Kata Pengantar
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai relevansi
dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-2008. Evaluasi ini
juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai tujuan atau
sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
Capaian indikator hasil yang digunakan dalam pelaksanaan evaluasi kinerja
pembangunan daerah tahun 2009 adalah (1) tingkat pelayanan publik dan demokrasi, (2)
tingkat kualitas sumber daya manusia, (3) tingkat pembangunan ekonomi, (4) kualitas
pengelolaan sumber daya alam, dan (5) tingkat kesejahteraan sosial.
Universitas Khairun sebagai salah satu Perguruan Tinggi yang ditugasi oleh Kementerian
Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional untuk melakukan evaluasi kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara
berdasarkan 5 (lima) capaian indikator yang telah ditetapkan. Analisis yang digunakan
terhadap indikator hasil dan pencapaian indikator hasil adalah analisis relevansi dan
analisis efektifitas.
Sesuai dengan panduan yang diberikan, pendekatan evaluasi kinerja pembangunan
daerah mengunakan analisis relevansi dan analisis efektifitas serta menampilkan capaian
yang spesifik dan menonjol pada masing-masing daerah.
Hasil capaian indikator kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara disusun
berdasarkan data sekunder yang tersedia di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Maluku Utara, yang di dalamnya termasuk RPJMD Maluku Utara 2005-2007,
RMJMD 2008-2012 dan Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah oleh Gubernur
Maluku Utara tahun 2006 dan 2007, data BPS 2004 – 2008, Data SKPD terkait, hasil
diskusi dengan beberapa LSM yang bergerak dalam berbagai kegiatan pemberdayaan
masyarakat dan lingkungan hidup, serta hasil focus group discussion (FGD) dan penilaian
EKPD Tahun 2009 untuk Provinsi Maluku Utara.
Hasil kajian dengan menggunakan pendekatan analisis relevansi dan efektifitas terhadap
kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara tahun 2004 - 2008 berdasarkan
indikator yang telah ditetapkan Bappenas menunjukan bahwa rata-rata capaian indikator
hasil yang telah ditetapkan diantaranya tingkat pelayanan publik dan demokrasi, tingkat
kualitas sumber daya manusia, dan tingkat kesejahteraan sosial sejalan atau lebih baik di
Provinsi Maluku Utara dibandingkan dengan nasional berdasarkan analisis relevansi.
Sedangkan tingkat pembangunan ekonomi dan tingkat pengelolaan sumber daya alam
belum sejalan atau tidak relevan di Provinsi Maluku Utara dibandingkan dengan nasional
berdasarkan analisis relevansi. Akan tetapi dalam perkembangan lima tahun terakhir
terhadap capaian indikator hasil yang diperoleh menunjukan angka fluktuasi dari tahun
ketahun. Hal ini menunjukan bahwa kinerja pemerintah daerah di Provinsi Maluku Utara
belum atau tidak efektif berdasarkan analisis efektifitas.
Hasil analisis ini, sepenuhnya menggunakan data yang falid dari berbagai sumber yang
tersedia, akan tetapi sediaan data, permasalahan pembangunan, capaian, upaya tindak
lanjut, serta rekomendasi kebijakan berdasarkan isu-isu strategis Provinsi Maluku Utara
diharapkan menjadi bahan masukan bagi penyusunan perencanaan pembangunan
nasional.
Ternate, 21 Desember 2009 Rektor Universitas Khairun,
Dr. Gufran Ali Ibrahim, M.S. NIP 19630928 200112 1001
1
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah adalah upaya terencana untuk
meningkatkan kapasitas daerah dalam mewujudkan masa depan daerah yang lebih
baik dan kesejahteraan bagi semua masyarakat.
Hal ini sejalan dengan amanat UU No. 32 tahun 2004 yang menegaskan bahwa
Pemerintah Daerah diberikan kewenangan secara luas untuk menentukan kebijakan
dan program pembangunan di daerah masing-masing.
Evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) 2009 dilaksanakan untuk menilai
relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu 2004-
2008. Evaluasi ini juga dilakukan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah
mencapai tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan
manfaat dari pembangunan daerah tersebut.
Secara kuantitatif, evaluasi ini akan memberikan informasi penting yang berguna
sebagai alat untuk membantu pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan
pembangunan dalam memahami, mengelola dan memperbaiki apa yang telah
dilakukan sebelumnya.
Hasil evaluasi digunakan sebagai rekomendasi yang spesifik sesuai kondisi lokal
guna mempertajam perencanaan dan penganggaran pembangunan pusat dan
daerah periode berikutnya, termasuk untuk penentuan alokasi Dana Alokasi Khusus
(DAK) dan Dana Dekonsentrasi (DEKON).
Tujuan dari evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2009 adalah untuk
menilai relevansi dan efektivitas kinerja pembangunan daerah dalam rentang waktu
2004-2008, dan untuk melihat apakah pembangunan daerah telah mencapai
tujuan/sasaran yang diharapkan dan apakah masyarakat mendapatkan manfaat dari
pembangunan daerah tersebut.
2
1.2. Keluaran
Keluaran dari evaluasi kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2009 adalah :
1. Terhimpunnya data dan informasi evaluasi kinerja pembangunan di tingkat
provinsi ;
2. Tersusunnya hasil analisa evaluasi kinerja pembangunan pada setiap provinsi
1.3. Metodologi
Metode yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja pembangunan daerah adalah
metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dimaksudkan untuk
mendeskripsikan lima iindikator keberhasilan pemerintah daerah yang meliputi ;(1)
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi; (2) Tingkat Kualitas sumber Daya
Manusia; (3) Tingkat Pembangunan Ekonomi; (4) Kualitas Pengelolaan Sumber
Daya Alam; dan (5) Tingkat Kesejahteraan Rakyat. Untuk menentukan capaian 5
kelompok indikator hasil digunakan metode kuantitatif sebagai berikut:
1. Indikator hasil (outcomes) disusun dari beberapa indikator pendukung terpilih
yang memberikan kontribusi besar untuk pencapaian indikator hasil (outcomes);
2. Pencapaian indikator hasil (outcomes) dihitung dari nilai rata-rata indikator
pendukung dengan nilai satuan yang digunakan adalah persentase; 3. Indikator pendukung yang satuannya bukan berupa persentase maka tidak
dimasukkan dalam rata-rata, melainkan ditampilkan tersendiri;
4. Apabila indikator hasil (outcomes) dalam satuan persentase memiliki makna
negatif, maka sebelum dirata-ratakan nilainya harus diubah atau dikonversikan
terlebih dahulu menjadi (100%) – (persentase pendukung indikator negatif).
Sebagai contoh adalah nilai indikator pendukung persentase kemiskinan semakin tinggi, maka kesejahteraan sosialnya semakin rendah;
5. Pencapaian indikator hasil adalah jumlah nilai dari penyusun indikator hasil
dibagi jumlah dari penyusun indikator hasil (indicator pendukungnya). Contoh
untuk indikator tingkat kesejahteraan sosial disusun oleh:
a. Persentase penduduk miskin
b. Tingkat pengangguran terbuka
c. Persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
d. Presentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia
e. Presentase pelayanan dan rehabilitasi sosial
3
Teknik Pengumpulan Data dan Informasi Pengamatan langsung
Pengamatan langsung kepada masyarakat sebagai subjek dan objek pembangunan
di daerah, diantaranya dalam bidang sosial, ekonomi, pemerintahan, politik,
lingkungan hidup dan permasalahan lainnya yang terjadi di wilayah provinsi terkait.
Pengumpulan Data Primer
Data diperoleh melalui FGD dengan pemangku kepentingan pembangunan daerah.
Tim Evaluasi Provinsi menjadi fasilitator rapat/diskusi dalam menggali masukan dan
tanggapan peserta diskusi.
Pengumpulan Data Sekunder
Data dan informasi yang telah tersedia pada instansi pemerintah seperti BPS
daerah, Bappeda dan Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait.
Analisis Data
Untuk menilai kinerja pembangunan daerah, pendekatan yang digunakan adalah
Relevansi dan Efektivitas. Relevansi digunakan untuk menganalisa sejauh mana
tujuan/sasaran pembangunan yang direncanakan mampu menjawab permasalahan
utama/tantangan. Dalam hal ini, relevansi pembangunan daerah dilihat apakah tren
capaian pembangunan daerah sejalan atau lebih baik dari capaian pembangunan
nasional. Sedangkan efektivitas digunakan untuk mengukur dan melihat kesesuaian
antara hasil dan dampak pembangunan terhadap tujuan yang diharapkan.
Efektivitas pembangunan dapat dilihat dari sejauh mana capaian pembangunan
daerah membaik dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
1.4. Sistimatika Penulisan Laporan
Sistimatika penulisan laporan evaluasi kinerja pembangunan daerah terdiri dari 3
(tiga) bagian yaitu bab 1 pendahuluan, bab 2 hasil evaluasi, dan bab 3 kesimpulan.
Bagian pendahuluan berisi penjelasan mengenai pentingnya melakukan evaluasi
terhadap kinerja pembangunan daerah, tujan dan keluaran yang ingin dicapai serta
metodologi yang digunakan dalam evaluasi kinerja pembangunan daerah.
Bagian hasil evaluasi terdiri dari 5 (lima) indikator yaitu (1) Tingkat pelayanan publik
dan demokrasi, (2) Tingkat kualitas sumber daya manusia, (3) Tingkat
pembangunan ekonomi, (4) Kualitas pengelolaan sumber daya alam, dan (5)
Tingkat kesejahteraan rakyat. Lima indikator tersebut berisi capaian indikator
4
dengan menggunakan analisis relevansi dan efektivitas, analisis capaian indikator
spesifik dan menonjol serta rekomendasi kebijakan. Bagian kesimpulan
menjelaskan apakah capaian tujuan/sasaran pembangunan daerah telah relevan
dan efektif terhadap tujuan/sasaran pembangunan nasional.
5
BAB II Hasil Evaluasi
Pembangunan Provinsi Maluku Utara semenjak ditetapkan sebagai suatu daerah Otonom
dengan karakteristik wilayah kepulauan sampai saat ini menghadapi berbagai masalah
dan tantangan. Kondisi ini disebabkan karena kompleksitas permasalahan yang dihadapi
antara lain :
1. Terbatasnya daya dukung infrastruktur ekonomi, sosial dan transportasi, termasuk
kelistrikan;
2. Masalah kesenjangan antar kabupaten/kota;
3. Belum optimalnya pemanfaatan SDA yang berkualifikasi komoditas unggulan di sub
sektor perikanan dan kelautan, sektor pertanian dan perkebunan serta pariwisata;
4. Masih tingginya angka pengangguran dan kemiskinan;
5. Masih rendahnya investasi pemerintah maupun masyarakat;
6. Rendahnya pelayanan public dan demokrasi,
7. Rendahnya kualitas dan kuantitas SDM manusia,
8. Lemahnya penegakan hukum serta penanganan persoalan pasca konflik sosial;
9. Masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran yang mengakibatkan
rendahnya kualitas hidup masyarakat Maluku Utara
Rendahnya ketersediaan infrastruktur pembangunan di Provinsi Maluku Utara seperti di
bidang transportasi, ketersediaan jalan arteri primer (jalan utama), jalan linkungan dan
arteri sekunder banyak yang rusak, lebar badan jalan yang lama rata-rata tidak sama,
kapasitas badan jalan yang semakin terbatas terutama di daerah pedesaan. Untuk
prasarana dan sarana transportasi laut, masih sedikitnya aktivitas bongkar muat barang
dan penumpang di pelabuhan, tingginya biaya pajak yang dipungut oleh pihak pelabuhan,
belum tersedianya fasilitas prasarana dan sarana yang memadai, dan masih kurangnya
peran swasta dalam pembangunan pelabuhan. Permasalahan transportasi udara meliputi
masih rendahnya rute penerbangan pesawat, masih sedikitnya frekuensi penerbangan
pesawat untuk setiap harinya, mahalnya biaya untuk setiap penerbangan, dan masih
kecilnya kapasitas pelabuhan yang baru dapat melayani jenis pesawat tertentu.
Pada bidang pembangunan sarana pengairan irigasi, permasalahan yang dihadapi adalah
ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan akan air, jaringan yang lama rata-rata
sudah banyak yang tidak berfungsi (rusak), dan tidak berjalannya sistem pengaturan air.
Untuk bidang energi listrik, permasalahan yang muncul adalah keterbatasan kapasitas
pembangkit, karena kapasitas tenaga listrik yang tersedia tidak mampu untuk melayani
6
permintaan akan listrik, tingginya ketergantungan tehadap BBM, dan keterbatasan
kemampuan pendanaan. Permasalahan infrastruktur telekomunikasi adalah terbatasnya
ketersediaan infrastruktur informasi, tidak meratanya penyebaran infrastruktur informasi,
dan terbatasnya kemampuan pembiayaan penyediaan infrastruktur informasi.
Permasalahan di bidang permukiman adalah terbatasnya kemampuan penyediaan
prasarana dan sarana perumahan, masih banyaknya penduduk perkotaan dan perdesaan
yang belum memiliki tempat tinggal, belum tertatanya sistem perumahan dan lingkungan,
terutama di daerah permukiman nelayan, daerah pelabuhan dan daerah permukiman
sekitar pasar, dan rendahnya kemampuan masyarakat untuk membangun rumah yang
layak. Di bidang penyediaan air bersih, permasalahannya adalah masih rendahnya
ketersediaa air bersih yang disediakan oleh PDAM, rendahnya kualitas pengelolaan air
minum yang dikeluarkan oleh PDAM, tingginya tingkat kebocoran yang terjadi pada
perpipaan, permasalahan tarif yang tidak mampu mencapai kondisi pemulihan biaya, dan
meningkatnya kecenderungan Kabupaten-Kabupaten baru untuk membentuk PDAM baru
yang terpisah dari kabupaten induk.
