Agustus 2019
LAPORAN PEREKONOMIAN
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:
www.bi.go.id/web/id/Publikasi/
Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi:
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
-----
Keterangan Cover:
Proses Konstruksi Jembatan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara
Fotografer: Daniel A.P
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA i
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat dan ridha- Laporan
Perekonomian Provinsi Sulawesi Tenggara Agustus 2019
diterbitkan. Buku ini disusun setiap triwulan dan merupakan asesmen
terhadap perkembangan ekonomi Sulawesi Tenggara, keuangan
pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses
keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang,
ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek
perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah ini di samping
bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank
Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial maupun sistem pembayaran,
juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat
keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di daerah diharapkan dapat semakin
berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.
Dalam penyusunan laporan ini, data dan informasi selain dari internal Bank Indonesia, juga
bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan dinas-
dinas terkait, BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi
Tenggara, berbagai perusahaan, perbankan, asosiasi dan akademisi. Sehubungan dengan hal
tersebut, perkenankanlah kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak
yang membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami
perekonomian Sulawesi Tenggara. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan
untuk menghasilkan kajian yang lebih baik ke depan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan ridha-Nya dan menerangi setiap langkah kita.
Kendari, 2 September 2019
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Tenggara
Suharman Tabrani
KATA PENGANTAR
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 ii
VISI BANK INDONESIA Menjadi bank sentral yang berkontribusi secara nyata terhadap perekonomian
Indonesia dan terbaik diantara negara emerging markets.
MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai dan memelihara stabilitas nilai Rupiah melalui efektivitas kebijakan
moneter dan bauran kebijakan Bank Indonesia.
2. Turut menjaga stabilitas sistem keuangan melalui efektivitas kebijakan
makroprudensial Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan mikroprudensial
Otoritas Jasa Keuangan.
3. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan digital melalui penguatan kebijakan
sistem pembayaran Bank Indonesia dan sinergi dengan kebijakan Pemerintah serta
mitra strategis lain.
4. Turut mendukung stabilitas makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan melalui sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia dengan kebijakan
fiskal dan reformasi struktural pemerintah serta kebijakan mitra strategis lain.
5. Memperkuat efektivitas kebijakan Bank Indonesia dan pembiayaan ekonomi,
termasuk infrastruktur, melalui akselerasi pendalaman pasar keuangan.
6. Turut mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di tingkat nasional hingga
di tingkat daerah.
7. Memperkuat peran internasional, organisasi, sumber daya manusia, tata kelola dan
sistem informasi Bank Indonesia.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai
untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas:
Trust and Integity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and
Teamwork yang berlandaskan keluhuran nilai-nilai agama (religi).
VISI MISI BANK INDONESIA
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar I
Visi Misi Bank Indonesia Ii
Daftar Isi Iii
Daftar Grafik V
Daftar Tabel Viii
Tabel Indikator Terpilih Ix
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL 5
1.1. KONDISI UMUM 6
1.2. SISI PERMINTAAN 7
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga 8
1.2.2. Konsumsi Pemerintah 9
1.2.3. Investasi 9
1.2.4. Ekspor dan Impor Luar Negeri 11
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA UTAMA 13
