Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 1
LAPORAN KEGIATAN
PENYIDIKAN PENYAKIT EKSOTIK
DALAM RANGKA KEGIATAN PERLINDUNGAN HEWAN
TERHADAP PENYAKIT EKSOTIK (PMK)TAHUN 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu penyakit hewan eksotik yang sangat menular seperti Penyakit Mulut
dan Kuku (PMK) mampu menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat luar biasa
besarnya baik bagi produsen ternak, industri terkait maupun konsumen.
Pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia dan akan
melakukan upaya pemberantasan dengan biaya yang diharapkan dapat ditekan
serendah mungkin apabila wabah PMK suatu saat muncul kembali
Sejak Indonesia dinyatakan bebas PMK pada tahun 1986 dan status
kebebasan ini telah diakui secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia
(Office International des Epizooties/OIE), maka selama 15 tahun Pemerintah
Indonesia telah menetapkan pelarangan importasi yang ketat terhadap hewan,
bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang berasal dari negara-negara
yang dinyatakan tertular dalam upaya untuk mencegah masuknya kembali PMK
ke Indonesia. Namun demikian peningkatan arus lalu lintas manusia dan barang
serta perubahan pola perdagangan serta juga perubahan peraturan perdagangan
dunia telah menyebabkan meningkatnya kemungkinan timbulnya wabah PMK.
Jalur masuk yang memungkinkan yang menyebabkan virus PMK masuk
ke suatu negara bebas adalah melalui penyelundupan daging yang tidak diolah
dan produk hewan lainnya, terorisme ekonomi dan sampah yang ditransportasikan
dengan pesawat terbang dan kapal laut (Donaldson dan Doel, 1994). Oleh karena
sangat tidak mungkin untuk melakukan pemblokiran seluruh jalur masuk yang
mungkin menyebabkan masuknya PMK ke Indonesia, maka kemungkinan
terjadinya wabah harus tetap dipertimbangkan. Ada beberapa dasar pertimbangan
teknis maupun ekonomis yang mendorong Penyebaran PMK selalu mengikuti
pola lalu lintas dan perdagangan ternak, sehingga dengan melaksanakan
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 2
pelarangan lalu lintas hewan, bahan asal hewan dan hasil olahannya serta tindakan
karantina yang ketat terutama di daerah-daerah perbatasan antara wilayah
tertular/tersangka dengan wilayah bebas, maka pemberantasan PMK dengan
menerapkan strategi pembebasan pulau per pulau sangat layak untuk
dilaksanakan.
Secara umum dapat dikatakan pelaksanaan program pemberantasan PMK
tahun 1974 – 1983 berjalan dengan cukup baik ditandai dengan perkembangan
kasus yang semakin menurun setiap tahunnya dan kasus menghilang sama sekali
sejak tahun 1978 – 1982. Suatu daerah tertular dinyatakan bebas setelah 3 tahun
dilakukan vaksinasi secara berturut-turut dan kemudian dilakukan evaluasi dan
surveilans selama 3 tahun.
Provinsi Bali dinyatakan bebas pada tahun 1978, Provinsi Jawa Timur
pada tahun 1981 dan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 1982. Untuk daerah
tersangka seperti Provinsi DI Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Sumatera
Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Utara, Jawa Barat, DKI
Jakarta dan Jawa Tengah, upaya pemberantasan dilaksanakan dengan jalan
mengadakan monitoring dan surveilans untuk memastikan ada tidaknya kasus
PMK.
Proses pengakuan internasional yang diperoleh Indonesia sebagai negara
dengan status bebas PMK menempuh jalan yang cukup panjang. FAO/APHCA
pada tahun 1986 melakukan evaluasi dan kajian terhadap status PMK di Indonesia
dan menyimpulkan bahwa Pemerintah Indonesia berhasil mengendalikan dan
menberantas PMK yang telah berjangkit di Indonesia lebih dari 100 tahun dengan
komitmen dan dedikasi yang tinggi. Penyakit Eksotik adalah penyakit yang
berasal dari luar Negeri dan kejadiannya sampai sekarang belum ditemukan atau
sudah tidak terjadi lagi kasus tersebut di Indonesia.
Kasus penyakit eksotik menimbulkan dampak yang sangat besar bagi
keadaan sosial, ekonomi bahkan politik Indonesia, oleh karena itu deteksi dini dan
keakuratan diagnosis adalah kunci dalam usaha pencegahan masuknya penyakit
eksotik ke Indonesia. Dari beberapa penyakit eksotik yang harus terus diwaspadai
agar tidak masuk ke Indonesia antara lain adalah Penyakit Mulut dan Kuku
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 3
(PMK), penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dan
Paratuberculosis.
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit yang disebabkan oleh
virus dari genus Aphthovirus yang merupakan virus yang berjangkit disebagian
besar belahan dunia, seringkali menyebabkan epidemi yang luas pada sapi dan
babi piaraan (Frank, dkk, 1995).
Penyakit mulut dan kuku (PMK) adalah penyakit viral pada ternak yang
kerap menimbulkan wabah hebat yang menurunkan tingkat produktivitas ternak
dan nyata-nyata mempengaruhi mata pencarian masyarakat pedesaan yang
sepenuhnya bergantung pada ternak. PMK merupakan kepentingan global dengan
multi faktor yaitu: menyerang banyak spesies; mempengaruhi produksi dan
pengelolaan ternak; mempengaruhi perdagangan ternak dan produk ternak; dan
menguras dan akan terus menguras alokasi sumberdaya kesehatan hewan.
Satu studi yang dilakukan oleh Rushton dan Knight-Jones (2012)
memisahkan dampak PMK menjadi 2 (dua) komponen yaitu dampak langsung
akibat penurunan produksi dan perubahan struktur populasi ternak; dan dampak
tidak langsung terkait dengan biaya yang secara signifikan harus dikeluarkan
untuk pengendalian dan manajemen PMK.
Epidemi tersebut juga memperlihatkan bahwa dampak politik dan
ekonomi dari penyebaran penyakit ini bukan hanya ditanggung sektor pertanian
dan industri pangan, tetapi bahkan meluas ke sektor lainnya yang terkait dengan
masyarakat. Indonesia merupakan salah satu dari 66 negara yang dinyatakan
“bebas tanpa vaksinasi” sesuai resolusi OIE Nomor 17 yang ditetapkan dalam
Sidang Umum Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) ke-81 pada bulan Mei
2013. Dengan resolusi yang selalu diperbaharui setiap tahun ini, artinya
Indonesia sudah bebas PMK selama hampir 27 tahun sejak dideklarasi pada 1986
yang lalu, meskipun baru diakui OIE secara resmi pada 1990.
Untuk mempertahankan status bebasnya, Indonesia melakukan berbagai
upaya yang dipersyaratkan OIE sebagaimana disinggung di bawah ini, meskipun
masih perlu dikaji ulang apakah upaya-upaya tersebut cukup efektif, memenuhi
kaidah teknis, dan sudah sejalan dengan dinamika perkembangan ilmu dan
teknologi.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 4
Salah satu persyaratan yang harus tetap dilakukan oleh negara bebas sesuai
standar OIE adalah melakukan surveilans berkelanjutan. Surveilans serologis
PMK dilaksanakan oleh Pusat Veterinaria Farma (Pusvetma) setiap tahun sejak
1990. [11] Dalam hal ini digunakan metoda Elisa Liquid Phase Blocking untuk
mendeteksi antibodi struktural PMK. Selama ini Pusvetma melakukan
pengambilan sampel di wilayah-wilayah yang dianggap berisiko tinggi baik yang
letaknya di perbatasan dengan negara tetangga, dan wilayah padat ternak yang
pernah ada kasus PMK di masa lampau. Wilayah-wilayah tersebut adalah
Sumatera (Sumatera Utara, Riau dan Jambi), Kalimantan (Kalimantan Barat dan
Kalimantan Timur), Sulawesi (Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara), Jawa (DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur), dan Bali. Namun setelah
1997, tidak lagi dilakukan surveilans PMK di Bali.