Kondisi kesenjangan antar daerah juga menimbulkan permasalahan, terutama
kesenjangan pelayanan pembangunan dan ketersediaan infrastruktur. Pada
Kabupaten/kota tertentu penyediaan pelayanan dan ketersediaan infrastruktur lebih baik
dibandingkan dengan kabupaten lain, kondisi ini juga berdampak pada ketersediaan
sumberdaya alam yang dimiliki. Sementara disatu sisi ke depan persaingan investasi dan
persaingan antardaerah akan semakin tinggi, oleh karena masing-masing daerah
berupaya menambah lapangan kerja dan mengurangi penduduk miskin melalui masuknya
investasi, sehingga persaingan merebut peluang investasi antar daerah sangat ketat.
Sehubungan dengan itu setiap daerah berupaya secara maksimal untuk melakukan
promosi potensi daerah dan menciptakan iklim yang kondusif untuk masuknya investasi.
Potensi konflik kepentingan akan semakin besar terkait dengan kewenangan tiap daerah
dalam pengelolaan potensi daerah, terutama pada daerah-daerah yang berbatasan dan
wilayah perbatasan antarnegara.
Keberhasilan pembangunan sumber daya alam dan lingkungan ditandai oleh terwujudnya
keseimbangan antara penggunaan sumber daya alam untuk pembangunan dengan daya
dukung lingkungannya sehingga pembangunan yang dilakukan dapat berjalan secara
berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah yang ada di
Provinsi Maluku Utara. Sampaisaat ini belum tertatanya wilayah pesisir dan kelautan yang
disesuaikan dengan peruntukannya sebagai aset untuk melestarikan populasi ikan dan
7
pengembangan pariwisata serta berfungsinya wilayah tersebut sebagai daerah mitigasi
gempa dan tsunami. Permasalahan yang dihadapi adalah, pemanfaatan SDA yang tidak
terukur dan terkendali, rendahnya penggunaan teknologi pengolahan SDA; tidak
terintegrasinya kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup dengan kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam, sehingga sering melahirkan konflik kepentingan antara
pemanfaatan sumber daya alam (pertambangan, kehutanan) dengan upaya pelestarian
lingkungan. Pengelolaan sumber daya alam untuk perolehan devisa bagi daerah selama
ini cenderung memberikan penekanan yang terlalu besar terhadap eksploitasi sumber
daya alam sehingga mengakibatkan lemahnya kelembagaan pengelolaan dan penegakan
hokum. Selain itu meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian,
menurunnya ketersediaan air dan daya dukung prasarana irigasi, rendahnya produktivitas
dan mutu komoditas pertanian, serta rendahnya kemampuan dan akses petani terhadap
sumber daya produktif.
Untuk sumberdaya kelautan, terdapat ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan sumber
daya kelautan dan perikanan antar kawasan; adanya kegiatan pemanfaatan sumber daya
kelautan dan perikanan yang ilegal dan merusak, seperti illegal fishing; belum optimalnya
pengembangan perikanan budidaya; meningkatnya kerusakan dan pencemaran
lingkungan di kawasan pesisir yang menurunkan daya dukungnya; dan belum lengkapnya
kerangka regulasi dalam pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan. Sedangkan
pada sektor pertambangan, persoalan utama yang dihadapi meliputi (1) penegakan
hukum dalam sektor pertambangan terutama pada kegiatan pertambangan tanpa ijin
(PETI); (2) beberapa potensi bahan galian yang sudah teridentifikasi terletak pada
kawasan lindung; (4) dampak lingkungan akibat penambangan.
Masih adanya sejumlah persoalan bidang politik seperti eksistensi kelembagaan sosial
politik daerah yang masih lemah, rendahnya partisipasi pemilih, peran organisasi
kemasyarakatan yang belum optimal, belum meratanya kesadaran dan toleransi terhadap
perbedaan, kemajemukan dan kedewasaan berpolitik seperti terlihat dari munculnya
berbagai ketegangan konflik antar kelompok masyarakat maupun praktek demokrasi
dalam proses pemilihan kepala daerah hingga kepala desa.
Dari aspek penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih kurangnya
tranparansi perencanaan, rendahnya akuntabilitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan,
pemantauan, pengawasan dan pemanfaatan hasil pembangunan daerah, masih
lemahnya kelembagaan birokrasi pemerintah daerah dilihat dari belum optimalnya
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Satuan kerja, kurangnya kualitas sumberdaya
8
aparatur, Oleh karena itu dalam kerangka reformasi birokrasi penataan sistem,
kelembagaan dan prosedur pemerintahan sangat memiliki andil dalam mempengaruhi
proses pembangunan Provinsi Maluku Utara.
Di bidang hukum permasalahan yang dihadapi meliputi banyaknya produk hukum daerah
yang disharmonis, masih terdapat tindakan diskriminasi dalam Penegakan hukum, seperti
tindakan yang tidak adil, tidak tegas, dan diskriminatif, rendahnya kesadaran dan
kepatuhan masyarakat terhadap hukum, Kurangnya prasarana dan sarana pendukung
dalam penegakkan hukum, Meningkatnya gangguan keamanan dan pelanggaran hukum
di laut terutama dalam ilegal fishing, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
pengelolaan sumber daya kehutanan dan laut, Khususnya dalam pemberantasan korupsi
diperlukan kemauan politik yang besar serta keteladanan dari pimpinan pemerintahan
beserta jajarannya , dan rendahnya aparat penegak hukum yang secara khusus
menangani perkara korupsi belum dibekali oleh kualitas pendidikan dan pelatihan yang
memadai, yang berakibat pada rendahnya kinerja aparat penegakan hukum dan tidak
tuntasnya penanganan kasus korupsi.
Pelaksanaan pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara sedikit banyak akan terhambat
oleh kondisi sumberdaya manusia yang masih rendah baik kualitas maupun kuantitas.
Untuk Indkes Pembangunan Manusia (IPM) sampai pada tahun 2007 masih rendah,
berada pada 67,82%. Selain itu, masih lemahnya struktur dan kapasitas kelembagaan
kemasyarakatan menjadi tantangan sendiri dalam pengembangan sumberdaya alam
Maluku Utara di masa mendatang. Kualitas pendidikan juga masih rendah dan belum
mampu memenuhi kebutuhan kompetensi peserta didik. Hal tersebut terutama
disebabkan oleh kurang dan belum meratanya pendidik baik secara kuantitas maupun
kualitas serta kesejahteraan pendidik yang juga masih rendah.
Perhitungan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Provinsi Maluku Utara pada tahun 2005
berada pada rangking 22 secara nasional. Sedangkan persentase penduduk miskin pada
tahun 2008 sebesar 11,28 persen dan dari 9 kabupaten/kota di Maluku Utara seluruhnya
masuk sebagai daerah tertinggal. Angka kemiskinan ini sangat rentan terhadap
perubahan kondisi politik dan ekonomi daerah, kemungkinan terjadinya masalah sosial
dan kriminalitas. Kesejahteraan sosial masyarakat yang relatif masih rendah antara lain
tercermin dari anak maupun penduduk lanjut usia yang terlantar, kecacatan,
ketunasosialan, bencana alam dan konflik sosial. Sementara itu kualitas penanganan
penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan korban bencana alam dan sosial
masih rendah.
9
Berdasarkan pada permasalahan dan hambatan, maka tujuan yang hendak dicapai
dengan keberadaan Provinsi Maluku Utara baik dalam jangka pendek, menengah
maupun jangka panjang untuk mewujudkan Maluku Utara sebagai Provinsi Kepulauan
Yang Damai, Maju, Mandiri, Adil Dan Sejahtera.
A. Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh masyarakat maluku utara dalam
ikatan “Marimoi Ngone Futuru” , yang ditandai oleh :
1. Meningkatnya rasa saling percaya antarkelompok masyarakat yang tercermin dari
semakin menurunnya sikap saling mencurigai, ketegangan dan potensi konflik
antarkelompok maupun antargolongan masyarakat, serta meningkanya kerjasama
antarkelompok masyarakat dalam berbagai bentuk yang positif, konstruktif dan
berkesinambungan;
2. Tertanamnya kembali nilai-nilai “Marimoi Ngone Futuru” sebagai ciri identitas
masyarakat Maluku Utara dalam rangka melestarikan falsafah budaya;
3. Meningkatnya penegakan supremasi hukum sesuai dengan perangkat perundang-
undangan yang berlaku serta aparat penegak hukum yang profesional dan
proporsional;
4. Meningkatnya keamanan yang menjamin keselamatan masyarakat dan keutuhan
wilayah NKRI.
B. Terwujudnya tatakelola pemerintahan yang baik, yang ditandai oleh :
1. Meningkatnya kapasitas dan kualitas kelembagaan Pemerintah Daerah menjadi
lebih efisien dan efektif guna mendorong ketersediaan aparatur yang profesional
dalam rangka public good services;
2. Meningkatnya kinerja dan kualitas pelayanan birokrasi untuk mendukung
penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, pemberian kemudahan
berinvestasi, keberpihakan pada masyarakat miskin melalui prinsip transparansi,
akuntabilitas dan efektifitas kelembagaan;
3. Terciptanya peraturan perundangan daerah yang harmonis dan berpihak kepada
kepentingan masyarakat luas;
4. Meningkatnya kemampuan aparatur daerah dalam memanfaatkan teknologi
informasi untuk mendukung kinerja pemerintahan daerah.
C. Terwujudnya masyarakat Maluku Utara yang maju, yang ditandai oleh :
1. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan
sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai tingkat kesejahteraan
setara dengan daerah-daerah lainnya, dengan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih
10
besar 7 persen pertahun, tingkat pengangguran terbuka yang tidak lebih dari 10
persen dan jumlah penduduk miskin tidak lebih dari 15 persen;
2. Terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan pada komoditas
unggulan (perkebunan, perikanan dan pariwisata) yang kompetitif sesuai dengan
karakteristik masing-masing wilayah pengembangan;
3. Tersusunnya jaringan infrastruktur perhubungan antarpulau yang handal dan
terintegrasi satu sama lain dengan mengedepankan transportasi laut sebagai
andalan yang didukung oleh transportasi darat dan udara;
4. Meningkatnya Kualitas sumber daya manusia, termasuk pengarusutamaan peran
perempuan dalam pembangunan. Secara umum peningkatan kualitas sumber
daya manusia Maluku Utara ditandai dengan meningkatnya Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) di atas rata-rata nasional;
5. Berkurangnya secara nyata jumlah penduduk miskin melalui pemberdayaan
ekonomi masyarakat di perdesaan.
6. Berkurangnya tingkat pengangguran melalui penyediaan dan perluasan lapangan
kerja terutama yang memanfaatkan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan.
D. Terwujudnya pembangunan daerah yang Mandiri, Merata, Berkeadilan dan
Berkelanjutan, yang ditandai oleh :
1. Meningkatnya sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah tanpa terlalu
bergantung kepada sumber pembiayaan lainnya;
2. Meningkatnya kemandirian pangan daerah melalui ketersediaan dan diversifikasi
pangan;
3. Terpenuhinya pelayanan sosial dasar dan sarana prasarana kebutuhan dasar
masyarakat di wilayah kepulauan yang terpencil dan terisolir terutama sarana
pendidikan, kesehatan, perumahan dan sanitasi, air bersih;
4. Terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien serta
berkembangnya pemanfaatan sumber energi alternatif sesuai dengan
ketersediaan dan daya dukung lingkungan melalui pengembangan biofuel, tenaga
surya, tenaga mikrohidro dll;
5. Meningkatnya kualitas produk-produk unggulan perkebunan (kelapa dalam, pala,
cengkeh, kakao) kelautan dan perikanan serta pariwisata dengan disertai oleh
peningkatan nilai tambah melalui pengolahan produk-produk dasar manjadi
barang setengah jadi bahkan barang jadi melalui pengembangan industri
pengolahan di Maluku Utara;
11
6. Terciptanya keterpaduan sistem tata ruang yang berorientasi pada wilayah
kepulauan melalui penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
berorientasi pada perwilayahan pembangunan yang berbasis gugus pulau dengan
rencana Tataran Transportasi Wilayah (tatrawil).
7. Menerapkan sistim pengelolaan pertanahan secara efektif, efisien serta
melaksanakan penegakkan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan
prinsip keadilan, transparansi dan demokrasi. Selain itu perlu dilakukan
penyempurnaan kelembagaan pertanahan sesuai dengan semangat otonomi
daerah terutama peningkatan sumberdaya manusia di bidang pertanahan.
8. Meningkatnya kerjasama antardaerah baik antarprovinsi maupun antarkabupaten
dalam rangka pelayanan masyarakat yang berpihak pada masyarakat miskin,
terutama yang mendiami wilayah perbatasan negara dan wilayah terpencil serta
dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kegiatan investasi.
E. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumberdaya alam (SDA)
secara bijaksana dan lestari, yang ditandai oleh :
1. Meningkatnya pendayagunaan sumberdaya alam secara optimal,
bertanggungjawab dan berkelanjutan;
2. Berkembangnya pengelolaan sumberdaya alam yang berbasis kearifan lokal;
3. Meningkatnya partisipasi masyarakat akan pentingnya pemanfaatan sumberdaya
alam secara berkelanjutan terutama di wilayah tertinggal dengan tetap
memperhatikan hak ulayat atas sumberdaya alam;
4. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
bagi kepentingan generasi mendatang serta
5. Terpeliharanya kekayaan, keragaman jenis (plasma nutfah) dan kekhasan sumber
daya alam untuk mewujudkan nilai tambah dan daya saing daerah sebagai modal
dasar pembangunan daerah;
6. Meningkatnya pemahaman terhadap pentingnya pengurangan risiko bencana dan
kerusakan lingkungan.
