LAPORAN KASUS PPK BLOK SISTEM REPRODUKSI TA 2012/2013
I. Hasil Anamnesis
Identitas : Ny. S
Umur : 48 tahun
Alamat : Selan-Wonosari
Agama : Islam
Pekerjaan : Petugas dapur di klinikMitra
Pendidikian : SD
Namasuami : Tn. S
Pekerjaan suami :Tani
Pendidikan suami : SD
Anamnesis
Diberikanoleh : Ny. S (autoanamnesis)
Tempat/ tanggal/ pukul : Klinik Mitra, Wonosari/ 29 Maret 2013/ 11.00
WIB
Pasien Akseptor Implan
KU : bercak coklat diwajah
RPS : P1A2, datang ke klinik untuk kosultasi mengenai alat
kontrasepsi. Ibu S dan suami sepakat untuk menunda
kehamilan karena ibu S sudah berusia 48 tahun dan 5 tahun
yang lalu pernah mengalami keguguran karena kandungannya
lemah. Riwayat infeksi saluran kencing atau infeksi saluran
reproduksi disangkal. Pasien sebelumnya pernah menggunakan
suntik KB DMPA namun gagal dan ibu S tidak menstruasi
selama pemakaian KB suntik. Setelah keguguran anak yang ke-
3 ibu S memutuskan untuk memakai impalant 3 tahun, karena
tidak perlu bolak-balik dan ibu S mengaku menstruasi secara
teratur, namun pasien mengeluh timbul flek coklat di
wajahnya.
Riwayat perkawinan
Kawin : Kawin
Umur waktu kawin : 24 tahun
Umur suami waktu kawin : 24 tahun
Lama perkawinan : 24 tahun
Riwayat menstruasi
Menarche : 12 tahun
Menstruasi : teratur, siklus 30 hari, lama 7 hari
Jumlah menstruasi : normal (berganti pembalut 4 kali sehari)
Rasa sakit saat menstruasi: tidak ada keluhan
Perdarahan di luar siklus : tidak ada keluhan
HPM : 2 Maret 2013
Riwaya fertilitas
Jumlah anak : 1 (satu) orang
Usia saat pertama melahirkan : 27 tahun
Riwayat kehamilan, kelahiran, dan usia masing-masing anak
Anak ke-1 : abortus akibat ibu terjatuh, usia kehamilan 8 minggu,
bayi meninggal. Usia ibu saat itu 25 tahun
Anak ke-2 : persalinan normal, cukup bulan, ibu sehat, usia anak
saat ini 21 tahun, selisih 2 tahun dari kehamilan 1.
Usia ibu saat itu 27 tahun.
Anak ke-3 : abortus karena kandungannya lemah, usia kehamilan
19 minggu, bayi meninggal. Usia ibu saat itu 43 tahun.
Riwayat keluarga berencana
1. KB suntik DMPA, setelah kelahiran anak ke-2 lahir, selama 1 tahun,
keluhan tidak menstruasi.
2. KB implant, setelah abortus kehamilan anak ke-3, selama 1 terakhir
ini, keluhan timbul bercak kecoklatan di wajah.
II. Hasil Pemeriksaan Fisik
KU : baik, composmentis, sehat
Nadi : 66x/ menit
Frekuensi nafas : 15x/ menit
Tekanandarah : 110/ 70 mmHg
Suhu : 36˚C
BB : 50 kg
Tinggi badan : 145 cm
III. Hasil Data lain
USG yang menunjukkan letak implant di lengan pasien (gambar USG
berada di halaman lampiran)
IV. Rencana Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tekanan darah rutin
V. Rencana Pemeriksaan Penunjang
Tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
VI. Rencana Penatalaksaan
Lanjutkan kontrasepsi implant
VII. Pembahasan
A. Analisis hasil anamnesis
Dari hasil anamnesis, didapatkan bahwa pasien menggunakan KB suntik
DMPA. Kontrasepsi suntik DMPA berisi hormon progesteron saja dan tidak
mengandung hormon esterogen. Dosis yang diberikan 150 mg/ml depot
droksiprogesteron asetat yang disuntikkan secara intramuscular (IM) setiap 12
minggu.
Untuk cara kerja KB suntik DMPA ialah:
1. Menghalangi pengeluaran FSH dan LH sehingga tidak terjadi pelepasan
ovum.
