LAPORAN AKHIR
PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)
IbM Kelompok Nelayan Apong Jojok Kutawaru-Kampung Laut Cilacap
Oleh:
Dr. Tumisem, S.Pd., M.Si./NIK. 2160281 (Ketua) drh. Cahyono Purbomartono, M.Sc./NIP. 080118553 (Anggota 1)
Juli Rochmijati, S.Si., M.Si. /NIK. 2160296 (Anggota 2)
Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional sesuai
dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hipah Program Pengabdian Kepada Masyarakat Nomor: 234/SP2H/PP/DP2M/VIII/2010, tanggal 24 Agustus 2010
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
15 Desember, 2010
2
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENERAPAN IPTEKS IbM
Judul IbM: IbM Kelompok Nelayan Apong Jojok Kutawaru-Kampung Laut Cilacap
1. Mitra Program IbM: Kelompok Nelayan Apong Ngudi Usaha-Jojok Kutawaru 2. Ketua Tim Pengusul
a. Nama : Dr. Tumisem, M.Si. b. NIK : 2160281 c. Jabatan/Gol : Penata Muda Tingkat I/IIIb d. Jurusan/Fak : Prodi Biologi/FKIP e. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto f. Bidang Keahlian : Pengelolaan Sumberdaya Alam g. Alamat Kantor : Jl. Raya Dukuhwaluh PO. BOX. 202 Purwokerto, Telp. (0281)
636751, Fax: (0281) 37239, Email: [email protected] h. Alamat Rumah : Jl. Kalimantan No. 61 Cilacap
3. Anggota Tim Pengusul a. Jumlah Anggota : Dosen 2 orang b. Nama Anggota 1 : drh. Cahyono Purbomartono, M.Sc/Fisiologi Hewan c. Nama Anggota 2 : Juli Rochmijati, S.Si., M.Si/Perkembangan Hewan d. Mahasiswa : 2 orang dari Prodi. Biologi
4. Lokasi Kegiatan/Mitra a. Wilayah Mitra : Desa Jojok Kutawaru-Kampung Laut Cilacap b. Kabupaten/Kota : Cilacap c. Propinsi : Jawa Tengah d. Jarak PT ke Lokasi: 53 km
5. Luaran yang dihasilkan: a. Tercipta pencaharian pokok nelayan apong b. Teciptanya hutan bakau binaan c. Terwujudnya kerjasama yang baik antar instansi terkait d. Sistem manajemen perkoperasian dan depot penjualan yang baik
6. Jangka waktu pelaksanaan : 10 bulan 7. Biaya total : Rp. 67.500.000,- 8. Dikti : Rp. 50.000.000,-
Dana swadaya nelayan : Rp. 3.750.000,- Subsidi Perhutani : Rp. 3.750.000,- Subsidi Pertamina & PT. Holcim : Rp. 10.000.000,-
Purwokerto, 15 Desember 2010 Mengetahui, Ketua Tim Pengusul Dekan FKIP Drs. Joko Purwanto, M.Si Dr. Tumisem, M.Si NIK. 2160075 NIK. 2160281
Mengetahui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Prof. Dr. H. Tukiran, MM NIP. 195405081988031001
3
1. Judul kegiatan : IbM Kelompok Nelayan Apong Jojok Kutawaru-Kampung Laut Cilacap
2. Mitra Kegiatan : Kelompok Masyarakat
2.1. Jumlah Mitra : 20 orang
2.2. Pendidikan Mitra : a. SMP 3 orang b. SD 12 orang c. Tidak lulus SD 5 orang
3. Persoalan Mitra : a. Teknologi b. Manajemen c. Pemasaran
4. Status Sosial Mitra : Kelompok Nelayan
5. Lokasi Dusun Jojok Kelurahan Kutawaru
5.1. Jarak PT ke Lokasi Mitra : 53 km
5.2. Sarana transportasi : a. Angkutan umum b. Motor/ojek
5.3. Sarana Komunikasi a. Hand phone b. Surat
6. Tim IbM a. 3 dosen b. 2 mahasiswa
- Gelar akademik Tim : S3 = 1 orang S2 = 2orang S1 = 2 orang
- Gender : a. Laki-laki: 3 orang b. Perempuan 2 orang
- Prodi/Fakultas/Sekolah : Pendidikan Biologi/FKIP/-
- Keahlian dan Tugas dalam Tim :
No. Nama Bidang Keahlian Tugas dalam tim 1. Tumisem Pendidikan Mengkoordinasi kegiatan pelatihan;
mengembangkan jaringan pemasaran, dan membantu pelaksaaan praktek
2. Cahyono Purbomartono
Kedokteran hewan Koordinasi dan penyediaan pakan, serta serta mendampingi kegiatan budidaya
3. Juli Rochmijati W Perkembangan hewan
Koordinasi dan penyediaan bibit kepiting, serta mendampingi kegiatan budidaya
4. Toto Eko Pryitno (0801070056)
Mahasiswa Membantu menyiapkan pemeliharaan, pemberian pakan dan pemantauan di lapangan dalam budidaya dengan cara biasa
5. Wiwit Priyono (0801070048)
Mahasiswa Membantu menyiapkan pemeliharaan, pemberian pakan dan pemantauan di lapangan dalam budidaya dengan cara mutilasi
4
7. Lokasi Kegiatan Program
a. Nama industri kecil rekan : Kelompok Nelayan Apong
b. Desa : Jojok Kutawaru
c. Kecamatan : Cilacap Tengah
d. Kabupaten/Kodya : Cilacap
8. Hasil kegiatan :
BAB I PENDAHULUAN
A. Analisis Situasi
Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan kelas Crustaceae dari famili Portunidae
(Gambar 1) dan merupakan species kepiting bernilai ekonomi penting yang banyak ditemukan di
muara sungai atau sekitar hutan bakau Cilacap. Daging kepiting bakau (edible portion: bagian
yang dapat dimakan) mengandung 65,75% protein, sehingga dapat dipastikan sebagai sumber
protein hewani di samping memiliki rasa gurih dan enak. Kandungan gizi lengkap kepiting bakau
dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Tabel 1. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Kepiting Bakau
No. Unsur Gizi Nilai 1. Kalori (cal) 89 2. Kolesterol (mg) 45 3. Sodium (mg) 355 4. Lemak (g) 0,7 5. Lemak jenuh (%) 31% dari total lemak 6. Lemak tunggal tidak jenuh (%) 31% dari total lemak 7. Lemak majemuk tidak jenuh (%) 38% dari total lemak 8 Omega-3, EPA (mg) 22 9. Omega-3, DHA (mg) 58 10. Omega-6, AA (mg) 15
5
Peluang pasar kepiting bakau terbuka luas dan prospektif, baik domestik maupun
internasional. Harga rata-rata kepiting bakau di dalam negeri berkisar antara Rp 30.000- Rp
40.000 per kg. Permintaan kepiting dan rajungan dari pengusaha seafood Amerika Serikat saja
mencapai 450 ton setiap bulan, dan tujuan ekspor lainnya meliputi Cina, Jepang, Hongkong,
Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah Negara di kawasan Eropa. Kepiting bakau
terlihat memiliki prospek pasar yang cerah dan menjanjikan, sehingga ketersediaannya secara
berkelanjutan merupakan tantangan upaya pengembangan yaitu melalui usaha budidaya.
