Download - laporan bentang alam struktural
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
- Memahami bentang alam struktural dan ciri-cirinya
- Membuat deliniasi bentang alam struktural pada peta topografi
- Menginterpretasikan kenampakan bentang alam struktural pada peta topografi.
1.2 Tujuan
- Dapat menjelaskan bentang alam struktural dan ciri-cirinya
- Dapat membuat deliniasi bentang alam struktural pada peta topografi
- Dapat membuat interpretasi peta topografi,pola pengaliran,dan relief
pada bentang alam struktural
- Mampu menginterpretasikan kenampakan bentang alam struktural pada peta topografi.
1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
- Waktu : 15.00-16.30 WIB
- Hari/Tanggal : Jumat,12 April 2013
- Tempat Praktikum : Gedung Pertamina Sukowati 301 Teknik Geologi
Undip
1
BAB II
MORFOMETRI
Perhitungan morfometri dimaksudkan untuk menghitung %kelererengan dan
beda tinggi suatu daerah berdasarkan klasifikasi yang sudah ditetapkan.
Tabel 2.1 Klasifikasi Van Zuidam(1983)
2.1 Satuan Kontur Rapat
Rumus :
a. d1 =0,5cm x 25000 = 12500cm= 125 mb. d2 = 0,4 cm x 25000 = 10000cm= 100 mc. d3 = 0,3 cm x 25000 = 7500cm = 75 md. d4 = 0,4 cm x 25000 = 10000cm= 100 me. d5 = 0,5 cm x 25000 = 12500cm= 125 m
2
IK= 12000
×25000=12,5
h = n kontur x IK
h = 5 × 12,5 = 62,5
% Lereng=∆ hd
× 100 %
d1,2,3,4,5=jarak/panjang sayatan
pada peta
d (sebnarnya )= d1,2,3,4,5 x skala
Klasifikasi Relief Kelerengan Beda Tinggi
Datar 0-2 <5
Bergelombanglandai 3-7 5-50
Bergelombang miring 8-13 25-75
Berbukitbergelombang 14-20 50-200
Berbukitterjal 21-55 200-500
Pegunungansangatterjal 56-140 500-1000
Pegunungansangatcuram >140 >1000
% lereng 1= 62,5125 m
×100 %=50 %
% lereng 2= 62,5100 m
×100 %=62,5 %
% lereng 3= 62,575 m
×100 %=83,8 %
% lereng 4= 62,5100 m
×100 %=62,5 %
% lereng 5= 62,5125 m
×100 %=50 %
Rata rata %lereng
50+62,5+83,3+62,5+50=308,3
5 = 61,6%
-Klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal(van zuidam,1983)
Beda tinggi 540-250 = 290m
- Daerah Berbukit terjal(van zuidam,1983)
Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi diatas daerah ini termasuk dalam
klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal sampa berbukit terjal(van
zuidam ,1983)
2.2 Satuan Kontur Renggang
Rumus :
a. d1 =2,5cm x 25000 = 62500cm= 625 mb. d2 =3 cm x 25000 = 10000cm= 750 mc. d3 = 2 cm x 25000 = 7500cm = 500 m
3
% Lereng=∆ hd
× 100 %
d1,2,3,4,5=jarak/panjang sayatan
pada peta
d (sebnarnya )= d1,2,3,4,5 x skala
h = n kontur x IK
h = 5 × 12,5 = 62,5
IK= 12000
×25000=12,5
d. d4 = 2,7 cm x 25000 = 10000cm= 675 me. d5 =2,1 cm x 25000 = 12500cm= 525 m
% lereng 1= 62,5625 m
×100 %=10 %
% lereng 2= 62,5750 m
×100 %=8,3 %
% lereng 3= 62,5500 m
×100 %=12,5%
% lereng 4= 62,5675 m
×100 %=9,25 %
% lereng 5= 62,5525 m
×100 %=11,9 %
Rata rata %lereng
10+8,3+12,5+9,2+11,9=51,9
5 = 10,38%
-Klasifikasi daerah bergelombang miring(van zuidam,1983)
Beda tinggi 230- 135 = 95 m
-Klasifikasi daerah berbukit terjal (van zuidam,1983)
Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi daerah ini (satuan daerah berkontur
renggang) termasuk dalam klasifikasi daerah berbukit bergelombang sampai
bergelombang miring(van zuidam ,1983)
2.3 Satuan Daerah Fluvial
Rumus :
a. d1 =0,6 cm x 25000 = 15000 cm= 150 m
4
IK= 12000
×25000=12,5h = n kontur x IK
h = 1 × 12,5 = 12,5
% Lereng=∆ hd
× 100 %d1,2,3,4,5=jarak/panjang sayatan pada
peta
d (sebnarnya )= d1,2,3,4,5 x skala
b. d2 = 0,4 cm x 25000 = 10000 cm= 100 mc. d3 = 0,3 cm x 25000 = 7500 cm = 75 md. d4 = 0,4 cm x 25000 = 10000 cm= 100 me. d5 = 0,5 cm x 25000 = 12500 cm= 125 m