Disamping itu untuk memperkuat kewaspadaan dini terhadap PMK telah
dirintis penyusunan panduan Kiatvetindo (Kesiapsiagaan Darurat Veteriner
Indonesia) untuk PMK sejak 2000 yang lalu dan sampai saat ini telah direvisi tiga
kali. Panduan ini berisikan prosedur baku kesiapan nasional dalam menghadapi
keadaan darurat apabila wabah PMK berjangkit. Dalam rangka mensosialisasikan
panduan ini telah dilaksanakan beberapa kali lokakarya simulasi PMK untuk para
dokter hewan yang bertugas di provinsi maupun kabupaten/kota.
Upaya lain dalam mempertahankan status bebas tersebut yaitu melakukan
kampanye peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness). Pesan yang
disampaikan pada umumnya meliputi pengenalan mengenai PMK, bahayanya
bagi Indonesia, dan peran apa yang bisa dilakukan untuk mencegah PMK masuk
kembali ke Indonesia. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah penyakit yang
sangat menular dan merugikan pada semua hewan berkuku belah. Penyakit ini
disebabkan oleh virus dari genus aphthovirus, familia Picornaviridae. Terdapat
tujuh serotype virus PMK yaitu ; O, A, C, Asia 1, SAT 1, SAT 2 dan SAT 3 (OIE,
2004a), secara klinis serotipe ini tidak dapat dibedakan. Beberapa spesies seperti
sapi, babi , kambing, domba, kerbau dan hewan liar berkuku belah seperti rusa,
antelope dan babi hutan juga dapat terjangkit PMK (OIE, 2004a). Diantara
hewan-hewan di Asia, sapi dan kerbau mempunyai kerentanan yang tinggi baru
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 5
diikuti babi sedangkan kambing dan domba bersifat kurang rentan dan hanya
memainkan peranan sedikit dalam penyebaran penyakit (Subronto,1997).
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berfariasi tergantung galur virus
PMK yang menyerang, gejala klinis yang pertama muncul adalah kenaikan suhu
tubuh diikuti lemas, nafsu makan turun, pada saat lepuh-lepuh terbentuk didalam
mulut salivasi akan meningkat dan disertai terbentuknya busa disekitar bibir serta
leleran saliva yang menggantung. Lepuh dapat terlihat pada permukaan bibir
sebelah dalam, gusi, lidah bagian samping dan belakang. Kulit dicelah teracak
menjadi bengkak, merah dan panas sehingga hewan tidak bias berdiri, lepuh-lepuh
ini mudah pecah sehingga isinya mudah keluar dan meninggalkan keropeng
bersisik, adanya infeksi sekunder akan menunda kesembuhan lesi. (Subronto,
1997).
Aphthovirus menginfeksi berbagai hewan teracak dan spesies hewan liar.
Sapi, kerbau air, domba, kambing, unta dan babi adalah rentan terhadap penyakit
mulut dan kuku (Frank, dkk, 1995).
Kejadian PMK pertama kali dilaporkan tahun 1887 di Malang kemudian
menyebar ke Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan , Bali dan Nusa Tenggara.
Tahun 1962 kembali muncul di Bali akibat masuknya ternak secara illegal dari
Jawa Timur dan berakhir tahun 1966, tahun 1983 terjadi wabah ketiga di Jawa
Tengah dan Jawa Timur dan dalam waktu 2 minggu telah menyebar keseluruh
Pulau Jawa melalui perpindahan ternak dan perdagangan daging (Direktorat Bina
Produksi Peternakan, 2002). Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan penyakit
tersebut dengan melakukan vaksinasi masal serta mengontrol jalur perpindahan
hewan serta produk asal hewan. Vaksinasi meliputi lebih dari 95% ternak yang
diduga terserang PMK di Jawa yang memberi hasil penurunan kasus PMK tahun
1974-1983. Status bebas PMK dimulai di Bali tahun 1978, Jawa Timur 1981,
sulawesi Selatan 1983, Indonesia dinyatakan bebas dari PMK tahun 1986
(Direktorat Jenderal Produksi Peternakan, 2002).
Etiologi
PMK disebabkan oleh picorna-virus. Telah diketahui bahwa PMK
mempunyai 7 tipe, yaitu tipe-tipe A,O, C, Asia 1 dan SAT 1, 2 dan 3.Telah pula
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 6
diketahui banyak subtype yang pengenalannya semula didasarkan atas perbedaan
kelakuan subtype-subtype virus di dalam reaksi serologic secara uji ikatan
komplemen. Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 61 subtype virus. Arti penting
dari subtype-subtype tersebut, yang diberi kode A5, A24, 01, C3 dan sebagainya
adalah dalam segi taksonomi dan epidemiologi virus; untuk tujuan praktis dalam
pemilihan galur virus untuk pembuatan vaksin, uji netralisasi silang diantara
galur-galur virus dianggap lebih penting. Uji netralisasi silang dinyatakan dalam
suatu indeks yang dikenal sebagai nilai "r". poli pettida kapsit yang disebut VP1
dan VP3 adalah imunogen yang mudah mengalami perubahan mutasi. VPI diduga
tersangkut dalam pengikatan pada sel-sel. Rekombinasi genetic diantara galur-
galur virus PMK sekarang telah diketahui dengan baik VP1 dan VP3 telah
dicodekan (coded) ke dalam plasmid dan dapat dihasilkan oleh kuman Escherichia
coli.
Dalam keadaan yang serasi virus PMK bersifat sangat tahan dan dapat
ditularkan melalui produk-produk hewani seperti kulit, daging dan susu. Di dalam
otot, karena terbentuknya asam, virus hanya mampu bertahan selama dua hari dan
menjadi inaktif, sedangkan di dalam jaringan lain, misalnya kelenjar-kelenjar dan
sungsum tulang, virus dapat hidup berbulan-bulan dalam penyimpanan beku.
Ketahanan virus serupa juga ditemukan pada daging yang diasinkan. Virus
bersifat stabil dalam lingkungan terbuka untuk jangka waktu yang cukup lama,
yang kemudian disebarkan secara aerosol, terutama jika kelembaban udara
mencapai 70% dan suhu udara yang dingin. Virus bersifat peka terhadap alkali
maupun asam. Untuk mensuci hamakan tempat maupun alat-alat, bisa digunakan
larutan sodium karbonat 4% atau sodium hidroksida 2%. Untuk membersihkan
tubuh orang yang diduga tercemar dianjurkan menggunakan asam nitrat 0.5%.