Pemenuhan permintaan pasar akan kepiting bakau sebagian besar (± 61,6%) masih dari
penangkapan alam, sedangkan dari budidaya hanya sebagian kecil (± 38,4%). Pengambilan
kepiting secara terus-menerus dari alam tanpa adanya upaya membudidayakan dikhawatirkan
akan mengurangi ketersediaannya bahkan dapat mempercepat kepunahannya.
Produk kepiting lunak belum banyak berkembang di tingkat nasional dan justru semakin
lama hasil tangkapan alam dari nelayan khususnya di wilayah Cilacap menunjukkan penurunan.
Di samping hutan bakau di Cilacap yang mengalami pemerosotan, eksploitasi secara terus-
menerus diduga menjadi penyebab semakin sulitnya diperoleh kepiting lunak. Padahal
permintaan baik di tingkat domestik maupun ekspor cenderung meningkat. Di kota-kota besar
kepiting lunak disajikan di restoran mewah, bahkan di Bandung terdapat restoran yang khusus
menyajikan hidangan khas kepiting (crabs). Di Amerika kepiting lunak menjadi sajian favorit
yang dikreasi dengan aneka resep dan banyak dijumpai di restoran kelas atas. Di Australia
kepiting lunak direkomendasikan sebagai makanan sangat lezat, berharga mahal dan termasuk
species yang pemanfaatannya diawasi ketat oleh pemerintah.
Semenjak Sungai Donan menjadi transportasi utama pengangkutan minyak dan bahan baku
semen oleh Pertamina dan PT. Holcim, banyak nelayan tradisional di sekitar desa Jojok
Kutawaru beralih ke nelayan apong. Kegiatan apong dilaksanakan pada saat ngember (air pasang
tertinggi). Hal ini dilakukan karena permukaan air sungai meluas, sehingga trasportasi kapal
Pertamina dan PT. Holcim tetap beroperasi pada satu sisi dan sisi berikutnya digunakan untuk
menanamkan jaring apong oleh para nelayan. Musim ngember terjadi satu minggu sekali.
Dengan demikian kegiatan nelayan apong hanya berjalan empat kali dalam sebulan. Setiap kali
nelayan apong menanamkan jaringnya akan diperoleh rata-rata 26,74 kg hasil campuran yang
terdiri atas: ikan, udang, kepiting, dan rajungan dengan harga jual rata-rata Rp. 167.500,-
/minggu. Harga jual yang murah ini disebabkan karena hasil tangkapan berukuran kecil-kecil
sehingga masuk dalam kategori ikan rucah, dan udang rebon. Penghasilan ini jauh di bawah rata-
rata pada saat menjadi nelayan tradisional yang dapat dilaksanakan setiap hari yaitu Rp.
105.300,-/hari.
6
Budidaya kepiting sebenarnya telah dikenal di Cina sejak 100 tahun yang lalu, sementara
di Asia baru diawali sekitar 30 tahun yang lalu. Pembudidayaan kepiting bakau lebih prospektif
karena pertumbuhannya cepat dan pada species Scylla serrata sangat tepat untuk tujuan produksi
daging, terutama jika dipanen pada saat molting (pergantian kulit). Keunggulan ganda panen
kepiting molting/lunak bermanfaat secara ekologi dan ekonomi. Peranan kepiting bakau secara
ekologi adalah pemakan segala (omnivorus-scavenger) yaitu konsumen organisme bentik jenis-
jenis invertebrata, moluska, crustacean, juga sampah organik dan bangkai, sehingga wajar
kepiting akhirnya disebut sebagai pembersih lingkungan. Di sisi lain usaha budidaya mampu
menekan eksploitasi kepiting di alam, sehingga dapat menjaga kelestariannya. Pemanenan
kepiting lunak (soft shell) bernilai ekonomis tinggi, karena harganya relatif mahal, digemari
kaum elit, pasar domestik di restoran mewah dan diminati pasar internasional. Pemenuhan
kebutuhan pasar akan kepiting secara langsung berdampak positif bagi peningkatan penghasilan
nelayan apong sehingga dapat menjadikan matapencaharian pokok.
Usaha budidaya kepiting lunak perlu dikembangkan sebagai bentuk investasi produk utama
di Jojok Kutawaru, sehingga menghasilkan kepiting lunak berkualitas baik dan bernilai jual
tinggi. Di sisi lain, nelayan apong di Jojok Kutawaru 87,65% berpendidikan SD dan sisanya
tidak lulus SD. Oleh karena itu pemberdayaan nelayan apong melalui inovasi sistem budidaya
kepiting lunak didahului dengan pelatihan yang dilanjutkan dengan pembinaan secara terpadu
dari Perguruan Tinggi, Perhutani dan Dinas Perikanan. Kegiatan ini dilakukan agar mampu
memberikan hasil yang berkelanjutan. Sistem budidaya kepiting lunak yang akan dikembangkan
adalah sistem rotasi yaitu pergiliran panen dari tiga tambak secara berurutan, sehingga akan
mampu memberikan hasil panenan kepiting lunak secara terus-menerus sepanjang tahun. Upaya
peningkatan pangsa pasar kepiting lunak secara mutlak memerlukan dukungan promosi hingga
dapat diakses secara nasional maupun internasional. Dengan demikian sebagai langkah awal
dalam pengembangan pemasaran kepiting lunak di Jojok Kutawaru dibuat depot berbasis
koperasi nelayan.