2. Mengentalkan lendir serviks, sehingga sulit ditembus spermatozoa
3. Perubahan peristaltik tuba fallopi, sehingga konsepsi dihambat.
4. Mengubah endometrium, sehingga tidak sempurna untuk implantasi hasil
konsepsi
Pasien mengeluhkan tidak menstruasi selama pemakaian KB suntik DMPA.
Hal tersebut dapat terjadi karena salah satu efek samping dari KB suntik DMPA.
Secara umum semua gangguan haid disebabkan karena adanya ketidak seimbangan
hormon sehingga endometrium mengalami perubahan. Keadaan amenore disebabkan
atrofi endometrium (Depkes, 1999). Selain itu, efek samping KB suntik DMPA
adalah:
1. Penambahan berat badan
2. Mual
3. Kunang-kunang
4. Sakit kepala
5. Penurunan libido
7. Vagina kering
Kontrasepsi DMPA sendiri sebenarnya memiliki efektivitas yang tinggi
dengan 0,3 kehamilan per 100 perempuan dalam satu tahun pemakaian (BKKBN,
2003). Kegagalan yang terjadi pada umumnya dikarenakan oleh ketidak patuhan
akseptor untuk datang pada jadwal yang telah ditetapkan atau teknik penyuntikan
yang salah, injeksi harus benar-benar intragluteal (Baziad, 2002).
Kelebihan penggunaan suntik DMPA menurut BKKBN (2003) :
a. Sangat efektif
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit
jantung da gangguan pembekuan darah
e. Tidak mempengaruhi ASI
f. Sedikit efek samping
g.Dapat digunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai perimenopause
i. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
k. Mencegah beberapa penyakit radang panggul
Untuk cara penggunaan kontrasepsi DMPA menurut Saifuddin (2003) :
a. Kontrasepsi suntikan DMPA diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik
intramuscular (IM) dalam daerah pantat. Apabila suntikan diberikan terlalu
dangkal penyerapan kontrasepsi suntikan akan lambat dan tidak bekerja
segera dan efektif. Suntikan diberikan tiap 90 hari.
b. Bersihkan kulit yang akan disuntik dengan kapas alkohol yang dibasahi
etil/isopropyl alcohol 60-90%. Biarkan kulit kering sebelum disuntik, setelah
kering baru disuntik
c. Kocok dengan baik dan hindarkan terjadinya gelembung-gelembung udara.
Kontrasepsi suntik tidak perlu didinginkan. Bila terjadi endapan putih pada
dasar ampul, upayakan menghilangkannya dan dengan menghangatkannya.
Untuk waktu penggunaan alat kontrasepsi DMPA menurut Saifuddin (2003)
yaitu:
a. Setiap saat selama siklus haid, asal tidak hamil
b. Mulai hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid
c. Pada ibu yang tidak haid atau dengan perdarahan tidak teratur, injeksi dapat
diberikan setiap saat, asal tidak hamil. Selama 7 hari setelah penyuntikan tidak
boleh melakukan hubungan seksual
d. Ibu yang telah menggunakan kontrasepsi hormonal lain secara benar dan tidak
hamil kemudian ingin mengganti dengan kontrasepsi DMPA, suntikan pertama
dapat segera diberikan tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya
e. Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin mengganti dengan
kontrasepsi hormonal, suntikan pertama dapat segera diberikan, asal ibu tidak
hamil dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid berikutnya. Bila ibu
disuntik setelah hari ke-7 haid, selama 7 hari penyuntikan tidak boleh
melakukan hubungan seksual.
Namun setelah penggunaan KB suntik DMPA harus diperhatikan tanda-tanda
yang perlu diwaspadai. Tanda – tanda yang harus diwaspadai dalam pemakaian
DMPA adalah perdarahan berat yang dua kali lebih panjang dari masa haid atau dua
kali lebih banyak dalam satu periode masa haid, sakit kepala yang berulang dan berat
atau kaburnya penglihatan, nyeri abdomen sebelah bawah yang berat dan buang air
kecil yang berulang kali (Depkes RI, 2001). Abses atau perdarahan tempat injeksi dan
kanker merupakan komplikasi yang mungkin terjadi pada akseptor KB suntik DMPA
(Varney, 2007).
Oleh karena pada saat pemakaian KB suntik DMPA ibu S tidak menstruasi,
sehingga ibu S tidak menyadari kehamilannya yang ketiga. Beliau mengetahuinya
setelah terjadi abortus. Kemudian setelah abortus anak ke 3, ibu S memutuskan untuk
mengganti alat kontrasepsi suntik menjadi implant yang 3 tahun 2 batang dengan isi
levonorgestrel. Alat kontrasepsi ini baru dipakai ibu S dalam satu tahun terakhir.
