Download - laporan kasus gaggar ginjal kronik
PRESENTASI KASUS
GAGAL GINJAL KRONIK
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum Panembahan Senopati Bantul
Disusun oleh:
Nadia Alaydrus
20110310085
Diajukan kepada:
dr. Agus Yuha, Sp, PD.
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta
Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul
2016
1
HALAMAN PENGESAHAN
GAGAL GINJAL KRONIK
Disusun oleh:
Nadia Alaydrus
20110310085
Disetujui dan disyahkan pada tanggal:
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dr. Agus Yuha, Sp, PD.
2
BAB I
PENDAHULUAN
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner (tractus
urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan sampah metabolisme
dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi
yaitu proses ginjal dalam menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit,
pemeliharaan keseimbangan asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam
produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium serum dan
fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan toksin
(Baradewo,Wilfriad & Yakobus, 2009).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif,
dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Penyakit ginjal kronik (Chronic
Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua
ginjal bersifat ireversibel. Dikatakan penyakit ginjal kronik apabila kerusakan
ginjal terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus, dengan manifestasi:
kelainan patologis, terdapat tanda kelainan ginjal misalnya pada saat pencitraan
(imaging) atau laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m.
Penyakit ginjal kronik disebabkan oleh berbagai penyakit. Penyebab CKD
antara lain penyakit infeksi, penyakit peradangan, penyakit vaskular hipertensif,
gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik,
nefropati toksik, nefropati obstruktif (Price dan Wilson, 2006).
Saat ini jumlah CKD sudah bertambah banyak dari tahun ke tahun.
Menurut (WHO, 2002) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih
telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini
menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka
3
kematian. Jumlah kejadian CKD didunia tahun 2009 menurut USRDS terutama di
Amerika rata-rata prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena
PGK. Sedangkan di Indonesia tahun 2009 prevalensinya 12,5% atau 18 juta orang
dewasa yang terkena PGK (Thata, Mohani, Widodo, 2009)
Di masa depan penderita Penyakit Ginjal Kronik digambarkan akan
meningkat jumlah penderitanya. Hal ini disebabkan prediksi akan terjadi suatu
peningkatan luar biasa dari diabetes mellitus dan hipertensi di dunia ini karena
meningkatnya kemakmuran akan disertai dengan bertambahnya umur manusia,
obesitas dan penyakit degeneratif (Roesma, 2008).
Enam negara dunia dengan penduduk melebihi 50% penduduk dunia
adalah Cina, India, USA, Indonesia, Brazil dan Rusia, tiga negara terakhir
termasuk negara berkembang dimana penyakit ginjal kronik tentunya ada tapi
tidak dapat ditanggulangi secara baik karena terbatasnya daya dan data. Prediksi
menyebutkan bahwa pada tahun 2015 tiga juta penduduk dunia perlu menjalani
pengobatan pengganti untuk gagal ginjal terminal atau End Stage Renal Disease
(ESRD) dengan perkiraan peningkatan 5% pertahunnya(Roesma, 2008).
Mempelajari data ESRD dunia mengesankan adanya peningkatan yang
signifikan setiap tahun dari kejadian ESRD mulai dari tahun 2000 dan seterusnya,
baik negara berkembang maupun negara maju. Di Asia, Jepang tercatat
mempunyai populasi ESRD tertinggi 1800 per juta penduduk dengan 220 kasus
baru per tahun, suatu peningkatan 4.7 % dari tahun sebelunya. Negara
berkembang di Asia Tenggara pencatatannya belum meyakinkan, kecuali
Singapura dan Thailand (Roesma, 2008).
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai manifestasi
yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema paru, edema perifer,
kelebihan toksik uremik bertanggung jawab terhadap perikarditis dan iritasi,
sepanjang saluran gastrointestinal dari mulut sampai anus. Gangguan
keseimbangan biokimia (hiperkalemia, hiponatremi, asidosis metabolik),
gangguan keseimbangan kalsium dan fosfat lama kelamaan mengakibatkan
demineralisasi tulang neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia,
mual dan muntah, kelemahan dan keletihan. Berbagai macam manifestasi lain bisa
4
muncul akibat penyakit ginjal kronis ini. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk
lebih mengetahui gambaran penyakit ginjal kronis dengan secara langsung
mendapati manifestasi yang muncul pada real patient yang sedang menderita
penyakit tersebut.
5
BAB II
PRESENTASI KASUSI. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. S
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Gesikan RT 06 Pg Harjo Sewon
Agama : Islam
No. RM : 582440
Tanggal masuk : 19 Juni 2016
ANAMNESIS
Autoanamnesis
Pasien datang sadar dengan keluhan diare, mual, muntah sejak pagi hari
sebelum masuk rumah sakit, dengan frekuensi muntah 2 kali sehari dan
disertai mual. Muntah berupa air dan sedikit sisa makanan tanpa disertai
darah. Nyeri pada seluruh bagian perut terasa melilit. Diare sudah tidak bisa
terhitung berapa kali, pada saat di IGD pasien diare 5x. Pasien merasakan
dirinya lemas. Pasien juga mengeluh demam disertai menggigil, tidak ada
riwayat minum obat penurun panas ketika demam. Kepala dirasakan nyeri dan
pusing. Buang air kecil lancar, riwayat sering buang air kecil pada malam hari
dengan frekuensi lebih dari 5 kali.
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM) dan Hipertensi tetapi tidak terkontrol.