2.1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi
2.1.1. Capaian Indikator
Untuk mengukur tingkat pelayanan publik dan demokrasi digunakan beberapa
indikator yang meliputi persentase jumlah kasus korupsi yang tertangani
dibandingkan dengan yang dilaporkan, persentase aparat yang berijazah minimal
S1, persentase jumlah kabupaten/ kota yang memiliki peraturan daerah pelayanan
12
satu atap. Sedangkan untuk demokrasi digunakan indikator Gender Development
Index (GDI), Gender Empowerment Meassurement (GEM), tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan kepala daerah provinsi, tingkat partisipasi politik
masyarakat dalam pemilihan legislatif, dan tingkat partisipasi politik masyarakat
dalam pilpres.
Dari data indikator yang dikemukakan menunjukan bahwa selama kurung waktu
2004 – 2008 (lima tahun) capaian pelayanan publik masih dibawah 50% sedangkan
untuk demokrasi capaian rata-rata tingkat partisipasi adalah 80%.
Rendahnya pelayanan publik disebabkan karena sebagai provinsi baru, Maluku
Utara pada tahun awal berdirinya mengalami konflik horizontal, sehingga fokus
pelayanan pemerintahan lebih diarahkan pada penyelesaian dan rekonstruksi pasca
konflik serta rendahnya sumberdaya aparatur yang tersedia. Capaian indikator
tingkat pelayanan publik dan demokrasi disajikan pada grafik 1.
Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
‐1.00
‐0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
Tingkat Pelayanan Publik &Demokrasi Malut
Tingkat Pelayanan Publik &Demokrasi Nasional
Tren Tingkat Pelayanan &Demokrasi Malut
Tren Tingkat Pelayanan &Demokrasi Nasional
Grafik 1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2008
Bila memperhatikan capaian indikator tingkat pelayanan dan demokrasi (grafik 1)
Provinsi Maluku Utara telah berada diatas stándar nasional tingkat pelayanan publik
dan demokrasi. Namun hal ini harus menjadi catatan penting, karena tidak semua
data indikator diperoleh secara baik, misalnya untuk penanganan kasus yang
terselesaikan, data yang diberikan hanya yang telah diselesaikan sedangkan data
kasus korupsi yang terlaporkan tidak semuanya diberikan dan bahkan pada tahun
2004 dan 2005 instansi penegakan hukum tidak memperoleh.
13
2.1.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Memperhatikan data dan grafik 1 diatas, indikator spesifik dan menonol terletak
pada demokrasi, terutama pada indikator pemilihan kepala daerah dan legislatif.
Penyelesaian sengketa pilkada yang berlarut-larut sangat mempengaruhi
pelaksanaan pelayanan publik kepada masyaratat. Pemilihan kepala daerah pada
tahun 2003 dan tahun 2008 diwarnai dengan konflik dengan penyelesaian yang
berkepanjangan. Untuk pilkada 2008 misalnya, konflik yang terjadi bukan hanya
pada tataran calon kepala daerah, akan tetapi juga terjadi pada penyelenggara,
DPRD dan panwas, bahwa sengketa tersebut masuk pada rana peradilan yang
bukan hanya diajukan pada Mahkamah Agung yang pada saat itu berwenang untuk
mengadili sengketa pilkada, akan tetapi juga diajukan pada Mahkamah Konstitusi
berkaitan dengan sengketa kewenangan. Hal ini dilakukan karena ada pihak yang
menganggap bahwa penetapan Gubernur terpilih yang dilakukan oleh Presiden
melalui Departemen Dalam Negeri tidak sesuai dengan hasil pemilihan kepala
daerah yang ditetapkan oleh KPUD maupun KPU Pusat.
Konflik pemilihan umum juga terjadi pada tahun 2008 ketika dilaksanakan pemilihan
legislatif. Selain permasalahan data pemilih, penetapan hasil pileg juga menjadi
permasalahan, yang berdampak pada tertundanya pelaksanaan pelantikan.
Walaupun telah dilakukan Pelatikan Presiden, namun terdapat 2 kabupaten
(Halmahera Utara dan Halmahera Selatan) belum dilakukan pelantikan, bahkan
sampai saat ini Kabupaten Halmahera Selatan belum dilakukan pelantikan terhadap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terpilih. Kondisi ini terjadi selain
permasalahan perubahan data pada tingkat PPK, juga terjadi konflik pada tataran
KPU Kabupaten Halmahera Selatan dan KPU Provinsi berkaitan dengan penetapan
hasil. KPU Provinsi berdalil bahwa data yang sah dan harus digunakan oleh
Gubernur adalah hasil penetapan yang dilakukan oleh KPU Provinsi, karena pada
saat ini telah dilakukan pengambilalihan tugas KPU Kabupaten Halsel dalam rangka
penetapan hasil pileg. Namun ketika dilakukan pengambilalihan tersebut tidak
secara langsung KPU Provinsi menetapkan hasil Pileg Kabupaten Halmahera
Selatanl, dan dalam rangka pelaksaaan pilpres KPU Halmahera Selatan diaktifkan
kembali. Atas dasar pengaktifan tersebut, maka KPU Halmahera selatan
mengganggap bahwa mereka tidak melakukan pelanggaran dan tidak dikenakan
sanksi, dengan demikian berdasarkan ketentuan UU Nomor 22 tahun 2007 tentang
penyelenggara pemilu kewenangan untuk melakukan penetapan hasil Pileg pada
tingkat Kabupaten merupakan kewenangan KPU Kabupaten. Hal ini menimbulkan
14
dualisme usulan penetapan caleg terpilih ke Gubernur, yaitu berdasarkan data versi
KPU Kabupaten dan KPU Provinsi. Dengan dualisme tersebut, maka sampai saat ini
Gubernur belum menerbitkan SK penetapan calon terpilh untuk pelaksanakan
pelantikan.
Analisis Relefansi, berdasarkan grafik 1 capaian indikator menunjukan bahwa
pelayanan publik dan demokrasi Maluku Utara telah telah berada diatas stándar
nasional atau dengan kata lain Provinsi Maluku Utara dalam aspek pelayanan publik
dan demokrasi lebih baik dibandingkan dengan capaian indikator nasional.
Analisis Efektifitas, bila memperhatikan tren, menunjukan bahwa perkembangan
pelayanan publik dan demokrasi belum mengambarkan kestabilan, namun terjadi
fluktuasi yang sangat tajam. Misalnya yang terjadi pada tahun 2006 bisa mencapai
diatas 40%, namun pada tahun 2007 turun pada level 20%, baru pada tahun 2008
meningkat. Rendahnya tren pada tahun 2007 disebabkan karena Maluku Utara
masuk dalam tahap persiapan penyelenggaran pesta demokrasi melalui pemilihan
Kepala Daerah, sehingga sumberdaya pemerintahan lebih diarahkan pada
suksesnya pelaksanan Pilkada, yang berakibat terganggunya pelayanan publik. Hal
ini mengambarkan tingkat pelayanan publik dn demokrasi di Provinsi Maluku Utara
tidak efektif.
2.1.3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan dimaksud untuk dapat meningkatkan kinerja pembangunan
daerah Provinsi Maluku Utara terhadap indikator kesejahteraan sosial adalah
sebagai berikut :
1. Pelaksananan pengawasan yang intens dan diikuti dengan pemberian sangksi
yang tegas terhadap penyelenggaraan pemilihan umum pada level Provinsi
dan sampai pada tingkat Desa.
2. Penyediaan dan pemutahiran data pada institusi pelayanan umum
penyelenggaraan demokrasi dan penegakan hukum.
3. Meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah untuk meningkatkan
profesionalisme dan kemampuan manajemen aparat pemerintah daerah guna
mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan percepatan pembangunan
Provinsi Maluku Utara.
4. Perwujudakan lembaga demokrasi yang makin kokoh dengan kebijakan yang
diarahkan pada optimalisasi fungsi serta hubungan kemitraan antarlembaga
15
eksekutif dan legislatif daerah; mendorong lebih lanjut upaya peningkatan
kesadaran dan partisipasi politik masyarakat secara dewasa; meningkatkan
kualitas partai-partai politik dan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
secara langsung, aman dan demokratis sesuai dengan hukum dan peraturan
yang berlaku.
5. Penegakan pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip
tata kelola pemerintah yang baik. 6. Menata dan memantapkan kelembagaan pemerintahan daerah dengan
kebijakan yang diarahkan untuk memperjelas pembagian kewenangan
pemerintahan daerah sesuai dengan mekanisme kerja, struktur organisasi,
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tercapai kinerja
pelayanan pemerintahan dan pembangunan. 7. Penerapan dan penegakan hukum dan HAM yang dilaksanakan secara tegas,
lugas dan profesional dengan tetap berdasarkan pada penghormatan terhadap
HAM, keadilan dan kebenaran, terutama dalam proses penyelidikan,
penyidikan, dan persidangan yang transparan terhadap kasus korupsi.
2.2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
Proses pembangunan sumber daya manusia merupakan sebuah interaksi berbagai
komponen lintas sektor yang berlangsung secara bertahap dari masa tradisional,
maka perkembangan, sampai dengan masa modern. Sehingga pembangunan
sumber daya manusia merupakan suatu proses berjenjang dalam jangka panjang
dan berbagai faktor sosial dan ekonomi ikut memberikan kontribusi di dalamnya.
Pembangunan manusia adalah sebuah proses untuk memperluas pilihan yang
dapat ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Hal ini dapat dicapai
melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan kemampuan dasar manusia
yaitu kesehatan, pengetahuan, dan ketrampilan agar dapat digunakan untuk
mempertinggi partisipasi dalam pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Pembangunan manusia seutuhnya tidak saja mencakup asepk fisiologi,
intelektualitas, dan kesejahteraan ekonomi semata, namun juga aspek iman dan
ketaqwaan juga perlu mendapat perhatian yang sama besar.
Dalam pelaksanaannya, pembangunan nasional dilakukan secara
berkesinambungan sesuai dengan tingkat kemampuan sumber daya manusia dan
pemanfaatan sumber daya alam. Tujuannya adalah untuk dapat dimanfaatkan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di sisi lain, masih rendahnya sumber daya
16
manusia yang ditandai dengan pendidikan penduduk yang relatif rendah maka untuk
menggalang partisipasi penduduk dalam pembangunan nasional tidak dapat
sekaligus, akan tetapi secara bertahap
2.2.1. Capaian Indikator
Indikator output tingkat kualitas sumber daya manusia meliputi pendidikan
diantaranya angka partisipasi murni, angka putus sekolah pada tingkat SD, SMP,
dan SMA, angka melek aksara, guru layak mengajar pada tingkat SMP,SMA, aspek
kesehatan diantaranya gisi buruk, gizi kurang, dan penduduk ber-KB. Secara rata-
rata perubahan yang terjadi selama periode 2004 hingga 2008 terlihat pada grafik 2.
Grafik 2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2008
Grafik tersebut memperlihatkan adanya dua wilayah yang diperbandingkan, yakni
wilayah Provinsi Maluku Utara dan tingkat kualitas sumber daya manusia dalam
skala nasional. Hal yang sama juga berlaku untuk melihat tren perubahan tingkat
kualitas sumber daya manusia.
Khusus untuk Provinsi Maluku Utara tingkat kualitas sumber daya manusia terlihat
seperti pada grafik di bawah ini. dalam periode 2004 – 2008 secara umum tingkat
kualitas sumber daya manusia mengalami fluktuasi. Kisarannya berada di atas 70%,
dengan kisaran terbesar terjadi pada tahun 2008 di mana tingkat kualitas sumber
daya manusia berada pada 78,01%. Angka ini sedikit mengalami kenaikan dari
periode 2007 yang berkisar 77,46%
17
Hal ini tidak memiliki perbedaan yang berarti dengan tingkat kualitas sumber daya
manusia ukuran nasional dengan kisaran Provinsi Maluku Utara. Perbedaan
mencolok hanya untuk periode 2008 antara tingkat kualitas sumber daya manusia
Provinsi Maluku Utara dengan skala nasional. Pada tahun 2008 tingkat kualitas
sumber daya manusia untuk Maluku Utara berada pada 78,01% sedangkan kisaran
nasional hanya berada pada 63,94%. Secara nasional tingkat kualitas sumber daya
manusia juga berada di atas kisaran 70%.
Fluktuasi juga terjadi pada tren perubahan tingkat kualitas sumber daya manusia.
Tren penurunan untuk tingkat kualitas sumber daya manusia Maluku Utara pada
tahun 2006 turun 0,04, serta naik kembali pada angka 0,01. Tren yang mencolok
terjadi pada tahun 2008 di mana mencapai angka 0,05, turun pada angka 0,02 di
bawah nol (negative).
Perubahan-perubahan di atas merupakan hasil akumulasi dari beberapa sub
indikator yaitu indeks pembangunan manusia (IPM), pendidikan, kesehatan, serta
keluarga berencana. Akan tetapi kendala terbesar adalah ketersediaan dan
konsistensi dari data yang disediakan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Analisis relevansi, Analisa tingkat kualitas sumber daya manusia ini dilakukan
terhadap 10 unsur sebagaiamana yang diisyaratkan dalam panduan BAPENAS.
Kesepuluh unsur tersebut terdiri dari 2 unsur utama yaitu unsur pendidikan dan
unsur kesehatan. Khusus untuk unsur pendidikan, Angka Partisipasi Murni SD/MI;
Angka Putus Sekolah SD, SMP/MTS, dan SLTA; Angka Melek Aksara; serta
Presentase Jumlah Guru yang layak mengajar untuk SMP dan SLTA merupakan
elemen perhitungan kualitas sumber daya manusia.