Kepulauan Indonesia tertular dengan type O pada 1887. pada pertengahan
1983, di Jawa tengah terjadi wabah PMK yang bermula dari Kabupaten Blora,
Jawa Tengah. Penyakit diketahui telah meluas ke daerah- daerah lain, hingga
hampir semua kabupaten di Jawa terserang. Pulau Jawa dengan populasi ternak
besar dewasa ini sebanyak lebih dari 5 juta ekor telah tertular penyakit selama 92
tahun, dan pulau madura dengan lebih kurang setengah juta ternak besar untuk
ternak besar telah tertular untuk jangka waktu 70 tahun. Dalam jangka waktu yang
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 7
panjang penyakit telah menjalar ke pulau-pulau yang lain, akan tetapi dapat
tertahan oleh karena ketidak mampuan virus untuk melangsungkan mata rantai
penyebaran. PMK di Asia Tenggara bersifat enzooti dengan kejadian klinis yang
sifatnya rendah sampai sedang, dan Kadang-kadang diselingi dengan wabah yang
besar. Pemindahan ternak merupakan unsur yang terpenting dalam penyebaran
penyakit, yang biasanya mengikuti jalan atau transportasi. Wabah-wabah yang
terjadi di daerah yang semula bebas hampir selalu dapat dilacak terjadinya dan
disebabkan oleh pemasukan hewan-hewan ke daerah tertular tersebut. Pada
daerah tropis, penyebaran secara aerosol dan angin mungkin hanya terbatas pada
jarak-jarak yang pendek. Penularan melalui daging dan produk-produk hewani
lain tidak begitu dikenal luas, meskipun hal tersebut mungkin saja dapat terjadi.
Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) pertama kali didiagnosis di
Inggris pada tahun 1986. sejak itu penyakit ini menjadi epidemi disana dan
selanjutnya ditemukan di Irlandia Utara, Republik Irlandia, Oman, Swiss, Prancis
dan barangkali negara eropa lainnya (Frank, dkk, 1995).
Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau Mad cow adalah
penyakit pada sapi dewasa yang menyerang susunan syaraf pusat dengan ditandai
adanya degenerasi spongiosa pada sel syaraf yang berdampak fatal (fatal
Neurologikal disease). Penyakit BSE ini termasuk dalam kelompok penyakit
transmissible spongiform encephalopathies (TSE).
Menurut Sitepoe tahun 2000 Bovine Sponiform Encephalopathy
disebabkan oleh sejenis protein yang disebut Prion (Proteinaceous Infectious) dan
disingkat PrP. Prion sangat tahan terhadap bahan kimia yang bersifat merusak
(formalin, ethanol, deterjen, H2O2 dll) dan berbagai kondisi yang ektrim seperti
suhu (sampai 1320C) dan tekanan tinggi, pH rendah mau tinggi. Penyakit yang
disebabkan oleh Prion ini dapat menyerang manusia maupun hewan, dan sampai
sejauh ini belum dapat diobati.
Hewan yang peka terhadap BSE adalah sapi, dan sejauh ini diketahui
bahwa tidak ada perbedaan kepekaan diantara ras atau jenis sapi terhadap BSE.
Penularan BSE terutama melalui pakan yang mengandung tepung daging dan
tulang (Meat Bone Meal/MBM) yang berasal dari hewan penderita. Penularan
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 8
secara kontak langsung belum pernah dilaporkan, sedang penularan secara vertical
dari induk ke anak sangat kecil kemungkinannya. Manusia tertular BSE melalui
daging dan produk lain dari hewan yang menderita BSE.
Rata-rata sapi yang terserang BSE berumur 5 tahun. Masa inkubasi BSE
antara 2 - 8 tahun dengan rata-rata 5 tahun. Gejala klinis yang paling menonjol
adalah gejala syaraf. Secara umum terjadi perubahan pada status mental dan
tingkah laku, abnormalitas bentuk tubuh dan pergerakan serta gangguan sensorik.
Gejala umum yang nampak antara lain hilangnya nafsu makan, kekurusan,
penurunan produksi susu, ataksia (kejang-kejang), tremor, agresif dan suka
menyepak, telinga tegak dan kaku kadang-kadang hewan terjatuh. Selain itu
hewan penderita sangat sensitif terhadap suara, sinar dan sentuhan.
Penyakit Mulut dan Kuku memiliki nilai yang penting terhadap peternakan
karena keberadaan penyakit tersebut menimbulkan dampak penurunan
produktifitas hasil peternakan karena memiliki morbiditas yang tinggi dan
mortalitas yang cukup tinggi pada hewan yang muda. Selain itu BSE merupakan
penyakit yang penting dan perlu selalu diwaspadai kemungkinan penyebarannya
karena tidak hanya berbahaya bagi hewan tapi juga bagi manusia karena bersifat
zoonosis.
Penyakit mulut dan Kuku, merupakan penyakit yang berbahaya, telah
mendorong dibuatnya peraturan internasional yang ditujukan untuk menekan
sekecil mungkin resiko masuknya penyakit hewan ke suatu negara. Beberapa
negara telah berhasil dapat mencegah masuknya Penyakit mulut dan Kuku
dengan melarang pemasukan semua jenis hewan dan produk hewan dari negara
tempat penyakit itu berjangkit (Frank, dkk, 1995)..
PARATUBERCULOSIS
Paratuberculosis atau penyakitnya Johne’s Disease adalah Penyakit
mycobacterial pada sapi yang disebabkan oleh Mycobacterium avium subspecies
paratuberculosis (MAP), ditandai dengan manifestasi peradangan usus (enteritis
granulomatosa). Gajal klinik pada stadium akhir berupa diare kronik dan
kehilangan berat badan. Gejala tersebut baru muncul setelah sapi berumur 2
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 9
sampai 10 tahun, meskipun infeksinya terjadi sejak anak sapi dilahirkan
(neonatal).
Selain menyerang sapi, Johne’s Disease juga menyerang ruminansia lain,
seperti kerbau, kambing, domba, bison, rusa. Johne’s Disease jarang menyerang
kuda dan babi. Johne’s Disease ini pertama ditemukan pada sapi perah oleh Dr.
Heinrich A. Johne pada tahun 1895 di Jerman. Sehingga dikenal dengan nama “
John’s Disease” yang saat ini telah penyebarannya sudah meluas di berbagai
belahan dunia.
Gejala spesifik Johne’s Disease pada sapi berupa kehilangan berat badan
meskipun nafsu makan normal, diare, produksi susu turun. Hhewan dapat
terinfeksi sebelum umur 6 bulan melalui makanan atau susu yang terkontaminasi
MAB. Karena perkembangan penyakitnya yang lambat, maka gejala klinik
seringkali tidak teramati sampai umur hewan paling sedikit tiga tahun. Tanda
klinik ini muncul, seringkali dipicu oleh adanya stres seperti beranak atau
kepadatan ternak dalam suatu kandang.
Sapi yang sudah menunjukkan gejal klinis dapat menularkan penyakit
melalui fesesnya dan sangat berbahaya bagi hewan sekelompoknya. Karena sapi
tersebut dapat menghamburkan (shedding) MAP selama 18 bulan sesudah
perkembangan gejala klinisnya. Meskipun tidak berkembang biak pada
lingkungan, namun MAP dapat hidup dalam tanah dan air selama lebih dari satu
tahun, dalam keadaan dingin atau kering. MAP tahan hidup (resisten) dalam
kotoran hewan/pupuk kandang dan air pada suhu yang rendah.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa lebih dari 90% hewan yang
terinfeksi oleh MAP menampakkan diri seperti sehat, namun berpotensi
menyebarkan MAP melalui fesesnya dan dapat menularkan MAP ke ruminansia
lain dalam kelompoknya. Gejala klinis biasanya terjadi segera setelah hewan
melahirkan anak pertama atau ke kedua. Anak sapi atau sapi muda lebih peka
terhadap infeksi MAP dibandingkan dengan sapi dewasa.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 10
Sejarah penyakit
MAP Pertama kali ditemukan oleh H.A. Johne dan L. Frotingham tahun
1894 di Jerman. Mereka menemukan Bakteri ini dari jaringan usus sapi perah,
Pada perkembangan selanjutnya bakteri tersebut dikelompokan dalam
Mycobacterium avium complex(MAC),dengan nama MAP, sedangkan penyakit
yg ditimbulkan disebut Paratuberkulosis atau JD (Harris and Barleta 2001;
Griffiths 2003). DiIndonesia penyakit ini dilaporkan pada tahun 2008 setelah
bakteri MAP dapat diisolasi dari dari sapi perah di daerah Bandung dan
Banyumas dengan prevalensi penyakit berkisar 2 % (Adji 2008) .