% lereng 1= 12,5150 m
×100 %=8,3 %
% lereng 2= 12,5100 m
×100 %=12,5 %
% lereng 3= 12,575 m
×100 %=16,7 %
% lereng 4= 12,5100 m
×100 %=12,5 %
% lereng 5= 12,5125 m
×100 %=10 %
Rata rata %lereng 8,3+12,5+16,7+12,5+10=605
m= 12 %
-Klasifikasi daerah bergelombang miring(van zuidam,1983)
Beda tinggi 939-746= 193m
-Klasifikasi berbukit bergelombang (van zuidam,1983)
Jadi berdasarkan %lereng dan beda tinggi diatas daerah ini termasuk
dalam klasifikasi daerah bergelombang miring (van zuidam ,1983)
2.4 Strike /Dip
1.daerah Gunung Lawang strike 220° barat daya
2. Daerah Gunung Tjebing strike 240° barat daya
3. Daerah Gunung Keruk Strike 77° timur
4. Daerah Gunung Malano strike 78° timur
5. Daerah Nglorok strike 51° timur laut
5
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendahuluan Bentang Alam Struktural
Bentang alam struktural adalah bentang alam yang pembentukannya
dikontrol oleh struktur geologi daerah yang bersangkutan. Struktur geologi
yang paling berpengaruh terhadap pembentukan morfologi adalah struktur
geologi sekunder,yaitu struktur yang terbentuk setelah batuan itu ada.
Beberapa kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam
penafsiran bentang alam struktural adalah :
a. Pola pengaliran. Variasi pola pengaliran biasanya dipengaruhi oleh variasi
struktur geologi dan litologi pada daerah tersebut.
b. Kelurusan-kelurusan (lineament) dari punggungan (ridge), puncak bukit,
lembah, lereng dan lain-lain.
c. Bentuk-bentuk bukit, lembah dll.
d. Perubahan aliran sungai, misalnya secara tiba-tiba, kemungkinan dikontrol
oleh struktur kekar, sesar atau lipatan.
Pada praktikum kali ini praktikan menggunakan peta topografi Daerah
Istimewa Yogyakarta kabupaten Gunung kidul kecamatan wonosari. Pada
praktikum kali ini,praktikan wajib memiliki 3 kertas kalkir tang ditempelkan
pada peta sisi topografi sedemikian hingga tidak saling bertabrakan saat kita
ingin membuka kertas kalkir tersebut satu dengan lainnnya. Kertas kalkir 1
digunakan pertama untuk membuat aliran sungai besar(bentang alam fluvial)
lalu delinesi warna kontur rapat dengan ungu tua dan satuan delineasi kontur
renggang dengan warna ungu muda kemudian profil exsagrasi yang
mencakup delineasi satuan kontur rapat ,renggang ,dan fluvial. Aliran sungai
besar dibuat terlebih dahulu agar warna yang terbentuk tidak tertutup oleh
warna satuan delineasi kontur rapat dan renggang.
Dalam interpretasi peta topografi ini,praktikan melakukan prosedur
umum yang dilakukan adalah:
1. Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament /kelurusan;
6
2. Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang
mengalir pada peta;
3. Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.
Pada poin 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat
juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala,
setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam
peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan
garis-garis pendek ini.
Pada poin 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam
satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran
sungai merupakan pencerminankeadaan struktur yang mempengaruhi daerah
tersebut.
Pada poin 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara
kualitatif yaitu denga melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau
secara kuantitatif dengan menghitun persen lereng dari seluruh peta. Persen
lereng adalah persentase perbandingan antara bedatinggi suatu lereng
terhadap panjang lerengnya itu sendiri.
Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu
diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
a. Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang
menunjukan batuan lunak atau lepas.
b. Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya,
menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
c. Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya
batuan keras.
d. Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu
berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai
adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada
pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-
sungai itu sendiri).
7
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting
adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya
kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba baik pada pola bukit maupun arah
aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
3.2 Satuan Kontur Rapat
Untuk satuan delineasi kontur rapat yang dibuat pertama kali adalh
membatasi daerah mana saja yang termasuk daerah strtural rapat dengan
mewarnai satuan tersebut dengan pensil warna ungu tua pada kertas kalkir 1.
Selanjutnya buat profik eksagrasi yang melewati 3 satuan delineasi tadi.
Kemudai abuat piola aliran dan pola aliran pada kertasa kalkir 2, warna biru tua
untuk sungai besar dan biru muda untuk sungai keci dan merah untuk pola jalan.
Setelah di warnai maka tampaklah unsure khas dari suatu struktur pada peta
topografi untuk memperkuat data dibuatlah perhitungan morfometri berupa 5
sayatan yang melewati 5 garis konturdan dihitung berdasarkan klasifikasi van
zuidam. Kemudian tentukan daerah pelurusan yang mengndikasikan adanya
struktur lalu buat perhitungan strike /dip pada sebanyak 5 kali di tempat yang
random atau acak.
Pada pembuatan morfometri, praktikan membuat sayatan berjumlah 5
sayatan pada peta topografi(kalkir 1) untuk bentang alam struktural rapat yang
panjang sayatannya melewati 5 garis kontur dan kemudian data dihitung
menggunakan rumus %lereng. Berdasarkan perhitungan morfometri satuan
delineasi kontur rapat memiliki %lereng sebesar 61,6% dan termasuk ke dalam
klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal (van zuidam, 1983). Sedangkan
untuk beda tinggi daerah di dapat hasil sebesar 290 m yang menurut van
zuidam( 1983) termasuk klasifikasi daerah berbukit terjal.Berdasarkan
perhitungan morfometri,dapat disimpulkan bahwa satuan delineasi daerah
berkontur rapat termasuk kedalam klasifikasi daerah pegunungan sangat terjal
sampai daerah berbukit terjal(van zuidam ,1983)
Berdasarkan hasil morfometri,daerah berkontur rapat tergolong daerah
berbukit terjal (%lereng) dan berbukit gelombang (beda tinggi),. Kelas lereng
8
ini mengindikasikan bahwa didaerah tersebut banyak terjadi gerakan tanah dan
erosi. Hal ini berakibat pada sering terjadinya longsoran.Pada bentang alam ini
memiliki proses geomorfik erosi, transportasi dan pelapukan.
Pada satuan kontur rapat peta topgrafi DIY kabupaten gunung
kidul,kecamatan Wonosari ini terdapat beberapa indikasi struktur yakni lipatan
antiklin,dan struktur patahan berupa sesar serta bentukan HogBack.
Indikasi adanya lipatan antiklin ditandai dengan adanya foreslope(antidip)
yang saling berhadapan pada daerah pelurusan Gunung Lawang sampai Gunung
Djebing. Arah strike di sekitar daerah lipatan(daerah Gunung Lawang sampai
Gunung Djebing) yakni 220°-240° barat daya
Pada daerah ini juga dijumpai daerah HogBack yakni di daerah Gunung
Keruk yang arah strike nya 77°-78°ke arah timur. Hal ini dibuktikan dengan
adanya suatu bentuk morfologi perbukitan dimana pada salah satu lereng
bukitnya landai (kerapatan kontur jarang) dan dibagian sisi lereng lainnya terjal,
maka ditafsirkan kemiringan (arah “dip”) lapisan tersebut ke arah bermorfologi
lereng yang landai, morfologi yang demikian dikenal sebagai Hog back.
Untuk indikasi adanya sesar dicirikan dengan kontur yang rapat di daerah
Gunung Lawang tiba tiba renggang didaerah Ragerwukun kemudian rapat lagi
pada daerah Gunung Keruk.Adanya perbedaan kerapatan kontur yang mencolok
ini dapat ditafsirkan bahwa pada batas-batas perbedaan kontur tadi merupakan
akibat pensesaran dan umumnya fenomena ini diakibatkan oleh sesar normal.
Perlu pula diperhatikan fenomena tersebut dapat saja terjadi akibat perubahan
sifat fisik batuan.