Riwayat menderita Batu Saluran Kemih (-), Riwayat Penyakit Jantung (-) ,
Riwayat Penyakit Stroke (-)
6
A. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Panembahan Senopati Bantul dengan
keluhan demam sejak tanggal 19 Juni 2016 pukul 05.00. Menggigil (+) pusing
(+) buyer, sesak (-), mual (+), muntah (+) 5x, diare (+) >20x. BAK tidak ada
masalah, nafsu makan menurun.
B. Riwayat penyakit pada keluarga yang diturunkan
- Riwayat kejang atau epilepsi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal
- Riwayat penyakit hipertensi disangkal
- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat penyakit asma disangkal
- Riwayat penyakit alergi disangkal
Kesan : Tidak ada riwayat penyakit yang diturunkan dari keluarga
Anamnesis Sistem
A. Sistem saraf pusat : Demam (+), menggigil (+), kejang (-),
penurunan kesadaran (-).
B. Sistem kardiovaskuler : Sesak (-), nadi (+), pucat (-), kaki bengkak
(-)
C. Sistem respiratori : Batuk (-), pilek (-), sesak nafas (-), ronkhi
basah kasar (-), suara lendir (-), krepitasi(-), wheezing (-)
D. Sistem urinaria : BAK (+) normal dengan warna urin keruh.
E. Sistem gastrointestinal : Frekuensi BAB bertambah pada hari kedua
di RS, dan menurun pada hari ke empat dan kelima, dengan warna coklat
kekuningan, nyeri tekan di daerah epigastic dan tegang.
F. Sistem Anogenital : Anus (+), genitalia tidak ada kelainan
G. Sistem integumental : Turgor dan elastisitas dalam batas normal,
kelainan kulit (-)
H. Sistem musculoskeletal : Gerakan bebas aktif, lumpuh(-), nyeri otot
(+).
7
Pemeriksaan Fisik
A. Kesan Umum
Kesan umum : Pasien tampak lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital : Suhu : 38 oC
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit
BB : 95 kg.
TD : 110/70 mmHg
B. Kepala
- Bentuk : Mesocephal
- Ukuran : Normochepal
- Ukuran : Tertutup
- Rambut : Warna tampak hitam, tidak rontok, distribusi merata.
- Mata : Mata cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-),
- Telinga : Serumen (-/-)
- Hidung : lendir (-/-) , napas cuping hidung (-/-), epiktasis (-/-)
- Mulut : pucat (-), bibir pecah-pecah (-), Lidah kotor (-)
- Faring : Hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
C. Leher
Pemebesaran limfonodi (-)
D. Thoraks
- Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (-), ketinggalan gerak (-)
- Palpasi : vokal fremitus (+/+)
- Perkusi : sonor (+/+)
- Auskultasi :
Paru-paru : Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/-) Wheezing (-/-) Lendir (-/-)
Jantung : S1 S2 Reguler (+)
E. Abdomen
- Inspeksi : Datar
- Auskultasi : peristaltik usus (+)
8
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Nyeri tekan (+), hepatomegali (-), splenomegali (-),
Tegang(+)
F. Genitalia
Tidak ditemukan tanda-tanda peradangan pada bagian genitalia.
G. Ekstremitas
Akral hangat, capilary reffil time < 2 detik,
H. Kulit
Turgor kulit baik, lembab, dan tidak berwarna pucat.
Pemeriksaan penunjangA. Pemeriksaan darah lengkap dan sero-imunologi 19 Juni 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 14.5 gr% 10.0-15.5
AL 15,50 ribu/ul 4-11
AE 5,22 juta/ul 4,50-5,50
AT 192 ribu/ul 150-450
Hmt 44,3 % 42,0-52,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 2 % 2-4
Basofil 0 % 0-1
Batang 7 % 2-5
Segmen 75 % 40-60
Limfosit 11 % 45-65
Monosit 5 % 2-8
KIMIA KLINIK
FUNGSI HATI
9
SGOT 19 <37 U/L
SGPT 21 <41 U/L
FUNGSI GINJAL
Ureum 82 17-43 mg/dl
Creatinin 2.13 0.90-1.30 mg/dl
DIABETES
GDS 166 80-600 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 141,1 137,0-145,0 mmol/l
Kalium 4,13 3.50 – 5,10 mmol/l
Klorida 111,4 98.0 – 107.0 mmol/l
B. Pemeriksaan Fungsi Ginjal dan GDS tanggal 19 Juni 2016
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Asam Urat 7.60 3,60 – 8.20 mg/dl
DIABETES
HbA1c 7.90 6.00-8.00 %
C. Pemeriksaan GDS tanggal 20 Juni 2016
KIMIA KLINIK
DIABETES
GDS 255 80-200 mg/dl
10
D. Pemeriksaan Feses Lengkap tanggal 20 Juni 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
FESES
MAKROSKOPIS
Warna Coklat Kuning coklat
Konsistensi Lembek Lunak
