Download - Laporan Kasus (Caesario Fajar)
STATUS PASIEN
I. IDENTIFIKASI
Nama : Tn. Rusnandi
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang Baso
Pendidikan : SMA
Suku : Sunda
Bangsa : Indonesia
Alamat : Sukaharja
Kunjungan pertama ke RSUD Banjar tanggal 23 Maret 2015,pukul 10:05WIB
II. ANAMNESIS (Autoanamnesis, 23 Maret 2015 pukul 10.005 WIB)
Keluhan Utama:
Gatal – gatal pada bagian pipi sejak 2 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan:
Nyeri ketika di garuk
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pada 1 bulan yang lalu, awal mulanya timbul bintil - bintil merah timbul di
tepi pipi. Bintil – bintil meluas ke daerah pipi, dagu, hingga ke bagian dahi.
1 Bulan yang lalu juga Os memakai produk sabun muka dari iklan di televis,
dan pada akhirnya tidak menunjukan perbaikan. Setelah 3 minggu kemudian
pasien mencoba memakai sabun muka untuk bayi dan hasilnya juga tidak
menunjukan perbaikan, justru bintil bintil merah makin meluas dan makin
gatal. Pasien juga menyatakan factor stress juga mempengaruhi timbulnya
bintil bintil di wajahnya.
1
Riwayat Penyakit Dahulu:
Setahun yang lalu mengalami Keluhan yang sama di daerah pipi
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga:
Os menyangkal di keluarganya megalami keluhan yang sama
Riwayat Higiene :
- Pasien tinggal di perumahan dengan sanitasi baik.
- Pasien mencuci muka 2x sehari.
Riwayat Alergi :
- Toge dan makanan jenis Kacang- kacangan
III.PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,2 °C
Pernapasan : 18 x/menit
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 65 kg
Status Generalikus
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva palpebra tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung : Normonasal, Sekret tidak ada, darah tidak ada
Telinga : Normotia, Sekret tidak ada, darah tidak ada
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening pada
supraklavikula, infraklavikula, aksilla dan inguinal dan
tidak ada nyeri pada penekanan.
2
Thoraks : Bentuk dada simetris, sela iga tidak melebar, retraksi
dinding dada tidak ada.
Paru-paru : vesikuler (+) normal, ronchi tidak ada, wheezing tidak
ada.
Jantung : HR=88x/menit, murmur tidak ada, gallop tidak ada.
Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan tidak ada, hepar dan lien tak
teraba, bising usus dalam batas normal.
Ekstremitas atas : eutoni, eutrofi, gerakan ke segala arah, kekuatan +5, nyeri
sendi tidak ada, pitting edema tidak ada, refleks fisiologis
normal, turgor normal.
Ekstremitas bawah: eutoni, eutrofi, gerakan ke segala arah, kekuatan +5, nyeri
sendi tidak ada, pitting edema tidak ada, varises tidak ada,
refleks fisiologis normal, turgor normal.
Status Dermatologikus :
Distribusi : Regioner
A/R : Frontalis
Lesi : Multiple, diskret, berbatas tegas, ireguler, polimorfik,
ukuran ukuran miliar sampai lenticular, menimbul dari permukaan, diameter
terkecil 1 cm dan diameter terbesar 3 cm
Efloresensi : Papulopustul, eritema, multipel, diskret, sebagian tampak
erosi.Komedo white head dan black head ditemukan.
Gambar 1. Regio frontal ditemukan papul, pustul, eritem, multipel, diskret,
ditemukan komedo white head dan black head.
3
Gambar 2. Regio zigomatika sinistra
Gambar 3. Regio zigomatika dextra
Gambar 2 dan 3 tampak papul dan pustul yang eritem, multipel, diskret,
miliar sampai lentikuler, dan ditemukan komedo white head dan black head.
IV. RESUME
Seorang Laki – laki datang ke RSUD banjar dengan keluhan gatal di bagian
pipi sejak 2 minggu yang lalu, Rasa perih di rasakan ketika Os
menggaruknnya.
Sebelumnya hanya timbul di tepi bawah pipi lalu menjalar ke bagian pipi
sampai ke bagian dahi setelah pemakaian sabun pencuci muka untuk bayi.
4
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal.
Pada status dermatologikus :
Distribusi : Regioner
A/R : Frontalis, zygomaticus dextra dan sinistra, bucal dextra
dan sinistra , trigonim sub mandibular, temporalis dextra
dan sinistra.
