Download - laporan pendahuluan dispepsia
LAPORAN PENDAHULUAN
DISPEPSIA
Pengertian
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse berarti pencernaan.
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di
perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus
klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi
termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri
atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, rasa penuh atau cepat kenyang,
dan sering bersendawa. Biasanya berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan
yang pedas, asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional
tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang dapat pula disertai dengan keluhan lain, perasaan panas
didada di daerah jantung (heartburn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang,
bersendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya. (Warpadji Sarwono, et all,
1996, hal. 26).
Pengertian dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya. Sindroma
dispepsia organik terdapat keluhan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka)
lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila tidak
jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, endoskopi (teropong saluran
pencernaan).
. anatomi dan Fisiologi
a. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung. Panjang sekitar 25 cm
mulai dari faring sampai pintu masuk cardiac lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar
lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot melingkar esofagus terletak dibelakang trakhea dan
depan tulang belakang setelah melalui torak menembus difragma masuk .kedalam abdomen
menyambung dengan lambung.
b. Gaster (lambung)
Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang melebar seperti kantong, terletak
didalam rongga perut terutama didaerah epigastrik. Sebagian terletak dibagian kiri daerah
hipokondriak dan umbilikal. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk g dan dalam keadaan
penuh lambung berbentuk seperti buah dengan kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.
Lambung terbagi atas cardiac gaster, fundus gaster, corpus gaster, antrum pylorus, spinkter
kedua pada ujung lambung untuk mengatur pengeluaran dan pemasukkan, mengalirkan makanan
masuk ke duodenum dan ketika berkontraksi spinkter ini akan mencegah terjadinya aliran balik
dari usus kelambung.
Persyaratan lambung sepenuhnya otonomi, suplai saraf parasimpatis untuk lambung dan
duodenum dihantarkan dari ke abdomen melalui nervus vagus. Serabut aferen mengantarkan
infuls nyeri yang dirangsang oleh peregangan kontraksi-kontraksi otot dan peradangan dan
dirasakan pada daerah epigastrium, serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan sekresi
lambung.
Didalam lambung makanan ditampung, dilancarkan, digiling, dan beberapa fungsi, antara
lain:
1) fungsi motorik terdiri atas:
a. fungsi reservoir, menyimpan makanan sehingga sedkit demi sedikit akan dicerna dan akan
masuk kedalam saluran cerna.
b. Fungsi pencampuran, memecahkan makanan menjadi partikel - partikel kecil dan bercampur
dengan getah lambung melalui kontraksi otot yang mengelilingi lambung. Kontraksi peristaltik
diatur oleh satu irama listrik intrinsik dasar.
c. Fungsi pengosongan lambung, diatur pembukaan spinkter pilorus dan dipengaruhi oleh
viskositas (kekentalan), volume, keasaman, aktifitas motorik, keadaan fisik serta emosi, dan
obat-obatan. Lambung biasanya kosong dalam waktu empat jam setelah makan dapat lebih cepat
atau lebih lambat tergantung dari banyak makanan yang masuk.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan karbohidrat dan lemak oleh amilase dan
lipase dalam lambung.
b. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang dimakan, perenggangan dan
alkalinase antrum dan rangsangan vagus.
c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12 dari usus halus bagian distal.
d. Sekresi muskulus berbentuk selubung yang melindungi lambung serta berfungsi sebagai pelumas
sehingga makanan mudah diangkut.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi:
A. Fase sefalik
Yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Menyebabkan
fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan, impuls eferen kemudian
dihantarkan melalui saraf vagus ke lambung. Hasilnya kelenjar gastrik dirangsang mengeluarkan
asam HCL.
B. Fase gastrik
Dimulai antrum pilorus, distensi di antrum menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari
reseptor-reseptor pada dinding lambung, gastrik dilepaskan dari antrum kemudian dibawa oleh
aliran darah menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi pelepasan HCL.
C. Fase intestinal
Dimulai dari gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Adanya protein yang telah dicerna
sebagian dalam duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon yang
menyebabkan lambung terus-menerus mensekresi cairan lambung.
Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses penuaan, terutama
pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar lambung lansia biasanya mengalami
penurunan hingga 85%. Dispepsia disebabkan karena kelainan organik, yaitu:
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau duodenum, gastritis, tumor,
infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa Jenis antibiotik, digitalis,
teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis,
kolesistisis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia mirip ulkus dan
dispepsia mirip dismotilitas.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasus-kasus dengan kelainan
organic (Panchmatia, 2010).
Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti
nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang
sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan
Patoflow
Perubahan pola makan yang tidak teratur
Pemasukan makanan berkurang
Lambung kosong
Peningkatan produksi hcl
Mengikis dinding lambung
Dispepsia
Merangsang BPH merangsang syaraf lambung iritasi dinding lambung
Saraf afferent hipotalamus perasaan tidak nyaman
di epigastrium
Medulla spinalis nausea
anorexia
Thalamus Hcl mengiritasi dinding
korteks serebri esofagus anorexia lama
saraf efferent Disfagia (hipermetabolik)
N
yeri
Anorexia penurunan
pembentukan ATP
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
kelelahan
Intoleransi Aktifitas
Manifestasi Klinik
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang dominan, membagi
dyspepsia menjadi tiga tipe:
a. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan gejala:
1. Nyeri epigastrium terlokalisasi
2. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
3. Nyeri saat lapar
4. Nyeri episodic
b. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
c. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et al, 2007)
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai
dengan perjalanan penyakitnyaNyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
dsertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita,makan
dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala
lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung).
Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap
pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka
penderita harus menjalani pemeriksan.
Komplikasi
Komplikasi dispepsia yaitu luka didinding lambung yang dalam atau melebar tergantung
berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka
akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai
dengan terjadinya muntah darah, dimana merupakan pertanda yang timbul belakangan.
Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu
yang artinya sudah ada perdarahan awal. Tapi komplikasi yang paling dikhawatirkan adalah
terjadinya kangker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.
Pemeriksaan penujang
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan
pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir
atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderta malabsorbsi. Seseorang diduga
menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma
saluran pencernaan perlu diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu
diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi,
2002).
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada
orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami
nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007).
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil untuk
mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian
diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter
pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic sekaligus
terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
1. CLO (rapid urea test)
2. Patologi anatomi (PA)
3. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
4. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD dengan kontras ganda,
serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007).
Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas sebaiknya dengan kontras
ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun terutama
di bagian distal, tampak anti peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya
pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine (hadi, 2002).
Pada tukak baik dilambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche,
yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin. Kangker dilambung secara radiologis, akan
tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kangker, bentuk dari lambung
berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti
terpotongnya usus besar (colon cuf off sign), atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
jejunum yang disebut sentinel loops.
Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi kerongkongan atau respon
kerongkongan terhadap asam.
9. penatalaksanaan Medik
Berdasarkan konsensus nasional penanggulangan Helicobacter pylori 1996, ditetapkan
skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan
dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/ hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menertalisir sekresi asam lambung.
Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al (OH)3, Mg(OH)2, dan MG trisiklat. Pemberian
antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg
trisiklat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga
bersifat non toksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
Mgcl2.
2. Antikolenergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat mensenkresi asam lambung sekitar 28-43%.
Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asamm lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol.
Obat Indikasi Dosis Pemberian Efek
samping
Omeperazol Tukak peptik
Tukak
duodenum
1x20
mg/hari
1x20-
50mg/hari
Setiap pagi,
selam 1-2
minggu, oral
Selama 2-4
hari, oral
Sakit
kepala,
nausea,
diare
Mabuk,
lemas,
nyeri
epigastrik,
banyak
gas
Lansoprazol Tukak peptik 1x30mg/hari 4 minggu, oral Oedem
Pantoprazol Tukak peptik,
inhibitor
1x40mg/har Oral Oedem
pompa proton
yang
reversibel
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seprti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi protoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk
lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran
cerna bagian atas (SCBA)
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metaklopramid. Golongan ini
cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah
refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
7. Kadangkala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-depresi dan cemas) pada
pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan
dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi.
Penatalaksanaan Keperawatan
Menganjurkan untuk mengatur pola makan, pilih makanan yang seimbang dengan
kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang
berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu
penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi
lambung.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Identitas
1. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, suku/ bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan,
alamat.
2. Identitas penanggung jawab: nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, hubungan dengan
pasien, alamat.
2. Alasan utama datang ke rumah sakit
3. Keluhan utama (saat pengkajian)
4. Riwayat kesehatan :
1. Riwayat kesehatan sekarang
2. Riwayat kesehatan dahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga
4. Riwayat pengobatan dan alergi
5. Pengkajian Fisik
Keadaan umum: sakit/nyeri, status gizi, sikap, personal hygiene dan lain-lain.
Data sistemik
o Sistem persepsi sensori: pendengaran, penglihatan, pengecap/penghidu, peraba, dan lain-lain
o Sistem penglihatan: nyeri tekan, lapang pandang, kesimetrisan mata, alis, kelopak mata,
konjungtiva, sklera, kornea, reflek, pupil, respon cahaya, dan lain-lain.
o Sistem pernapasan: frekuensi, batuk, bunyi napas, sumbatan jalan napas, dan lain-lain.
o Sistem kardiovaskular: tekanan darah, denyut nadi, bunyi jantung, kekuatan, pengisian kapiler,
edema, dan lain-lain.
o Sistem saraf pusat: kesadaran, bicara, pupil, orientasi waktu, orientasi tempat, orientasi orang, dan
lain-lain.
o Sistem gastrointestinal: nafsu makan, diet, porsi makan, keluhan, bibir, mual dan tenggorokan,
kemampuan mengunyah, kemampuan menelan, perut, kolon dan rektum, rectal toucher, dan lain-
lain.
o Sistem muskuloskeletal: rentang gerak, keseimbangan dan cara jalan, kemampuan memenuhi
aktifitas sehari-hari, genggaman tangan, otot kaki, akral, fraktur, dan lain-lain.
o Sistem integumen: warna kulit, turgor, luka, memar, kemerahan, dan lain-lain.
o Sistem reproduksi: infertil, masalah menstruasi, skrotum, testis, prostat, payudara, dan lain-lain.
o Sistem perkemihan: urin (warna, jumlah, dan pancaran), BAK, vesika urinaria.