PUS Negatip Negatip
Darah Negatip Negatip
Lendir Positip Negatip
MIKROSKOPIS
Lekosit 3-5
Eritrosit 0-1
Telur cacing Negatip Negatip
Amuba Negatip Negatip
Epitel Negatip 1+
Serat tumbuhan Positip Negatip – 1+
Amilum Negatip Negatip
Lemak Negatip Negatip
Yeast Negatip Negatip – 1+
Bakteri Positip
E. Pemeriksaan Ureum Creatinin, CPK dan Kalium tanggal 20 Juni 2016
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum 119 17-43 mg/dl
Creatinin 5.82 0.90-1.30 mg/dl
11
JANTUNG
CPK 1296 <190 U/L
ELEKTROLIT
Kalium 4.42 3.50-5.10 mmol/l
F. Pemeriksaan GDS pada tanggal 20 Juni 2016
DIABETES
GDS 226 80-200 mg/dl
21 Juni 2016
DIABETES
GDS 134 80-200 mg/dl
22 Juni 2016
DIABETES
GDS 186 80-200 mg/dl
23 Juni 2016
DIABETES
GDS 150 80-200 mg/dl
24 Juni 2016
DIABETES
GDS 121 80-200 mg/dl
G. Pemeriksaan Hepatitis dan Infeksi lain pada tanggal 21 Juni 2016
12
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
SERO-IMULONOGI
HEPATITIS
HbsAg Negatip Negatip
Anti HCV Non reaktip Non reaktip
INFEKSI LAIN
HIV Screening Non reaktip Non reaktip
H. Pemeriksaan Hb, ureum creatinin, dan kalium pada tanggal 22 juni 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 14.6 gr% 10.0-15.5
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum 130 17-43 mg/dl
Creatinin 9.00 0.90-1.30 mg/dl
ELEKTROLIT
Kalium 3.92 3.50-5.10 mmol/l
I. Pemeriksaan darah lengkap ulang pada tanggal 23 Juni 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 14.1 gr% 10.0-15.5
AL 13.00 ribu/ul 4-11
AE 4.83 juta/ul 4,50-5,50
AT 156 ribu/ul 150-450
13
Hmt 38,9 % 42,0-52,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 1 % 2-4
Basofil 1 % 0-1
Batang 9 % 2-5
Segmen 68 % 40-60
Limfosit 13 % 45-65
Monosit 8 % 2-8
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum 167 17-43 mg/dl
Creatinin 9.60 0.90-1.30 mg/dl
DIABETES
GDS 129 80-600 mg/dl
SERO IMUNOLOGI
INFEKSI LAIN
IGM Leptospira Negatip
IGG Leptospira Negatip
J. Pemeriksaan darah lengkap, ureum creatinin, dan IGG IGM anti leptospira
tanggal 24 Juni 2016
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Hb 12.8 gr% 10.0-15.5
AL 9,66 ribu/ul 4-11
14
AE 4,56 juta/ul 4,50-5,50
AT 152 ribu/ul 150-450
Hmt 37.6 % 42,0-52,0
HITUNG JENIS
Eosinofil 3 % 2-4
Basofil 1 % 0-1
Batang 5 % 2-5
Segmen 68 % 40-60
Limfosit 15 % 45-65
Monosit 8 % 2-8
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
Ureum 210 17-43 mg/dl
Creatinin 8.76 0.90-1.30 mg/dl
SERO IMUNOLOGI
INFEKSI LAIN
IGM Leptospira Negatip
IGG Leptospira Negatip
Diagnosis KerjaFebris H I dengan GEA
Penatalaksanaan
- nfus RL 15 tpm
- Atapulgit 2 tab (bila diare)
- Sucralfat syr 3 x 1C
- Paracetamol tab 3 x 1 (k/p)
- Inj. Ranitidin 1 amp
- Inj. Metoclorpamida 1 amp
15
FOLLOW UP
Tgl Pemeriksaan Plan (P)
19-06-2016
S :Pasien mengatakan keluhan mual (+) muntah 2x sejak tadi pagi, diare (+) 5x di IGD. Lendir (-) darah (-) berwarna coklat (+) berbuih (-) nyeri perut (+) pusing (+) buyer, demam (+)Riw. Hipertensi dan DM (+)
O:KU= sedangS= 37,7oCR= 20 x/mnt, N= 120 x/mnt, TD: 120/80 mmHg- Kulit
Turgor kulit baik, lembab, warna kulit tidak pucat.- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-) konjungtivitis (-) Cowong (-)Hidung : Lendir hidung (-), epiktasis (-)Mulut : Lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-) faring hiperemis (-).Telinga : Serumen (-)
- Leher : Pembesaran Limfonodi (-).- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-), retrkasi dinding dada (-)Suara Paru : Vasikuler +/+Suara Jantung : S1 S2 reguler (+)
- Abdomen :Tegang (+), Peristaltik (+)
- EkstremitasAkral Hangat, CR<2detik
A:Febris H I dengan GEA
- Infus RL 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2x1 gr
- Inj metronidazole 2 x
250 mg
- Inj Ranitidine 2 x 1
amp
- Inj. Metoclorpamida
3 x 1 amp
- Diagit 4 x 1
- Paracetamol 3 x 500
mg
- GDS pagi sore
- Cek HbA1c, Asam
urat, FL
20-06-2016
S :Pasien mengatakan keluhan mual (+) muntah (-) pagi ini diare 3x, nafsu makan dan minumnya menurun, pasien
- Infus RL 20 tpm
16
merasa lemas. BAK tidak ada keluhan.Riwayat bekerja di sawah.