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 14
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian 15
1.3.3. Industri Pengolahan 16
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran 17
1.3.5. Konstruksi 18
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN 18
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 21
2.1. STRUKTUR ANGGARAN APBD PERUBAHAN PROVINSI TAHUN 2017 22
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI 23
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan 23
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja 23
2.2.3. Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota 25
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBN 26
2.3.1. Realisasi APBN Provinsi 26
2.3.2. Realisasi Anggaran Dana Desa 27
2.3.3 Realisasi APBN Kabupaten/Kota 27
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 29
3.1. KONDISI UMUM INFLASI 30
3.2. PERKEMBANGAN INFLASI BULANAN (MONTH TO MONTH) 31
3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YEAR ON YEAR) 33
3.4. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA 35
3.5. INFLASI TRIWULAN II 2019 38
3.6. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI 38
BOKS 01 PENINGKATAN KERJASAMA ANTARDAERAH KOTA KENDARI DAN KOTA
BAUBAU SEBAGAI UPAYA PENGENDALIAN INFLASI IKAN SEGAR
39
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH 41
4.1. GAMBARAN UMUM STABILITAS KEUANGAN DAERAH 42
4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA 42
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 42
4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga 43
4.2.3. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga Di Perbankan 45
4.2.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah Tangga 46
4.3. ASESMEN SEKTOR KORPORASI 49
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi 49
4.3.2. Kinerja Korporasi 49
DAFTAR ISI
iv
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor Korporasi 52
4.3.3.1 Dana Pihak Ketiga Korporasi di Perbankan 52
4.3.3.2 Kredit Korporasi dari Perbankan 52
4.4. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN (PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA 53
4.4.1. Aset Bank Umum 53
4.4.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga 54
4.4.3. Penyaluran Kredit 56
4.4.4. Perbankan Syariah 58
4.4.5. Bank Perkreditan Rakyat 59
4.5. AKSES KEUANGAN 60
4.5.1. Akses Keuangan Kepada UMKM 60
4.5.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk 60
BAB V SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 63
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI 64
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring 65
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS 66
5.1.3 Penyelenggara Transfer Dana (PTD) 67
5.1.4 Kegiatan Usana Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA-BB) 68
5.1.5 Layanan Keuangan Digital (LKD) 68
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI 69
5.2.1. Aliran Uang Kartal 69
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar 70
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli 71
BAB VI KONDISI TENAGA KERJA DAN KESEJAHTERAAN 73
6.1. GAMBARAN UMUM 74
6.2. KETENAGAKERJAAN 74
6.3. KESEJAHTERAAN 76
BAB VII PROSPEK EKONOMI DAERAH 79
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL 80
7.1.1. Prospek Perekonomian Global 80
7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional 81
7.2. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA 82
7.2.1 Triwulan III 2019 82
7.2.2. Tahun 2019 83
7.3. PROSPEK INFLASI 84
7.3.1. Triwulan III 2019 84
7.3.2. Tahun 2019 84
BOKS 02 UPAYA MENDORONG PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH MELALUI
PENGEMBANGAN HALAL FASHION DI SULAWESI TENGGARA
86
Daftar Istilah
Tim Penyusun
v
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara 6
Grafik 1.2 Treemap Sektor Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan II 2019 6
Grafik 1.3 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II 2019 6
Grafik 1.4 Source of Growth Sisi Permintaan 7
Grafik 1.5 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan 9
Grafik 1.6 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara 9
Grafik 1.7 SBT Investasi hasil SKDU 10