Lesi : Multiple, diskret, berbatas tegas, ireguler, polimo rfik,
ukuran miliar sampai lenticular, menimbul dari permukaan, diameter terbesar
1 cm dan diameter terkecil 0,1 mm
Efloresensi : Papulopustul, eritema, nodul hiperpigmentosa, sebagian
tampak erosi. Komedo white head dan black head ditemukan.terdapat Jaringan
parut hipertrofik.
V. DIAGNOSIS BANDING
- Akne vulgaris
- Akne venenata
- Erupsi akne formis
VI. DIAGNOSIS KERJA
Akne vulgaris
VII. PENGOBATAN
Umum:
1. Menjaga kebersihan kulit
2. Diet rendah kemak dan karbohidrat
Khusus:
Topikal:
Asam azeleat 20% cream 2x sehari, klindamisin krim 1% 2x sehari
dioleskan pada wajah yang berjerawat
5
Sistemik:
- Doksisiklin tab 100 mg 2x sehari
- Vitamin A 100.000 uI / Hari
- Dexametason 0,25-0,5 mg/ Hari
-
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : dubia
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne
vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.1
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan
85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana
didapatkan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada
kedua jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia
25 tahun.2
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab
yang pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang
diduga dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen,
pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar
sebasea, faktor psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium
aknes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne
yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan
peradangan (inflamasi).2,3
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi
untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan
berdasarkan tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik) dan atau beratnya
penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit dapat digambarkan
sebagai inflamasi dan non-inflamasi.4
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris
antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.2,8
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik,
dan diet. Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan
7
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen.2,5,6
II. EPIDEMIOLOGI
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh
Bloch. Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih
banyak pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar
13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu
tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut
studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11
tahun pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.5
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan
85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi
dengan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua
jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25
tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset
dan resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis
sampai usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul
inflamasi sampai usia dewasa akhir.7
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi
oleh karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut
pada periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada
pubertas, dengan komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat
muda. Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai
akhir remaja, setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita
dapat terus berlanjut sampai lebih dari dekade ketiga.2
III. ETIOPATOGENESIS
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab
yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor
yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen,
pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar
8
sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes),
kosmetika, dan bahan kimia lainnya.3
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya akne. Pada
akne terjadi peningkatan sebum. Sebum yang meningkat tidak hanya
terjadi pada akne, tetapi dapat juga pada penyakit parkinson dan
akromegali.3
2. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne
adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan
Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting
yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal
pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam
lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.3
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas
kelenjar palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai
parut bekas akne, kemungkinan besar anaknya akan menderita akne.3
4. Hormon
Hormon androgen berasal dari testis, ovarium, dan kelenjar
adrenal. Hormon ini menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan
produksi sebum meningkat pada remaja laki-laki dan perempuan.1
Hormon androgen merupakan stimulus utama pada sekresi
sebum oleh kelenjar sebasea. Pada penderita akne, kelenjar sebasea
berespon sangat cepat pada peningkatan kadar hormon ini di atas
normal. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas 5α-
reductase yang lebih tinggi pada kelenjar sebasea dibanding kelenjar lain
dalam tubuh.3
9
5. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan.1
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne
bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh
paparan cahaya matahari langsung.1
7. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan
kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi
oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.1
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak
faktor dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum,
adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).2
1. Peningkatan sekresi sebum
Faktor pertama yang berperan dalam patogenesis akne ialah
peningkatan produksi sebum oleh glandula sebacea. Pasien dengan akne
akan memproduksi lebih banyak sebum dibanding yang tidak terkena akne
meskipun kualitas sebum pada kedua kelompok tersebut adalah sama.
