Download - Laporan Pendahuluan 27-28.doc
Laporan Pendahuluan
CKD (Chronic Kidney Disease) causa Hipertensi
Di Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Ruang Hemodialisa
Oleh :
Devi Hartatik
(2014.03.011)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MALANG
2014
A. CHRONICKIDNEYDISEASE (CKD)
1. Pengertian
Chronic Kidney Disease ( CKD ) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. Gagal ginjal kronis merupakan gangguan renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia.
2. Etiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain:
a. Infeksi saluran kemih (Pielonefritis kronik).
b. Penyakit peradangan (Glomerulonefritis)
c. Penyakit vaskuler hipertensif (Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis).
d. Gangguan jaringan penyambung (SLE, poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif)
e. Gangguan kongenital dan herediter (Penyakit ginjal polikistik,asidosis tubuler ginjal)
f. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis)
g. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
Selain penyebab diatas hipertensi juga merupakan salah satu faktor resiko, penyebab terjadinya penyakit ckd (chronic kidney disease). Saat ini, hipertensi diderita oleh lebih dari 800 juta orang di seluruh dunia. Sekitar 10%-30% penduduk dewasa di hampir semua negara mengalami hipertensi.
Di Indonesia jumlah penderita penyakit ginjal, hingga April 2006 berjumlah 150.000 ribu orang dan yang membutuhkan terapi fungsi ginjal mencapai 3000 orang.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan yang tinggi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah dalam arteri. Menurut Junaidi, bats normal tekanan tekanan darah adalah 120/80 mmHg. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi normal yang menjadi i umumnya berkembang dengan lambat. Pada kebanyakan kasus, dimulai dengan tekanan darah normal, dimulai dengan tekanan darah normal yang berkembang menjadi prahipertensi. Lalu akhirnya menuju hipertensi tahap I (sistolik antara 140 sampai 159 mmHg dan diastolik antara 90 sampai 99 mmHg)
3. Hubungan Hipertensi dengan kejadian CKD (Chronic Kidney Failure)
Menurut Dr. Pudji Rahardjo SpPD KGH, penyakit hipertensi tak mengenal usia. Namun semakin bertambah usia, persentase penyakit hipertensi cenderung mengalami peningkatan. Bila seseorang tekanan darah sistolik dan diastoliknya lebih diatas batas normal yaitu 140/80 mmHg, sudah terkena hipertensi. Meski tekanan darah seseorang masih dibawah definisi normal tidak secara otomatis terbebas dari kemungkina terkena hipertensi. Tetapi dianggap berpotensi terkena hipertensi jika ditemukan beberapa faktor resiko mengalami kegemukan atau karena kolesterol.
Di dalam darah antara lain dialiri asupan-asupan lemak ke sel-sel pembuluh darah. Sealnjutnya dinding pembuluh darah yang makin tebal karena lemak tersebut bisa mempersempit pembuluh darah. Jika ini terjadi pada ginjal, tentu akan menjadi kerusakan ginjal yang berakibat kepada penyakit gagal ginjal. Hipertensi pada dasarnya merusak pembuluh darah. Jika pembuluh darahnya ada pada ginjal, tentu ginjalnya yang mengalami kerusakan. Belum lagi salah satu kerja ginjal adalah memproduksi enzim angio tension II yang menyebabkan pembuluh mengkerut atau menjadi keras. Pada saat seperti inilah terjadi hipertensi.
Hipertensi bisa berakibat gagal ginjal. Sedangkan bila sudah menderita gagal ginjal sudah pasti terkena hipertensi. Bahkan hipertensi pada giliranya menjadi salah satu faktor risiko meningkatnya kematian pada pasien hemodialisis (pasien ginjal yang menjalani terapi pengganti ginjal dengan cara cuci darah/hemodialisis di rumah sakit). Naiknya tekanan darah diatas ambang batas normal bisa merupakan salah satu gejala munculnya penyakit pada ginjal. Beberapa gejala-gejala lainya seperti berkurangnya jumlah urine atau sulit berkemih, edema (penimbunan cairan) dan meningkatnya frekuensi berkemih terutama pada malam hari.