O:KU= sedang, CMS= 36,5oCR= 24 x/mnt, N= 92 x/mnt, TD: 110/70 mmHg- Kulit
Turgor kulit baik, lembab, warna kulit tidak pucat.- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-) konjungtivitis (-) Cowong (-)Hidung : Lendir hidung (-), epiktasis (-)Mulut : Lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-) faring hiperemis (-).Telinga : Serumen (-)
- Leher : Pembesaran Limfonodi (-).- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-), retrkasi dinding dada (-)Suara Paru : Vasikuler +/+Suara Jantung : S1 S2 reguler (+)
- Abdomen :Tegang (+), Peristaltik (+)
- EkstremitasAkral Hangat, CR<2detik
A:GEAAcute Renal FailureDM 2 NO
- Inj ceftriaxone 2x1 gr
- Inj metronidazole 2 x
250 mg
- Inj. Metoclorpamida
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidine 2 x 1
amp
- Diagit 4 x 1
- Paracetamol 3 x 500
mg
- Novorapid 3 x 4 unit
- Inj. Ciprofloxacin 2 x
200 mg
- GDS pagi sore
21-06-2016
S :Pasien mengatakan saat ini keluhan pusing (+) mual (+) muntah (-) diare (+)Nafsu makan dan minum masih sulitBAK tidak ada keluhan.
O:KU= sedang, CMS= 36,3oCR= 24 x/mnt, N= 88 x/mnt, TD: 120/80 mmHg
- Infus NaCl 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Metoclorpamida
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidine 2 x 1
amp
- Paracetamol 3 x 500
17
- KulitTurgor kulit baik, lembab, warna kulit tidak pucat.
- KepalaMata : Konjungtiva anemis (-) konjungtivitis (-) Cowong (-)Hidung : Lendir hidung (-), epiktasis (-)Mulut : Lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-) faring hiperemis (-).Telinga : Serumen (-)
- Leher : Pembesaran Limfonodi (-).- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-), retrkasi dinding dada (-)Suara Paru : Vasikuler +/+Suara Jantung : S1 S2 reguler (+)
- Abdomen :Tegang (+), Peristaltik (+)
- EkstremitasAkral Hangat, CR<2detik
A:GEAAcute Renal Failure
DM 2 NO Curiga Leptospirosis
mg
- Novorapid 3 x 4 unit
- Inj. Furosemid 1
amp/12 jam
- Loporamid 2 x 1
- Vicillin sx 4 x 1 gr
- GDS pagi sore
- Rencana free heparin
22-06-2016
S :Pasien mengatakan saat ini keluhan pusing (+) mual (+) muntah (-) diare (+)Nafsu makan dan minum masih sulitBAK tidak ada keluhan.
O:KU= sedang, CMS= 36,2oCR= 24 x/mnt, N= 88 x/mnt, TD: 160/100 mmHg- Kulit
Turgor kulit baik, lembab, warna kulit tidak pucat.- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-) konjungtivitis (-) Cowong (-)Hidung : Lendir hidung (-), epiktasis (-)
- Infus NaCl 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Metoclorpamida
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidine 2 x 1
amp
- Paracetamol 3 x 500
mg
- Novorapid 8-6-6
- Inj. Furosemid 1
amp/12 jam
- Loporamid 2 x 1
18
Mulut : Lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-) faring hiperemis (-).Telinga : Serumen (-)
- Leher : Pembesaran Limfonodi (-).- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-), retrkasi dinding dada (-)Suara Paru : Vasikuler +/+Suara Jantung : S1 S2 reguler (+)
- Abdomen :Tegang (+), Peristaltik (+)
- EkstremitasAkral Hangat, CR<2detik
A:GEAAcute Renal Failure
DM 2 NO Curiga Leptospirosis
- Vicillin sx 4 x 1 gr
- GDS pagi sore
- Cek IGG IGM anti
leptospira dan ureum
creatinin ulang
23-06-2016
S :Pasien mengatakan saat ini keluhan pusing (+) mual (+) muntah (-) diare (+)Nafsu makan dan minum masih sulitBAK tidak ada keluhan.
O:KU= sedang, CMS= 36,3oCR= 24 x/mnt, N= 88 x/mnt, TD: 120/70 mmHg- Kulit
Turgor kulit baik, lembab, warna kulit tidak pucat.- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-) konjungtivitis (-) Cowong (-)Hidung : Lendir hidung (-), epiktasis (-)Mulut : Lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-) faring hiperemis (-).Telinga : Serumen (-)
- Leher : Pembesaran Limfonodi (-).- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-), retrkasi dinding dada (-)
- Infus NaCl 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Metoclorpamida
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidine 2 x 1
amp
- Paracetamol 3 x 500
mg
- Novorapid 8-6-6
- Inj. Furosemid 1
amp/12 jam
- Loporamid 2 x 1
- Vicillin sx 4 x 1 gr
- GDS pagi sore
- Planning free heparin
ulang
- Diit BBS
19
Suara Paru : Vasikuler +/+Suara Jantung : S1 S2 reguler (+)
- Abdomen :Tegang (+), Peristaltik (+)
- EkstremitasAkral Hangat, CR<2detik
A:GEAAcute Renal Failure
DM 2 NO Curiga Leptospirosis
24-06-2016
S :Pasien mengatakan saat ini sudah mulai membaik. Pusing (+) mual (-) muntah (-) BAB sudah tidak diare lagi. BAK tidak ada keluhan. Nafsu makan dan minum sudah baik.