B. Permasalahan Mitra
Berdasarkan hasil musyawarah bersama Dinas Perikanan Kecamatan, Perhutani,
Pertamina, PT. Holcim dan masyarakat nelayan apong terlihat jelas beberapa permasalahan yang
dihadapi para nelayan apong sekitar sungai Donan Cilacap. Beberapa permasalahan prioritas
yang dihadapinya adalah:
1. Pengetahuan nelayan apong terhadap pengembangan perikanan sekitar hutan bakau
rendah. Hal ini disebabkan karena 87,65% berpendidikan SD dan bekal pengetahuan
7
perikanan yang selama ini dijalankan bersifat turun-temurun tanpa ada sentuhan dan alih
teknologi modern yang berbasis kemasyarakatan.
2. Desa Jojok Kutawaru dikelilingi perairan, transportasi melalui air dengan jangkauan yang
lumayan sulit, dan kurang banyak diperhatikan dalam pengembangan perekonomiannya
karena biaya transportasi mahal sehingga sekarang menjadi satu-satunya daerah
tertinggal di Pusat Kabupaten.
3. Kegiatan nelayan apong dilakukan hanya setiap minggu karena sangat tergantung dengan
musim pasang tertinggi dan hasil tangkapan berupa ikan-ikan kecil sehingga
berpenghasilan rendah. Pemasangan jaring apong yang dilakukan setiap hari justru akan
menimbulkan kerugian pada diri nelayan dan terjadi persengketaan antara Pertamina,
Holcim dan nelayan. Hal ini disebabkan karena pemasangan jaring pada saat air sungai
kondisi surut menyebabkan penempatan jaring berada di tengah sungai Donan, sehingga
ketika kapal pengangkut minyak dan bahan baku semen melintasi sungai, jaring akan
tersangkut di kapal dan rusak.
4. Hutan bakau sekitar desa Jojok Kutawaru sangat luas dengan sumberdaya kepiting bakau
yang cukup besar dan selama ini belum terdapat sistem aquakultur yang dapat menjadi
penghasilan utama utama nelayan sekitar.
C. Solusi Yang Ditawarkan
Berdasarkan permasalahan tersebut Tim pengusul kegiatan IPTEKS berkolaborasi dengan
Instansi terkait tersebut di atas berkeinginan mencarikan penghasilan pokok satu kelompok
nelayan apong sebagai langkah awal untuk memotivasi pengembangan aquakultur di desa Jojok
Kutawaru melalui pengembangan budidaya kepiting lunak.
Metode yang digunakan dalam kegiatan penerapan IPTEKS ini adalah partisipatori aktif
kelompok nelayan apong yang diawali dengan pelatihan antara lain:
1. Penyiapan tambak budidaya kepiting lunak
2. Sistem perolehan bibit kepiting bakau
3. Pembuatan keramba kepiting
4. Pemeliharaan, pemanenan dan
5. Penanganan pasca panen
6. Pengelolaan depot kepiting lunak melalui perkoperasian kelompok
Berdasarkan kelima macam kegiatan pelatihan tersebut di atas, maka dapat dideskripsikan
program pelaksanaan kegiatan IPTEKS seiring dengan pelaksanaan pelatihan meliputi:
8
1. Penyiapan tambak.
Dari hasil musyawarah dengan Dinas Perhutani, pihak Perhutani menyediakan kawasan
bakau yang berada di sekitar perkampungan nelayan untuk dikelola secara tumpang sari artinya
hutan bakau dapat digunakan untuk tambak dengan persyaratan nelayan penggarap harus
menanam Rhizophora apiculata/Rhizophora mucronata di tengah-tengah tambak dan Bruguiera
sp di sepanjang tanggul tambak. Bibit tersebut disediakan oleh pihak Perhutani. Jumlah tambak
sementara yang akan dikembangkan berjumlah 3 buah, dengan luas masing-masing tambah
sekitar 12m X 10 m. Hal ini dilakukan agar pemanenan dapat dilakukan secara rotasi, sehingga
dapat berkelanjutan. Artinya ketersediaan kepiting lunak setiap hari ada.
Berdasarkan kesepakatan dengan nelayan apong, pembuatan tambak dilakukan dengan
sukarela secara bergotong-royong pada saat tidak melakukan apong. Penanaman bibit bakau
sebagai tanaman sulaman dilakukan oleh para nelayan apong di sela-sela hutan bakau yang telah
ada. Apabila beberapa bibit bakau mati, dilakukan penanaman kembali oleh para nelayan apong.
2. Penyiapan Bibit Kepiting Lunak
Lima orang dari 16 anggota kelompok nelayan apong bertugas mencari bibit kepiting bakau
di kawawan bakau. Bibit kepiting yang telah tersedia di sortir dan ditimbang agar memiliki
ukuran dan berat yang seragam.
3. Pembuatan Keramba
Keramba untuk pemeliharaan bibit kepiting dikerjakan bersama-sama dengan 15 anggota
kelompok nelayan apong dengan arahan/petunjuk pembuatan dari tim pelaksana kegiatan
IPTEKS. Keramba apung berukuran 1x2x0,2 m yang didalamnya dibagi sekat-sekat dari bilahan
bambu berukuran 20x20 cm sehingga terdapat 25 kotak per unit. Keramba apung dilengkapi
pelampung berupa potongan bambu utuh pada kedua sisi panjang yang berlawanan dengan
tujuan agar dapat tenggelam sedalam 15-20 cm. Pembersihan atau penyikatan keramba apung
dilakukan setiap minggu yang ditujukan untuk mengontrol kemungkinan kebocoran.
Keunggulan keramba apung dalam kegiatan ini adalah mampu menjadi tempat yang aman
untuk pembesaran kepiting lunak karena dapat menghindarkan sifat kanibalisme terutama saat
molting. Keramba apung jenis ini telah digunakan untuk budidaya kepiting lunak di daerah
Langkat, Sumatra Utara, dan di Vietnam.
4. Pemeliharaan dan Pemanenan
Kegiatan pemeliharaan diawali dengan pemotongan kaki bibit kepiting dan memasukan ke
dalam keramba dengan arahan/petunjuk dari tim pelaksana kegiatan IPTEKS. Kegiatan
pemeliharaan kepiting dalam keramba mencakup: pemberian pakan dan pengaturan debit air.