Bila sudah dinyatakan gagal ginjal tahap akhir, maka pasien harus menjalankan terapi pengganti ginjal yaitu transplantasi (cangkok ginjal), hemodialisis (sering disebut cuci darah), Peritonial Dialisis (CAPD=Continous Ambulatory Peritonial Dialysis). Fungsi dari ginjal adalah mengeluarkan sisa-sisa metabolisme, menjaga keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit atau garam tubuh melalui urine, ginjal juga memproduksi hormon yang memengaruhi fungsi dari organ-organ lainya. Sebut saja misalnya hormon yang menstimulasi produksi sel darah merah dan hormon yang membantu menyeimbangkan tekanan darah serta membantu metabolisme kalsium.
Apabila salah satu faktor pendukung kerja ginjal, misalnya aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal atau saluran pembuangan ginjal, terganggu atau rusak maka fungsi ginjal dapat terganggu bahkan dapat berhenti sama sekali, yang dalam hal ini disebut gagal ginjal tahap akhir. Sementara itu, adanya kerusakan pada bagian ginjal tertentu terutama bagian korteks/lapisan luar, akan merangsang produksi hormon renin yang akan menstimulasi terjadinya peningkatan tekanan darah sehingga terjadi hipertensi yang bisa bersifat menetap. Di samping itu saat ginjal rusak maka ekskresi air dan garam akan terganggu. Hal ini mengakibatkan isi rongga pembuluh darah meningkat hingga menyebabkan hipertensi.
Gangguan fungsi ginjal akibat hipertensi bisa berupa penyakit ginjal akut/kronis dan gagal ginjal dimana ginjal tidak dapat lagi menjalankan sebagian atau seluruh fungsinya. Pada gagal ginjal tahap akhir pasien harus menjalankan hemodialisis atau cuci darah seumur bhidupnya, atau dilakukan transplantasi atau cangkok ginjal pada pasien cuci darah, hipertensi juga menjadi masalah yang paling sering terjadi. Bahkan sejumlah penelitian menunjukkan, hipertensi merupakan salah stu faktor resiko meningkatnya kematian pada pasien hemodialisis.
Hipertensi yang yang terjadi bertahun-tahun tanpa ada upaya untuk mengontrol, dapat merusak berbagai organ vital tubuh. Pada penyakit gagal ginjal, hipertensi tak terkontrol akan memperlemah dan mempersempit pembuluh darah yang menyuplai ginjal, termasuk gagal ginjal pun mengancam.
4. Manifestasi klinis
a. Perubahan keluaran urine: keluaran urin sedikit atau bahkan tidak keluarsama sekali, dapat mengandung darah terjadi infeksi
b. Peningkatan kadar bun dan kadar kreatinin
c. Hiperkalemia; pasien yang mengalami penurunan laju glomerulus filtrat reabsorbsi (gfr) tidak mampu mengeluarkan kalium
d. Asidosis metabolik
e. Abnormalisasi++ dan po4 (peningkatan konsentrasi fosfat mungkin terjadi: serum kalsium mungkin menurun sebagai respon terhadap penurunan absobsi kalsium di usus dan sebagai mekanisme kompensasi terhadap kadar serum fosfat
f. Anemia; anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang kemungkinan terjadi akibat penurunan produksi eritropoietin yang dihasilkan oleh ginjal
MANIFESTASI SINDROM UREMIK
Sistem tubuh
Manifestasi
Biokimia
Asidosis Metabolik (HCO3 serum 18-20 mEq/L)
Azotemia (penurunan GFR, peningkatan BUN, kreatinin)
Hiperkalemia
Retensi atau pembuangan Natrium
Hipermagnesia
Hiperurisemia
Perkemihan & Kelamin
Poliuria, menuju oliguri lalu anuria
Nokturia, pembalikan irama diurnal
Berat jenis kemih tetap sebesar 1,010
Protein silinder
Hilangnya libido, amenore, impotensi dan sterilitas
Kardiovaskular
Hipertensi
Retinopati dan enselopati hipertensif
Beban sirkulasi berlebihan
Edema
Gagal jantung kongestif
Perikarditis (friction rub)
Disritmia
Pernafasan
Pernafasan Kusmaul, dispnea
Edema paru
Pneumonitis
Hematologik
Anemia menyebabkan kelelahan
Hemolisis
Kecenderungan perdarahan
Menurunnya resistensi terhadap infeksi (ISK, pneumonia,septikemia)
Kulit
Pucat, pigmentasi
Perubahan rambut dan kuku (kuku mudah patah, tipis, bergerigi, ada garis merah biru yang berkaitan dengan kehilangan protein)
Pruritus
kristal uremik
kulit kering
memar
Saluran cerna
Anoreksia, mual muntah menyebabkan penurunan BB
Nafas berbau amoniak
Rasa kecap logam, mulut kering
Stomatitis, parotitid
Gastritis, enteritis
Perdarahan saluran cerna
Diare
Metabolisme intermedier
Protein-intoleransi, sintesisi abnormal
Karbohidrat-hiperglikemia, kebutuhan insulin menurun
Lemak-peninggian kadar trigliserida
Neuromuskular
Mudah lelah
Otot mengecil dan lemah
Susunan saraf pusat :
Penurunan ketajaman mental
Konsentrasi buruk
Apati
Letargi/gelisah, insomnia
Kekacauan mental
Koma
Otot berkedut, asteriksis, kejang
Neuropati perifer :
Konduksi saraf lambat, sindrom restless leg
Perubahan sensorik pada ekstremitas parestesi
Perubahan motorik foot drop yang berlanjut menjadi paraplegi
Gangguan kalsium dan rangka
Hiperfosfatemia, hipokalsemia