Dari tabel 1 dan grafik 2, terlihat bahwa secara umum perbandingan capaian
indikator untuk sektor pendidikan selama periode 2004-2008 antara nasional
dengan Provinsi Maluku Utara hampir tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Angka Partisipasi Murni Nasional dan Provinsi Maluku Utara sama-sama berada
pada kisaran 90% – 93%. Hal yang sama juga terjadi pada angka melek aksara, di
mana baik indikator Nasional maupun Provinsi Maluku Utara berada pada kisaran
90% - 95%. Kecenderungan yang sama juga terjadi untuk indikator persentase
jumlah guru yang layak mengajar.
18
Perbedaan signifikan terjadi pada angka putus sekolah baik untuk tingkat SD, SLTP,
mapun SLTA. Sebagai contoh angka putus sekolah SLTP tahun 2007 untuk Provinsi
Maluku Utara sebesar 18,24, sangat tinggi dibandingkan dengan indikator yang
sama di tingkat nasional yaitu sebesar 3,94. Hal yang sama juga terjadi untuk angka
putus sekolah SLTA pada periode yang sama.
Tabel 1. Perbandingan Unsur Pendidikan Indikator Nasional dan Provinsi Maluku Utara
Pendidikan 2004 2005 2006 2007 2008
Angka Partisipasi SD/MI -Nasional 93.00 93.30 93.54 93.75 93.98 Angka Partisipasi Murni SD/MI - MU 91.44 91.73 92.46 93.22 92.78 Angka Putus Sekolah SD - Nasional 2.97 3.17 2.41 1.81 Angka Putus Sekolah SD - MU 3.15 8.27 4.86 2.66 2.61 Angka Putus Sekolah SMP/MTs - Nasional 2.83 1.97 2.88 3.94
Angka Putus Sekolah SMP/MTs - MU 2.62 0.76 2.07 18.24 17.18 Angka Putus Sekolah Sekolah Menengah – Nasional 3.14 3.08 3.33 2.68
Angka Putus Sekolah Sekolah Menengah - MU 3.72 2.84 3.26 5.18 4.83
Angka melek aksara 15 tahun keatas - Nasional 90.40 90.90 91.50 91.87 92.19
Angka melek aksara 15 tahun keatas - MU 95.20 95.18 94.41 93.41 93.02
Persentase Jumlah guru layak mengajar SMP/MTs – Nasional 81.12 81.01 78.04 86.26
Persentase Jumlah guru layak mengajar SMP/MTs – MU 68.88 67.81 51.43 88.11 79.39
Persentase Jumlah guru layak mengajar Sekolah Menengah - Nasional
69.47 72.44 82.55 84.05
Persentase Jumlah guru layak mengajar Sekolah Menengah – MU 74.23 74.69 87.15 86.37 92.83
Selain elemen-elemen pendidikan di atas, kualitas sumber daya manusia ditentukan
oleh indikator kesehatan yang terdiri prevalensi gizi buruk dan prevalensi gizi
kurang. Kecukupan gizi di Provinsi Maluku Utara secara umum telah tercukupi.
Khusus untuk gizi kurang pada tahun 2004 prevalensi gizi kurang provinsi sebesar
8,75% lebih rendah dibandingkan dengan indikator nasional yang sama yaitu
sebesar 25,80%. Tahun 2005 perbedaannya menjadi lebih signifikan di mana
prevalensi gizi kurang nasional sebesar 24,70%, lebih tinggi dibandingkan dengan
prevalensi gizi kurang Provinsi Maluku Utara 4,31%. Akan tetapi perbedaan besaran
ini menjadi lebih dekat pada tahun 2006 di mana prevalensi gizi kurang nasional
19
sebesar 23,60%, sedangkan indikator yang sama oleh Provinsi Maluku Utara adalah
sebesar 19,13%.
Lebih lanjut, analisis kualitas sumber daya manusia juga mencakup unsur keluarga
berencana, di mana di dalamnya terdapat elemen persentase penduduk ber-KB.
Hasil menunjukan ada kecenderungan pola yang sama antara persentase penduduk
ber-KB nasional dengan Provinsi Maluku Utara. Selama periode 2004 – 2006,
persentase penduduk ber-KB Provinsi Maluku Utara lebih rendah dibandingka
dengan indikator nasional yang sama. Selama periode ini persentase penduduk ber-
KB berkisar antara 40% hingga 60%. Angka tetapi selama tahun 2007-2008 terlihat
bahwa persentase penduduk ber-KB Provinsi Maluku Utara lebih tingg dari indikator
nasional yang sama. Persentase indikator ini untuk Provinsi Maluku Utara berkisar
antara 60% - 65%. Kisaran ini mengalami kecenderungan penurunan baik untuk
nasional maupun di Provinsi Maluku Utara.
Analisis efektifitas, capaian indikator pada kualitas sumber daya manusia Provinsi
Maluku Utara selama periode 2004-2008 mengalami kenaikan dengan
kecenderungan membaik. Pada tahun 2004 tingkat kualitas sumber daya manusia
berada pada besaran 75.41%. Angka ini kemudian naik menjadi 76,99% pada tahun
2005. Hal ini berarti bahwa terdapat perbaikan terhadap kualitas sumber daya
manusia baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, maupun juga keluarga
berencana. Tingkat kualitas sumber daya manusia Provinsi Maluku Utara kembali
turun menjadi 73,78% pada tahun 2006; kemudian naik kembali menjadi 77,46% di
tahun 2007 dan 78,01% pada tahun berikutnya.
Apabila dilihat dari masing-masing unsur: pendidikan, kesehatan, dan keluarga
berencana, secara garis besar dapat disimpulkan terdapat perbaikan tingkat sumber
daya manusia di Provinsi Maluku Utara. Tabel 1, dan grafik 2 memberikan ilustrasi
terhadap kecenderungan ini. Dari Tabel 1, Angka Partisipasi Murni (APM) untuk
SD/MI pada tahun 2004 sebesar 91,44%, membaik menjadi 91,73% pada tahun
berikutnya serta naik pada tahun 2006 menjadi 92,46%. Tahun 2007, APM ini naik
menjadi 93,22%; namun turun secara tidak signifikan pada tahun 2008 pada
besaran 92,78%. Kecenderungan yang sama (berflukttuasi) pada Persentase
Jumlah Guru Layak Mengajar.
Khusus untuk Angka Putus sekolah baik pada tingkat SD, SLTP, maupun SLTA,
secara umum kecenderungan di Provinsi Maluku Utara adalah mengalami
penurunan. Tabel 1 menunjukkan bahwa Angka Putus Sekolah SD cenderung
20
mengalami perbaikan dari 3,15% pada tahun 2004, naik menjadi 8,27% di tahun
2005, dan turun pada 2006 menjadi 4,86%. Penurunan ini juga terjadi di tahun 2007
(2,66%) dan 2008 (2,61%).
Kecenderungan Angka Putus Sekolah pada tingkat SD berbeda dengan yang terjadi
pada tingkat SLTP/MTs selama periode 2004-2008. Selama periode ini Angka Putus
Sekolah di Provinsi Maluku Utara mengalami kecenderungan naik dari 2,62%
(2004), 0,76% (2005), 2,07& (2006), 18,24% (2007) dan 17,18% (2008). Hal yang
sama juga terjadi pada Angka Putus Sekolah SLTA/SMK/MA seperti yang terlihat
dalam Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan kualitas sumber daya
manusia di Provinsi Maluku Utara meskipun telah mengalami perbaikan pada
beberapa elemen di sektor pendidikan, akan tetapi masih terdapat beberapa hal
yang belum tersentuh upaya perbaikan yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan indeks elemen sektor pendidikan
tersebut dijelaskan secara khusus dalam evaluasi ini.
Di sektor kesehatan, khusus untuk Prevalensi Gizi Kurang meskipun terjadi fluktuasi
selama periode 2004-2008, Elemen ini mengalami fluktuasi yang cukup signifikan.
Seperti yang terlihat pada Grafik 2 di atas, 8,75% Prevalensi Gizi Kurang pada
tahun 2004, turun menjadi 4,31% di tahun berikutnya. Akan tetapi pada tahun 2006,
indeks ini kemudian naik menjadi 19,13%, terus mengalami kenaikan pada tahun
2007 menjadi 21,01%, namun turun kembali pada besaran 13,23% di tahun 2008.
Dua periode terakhir menyimpulkan telah terdapat upaya perbaikan yang dilakukan
oleh pemerintah daerah guna menekan jumlah balita yang mengalami kekurangan
asupan gizi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan dan fluktuasi dari
faktor ini tidak dijelaskan dalam evaluasi ini.
Persentase jumlah penduduk yang mengikuti program keluarga berencana. Untuk
Provinsi Maluku Utara, meskipun tampak berfluktuasi yang mengikut program
keluarga berencana mengalami kenaikan apabila dilihat dari periode 2004-2008. Hal
ini terlihat pada persentasenya, yang berada pada kisaran lebih dari 40% pada
tahun 2004, naik di atas 50% pada tahun 2005 dan 2006; serta kemudian pada
tahun 2007 dan 2008 terus naik di atas 60%.
2.2.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator pendidikan memberikan sumbangan paling besar dalam menentukan
tingkat kualitas sumber daya manusia selama periode 2004 – 2008. Dengan kisaran
mendekati 90%, unsur pendidikan melebihi unsur-unsur lain seperti indeks
21
pembangunan manusia (IPM) yang berada pada kisaran 65%, unsur kesehatan
yang relatif berfluktuasi relatif kecil dan berada di antara kisaran 55% - 65%.
Selama periode 2004-2008, Indek Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Maluku
Utara mengalami kenaikan yang cukup berarti. Pada tahun 2004 IPM provinsi ini
hanya berkisar pada angka 66,40, naik menjadi 67,00, 67,50, dan 67,82 pada tiga
tahun berikutnya. Kemudian pada tahun 2008, IPM Provinsi Maluku Utara telah
mencapai hamir 68,37%.
Pada sektor pendidikan, salah satu elemennya adalah nilai rata-rata baik untuk
SLTP maupun SLTA. Secara garis besar nilai rata-rata masing-masing tingkatan
pendidikan berfluktuasi selama periode 2004-2008. Khusus untuk rata-rata nilai
akhir SLTA masih dianggap rendah dan belum mencapai nilai 6. Tahun 2004 dan
2006 nilai ini hanya berada pada kisaran 4,25 dan 4,30. Sedangkan untuk tahun
2005, 2007, dan 2008 rata-rata nilai akhir telah mencapai di atas 5,54.
Elemen lain yang menjadi perhatian dalam unsur kesehatan adalah umur harapan
hidup. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan ada perbaikan kualitas kesehatan
masyarakat yang berdampak pada bertambahnya usia harapan hidup. Selama
periode 2004-2008, umur harapan hidup Provinsi Maluku Utara bergerak dari 63
tahun (2004), 64 tahun (2005 dan 2006), 66 tahun (2007), dan 67 tahun untuk tahun
2008. Dengan kata lain bahwa dalam periode tersebut, penduduk Provinsi Maluku
Utara memiliki pertambahan usia yang lebih lama dari tahun ke tahun.
Pada angka kematian bayi, terlihat bahwa selama periode tersebut persentase
indikator ini befluktuasi. Pada tahun 2004 Angka Kematian Bayi mencapai 42%, naik
menjadi 56% pada tahun berikutnya, dan turun kembali menjadi 43% pada tahun
2006. Indeks ini kemudian naik kembali menjadi 51% pada tahun berikutnya, dan
turun kembali pada tahun 2008 menjadi 45%. Akan tetapi, untuk Angka Kematian
Ibu mengalami kenaikan yang cukup signifkan dalam periode yang sama (2004-
2008). Secara berturut dalam periode ini, Angka Kematian Ibu naik dari 12%, 15%,
37%, 41%, dan 45%.
Indikator yang lain yang tidak diikutsertakan dalam perhitungan tingkat kualitas
sumber daya manusia adalah Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk dan
Persentase Pertumbuhan Penduduk untuk Provinsi Maluku Utara selama periode
2004-2008 menunjukkan bahwa Persentase Laju Pertumbuhan Penduduk
berfluktuasi selama periode tersebut. Tahun 2004, Persentase Laju Pertumbuhan
22
Penduduk dimulai pada kisaran 1,88% berdasarkan jumlah penduduk pada periode
sebelumnya, turun menjadi 1,71% pada tahun 2005, naik secara signifikan kembali
menjadi 3,94% pada tahun 2006, turun lagi menjadi 2,75% di tahun 2007, serta
kemudian mengalami penurunan lagi pada tahun 2008 menjadi 1,62%.
Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk merupakan indikator yang menarik
karena secara khusus menjelaskan perbandingan tenaga kesehatan yang tersedia
yang dapat melayani penduduk Provinsi Maluku Utara. Tenaga kesehatan antara
lain terdiri dari tenaga dokter, tenaga kebidanan, tenaga keperawatan, apoteker,
serta tenaga kesehatan pendukung lainnya seperti petugas laboratorium dan
radiologi. Grafik 7 memperlihatkan bahwa pola pertumbuhan jumlah tenaga
kesehatan selama periode 2004-2008 tidak mengalami perubahan yang berarti.
Persentase Tenaga Kesehatan Per Penduduk berada pada kisaran 0,13% hingga
0,16%. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan antara tenaga kesehatan dengan
jumlah penduduk Provinsi Maluku Utara masih jauh dari cukup. Hal ini juga akan
membuat penduduk di provinsi ini akan rentan terhadap masalah kesehatan beserta
penanganannya.
2.2.3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan dimaksud untuk dapat meningkatkan kinerja pembangunan
daerah Provinsi Maluku Utara terhadap indikator kualitas sumberdaya manusia
adalah sebagai berikut :
1. Penurunan angka putus sekolah pada berbagai tingkat pendidikan melalui
bantuan pendidikan gratis bagi masyarakat ekonomi lemah
2. Meningkatkan jumlah dan kompetensi tenaga pendidik
3. Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Maluku Utara
4. Menurunkan angka prevalensi gizi buruk dan menekan menekan jumlah balita
kekurangan gizi melalui program desa mandiri pangan
5. Meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat pedesaan melalui
peningkatan jumlah serta kualitas tenaga kesehatan
2.3. Tingkat Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan rangkaian upaya dan kebijakan yang bertujuan
guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, meratakan
pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan
mengusahakan pergesaran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder
23
dan tersier. Dengan kata lain, arah dari pembangunan ekonomi adalah
mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap dan dengan
tingkat yang sebaik mungkin.