Salah satu komponen dari sebum yaitu trigliserida mungkin berperan
dalam patogenesis akne. Trigliserida dipecah menjadi asam lemak bebas
oleh P.aknes, flora normal yang terdapat pada unit pilosebacea. Asam
lemak bebas ini kemudian menyebabkan kolonisasi P.aknes, mendorong
terjadinya inflamasi dan dapat menjadi komedogenik.1,2
Hormon androgen juga mempengaruhi produksi sebum. Serupa
dengan aktifitasnya pada keratinosit infundibuler follikular, hormon
androgen berikatan dan mempengaruhi aktifitas sebosit. Orang-orang
dengan akne memiliki kadar serum androgen yang lebih tinggi dibanding
dengan orang yang tidak terkena akne. 5α-reduktase, enzim yang
bertanggung jawab untuk mengubah testosteron menjadi DHT poten
10
memiliki aktifitas yang meningkat pada bagian tubuh yang menjadi
predileksi timbulnya akne yaitu pada wajah, dada, dan punggung.1,2
Peranan estrogen dalam produksi sebum belum diketahui secara
pasti. Dosis estrogen yang diperlukan untuk menurunkan produksi sebum
jauh lebih besar jika dibandingkan dengan dosis yang diperlukan untuk
menghambat ovulasi. Mekanisme dimana estrogen mungkin berperan ialah
dengan secara langsung melawan efek androgen dalam glandula sebacea,
menghambat produksi androgen dalam jaringan gonad melalui umpan
balik negatif pelepasan hormon gonadotropin, dan meregulasi gen yang
yang menekan pertumbuhan glandula sebacea atau produksi lipid.2
P
a b c d
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c)
Inflamasi papul (pustul) d) Nodul
(Diambil dari kepustakaan 2 )
2. Keratinisasi folikel
Hiperproliferasi epidermis follikular menyebabkan pembentukan
lesi primer akne yaitu mikrokomedo. Epitel folikel rambut paling atas,
yaitu infundibulum menjadi hiperkeratosis dengan meningkatnya kohesi
dari keratinosit. Kelebihan sel dan kekuatan kohesinya menyebabkan
pembentukan plug pada ostium follikular. Plug ini kemudian
menyebabkan konsentrasi keratin, sebum, dan bakteri terakumulasi di
dalam folikel. Hal tersebut kemudian menyebabkan pelebaran folikel
11
rambut bagian atas, yang kemudian membentuk mikrokomedo. Stimulus
terhadap proliferasi keratinosit dan peningkatan daya adhesi masih belum
diketahui. Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menyebabkan
hiperproliferasi keratinosit yaitu stimulasi androgen, penurunan asam
linoleat, dan peningkatan aktifitas interleukin (IL)-1α.2
Hormon androgen dapat berperan dalam keratinosit follikular
untuk menyebabkan hiperproliferasi. Dihidrotestosteron (DHT)
merupakan androgen yang poten yang memegang peranan terhadap
timbulnya akne. 17β-hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase
merupakan enzim yang berperan untuk mengubah dehidroepiandrosteron
(DHEAS) menjadi DHT. Jika dibandingkan dengan keratinosit epidermal,
keratinosit follikular menunjukkan peningkatan aktifitas 17β-
hidroksisteroid dehidrogenase dan 5α-reduktase yang pada akhirnya
meningkatkan produksi DHT. DHT dapat menstimulasi proliferasi
keratinosit follikular. Hal lain yang mendukung peranan androgen dalam
patogenesis akne ialah bahwa pada orang dengan insensitivitas androgen
komplet tidak terkena akne.1,2
Proliferasi keratinosit follikular juga diatur dengan adanya asam
linoleic. Asam linoleic merupakan asam lemak esensial pada kulit yang
akan menurun pada orang-orang yang terkena akne. Kuantitas asam linolic
akan kembali normal setelah penanganan dengan isotretinoin. Kadar asam
linoleic yang tidak normal dapat menyebabkan hiperproliferasi keratinosit
follikular dan memproduksi sitokin proinflamasi. Terdapat asumsi bahwa
asam linoleic diproduksi dengan kuantitas yang tetap tetapi akan
mengalami dilusi seiring dengan meningkatnya produksi sebum.2
IL-1 juga memiliki peranan dalam hiperproliferasi keratinosit.
Keratinosit follikular pada manusia menunjukkan adanya hiperproliferasi
dan pembentukan mikrokomedoe ketika diberika IL-1. Antagonis reseptor
IL-1 dapat menghambat pembentukan mikrokome.2
12
3. Bakteri
Faktor ketiga yakni bakteri. Propionibacterium aknes juga
memiliki peranan aktif dalam proses inflamasi yang terjadi. P.aknes
merupakan bakteri gram-positif, anaerobik, dan mikroaerobik yang
terdapat pada folikel sebacea. Remaja dengan akne memiliki konsentrasi
P.aknes yang lebih tinggi dibanding orang yang normal. Bagaimanapun
tidak terdapat korelasi antara jumlah P.aknes yang terdapat pada glandula
sebacea dan beratnya penyakit yang diderita.2
Dinding sel P.aknes mengandung antigen yang karbohidrat yang
menstimulasi perkembangan antibodi. Pasien dengna akne yang paling
berat memiliki titer antibodi yang paling tinggi pula. Antibodi
propionibacterium meningkatkan respon inflamasi dengan mengaktifkan
komplemen, yang pada akhirnya mengawali kaskade proses pro-inflamasi.