MAP merupakan Bakteri Gram positif yg berbentuk batang dengan ukuran
0,2-0,7 x 1,0-2 µm,non motil, Bakteri ini tahan asam dan suhu pertumbuhannya
25-43°C dan optimal pada suhu 39°C (Griffits 2003), Waktu tumbuh bakteri ini 4-
24 minggu (Yokomizo 1997,OIE 2008,Quinn et al. 2006) dan mampu tumbuh
pada konsentrasi garam kurang dari 5% pada pH 5,5 (Griffiths 2003), Masa
inkubasi penyakit pada umumnya terjadi antara 2 sampai 4 tahun
Penularan Penyakit
Johne’s desease dilaporkan terjadi di semua belahan benua yaitu benua
Amerika, Eropa, Afrika, Asia dan Australia. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
sapi perah dibandingkan hewan ruminansia lainnya. Sedangkan pada ruminasia
kecil lebih sering terjadi pada kambing dan domba. Tempat infeksi dari bakteri
MAP adalah usus (ileum-caecum) sehingga hewan yg terinfeksi akan
mengeluarkan bakteri ini melalui feces
Diagnosis
Diagnosis penyakit paratuberkulosis dibedakan dalam 3 kategori:
1. Identifikasi MAP yang meliputi : nekropsi,mikroskopik, kultur, DNA probe
dan PCR
2. Uji serologi yang meliputi : Complement fixation tes(CFT), ELISA,dan Agar
Gel Immunodiffusion Test(AGID)
3. Uji Cell-Mediated Immunity(CMI) yg meliputi : Gamma Interferon Assay
dan Delayed Type Hypersensitivity (OIE 2008)
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 11
Wilayah Indonesia yang berbatas laut dengan negara lain dengan lalu
lintas yang padat mengakibatkan posisi Indonesia yang terbuka sehingga
memungkinkan masuknya berbagai agen penyakit dari luar negeri ke Indonesia
baik secara legal maupun illegal, dengan adanya kedaan itu mengandung
konsekuensi untuk selalu waspada dengan melakukan surveilans menyeluruh dan
berkesinambungan, oleh karena itu Balai Veteriner Bukittinggi sebagai
Laboratorium diagnostik dengan wilayah kerja yang berbatasan dengan Negara
tetangga Malaysia dan Singapura mempunyai tugas untuk melakukan early
detection terhadap penyakit eksotik untuk mencegah masuknya penyakit tersebut
ke Indonesia melalui wilayah regional II. Untuk mempertahankan status bebas
PMK dan mencegah masuknya penyakit BSE maka dilakukan surveilans terhadap
penyakit tersebut, daerah dengan resiko tinggi dipilih untuk mendeteksi adanya
kejadian penyakit PMK dan BSE di wilayah Regional II.
Maksud Dan Tujuan
1. Melakukan investigasi terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk
memastikan bahwa wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari
Penyakit Mulut dan Kuku.
2. Melakukan investigasi Penyakit BSE untuk memastikan wilayah kerja Balai
Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit BSE.
3. Melakukan investigasi Penyakit Paratuberculosis untuk memastikan wilayah
kerja Balai Veteriner Bukittinggi yang bebas dari penyakit Paratuberculosis
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 12
BAB II
MATERI DAN METODA
II. 1 Materi
II.1.1 Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku
Daerah pengambilan sampel ditentukan berdasarkan atas pedoman dan
identifikasi resiko potensial terhadap penularan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)
yakni; kedekatan dengan daerah tetangga, tingginya lalu lintas ternak dan jumlah
distribusi daging yang berasal dari impor illegal. Sehingga atas dasar tersebut dari
4 propinsi di wilayah kerja, hanya propinsi Sumbar yang tidak dilakukan
disampling
Lokasi surveilans dan jumlah sampel tahun 2013 terdapat pada table 1
sampai 3. Serum yang dikoleksi kemudian dilakukan pengujian di Balai Veteriner
Bukittinggi dengan metoda Enzim Linked Immunosorban Assay (ELISA) untuk
mendeteksi adanya titer Antibodi terhadap PMK dengan menggunakan ELISA
test kit produksi Median Diagnostic.
Tabel 1. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Kep.Riau
No Kab/kota Kecamatan Desa/Kel Jenis
Hewan Jumlah
1 Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 6
Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 4
Dusun Semalit Sapi 6
Dusun Karandin Sapi 7
Singkep Batu Kacang Sapi 1
2 Natuna Bunguran Timur Kel. Bandarsyah Sapi 8
Kel. Ranai Darat Sapi 1
Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 1
Kalangau Sapi 2
Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 4
Tapau Sapi 2
Harapan Jaya Sapi 2
Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 3
Sedarat Baru Sapi 1
Batubi Jaya Sapi 1
3 Bintan Teluk Sebung Engkang Anculai Sapi 7
Teluk Bintan Bintan Buyu Sapi 12
Jumlah 68
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 13
Tabel 2. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Riau
No Kab/kota Kecamatan Desa/Kel Jenis
Hewan Jumlah
1 Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 2
Bukit Nanas Sapi 5
Sungai IX Lubuk Gaung Sapi 12
Tg. Penyembal Sapi 6
2 Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 23
Suka Sari Sapi 18
3 Pekanbaru M. Damai Marutu Sapi 25
4 Bengkalis Rupat Tg. Kapal Sapi 12
5 Indragiri Hilir Tembilahan Pekan Arba Sapi 6
GAS Sungai Kliran Sapi 5
Sg teluk Penang Sapi 1
Tempuling Sungai Tempuling Sapi 3
Keritang Lintas Utara Sapi 7
Sungai Ara Sapi 2
6 Siak Sabak Auh Selat Guntung Sapi 26
Jumlah 153
Tabel 3. Jumlah Sampel Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku Propinsi Jambi
No Kabupaten Kecamatan Desa/Kelurahan Jenis
Ternak Jumlah
1 Tanjab Timur Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 1
Karya Bakti Sapi 3
Pematang Mayan Sapi 15
Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 6
2 Jambi Kota Baru Bagan Pete Sapi 9
Mayang Sapi 4
Kenali Besar Sapi 5
Telanai Pura Legok Sapi 4
Pelayangan Mudung Laut Sapi 1
Danau Teluk Tg. Raden Sapi 1
Jumlah 49
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 14
II.1.2 Investigasi Penyakit BSE
Sampel yang digunakan untuk investigasi adalah Otak Sapi. Daerah
pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kedekatan dengan daerah tetangga,
tingginya lalu lintas ternak dan jumlah distribusi daging yang berasal dari impor
illegal. Lokasi dan jumlah sample terdapat pada tabel 4 sampai 7. Sampel berupa
otak sapi tersebut kemudian dilakukan pemeriksaan Histopathology dengan
pewarnaan umum Haematoxylin Eosin (HE) untuk mendeteksi adanya bentukan
vakuola pada bagian obex.