Grafik 1.8 Penanaman Modal Asing di Sulawesi Tenggara 10
Grafik 1.9 Hasil Likert Skala Penjualan Domestik Liaison 10
Grafik 1.10 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Tenggara 10
Grafik 1.11 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 11
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 12
Grafik 1.14 Pangsa Komoditas Ekspor 12
Grafik 1.15 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.16 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara 13
Grafik 1.17 Source of Growth Sisi Penawaran 13
Grafik 1.18 Luas Panen Padi Di Sulawesi Tenggara 14
Grafik 1.19 Jumlah Pendaratan Ikan Di Kota Kendari 14
Grafik 1.20 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara 15
Grafik 1.21 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara 15
Grafik 1.22 Kinerja LU Industri Berdasarkan Survei Bank Indonesia 16
Grafik 1.23 Kredit Industri Sulawesi Tenggara 16
Grafik 1.24 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara 17
Grafik 1.25 Transaksi Perdagangan Luar Negeri 17
Grafik 1.26 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara 17
Grafik 1.27 Kinerja Sektor Perdagangan Berdasarkan Survei Bank Indonesia 17
Grafik 1.28 Konsumsi Semen Sulawesi Tenggara 18
Grafik 1.29 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara 18
Grafik 1.30 Perkembangan Ekonomi Non Pertambangan Sulawesi Tenggara 19
Grafik 2.1 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara 22
Grafik 2.2 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Provinsi Sulawesi Tenggara 22
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi dan Target Bulanan APBD
Sulawesi Tenggara
25
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan APBD Sulawesi Tenggara 25
Grafik 3.1 Ringkasan Perkembangan Inflasi Sulawesi Tenggara (YoY) 30
Grafik 3.2 Peta Inflasi Daerah Triwulan II 2019 30
Grafik 3.3 Pergerakan dan Pola inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 31
Grafik 3.4 Curah Hujan Bulanan di Sulawesi Tenggara 31
Grafik 3.5 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara 34
Grafik 3.6 Indeks Produksi Ikan di Kendari 34
Grafik 3.7 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Baubau 35
Grafik 3.8 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok di Kota Kendari
dan Kota Baubau
35
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara 42
Grafik 4.2 Pangsa Kredit dan DPK RT terhadap total Kredit dan DPK Sulawesi Tenggara 42
DAFTAR GRAFIK
vi
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara 43
Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga 43
Grafik 4.5 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 44
Grafik 4.6 DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara 44
Grafik 4.7 Saving Ratio Rumah Tangga 44
Grafik 4.8 Kepemilikan Produk Perbankan 44
Grafik 4.9 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara 45
Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK RT Sulawesi Tenggara 45
Grafik 4.11 Komposisi DPK RT Sulawesi Tenggara 45
Grafik 4.12 Pertumbuhan DPK RT berdasarkan jenisnya 45
Grafik 4.13 Komposisi Kredit RT di Sulawesi Tenggara 46
Grafik 4.14 Komposisi Penggunaan Kredit RT di Sulawesi Tenggara 46
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT 46
Grafik 4.16 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT 46
Grafik 4.17 Pertumbuhan KPR Berdasarkan Besaran Kredit 47
Grafik 4.18 NPL dan Suku Bunga KPR 47
Grafik 4.19 Pertumbuhan KKB Berdasarkan Besaran Kredit 47
Grafik 4.20 NPL dan Suku Bunga KKB 47
Grafik 4.21 Pertumbuhan Multiguna Berdasarkan Besaran Kredit 48
Grafik 4.22 NPL dan Suku Bunga Multiguna 48
Grafik 4.23 Pangsa Komoditas Ekspor 48
Grafik 4.24 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara 48
Grafik 4.25 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison 50
Grafik 4.26 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.27 Perkembangan Kondisi Rentabilitas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara 51
Grafik 4.28 Komposisi DPK Korporasi di Perbankan Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.29 Pertumbuhan DPK Korporasi di Perbankan Sulawesi Tenggara 52
Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 52
Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi 52
Grafik 4.32 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara 54
Grafik 4.33 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank 54
Grafik 4.34 Komposisi DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara 55
Grafik 4.35 Pertumbuhan DPK Per Penempatan 55
Grafik 4.36 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 56
Grafik 4.37 Perkembangan NPL Bank Umum di Sulawesi Tenggara 56
Grafik 4.38 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara 57
Grafik 4.39 Perkembangan NPL Bank Umum di Sulawesi Tenggara 58
Grafik 4.40 Pangsa Perbankan Syariah 58
Grafik 4.41 Perkembangan DPK Syariah 58
Grafik 4.42 Perkembangan Pembiayaan Syariah 58
Grafik 4.43 NPF Pembiayaan Syariah 58
Grafik 4.44 Perkembangan Aset BPR 59
Grafik 4.45 Pertumbuhan Kredit BPR 59
Grafik 4.46 Perkembangan DPK BPR di Sulawesi Tenggara 59
Grafik 4.47 Pangsa Kredit BPR per Sektoral 59
Grafik 4.48 Pangsa Kredit UMKM 60
Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM 60
Grafik 4.50 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara 61
Grafik 4.51 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja 61
Grafik 4.52 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara 61
Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja 61
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara 64
Grafik 5.2 Jumlah Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara 64
Grafik 5.3 Preferensi Penggunaan Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara 64
Grafik 5.4 Rata-Rata Nilai Per Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai Sulawesi Tenggara 64
Grafik 5.5 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 65
Grafik 5.6 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara 65
vii
Grafik 5.7 Preferensi Penggunaan Cek dan BG dalam Kliring Debet Penyerahan di
Sulawesi Tenggara
65
Grafik 5.8 Perputaran Kliring Harian 65
Grafik 5.9 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) di Sulawesi Tenggara 66
Grafik 5.10 Persentase Tolakan Berdasarkan Warkat 66
Grafik 5.11 Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten 66
Grafik 5.12 Perkembangan Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten 66
Grafik 5.13 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 67
Grafik 5.14 Aliran Transaksi Transfer Dana Inflow Dari Luar Negeri 67
Grafik 5.15 Perputaran Harian Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara 67
Grafik 5.16 Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow Dari Luar Negeri 67
Grafik 5.17 Aliran Transaksi Transfer Dana Inflow Domestik 68
Grafik 5.18 Transaksi Pembelian Uang Kertas Asing 68
Grafik 5.19 Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow DomestiK 68
Grafik 5.20 Pangsa Pembelian mata Uang Asing Per Pecahan 68
Grafik 5.21 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Sulawesi Tenggara 69
Grafik 5.22 Perkembangan Rekening Uang Elektronik di Sulawesi Tenggara 69
Grafik 5.23 Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow Domestik 69
Grafik 5.24 Jenis Transaksi Yang Dilakukan di Agen LKD 69
Grafik 5.25 Aliran Uang Kartal BI-Perbankan di Sulawesi Tenggara 70
Grafik 5.26 Posisi Net Outflow Uang Kartal di Sulawesi Tenggara 70
Grafik 5.27 Aliran Uang Kartal Keluar Berdasarkan Lokasi Kas 71
Grafik 5.28 Outflow Melalui Kegiatan Penukaran dan Kas Keliling di Sulawesi Tenggara 71
Grafik 5.29 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah Terhadap Inflow 72
Grafik 5.30 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan 72
Grafik 6.1 Penggunaan Tenaga Kerja dan Ketersediaan Lapangan Kerja 74
Grafik 6.2 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha 74
Grafik 6.3 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan dan Sisi Tenaga Kerja 75
Grafik 6.4 Pertumbuhan Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Sulawesi Tenggara 75
Grafik 6.5 Penyerapan Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor 75
Grafik 6.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Agustus 2018 76
Grafik 6.7 Indeks Penghasilan Konsumen 76
Grafik 6.8 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara 76
Grafik 6.9 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi 76