P.aknes juga memfalisitasi inflamasi dengan merangsang reaksi
hipersensitifitas tipe lambat dengna memproduksi lipase, protease,
hyaluronidase, dan faktor kemotaktik. Disamping itu, P.aknes tampak
menstimulasi regulasi sitokin dengan berikatan dengan Toll-like receptor 2
pada monosit dan sel polimorfonuklear yang mengelilingi folikel sebacea.
Setelah berikatan dengan Toll-like receptor 2, sitokin proinflamasi seperti
IL-1, IL-8, IL-12, dan TNF-α dilepaskan.2
4. Inflamasi
Pada awalnya telah diduga bahwa inflamasi mengikuti proses
pembentukan komedo, namun terdapat bukti baru bahwa inflamasi dermal
sesungguhnya mendahului pembentukan komedo. Biopsi yang diambil
pada kulit yang tidak memiliki komedo dan cenderung menjadi akne
menunjukkan peningkatan inflamasi dermal dibandingkan dengan kulit
normal. Biopsi kulit dari komedo yang baru terbentuk menunjukkan
aktifitas inflamasi yang jauh lebih hebat.1,2
Mikrokomedo akan meluas menjadi keratin, sebum, dan bakteri
yang lebih terkonsentrasi. Walaupun perluasan ini akan menyebabkan
distensi yang mengakibatkan ruptur dinding follikular. Ekstrusi dari
keratin, sebum, dan bakteri ke dalam dermis mengakibatkan respon
13
inflamasi yang cepat. Tipe sel yang dominan pada 24 jam pertama ruptur
komedo adalah limfosit. CD4+ limfosit ditemukan di sekitar unit
pilosebacea dimana sel CD8+ ditemukan pada daerah perivaskuler. Satu
sampai dua hari setelah ruptur komedo, neutrofil menjadi sel yang
predominan yang mengelilingi mikorkomedo.2
Keempat elemen dari patogenesis akne yaitu hiperprofliferasi
keratinosit follikular, seboroik, inflamasi, dan P.aknes merupakan langkah-
langkah yang saling berkaitan dalam pembentukan akne.1,2
IV. GEJALA KLINIS
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai
papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang
melebar berisi keratin hitam ( komedo terbuka ). Komedo tertutup biasanya
berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan
pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat
mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan
disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema.
Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung
membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan
apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.7,8,9
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula
kemerahan sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada
pasien dengan warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan
terlihat dan bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki
penampakan yang heterogen. Morofologi yang dibentuk termasuk skar yang
dalam, narrow ice-pick yang terlihat kebanyakan pada dahi dan pipi, lesi
canyon-type atrophic pada wajah, skar papular putih kekuningan pada badan
dan dagu, skar tipe anetoderma pada badan, serta skar hipertrofik dan
keloidal yang meninggi pada badan dan leher.7
14
Predileksi akne umunya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan
lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan
sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan
komedo yang besar pada concha, kista pada lobus, dan kadang-kadang
komedo dan kista pre dan retro-aurikuler. Pada leher khususnya pada daerah
nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.7
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali
merupakan tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika
akne muncul pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo
yang utamanya muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi
ringan dalam ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang
terjadi. Bagaiman pun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia
pertengahan remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat
terjadi yang dapat menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung
memiliki kompleks yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang
lebih berat dibanding perempuan usia muda. Perempuan dapat mengalami
perjalanan penyakit yang berat dari lesi papulopustular seminggu sebelum
mensturasi. Akne juga dapat muncul pada perempuan usia 20-35 tahun yang
belum mendapatkan akne pada saat remaja. Akne ini kebanyakan
bermanifestasi sebagai papul, pustul, dan nodul dalam persisten yang nyeri
pada daerah dagu dan leher bagian atas.7
V. KLASIFIKASI
Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan terstandarisasi
untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya diklasifikasikan
berdasarkan tipe ( komedoal/papular, pustular/noduokisitk) dan/atau
beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/ berat). Lesi kulit dapat
digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.4
1. Klasifikasi sederhana
Akne ringan ( Mild akne ) : Komedo merupakan lesi utama. Papul
dan pusutl mungkin ada tetapi memiliki ukuran yang kecil serta jumlah
yang sedikit ( umumnya < 10 ).4
15
Akne sedang (Moderate akne ): Jumlah papul dan pustul yang
cukup banyak (10-40). Jumlah komedo yang cukup banyak (10-40) juga
ada. Kadang-kadang disertai penyakit yang ringan pada badan.4
Akne sedang berat (Moderately severe akne ): Jumlah papul dan
pustul yang sangat banyak ( 40-100), biasanya dengan banyak komedo
(40-100) dan kadang-kadang terdapat lesi nodular dalam yang besar dan
terinflamasi ( mencapai 5 ). Area yang luas biasanya melibatkan wajah,
dada, dan punggung.4
Akne sangat berat (Very severe akne ) : Akne nodulokistik dan
akne konglobata dengan lesi yang parah; banyak lesi nodular/pustular
yan besar dan nyeri bersama dengan banyak komdeon, papul, pustul, dan
komedo yang lebih kecil.4
2. FDA global grade
Grade 0 : Kulit yang bersih tanpa lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 1 : Hampir bersih dengan lesi inflamasi atau non-inflamasi
Grade 2 : Ringan, grade 1 ditambah dengan beberapa lesi non-inflamasi
dengan sangat sedikit lesi inflamasi yang ada ( papul/pustul, tidak ada
lesi nodular )
Grade 3 :Sedang, grade 2 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
mungkin terdapat beberapa lesi inflamasi, tetapi tidak lebih dari satu lesi
nodular
Grade 4 : Berat, grade 3 ditambah dengan banyak lesi non-inflamasi dan
inflamasi, dengna sedikit lesi nodular.4
Gambar.2 Akne vulgaris grade 1 Gambar.3 Akne vulgaris
grade 2
16
Gambar.4 Akne vulgaris grade 3 Gambar.5 Akne konglobata
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. 1,2,4
Berdasarkan anamnesis, akne vulgaris biasanya terjadi pada saat
pubertas, tetapi gejala klinis yang muncul sangatlah bervariasi. Perempuan
mungkin memperhatikan bentuk yang berfluktuasi berdasarkan siklus
mensturasinya. Akne fulminan merupakan subtipe akne yang jarang dan
terjadi pada berbagai manifestasi sistemik, termasuk demam, arthralgia,
myalgia, hepatosplenomegaly, dan lesi tulang osteolitik.4
Pada pemeriksaan fisis akne non-inflamasi tampak sebagai komedo
terbuka dan tertutup. Lesi inflamasi dimulai dengan adanya mikrokomedo
tetapi dapat berkembang menjadi papul, pustul, nodul, atau kista. Kedua tipe
lesi ditemukan pada area dengan glandula sebacea yang banyak.4
Tes fungsi endokrin rutin tidak diindikasikan pada sebagian besar
pasien dengan akne. Pada pasien dengan akne dan terdapat bukti
hiperandrogenisme, evaluasi hormonal untuk testeteron bebas,
dehidroepiandrostenedion sulfat (DHEA-S), lutenizing hormone (LH), FSH
dapat dilakukan. Tes mikrobiologi rutin tidak perlu pada evaluasi dan dan
penanganan pasien dengan akne. Jika lesi terpusat pada peri oral dan area
nasal dan tidak responsif terhadap penanganan akne konvensional, tes kultur
dan sensitivitas bakteri untuk mengevaluasi follikulitis gram-negatif dapat
dilakukan.4
17
VII. DIAGNOSIS BANDING
Meskipun terdapat satu jenis lesi yang dominan, akne vulgaris
didiagnosis dengan adanya beberapa variasi dari lesi akne (komedo, pustul,
papul, dan nodul) yang erdapat pada wajah, punggung, dan dada. Diagnosis
banding akne vulgaris antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis
perioral.2,8
1. Erupsi akneiformis
Erupsi akneiformis merupakan akne yang disebabkan oleh induksi
obat, seperti kortikosteroid, Isoniazid, barbiturat, bromida, iodida,
difenilhidantoin, dan ACTH. Klinis erupsi berupa papul di berbagai
tempat tanpa komedo, timbul mendadak tanpa disertai demam.8
2. Rosasea
Rosasea adalah penyakit kronik yang etiologinya belum diketahui
secara pasti, dengan karakteristik adanya eritema pada sentral wajah
dan leher. Penyakit ini terdiri atas dua komponen klinik, yakni
perubahan vaskuler yang terdiri atas eritema intermiten dan persisten
serta erupsi akneiform yang terdiri atas papul, pustul, kista, dan
hiperplasia sebasea. Pada rosasea tidak terdapat hubungan antara
eksresi sebum dengan beratnya gejala rosasea.2,8,10
3. Dermatitis perioral
Perioral dermatitis adalah penyakit kulit dengan karakteristik papul
dan pustul kecil yang terdistribusi pada daerah perioral, dengan
predominan di sekitar mulut. Dermatitis perioral biasanya pada wanita
muda, sering ditemukan di sekitar mulut, namun dapat pula di sekitar
hidung dan mata. Etiologinya belum diketahui secara pasti, namun
diduga penyebabnya oleh karena: candida, iritasi pasta gigi berflouride,
dan kontrasepsi oral.2,8,10
Dermatitis perioral erpsi simetris yang terbatas pada area hidung,
mult, dan dagu, yang terdiri atas mikropapul, mikrovesikel, atau