Tabel 4. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Propinsi Kepri
No Kabupaten Kecamatan Desa/Kel Jenis
Hewan Jumlah
1 Batam Lubuk Baja Sei Jodoh Sapi 7
2 Karimun Karimun Tg. Balai Sapi 5
3 Tg. Pinang TPI Barat RPH Tg. TPI Kota Sapi 3
4 Natuna Bunguran Timur Pasar Ranai Sapi 3
Jumlah 18
Tabel 5. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau
No Kabupaten Kecamatan Desa/Kel
Jenis
Hewan Jumlah
1 Inhil Tembilahan Pasar Terapung Sapi 2
Pasar Pagi Sapi 3
2 Pekanbaru Tampan Tuah Karya (RPH Kota
Pekanbaru)
Sapi 5
3 Dumai Dumai Kota Pasar Senggol Sapi 2
Dumai Kota Pasar Payung Sapi 2
Dumai Kota Pasar Dock Sapi 1
4 Siak Siak Siak Sapi 1
Jumlah 16
Tabel 6. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Jambi
No Kabupaten/kota Kecamatan Desa/Kel
Jenis
Hewan Jumlah
1 Kota Jambi PS. Angso Duo Pasar Angso Duo Sapi 5
2 Kab. Tanjab Barat Tungkal Ilir Tungkal IV Kota Sapi 2
3 Kab. Tanjab Timur Dendang Koto baru Sapi 1
Jumlah 8
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 15
Tabel 7. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Sumatera
Barat
No Kabupaten/kota Kecamatan Desa/Kel
Jenis
Hewan Jumlah
1 Kota Padang Koto Tangah Lubuk Buaya Sapi 2
II.1.3 Investigasi Penyakit Paratuberculosis
Daerah pengambilan sampel secara acak dan identifikasi resiko potensial
terhadap penularan Penyakit John Disease (Paratuberculosis). Semua daerah
dalam wilayah kerja Balai Veteriner (4 Propinsi) diambil sampel secara acak.
Lokasi surveilans dan jumlah sampel tahun 2013 terdapat pada table 8
sampai 11. Serum yang dikoleksi kemudian dilakukan pengujian di Balai
Veteriner Bukittinggi dengan metoda Enzim Linked Immunosorban Assay
(ELISA) untuk mendeteksi adanya titer Antibodi terhadap Paratberculosis dengan
menggunakan ELISA test kit produksi LSI Vet TM .
Tabel 8. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis
Propinsi Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah
1 Siak Kerinci Kanan Delima Jaya Sapi 3
Kumbara Utara Sapi 1
Lubuk Dalam Rawang Kau Sapi 1
2 Palalawan Pangkalan Kuras Talau Sapi 3
Pangkalan Kerinci Mekar Jaya Sapi 3
Makmur Sapi 11
Bandar Sei Kijang Muda Setia Sapi 3
Jumlah 25
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 16
Tabel 9. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis
Prop. Kepulauan Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah
1 Natuna Bunguran Timur Bandarsyah Sapi 7
Ranai Darat Sapi 2
Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 2
Kalangau Sapi 2
Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 2
Harapan Jaya Sapi 2
Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 2
2 Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 1
Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 11
Lingga Muasai Sapi 4
Singkep Batu Kacang Sapi 1
3 Bintan Teluk Sebung Ekang Anculai Sapi 8
Bintan Buyu Sapi 8
Jumlah 52
Tabel 10. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis
Propinsi Jambi
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah
1 Sarolangun Air Hitam Bukit Suban Sapi 17
2 Kab. Tanjab Timur Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 3
Karya Bakti Sapi 2
Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 5
Jumlah 27
Tabel 11. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis
Propinsi Sumbar
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah
1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6
2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 1
3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 98
4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5
5 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5
6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5
7 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 369
8 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 17
9 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 8
10 50 Kota Guguk Guguak VIII Koto Sapi 6
Situjuah V Nagari Situjuah Gadang Sapi 1
Lareh sago Halaban Batu Payung Sapi 2
Luak Sungai Kemuyang Sapi 6
11 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1
12 Agam Palembayan Salareh Aia Sapi 6
13 Pasaman Barat Luhak Nan Duo Koto Baru Sapi 2
Pasaman Aur Kuning Sapi 3
Ranah Batahan Desa Baru Sapi 5
Koto Balingka Parit Sapi 1
Kinali Anam Kt Selatan Sapi 1
Jumlah 537
Sampel untuk uji PCR
Tabel 12. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit Paratuberculosis
Propinsi Sumbar
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel
Jenis
hewan Jumlah
1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 7
2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 9
3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5
4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 2
5 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1
6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 3
7 Tanah Datar Tanjung Baru Tanjung Alam Sapi 1
Salimpaung Salimpaung Sapi 2
Rambatan Rambatan Sapi 1
Padang gantiang Koto Alam Sapi 1
8 Agam Baso Sei Cubadak Sapi 2
9 Pasaman Barat Pasaman Aur Kuning Sapi 1
Ranah Batahan Desa Baru Sapi 2
10 Pasaman Bonjol Koto Kacian Sapi 1
Simpang Alahan Mati Simpang Sapi 1
Rao Selatan Tg. Betung Sapi 1
Jumlah 40
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 18
II.2 Metode
II.2.1 Prosedur Kerja Elisa PMK
Bahan :
- Serum sampel - Antigen PMK
- Washing solution - Larutan buffer
- Stop solution - Aquadestilata
- Konjugat
Alat :
- ELISA Plate
- Micropipet Singlechannel
- Micropipet Multichannel
- ELISA Reader
Prosedur
1. Inkubasi serum, Konjugate dan Antigen
a. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate A1 dan B1
b. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate C1 dan D1
c. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate E1 dan F1
d. Isi 50 μl serum refferens 1 pada lubang mikroplate G1 dan H1
e. Isi 50 μl serum uji pada satu lubang (tes tunggal)atau dua lubang (tes
duplikat)
f. Isi 50 μl konjugat (working dilution) pada semua lubang mikroplate
g. Isi 50 μl antigen (working dilution) pada semua lubangng mikroplate
h. Tutup plate dengan penutupnya
i. Homogenkan dengan shaker
j. Inkubasi mikroplate pada temperatur kamar selama 90 menit
2. Inkubasi dengan kromogen /Larutan Substrat
a. Buang semua larutan dalam mikroplate cuci dengan washing solution
sebanyak enam kali pada pencucian terakhir pukulkan mikroplate pada lap
kering
b. Isi 100 μl kromogen /substrat pada semua lubang mikroplat
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 19
c. Inkubasi pada suhu kamar selama 15 – 20 menit
d. Tambahkan 100 μl stop solution pada semua lubang mikroplat
e. Lakukan pencampuran isi pada lubang mikroplat
3. Pembacaan hasil
a. Baca Optical density (OD) semua lubang mikroplat dengan ELISA reader
setelah 15 menit perubahan warna dihentikan
b. Kalkulasi nilai mean OD dari serum referens 1
c. Kalkulasi nilai corrected OD dari serum referen 2,3 dan 4 serta sampel uji
dengan mengganti nilai OD mean dari serum referen 1
d. Kalkulasi persentase inhibition (PI) dari serum refren 2 dan 3 serta sampel
uji sesuai dengan formula sebagai berikut ;
PI = 100 - Nilai OD Sampel Uji x 100
Nilai OD serum rferen 4
II.2.2. Pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE)
Bahan :
- Larutan Acid alkohol - Larutan Stock eosin alkohol 1 %
- Larutan ammonia Water - Alkohol 70 % atau Formalin 10 %
- Larutan Harris Hematoxylin - Alkohol 95 %
- Larutan Working Alkohol - Aceton
- Alkohol 80 % - Parafin Keras
- Xylol Absolut - Canada Balsem
- Parafin - Gliserin
Alat :
- Kaca Preparat - Embedding Casset
- Mikrotom - Cover Glass
- Bak Perendaman - Mikroskop cahaya
- Scalpel - Pinset
- Pisau Mikrotom - Inkubator
- Freezer - Water Bath
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 20
Prosedur Kerja :
1. Pembuatan Slide dan Pewarnaan
a. Fiksasi contoh uji dengan larutan Formalin 10% atau alkohol 70%, 18 – 24 jam
b. Lakukan pemotongan contoh uji dan masukkan dalam Embedding Cassette.
