Download - LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR.docx
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR TIBIA
A. Konsep Medik
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang
lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh
pukulan langsung,' gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan
kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga
akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, rupiur tendo, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat
gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner &
Suddarth, 2004).
Fraktur tibia adalah terjadinya trauma, akibat pukulan langsung
jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi atau gerakan memuntir yang keras
( Smeltzer & Bare, 2004)
2. Anatomi Fisiologi
Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang
hanya terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur.
Pada pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi
lutut. Bagian distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan
tulang tarsal. Pada tepi luar terdapat perlekatan dengan tulang fibula. Pada
ujung medial terdapat maleolus medialis. Tulang fibula merupakan tulang
panjang dan kecil dengan kepala tumpul tulang fibula tidak berartikulasi
dengan tulang femur ( tidak ikut sendi lutut ) pada ujung distalnya
terdapat maleolus lateralis. Tulang tibia bersama-sama dengan otot-otot
yang ada di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke
atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat
berdiri. Dan beraktivitas lain disamping itu tulang tibia juga merupakan
tempat deposit mineral ( kalsium, fosfor dan hematopoisis). Fungsi tulang
adalah sebagai berikut, yaitu :
a. Menahan jaringan tubuh dan memberi bentuk kepada kerangka tubuh
b. Melindungi organ-organ tubuh ( contoh, tengkorak melindungi otak )
c. Untuk pergerakan ( otot melekat kepada tulang untuk berkontraksi dan
bergerak.
d. Merupakan gudang untuk menyimpan mineral ( contoh, kalsium )
e. Hematopoeisis ( tempat pembuatan sel darah merah dalam sum-sum
tulang )
3. Etiologi
Penyebab paling utama fraktur tibia biasa disebabkan oleh :
a. Benturan / trauma langsung pada tulang, antara lain kecelakaan lalu
lintas atau jatuh.
b. Kelemahan / kerapuhan struktur tulang, akibat gangguan atau penyakit
primer seperti osteoporosis atau kanker tulang metastase
c. Olah raga / latihan yang terlalu berat , masukan nutrisi yang kurang
4. Patofisiologi
Jika tulang patah maka periosteum dan pembuluh darah pada kortek, sum-
sum dan jaringan lunak sekitarnya mengalami gangguan / kerusakan.
Perdarahan terjadi dari ujung tulang yang rusak dan dari jaringan lunak
(otot) yang ada disekitarnya. Hematoma terbentuk pada kannal medullary
antara ujung fraktur tulang dan bagian bawah periosteum. Jaringan
nekrotik ini menstimulasi respon inflamasi yang kuat yang dicirikan oleh
vasodilasi, eksudasi plasma dan lekosit , dan infiltrasi oleh sel darah putih
lainnya. Kerusakan pada periosteum dan sum-sum tulang dapat
mengakibatkan keluarnya sum-sum tulang terutama pada tulang panjang,
sum-sum kuning yang keluar akibat fraktur masuk ke dalam pembuluh
darah dan mengikuti aliran darah sehingga mengakibatkan terjadi emboli
lemak apabila emboli lemak ini sampai pada pembuluh darah kecil,
sempit, dimana diameter emboli lebih besar dari pada diameter pembuluh
darah maka akan terjadi hambatan aliran-aliran darah yang
mengakibatkan perubahan perfusi jaringan. Emboli lemak dapat berakibat
fatal apabila mengenai organ-organ vital seperti otak, jantung, dan paru-
paru. Kerusakan pada otot dan jaringan lunak dapat menimbulkan nyeri
yang hebat karena adanya spasme otot di sekitarnya. Sedangkan
kerusakan pada tulang itu sendiri mengakibatkan terjadinya perubahan
ketidakseimbangan dimana tulang dapat menekan persyarafan pada
daerah yang terkena fraktur sehingga dapat menimbulkan fungsi syaraf,
yang ditandai dengan kesemutan, rasa baal dan kelemahan. Selain itu
apabila perubahan susunan tulang dalam keadaan stabil atau benturan
akan lebih mudah terjadi proses penyembuhan fraktur dapat dikembalikan
sesuai dengan anatominya
5. KLASIFIKASI FRAKTUR
a. Klasifikasi menurut bentuk pantah tulang
1) Faktur complete, pemisahan komplit dari tulang menjadi dua
fragmen
2) Fraktur incomplete, patah sebagian dari tulang tanpa pemisahan
3) Simple atau closed fraktur, tulang patah, kulit utuh
4) Fraktur complikata, tulang yang patah menusuk kulit, tulang
terlihat
5) Fraktur tanpa perubahan posisi, tulang patah, posisi pada tempat
pada tempat yang normal
6) Fraktur dengan perubahan posisi, ujung tulang yang patah
berjauhan dari tempat patah
7) Commuited fraktur, tulang patah menjadi beberapa fragmen
8) Impacted (telescoped) fraktura, salah satu ujung tulang yang patah
menancap pada yang lain.