Hiperparatiroidisme sekunder
Osteodistropi ginjal
Fraktur patologik (demineralisasi tulang)
Deposit garam kalsium pada jaringan lunak (sekitar sendi, pembuluh darah, jantung, paru-paru)
Konjungtivitis (uremik mata merah)
5. KlasifikasiGagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Klasifikasi CKD (Chronic Kidney Disease)
Stage
Gambaran kerusakan ginjal
GFR (ml/min/1,73 m2)
1
Normal atau elevated GFR
90
2
Mild decrease in GFR
60-89
3
Moderate decrease in GFR
30-59
4
Severe decrease in GFR
15-29
5
Requires dialysis
15
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :
Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )
72 creatini serum
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85
Ureum kreatinin, klearens kreatinin test
Nilai normal :
Laki-laki : 97 137 mL/menit/1,73 m3atau 0,93 1,32 mL/detik/
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3atau 0,85 1,23 mL/detik/m2
6. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
Ureum kreatinin.
Asam urat serum.
Identifikasi etiologi gagal ginjal
Analisis urin rutin
Mikrobiologi urin
Kimia darah
Elektrolit
Imunodiagnosis
Etiologi CKD dan terminal
Foto polos abdomen.
USG.
Nefrotogram.
Pielografi retrograde
Pielografi antegrade.
Mictuating Cysto Urography (MCU).
Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
RetRogram
USG.
7. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dariKHdan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Hipertensiditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
8. Penatalaksanaan KeperawatanPenatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :
a) Konservatif
Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
Observasi balance cairan
Observasi adanya odema
Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
peritoneal dialysis
biasanya dilakukan pada kasus kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :
AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
c) Operasi
Pengambilan batu
transplantasi ginjal
9. Asuhan Keperawatan
A) PENGKAJIAN
1) Pengkajian1. Biodata
Gagal Ginjal Kronik terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 th), usia muda, dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70 % pada pria.2. Keluhan utama
Kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera makan (anoreksi), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas berbau (ureum), gatal pada kulit.
3. Riwayat penyakit
a. Sekarang: Diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi anafilaksis, renjatan kardiogenik.
b. Dahulu: Riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, prostatektomi.
c. Keluarga: Adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus (DM).
4. Tanda vital:
Body Systems :
Pernafasan (B 1 : Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk dengan/tanpa sputum, kental dan banyak,Tanda ; takhipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, Batuk produktif dengan / tanpa sputum.
Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau angina dan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.Tanda : Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, piting pada kaki, telapak tangan, Disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.kecendrungan perdarahan.
Persyarafan (B 3 : Brain)
Kesadaran : Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai koma.
Perkemihan-Eliminasi Urin (B.4 : Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Pencernaan-Eliminasi Alvi (B 5 : Bowel)\
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremicum, hiccup, gastritis erosiva dan Diare
Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis pada kulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium,pada kulit, jaringan lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehatPada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
b. Pola nutrisi dan metabolisme : Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien.
Gejala ; Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan (malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
c. Penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut tipis, kuku rapuh.
d. Pola Eliminasi
Eliminasi uri : Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut) abdomen kembung, diare atau konstipasi.Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan) oliguria atau anuria.
Eliminasi alvi : Diare.
e. Pola tidur dan Istirahat : Gelisah, cemas, gangguan tidur.
f. Pola Aktivitas dan latihan : Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise,.Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
g. Pola hubungan dan peran.
Gejala : kesulitan menentukan kondisi. (tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
h. Pola sensori dan kognitif.