c. Cuci dengan air mengalir (kran) selama 30 menit
d. Proses Dehidrasi
Masukkan Embedding Cassette secara berurutan kedalam :
Proses Cairan Waktu
Dehidrasi Alkohol 80% 2 jam
Alkohol 95% 2 jam
Alkohol 95% 1 jam
Alkohol absolut 1 jam
Alkohol absolut 1 jam
Alkohol absolut 1 jam
Clearing Xylol 1 jam
Xylol 1 jam
Xylol 1 jam
Impregnasi Paraffin 2 jam
Paraffin 2 jam
Paraffin 2 jam
2. Proses Embedding
Setelah melalui proses dehidrasi, maka jaringan yang berada dalam
embedding cassette dipindahkan ke dalam base mold, kemudian diisi dengan
parafin cair, kemudian diletakkan ke dalam embedding cassette. Jaringan yang
sudah diletakkan pada cassette disebut blok. Fungsi dari cassette adalah untuk
memegang pada saat blok dipotong pada mikrotom.
3. Proses Pemotongan
Letakkan blok pada mikrotom
Lakukan pemotongan contoh uji dengan ketebalan 5-7 µm.
Lembaran hasil pemotongan diapungkan di atas permukaan air.
Untuk menghilangkan kerutan jaringan dilakukan dengan menekan salah
satu sisi potongan dan sisi lainnya dengan menggunakan kuas kecil.
Angkat dengan kaca preparat dan pindahkan dalam waterbath suhu ± 400C
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 21
Angkat lagi dengan kaca preparat yang sudah diolesi dengan glycerin-putih
telur sambil diatur posisinya.
Hilangkan airnya dan biarkan kering.
4. Proses Pewarnaan
Masukkan secara berurutan slide berisi potongan contoh uji kedalam :
- Larutan Xylol selama 5 menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan Xylol (II) selama 5 menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan Xylol (III) selama 5 menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan alkohol abs. (I) selama 5 menit
- Tiriskan dan pindahkan ke dalam larutan alkohol abs. (II) selama 5 menit
- Pindahkan ke aquadestilata dengan digoyang – goyangkan selama 1 menit
- Pindahkan ke dalam larutan Hematoksilin selama 20 menit
- Pindahkan ke dalam aquadestilata selama 1 menit
- Celupkan dan angkat dalam larutan Acid alkohol sebanyak 2- 3 celupan sampai
Hematoxylin dalam sitoplasma hilang
- Masukkan dalam Aquadestilata (I) selama 1 Menit
- Masukkan dalam aquadestilata (II) selama 10 menit
- Masukkan dalam larutan eosin selama 2 menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol 96%(II) selama 3 menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol 96% (III) selama 3 menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol Absolut (II)
(sambil digoyang-goyangkan)
selama 3 menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan alkohol Absolut (II)
(sambil digoyang-goyangkan)
selama 3 menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan Xylol (IV) selama 3 Menit
- Tiriskan dan pindahkan dalam larutan Xylol (V) selama 3 menit
- Slide siap di mounting
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 22
5. Proses Mounting
Slide yang berisi jaringan obex ditetesi dengan canada balsam pada
permukaannya sampai rata dan ditutup dengan cover glass, ditunggu hingga
kering kemudian slide siap untuk dibaca dengan menggunakan mikroskop .
II.2.3.a Prosedur Kerja ELISA PARATUBERCULOSIS
Pengujian dilakukan secara serologi dengan metide ELISA. Adapun kit yang
dipakai adalah LSIvetTM Ruminant Serum Paratubercolosis “ADVANCED”
pruduksi LSI.
Metode Elisa yang digunakan adalah Indirect Elisa dengan cara kerja sesuai
petunjuk yang diberikan dalam kit Elisa.
A. Pre Pengujian
1. Siapkan sampel yang akan diuji
2. Keluarkan semua reagen/kit diletakkan 30 menit sebelum bekerja pada
suhukamar
3. Buat etiket untuk pengkodeanan sampel
B. Pengujian
1. Teteskan 100µl serum kontrol negatif pada lubang plate A1 dan B1
dan 100µl serum kontrol positif pada lubang plate C1 dan D1. Dan
100µl serum sapi yang akan diuji pada lubang E1 dan seterusnya. Ini
dilakukan pada plate yang tidak dicoating.
2. Tambahkan 110 µl sample dilution buffer kedalam semua lubang.
3. Campur dengan sempurna.
4. Pindahkan 100µl serum Kontrol dan serum sampel keplate yang telah
dicoating.
5. Inkubasi 45 menit pada suhu kamar.
6. Cucu plate 4 kali dengan wash solution yang diencerkan 10 kali.
7. Tambahkan 100µl conjugat ke dalam semua lubang. (Sebelumnya
Conjugat diencerkan 1/50, kit menyediakan HRP Conjugat M.
Paratubercolosis dan conjugate dilution buffer.
8. Inkubasi 30 menit pada suhu kamar
9. Cucu plate 4 kali dengan wash solution yang diencerkan 10 kali.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 23
10. Tambahkan 100µl substrate solution pada semua lubang.
11. Inkubasi pada ruang gelap selama 10 menit.
12. Tambahkan 100µl stop solution pada semua lubang
C. Pembacaan
1. Baca plate di Elisa reader segera setelah penambahan sop solution dan
maksimal 30 menit .