Pembangunan sektor ekonomi yang dimasukkan dalam perhitungan produksi
dometik bruto (PDRB) adalah Pertanian, Pertambangan dan penggalian, Industri
pengolahan, Listrik, Gas dan Air Minum, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan
Restoran, Angkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan serta jasa perusahaan,
serta Jasa-jasa. Akan tetapi pembangunan ekonomi tidak hanya didasarkan pada 9
sektor di atas. Guna mengetahui tingkat pembangunan ekonomi dalam evaluasi
kinerja pembangunan daerah (EKPD) tahun 2009 Provinsi Maluku Utara memiliki 3
unsur utama yakni ekonomi makro, invetasi, dan infrastruktur.
Dari ketiga unsur utama tersebut hanya unsur pertama yang digunakan dalam
menentukan tingkat pembangunan ekonomi. Elemen yang digunakan dari unsur
ekonomi makro ini adalah laju pertumbuhan, persentase ekspor terhadap PDRB,
persentase output manufaktur terhadap PDRB, dan persentase UMKM terhadap
PDRB.
2.3.1. Capaian Indikator
Analisis capaian indikator tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Utara
merupakan bentuk pencapaian salah satu unsur pembangunan secara keseluruhan
indikator yang ada. Unsur ini kemudian dibandingkan dengan capaian indikator
pembangunan ekonomi nasional untuk periode 2004 – 2008 disajikan pada grafik 3.
Grafik 3. Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2009
24
Dari Grafik 3 terlihat bahwa secara umum tingkat pembangunan ekonomi Provinsi
Maluku Utara lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pembangunan ekonomi
nasional. Dengan kata lain dalam grafik tersebut juga terlihat adanya fluktuasi
tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Utara selama periode 2004-2008.
Hal ini jelas dari perbandingan tren tingkat pembangunan ekonomi nasional dengan
Provinsi Maluku Utara.
Berdasarkan unsur ekonomi makro dengan elemen-elemen yakni laju pertumbuhan,
persentase ekspor terhadap PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB,
dan persentase UMKM terhadap PDRB. Perbandingan antara elemen-element
tingkat pembangunan ekonomi nasional dan Provinsi Maluku Utara terlhat pada
Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Perbandingan Elemen-elemen Tingkat Pembangunan Ekonomi Nasional
dengan Provinsi Maluku Utara Periode 2004-2008
Indikator 2004 2005 2006 2007 2008
Laju Pertumbuhan ekonomi - Nasional 4.25 5.37 5.19 5.63 6.30 Laju Pertumbuhan ekonomi - MU 4.71 5.10 5.48 6.01 6.40 Persentase ekspor terhadap PDRB - Nasional 20.07 20.84 19.48 21.26 20.34 Persentase ekspor terhadap PDRB - MU 34.98 43.99 48.68 58.84 65.69 Persentase output Manufaktur terhadap PDRB - Nasional 28.07 27.41 27.54 27.06 27.87
Persentase output Manufaktur terhadap PDRB – MU 14.14 13.75 13.77 13.40 13.21
Persentase output UMKM terhadap PDRB - Nasional 55.40 53.90 53.49 53.60 52.70
Persentase output UMKM terhadap PDRB - MU - - - - - Pendapatan per kapita (dalam juta rupiah) - Nasional 10.61 12.68 15.03 17.58 21.70
Pendapatan per kapita (dalam juta rupiah) - MU 2.71 2.92 3.07 3.35 3.52
Berdasarkan tabel di atas, apabila diperbandingkan per elemen, maka terlihat
terdapat beberapa variasi perbedaan. Selama periode 2004 hingga 2008 laju
pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran 4,25% hingga 6,30%. Hal ini
tidak jauh berbeda dengan kecenderungan yang terjadi selama periode yang sama
di Provinsi yang sama, yaitu berada pada kisaran 4,71% hingga 6,40%.
Apabila dilihat dari persentase output manufaktur terhadap PDRB nasional dan
Provinsi Maluku Utara, maka terlihat bahwa besaran indeks hanya setengah dari
indeks nasional. Pada tahun 2004 besaran indeks ini untuk tingkat nasional adalah
sebesar 28,07%, sedangka untuk tingkat provinsi indeks ini hanya sebesar 14,14%.
25
Untuk periode 2005 sampai dengan 2008, secara berturut-turut adalah 27,41%
(nasional) dan 13,75% (provinsi); tahun 2006 27,54% untuk nasional dan 13,77%
untuk provinsi; tahun 2007 adalah sebesar 27,06% dan 13,40% untuk nasional;
serta untuk tahun 2008 untuk nasional sebesar 27,87% dan untuk Provinsi Maluku
Utara sebesar 13,21%.
Perbedaan besar juga terjadi untuk pendapatan per kapita antara nasional dan
Provinsi Maluku Utara. Secara nasional pendapatan per kapita telah mencapai di
atas 10,61 juta pada tahun 2004, 12,86 juta di tahun 2005, 15,03 juta untuk tahun
2006, 17,58 juta pada tahun 2007, serta 21,70 juta pada tahun 2008. Hal ini berbeda
dengan kondisi pendapatan per kapitan di Provinsi Maluku Utara. Selama periode
2004-2008, pendapatan per kapita secara berturut-turut adalah 2,71 juta, 2,92 juta,
3,07 juta, 3,35 juta, dan 3,52 juta. Dengan kata lain terdapat perbedaan signifikan
yang sangat besar antara pendapatan per kapita nasional dengan Provinsi Maluku
Utara.
Akan tetapi jika dibandingkan antara persentase ekspor terhadap PDRB maka
selama periode 2004-2008, Provinsi Maluku Utara memiliki presentase eskpor
terhadap PDRB lebih besar dibandingkan dengan indeks nasional. Persentase ini
selama periode 2004-2008 untuk Provinsi Maluku Utara berada pada kisaran antara
34,98% pada tahun 2004 hingga 65,69% pada tahun 2008.
Pada tahun 2004 tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Utara mencapai
angka 18,85%, masih rendah dibandingkan dengan indeks yang sama pada tahun
tersebut. Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Utara cenderung naik
untuk tahun 2005 hingga 2007. Di tahun 2005 tingkat pembangunan ekonomi naik
menjadi 21,92%, 23,66% untuk tahun 2006, serta 27,20% tahun 2007. Akan tetapi
indeks ini turun pada tahu 2008 menjadi 17,76%. Hal ini mengakibatkan tren tingkat
pembangunan ekonomi berfluktuasi dari 0,00 pada tahun 2004 naik menjadi 0,16 di
tahun berikutnya. Pada tahun 2006 tren tingkat pembangunan ekonomi 0,08, naik
kembali pada besaran 0,15 di tahun 2007, dan turun hingga 0,35 di bawah nol pada
tahun 2008.
Kecenderungan ini tidak terjadi pada tingkat pembangunan ekonomi nasional yang
selama periode 2004-2008 berada pada kisaran 39,47% hingga 42,97%. Tingkat
pembangunan ekonomi nasional selama periode ini cenderung mengalami
kenaikan. Hal yang sama juga terjadi pada tren tingkat pembangunan ekonomi
nasional. Dari grafik di bawah ini nampak jelas bahwa hampir tidak ada perubahan
yang signifikan. Tren tingkat pembangunan ekonomi nasional berada pada kisaran
26
0,00 hingga 0,04. Pada tahun 2004 hingga 2006, tren tingkat pembangunan
ekonomi hanya berada pada besaran 0,00. Pada tahun 2007 tren ini naik menjadi
0,04 dan turun kembali menjadi 0,03 pada tahun berikutnya.
Analisis Relevansi, memperlihatkan adanya kesenjanagn antara tingkat
pembangunan ekonomi nasional dan Provinsi Maluku Utara. Tahun 2004 tingkat
pembangunan ekonomi adalah sebesar 18,85% untuk Provinsi Maluku Utara,
sedangkan indeks yang sama untuk tingkat pembangunan ekonomi nasional adalah
sebesar 39,47% pada periode yang sama. Di tahun berikutnya walaupun tingkat
pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Uatar naik menjadi 21,92%, hal ini masih
jauh dibandingkan dengan indeks tingkat pembangunan nasional yaitu sebesar
40,07%. Hal yang juga masih terjadi pada tahun 2006, 2007, dan 2008, yang secara
berturut pada periode ini 23,66% (Provinsi Maluku Utara), 40,26% (nasional); 27,20
(Provinsi Maluku Utara), 27,20% (nasional); serta 17,16% (Provinsi Maluku Utara),
42,97 (nasional).
Apabila dilihat dari tren maka dengan sendirinya terlihat perbedaan signifikan antara
tren tingkat pembangunan ekonomi nasional dengan Provinsi Maluku Utara.
Walaupun tren tingkat pembangunan ekonomi nasional terlihat meningkat, tren pada
indeks yang sama untuk Provinsi Maluku Utara berfluktuasi selama periode 2004-
2008. Tren nasional tingkat pembangunan ekonomi 2005 sebesar 0,00, sedangkan
untuk Provinsi Maluku Utara adalah sebesar 0,16. Pada periode berikutnya, tingkat
pembangunan ekonomi nasional masih sama dengan periode sebelumnya, namun
indeks untuk Provinsi Maluku Utara turun menjadi 0,08. Pada tahun 2007, tren
tingkat pembangunan ekonomi nasional naik menjadi 0,04, dan untuk Provinsi
Maluku Utara juga naik menjadi 0,15. Di tahun 2008, tren tingkat pembangunan
ekonomi nasional turun menjadi 0,03, sedangka untuk Provinsi Maluku Utara turun
hingga 0,35 di bawah nol.
Selama periode 2004 hingga 2008 laju pertumbuhan ekonomi nasional berada pada
kisaran 4,25% hingga 6,30%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kecenderungan
yang terjadi selama periode yang sama di Provinsi yang sama, yaitu berada pada
kisaran 4,71% hingga 6,40%. Apabila dilihat dari persentase output manufaktur
terhadap PDRB nasional dan Provinsi Maluku Utara, maka terlihat bahwa besaran
indeks hanya setengah dari indeks nasional. Pada tahun 2004 besaran indeks ini
untuk tingkat nasional adalah sebesar 28,07%, sedangka untuk tingkat provinsi
indeks ini hanya sebesar 14,14%. Untuk periode 2005 sampai dengan 2008, secara
27
berturut-turut adalah 27,41% (nasional) dan 13,75% (provinsi); tahun 2006 27,54%
untuk nasional dan 13,77% untuk provinsi; tahun 2007 adalah sebesar 27,06% dan
13,40% untuk nasional; serta untuk tahun 2008 untuk nasional sebesar 27,87% dan
untuk Provinsi Maluku Utara sebesar 13,21%.
Perbedaan besar juga terjadi untuk pendapatan per kapita antara nasional dan
Provinsi Maluku Utara. Secara nasional pendapatan per kapita telah mencapai di
atas 10,61 juta pada tahun 2004, 12,86 juta di tahun 2005, 15,03 juta untuk tahun
2006, 17,58 juta pada tahun 2007, serta 21,70 juta pada tahun 2008. Hal ini berbeda
dengan kondisi pendapatan per kapitan di Provinsi Maluku Utara. Selama periode
2004-2008, pendapatan per kapita secara berturut-turut adalah 2,71 juta, 2,92 juta,
3,07 juta, 3,35 juta, dan 3,52 juta. Dengan kata lain terdapat perbedaan signifikan
yang sangat besar antara pendapatan per kapita nasional dengan Provinsi Maluku
Utara. Akan tetapi jika dibandingkan antara persentase ekspor terhadap PDRB
maka selama periode 2004-2008, Provinsi Maluku Utara memiliki presentase eskpor
terhadap PDRB lebih besar dibandingkan dengan indeks nasional. Persentase ini
selama periode 2004-2008 untuk Provinsi Maluku Utara berada pada kisaran antara
34,98% pada tahun 2004 hingga 65,69% pada tahun 2008.
Analisis Efektifivitas, terhadapat indikator hasil yang telah ditetapkan untuk
pengukuran efektifitas pembangunan ekonomi diukur hanya menggunakan unsur
ekonomi makro dengan memasukkan elemen laju pertumbuhan, persentase ekspor
terhadap PDRB, persentase output manufaktur terhadap PDRB, dan persentase
UMKM terhadap PDRB. Diperoleh bahwa tingkat pembangunan ekonomi di
Provinsi Maluku Utara memiliki kecenderungan membaik selama periode 2004-
2007. Penurunan indeks ini terjadi pada 2008. Efetifitas pembangunan ekonomi
pada tahun 2004 adalah 18,75%, naik berturut dari 2005 sampai dengan 2007 yaitu
21,92%, 23,66%, dan 27,20%. Akan tetapi pada tahun 2008 tingkat pembangunan
ekonomi Provinsi Maluku Utara menjadi 17,76%.
2.3.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Secara garis besar laju inflasi selama periode 2004-2008 mengalami penurunan.
Akan tetapi hal ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam menurunkan laju
inflasi ini memiliki hasil yang signifikan. Pada tahun 2004 indeks inflasi sebesar 7,69
turun secara signifikan menjadi 3,27 pada dua tahun berikutnya, kembali mengalami
kenaikan menjadi 4,64 pada 2007, namun kemudian turun kembali menjadi 2,24
pada tahun 2008.