Klien dengan gagal ginjal kronik cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami disorientasi/ tidak.
i. Pola persepsi dan konsep diri.
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
j. Pola seksual dan reproduksi.
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.\
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
k. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping.
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
l. Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah maupun mempengaruhi pola ibadah
Pemeriksan fisik :
Kepala: Edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas ureum.
Dada: Pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada.Perut: Adanya edema anasarka (ascites).\
Ekstrimitas: Edema pada tungkai, spatisitas otot.\
Kulit: Sianosis, akaral dingin, turgor kulit menurun.
B) Diagnosa KeperawataMenurut NIC NOC diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan retensi cairan, natrium, dan kalium
2. Perubahan nutrisi kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
3. Perubahan pola nafas edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
4. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi kesehatan.
6. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive PK : Anemia
C. Intervensi
No
Diagnosa
Tujuan/KH
Intervensi
1
Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme pengaturan melemah
Setelah dilakukan askep ..... jam pasien mengalami keseimbangan cairan dan elektrolit.
Kriteria hasil:
Bebas dari edema anasarka, efusi
Suara paru bersih
Tanda vital dalam batas normal
Fluit manajemen:
Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat)
Monitor tnada vital
Monitor adanya indikasi overload/retraksi
Kaji daerah edema jika ada
Fluit monitoring:
Monitor intake/output cairan
Monitor serum albumin dan protein total
Monitor RR, HR
Monitor turgor kulit dan adanya kehausan
Monitor warna, kualitas dan BJ urine
2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan askep .. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat
Dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Manajemen Nutrisi
kaji pola makan klien
Kaji adanya alergi makanan.
Kaji makanan yang disukai oleh klien.
Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.
Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama makan.
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual muntah.
Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan kalori.
3
Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, penurunan energi, kelemahan
Setelah dilakukan askep .....
jam pola nafas klien menunjukkan ventilasi yg adekuat dg kriteria:
Tidak ada dispnea
Kedalaman nafas normal
Tidak ada retraksi dada / penggunaan otot bantuan pernafasan
Monitor Pernafasan:
Monitor irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.
Perhatikan pergerakan dada.
Auskultasi bunyi nafas
Monitor peningkatan ketdkmampuan istirahat, kecemasan dan seseg nafas.
Pengelolaan Jalan Nafas
Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan
Auskultasi bunyi nafas
Bersihhkan skret jika ada dengan batuk efektif / suction jika perlu.
4
Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2
Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik
Kriteria hasil
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai
Warna kulit normal,hangat&kering
Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap
Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat
toleransi aktivitas
NIC: Toleransi aktivitas
Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi
Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari
aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri
Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas
Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital
Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas
5
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya b.d. kurangnya sumber informasi
Setelah dilakukan askep jam Pengetahuan klien / keluarga meningkat dg KH: Pasien mampu:
Menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan
Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas
Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan
Pendidikan : proses penyakit
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.
Jelaskan kondisi klien
Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi
Diskusikan tentang terapi dan pilihannya
Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung
instruksikan kapan harus ke pelayanan
Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan
6
Resiko infeksi b/d tindakan invasive, penurunan daya tahan tubuh primer
Setelah dilakukan askep ... jam risiko infeksi terkontrol dg KH:
Bebas dari tanda-tanda infeksi
Angka leukosit normal
Ps mengatakan tahu tentang tanda-tanda dan gejala infeksi
Kontrol infeksi
Ajarkan tehnik mencuci tangan
Ajarkan tanda-tanda infeksi
laporkan dokter segera bila ada tanda infeksi
Batasi pengunjung
Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps
Tingkatkan masukan gizi yang cukup
Anjurkan istirahat cukup
Pastikan penanganan aseptic daerah IV
Berikan PEN-KES tentang risk infeksi
proteksi infeksi:
monitor tanda dan gejala infeksi
Pantau hasil laboratorium
Amati faktor-faktor yang bisa meningkatkan infeksi
monitor VS
7
PK: Anemia
Setelah dilakukan askep .... jam perawat akan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :
Hb >/= 10 gr/dl.
Konjungtiva tdk anemis
Kulit tidak pucat
Akral hangat
Monitor tanda-tanda anemia
Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi
Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah
Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe
Observasi keadaan umum klien
C. KONSEP DASAR HEMODIALISA
1. Definisi
Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.\
Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi; osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu
Bagi penderita GGK, hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan. Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk dialysis yang lain.
3. Indikasi
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi :
Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
Asidosis
kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
Kelebihan cairan.
Perikarditis dan konfusi yang berat.