9
Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari yaitu antara pukul 09.00-10.00 pagi dan sore
hari antara pukul 15.30-16.00. Kegiatan pemeliharaan kepiting dan pengaturan debit air
dilakukan oleh lima orang lainnya dari 16 anggota kelompok nelayan apong.
5. Penanganan Pasca Panen
Penanganan kepiting pasca panen dilakukan oleh 3 orang lainnya dari 16 anggota kelompok
nelayan apong. Pengawetan kepiting dilakukan dengan cara membungkus kepiting dengan daun
Rhizophora mucronata. Hal ini dilakukan karena daun tersebut ternyata dapat membantu
menjaga kelembaban kepiting. Kemudian kepiting disimpan dalam freezer box.
6. Manajemen perkoperasian dan depot
Manajemen perkoperasian dilakukan oleh 3 orang lainnya dari 16 anggota kelompok
nelayan apong. Kegiatan manajemen perkoperasian mencakup: pembukuan dan pembagian laba
produksi per bulan. Pembagian laba produksi dilakukan secara adil karena semua anggota
bekerja sesuai bidang tugasnya, artinya tidak ada perbedaan antara pencari bibit, pemelihara,
pengepak dan pengelola koperasi.
D. Target Luaran
Target luaran dari akhir kegiatan IPTEKS ini antara lain:
1. Menciptakan pencaharian pokok nelayan apong melalui budidaya kepiting lunak, sehingga
penghasilannya meningkat
2. Terciptanya kerjasama yang baik antara berbagai kepentingan terkait dengan penggunaan
sungai Donan
3. Terbentuknya manajemen perkoperasian nelayan swadaya dan depot kepiting lunak yang
baik
4. Secara tidak langsung melakukan reboisasi hutan bakau melalui hutan binaan sekitar tambak
tempat budidaya kepiting lunak
E. Kelayakan Perguruan Tinggi
1. Justifikasi Tim Pelaksana Kegiatan
Tim pelaksana kegiatan terdiri atas satu orang ketua bergelar doktor dengan bidang
keahlian pengelolaan sumberdaya alam. Gelar tersebut diperoleh dari Institut Teknologi
Bandung fakultas Biologi pada tahun 2007. Dalam bidang pengeloaan sumberdaya alam ketua
tim pelaksana sering terlibat dalam program pemberdayaan masyarakat baik untuk masyarakat
10
pesisir maupun masyarakat perdesaan. Keterlibatan tersebut sebagian tertuang dalam beberapa
kegiatan pengabdian seperti yang tercantum dalam biodata ketua pelaksana.
Anggota pertama dari tim pelaksana pengabdian ini adalah seorang dokter hewan alumni
Universitas Diponegoro Semarang. Beliau melanjutkan pascasarjana di Jepang dengan bidang
khusus fisiologi hewan perairan. Kegiatan yang selama ini dilakukan banyak terkait dengan
pengembangan perikanan laut dan perikanan air tawar, sehingga beliau ditempatkan di fakultas
perikanan. Kegiatan budidaya yang sering dilakukan adalah perikanan air payau. Salah satu
budidaya yang mampu menghasilkan vaksin adalah sidat. Dengan demikian beliau sangat
diperlukan untuk mengatasi berbagai gangguan penyakit pada kepiting selama budidaya.
Anggota kedua dari tim pelaksana berasal dari Alumni biologi Universitas Gajah Mada
dengan bidang khusus perkembangan hewan. Dalam kegiatan ini diharapkan beliau membantu
dalam proses pemeliharaan kepiting bakau menuju proses molting. Dengan demikian
perkembangan dan pertumbuhan kepiting dalam proses molting berjalan dengan baik tanpa
mengalami ancaman kepunahan.
Anggota lain yang terlibat dalam kegiatan ini adalah empat orang mahasiswa fakultas
ekonomi manajemen yang akan melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PKL). Hal ini
dilakukan agar mahasiswa dapat langsung membantu dan mengaplikasikan sistem manajemen
perkoperasian yang selama ini diperolehnya di kampus.
Berdasarkan justifikasi tim pelaksana kegiatan seperti tersebut di atas, maka kegiatan
pelaksanaan pelatihan produksi kepiting lunak bersinergi tiga faktor utama menuju pada konsep
pembangunan berkelanjutan. Tiga faktor itu adalah ekologi, sosial dan ekonom (Gambar 2).
Secara ekologi kegiatan ini secara tidak langsung membantu pihak Perhutani dalam menjaga
kawasan hutan bakau melalui pengembangan hutan bakau binaan. Secara ekonomi kegiatan ini
mampu menciptakan pencaharian utama kelompok nelayan apong yang selama ini selalu
bersengketa dengan Pertamina dan PT. Holcim akibat dari sering tersangkutnya jaring apong
yang mereka pasang. Secara sosial kegiatan ini mampu mengangkat dan menjadikan agen
perubahan tatanan sosial kelompok nelayan apong menjadi kelompok pembudidaya melalui
teknologi yang lebih modern.
Gambar 2. Sinergi Antara Tim Pelaksana Kegiatan yang Disertai Mahasiswa Ekonomi Manajemen
11
BAB II AKTIVITAS PENERAPAN IPTEKS
a. Sosialisasi dan Pelatihan Budidaya Kepiting Lunak
Sosialisasi dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan menganai faktor-faktor yang
mempengaruhi budidaya kepiting lunak, mengenal beberapa jenis kepiting yang tersedia dan
tingkat kekebalan masing-masing kepiting.
Pelatihan dilakukan bersama staf ahli dari Dinas Perikanan kabupaten yang didampingi
oleh Kepala Desa. Pelatihan diikuti oleh 20 orang dari kelompok nelayan apong desa Jojok –
Kutawaru. Dari hasil pelatihan diputuskan bahwa pelaksanaan kegiatan budidaya dilaksanakan
pertama dengan menggunakan 1 tambak milik pak Dul manan. Kegiatan budidaya dilakukan
dengan dua cara yaitu: cara biasa dan mutilasi. Cara biasa dilakukan menggunakan box
pemeliharaan dengan keadaan kepiting utuh dan masing-masing box berisi satu kepiting. Cara
mutilasi dilakukan dengan pertama-tama memotong organ gerak kepiting dan menepatkan
kepiting dalam box besar. Satu box besar terdiri atas 10 kepiting.