2. Dibaca pada panjang gelombang 450nm.
3. Interprestasi hasil.
Hasil yang didapat dari Elisa reader dinyatakan dalam Optimal density dan
dihitung dengan rumus :
S/P = OD sample – OD m NC
ODm PC - ODm NC
Hasil dapat di ekspresikan dengan titer : Titer = S/P x 100
Validitas dari pengujian ini adalah :
1. ODm NC < 0,400
2. ODmPC/ODm NC > 5
3. Interpretasi hasil :
1. Sapi
titer <60 Sampel negatif
60≤titer≤200 Sampel positif +
200<titer≤300 Sampel positif ++
300<titer≤400 Sampel positif +++
titer>400 Sampel positif ++++
2. Kambing
titer <70 Sampel negatif
70≤titer≤200 Sampel positif +
200<titer≤300 Sampel positif ++
300<titer≤400 Sampel positif +++
titer>400 Sampel positif ++++
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 24
II.2.3.b Prosedur Kerja PCR PARATUBERCULOSIS
Pengujian secara molekuler terhadap penyakit ini juga telah dikembangkan dan
dilakukan, yaitu dengan PCR(Konvensional dan realtime PCR). Metode ini
bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses identifikasi dan
konfirmasi terhadap penyakit Paratuberculosis
Alat dan bahan
Alat : BSC Class II, Laminar Flow, Thermomixer, Microcentrifus, Vortex,
Thermal cycler
Bahan : DNA extraction kit (QIAmp stool mini kit),TaqMan MAP Reagents
kit, tube 50 ml, Filter tips, microtube, plate,
Sampel berupa Feces
EKSTRAKSI DNA PARATUBERCULOSIS SAMPEL FECES
METODE QIAMP DNA STOOL QIAGEN CAT.51504
• 1 g feses+10ml ASL
• Vortex 1 menit
• sentrifus
• 2 ml lysate
• Inkubasi 80 C 20 menit
• Vortex 15 detik
• Sentrifuse 14000 rpm (1 mnt)
• Ambil supernatan 1,2ml
• Supernatan 1,2 ml + tablet inhibitex dan vortex
• Inkubasi disuhu kamar 1 menit
• Sentrifus 14000 rpm 3 menit
• Ambil supernatan
• Sentrifus 14000 rpm 3 menit
• Ambil supernatan
• masukkan 15µl proteinase K+200 µl sampel+200µl Buffer AL+1µl Xeno
DNA ke Microtube baru
• Vortex 15 detik dan inkubasi disuhu 70°C 20 menit
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 25
• Tambahkan 200µl Etanol 96%,vortex dan spin down
• Pindahkan ke spin coloum dan sentrifus 14000 rpm 1 meniy
• Buang filtrat dan tambahkan 500 µl Buffer AW1,sentrifus 14000 rpm 1
menit
• Buang filtrat dan tambahkan Buffer AW2 500µl,sentrifus 14000 rpm 1
menit
• Pindahkan spin colom ke microtube 1,5 ml yg baru
• Tambahkan buffer AE 50µl dan inkubasi 1 menit,sentrifus 14000 rpm 1
menit
• DNA
REAL TIME PCR PARA TUBERCULOSISIS
METODE KIT APPLIED BIOSYSTEM TAQMAN MAP REAGENT,
CAT.4405545
Setelah didapat DNA maka proses selanjutnya adalah PCR dgn
menggunakan kit Taqman MAP Reagen
TaqMan MAP Reagen ini terdiri dari:
2xqrtPCR Master Mix
25xMAP Primer Probe Mix
Nuclease free water
Perhitungan Komponen Reaksi PCR (1 reaksi) adalah :
No Komponen Volume (µl)
1. 2X q RT PCR Master Mix 12,5
2. 25X MAP Primer Probe Kit 1
3. Nuclease Free Water 3,5
4. Template DNA 8
Jumlah 25
Program Realtime PCR Para Tuberculosis
95°C 1X
95°C 40x
60°C 40x
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 26
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1. Investigasi Penyakit Mulut dan Kuku
Dari 270 sampel serum yang diperiksa pada tahun 2013 dengan Metode
ELISA, 100% sampel seronegatif terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Rekapitulasi hasil pengujian laboratorium pengujian Penyakit Mulut dan Kuku
terdapat pada Tabel berikut ;
Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop.Kep. Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)
1 Kab. Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 6
6
Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 4
4
Semalit Sapi 6
6
Karandin Sapi 7
7
Singkep Batu Kacang Sapi 1
1
2 Kab. Natuna Bunguran Timur Bandarsyah Sapi 8
8
Ranai Darat Sapi 1
1
Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 1
1
Kalangau Sapi 2
2
Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 4
4
Tapau Sapi 2
2
Harapan Jaya Sapi 2
2
Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 3
3
Sedarat Baru Sapi 1
1
Batubi Jaya Sapi 1
1
3 Kab. Bintan Teluk Sebung Engkang Anculai Sapi 7 7
Teluk Bintan Bintan Buyu Sapi 12
12
Jumlah 68
68
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 27
Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop. Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)
1 Kota Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 2
2
Bukit Nanas Sapi 5
5
Sungai
Sembilan Lubuk Gaung Sapi 12
12
Tg. Penyembal Sapi 6
6
2 Kota Dumai Bukit kapur kampung Baru Sapi 23
23
Suka Sari Sapi 18
18
3 Kota Pekanbaru M. Damai Marutu Sapi 25
25
4 Kab. Bengkalis Rupat Tg. Kapal Sapi 12
12
5 Inhil Tembilahan Pekan Arba Sapi 6
6
GAS Sungai Kliran Sapi 5
5
Sei teluk Penang Sapi 1
1
Tempuling Sungai Tempuling Sapi 3
3
Keritang Lintas Utara Sapi 7
7
Sungai Ara Sapi 2
2
6 Siak Sabak Auh Selat Guntung Sapi 26
26
Jumlah 153
153
Tabel 15. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Mulut dan Kuku Prop. Jambi
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)
1
Kab.
Tanjabtim Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 1
1
Karya Bakti Sapi 3
3
Pematang Mayan Sapi 15
15
Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 6
6
2 Kota Jambi Kota Baru Bagan Pete Sapi 9
9
Mayang Sapi 4
4
Kenali Besar Sapi 5
5
Telanai Pura Legok Sapi 4
4
Pelayangan Mudung Laut Sapi 1
1
Danau Teluk Tg. Raden Sapi 1
1
Jumlah 49
49
Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Penyakit Mulut dan Kuku
tahun 2013, 100% sampel seronegatif terhadap PMK , ini berarti tidak adanya
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 28
reaktor PMK di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, mengingat semakin
meningkatnya lalu lintas ternak, bahan pangan asal hewan dan bahan asal hewan
dari negara lain ke wilayah Indonesia melalui propinsi di wilayah kerja Balai
Veteriner Bukittinggi mengandung konsekuensi untuk terus melakukan
investigasi PMK secara berkelanjutan dengan memperbanyak jumlah sampel yang
diperiksa.
III.2. Investigasi penyakit BSE
Dari 44 sampel otak yang diperiksa secara Histopatologi dengan
pewarnaan Hematoxylin eosin 100% sampel tidak ditemukan vakuola pada obex
sebagai indikator adanya infeksi penyakit BSE, rekapitulasi hasil pemeriksaan
terdapat pada tabel berikut;
Tabel 16. Rekapitulasi hasil pemeriksaan investigasi BSE Prop. Kep. Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis jml (+) (-)
1 Kota Batam Lubuk Baja Sei Jodoh Sapi 7 7
2 Kab. Karimun Karimun Tg. Balai Sapi 5 5
3 Kota Tg. Pinang TPI Barat RPH Tg. TPI Kota Sapi 3 3
4 Natuna Bunguran Timur Pasar Ranai Sapi 3 3
Jumlah 18 18
Tabel 17. Rekapitulasi hasil uji laboratorium untuk sampel BSE Prop.Sumbar
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis jml (+) (-)
1 Kota Padang Koto Tangah Lubuk Buaya Sapi 2 0 2
Tabel 18. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis jml (+) (-)
1 Inhil Tembilahan Pasar Terapung Sapi 2
2
Pasar Pagi Sapi 3
3
2 Pekanbaru Tampan RPH Kota Sapi 5 5
3 Kota Dumai Dumai Kota Pasar Senggol Sapi 2
2
Dumai Kota Pasar Payung Sapi 2
2
Dumai Kota Pasar Dock Sapi 1
1
4 Siak Siak Pasar Sapi 1
1
Jumlah 16 16
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 29
Tabel 19. Jumlah Sampel dan Lokasi Investigasi Penyakit BSE Prop. Jambi
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jml (+) (-)
1 Kota Jambi PS. Angso Duo Ps. Angso Duo Sapi 5 5
2 Kab. TAnjanbar Tungkal Ilir Tungkal IV Kota Sapi 2 2
3 Kab. Tanjabtim Dendang Koto baru Sapi 1 1
Jumlah 8 8
Dari hasil pemeriksaan secara histopatologi dengan menggunakan
pewarnaan Hematoxylin eosin (HE) tidak ditemukan bentukan vakuola-vakuola
pada otak bagian obex, hal ini membuktikan bahwa Indonesia masih bebas dari
penyakit BSE, kedepan hendaknya dilakukan pemeriksaan dengan metode yang
lebih akurat dengan tingkat sensitifitasnya yang lebih tinggi misalnya
Immunohistokimia (gold standard) atau western blot.