28
Selain laju inflasi, unsur yang tidak dimasukkan dalam perhitungan tingkat
pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan investasi baik PMDN maupun PMA,
serta perkembangan infrastruktur khususnya panjang jalan. Perkembangan
investasi terihat selama periode 2004-2008 tidak terdapat banyak realisasi investasi
penanaman modal asing (PMA). Penanaman modal asing yang terjadi selama
periode ini hanya terjadi pada tahun 2006. Sedangkan untuk penanaman modal
dalam negeri (PMDN) terjadi fluktuasi yang cukup signifikan, di mana pada tahun
2005 terjadi 100% realisasi investasi dari investasi yang direncanakan. Pada tahun
2006 nilai realisasi investasi cenderung turun hingga 83%, naik secara sangat
signifikan pada tahun 2007 menjadi 1080% akibat adanya perubahan nilai realisasi
investasi yang sangat besar. Akan tetapi angka ini negatif 91,53% pada tahun 2008
akibat penurunan nilai realisasi investasi.
Kondisi infrastruktur khususnya kondisi jalan baik jalan nasional maupun jalan
provinsi memperlihatkan bahwa selama periode 2004-2008 tidak terdapat
pertambahan jalan nasional, di mana panjang jalan 458,23 km tetap selama lima
tahun terakhir. Sedangkan untuk kondisi jalan nasional berfluktuasi menurut kondisi
jalan baik, sedang, dan buruk. Kondisi jalan yang ada memperlihatkan dengan jelas
bahwa penambahan jalan hanya terjadi pada tahun 2005, dengan penambahan
sepanjang 1559,15 km. Setelah tahun 2005 tidak terdapat penambahan jalan.
2.3.3. Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan hasil analisis serta capaian indikator spesifik dan menonjol maka
pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kabupaten/kota
perlu berbagai upaya nyata khususnya yang berhubungan langsung dengan
elemen-elemen pendukung pehitungan tingkat pembangunan ekonomi. Hal ini
penting karena elemen-elemen ini merupakan faktor yang menjadi dasar ukuran
kinerja pembangunan daerah Provinsi Maluku Utara diantaranya :
1. Perhatian khusus pemerintah daerah adalah persentase output manufaktur
terhadap PDRB provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa produksi output belum
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah.
2. Perbaikan sektor riil untuk dapat pembukaan lapangan kerja baru serta insentif
wiraswasta guna memberikan dorongan bagi pelaku bisnis dan pencari kerja
untuk memperoleh dan meningkatkan pendapatan mereka.
3. Meningkatkan iklim investasi
4. Menyediakan database pendukung investasi dalam rangka menarik perhatian
calon investor tanpa harus menghabiskan banyak waktu dan dana untuk
29
mencari tahu informasi tentang peluang investasi yang ada di Provinsi Maluku
Utara
5. Menjaga situasi politik dan keaman juga merupakan peran utama pemerintah
bersama-sama dengan masyarakat luas agar tercipta rasa aman dalam iklim
investasi.
6. Penyedediaan sarana dan prasarana yang memadai terutama infrastruktur
pendukung terutama jalan
2.4. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
Potensi sumberdaya alam alam di Provinsi Maluku Utara meliputi sumberdaya non-
hayati yaitu air, lahan, udara dan bahan galian, sedangkan sumberdaya alam hayati
yaitu hutan, flora, dan fauna.
Penggunaan lahan di Provinsi Maluku Utara didominasi oleh penggunaan lahan
hutan. Penggunaan lahan yang dominan berikutnya adalah perkebunan, dilihat dari
penyebarannya, areal hutan terbesar di Provinsi Maluku Utara adalah Kabupaten
Halmahera Timur 984.716 Ha. Penggunaan lahan dominan berikutnya di Provinsi
Maluku Utara adalah penggunaan lahan untuk perkebunan, yaitu 245.747 Ha,
penyebarannya yang relatif luas adalah Halmahera Selatan dan Kabupaten
Kepulauan Sula. Penggunaan lahan kampung/permukiman terluas adalah Kota
Ternate, Kabupaten Halmahera Barat dan Kabupaten Halmahera Tengah.
Jenis tanah yang tersebar di Provinsi Maluku Utara antara lain; jenis tanah
mediteran, jenis tanah Podsolik merah kuning, jenis tanah kompleks, jenis tanah
latosol, jenis tanah regosol, dan jenis tanah allufial. Berdasarkan kondisi sumber
daya alam bahwa wilayah Maluku Utara sangat cocok untuk usaha-usaha pertanian
tanaman pangan seperti padi, jagung, Ubi Kayu, Kedelai, Kacang ijo (kacang-
kacangan), umbi-umbian serta tanaman hortikultura (buah-buahan, sayur-sayuran);
usaha perkebunan seperti Kelapa, Kelapa Sawit, Kakao, Cengkeh, Pala, Kopi,
Jambu Mete, Lada, Kapok, Kayu Manis, Vanili, dan jenis komoditi perkebunan
lainnya. Usaha-usaha sub sektor peternakan seperti ternak Sapi, Kerbau, Kambing,
Unggas (Ayam Ras, Ayam Petelur, Ayam Buras dan Itik); usaha sektor perikanan
seperti perikanan laut dan sebagian kecil perikanan air tawar.
Maluku Utara mempunyai prospek yang potensial untuk bahan galian logam dan
non-logam seperti nikel-kobal, tembaga, emas dan perak merupakan komoditi
unggulan untuk dikembangkan lebih lanjut. Pulau Halmahera mempunyai potensi
endapan bahan galian emas yang cukup prospektif, temuan endapan emas
30
epitermal di daerah Gosowong dengan potensi yang terkandung dalam busur
magnetik. Indikasi adanya hidro karbon di Provinsi Maluku Utara ditunjukan oleh
gejala rembesan minyak seperti yang ditemukan di Pulau Halmahera yang dilakukan
oleh Pertamina dan British Petroleum di Cekungan Halmahera Selatan dengan
rembesan flour pada kedalaman 3000 meter, selain itu terdapat potensi panas bumi
di Jailolo, energi panas bumi di Songa Bacan.
Berdasarkan pencatatan Stasiun Klimatologi, rata-rata temperatur di Provinsi
Maluku Utara sepanjang tahun 2007 sekitar 270C, dengan suhu minimum 23,30C
pada bulan ahustus dan suhu maksimum 31,50C pada bulan Oktober dan
kelembaban udara 84 %. Selama tahun 2007 terjadi hari hujan sepanjang tahun
dengan intensitas beragam. Curah hujan tertinggi dan hari hujan terbanyak terjadi
pada bulan Nopember.
2.4.1. Capaian Indikator
Potensi sumber daya alam di provinsi Maluku Utara merupakan salah satu sumber
pemasukan andalan dalam menggerakan roda perekonomian daerah. Pengelolaan
sumber daya alam diyakini mampu menyerap tenaga kerja produktif. Namun disisi
lain, pengelolaan sumber daya alam yang tidak berkelanjutan/tidak bijaksana dapat
memicu menurunnya fungsi lingkungan hidup.
Sumber daya alam perlu dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan
masyarakat secara bijaksana dengan tetap memperhatikan kelestraian dan fungsi
lingkungan hidup. Sehingga sumber daya alam yang tersedia senantiasa
mempuanyai peran ganda yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource
based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support
system). Beberapa permasalahan kualitas pengelolaan sumber daya alam di
Provinsi Maluku Utara antara lain 1) ekosisten pesisir dan laut kualitasnya semakin
menurun, 2) aktifitas pertambangan yang merusak lingkungan, 3) lemahnya
penegakan hukum terhadap illegal logging dan penyelundupan kayu serta illegal
fishing.
Data luas lahan kritis di Provinsi Maluku Utara sampai dengan tahun 2009 adalah
196.976 ha dengan luas kawasan konservasi adalah 215.300 ha yang terdiri dari
hutan konservasi cagar alam 48.000 ha dan hutan konservasi taman nasional
adalah 167.300 ha . Sampai dengan tahun 2008 persentase luas lahan rehabilitasi
dalam hutan terhadap total luas lahan kritisis baru mencapai 5.80 persen,
31
sedangkan rehabilitasi lahan luar hutan terhadap total luas lahan kritisis adalah 5.42
persen.
Jumlah tindak pidana perikanan yang umum terjadi pri provinsi Maluku Utara adalah
penangkapan ikan tanpa izin, penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu,
penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang, penangkapan ikan
pada daerah yang tidak sesuai dengan daerah yang dizinkan, serta penangkapan
ikan yang hasil tangkapannya tidak dilaporkan.
Berdasarkan data tahun 2004 – 2008 tentang jumlah tindak pidana perikanan
diperoleh bahwa terdapat 70 kasus tindak pidana diantara pada tahun 2005
sebanayak 9 kasus, tahun 2006 sebanyak 13 kasus, tahun 2007 sebanyak 20
kasus, dan tahun 2008 sebanyak 20 kasus. Dari jumlah kasus tersebut terdapat 53
kasus yang telah diproses ke pengadilan diantaranya 48 kasus telah diputuskan
dipengadilan dan 5 kasus dilakukan pembinaan karena tidak terbukti melakukan
tindak pidana hanya bersifat pelanggaran administrasi. Data jumlah kasus tersebut
diantaranya pelanggaran tanpa izin 15 kasus, pelanggaran alat tangkap 2 kasus,
peanggaran fishing ground 17 kasus, pelanggaran LBP/SLO 5 kasus, pelanggaran
SIB 8 kasus, pelanggaran ABK 4 kasus, pemalsuan dokumen 1 kasus, san
pembiusan 1 kasus.
Capaian Indikator kualitas pengelolaan sumber daya alam selama lima tahun
terakhir (2004 – 2008) di Provinsi Maluku Utara meliputi dua aspek yaitu aspek
kehutanan diantaranya persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap
lahan kritis, rehabilitasi lahan luar hutan, dan luas kawasan konservasi. Sedangkan
aspek kelauatan diantaranya jumlah tindak pidana perikanan, persentase terumbu
karang dalam keadaan baik, dan luas kawasan konservasi laut. Dari kedua aspek
tersebut indikator yang digunakan terhadap pengelolaan SDA adalah (1) persentase
luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, (2) persentase terumbu
karang dalam keadaan baik. Capaian indikator Provinsi Maluku Utara dibandingan
dengan indikator nasional disajikan pada grafik 4.
32
Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
28.13
1.38 0.90 0.00 0.00
15.96 15.75 14.91 15.31
0.00
0.00 ‐0.01‐0.05
0.03
‐1.00
0.00 0.00 0.00
‐1.00
0.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Kualitas Pen
gelolaan Sum
ber Daya
Alam
‐1.20
‐1.00
‐0.80
‐0.60
‐0.40
‐0.20
0.00
0.20
Tren
Kualitas Pen
gelolaan Sum
ber Daya
Alam
Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam Malut Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam Nasional
Tren Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam Malut Tren Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam Nasional Grafik 4. Kualitas Sumber daya Alam Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2008
Capaian indikator kualitas sumber daya alam di Provinsi Maluku Utara terhadap
indikator persentase luas lahan rehabilitasi dalam hutan terhadap lahan kritis, dan
persentase terumbu karang dalam keadaan baik menunjukan bahwa terjadi
penurunan kualitas sumber daya alam di Provinsi Maluku Utara jika dibandingkan
dengan data nasional. Hal ini dapat dilihat dari jumlah luas lahan yang direboisasi
pada lahan kritis dari tahun ketahun yang cenderung menurun.
Analisis relevansi berdasarkan tren indikator tingkat kualitas sumber daya alam
Provinsi Maluku Utara dibandingkan dengan capaian indikator nasional (grafik 4)
menunjukkan bahwa tingkat kualitas sumber daya alam Provinsi Maluku Utara pada
tahun 2004 – 2008 terhadap indikator persentase luas lahan rehabilitasi dalam
hutan terhadap lahan kritis dan persentase terumbu karang dalam keadaan baik di
Provinsi Maluku Utara relatif jauh lebih rendah jika dibandingkan rata-rata secara
nasional atau indikator hasil di daearah Provinsi Maluku Utara belum relevan
dengan indikator hasil secara nasional.
Belum relevannya hasil indikator yang dicapai pada kualitas sumber daya alam di
Provinsi Maluku Utara jika dibandingkan secara nasional berdasarkan data luas total
lahan kritis yaitu 196.976 ha baru 11.432 ha atau 5,80% yang dilakukan rehabilitasi
dalah hutan terhadap luas lahan kritis yang tersedia, sementara persentase terumbu
karang dalam keadaan baik mencapai 55 persen pada tahun 2004 dan pada tahun
2005 sampai dengan 2008 tidak dilakukan aktifitas kegiatan pada dinas terkait
33
(Perikanan dan kelautan) yang berhubungan dengan perbaikan ataupun
pemeliharan terhadap terumbu karang yang ada di wilayah Maluku Utara.
Analisis efektifitas berdasarkan capaian indikator kualias pengelolaan sumber
daya alam kinerja pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara belumk efektif. Secara
umum dapat dilihat beberapa masalah diantaranya semakin menurunya ekosisten
pesisir dan laut diberbagai daerah kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi maluku
Utara dan aktifitas pertambangan yang merusak lingkungan dari tahun ke tahun,
serta meningkatnya illegal logging dan illegal fishing.
Jika dilihat dari capaian kinerja pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara terhadap
indikator hasil yang ditetapkan diperoleh bahwa pada aspek kehutanan yaitu dari
luas lahan kritis 196.976 ha telah dilakukan reboisasi seluas 2.486 (2.100 GNRHL
dan 386 DAK-DR) pada tahun 2004, meningkat pada tahun 2005 yaitu 5.646 (4.902
GNRHL dan 510 DAK-DR) dan kemudian terjadi penurunan pada tahun 2006 yaitu
reboisasi seluas 3.525 ha (2.935 GNRHL dan 590 DAK-DR) dan pada tahun 2007
tidak dilakukan reboisasi.