Gambar 1. Sosialisasi dan Pelatihan Budidaya Kepiting Lunak/Molting
b. Penyediaan Pakan
Berdasarkan hasil penelitian penyediaan pakan dilakukan bekerjasama dengan dua pihak.
Pihak pertama adalah nelayan penyedia ikan rucah. Ikan rucah yang telah diperoleh nelayan di
kumpulkan dalam wadah tong khusus yang kemudian diberikan garam krosok di dalamnya. Hal
ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pembusukan ikan rucah.
Pihak kedua adalah pemotongan hewan (sapi) Mersi Purwokerto. Penyediaan pakan ini
berupa darah beku. Hal ini dilakukan untuk menambah komponen zat gizi pada kepiting.
Masing-masing pakan ditimbang dan dipisahkan dalam wadah khusus dengan berat masing-
masing berkisar antara 8-10 gram. Kisaran berat ini dilaksanakan berdasarkan pada 5% dari berat
tubuh kepiting yang memiliki kisaran antara 0,89-125 ons per bibit.
12
Gambar 2. Perebusan Darah Sapi Gambar 3. Penimbangan Darah Beku
c. Pemesanan Bibit
Keterbatasan ketersediaan bibit kepiting yang ada di Jojok Kutawaru menyebabkan kita
mendatangkan bibit dari Tegal. Pemesanan bibit dilakukan melalui beberapa pengepul. Hal ini
disebabkan juga karena keterbatasan bibit di Tegal.
Gambar 4. Pengantaran Bibit dari Pengepul
d. Penyiapan Tempat Pemeliharaan
Pertama-tama dalam kegiatan penyiapan tempat pemeliharaan adalah membuat para-para
tempat nelayan mengamati dan memberikan pakan. Pada tahap berikutnya adalah pemasangan
pelampung pada tepi box pemeliharaan secara mutilasi. Dilanjutkan dengan kegiatan memasang
bambu sebagai penghalang agar box pemeliharaan tidak bergerak dan pindah tempat.
13
Gambar 5. Penyiapan Tempat Pemeliharaan dengan cara mutilasi
Gambar 6. Penanaman Bakau
Gambar 7. Penyiapan Para-para dan Tempat Pemeliharaan dengan cara biasa
e. Penanaman Bibit
Penanaman bibit kepiting untuk molting dengan cara biasa dan cara mutilasi dilakukan
pada waktu yang sama. Penanaman bibit dilakukan oleh dua mahasiswa dan diikuti oleh nelayan
apong. Masing-masing nelayan menanam sebanyak 30 bibit untuk molting secara biasa dan 30
bibit untuk molting secara mutilasi. Masing-masing tambak di tempati untuk 5 nelayan dengan
masing-masing nelayan menanam 60 bibit, sehingga dalam setiap tambak minimal ada 300 bibit.
Kegiatan ini diikuti oleh 20 orang nelayan apong, dengan jumlah tambak 4 terdiri atas: 1 tambak
milik Holcim, 1 tambak milik pertamina, 1 tambak milik Kepala desa dan 1 tambak milik
petambak yang digunakan untuk beternak kakap putih.
14
Gambar 8. Penanaman dengan cara mutilasi
Gambar 9. Penanaman dengan cara biasa
f. Pemantauan, Pemberian Pakan dan Pengambilan Molting
Pemantauan dan pengambilan kepiting molting dilakukan tiap hari secara bergilir yaitu
siang dan malam pada setiap hari. Kegiatan ini dilakukan dengan dibantu oleh mahasiswa.
Pemantauan oleh mahasiswa dilakukan selama 2 hari sekali, hal ini disebabkan mahasiswa
secara bergilir juga mengikuti perkuliahan.
15
Gambar 10 . Pemberian Pakan
Gambar 11. Kepiting yang telah molting pada budidaya secara biasa
Gambar 12. Kepiting yang telah molting pada budidaya secara mutilasi
16
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL KEGIATAN
1. Pertumbuhan Kepiting
Molting adalah proses pergantian cangkang pada hewan Crustacea : udang, kepiting,
lobster, dll. dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton
tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan hewan
ini akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium.
Semakin baik pertumbuhannya semakin sering udang berganti cangkang. Inilah yang kemudian
dikenal sebagai pertumbuhan. Beberapa hal yang terkait dengan molting antara lain adanya sifat
kanibalisme. Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang, bobot atau
volume, yang secara fisik diekspresikan dengan perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun
jaringan tubuh dalam jangka waktu tertentu. Secara morfologi, pertumbuhan diwujudkan dalam
perubahan bentuk (metamorfosis). Sedangkan secara energetik, pertumbuhan dapat
diekspresikan dengan perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode tertentu.
Pertumbuhan larva dan pascalarva udang merupakan perpaduan antara proses perubahan
struktur melalui metamorfosis dan ganti kulit (molting), serta peningkatan biomassa sebagai
proses transformasi materi dari energi pakan menjadi massa tubuh udang. Pertumbuhan
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis dan
faktor eksternal yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan. Faktor-
faktor eksternal tersebut diantaranya yaitu, komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air
dan ketersediaan pakan. Lama periode perkembangan stadia pascalarva udang ditentukan oleh
waktu antar ganti kulit yang disebut juga periode intermolt. Semakin singkat periode intermolt
maka perkembangan pascalarva cenderung semakin cepat. Pada setiap ganti kulit, intergumen
membuka, pertumbuhan terjadi cepat pada periode waktu yang pendek, sebelum intergumen
yang baru menjadi keras. Penjelasan secara sederhana mengenai ganti kulit pada udang
mengikuti alur proses sebagai berikut:
1. Mobilisasi dan akumulasi cadangan material metabolik, seperti Ca, P dan bahan organik
ke dalam hepatopankreas selama akhir periode antar ganti kulit (intermolt akhir)
2. Pembentukan kulit baru diiringi dengan resorpsi material organik dan anorganik dari
kulit lama selama periode persiapan (awal) ganti kulit (premolt)
3. Pelepasan kulit lama pada saat ganti kulit dan diikuti dengan absorpsi air dari media
eksternal dalam jumlah besar (molt).
17
2. Percepatan Molting
Hasil kegiatan di lapangan menunjukan bahwa percepatan molting kepiting salah stunya
tergantung pada faktor makanan. Dalam kegiatan IPTEKS ini budidaya kepiting molting
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara mutilasi dan cara biasa. Dalam hal pemberian jenis
pakan, kegiatan IPTEKS ini juga menggunakan dua sistem pakan yaitu menggunakan pakan
darah sapi beku dan ikan rucah.