O:KU= sedang, CMS= 36,1oCR= 24 x/mnt, N= 88 x/mnt, TD: 110/70 mmHg- Kulit
Turgor kulit baik, lembab, warna kulit tidak pucat.- Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-) konjungtivitis (-) Cowong (-)Hidung : Lendir hidung (-), epiktasis (-)Mulut : Lidah kotor (-), tonsil hiperemis (-) faring hiperemis (-).Telinga : Serumen (-)
- Leher : Pembesaran Limfonodi (-).- Thoraks :
Simetris (+), deformitas (-), retrkasi dinding dada (-)Suara Paru : Vasikuler +/+Suara Jantung : S1 S2 reguler (+)
- Abdomen :Tegang (+), Peristaltik (+)
- EkstremitasAkral Hangat, CR<2detik
A:
- Infus NaCl 20 tpm
- Inj ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Metoclorpamida
3 x 1 amp
- Inj. Ranitidine 2 x 1
amp
- Paracetamol 3 x 500
mg
- Novorapid 8-6-6
- Inj. Furosemid 1
amp/12 jam
- Loporamid 2 x 1
- Vicillin sx 4 x 1 gr
- GDS pagi sore
- Diit BBS
- Cek DL, IGG IGM
anti leptospira, ureum
creatinin ulang
20
GEAAcute Renal Failure
DM 2 NO Curiga Leptospirosis
21
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronik (GGK) menggambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik
ssecara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya
bersifat irreversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang menyebabkan
penderita harus menjalani dialisis bahkan transplantasi ginjal.1 Penyakit ini sering terjadi,
seringkali tanpa disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit
kardiovaskuler dan diabetes).2
Di Indonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang abnormal,
diperkirakan pasien dengan GGK ialah sebesar 2000/juta penduduk.2
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) memiliki
prevalensi yang sama baik pria maupun wanita dan sangat jarang ditemukan pada anak-anak,
kecuali dengan kelainan genetik, seperti misalnya pada Sindroma Alport ataupun penyakit ginjal
polikistik autosomal resesif.3,4
GGK sering berhubungan dengan anemia. Anemia pada GGK muncul ketika klirens
kreatinin turun kira-kira 40ml/mnt/1,73m2 dari permukaan tubuh. Anemia akan menjadi lebih
berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah
mencapai stadium akhir, anemia akan secara relatif menetap. Anemia pada GGK terutama
diakibatkan oleh berkurangnya eritropoietin. Anemia merupakan kendala yang cukup besar bagi
upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.5
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada millennium ketiga, termasuk negara Asia
Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal,
sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami
peningkatan di era awal abad 21. Pada pasien DM, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi
seperti batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis akut maupun kronik dan
22
glomerulonephritis yang pada akhirnya terjadi suatu kelainan patologis berkepanjangan yang
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus secara progresif dan irreversible yang disebut
sebagai Gagal Ginjal Kronik.6
II. DEFINISI
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumunya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap, berupa dialisis maupun transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom
klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit ginjal kronik.6
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronis 6,7
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi: Kelainan patologis Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam
komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60ml/menit.1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih
dari 60ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.6
III. EPIDEMIOLOGIDiperkirakan bahwa sedikitnya 6% pada kumpulan populasi dewasa di Amerika Serikat
telah menderita gagal ginjal kronik dengan LFG >60ml/menit/1,73m2. Data pada tahun 1995-
23
1999, menyatakan bahwa di Amerika Serikat insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100
kasus/juta penduduk/tahun dan angka ini meningkat 8% setiap tahun. Di Malaysia dengan
populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal per tahun. Di Negara-negara
berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 juta/tahun.6
World Health Organization (WHO) telah mengumumkan bahwa prevalensi diabetes
mellitus (DM) akan meningkat di seluruh dunia pada milennium ketiga, termasuk negara Asia
Tenggara di antaranya Indonesia. Sekitar 40 % dari pasien DM terdapat keterlibatan ginjal,
sehingga dapat dipahami bahwa penyakit ginjal diabetik (PGD) juga akan mengalami
peningkatan di era awal abad 21.11
IV. ETIOLOGI
Etiologi penyakit gagal ginjal kronik sangat bervariasi antara negara satu dan negara lain.
Pada Tabel 2 menunjukkan penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik di Amerika
Serikat.6
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab
gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 3.6
Dikelompokkan pada sebab lain di antaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi
obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyebab yang tidak diketahui.6
Tabel 2. Penyebab Utama Penyakit Ginjal Kronik di Amerika Serikat (1995-1999) 6
Penyebab InsidenDiabetes Melitus
- Tipe 1 (7%)- Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besarGlomerulonefritisNefritis interstitialisKista dan penyakit bawaan lainPenyakit sistemik (missal Lupus dan vaskulitis)NeoplasmaTidak diketahuiPenyakit lain
44%
27%10%4%3%2%2%4%4%
24
Tabel 3. Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2000 6
Penyebab InsidenGlomerulonefritisDiabetes MelitusObstruksi dan InfeksiHipertensiSebab lain
46,39%18,65%12,85%8,46%13,65%
V. PATOFISIOLOGIPatofisiologi dari penyakit gagal ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit
awal yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang
lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktur dan fungsi dari nefron
yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai oleh molekul vasoaktif, sitokin dan growth
factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan
kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh
penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan
kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi sklerosis dan progresifitas penyakit tersebut.6
Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 dimana kemampuan pancreas untuk menghasilkan insulin
sudah tidak adekuat yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah. Kelebihan gula
darah yang memasuki sel glomerulus melalu fasilitasi glucose transporter (GLUT), yang
mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathyway,
Protein Kinase C (PKC) pathyway, dan penumpukan zat yang disebut dengan advance glycation
end-products (AGEs).11
Penelitian dengan menggunakan micro-puncture menunjukkan bahwa tekanan
intraglomerulus meningkat pada pasien DM bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat.