papulopustulosa dengan diameter kurang dari 2 mm. Penyebab pasti
belum diketahui, namun terdapat beberapa faktor yang mungkin
18
menjadi penyebab antara lain faktor hormonal, emosional, sensitif
terhadap kosmetik, pasta gigi berfluoride, agen infektif, dan
kortikosteroid topikal.12
VIII.PENATALAKSANAAN
Terapi akne vulgaris terdiri atas terapi sistemik, topikal, fisik, operasi dan
diet.2,5,6
1. Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang
mansih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin
(tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan
klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan
menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.2,5,13
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin,
tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk
akne.Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat
dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya
cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari
(500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh
makanan, maka obat ini diberika 1 jam sebelum makan dengan air
untuk absorbs yang optimal. 2,5,13
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin)
diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance
dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini
lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan. 2,5,13
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen
alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi
19
menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering
dikaitkan dengan kegagalan terapi. 2,5,13
Klindamisin merupakan jenis obta yang sangat efektif, akan
tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole
(sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative
folikulitis. 2,5,13
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling
efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran
glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari
basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat
diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan
menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi. 2,13
Masih terjadi perdebatan untuk dosis pemeberian
(1gram/kgBB/hari atau 50mg/kgBB/hari), walaupun hasil yang
ditunjukkan kedua dosis untuk pengobatan jangka panjang adalah
sama, tapi angka kejadian kambuh dan memerlukan pengobatan
ulang sering didapatkan pada dosis rendah yang diberikan untuk akn
yang berat. 2,6
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan
pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan
dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan
hasil terapi. 2,13
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang
lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan
komedo.Pustule menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul,
20
dan lesi yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di
punggung dan badan.2,5
c. Hormonal
Terapi hormonal diindikasikan pada wanita yang tidak
mempunyai respon terhadap terapi konvensional. Mekanisme kerja
obat-obat hormonal ini secara sistemik mengurangi kadar testosteron
dan dehidroepiandrosterone, yang pada akhirnya dapat mengurangi
produksi sebum dan mengurangi terbentuknya komedo. Ada tiga
jenis terapi hormonal yang tersedia, yaitu: estrogen dengan
prednisolon, estrogen dengan cyproterone acetate(Diane, Dianette)
dan spironolakton. Terapi hormonal harus diberikan selama 6-12
bulan dan penderita harus melanjutkan terapi topikal. Seperti halnya
antibiotik, tingkat respon obat-obat hormonal juga lambat, dalam
bulan pertama terapi tidak didapatkan perubahan dan perubahan
kadang-kadang baru dapat terlihat pada bulan ke enam pemakaian.
Terapi setelah itu akan terlihat perubahan yang nyata. Perubahan
yang dihasilkan pada penggunaan diane hampir mirip dengan
tetrasiklin 1 g/hari. Diane merupakan kombinasi antara 50 µg
ethinylestradiol dan 2 mg cyproterone acetate. Pada wanita usia tua
(> 30 tahun) dengan kontraindikasi relatif terhadap pil kontrasepsi
yang mengandung estrogen, salah satu terapi pilihan adalah dengan
penggunaan spironolakton. Dosis efektif yang diberikan antara 100-
200 mg. 2,5
Anti androgen hormone dapat diberikan pada pasien
perempuan dengan target pilosabaseus unit dan menghambat
produksi serum 12.5-65%. Jika keputusan untuk hormonal terapi
telah dibuat, ada berbagi macam pilihan disekitar androgen reseptor
blocker dan inhibitors of androgen synthesis pada ovarium dan
glandula adrenal.2
2. Topikal
Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu
cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris.