Proses molting kepiting bakau dengan perlakuan pakan menggunakan darah beku pada cara
budidaya mutilasi lebih cepat daripada dengan perlakuan pakan ikan rucah. Waktu rata-rata
molting menggunakan perlakukan pakan darah sapi beku sekitar 2-1 bulan, sedang perlakuan
pakan mengguankan ikan rucah berkisar antara 3-1,5 bulan. Hal ini juga terjadi pada kepiting
yang dibudidaya tanpa mutilasi
B. HASIL PEMBAHASAN
1. Analisis Pakan
Pada umumnya petambak menggunakan pakan dalam budidaya kepiting berupa ikan rucah
yang telah diasinkan. Rata-rata harga ikan rucah tersebut per kilo adalah Rp. 1.800,-. Kebutuhan
makan masing-masing kepiting per hari adalah 5% dari masing-masing berat tubuh kepiting.
Dari hasil ujicoba menggunakan darah sapi beku menunjukan bahwa pertumbuhan kepiting
untuk molting lebih cepat. Hal ini disebabkan pada darah sapi banyak mengandung senyawa
yang dibutuhkan kepiting untukpertumbuhan yang maksimal.
Dari hasil analisis kebutuhan pakan menunjukan bahwa kebutuhan pakan berupa ikan
rucah banyak mengalami kendala. Hal ini disebabkan keberadaan ikan rucah sangat tergantung
musim. Pada analisis kebutuhan pakan bersasal dari darah sapi beku mnunjukkan bahwa
ketersediaan darah sapi beku tidak mengenal musim. Harga jual sedikit lebih mahal dari pada
ikan rucah yaitu: Rp. 3.500,- per kilo. Namun dengan adanya percepatan molting lebih tinggi
daripada menggunakan pakan ikan rucah, maka harga pakan yang berasal dari ikan rucah
maupun darah sapi beku seimbang.
2. Analisis Biaya
Kepiting bakau atau yang dikenal dengan nama Scylla serrata merupakan salah satu
sumberdaya pesisir yang memiliki nilai ekonomis dan mengandung gizi yang tinggi bagi
kesehatan dan pertumbuhan. Hal ini menyebabkan permintaan pasar terhadap kepiting bakau di
pasaran terus meningkat dari waktu ke waktu. Produksi kepiting bakau bila dikelola dengan baik
akan memberikan manfaat ekonomis bagi masyarakat sekitar secara berkelanjutan. peningkatan
18
produksi harus diimbangi dengan kegiatan konservasi sehingga tidak merusak lingkungan dan
pemanfaatannya dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Potensi kepiting bakau di desa Jojok cukup besar. Walaupun belum ada data dan informasi
tentang potensi namun dari hasil pengamatan lapangan dan wawancara dengan masyarakat sudah
menunjukkan bahwa ketersediaan kepiting bakau sebagai salah satu potensi perikanan pesisir
cukup bisa diandalkan. Hal ini didukung oleh ketersediaan lahan hidup (habitat) yang berupa
hutan mangrove yang cukup luas. Hutan mangrove di desa Jojok berdasarkan data dari data
kelurahan kira-kira 80 ha. Hutan mangrove terdiri dari beberapa jenis antara lain Ceriops spp,
Rhizophora spp, Bruguiea spp dan lain-lain ikutan mangrove. Dari jenis-jenis tersebut,
Rhizophora spp merupakan jenis mangrove yang dominan hidup di hutan tersebut. Hal ini
didukung oleh tingkat adaptasi jenis dan substrat dasar.
Substrat dasar yang dominan di kawasan hutan mangrove Jojok adalah lumpur. Secara
ekonomis, kepiting bakau dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga masyarakat desa.
Dengan harga pasar 20-30 ons per Rp 30.000, masyarakat sudah mendapat sejumlah uang untuk
menambah penghasilan dari kepiting hasil tangkapan. Bila diasumsikan bahwa setiap keluarga
bisa menangkap rata-rata 5 sampai 10 kepiting per hari dengan berat 20-30 ons maka dalam satu
hari pemasukkan pendapatan keluarga dari kepiting ke dalam keluarga sebesar Rp 150.000
sampai Rp 300.000. Dan bila ¾ dari jumlah rumah tangga desa berusaha dalam penangkapan
kepiting maka pendapatan masyarakat desa akan semakin besar.
Pasaran bagi kepiting bakau dari desa Jojok tidak merupakan masalah. Dari hasil
pengamatan dan wawancara dengan masyarakat, kepiting bakau yang dibawa ke kota biak untuk
dijual di pasar selalu habis terjual. Pembeli berasal dari unsur yang berbeda, yaitu ibu rumah
tangga, restoran,rumah makan dan hotel. Selain itu, ada juga pembeli yang datang ke desa untuk
membeli kepiting. Namun untuk tujuan eksport, masyarakat desa belum mampu memproduksi
kepiting dalam jumlah yang diminta dari hasil penangkapan di alam. Oleh karena itu perlu
dikembangkan sarana pembesaran kepiting yang mampu meningkatkan produksi (dalam berat)
dalam kurun waktu yang pendek,yaitu 1 sampai 2 bulan.
19
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Hasil dari kegiatan IPTEKS ini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan
apong yang selama ini kegiatannya sangat tergantung pada musim. Kegitan ini menjadi
pendapatan utama nelayan apong yang dikembangkan dengan system sharing modal dan sharing
pelaksanaan. Dengan demikian tidak terjadi perebutan pekerjaan atau penguasaan pekerjaan pada
personal tertentu. Hal ini disebabkan dalam kegiatan semua nelayan apong yang tergabung
dalam kelompok pembudidaya kepiting lunak dibagi secara proporsional dari penyiapan tambak,
penyediaan bibit, pnyediaan pakan sampai ke dalam produksi dan perdagangan.
Dari hasil kegiatan ini juga meningkatkan pengetahuan nelayan yang sebagian besar
berpendidikan sekolah dasar (SD) tentang usaha pemanfaatan lahan terdedah di sekitar hutan
bakau melalui system sivikultur yang bersifat konservatif terhadap lingkungan.