Grafik 6.10 Tenggara Gini Rasio Sulawesi Tenggara 77
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia 80
Grafik 7.2 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen 82
Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi 82
Grafik 7.4 Perkiraan Perekonomian Dunia 84
Grafik 7.5 Perkiraan Harga Nikel dan Kakao 84
Grafik 7.6 Proyeksi Harga Minyak Dunia 85
Grafik 7.7 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk 85
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 8
Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 14
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara Pada Triwulan II 2019 23
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara Pada Triwulan II 2019 24
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBD per
Kabupaten/Kota pada Triwulan II 2019 24
Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN pada
Triwulan II 2019 26
Tabel 2.5 Realisasi Dana Desa Triwulan II Tahun 2019 26
Tabel 2.6 Pencapaian Realisasi APBN Kota/Kabupaten Triwulan II Tahun 2019 27
Tabel 2.7 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Belanja Kabupaten/Kota
Triwulan II 2019 27
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm) 31
Tabel 3.2 Top 10 Sumbangan Inflasi & Deflasi Bulanan Sulawesi Tenggara 32
Tabel 3.3 Perbandingan Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm) 33
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Kota Perhitungan Inflasi di Sulawesi
Tenggara 37
Tabel 4.1 DSR Rumah Tangga Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan Tingkat Pengeluaran 45
Tabel 4.2 Pertumbuhan Kredit dan NPL Kredit Korporasi Sektor berdasarkan Sektor dan
Jenis 53
Tabel 4.3 Aset Bank Umum Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2019 54
Tabel 4.4 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten Posisi Triwulan II 2019 55
Tabel 4.5 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi Posisi Triwulan II 2019 57
Tabel 6.1 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia diatas 15 Tahun di Sulawesi Tenggara 75
Tabel 6.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Tenggara Menurut Komponen
2011-2018 78
Tabel 7.1 Asumsi Makro APBN 2019 81
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran 83
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan 83
DAFTAR TABEL
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ix
PDRB DAN IHK
I II III IV I II
Indeks Harga Konsumen
- Kendari 125.98 129.54 128.03 128.43 129.05 135.35
- Baubau 132.42 136.56 133.46 133.69 136.45 137.69
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
- Sulawesi Tenggara 2.39 1.79 1.40 2.66 2.60 3.49
PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,914 5,109 5,209 5,322 5,147 5,420
2. Pertambangan dan Penggalian 4,215 4,629 4,822 4,932 4,530 4,932
3. Industri Pengolahan 1,391 1,294 1,404 1,303 1,402 1,499
4. Pengadaan Listrik, Gas 11 11 11 11 11 12
5. Pengadaan Air 39 40 43 43 41 42
6. Konstruksi 2,420 2,770 2,959 3,115 2,652 2,861
7. Perdagangan Besar & Eceran, 2,523 2,782 2,859 2,976 2,731 2,999
8. Transportasi dan Pergudangan 976 1,053 1,085 1,091 996 1,074
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 120 127 133 134 128 129
10. Informasi dan Komunikasi 535 537 541 556 574 580
11. Jasa Keuangan 486 493 485 485 493 511
12. Real Estate 318 337 334 340 326 342
13. Jasa Perusahaan 44 48 48 49 46 50
14. Adm Pemerintahan, 1,004 1,131 1,176 1,215 1,095 1,197
15. Jasa Pendidikan 987 1,022 1,098 1,078 1,084 1,087
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 204 212 215 216 219 222
17. Jasa Lainnya 307 311 314 327 322 328
PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp miliar)
1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 10,036 10,413 10,632 10,686 10,603 11,059
2. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 226 238 240 246 254 268
3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2,535 3,153 3,273 3,529 2,622 3,344
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,408 9,140 9,575 9,994 8,743 9,493
5. Perubahan Inventori 364 (257) 194 (133) (60) (57)
6. Eksport Luar Negeri 2,832 2,809 3,992 4,140 4,257 5,658
7. Import Luar Negeri 1,910 2,484 1,847 3,160 1,796 2,141
8. Net Eksport Antar Daerah (1,997) (1,107) (3,324) (2,108) (2,823) (4,337)