21
Tujuan diberikan terapi ini adalah untuk mengurangi jumlah akne yang
telah ada, mencegah terbentuknya spot yang baru dan mencegah
terbentuknya scar (bekas jerawat). Terapi topikal diberikan untuk
beberapa bulan atau tahun, tergantung dari tingkat keparahan akne.
Obat-obatan topikal tidak hanya dioleskan pada daerah yang terkena
jerawat, tetapi juga pada daerah disekitarnya.8,13
Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal,
yaitu:
a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
maintenance terapi.13
b. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan
oleh Stuttgen dan Beer.Mengurangi komedo secara signifikan dan
juga lesi peradangan akne.Hal ini ditunjukkan pada percobaan untuk
12 minggu menurunkan 32-81% untuk non-inflamnatory lesi dan 17-
71% untuk inflammatory lesi. Tretinoin tersedian dalam galanic
formulation: cream 0.025%, 0.1%, gel 0.01%, 0.025%) dan dalam
solution (0.05%). Formula topical gel ini mengandung
polyoprepolymer-2, tretinoin prenetration.11,13
c. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi
yang sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan
inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
d. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam
gel, cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang
22
melibatkan 1000 pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel
mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%. 13
e. Tazarotene
Disamping untuk psoriasis, tazarotene juga digunakan
sebagai terapi untuk akne, di US 0.5 dan 0.1% gel atau cream. 13
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik
topical adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah
obat-obat yang resisten terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk
mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin ditingkatkan
konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc
atau kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. 2,5,13
Antibiotika topikal banyak digunakan sebagai terapi akne.
Mekanisme kerja antibiotik topikal yang utama adalah sebagai
antimikroba. Hal ini telah terbukti pada efek klindamisin 1% dalam
mengurangi jumlah P.aknes baik dipermukaan atau dalam saluran
kelenjar sebasea.Lebih efektif diberikan pada pustul dan lesi
papulopustular yang kecil. Eritromisin 3% dengan kombinasi benzoil
peroksida 5% tersedia dalam bentuk gel. Thomas dkk melakukan
penelitian dengan membandingkan eritromisin 1,5% dengan
klindamisin 1% mendapatkan hasil yang sama-sama efektif,
duapertiga pasien mendapatkan respon yang sangat baik dalam
waktu 12 minggu, tetapi penggunaan eritromisin secara tunggal tidak
direkomendasikan karena dapat menyebabkan resistensi.
Penggunaan eritromisin kombinasi dengan benzoil peroksida lebih
direkomendasikan. 2,5,13
Keefektifan antibiotik topikal pada akne terbatas karena
mekanisme kerja dalam mengeliminasi bakteri membutuhkan jangka
waktu yang panjang. Bakteri dapat timbul di mana-mana dan tidak
secara langsung menyebabkan akne. Pada keadaan di mana kelenjar
sebasea memproduksi sebum berlebihan, pori-pori kulit juga akan
lebih mudah terbuka sehingga banyak bakteri yang akan masuk dan
23
berkembang. Adanya sel kulit mati juga bisa memperburuk keadaan.