III.3. Investigasi penyakit Paratuberculosis
Tabel 20. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)
1 Siak Kerinci Kanan Delima Jaya Sapi 3 1 2
Kmbr. Utara Sapi 1
1
Lubuk Dalam Rawang Kau Sapi 1
1
2 Palalawan Pangkalan Kuras Talau Sapi 3
3
Pkl. Kerinci Mekar Jaya Sapi 3
3
Makmur Sapi 11
11
Bandar Sei Kijang Muda Setia Sapi 3 1 2
Jumlah 25 2 23
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 30
Tabel 21. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop.
Kepulauan Riau
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jml (+) (-)
1 Natuna Bunguran Timur Bandarsyah Sapi 7
7
Ranai Darat Sapi 2
2
Bunguran T. Laut Sebadai Hulu Sapi 2
2
Kalangau Sapi 2
2
Bunguran Tengah Air Lengit Sapi 2
2
Harapan Jaya Sapi 2 1 1
Bunguran Barat Gunung Putri Sapi 2
2
2 Lingga Lingga Timur Bukit Langkap Sapi 1
1
Lingga Utara Bukit Harapan Sapi 11
11
Lingga Muasai Sapi 4 1 3
Singkep Batu Kacang Sapi 1
1
3 Bintan Teluk Sebung Ekang Anculai Sapi 8 1 7
Bintan Buyu Sapi 8
8
Jumlah 52 3 49
Tabel 22. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Jambi
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jml (+) (-)
1 Sarolangun Air Hitam Bukit Suban Sapi 17
17
2 Kab. Tanjabtim Rantau Rasau Rantau Rasau II Sapi 3
3
Karya Bakti Sapi 2
2
Nipah Panjang Sungai Tering Sapi 5
5
Jumlah 27
27
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 31
Tabel 23. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis Prop. Sumbar
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)
1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6
6
2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 1
1
3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 98 5 93
4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5
5
5 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5
5
6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5 1 4
7 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 369 4 365
8 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 6 1 5
9 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 8
8
10 50 Kota Guguk
Guguak VIII
Koto Sapi 6 2 4
Situjuah V Nagari Situjuah Gadang Sapi 1
1
Lareh sago Halaban Batu Payung Sapi 2 1 1
Luak
Sungai
Kemuyang Sapi 6
6
11 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1 1
12 Agam Palembayan Salareh Aia Sapi 6
6
13 Pasaman Barat Luhak Nan Duo Koto Baru Sapi 2
2
Pasaman Aur Kuning Sapi 3 1 2
Ranah Batahan Desa Baru Sapi 5 2 3
Koto Balingka Parit Sapi 1
1
Kinali Anam Kt Selatan Sapi 1
1
Jumlah 537 18 519
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 32
Sampel Feses yang di uji PCR di laboratorium Bioteknologi
Tabel 24. Rekapitulasi Hasil Pengujian Penyakit Paratuberculosis dengan Propinsi
Sumbar
No Kab/Kota Kecamatan Desa/Kel Jenis Jumlah (+) (-)
1 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 7 7
2 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 9 9
3 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 5 5
4 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 2 2
5 50 Kota Payakumbuh Gando Sapi 1 1
6 50 Kota Luak P.Mangatas Sapi 3 3
7 Tanah Datar Tanjung Baru Tanjung Alam Sapi 1 1
Salimpaung Salimpaung Sapi 2 2
Rambatan Rambatan Sapi 1 1
Padang gantiang Koto Alam Sapi 1 1
8 Agam Baso Sei Cubadak Sapi 2 2
9 Pasaman Barat Pasaman Aur Kuning Sapi 1 1
Ranah Batahan Desa Baru Sapi 2 2
10 Pasaman Bonjol Koto Kacian Sapi 1 1
Simpang Alahan Mati Simpang Sapi 1 1
Rao Selatan Tg. Betung Sapi 1 1
Jumlah
40 40
Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap Penyakit Paratuberculosis
tahun 2013, ada 23 dari 641 sampel (3,59%) hasilnya seropositf terhadap
Paratuberculosis, ini berarti adanya reaktor Penyebab Paratuberculosis pada sapi-
sapi yang di uji di wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi, mengingat semakin
meningkatnya lalu lintas ternak, bahan pangan asal hewan dan bahan asal hewan
dari negara lain ke wilayah Indonesia melalui propinsi di wilayah kerja Balai
Veteriner Bukittinggi mengandung konsekuensi untuk terus melakukan
investigasi Penyakit Paratuberculosis secara berkelanjutan dengan memperbanyak
jumlah sampel yang diperiksa.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 33
Dari semua sampel yang diuji dikoleksi dari sapi-sapi yang kelihatannya
tidak menampakkan gejala klinis namun hasilnya ada 23 sampel yang seropositif
Paratuberculosis. Ini jelas bahwa sapi-sapi yang menderita paratuberculosis tidak
menampakkan gejala klinis. Beberapa peneliti melaporkan bahwa lebih dari 90%
hewan yang terinfeksi oleh MAP menampakkan diri seperti sehat, namun
berpotensi menyebarkan MAP melalui fesesnya dan dapat menularkan MAP
kepada Ruminansia lain dalam kelompoknya. Gejala klinis biasanya terjadi segera
setelah hewan melahirkan anak pertama atau kedua. Anak sapi atau sapi muda
lebih peka terhadap infeksi MAP dibandingkan dengan sapi dewasa.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi Masih bebas dari Penyakit Mulut
dan Kuku (PMK)
- Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi masih bebas dari Penyakit Bovine
Spongiform Encepalopathy (BSE)
- Wilayah kerja Balai Veteriner Bukittinggi ditemukan hasil Laboratorium
Seropositif terhadap Paratuberculosis sebanyak 23 (3,59%) sampel. dan uji
PCR hasilnya 40 sampel negatif Paratuberculosis.
Saran
- Perlu dilakukan surveilans ulang setiap tahun terhadap penyakit BSE, PMK,
Paratuberculosis serta penyakit eksotik yang lain.
- Perlu adanya metode yang baku dalam pelaksanaan surveilans penyakit
eksotik untuk menjamin keakuratan data.
- Pengembangan metode uji terhadap penyakit eksotik dengan tingkat
sensitifitas yang tinggi
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 35
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus, Manual Standar Metode Diagnosa Laboratorium Kesehatan Hewan
(1999) Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan,
Departemen Pertanian.
Adji, R.S., 2008. Deteksi Mycobacterium Avium Subspecies Paratuberculosis
pada Sapi Perah di Kab. Bandung dan Banyumas. IPB Bogor
Direktorat Jenderal Peternakan. 2002. Perhitungan Kerugian Ekonomi akibat
Penyakit Mulut dan Kuku. Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Frank, J.Fenner, dkk. 1995. Virologi Veteriner Edisi kedua, IKIP Semarang
Press, Semarang
Geering, W.A, dkk 1995. Exotic Disease of Animal, Australian Goverment
Publising Service, Canberra
OIE.2004a. Manual of Standards or Diagnostic Test and Vaccines.5thed. Foot and
Mouth Disease. OIE.
Subronto. 1997. Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Suseno, P.P.,dkk, 2007. Analisis Serosurveilen Penyakit Mulut dan Kuku Di
Indonesia. Buletin Veterinaria Farma. Surabaya.
.
Laporan Kegiatan Penyidikan Penyakit Eksotik
Dalam Rangka Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Eksotik Tahun 2013 36