Rehabilitasi lahan luar hutan baru mencapai 10.669 ha atau 5.42 persen dari total
luas lahan kritis yaitu 196.976 ha. Aktifitas penghijauan sejak tahun 2004 sebesar
2.237 ha, kemudian meningkat pada tahun 2005 yaitu 5.646 ha, dan mengalami
penurunanan areal penghijauan pada tahun 2007 yaitu 2.686 ha, dan seterusnya
mengalami penurunan areal penghiauan pada tahun 2008 yaitu 100 ha. Disi lain
luas kawasan konservasi mengalami stagnasi yaitu sebesar 215.300 ha.
2.4.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Capaian indikator spesifik dan menonjol pada kualitas sumber daya alam
menunjukan bahwa luas kawasan konservasi selama lima tahun terakhir tidak
mengalami pertambahan lus areal. Sedangkan jumlah tindak pidana perikanan dari
tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan.
2.4.3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan pada indikator kualitas sumber daya alam untuk mencapai
sasaran pembangunan daerah meliputi perbaikan manajemen dan sisten pengelolaan
sumber daya alam, optimalisasi manfaat ekonomi dan sumber daya alam, rehabilitasi
dan pemulihan cadangan sumber daya alam, dan pengendalian pencemaran
lingkungan hidup. Kebijakan sumber daya alam diarah pada :
34
1. Pembangunan pertanian diarahkan pada:
a. Revitalisasi pembangunan pertanian sebagai sektor andalan
b. Pengembangan komoditas pertanian yang strategis
c. Pengembangan industri berbasis pertanian
2. Pembangunan kehutanan diarahkan pada :
a. Memperbaiki sistem pengelolaan hutan termasuk pengawasan dan
penegakan hukum
b. Membuat kesepakatan antara tingkat pemerintahan dalam hal pembagian
wewenang dan tanggung jawab pengelolaan hutan;
c. Mengefektifkan sumber daya yang tersedia dalam pengelolaan hutan;
d. Memanfaatkan hasil hutan dan jasa lingkungannya secara optimal
3. Pembangunan kelautan diarahkan pada:
a. Mengelola sumber daya kelautan, termasuk pulau ‐ pulau kecil, secara lestari
b. Membangun sistem pengendalian dan pengawasan;
c. Meningkatkan upaya konservasi laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil serta
merehabilitasi ekosistem yang rusak;
d. Meningkatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam pengelolaan
sumber daya kelautan
4. Pembangunan lingkungan hidup diarahkan pada:
a. Koordinasi pengelolaan lingkungan hidup;
b. Meningkatkan upaya penegakan hukum secara konsisten kepada pencemar
lingkungan;
c. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup
2.5. Tingkat Kesejahteraan Rakyat
Terciptanya tingkat kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama
pendirian negara Republik Indonesia. Sejahtera merupakan keadaan sentosa dan
makmur yang diartikan sebagai keadaan yang berkecukupan atau tidak kekurangan,
yang tidak saja memiliki dimensi fisik atau materi, tetapi juga dimensi rohani.
Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat di dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah ini mengarah pada pencapaian 5 (lima) sasaran pokok dengan
prioritas pembangunan nasional sebagai berikut.
Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan
target berkurangnya persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada
35
tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009 dan berkurangnya pengangguran
terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen pada tahun 2009.
Sasaran kedua adalah berkurangnya kesenjangan antar wilayah dengan Sasaran
ketiga adalah meningkatnya kualitas manusia yang tercermin dari terpenuhinya hak
sosial rakyat. Sasaran keempat adalah membaiknya mutu lingkungan hidup dan
pengelolaan sumber daya alam yang mengarah pada pengarusutamaan
(mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan dan Sasaran kelima adalah
meningkatnya dukungan infrastruktur yang ditunjukkan oleh meningkatnya kuantitas
dan kualitas berbagai sarana penunjang pembangunan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Pada tingkat daerah, agenda dan sasaran pembangunan nasional merupakan
bagian dari agenda Provinsi Maluku Utara diantaranya agenda mewujudkan Maluku
Utara yang maju, dan mewujudkan Maluku Utara Mandiri. Untuk mewujudkan
Maluku Utara yang maju, maka sasaran pertama adalah meningkatnya kualitas
sumber daya manusia Maluku Utara yang tercermin dari meningkatnya angka
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta meningkatnya pemahaman dan
pengamalan ajaran-ajaran agama, termasuk meningkatnya pembangunan dan
pemberdayaan jender. Prioritas pembangunan yang dilakukan yaitu peningkatan
akses masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas, peningkatan akses
masyarakat terhadap layanan kesehatan yang lebih berkualitas, peningkatan
perlindungan dan kesejahteraan sosial, peningkatan kualitas kehidupan dan peran
perempuan serta kesejahteraan dan perlindungan anak, pengendalian pertumbuhan
penduduk, pembangunan kependudukan, dan keluarga kecil berkualitas.
Sasaran kedua adalah menurunnya jumlah penduduk miskin secara nyata yang
tercermin dari penuruan angka penduduk miskin 11,97 persen pada tahun 2007,
dan 11,28 persen pada tahun 2008, serta berkurangnya kesenjangan pembangunan
antar kawasan dengan mempercepat pengembangan kawasan serta meningkatkan
daya saing kawasan dan produk-produk unggulan daerah; mewujudkan
keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar desa/kota dengan memperhatikan
keserasian pemanfaatan ruang dan penatagunaan tanah. Secara lebih khusus,
sasaran selanjutnya adalah meningkatnya peran perdesaan sebagai basis
pertumbuhan ekonomi sehingga mampu menciptakan lapangan kerja yang
berkualitas di perdesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
perdesaan. Prioritas pembangunan diarahkan untuk penanggulangan kemiskinan,
peningkatan keserasian pembangunan antar kawasan dan antar kabupaten/kota
36
keserasian pembangunan desa-kota. Sasaran ketiga adalah meningkatnya
ketersediaan infrastruktur yang ditunjukkan oleh pembangunan dan peningkatan
berbagai sarana penunjang pembangunan. Dengan prioritas pembangunan
percepatan pembangunan Infrastruktur, pembangunan trasportasi, pembangunan
perumahan, dan ketenagalistrikan.
Sedangkan untuk mewujudkan Maluku Utara Mandiri dengan 2 (dua) sasaran yaitu
sasaran pertama adalah terciptanya lapangan kerja secara memadai yang mampu
mengurangi pengangguran terbuka menjadi 7,03 persen pada tahun 2008 dengan
didukung oleh stabilitas ekonomi yang tetap terjaga. Untuk mencapai sasaran
tersebut pertumbuhan ekonomi diupayakan meningkat dari 5,48 persen pada tahun
2005 menjadi 8,16 persen pada tahun 2009 atau rata-rata tumbuh sebesar 0,67
persen per tahun. Prioritas pembangunan menciptakan lingkungan usaha yang
sehat untuk meningkatkan peranan masyarakat melalui, pemulihan roda ekonomi
ekonomi daerah, peningkatan investasi dan pemasukan non-migas, pemberdayaan
koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, perbaikan iklim ketenagakerjaan,
peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, revitalisasi pertanian,
peningkatan pengelolaan BUMD.
Sasaran kedua adalah pengelolaan sumber daya alam yang mengarah pada
pengarusutamaan (mainstreaming) prinsip pembangunan berkelanjutan di seluruh
sektor dan bidang pembangunan dan membaiknya mutu lingkungan hidup dengan
prioritas pembangunan perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
mutu lingkungan hidup.
2.5.1. Capaian Indikator
Memasuki 10 (sepuluh) tahun usia Provinsi Maluku Utara pada oktober 2009,
kehidupan sosial-ekonomi masyarakat harus diakui telah banyak mengalami
kemajuan dan perubahan yang pesat. Upaya perbaikan dan pemulihan telah
mampu menciptkan kembali berbagai aktivitas ekonomi, dan pendapatan yang pada
gilirannya mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kebutuhan hidup
masyarakat. Namun kondisi ini masih terus dibenahi dan terus dilanjutkan karena
sejumlah indikator menunjukkan hasil yang belum memuaskan, seperti
pengangguran dan kemiskinan, disamping itu juga keseimbangan sosial dan
lingkungan perlu menjadi prioritas pembangunan daerah.
Capaian Indikator kesejakteraan rakyat selama lima tahun terakhir (2004 – 2008) di
Provinsi Maluku Utara yang meliputi (1) persentase penduduk miskin, (2) tingkat
37
pengangguran terbuka, (3) persentase pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak
(terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal), (4) persentase pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan (5) persentase pelayanan dan rehabilitasi
sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban penyalagunaan narkoba)
dibandingkan dengan capaian indikator nasional disajikan pada grafik 5.
Tingkat Kesejahteraan Sosial
95.67
94.43
95.92
96.2796.14
93.77 93.8293.66
94.29
94.68
0.00
‐0.01
0.02
0.00
0.000.00 0.00
0.00
0.01
0.00
92.00
92.50
93.00
93.50
94.00
94.50
95.00
95.50
96.00
96.50
2004 2005 2006 2007 2008
Tahun
Ting
kat Ke
sejaht
eraa
n So
sial
‐0.02
‐0.01
‐0.01
0.00
0.01
0.01
0.02
0.02
Tren
Tingk
at Kes
ejah
teraan
Sos
ial
Tingkat Kesejahteraan Sosial Malut Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional
Tren Tingkat Kesejahteraan Sosial Malut Tren Tingkat Kesejahteraan Sosial Nasional Grafik 5. Tingkat Kesejahteraan Sosial Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2009
Analisis relevansi berdasarkan tren indikator tingkat kesejahteraan sosial Provinsi
Maluku Utara dibandingkan dengan capaian indikator nasional (grafik 5)
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Utara lebih baik
dibandingkan dengan capaian tingkat kesejahteraan sosial nasional.
Penanggulangan kemiskinan adalah salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi
problem pembangunan berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kemiskinan merupakan masalah krusial yang seringkali memerlukan penanganan
multi aspek, multi strategi dan multi dimensi dalam pembangunan karena memiliki
kompleksitas berbagai faktor sebagai sumber pemicu, seperti: rendahnya tingkat
pendapatan, rendahnya tingkat kesehatan, rendahnya tingkat pendidikan dan
keterbatasan akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, diskriminasi gender,
serta kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Makna kemiskinan dalam perspektif
strategi penanggulangan kemiskinan secara nasional diartikan sebagai kondisi di
mana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak terpenuhi
38
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat.
Pada prinsipnya kemiskinan tidak hanya berkaitan dengan ketidakmampuan
ekonomi, atau ketidkberdayaan individu atau kelompok masyarakat secara ekonomi
sehingga berdampak kondisi kehidupan yang marginal. Adanya kegagalan dalam
memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau
sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat juga menjadi
faktor determinan penyebab kemiskinan. Keterpenuhan kebutuhan pangan,
kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,
sumberdaya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman
tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik
bagi perempuan maupun laki-laki adalah bagian dari hak-hak dasar yang diakui
secara umum. Diskriminasi perlakukan dan keterbatasan pemenuhan hak-hak
dasar ini menjadi urgensi dari upaya penanggulanngan kemiskinan untuk
mewujudkan pemenuhan kebutuhan secara mendasar bagi masyarakat miskin di
tengah keterpurukan kehidupan sosial ekonomi. Tingkat kemiskinan dan
pengangguran terbuka di Provinsi Maluku Utara selama 5 (lima) tahun terakhir
disajikan pada grafik 6.
12.42
7.53
13.2313.09 12.73
6.90
11.97
6.05
11.28
7.03
0
2
4
6
8
10
12
14
Indi
kato
r Ke
seja
hter
aan
Sosi
al
2004 2005 2006 2007 2008
T a h u n
Persentase penduduk miskin (%) Tingkat pengangguran terbuka (%)
Tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Maluku Utara lebih baik dibanding
kesejahteraan sosial nasional dapat dilihat dari indikator tingkat kesejahteraan sosial
selama lima tahun terakhir. Rata-rata tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Maluku
Utara pada tahun 2004 adalah 95,67 persen atau terdapat 4.33 persen jumlah
penduduk yang masuk dalam kategori penduduk miskin, pengangguran terbuka,
pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan
39
nakal), pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, dan pelayanan dan
rehabilitasi sosial (penyandang cacat, tuna sosial, dan korban penyalagunaan
narkoba). Ini bila dibandingkan dengan tingkat kesejahteraan sosial secara nasional
pada tahun yang sama terdapat 6.23 persen jumlah penduduk yang masuk dalam
kategori penduduk miskin, pengangguran terbuka, pelayanan kesejahteraan sosial
bagi anak (terlantar, jalanan, balita terlantar, dan nakal), pelayanan kesejahteraan
sosial bagi lanjut usia, dan pelayanan dan rehabilitasi sosial (penyandang cacat,
tuna sosial, dan korban penyalagunaan narkoba) atau terdapat selisih 1.89 persen
lebih baik di Provinsi Maluku Utara dibanding dengan nasional.
Sampai dengan tahun 2008 tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Maluku Utara
selalu menunjukkan lebih baik dibandingan dengan nasional dimana pada tahun
2008 terdapat 3.86 persen di Maluku Utara, sementara nasional mencapai 5.32
persen atau terdapat selisih 1.46 persen lebih baik dibandingkan dengan nasional.
Pada grafik 6, terlihat bahwa indikator tingkat kemisikinan dan jumlah pengangguran
selama lima tahun terakhir di Provinsi Maluku Utara memiliki tren yang sama yaitu
apabila terjadi meningkatan jumlah penduduk miskin pada tahun tertentu akan
diiukuti dengan peningkatan jumlah pengangguran pada tahun yang sama. Sebagai
contoh dapat dilihat pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin adalah 12.42 persen
meningkat menjadi 13.23 persen pada tahun 2005, sedangkan tingkat
pengangguran pada tahun 2004 adalah 7.53 mengalami kenaikan menjadi 13.09
persen pada tahun 2005. Data ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi jumlah
penduduk miskin maka semakin tinggi pula jumlah angkatan kerja yang belum dapat
terserap pada lapangan pekerjaaan ataupun sebaliknya semakin tinggi jumlah
pengangguran maka semakin tinggi pula tingkat kemiskinan.