Hiperkalsemia dan hipertensi.
4. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses hemodialisa
1. Akses Vaskuler:
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
2. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
3. Difusi
Dalam dialisat yang konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat yang dibutuhkan.
4. Konveksi
Saat cairan dipindahkan selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
5. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan dapat terjadi pada membrane :
a) Tekanan positipmerupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positip mendorong cairan menyeberangi membrane.
b) Tekanan negativemerupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membrane olehpompapada sisi dialisat dari membrane tekanan negative menarik cairan keluar darah.
c) Tekanan osmoticmerupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadarzatterlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.
5. Perangkat Hemodialisa
a) Perangkat khusus
1) Mesin hemodialisa
2) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh.
3) Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.
Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
b) Alat-alat kesehatan:
Tempat tidur fungsional
Timbangan BB
Pengukur TB
Stetoskop
Termometer
Peralatan EKG
Set O2lengkap
Suction set
Meja tindakan.
Obat-obatan dan cairan:
- Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
- Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
- Dialisat
- Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
- Obat-obatan emergency.
6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa
a) Perawatan sebelum hemodialisa
1) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
2) Kran air dibuka.
3) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran pembuangan.
4) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
5) Hidupkan mesin.
6) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
7) Matikan mesin hemodialisis.
8) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
9) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
10) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
b) Menyiapkan sirkulasi darah.
1) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
2) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah) diatas dan posisi outset (tanda biru) dibawah.
3) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
4) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah.
5) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
6) Hubungkan set infuse ke slang arteri.
7) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
8) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset diatas, tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9) Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
10) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
11) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari 200 mmHg).
14) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
17) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas dan outset dibawah.
19) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
c) Persiapan pasien
1) Menimbang BB
2) Mengatur posisi pasien.
3) Observasi KU
4) Observasi TTV
5) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan
salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
7. Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dalisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1) Penderita kembali menjalani hidup normal
2) Penderita kembali menjalani diet yang normal
3) Jumlah sel darah merah sulit ditoleransi
4) Tekanan darah normal
5) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
8. Komplikasi Hemodialisa
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain :
1) Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
2) Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialysate natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan cairan.
3) Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
4) Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradient osmotic diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradient osmotic ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan edema serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.
5) Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
6) Perdarahan
Uremia menyebabkan gangguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Pengguanaan heparin selama hemodialisa juga merupakan factor resiko terjadinya perdarahan.
7) Gangguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemi. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
8) Pembekuan darah
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak sesuai ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.
9. Proses Keperawatan
a. Pengkajian Pre HD
Riwayat penyakit, tahap penyakit
Usia
Keseimbangan cairan, elektrolit
Nilai laboratorium: Hb, ureum, creatinin, PH
Keluhan subyektif: sesak nafas, pusing, palpitasi
Respon terhadap dialysis sebelumnya.
Status emosional
Pemeriksaan fisik: BB, suara nafas, edema, TTV, JVP
Sirkuit pembuluh darah.
Pengkajian Intra HD
Keluhan
UF Removed, UF goal, UF Rate, Time Left
Mengkaji TTV
Mengkaji adanya resiko hipotensi (TD menurun, pusing, mual, muntah)
Mengkaji adanya tanda-tanda hipoksemia (sianosis, crt > 2detik)
Mengkaji adanya tanda-tanda kram otot
Mengkaji adanya resiko perdarahan
Mengkaji adanya masalah pencernaan mual dan muntah
Mengkaji adanya nyeri
Pengkajian Post HD
Tekanan darah: hipotensi
Keluhan: pusing, palpitasi
Komplikasi HD: kejang, mual, muntah, dsb
b. Diagnosa Keperawatan
Pre HD
1) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber informasi
2) Cemas b.d krisis situasional
3) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal
4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatakan kadar ureum kreatinin dalam darah
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
Intra HD
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan natrium
3) Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan pada dialysis, sifat kronis penyakit
4) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
5) Resiko terjadinya hipotensi berhubungan dengan ultrafiltrasi pada tindakan hemodialisa
6) Resiko hipotensi berhubungan dengan ultrafiltrasi pada tindakan hemodialisa
7) Resiko infeksi berhubungan dengan pemasangan double lumen didaerah leher
8) Nyeri berhubungan dengan proses ultrafisasi dan trauma jaringan
9) Nyeri akut berhubungan dengan insersi pada daerah AV
Post HD
1) Resiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder terhadap penusukan
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan dirumah
3) Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembukaan VABL