Perubahan hemodinamik ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormon vasoaktif,
seperti Angiotensin-II (A-II) dan endotelin.11
25
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh
Growth factor, seperti Transforming Growth Factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
hiperglikemia dan dislipidemia. Terdapat variabilitas inter individual untuk terjadinya sklerosis
dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling dini penyait ginjal
kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG
sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi
peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi
keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan
berat badan. Sampai pada LFG dibawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia
yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi saluran
kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain
Na+ dan K+. Pada LFG di bawah 15%, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Renal Replacement Therapy) antara lain
dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal
ginjal.6
VI. KLASIFIKASI
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus), yang awalnya mempergunakan rumus Kockcroft-Gault,
yaitu:6
26
*)LFG (ml/menit/1,73m2) = (140 – Umur) x Berat Badan
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tetapi sekarang ini, lebih banyak mempergunakan rumus MDRD (Modification of Diet in Renal Disease), yaitu :10
Ket : SCr : Serum Creatinine (mg/dl)
SUN : Serum Urea Nitrogen (mg/dl)
Tabel 4. Klasifikasi Penyakit Gagal Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit 6
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt/1.73m2)1
2
3
4
5
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau Kerusakan ginjal dengan LFG ringanKerusakan ginjal dengan LFG sedangKerusakan ginjal dengan LFG beratGagal ginjal
≥ 90
60 – 89
30 – 59
15 – 29
≤ 15 atau dialisis
Klasifikasi menurut NICE 2008 8
1. Memeriksa adanya proteinuria saat menentukan stadium dari GGK
2. Proteinuria:
a. Urin ACR (albumin clearance ratio) 30 mg/mmol atau lebih
27
LFG (ml/min/1.73 m2) = 170 x [SCr]0.999 x [Umur]0.176 x [0.762 jika pasien adalah wanita] x [1.180 jika pasien berwarna kulit hitam] x [SUN]-0.170 x [albumin]+ 0.318
b. Urin PCR 50 mg/mmol atau lebih
(dengan perkiraan urinary protein excreation 0,5 g/24jam atau lebih)
3. Stadium 3 dari GGK harus dibagi menjadi 2 subkategori:
a. LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2 (stadium 3A)
b. LFG 30 – 44 ml/min/1,73 m2 (stadium 3B)
4. Penangaan GGK tidak boleh dipengaruhi oleh usia
Pada orang dengan usia >70 tahun dengan LFG 45 – 59 ml/min/1,73 m2, apabila keadaan
tersebut stabil seiring dengan waktu tanda ada kemungkinan dari gagal gagal ginjal,
biasanya hal tersebut tidak berhubungan dengan komplikasi dari GGK.
28
Tabel 5. Derajat GGK menurut NICE 2008 8
Tabel 6. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi 6
Penyakit Tipe Mayor (contoh)Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes
Penyakit pada transplantasi
Diabetes Tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia)Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat)Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Rejeksi kronikKeacunan obat (siklosporin/takrolimus)Penyakit recurrent (glomerular)Transplant glomerulopathy
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik yang diakibatkan oleh Diabetes Mellitus dimulai dari
dikenalinya albuminuria pada pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah
protein/albumin di dalam urin masih sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode
pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun >20 ug/menit, disebut
juga sebagai mikroalbuminuria. Ini sudah dianggap sebagai nefropati insipient. Derajat
albuminuria/proteinuria ini dapat juga ditentukan dengan rationya terhadap kreatinin dalam urin
yang diambil sewaktu, disebut sebagai albumin/kreatinin ratio (ACR). Tingginya eksresi
albumin/protein dalam urin selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal.11
Tabel 7. Tingkat Kerusakan Ginjal Yang dihubungkan dengan Eksresi Albumin/ Protein dalam Urin
29
Kategori Kumpulan Urin 24 Jam (mg/24 hr)
Kumpulan Urin sewaktu (ug/min)
Urin sewaktu (ug/mg creat)
Normal <30 <30 <30Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299Albuminuria Klinis
≥ 300 ≥ 300 ≥ 300
Secara tradisional Penyakit Ginjal Diabetik selalu dibagi dalam tahapan sebagai berikut:
Tahap I : Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% di atas normal yang disertai pembesaran
ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masih
ireversibel dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I ditegakkan. Dengan
pengendalian glukosa darah yang ketat biasanya kelainan fungsi ginjal akan normal kembali.
Tahap II : Terjadi setelah 5-10 tahun diagnosis diabetes ditegakkan, saat perubahan struktur
ginjal berlanjut dan LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah
latihan jasmani, keadaan stress, atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini bisa
berlangsung lama . hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya . Progresivitas
biasanya terkait dengan memburuknya kendali metabolik. Tahap ini disebut sebagai tahap sepi
(silent stage).
Tahap III : Ini adalah tahap awal nefropati (incipient diabetic nephropathy), saat
mikroalbuminuria telah nyata . Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun diagnosis diabetes
tegak. Secara histopatologis juga telah jelas penebalan membrane basalis glomerulus. LFG masih
tetap tinggi dan tekanan darah sudah mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-
tahun dan progresifitasnya masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah
yang ketat.
Tahap IV : Ini merupakan tahapan saat nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan
proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa , tekanan darah sering meningkat serta LFG
yang sudah mulai menurun di bawah normal. Ini terjadi 15-20 tahun diabetes tegak. Penyulit
diabetes lain sudah mulai dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan profil lemak dan
gangguan vaskular umum. Progresivitas kearah gagal ginjal hanya dapat diperlambat dengan
pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan darah.