Dilihat dari pola alirannya ,stadia sungai yang terbentuk pada daerah ini
adalah stadia muda yang menembus zona lemah pada daerah berkontur rapat
dengan erosi vertical yang dibuktikan dengan tidak adanya cabang sungai dan
belum terdapat meander. Pola jalan yang terbentuk pada daerah berkontur rapat
kebanyakan sejajar dengan kontur yang ada.Ada beberapa kenampakan yang
khas dari satuan delineasi kontur rapat yakni terdapat pola aliran sungai yang
tiba tiba berbelok di daerah Gunung Gebang dan daerah Glompong. Hal ini
kemungkinan diakibatkan oleh 2 faktor yakni tingkat resistensi batuan yang
9
kompak dan keras atau adanya struktur yang bekerja pada daerah tersebut
sehingga sungai menjadi berbelok mengikuti pengaruh dari struktur tersebut.
Berdasarkan data strike /dip yang didapat pada perhitungan morfometri besar
sudut strike pada daerah sungai yang berbelok tadi mengikuti gaya struktur
pensesaran sebesar 77°-78° kearah barat daya.
3.3 Satuan Kontur Renggang
Untuk satuan delineasi kontur renggang yang dibuat pertama kali
adalah membatasi daerah mana saja yang termasuk daerah strtural renggang
dengan mewarnai satuan tersebut dengan pensil warna ungu muda pada
kertas kalkir 1. Selanjutnya buat profil eksagrasi yang melewati 3 satuan
delineasi(rapat.renggang,fluvial) tadi. Kemudian buat pola aliran dan pola
jalan pada kertasa kalkir 2, warna biru tua untuk sungai besar dan biru muda
untuk sungai keci dan merah untuk pola jalan. Setelah di warnai maka
tampaklah unsure khas dari suatu struktur pada peta topografi untuk
memperkuat data dibuatlah perhitungan morfometri berupa 5 sayatan yang
melewati 5 garis konturdan dihitung berdasarkan klasifikasi van zuidam.
Pada daerah satuan delineasi renggang pengaruh gaya tektonik(struktur)
sudah mulai berkurang. Praktikan hanya menemukan satu struktur yang
masih diragukan kebenaranya yakni di daerah Nglorok ,disana terdapat
pelurusan namun tidak telalu signifkan,arah strike nya 51° timur laut.
Berdasarkan perhitungan morfometri satuan delineasi berkontur
renggang memiliki %lereng sebesar 10,38% dan termasuk ke dalam
klasifikasi daerah bergelombang miring (van zuidam, 1983). Sedangkan
untuk beda tinggi daerah, di dapat hasil sebesar 95 m yang menurut van
zuidam( 1983) termasuk daerah berbukit bergelombang. Berdasarkan
perhitungan morfometri,dapat disimpulkan bahwa satuan delineasi bentang
alam struktural renggang termasuk kedalam klasifikasi daerah berbukit
bergelombang sampai bergelombang miring
Pola aliran yang terbentuk berupa pola aliran dendritik yang
diakibatkan oleh litologi batuan yang mulai seragam. stadia sungai yakni
10
stadia dewasa dicirikan dengan kemiringan dasar sungai yang lebih kecil,
erosi dan deposisi relaif kecil dari material sedimen yang dibawa, erosi
lateral efektif, penampang melintang sungai berbentuk seperti huruf “U”,
mulai membentuk meander (kelokan sungai), cabang-cabang sungai sudah
mulai banyak, dan dataran banjir sudah mulai meluas .
Aktivitas manusia mulai berkembang dibuktikan dengan padatnya
pola jalan .
Apabila suatu daerah bermorfologi pedataran, maka batuan
penyusunnya dapat berupa aluvium atau sedimen lainnya yang mempunyai
kemiringan bidang lapisan relatif horizontal. Kondisi ini umumnya
menunjukan bahwa umur batuan masih muda dan relatif belum mengalami
derformasi akibat tektonik (lipatan dan sesar belum berkembang).
3.4 Satuan Daerah Fluvial
Untuk bentang alam fluvial satuan delineasi diberi warna hijau(pada
kakir 1) di sepanjang alur pola aliran air Kali Ojo dan percabangannya.