Data penunjang
Terapi yang diberikan
Pengkajian masalah psiko-sosial-budaya-dan spiritual
1. Psikologi
Perasaan klien setelah mengalami masalah ini
Cara mengatasi perasaan tersebut
Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan
Jika rencana ini tidak terselesaikan
2. Sosial
1. Aktivitas atau peran klien di masyarakat
2. Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai
3. Cara mengatasinya
4. Pandangan klien tentang aktivitas sosial di lingkungannya
3. Budaya
1. Budaya yang diikuti oleh klien
2. Aktivitas budaya tersebut
3. Keberatannya dalam mengikuti budaya tersebut
4. Spiritual
1. Aktivitas ibadah yang biasa dilakukan sehari-hari
2. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan
3. Aktivitas ibadah yang sekarang tidak dapat dilaksanakan
4. Perasaaan klien akibat tidak dapat melaksanakan hal tersebut
5. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut
6. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang sekarang sedang dialami
b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
2. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, esofagitis dan
anorexia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. Rencana Keperawatan
Dx 1 : Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
Tujuan : Terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri,
Kriteria hasil: klien melaporkan terjadinya penurunan atau hilangnya rasa nyeri
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri, beratnya (skala 0 –
10)
Berguna dalam pengawasan kefektifan
obat, kemajuan penyembuhan
2. Berikan istirahat dengan posisi
semifowler
3. Anjurkan klien untuk menghindari
makanan yang dapat meningkatkan
kerja asam lambung.
4. Anjurkan klien untuk tetap mengatur
waktu makannya.
5. Observasi TTV
6. Diskusikan dan ajarkan teknik
relaksasi
7. Kolaborasi dengan pemberian obat
analgesik
Dengan posisi semi-fowler dapat
menghilangkan tegangan abdomen yang
bertambah dengan posisi telentang
dapat menghilangkan nyeri akut/hebat
dan menurunkan aktivitas peristaltik
mencegah terjadinya perih pada ulu
hati/epigastrium
sebagai indikator untuk melanjutkan
intervensi berikutnya
Mengurangi rasa nyeri atau dapat
terkontrol
Menghilangkan rasa nyeri dan
mempermudah kerjasama dengan
intervensi terapi lain
Dx 2 : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, esofagitis
dan anorexia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang diharapkan individu
Kriteria hasil: klien menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi
Intervensi Rasional
a. Pantau dan
dokumentasikan dan
haluaran tiap jam secara
adekuat
b. Timbang BB klien
c. Berikan makanan sedikit
tapi sering
d. Catat status nutrisi
paasien: turgor kulit,
timbang berat badan,
integritas mukosa mulut,
kemampuan menelan,
adanya bising usus,
riwayat mual/rnuntah
atau diare.
e. Kaji pola diet klien yang
disukai/tidak disukai.
f. Monitor intake dan
output secara periodik.
g. Catat adanya anoreksia,
mual, muntah, dan
tetapkan jika ada
hubungannya dengan
medikasi. Awasi
frekuensi, volume,
konsistensi Buang Air
1. Untuk mengidentifikasi indikasi/
perkembangan dari hasil yang
diharapkan
2. Membantu menentukan keseimbangan
cairan yang tepat
3. Meminimalkan anoreksia, dan
mengurangi iritasi gaster
4. Berguna dalam mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi yang
tepat Berguna dalam pengawasan
kefektifan obat, kemajuan
penyembuhan.
5. Membantu intervensi kebutuhan yang
spesifik, meningkatkan intake diet klien.
6. Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
7. Dapat menentukan jenis diet dan
mengidentifikasi pemecahan masalah
untuk meningkatkan intake nutrisi.
Besar (BAB).
Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : menunjukkan kemampuan beraktivitas
kriteria hasil: klien menyatakan mampu menggerakkan tubuh
Intervensi Rasional
1. kaji kemampuan klien untuk melakukan
aktivitas dan catat laporan kelelahan.
2. awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan
sebelum dan sesudah aktivitas.
3. beri bantuan dalam melakukan aktivitas
1. Untuk melakukan intervensi
selanjutnya
2. Untuk mengetahui kondisi klien
3. Menjaga keamanan klien, dan
menghemat energi klien
DAFTAR PUSTAKA
Anderson. 1999. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia, Jones and barret Publisher Boston, Edisi Bahasa
Indonesia. Jakarta : EGC.
Pearce. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
Gibson. 1995. Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat. Jakarta :EGC.
Lutjen, et all. 2001. Atlas foto anatomi: struktur dan fungsi tubuh manusia, edisi 2. EGC : Jakarta.