Tidak ada keluhan selama pemakaian alat kontrasepsi ini selain timbul bercak hitam
diwajah. Timbulnya bercak hitam diwajah ibu S sebenarnya merupakann salah satu
efek samping dari penggunaan KB implant levonorgestrel ini. Komposisi dari
levonorgestrel adalah hormon progesteron yang kerjanya nanti mempengaruhi juga
pada peningkatan produksi melanosit pada kulit. Sehingga pada pasien dengan
pengunaan KB implant levonorgestrel akan merasakan beberapa efek samping seperti
flek-flek kecoklatan pada wajah. Setelah pemakaian KB implant, ibu S mengaku
menjadi lebih gampang beraktifitas dan tidak terhalangi nyeri akibat suntikan dari KB
suntik serta datang bulan secara teratur seperti biasanya. Selain itu ibu S mengaku
semenjak pemakaian KB implant berat badan beliau bertambah, namun hal
tersebutlah yang diinginkan ibu S karena selama ini berat badan ibu S rendah. Untuk
penambahan berat badan, sebenarnya juga merupakan salah satu efek samping dari
penggunaan KB implant. Progesteron yang terkandung dalam KB implant nantinya
akan merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan
pasien makan lebih banyak dari pada biasanya sehingga berat badan bertambah.
Selain yang keluhkan oleh ibu S kerugian kontrasepsi implant sendiri meliputi:
1. Menimbulkan gangguan menstruasi yaitu tidak dapat menstruasi dan
terjadi perdarahan yang tidak teratur
3. Menimbulkan akne, ketegangan payudara
4. Liang senggama terasa kering
Selain kerugian, KB implant juga memiliki kelebihannya tersendiri yakni :
1. Daya guna tinggi
2. Perlindungan jangka panjang
3. Pengambilan tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
4. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
5. Bebas dari pengaruh estrogen
6. Tidak menggangu kegiatan senggama
7. Tidak menggangu ASI
8. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
9. Dapat dicabut setiap saat sesuai dengan kebutuhan
Kemudian untuk mekanisme kerja implant sendiri meliputi :
1. Mengubah lendir servik menjadi kental
2. Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi
3. Mengurangi transportasi sperma
4. Menekan ovulasi
Untuk waktu mulai menggunakan Implant meliputi :
1. Implant dapat dipasang selama siklus haid hari ke-2 samapai hari ke-7
2. Bila tidak hamil dapat dilakukan setiap saat
3. Saat menyususi antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan
4. Pasca keguguran implant dapat segera di insersikan
5. Bila setelah beberapa minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali,
insersi dapat dilakukan setiap saat jangan melakukan hubungan seksual
selama 7 hari
Untuk penggunaan KB implant tidak semua wanita dapat menggunakannya secara
bebas, adpun yang diperbolehkan menggunakan KB implant apabila :
1. Usia reproduksi, telah memiliki anak ataupun belum memiliki anak
2. Menginginkan kontrasepsi dengan efektivitas tinggi dan jangka panjang
3. Menyusui dan memerlukan kontrasepsi
4. Pasca persalinan dan tidak menyusui
5. Pasca keguguran
6. Tidak menginginkan anak lagi tapi tidak ingin untuk sterilisasi
7. Tidak boleh menggunakan kontrasepsi yang mengandung progesteron
8. Riwayat kehamilan ektopik
9. Sering lupa minum pil
Sedangkan yang tidak perbolehkan menggunakan implant yakni :
1. Hamil atau diduga hamil
2. Perdarahan pervaginam yang tidak diketahui penyebabnya
3. Tromboflebitis aktif atau penyakit trombo-emboli
4. Penyakit hati akut, tumor hati jinak atau ganas
5. Tidak dapat menerima perubahan pola haid yang terjadi
6. Gangguan toleransi glukosa
7. Benjolan / karsinoma payudara / riwayat karsinoma payudara
8. Tumor / neoplasma ginekologik
Untuk riwayat fertilitas, ibu S pada kehamilan pertama mengalami
abortus karena terjatuh dan abortus pada kehamilan ketiga karena kandungannya
lemah. Sebenarnya abortus sendiri pengertiannya adalah ancaman pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapar hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Saifudin, 2010).