b. Klasifikasi menurut garis yang patah
1) Greenstick, retak pada sebelah sisi dari tulang ( sering terjadi pada
anak dengan tulang yang lembek )
2) Transverse, patah menyilang
3) Obligue, garis patah miring
4) Spiral, patah tulang melingkari tulang
Gambar Klafikasi fraktur. A Greenstik, B Transversal. C Oblik, D Spiral
6. FASE-FASE PENYEMBUHAN FRAKTUR
a. Hematon segera setelah cedera
Dalam 72 jam, darah akan menjadi beku pada tempatnya adanya
fraktur. Tidak seperti hematon lainnya, hematon akan terjadi di sekitar
fraktur yang tidak melakukan absorbsi selama proses penyembuhan.
b. Pembentukan fibrocartilago
Bagian ini akan terjadi lebih dari 3 hari sampai 2 minggu. Pada
periosteum, endosteum dan tulang mendapat supply, dimana akan
mengadakan proliferasi ke dalam fibrokartilago.
c. Pembentukan kalus
Terjadi 3-10 hari sesudah injury, mengubah jaringan granulasi dan
callus
d. Penyatuan tulang
Kalus fibrosa menjadi kalus tulang. Pada foto Rontgen proses ini
terlihat sebagai bayangan tetapi bayangan garis patah tulang masih
terlihat.
e. Konsolidasi
Terjadinya penggantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel
tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan
yang bekerja pada tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara
lamellar seperti sel tulang normal. Kekuatan kalus ini sama dengan
kekuatan tulang biasa.
7. Tanda Dan Gejala
a. Nyeri hebat pada daerah fraktur. Nyeri bertambah hebat jika
ditekan/raba.
b. Tak mampu menggerakkan kaki
c. Terjadi pemendekan karena kontraksi/spamus otot-otot
d. Adanya rotasi pada tungkai tersebut
e. Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan
keadaan normal
f. Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur
g. Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan
vaskularisasi di daerah tersebut
h. Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang
i. Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh
fragmen tulang
j. Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut
jika sudah pasti ada fraktur)
k. Pendarahan
l. Hematoma, edema karena ekstravasasi darah dan cairan jaringan
m. Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat
nyeri hebat
n. Keterbatasan mobilisasi
o. Terbukti fraktur lewat foto rontgen
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto rontgen pada daerah yang dicurigai fraktur
b. Pemeriksaan lainnya yang juga merupakan persiapan
1) Darah lengkap
Dapat menunjukan tingkat kehilangan darah hingga cedera
(pemeriksaan Hb dan Ht). Nilai leukosit meningkat sesuai respon
tubuh terhadap cedera
2) Golongan darah
Dilakukan sebagai persiapan transfusi darah jika ada kehilangan
darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan
3) Pemeriksaan kimia darah
Mengkaji ketidakseimbangan yang dapat menimbulkan masalah
pada saat operasi
9. Penatalaksanaan Medik
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting
untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses
pernafasan (breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok
atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya
kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di
RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara
cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis.
Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah
terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain
memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung,
tidak menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai
yang patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk
mengimobilisasi bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila
pasien yang mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan
sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas
dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun
angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat
dikurangi dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar
fraktur. Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah
kerusakan jaringan lunak oleh fragmen tulang. Daerah yang cedera
diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan bantalan yang
memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi tulang
panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat
kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai
bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan
dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada
sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan
perfusi jaringan perifer.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap.
Pakaian dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan
kemudian dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada
sisi cedera. Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-
kali melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang
keluar melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pemilihan jenis tindakan lokasi fraktur, potensial nekrosis, pilihan
pasien, dan kesukaan dokter yang merawat. Jenis tindakan untuk fraktur
antara lain :
a. Pemakaian traksi untuk mencapai alignment dengan memberi beban
seminimal mungkin pad daerah distal
b. Manipulasi dengan Closed reduction and external fixation (reduksi
tertutup + fiksasi eksternal), digunakan gips sebagai fiksasi
eksternal, dilakukan jika kondisi umum pasien tidak mengijinkan
untuk menjalani pembedahan
c. Prosedur operasi dengan open reduction and internal fixation
(ORIF) Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk
mempertahankan posisi tulang (misalnya: sekrup, plat, kawat, paku).
Alat ini bisa dipasang di sisi maupun di dalam tulang, digunakan
jenis yang sama antara plate dan sekrup untuk menghindari
terjadinya reaksi kimia. Jika keadaan luka sangat parah dan tidak
beraturan maka kadang dilakukan juga debridement untuk
memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur
10. Komplikasi
a. Shock dan pendarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera
dioperasi
b. Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan
c. Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain :
1) Pneumonia
2) Thromboplebitis
3) Emboli pulmonal
d. Non-union , penyembuhan terlambat. Sering pada fraktur tibia
maupun fraktur lainnya sembuh lebih lambat bila terdapat kerusakan
jaringan vascular luas yang memberikan suplai darah ke daerah
fraktur.
e. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal
bisa melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan
kerusakan jaringan lunak. Untuk ini perlu pembedahan ulang.
f. Osteomyelitis, terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah
faktur (biasanya fraktur terbuka)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi/ aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
5) Cailary refil melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme/ kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak
b. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia
c. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak
d. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan
gangguan mobilisasi
e. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya.
4. Intervensi keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan patah tulang, spasme otot, edema dan
kerusakan jaringan lunak
HYD : Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
ditandai dengan: klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,
ekspresi wajah santai, dapat menikmati waktu istirahat dengan
tepat, dan mampu melakukan teknik relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kondisinya.
Intervensi:
1) Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
2) Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan
mengurangi rasa nyeri.
3) 3. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/ Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
4) Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/ Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah
fraktur.
5) Dengarkan keluhan klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien.
6) Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri (latihan nafas
dalam).
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
7) Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/ Intervensi tepat mengatasi nyeri.
b. Risiko tinggi terjadinya perubahan neurovaskuler perifer berhubungan
dengan menurunnya aliran darah akibat cidera vaskuler langsung,
edema berlebihan, pembentukan trombus, hipovolemia
HYD : Perfusi jaringan perifer memadai ditandai dengan terabanya
nadi, kulit hangat/kering, sensasi dan sensori normal, TTV
dalam batas normal dalam waktu 2-3 hari.
Intervensi:
1) Observasi TTV tiap 3-4 jam
R/ Ketidakefektifan volume sirkulasi mempengaruhi tanda-tanda
vital
2) Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan bagian distal
fraktur
R/ Warna kulit pucat merupakan tanda gangguan sirkulasi.
3) Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik
R/ Rasa baal, kesemutan, peningkatan nyeri dapat terjadi bila
sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau syaraf rusak.