B. Saran
Dalam rangka pengembangan usaha budidaya kepiting dengan keramba pembesaran
kedepan sebagai mata pencaharian alternatif masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, maka
perlu disarankan sebagai berikut:
1. Perlu dibangun kesepakatan ditigkat masyarakat tentang penataan lokasi budidaya
berkoordinasi dengan masyarakat pemilik tambak dan pemerintah desa
2. Perumusan arah pengembangan usaha budidaya kepiting dilakukan melibatkan Pemerintah
Daerah dan Stakeholders diikuti dengan penyediaan fasilitas usaha, pendampingan
masyarakat dan strategi pemasaran hasil produksi.
3. Perlu ada program dari instansi terkait untuk melakukan penyuluhan dan pembinaan kepada
masyarakat. Masyarakat harus diberikan kesempatan yang luas untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan budidaya kepiting sehingga pengetahuan dan ketrampilan
mereka menjadi meningkat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pelaksanaan program IPTEKS ini terselanggara atas bantuan dana dari DP2M Dirjend
Dikti melalui Lembaga Penelitian dan pengabdian Pada Masyarakat Universitas Muhammdiyah
Purwokerto. Oleh karena itu kami tim pelaksana kegiatan IPTEKS mengucapkan banyak terima
kasih pada DP2M dan LPPM Universtas Muhammadiyah Purwokerto.
20
LAMPIRAN 1.
MAKALAH INI TELAH DISAMPAIKAN PADA ACARA KEGIATAN P ELATIHAN BUDIDAYA KEPITING MOLTING
DI Desa Jojok Kutawaru Pada hari Rabu, 13 Oktober 2010
BUDIDAYA KEPITING MOLTING Molting = proses pergantian cangkang pada hewan Crustacea : udang, kepiting, lobster, dll dan terjadi ketika ukuran daging udang bertambah besar sementara eksoskeleton tidak bertambah besar karena eksoskeleton bersifat kaku, sehingga untuk menyesuaikan hewan ini akan melepaskan eksoskeleton lama dan membentuk kembali dengan bantuan kalsium.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN Semakin baik pertumbuhannya semakin sering udang berganti cangkang. Faktor-faktor yang berpengaruh:
• faktor internal meliputi sifat genetik • kondisi fisiologis dan faktor eksternal
yakni berkaitan dengan lingkungan yang menjadi media pemeliharaan (komposisi kimia air, substrat dasar, temperatur air dan ketersediaan pakan).
PROSES MOLTING Secara umum, frekuensi pergantian Cangkang akan selalu beriringan dengan pertambahan umur, pada juvenile terjadi setiap 10 hari, sedangkan setelah dewasa terjadi 4-5 kali setahun, ketika sudah menjadi induk dan pernah memijah biasanya melakukan molting 1-2 kali setahun.
FAKTOR EKSTERNAL • Suhu sebesar 26-29 0C • Salinitas sebesar 16-18 ppt • Oksigen terlarut sebesar 3,51-4,89 ppm • pH sebesar 7,56 - 8,3 • Pergerakan kepiting
Darah untuk Produk Pangan Komposisi Darah albumin (4-5%), globulin (2-2.5%) dan fibrinogen (0,3-0,4%), garam anorganik (0,9%) dan senyawa organik terlarut lainnya (2,1%), 75% protein, 4% lemak dan memiliki profil asam amino yang baik. Alat dan bahan budidaya kepiting lunak: a. Alat - Tambak - Box kecil - Keranjang dan Keranjang
CARA BUDIDAYA • CARA BIASA�SOLITAIR • CARA MUTILASI� KELOMPOK
Cara biasa - Menyediakan kepiting - Memasukan kepiting ke dalam box - Mengikat box dan menaruhnya di atas bambu - Memberikan makan setiap hari Cara mutilasi. . . . - Menyediakan kepiting - Memotongi kaki-kaki kepiting - Memasukan ke dalam keranjang/box
21
- Penjepit (Tank) - Pelampung dan Bambu b. Bahan - kepiting - pakan
- Memberikan makan
Mengetahui Ketua Kelompok Nelayan Apong
Kasmin
22
Lampiran 3
Biodata Tim Pengusul
a. Ketua Penelit
Nama Lengkap : Dr. Tumisem, S.Pd., M.Si
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Kalimantan No. 109/61 Gunung Simping - Cilacap
NIK : 2160281
Pangkat/Golongan : Penata Muda Tingkat I/IIIB
Jabatan Fungsional : Asisten ahli
Jabatan Struktural : Kepala LPPM UMP
Fakultas/Jurusan : FKIP/Prodi Biologi
Riwayat Pendidikan:
a. SD Negeri 1 Gunung Simping Cilacap lulus tahun 1983
b. SMP Negeri 1 Cilacap lulus tahun 1986
c. SMA Kristen Cilacap lulus tahun 1989
d. Sarjana Pendidikan dari Universitas Sebelas Maret Surakarta lulus tahun 1995
e. Magister Sains dari Institut Teknologi Bandung lulus tahun 2000
f. Doktor Pendidikan IPA dari Universitas Pendidikan Indonesia lulus tahun 2007
Hasil Penelitian:
a. Pengamatan Segi-segi Ekologi Habitat Tiram Bakau (Crassostrea cucculata) di Hutan Mangrove Cilacap (Penelitian Perintis), Sumber dana: LPPM – UMP tahun 2002
b. Karakter Kokon Attacus atlas pada Tanaman Perindang Jalan di desa Mersi dan Arcawinangun (Penelitian Pemula), Sumber dana : LPPM UMP tahun 2002
c. Evaluasi Kadar Logam Berat pada Hasil Perikanan Tangkap Di Segara Anakan. Sumber dana: DIKTI tahun 2004
d. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik MSG Sebgai Pupuk Tanaman Caisiem.Penelitian Kompetitif. Sumber dana LPPM – UMP tahun 2003.
e. Analisis Pb pada Beberapa Ikan Konsumtif di Sungai Donan Cilacap, Sumber dana: LPPM UMP tahun 2004
f. Analisis Morfologi dan Kadar Logam pada Crustacea (Cara Mudah Mengenali Crustacea yang Terakumulasi Logam). Sumber dana DIKTI: tahun 2007
g. Pendidikan Lingkungan Di Luar Sekolah Dalam Konteks Ekosistem Mangrove (Studi Pada Kepramukaan Di SD Kabupaten Cilacap). Sumber dana: DIKTI: tahun 2007.