Analisis efektifitas berdasarkan capaian indikator tingkat kesejahteraan sosial
kinerja pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara tidak efektif. Hal ini dapat dilihat
dari capaian indikator kesejahteraan sosial yang selalu mengalami fluktuasi per
tahun. Pada tahun 2004 ke 2005 terjadi peningkatan tingkat kesejahteraan sosial.
Peningkatan ini bermagna negatif, artinya indikator kesejahteraan sosial yang
meliputi jumlah penduduk miskin, jumlah pengangguran terbuka, dan indikator sosial
lainnya semakin bertambah pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2004.
Pada tahun 2006 dan 2007 indikator tingkat kesejahteraan sosial menurun.
Penurunan ini bermagna positif, artinya jumlah penduduk miskin, jumlah
pengangguran terbuka, dan indikator sosial lainnya semakin menurun. Sedangkan
40
pada tahun 2008 indikator kesejahteraan sosial kembali meningkat bila
dibandingkan dengan tahun 2006 dan 2007.
Tidak efektifnya kinerja pemerintah daerah Provinsi Maluku Utara pada indikator
kesejahteraan sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi
pemulihan sosial masyarakat pasca konflik horisontal pada tahun 1999-2000. Hal ini
berdampak pada masalah banyaknya penduduk yang meninggalkan tempat tinggal
asal (kampung halaman) dan pekerjaan, masalah pengungsi, kurangnya
kepercayaan pihak investasi yang berdampak pada minimnya lapangan pekerjaan.
Sehingga secara langsung meningkatnya jumlah angka pengangguran yang
berimplikasi dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin, banyaknya anak
jalanan, terlantar dan juga meningkatnya jumlah pelayanan kepada penduduk lanjut
usia akibat banyak anggota keluarga yang hilang akibat konflik.
Masalah sosial politik pemilihan kepala daerah baik ditingkat kabupaten/kota
maupun provinsi yang relatif membutuhnkan waktu yang cukup lama, menimbulkan
kinerja pemerintah daerah kurang efektif dalam menjalankan roda pemerintahan.
Kurangnya perhatian pemerintah dalam menciptakan lapang kerja atau usaha yang
layak (decent rork) bagi angkatan kerja yang besar dan cenderung meningkat dari
tahun ketahun karena perubahan struktur umur penduduk.
2.5.2. Analisis Capaian Indikator Spesifik dan Menonjol
Indikator kesejahteraan sosial menunjukan bahwa masih tingginya jumlah
masyarakat kemiskinan dan jumlah penggangguran di Provinsi Maluku Utara
walaupun masih lebih baik jika dibandingkan dengan nasional.
Data persentase penduduk miskin di Provinsi Maluku Utara pada tahun 2004 adalah
107.959 jiwa (12.42 persen ) dari 869.237 jumlah penduduk dan pada tahun 2005
jumlah penduduk miskin bertambah menjadi 117.368 jiwa (13.23 persen) atau
mengalami peningkatan sebesar 0.81 persen dari 887.132 jumlah penduduk.
Sampai dengan tahun 2008 jumlah penduduk miskin adalah 109.335 (11.28 persen)
dari jumlah penduduk 969.285. Angka ini, walaupun terjadi penurunan jumlah
penduduk miskin, akan tetapi jumah ini masih cukup tinggi.
Pertumbuhan ekonomi daerah tidak dapat dilepaspisahkan dari masalah
pengangguran. Maluku Utara sebagai Provinsi baru yang masih berusaha
meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya juga mengalami masalah yang sama
yaitu pengangguran. Angka pengangguran di Maluku Utara pada tahun 2004 adalah
41
7.53 persen dan pada tahun 2005 menjadi 13.09 persen. Pada tahun-tahun
berikutnya angka penganggura cenderung menurun. Namun pada tahun 2008
angka pengangguran di Maluku Utara kembali meningkat yaitu sebesar 7.03 persen.
2.5.3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan dimaksud untuk dapat meningkatkan kinerja pembangunan
daerah Provinsi Maluku Utara terhadap indikator kesejahteraan sosial adalah
sebagai berikut :
1. Program Peningkatan Kinerja Pemerintah Daerah
Program ini bertujuan meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
pembangunan melalui kerjasama antara berbagai stakeholder yang
berkepentingan dalam mewujudkan kemajuan pembangunan di daerah.
2. Program Peningkatan Iklim Investasi Yang Kondusif
Program ini bertujuan untuk meningkatkan sistem pelayanan perizinan usaha
yang praktis, lebih cepat, mudah dan berkualitas dan tidak terlalu birokratis.
3. Program Peningkatan Promosi Investasi
Program ini bertujuan untuk merangsang investor untuk menanamkan modalnya
di Provinsi Maluku Utara melalui pelayanan izin usaha yang tidak terlalu
birokratis dan sulit tetapi lebih cepat, mudah dan berkualitas.
4. Program Peningkatan Kesejahteraan, Kemampuan Teknologi Petani dan
Nelayan
Program ini bertujuan meningkatkan kesejehteraan petani melalui kemampuan
penguasaan dan penerapan teknologi tepat guna untuk meningkatkan
produktivitas hasil pertanian sehingga meningkatkan pendapatan rumah tangga
petani dan nelayan
5. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja
sebelum mereka diperkerjakan di bidang usaha tertentu, yaitu melalui pelatihan
tenaga kerja.
42
BAB III Kesimpulan
Kesimpulan hasil evaluasi kinerja pembangunan daerah di Provinsi Maluku Utara
berdasarkan capaian indicator tingkat pelayanan publik dan demokrasi, tingkat kualitas
sumber daya manusia, tingkat pembangunan ekonomi, kualitas pengelolaan sumber
daya alam, dan tingkat kesejahteraan sosial kurun waktu lima tahun terakhir (2004 -
2008) adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Pelayanan Publik dan Demokrasi
Capaian pelayanan publik masih dibawah 50% sedangkan untuk demokrasi capaian
rata-rata tingkat partisipasi adalah 80%. Rendahnya pelayanan publik disebabkan
karena sebagai provinsi baru, Maluku Utara pada tahun awal berdirinya mengalami
konflik horizontal, sehingga fokus pelayanan pemerintahan lebih diarahkan pada
penyelesaian dan rekonstruksi pasca konflik serta rendahnya sumberdaya aparatur
yang tersedia.
Analisis Relefansi, menunjukan bahwa pelayanan publik dan demokrasi Maluku
Utara telah telah berada diatas stándar nasional atau dengan kata lain Provinsi
Maluku Utara dalam aspek pelayanan publik dan demokrasi lebih baik dibandingkan
dengan capaian indikator nasional.
Analisis Efektifitas, menunjukan bahwa perkembangan pelayanan publik dan
demokrasi belum mengambarkan kestabilan, namun terjadi fluktuasi yang sangat
tajam. Misalnya yang terjadi pada tahun 2006 bisa mencapai diatas 40%, namun pada
tahun 2007 turun pada level 20%, baru pada tahun 2008 meningkat. Hal ini
mengambarkan tingkat pelayanan publik dn demokrasi di Provinsi Maluku Utara tidak
efektif.
2. Tingkat Kualitas Sumber Daya Manusia
Capaian tingkat kualitas sumber daya manusia Kisarannya berada di atas 70%,
dengan kisaran terbesar terjadi pada tahun 2008 di mana tingkat kualitas sumber
daya manusia berada pada 78,01%. Angka ini sedikit mengalami kenaikan dari
periode 2007 yang berkisar 77,46%.
43
Perbedaan signifikan terjadi pada angka putus sekolah baik untuk tingkat SD, SLTP,
mapun SLTA. Sebagai contoh angka putus sekolah SLTP tahun 2007 untuk Provinsi
Maluku Utara sebesar 18,24, sangat tinggi dibandingkan dengan indikator yang sama
di tingkat nasional yaitu sebesar 3,94. Hal yang sama juga terjadi untuk angka putus
sekolah SLTA pada periode yang sama.
Kecukupan gizi di Provinsi Maluku Utara secara umum telah tercukupi. Khusus untuk
gizi kurang pada tahun 2004 prevalensi gizi kurang provinsi sebesar 8,75% lebih
rendah dibandingkan dengan indikator nasional yang sama yaitu sebesar 25,80%.
Tahun 2005 perbedaannya menjadi lebih signifikan di mana prevalensi gizi kurang
nasional sebesar 24,70%, lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi gizi kurang
Provinsi Maluku Utara 4,31%.
Selama periode 2004-2008, umur harapan hidup Provinsi Maluku Utara bergerak dari
63 tahun (2004), 64 tahun (2005 dan 2006), 66 tahun (2007), dan 67 tahun untuk
tahun 2008. Dengan kata lain bahwa dalam periode tersebut, penduduk Provinsi
Maluku Utara memiliki pertambahan usia yang lebih lama dari tahun ke tahun.
3. Tingkat Pembangunan Ekonomi
Pada tahun 2004 tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Utara mencapai
angka 18,85%, masih rendah dibandingkan dengan indeks yang sama pada tahun
tersebut. Tingkat pembangunan ekonomi Provinsi Maluku Utara cenderung naik untuk
tahun 2005 hingga 2007. Di tahun 2005 tingkat pembangunan ekonomi naik menjadi
21,92%, 23,66% untuk tahun 2006, serta 27,20% tahun 2007.
Selama periode 2004 hingga 2008 laju pertumbuhan ekonomi nasional berada pada
kisaran 4,25% hingga 6,30%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kecenderungan yang
terjadi selama periode yang sama di Provinsi yang sama, yaitu berada pada kisaran
4,71% hingga 6,40%.
Perbedaan besar juga terjadi untuk pendapatan per kapita antara nasional dan
Provinsi Maluku Utara. Secara nasional pendapatan per kapita telah mencapai di atas
10,61 juta pada tahun 2004, 12,86 juta di tahun 2005, 15,03 juta untuk tahun 2006,
17,58 juta pada tahun 2007, serta 21,70 juta pada tahun 2008. Hal ini berbeda dengan
kondisi pendapatan per kapitan di Provinsi Maluku Utara. Selama periode 2004-2008,
pendapatan per kapita secara berturut-turut adalah 2,71 juta, 2,92 juta, 3,07 juta, 3,35
juta, dan 3,52 juta.
44
Tingkat pembangunan ekonomi di Provinsi Maluku Utara memiliki kecenderungan
membaik selama periode 2004-2007. Penurunan indeks ini terjadi pada 2008.
Efetifitas pembangunan ekonomi pada tahun 2004 adalah 18,75%, naik berturut dari
2005 sampai dengan 2007 yaitu 21,92%, 23,66%, dan 27,20%.
Kondisi infrastruktur khususnya kondisi jalan baik jalan nasional maupun jalan provinsi
memperlihatkan bahwa selama periode 2004-2008 tidak terdapat pertambahan jalan
nasional, di mana panjang jalan 458,23 km tetap selama lima tahun terakhir.
Sedangkan untuk kondisi jalan nasional berfluktuasi menurut kondisi jalan baik,
sedang, dan buruk. Kondisi jalan yang ada memperlihatkan dengan jelas bahwa
penambahan jalan hanya terjadi pada tahun 2005, dengan penambahan sepanjang
1559,15 km. Setelah tahun 2005 tidak terdapat penambahan jalan.
4. Kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
Beberapa permasalahan kualitas pengelolaan sumber daya alam di Provinsi Maluku
Utara antara lain ekosisten pesisir dan laut kualitasnya semakin menurun, aktifitas
pertambangan yang merusak lingkungan, dan lemahnya penegakan hukum terhadap
illegal logging dan penyelundupan kayu serta illegal fishing.
Tren indikator tingkat kualitas sumber daya alam Provinsi Maluku Utara dibandingkan
dengan capaian indikator nasional menunjukkan bahwa tingkat kualitas sumber daya
alam Provinsi Maluku Utara pada tahun 2004 lebih baik dibandingkan dengan capaian
tingkat kesejahteraan sosial nasional tahun 2004. Pada tahun 2005 sampai 2008
belum diperoleh data, sehingga belum dapat dianalisis lebih lanjut.
Capaian indikator kualias pengelolaan sumber daya alam kinerja pemerintah daerah
Provinsi Maluku secara umum dapat dilihat beberapa masalah diantaranya semakin
menurunya ekosisten pesisir dan laut diberbagai daerah kabupaten/kota dalam
wilayah Provinsi maluku Utara dan aktifitas pertambangan yang merusak lingkungan
dari tahun ke tahun, serta meningkatnya illegal logging dan illegal fishing dari tahun ke
tahun.
5. Tingkat Kesejahteraan Sosial
Rata-rata tingkat kesejahteraan sosial Provinsi Maluku Utara pada tahun 2004 adalah
95,67 persen atau terdapat 4.33 persen jumlah penduduk. Bila dibandingkan dengan
tingkat kesejahteraan sosial secara nasional pada tahun yang sama terdapat 6.23
45
persen tingkat kesejahteraan sosial atau terdapat selisih 1.89 persen lebih baik di
Provinsi Maluku Utara dibanding dengan nasional.
Capaian indikator kesejahteraan sosial yang selalu mengalami fluktuasi per tahun.
Pada tahun 2004 ke 2005 terjadi peningkatan tingkat kesejahteraan sosial.
Peningkatan ini bermagna negatif, artinya indikator kesejahteraan sosial yang meliputi
jumlah penduduk miskin, jumlah pengangguran terbuka, dan inikator sosial lainnya
semakin bertambah pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2004.