Bila kelenjar sebasea tidak memproduksi sebum berlebihan, maka
bakteri tidak mudah masuk ke dalam kulit. Dengan kata lain, jumlah
produksi sebum menjadi masalah utama dalam akne. Antibiotik
topikal kerjanya terbatas, karena tidak mengatasi masalah dalam
jumlah produksi sebum. 2,5,13
g. Asam Salisilat
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik,
meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga
mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal. 2,5,13
h. Anti-androgen
Sejak diketahui bahwa akne merupakan salah satu penyakit
yang berhubungan dengan aktivitas hormon androgen, beberapa
dermatologis dan industri farmakologi mengembangkan anti
androgen topikal sebagai salah satu terapi akne yang tidak
mempunyai efek sistemik. Studi yang dikembangkan adalah tentang
penggunaan topikal dari 17α-propylmesterolone, akan tetapi preparat
ini belum tersedia secara komersial. 2,5,13
3. Terapi Fisik
Selain terapi topikal dan terapi oral, terdapat beberapa terapi
tambahan dengan menggunakan alat ataupun agen fisik, diantaranya
adalah:
a. Ekstraksi komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi
dengan menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi
akne. Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah
pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.13
b. Kortikosteroid Intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau
krioterapi. Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan
24
perubahan yang baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan
dengan steroid. Dosis yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml
triamsinolon asetonid dan menggunakan syringe 1ml. Jumlah total
obat yang diinjeksikan pada lesi berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml
dan penyuntikan harus ditengah lesi. Penyuntikan yang terlalu dalam
atau terlalu superfisial akan menyebabkan atrofi.5,13
Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran
dari lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone
acetat dengan suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai
anti inflamasi. Terapi jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan
terapi lain untuk akne tipe nodular. Akan tetapi harus diulang dalam
2-3 minggu.Manfaat utamanya adalah menghilangkan lesi nodular
tanpa insisi sehingga mengurangi pembentukan scar.5,13
c. Liquid Nitrogen
Cara lain untuk terapi akne cysts adalah dengan
mengaplikasikan nitrogen cair selama 20 detik, aplikasi kedua
diberikan 2 menit berikutnya. Terapi ini bekerja dengan
mendinginkan dinding fibrotik dari akne cysts sehingga akan terjadi
kerusakan pada dinding tersebut. 13
d. Radiasi Ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi
dengan menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB
sebaiknya diberikan secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil
yang ingin dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali
seminggu.Radiasi ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan
matahari, 60% dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne,
tetapi sekarang terapi ini tidak dianjurkan lagi. 2,5,13
4. Diet
Beberapa artikel menyarankan pengaturan diet untuk penderita
akne vulgaris. Implikasi dari penelitian tentang diet coklat, susu, dan
makanan berlemak dan hubungannya dengan akne masih diteliti. Hingga
25
saat ini belum ada evidence base yang mendukung bahwa eliminasi
makanan akan berdampak pada akne, akan tetapi beberapa pasien akan
mengalami kemunculan akne setelah mengkonsumsi makanan tersebut. 5
IX. PROGNOSIS
Onset dari akne vulgaris sangat bervariasi, dimulai dari 6 hingga 8 tahun
dan kemudian tidak timbul lagi hingga umur 20 atau lebih.Kejadian akne ini
biasanya diikuti oleh remisi yang terjadi secara spontan. Walaupun rata-rata
pasien akan mengalami penyembuhan pada usia awal 20an tapi ada juga yang
masih menderita akne hingga decade ketiga sampai decade keempat.2
Akne pada wanita biasanya berfluktuasi berkaitan dengan siklus haid dan
biasanya bermunculan sesaat sebelum menstruasi.Kemunculan akne ini tidak
seharusnya berhubungan dengan perubahan aktivitas glandula sabaseus, dimana
tidak terjadi peningkatan produksi sebum pada fase luteal dalam siklus
menstruasi.2
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup menyenangkan, pengobatan
sebaiknya dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen.2
Pada kebanyakan kasus, akne biasanya sembh secara spontan ketika
melewati usia remaja dan memasuki usia 20an. Alasan untuk hal ini masih belum
26
diketahui secara jelas, tidak ada penurunan secara bersama-sama pada produksi
sebm ataupun perubahan komposisi lemak.14
DAFTAR PUSTAKA
1. James WD, Berger TG, Eston DM, Acne. In: James WD Berger TG, Eston
DM. Andrews’ diseases of the skin, 10th ed. WB Saunders Company,
Canada.2006; 231-39
2. Zaenglein L. Andrea, et al. Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. In:
Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill
Companies, Inc. 2008; 690-700.
3. Bolognia, J, Joseph L. J, RP Rapini. Acne. In: Bolognia Dermatology,
Volume 1. 2008; chapter 37
4. Burns, Tony et al. Disorders of Sebaceous Gland. In : Rook’s textbook of
dermatology.—7th ed. 2004. 43.1 – 74
27
5. Kartowigno S. 10 Besar Kelompok Penyakit Kulit. Edisi Pertama.
Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2011 : hal 167-
173.
6. Siregar R, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Cetakan 1.
Jakarta: EGC, 2005. Hal 102 – 103
7. Boxton PK. ABC of Dermatology 4th ed. London:BMJ Group;2003. p:47-
9.
8. Zaenglein AL, Graber EM, Thiboutot DM, Strauss JS. Acne Vulgaris and
Acneiform Eruptions. In: Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B,
Paller A, Leffell D, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine
7th ed. New York: McGraw-Hill; 2007. p: 690-703.
9. Hunter John, Savin John, Dahl Mark. Clinical Dermatology 3rd ed.
Massachusetts: Blackwell Science,Inc.;2002. p:148-156.
28