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya disebabkan
oleh faktor ovofetal. Pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12 minggu), abortus yang
terjadi disebabkan oleh faktor maternal (Sayidun, 2001). Faktor ovofetal :
pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada
70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi
pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus
adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast
untuk melakukan implantasi dengan adekuat.Faktor maternal : Sebanyak 2%
peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik maternal (systemic lupus
erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya. 8% peristiwa abortus
berkaitan dengan abnormalitas uterus (kelainan uterus kongenital, mioma uteri
submukosa, inkompetensia servik). Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis
memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau
dilakukan penilaian lanjutan.
Selain itu pada ibu S pada saat kehamilan yang ketiga, beliau sedang berumur
43 tahun dan sebelumnya pun pernah mengalami abortus. Sehingga ibu S sangat
beresiko mengalami abortus ketika kehamilannya yang ketiga ini. Umumnya
kesehatan rahim yang baik adalah pada wanita tidak kurang dari 20 tahun dan tidak
lebih dari 40 tahun. Sedangkan pada riwayat abortus sebelumnya, kemungkinan pada
rahim ibu S kemungkinan telah terbentuk jaringan parut, sehingga beresiko
keguguran kembali apabila ibu S hamil.
b. Analisis dan Kemungkinan Hasil Pemeriksaan Fisik
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan :
KU : baik, composmentis, sehat
Nadi : 66x/ menit
Frekuensi nafas : 15x/ menit
Tekanandarah : 110/ 70 mmHg
Suhu : 36˚C
BB : 50 kg
Tinggi badan : 145 cm
Dari keadaan umum ibu S tidak ada keluhan, dan sehat. Untuk nadinya
normal, frekuensi nafas normal, tekanan darah normal, dan suhu badan normal. Untuk
berat badan dan tinggi badan jika dihitung IMT nya maka didapatkan hasil 23.7,
sehingga ibu S berat badan nya normal. Untuk pemeriksaan dalam vagina tidak
perlukan karena tidak ada keluhan yang muncul pada ibu S. Selain itu perlu juga
perlu dilakukan pemeriksaan tekanan darah karena berkaitan dengan efek samping
yang akan timbul dalam penggunaan KB hormonal.
c. Analisis dan Kemungkinan Hasil Pemeriksaan Penunjang
Disini tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, kecuali jika ibu S
mengeluhkan keluhan yang berhubungan dengan efek samping dari penggunaan KB
implant yang sangat mengganggu serta komplikasi yang timbul ketika pemakaian KB
implant. Data USG lengan ibu S yang tertamanam di lengannya, sebenarnya
dilakukan untuk melihat posisi dari implant tersebut. Pada hasil USG terlihat implant
tidak melenceng dan rapi letaknya.
d. Analisis Rencana Penatalaksanaan
Karena ibu S merasa sudah cocok dengan penggunaan KB implant maka kami
anjurkan untuk melanjutkan KB implant ini. Sedangkan untuk efek samping dari flek
coklat di wajah, hal itu hanya mengganggu secara kosmetik dan ibu S mengaku tidak
terlalu menganggu hingga menyulitkan untuk beraktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.drugs.com/mtm/levonorgestrel.html
Latif, O.M.S., 2013. Contraception. http://emedicine.medscape.com/article/258507-
overview#showall.
The Population Council. 1990. Norplant Subdermal Levonorgestrel Implants: Guide
to Effective Counseling. The Population Council: New York.
World Health Organization (WHO). 1990. Norplant Contraceptive Subdermal
Implants: Managerial and Technical Guidelines. WHO: Geneva.
Baziad, A., 2002. Kontrasepsi Hormonal. Jakarta : YBP-Sarwono.
BKKBN. 2003. Materi Konseling. Jakarta :BKKBN.
BKKBN. 2007. Buletin Program KB Nasional No.2 Tahun 2007. Jakarta :BKKBN.
Depkes RI. 1999. Pedoman Penanggulangan Efek Samping/ Komplikasi Kontrasepsi.Jakarta : Depkes RI
Hartanto, H., 2004. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Saifuddin, A. B., 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : YBP-Sarwono P.
Siswosudarmo., Anwar, M., Emilia, O., 2001. Teknologi Kontrasepsi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN
Gambar 1.1. Saat pemeriksaan
Gambar 1.2. Proses anamnesis
Gambar 1.3. Implan yang di sisipkan ke lengan ibu S
Gambar 1.4. Hasil USG pada lengan ibu S
Gambar 1.5. Bersama ibu S
INFORMED CONSENT