30
Tahap V : Ini adalah tahap gagal ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga pasien
menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi
pengganti, dialysis maupun cangkok.
Pada DM Tipe II, saat diagnose ditegakkan, sudah banyak pasien yang mengalami mikro
dan makro albuminuria, karena sebenarnya DM telah berlangsung bertahun-tahun sebelumnya.
Lagipula keberadaan albuminuria kurang specifik untuk adanya nefropati diabetik. Tanpa
penanganan khusus 20-40 % dari pasien akan melanjut pada nefropati nyata. Setelah terjadi
penurunan LFG maka laju penurunan akan bervariasi secara individual akan tetapi 20 tahun
setelah keadaan ini hanya sekitar 20% dari mereka yang berlanjut menjadi penyakit ginjal tahap
akhir.11
VIII. PENATALAKSANAAN
Tanda klinik bagi setiap tahap terutama adalah hiperglikemia, hipertensi, dan selalu
dijumpai hiperlipidemia. Keseluruhan tanda klinik ini sekaligus merupakan faktor risiko untuk
progresivitas ke tahap berikutnya sampai ke tahap akhir. Faktor risiko lainnya adalah konsumsi
rokok. Dengan demikian maka terapi di tiap tahapan pada umumnya sama dan adalah juga
merupakan tindakan pencegahan untuk memperlambat progresivitas dimaksud. Terapi dasar
adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah dan kendali lemak darah. Di samping itu
perlu pula dilakukan upaya mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet, menurunkan berat
badan bila berlebih, latihan fisik, menghentikan kebiasaan merokok, dll, juga tindakan preventif
terhadap penyakit kardiovaskular. 6,8,11
a. Pengendalian Kadar Gula Darah
Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun), dengan melibatkan ribuan pasien
telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah
progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskular, baik pada pasien DM Tipe 1
maupun DM Tipe 2. Oleh karena itu perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan
sesegera mungkin. Yang dimaksud dengan pengendalian secara intensif adalah pencapaian kadar
HbAIc <7%, kadar gula darah preprandial 90-130 mg/dl, post-prandial <180 mg/dl. 11
b. Pengendalian Tekanan Darah
31
Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek perlindungan yang besar,
baik terhadap ginjal, renoproteksi, maupun terhadap organ kardiovaskular. Makin rendah
tekanan darah yang dicapai makin baik pula renoproteksi. Banyak panduan yang menetapkan
target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian tekanan darah pada pasien diabetes. Pada
umumnya target adalah tekanan darah <130/90 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat,
>lgr/24 jam maka target perlu lebih rendah, yaitu <125/75 mmHg. Harus diingat bahwa
mencapai target ini tidak mudah. Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat, dengan
berbagai efek samping, dan harga obat yang kadang sulit dijangkau pasien. Hal terpenting yang
perlu diperhatikan adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan, apapun jenis obat yang
dipakai. Tetapi karena Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) dan angiotensin
receptor blocker (ARB) dikenal mempunyai efek antiproteinurik maupun renoproteksi yang baik,
maka obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada pasien DM. 11
c. Pengaturan Diet
Pengaturan diet terutama dalam kerangka manajemen DM tidak diterangkan dalam judul
ini Dalam upaya mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah protein sangat
penting. Dalam suatu peneliti di klinik selama 4 tahun pada pasien DM tipe 1 yang diberi diet
mengandung protein 0,9 gram/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan risiko terjadinya penyakit
ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76%. Umumnya dewasa ini disepakati pemberian
diet mengandung protein sebanyak 0,8 gram/kgBB/hari, atau sekitar 10% kebutuhan kalori, pada
pasien dengan Nefropati overt, tetapi bila LFG telah mulai menurun maka pembatasan protein
dalam diet menjadi 0,6 gram/kgBB/hari mungkin bermanfaat untuk memperlambat penurunan
LFG selanjutnya. Begitupun harus diantisipasi terjadinya kekurangan nutrisi. Jenis protein juga
berperan dalam terjadinya dislipidemia. Mengganti daging merah dengan daging ayam pada
pasien DM tipe 2 menurunkan ekskresi albumin dalam urin sebanyak 46% dengan disertai
penurunan kolesterol total, LDL kolesterol, dan apolipoprotein B. Ini mungkin karena komposisi
lemak jenuh dan tak jenuh pada kedua jenis bahan makanan berbeda. Pasien DM sendiri
cenderung mangalami keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat. Bila
diperlukan dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol <100 mg/dl pada
pasien DM dan <70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskular.11
d. Penanganan Multifaktorial
32
Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Centre di Copenhagen mendapatkan bahwa
penanganan intensif secara multifactorial pada pasien DM tipe dengan mikroalbuminuria
menunjukkan pengurangan faktor risiko yang jauh melebihi penanganan sesuai panduan umum
penanggulangan diabetes nasional mereka. Juga ditunjukkan bahwa terjadi penurunan yang
sangat bermakna pada kejadian kardiovaskular, termasuk strok yang fatal dan non-fatal.