Hasil Pengabdian
a. Pelatihan Budidaya Jamur Tiram Putih di SMU II Purbalingga (Kerjasama LPPM dan SMU II Purbalingga), tahun 2003
b. Pengembangan Produk Olahan dari Sukun (Arthrocarpus communis) (Pengabdian Masyarakat), Sumber dana: LPPM UMP tahun 2003
23
c. Pembuatan Kripik Bonggol Pisang sebagai Upaya Pemanfaatan Limbah Bernilai Ekonomi, Sumber dana: LPPM UMP tahun 2004.
d. Intesifikasi dan Diversifikasi Potensi Masyarakat pada Dearah Wisata Baturraden Untuk Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Banyumas. Sumber dana: DIKTI tahun 2005.
e. Pengembangan Pertanian Padi Organik Melalui SRI di Daerah Penyangga Wisata Baturraden. Sumber dana: DIKTI tahun 2007
f. Pembuatan bakso dan nugget ikan rucah melalui kelompok wanita nelayan Kebonbaru-Cilacap sebagai upaya menambah pendapatan keluarga nelayan. Sumberdana: Dina Perikanan melalui P2KP, tahun 2008.
g. Pengembangan unit usaha dan diversivikasi produk olahan hasil perikanan pada nelayan tradisional dan buruh sebagai upaya mengurangi kemiskinan. Sumberdana; Dikti, tahun 2009.
Publikasi:
a. Jurnal Kajian Matematika Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajaran, Vol. 21 No. 2 Juli 2002 UMS: Pengaruh konsentrasi dan waktu penyemportan ZPT dekamon 22,43 L terhadap produksi Capsicum annum di lahan berpasir
b. Prosiding Pendidikan IPA UNILA-Lampung 2008, ISBN 978-979-15535-8-2: Integrasi pendididkan lingkungan dengan kegiatan pramuka untuk meningkatkan kemampuan berpikir kompleks siswa Sekolah Dasar
c. Jurnal Sains dan Pendidikan MIPA Vol. VIII No. 1 Maret 2007: program pendidikan di luar sekolah dalam konteks ekosistem mangrove (Studi kasus pada kegiatan kepramukaan di SD Kabupaten Cilacap)
d. Prosiding UAD tahun 2007 ISBN: 978-979-3812-09-0: Environmental education program based on mangrove ecosystem to support KTSP (case study on the scout movement).
e. Jurnal Pendidikan lingkungan hidup (Sukses I) Vol 1 No. 1 April 2007: Pramuka, pendidikan lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup
f. Prosiding UIN Jakarta, 2007 ISSN: 1978-4511. Meningkatkan pemahaman sains melalui pendekatan konstruktivisme berbasis lingkungan
g. Jurnal forum geografi UMS Vol 22 No. 2 Desember 2008: Degradasi Hutan bakau akibat pengambilan kayu bakar oleh industri kecil gula kelapa di Cilacap
Purwokerto, 15 Desember 2010
Dr. Tumisem, M.Si. NIK. 2160281
24
b. Anggota 1
Nama Lengkap : drh. Cahyono Purbomartono, M.Sc
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Raya Leduk No. 6 Purwokerto
NIP : 080118553
Pangkat/Golongan : Penata/IIId
Jabatan Fungsional : Lektor Kkepala
Jabatan Struktural : -
Fakultas/Jurusan : Fakultas Perikanan/Budidaya Perikanan
Hasil Pengabdian 1. Pemberian Imunostimulan Levamisol untuk meningkatkan sintasan udang windu,
Sumberdana: Universitas Muh. Purwokerto, Tahun 2002. 2. Penerapan penggunaan Imunostimulan untuk meningkatkan sintasan larva gurami,
Sumberdana: Universitas Muh. Purwokerto, Tahun 2002. 3. Pembuatan desain engineering instalasi pengelolaan air limbah (DE-IPAL) industri
tahu di kalikabong purbalingga, Sumberdana: Universitas Muh. Purwokerto, Tahun 2002
4. Pembuatan filter air untuk meningkatkan kualitas air budidaya ikan, Sumberdana: Universitas Muh. Purwokerto, Tahun 2004
5. Pemberian antibiotik dan antijamur untuk pencegahan penyakit pada ikan gurami, Sumberdana: Universitas Muh. Purwokerto, Tahun 2005.
6. Pemanfaatan limbah tahu sebagai pakan ikan dalam budidaya ika nilem di desa cikembulan kecamatan pekuncen kabupaten Banyumas, Sumberdana: Universitas Muh. Purwokerto, Tahun 2005
Hasil Penelitian:
1. Uji Aplikasi kombinasi immnostimulan dan vitamin A untuk meningkatkan respon immune udang windu. Sumberdana: DIKTI. Tahun 2000
2. Bakteri pathogen penyebab penyakit mulut merah pada ikan kerapu tikus. Sumberdana: LPPM UMP, tahun 2000
3. Pembuatan vaksin dan aplikasinya pada komoditas ikan kerapu lumpur. Sumberdana: LPPM UMP, tahun 2001.
4. Pola penyebaran sel mucus pada beberapa jaringan ikan sidat. Sumberdana: LPPM UMP, tahun 2002
5. Respin titer antibody pada kepiting bakau yang diberi vaksin vibrio. Sumberdana: LPPM UMP, 2005
Purwokerto, 15 Desember 2010
drh. Cahyono Purbomartono, M.Sc. NIP. 080118553
25
c. Anggota 2
Nama Lengkap : Juli Rochmijati, S.Si., M.Si.
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Raya Kaliputih No. 77 Purwokerto
NIP : 2160296
Pangkat/Golongan : Penata Muda Tingkat 1/IIIb
Jabatan Fungsional : Asisten ahli
Jabatan Struktural : Ketua Lab. Zoologi dan Biokimia
Fakultas/Jurusan : FKIP/Prodi. Biologi
Hasil Pengabdian
1. Upaya menydarkan masyarakat terhadap bahaya pencemaran yang tekandung dalam tubuh hasil perikanan dan pencegahannya. Sumberdana: UMP, tahun2007
2. Pembinaan budidaya ulat sutera liar, Sumberdana: UMP, tahun 2006
3. Pengembangan budidaya perikanan payau melalui system rotasi pembibitan, Sumberdana: UMP, tahun 2005
Purwokerto, 15 Desember 2010
Juli Rochmijati W, S.Si., M.Si. NIK. 2160296