 %
¿3,25 %
IV.2 Pembahasan
Dalam praktikum ekstraksi alginate ini melalui beberapa tahapan proses yang
cukup panjang, pertama – tama sampel Sargassum polycystum yang kering dipotong
– potong kecil dan ditimbang sebanyak 40 gram dan dibuat sebanyak dua sampel, lalu
panaskan 2 larutan HCl yang sudah dibuat sebelumnya yang yaitu HCL 0,5% dan
HCL 6% dipanaskan di dua tempat yang berbeda. Setelah kira – kira panas suhunya
40o C masukkan sampel yang tadi sudah dipotong ke dalam rebusan larutan tadi dan
tunggu hingga 10 menit.
Setelah 10 menit sampel diangkat dan disaring, lalu panaskan larutan NaOH 1%
hingga suhunya 40o C lalu masukkan sampel tadi dan rebus lagi selama 10 menit, dan
setelah 10 menit sampel disaring lagi. Setelah itu larutan Na2CO3 dipanaskan hingga
suhunya 40o C dan setelah panas dimasukkan kembali sampel Sargassum tadi dan
tunggu hingga 20 menit. Setelah itu disaring kembali dan yang dipakai air perasannya
saja. Setelah itu larutan dicampurkan dengan 75 ml NaOCL untuk memutihkan
larutan. Lalu larutan ditetesi dengan HCL 5% dan 6% dan setelah itu ditetesi dengan
larutan NaOH kemudian diukur lagi pH-nya dan kembali ditetesi lagi dengan larutan
etanol kemudian saring kembali larutan untuk mendapatkan alginatnya.
Dalam proses itu larutan – larutan mempunyai fungsi masing – masing seperti
larutan HCl yang berfungsi untuk membersihkan kotoran – kotoran yang masih
menempel di sampel Sargassum tersebut, lalu larutan NaOH untuk menetralkan pH
karena sebelumnya sampel direbus dengan larutan asam. Larutan Na2CO3 memecah
dan mengikat alginate dan mengubah asam alginate menjadi sodium alginate, dan
larutan NaOCL untuk memutihkan air rebusan karena air hasil rebusan tadi berwarna
coklat pucat. Dan penambahan larutan HCL yang kedua untuk membuat pH menjadi
3 dan larutan NaOH yang kedua berfungsi untuk menetralkan larutan. Dan etanol
untuk mengendapkan sodium alginate tersebut.
Setelah semua proses selesai didapatkan sodium alginate basah 1,80 gram untuk
yang 5% dan 4,23 gram untuk yang 6%, setelah itu kedua sampel alginate
dikeringkan kurang lebih selama 4 hari dan setelah itu ditimbang kembali dan
didapatkan hasil 0,29 gram untuk 5% dan 1,3 gram untuk yang 6%. Dari data – data
diatas lalu dihitung dengan rumus untuk memperoleh kadar alginate dengan rumus
Berat Akhir (gr)Berat Awal (gr)
x 100 % dan didapatkan hasil 0,725 % untuk 5% dan 3,25 % untuk
yang 6%.
V. PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Alginate dari rumput laut Sargassum polycystum yang didapatkan
melalu proses ekstrasi yang panjang didapatkan hasil kadar alginate
0,725 % pada sampel yang 5 % dan 3,25 % pada sampel yang 6 %
V.2 Saran
1. Kepada praktikan saat praktikum berlangsung harus lebih teliti dan
focus saat praktikum
2. Setalah praktikum selesai agar mencuci alat praktikum dengan bersih
supaya tidak tertinggal bahan praktikum sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Rasyid. 2010. Ekstraksi Natrium Alginat Dari Alga Coklat Sargassum
echinocarphum. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2010) 36(3): 393-400
Ariyadi, Sugeng. 2004. Pembuatan Dodol Rumput Laut. Yogyakarta : Kanisius
H. Kordi K, M. Ghufran. 2010. A to Z Budi Daya Akuatik untuk Pangan, Kosmetik,
dan Obat – obatan. Yogyakarta : Lily Publisher
Marita Agusta Maharani, Rizki Widyanti. 2009. Pembuatan Alginate Dari Rumput
Laut Untuk Menghasilkan Produk Dengan Rendemen Dan Viskositas Tinggi.
Subaryono, Siti Nurbaity Kartika Apriani. 2010. Pengaruh Dekantasi Filtrate Pada
Proses Ekstraksi Alginate Dari Sargassum sp. Terhadap Mutu Produk Yang
Dihasilkan. Vol. 5 No. 2, Desember 2010