Demikian pula kejadian spesifik seperti nefropati, retinopati, dan neuropati autonomik lebih
rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah terapi yang dititrasi sampai mencapai target, baik
tekanan darah, kadar gula darah, lemak darah, dan mikroalbuminuria serta juga disertai
pencegahan penyakit kardiovaskular dengan pemberian aspirin. Dalam kenyataannya pasien
dengan terapi intensif lebih banyak, mendapat obat golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga
dengan obat hipoglikemik oral dan insulin. Untuk pengendalian lemak darah lebih banyak.11
IX. PROGNOSIS
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka panjangnya buruk,
kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang dilakukan sekarang ini, bertujuan
hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering
terjadi tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala, sehingga
penanganannya seringkali terlambat.6,9
BAB IV
PEMBAHASAN
Assesment pada pasien ini, yaitu CKD stage 5, Diabetes Mellitus tipe 2, dan Hipertensi
Grade II.
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Apabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang merasa mual,
muntah, disertai dengan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung kearah gagal ginjal
kronik. Bila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat ditemukan adanya peningkatan
tekanan darah.
33
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukkan bahwa terdapat
peningkatan yang bermakna pada ureum dan kreatinin yang menunjukkan adanya gangguan
pada ginjal. LFG pasien 8.69 ml/mnt/1.73 m2, terdiagnosa pasien gagal ginjal kronik derajat
5. Dari anamnesis juga ditemukan bahwa pasien mempunyai riwayat DM dan pasien tidak
pernah mengontrol gula darah, hal ini menunjukkan bahwa ada proses infeksi yang
menyebabkan kerusakan fungsional ginjal.
Pada kasus pasien mengeluhkan adanya mual dan riwayat muntah, hal ini kita sebut
sebagai keadaan gastropati uremikum. Hal ini timbul biasanya sebagai akibat dari
meningkatnya kadar ureum dalam darah lebih dari 2.5 kali dari nilai normal, seperti yang
dapat dilihat dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu sebesar 120 mg/dl, dimana kisaran
normalnya seharusnya berada pada 10-50 mg/dl.
Pada pasien juga ditemukan hipertensi dimana berdasarkan The Seventh Report of The
Joint Comittee on Prevention, Detection< Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure (JNC 7), pasien ini termasuk dalam hipertensi grade 2 dimana tekanan sistol > 160
mmHg atau tekanan diastol > 100 mmHg.
Pada pasien ini juga ditemukan kadar glukosa sewaktu yang tinggi yaitu sebesar 255
mg/dl. Peningkatan kadar glukosa sewaktu dalam darah disebabkan riwayat DM penderita,
dimana terjadinya gangguan pada hormone insulin yang dihasilkan oleh pankreas sehingga
menyebabkan peninggian kadar glukosa dalam darah dimana seharusnya glukosa tersebut
dapat masuk ke intrasel untuk di metabolisme untuk menghasilkan energy. Kadar glukosa
yang tidak terkontrol disertai dengan pengobatan yang tidak teratur dapat menyebabkan
gagal ginjal akut atau kronik. Sebaliknya pada stadium dini gagal ginjal kronik dapat timbul
gangguan ekskresi ginjal sehingga terdapatnya glukosa pada urin.
34
KESIMPULAN
Penyakit Ginjal kronik dapat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah diabetes
yang lama dan tidak terkontrol. Pada kasus ini pasien mengatakan sudah lama menderita diabetes
dan pasien tidak pernah/jarang berobat ke dokter. Pasien hanya berobat ketika ada keluhan.
Diagnosis ini dapat ditegakkan selain melalui keluhan pasien dan pemeriksaan fisik pada
pasien, hal yang penting untuk diperhatikan adalah kadar ureum dan kreatinin pasien yang tinggi
pada pemeriksaan fungsi ginjal. Melalui hasil ureum serum dapat dilakukan penghitungan
perkiraan laju filtrasi glomerulus pada pasien, dimana didapatkan pasien telah didapatkan
penurunan laju filtrasi glomerulus yang signifikan.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardaya. Manajemen Gagal Ginjal Kronik. Palembang: Perhimpunan Nefrologi Indonesia.
2003: 13-22.
2. Mansjoer A, Thyantik, Santini R. Gagal Ginjal Kronik. Kapite Selekta Kedokteran Edisi
Ketiga. 2001(6): 531-4.
3. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. Harrison’s Principles and
Internal Medicine. 16th edition. 2005(11): 1653-63.
4. Pradeep, A. Chronic Kidney Disease. www.emedicine.medscape.com/article/238798-
overview. 2014.
36
5. Wheeler D, Brown A, Trison C. Evaluation of anaemia of CKD. Clinical Practice
Guidelines : Anaemia of CKD. 2010(3): 25-35.
6. Suwitra K. Penyakit Gagal Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
kelima. 2009(137): 1035-40.
7. Andrew S. Levey. Definition and Classification on Chronic Kidney Disease. Kidney
International. 2005(67): 2089-2100.
8. Chronic Kidney Disease : Early Identification and Management of Chronic Kidney Disease
in Adults in Primary and Secondary Care. National Institute for Health and Care
Experience. 2008: 3-39.
9. Levey, AS. The Definition, Classification and Prognosis of Chronic Kidney Disease: a
KDIGO Controversies Conference Report. International Society of Nephrology. 2011
Jul;80(1): 17-28.
10. Andrew S, Josef C. Evaluation of Laboratory Measurements For Clinical Assessment of
Kidney Disease. Clinical Practice Guidelines For Chronic Kidney Disease : Evaluation,
Classification, Stratification. 2002(5): 89-90.
11. Harun R. Penyakit Ginjal Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi kelima.
2009(126): 534
37