4) Identifikasi tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
R/ Dislokasi fraktur dapat menyebabkan kerusakan arteri yang
berdekatan.
5) Monitor hasil laboratorium melalui kolaborasi dengan dokter
(mppp, Hb, Ht)
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda kelainan darah
6) Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit
R/ Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk menyiapkan klien intervensi
pembedahan
R/ Intervensi tepat dan cepat dapat mencegah kerusakan yang lebih
parah
c. Risiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer: kerusakan kulit, trauma jaringan, kerusakan pada
jaringan lunak
HYD: Tidak terjadi infeksi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
tanda-tanda vital dalam batas normal dan pemeriksaan
laboratorium normal.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital tiap 3-4 jam
R/ Infeksi yang terjadi dapat meningkatkan suhu tubuh
2) Monitor hasil laboratorium (leukosit)
R/ Mengidentifikasi tanda-tanda infeksi
3) Rawat luka secara steril
R/ Mengurangi risiko terjadinya infeksi
4) Beri diet tinggi kalori dan tinggi protein
R/ Makanan yang bergizi akan membantu meningkatkan
pertahanan tubuh
5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.
R/ Mengidentifikasi supaya infeksi tidak terjadi
d. Kecemasan berhubungan dengan nyeri, ketidakmampuan dan
gangguan mobilisasi
HYD : Kecemasan tidak terjadi dalam waktu 2-3 hari ditandai dengan
klien tidak mengeluh nyeri, mampu melakukan aktivitas
sebagaimana mestinya, dan mengungkapkan perasaan lebih
santai, ekspresi wajah rileks.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan klien
R/ Menentukan intervensi yang tepat
2) Beri dan luangkan waktu bagi klien untuk mengungkapkan
perasaannya
R/ Mengetahui tingkat kecemasan klien dan memenuhi kebutuhan
untuk didengarkan
3) Ajarkan dan bantu klien untuk melakukan teknik-teknik mengatasi
kecemasan
R/ Mengurangi kecemasan klien
4) Kaji perilaku koping yang ada dan anjurkan penggunaan perilaku
yang telah berhasil digunakan untuk mengatasi kecemasan yang
lain
R/ Klien tampak lebih rileks dan tidak terlalu memikirkan hal-hal
yang menimbulkan kecemasan
5) Berikan dukungan kepada klien untuk berinteraksi dengan
keluarga, orang tua terdekat
R/ Orang terdekat merupakan pemberi support sistem yang paling
tepat
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi untuk
mengurangi kecemasan klien
R/ dapat memulihkan klien ke tingkat awal.
e. Regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan kurangnya
informasi mengenai penyakit, tanda dan gejala, pengobatan dan
pencegahannya
HYD: Klien dapat mengetahui tentang penyakit, penyebab, tanda
gejala, pengobatan, pencegahan serta tindakan operasi dalam
waktu 2-3 hari
Intervensi:
1) Kaji tingkat pengetahuan klien mengenai penyakitnya, penyebab,
tanda gejala, pengobatan, pencegahan dan prosedur operasi
R/ Meningkatkan pengetahuan klien mengenai penyakit yang
sedang dialaminya
2) Jalin hubungan saling percaya
R/ Mempercepat proses penerimaan diri
3) Jelaskan tentang rencana operasi dan post operasi
R/ Meningkatkan pengetahuan klien
4) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
R/ Meningkatkan pengetahuan dan kerjasama klien
5) Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas
dan di bawah fraktur
R/ Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelemahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari
6) Anjurkan penggunaan back pack
R/ Untuk memanipulasi kruk atau dapat mencegah kelelahan otot
yang tidak perlu bila satu tangan digips
7) Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat
R/ Menurunkan risiko trauma tulang/jaringan dan infeksi yang
dapat berlanjut melalui osteomielitis
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana
Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.
Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.
Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit”,Jakarta : EGC.
Smenltzer & Bare (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,
Jakarta : AGC
Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
FRAKTUR TIBIA
IRMA ARIANI
070112b035
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2013