Namun dalam pengarsiran warna alur sungai di buat agak lebar dari
ukuran sungai yang sebenarnya(pada peta) untuk mengidentifikasi adanya
dataran banjir ,endapan hasil transportasi di pingiran sungai,chanel
bar ,point bar dan lain lain.
Dari hasil gambar pada kertas kalkir dapat kita lihat bahwa stadia pola
aliran yang terbentuk adaah stadia sungai muda pada daerah satuan kontur
rapat dan semakin rendah konturnya semakin menuju stadia dewasa.
Naming secara keseluruhan stadia yang terbentuk adalah stadia dewasa
terutama pada daerah daerah yang mempunyai ketinggian kontur hampir
rata sehingga proses erosi yng dominan adalah erosi lateral yang
mengakibatkan timbunya dataran banjir ,chanel bar,poin bar dan meander.
Pola pengaliran yang terbentuk secara keseluruhan adalah pola aliran
dendritik. Hal ini dapat kita interpretasikan akibat litologi batuan yang
dilalui oleh pola aliran cukup seragamtingkat resistnsinya dan tidak terlalu
kompleks sehingga fluida mampu mengalir ke segala arah seperti cabang
11
pohon. Kondisi geologi daerah ini termasuk ke dalam daerah yang rawan
mengalami longsoran akibat arus fluida pada saat musim hujan ataupun
banjir yang membawa material ke daratan.Berdasarkan kaitannya dengan
jenis pola pengalirannya Litologi yang dominan adalah batuan sedimen
hasil transportasi yang umumnya memiliki .
Pada pembuatan morfometri, praktikan membuat sayatan berjumlah
5 sayatan pada peta topografi(kalkir 1) untuk bentang alam fluvial yang
panjang sayatannya diambil dari titik terluar badan sungai dengan garis
kontur terdekat dan dihitung menggunakan rumus %lereng dengan n
kontur sebesar 1. Berdasarkan perhitungan morfometri satua delineasi
fluvial memiliki %lereng sebesar 12% dan termasuk ke dalam klasifikasi
daerah bergelombang miring (van zuidam, 1983).
Bentang alam fluvial tergolong daerah bergelombang miring hal ini
mengindikasikan bahwa didaerah ini, gerakan tanah terjadi namun dalam
kecepatan yang rendah.Pada bentang alam ini memiliki proses geomorfik
yang terjadi adalah erosi, transportasi dan pelapukan, namun yang paling
dominan adalah proses erosi dan transportasi serta pengendapan material
di sepanjang dataran banjir.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- Kenampakan pada peta topografi yang dapat digunakan dalam penafsiran
suatu struktur adalah Pola pengaliran,Kelurusan(punggungan,puncak
bukit,lereng dll) dan perubahan aliran sunga secara tiba tiba
- Terdapat beberapa indikasi struktur pada satuan daerah berkontur rapat yakni
lipatan antiklin,dan struktur patahan berupa sesar serta bentukan HogBack.
- Morfometri satuan delineasi kontur rapat termasuk daerah pegunungan
sangat terjal sampai berbukit terjal.
- Satuan daerah berkontur renggang memiliki ciri stadia sungai dewasa
bermeander,dataran banjir ,berpola dendritik dengan litologi
seragam,banyak terdapat aktivitas manusia berupa pola jalan
- Satuan daerah fluvial tergolong daerah bergelombang miring dengan pola
aliran sungai dendritik berstadia dewasa proses geomorfik dominan yang
terjadi adalah erosi dan transportasi lateral
4.2 Saran
- Lahan di satuan daerah kontur rapat sebaiknya jangan dibangun perumahan atau
jalan karena rawan lonsor dan slope yang ekstrem dan terjadi kontrol struktural
yang menyebabkan rawan pergerakan tanah
- Satuan daerah berkontur renggang baik untuk pembangunan jalan dan sarana
irigasi karean kontrol struktur sudah mulai berkurang
- Sungai di daerah satuan kontur renggang baik digunakan sebagai saluran irigasi
dan keperluan air penduduk
13
DAFTAR PUSTAKA
Asisten Geomorfologi 2011. 2011. Panduan Praktikum Geomorfologi dan Geoogi
Foto. Semarang : Program Studi Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro.
Noor,djauhari.2010.Penafsiran Peta Topografi.Bogor: Universitas pakuan
http://www.geoenviron.blogspot.com.htmlpeta topografi (Diakses pada tanggal
17 April 2013 pukul 12.08 WIB)
14
LAMPIRAN
15