Total PDRB (Rp Miliar) 20,495 21,905 22,736 23,193 21,800 23,286
Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 6.1 6.1 7.1 6.2 6.4 6.3
20192018Indikator
TABEL INDIKATOR
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 x
PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN
I II III IV I II
Total Asset (Rp miliar) 26,151 27,284 28,341 28,843 30,280 31,398
- Bank Umum (Konvensional & Syariah) 25,843 26,967 28,031 28,534 29,965 31,078
- BPR 307 317 310 309 315 320
Dana Pihak Ketiga Bank Umum (Rp miliar) 17,807 18,994 19,369 19,484 20,739 21,661
- Giro 4,003 4,576 4,753 3,630 4,630 5,935
- Tabungan 8,844 9,375 9,399 10,354 10,114 10,341
- Deposito 4,960 5,043 5,218 5,500 5,995 5,385
Kredit Bank Umum* (Rp miliar) 21,329 21,827 22,403 22,709 23,792 24,456
- Modal Kerja 5,608 5,781 5,930 5,985 6,225 6,481
- Investasi 1,925 1,957 2,132 2,103 2,488 2,564
- Konsumsi 13,796 14,089 14,341 14,444 15,079 15,411
NPL Bank Umum(%) 2.25 2.39 2.32 2.15 2.42 2.52
LDR (%) 131 123 120 122 113 108
- Inflow 1,744 1,325 981 894 1,529 1,488
- Outflow 925 2,299 952 2,473 434 1,982
- Net (Inflow - Outflow) 819 (974) 30 (1,579) 1,094 (494)
- Volume (ribu transaksi) 51 51 53 59 48 49
- Nominal (Rp miliar) 1,856 1,790 2,019 2,114 1,660 1,719
- Volume (transaksi) 673 582 677 798 662 634
- Nominal (Rp miliar) 888 882 1,261 1,108 1,110 2,015
20192018
*Lokasi Bank
RTGS dari Perbankan Sultra
Indikator
Kas (Rp miliar)
Perbankan
Kliring
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
AGUSTUS
2019
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 2
Pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara
mengalami moderasi
pada triwulan II 2019.
Kondisi tersebut
dipengaruhi oleh
moderasi pada kinerja
lapangan usaha utama
kecuali industri
pengolahan.
Tekanan inflasi Sultra
mengalami peningkatan
pada triwulan II 2019
dibandingkan dengan
periode sebelumnya.
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pada triwulan II 2019 ekonomi Sulawesi Tenggara tumbuh sebesar
6,3% (yoy), mengalami moderasi dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,4% (yoy). Dari sisi permintaan,
penurunan pertumbuhan perekonomian Sulawesi Tenggara
disebabkan oleh menurunnya investasi, dan naiknya net ekspor antar
daerah meskipun tertahan oleh kenaikan yang terjadi pada sektor
lainnya seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan
ekspor luar negeri. Sementara itu dari sisi penawaran, perlambatan
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara didorong oleh menurunnya
kinerja lapangan usaha pertambangan, konstruksi, transportasi dan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Memasuki triwulan III 2019, perkembangan beberapa indikator
ekonomi di Sulawesi Tenggara mengindikasikan arah pertumbuhan
dengan tren meningkat dengan kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Sektor
ekonomi yang diperkirakan akan mengalami peningkatan kinerja yaitu
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha transportasi dan
pergudangan. Namun perlambatan pada lapangan usaha
pertambangan dan penggalian dan lapangan usaha konstruksi menjadi
faktor yang dapat menahan laju akselerasi perekonomian pada periode
tersebut. Sementara dari sisi permintaan, percepatan pertumbuhan
pada sektor utama seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah dan ekspor diperkirakan mampu mendorong akselerasi
perekonomian Sulawesi Tenggara pada periode mendatang.
Inflasi Daerah
Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2019
mencapai 3,49% (yoy), mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang sebesar 2,60% (yoy). Berdasarkan
kelompoknya, meningkatnya tekanan inflasi disebabkan oleh
peningkatan pada kelompok bahan makanan meskipun tertahan oleh
penurunan pada kelompok perumahan dan kelompok transportasi.
Gangguan produksi pada subkelompok sayur-sayuran dan bumbu-
bumbuan menjadi faktor utama meningkatnya tekanan inflasi tahunan
bahan makanan di Sulawesi Tenggara pada periode laporan. Namun,
penurunan tekanan inflasi bahan bakar rumah tangga dan penurunan
tarif dasar listrik serta kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah
untuk tarif angkutan udara menyebabkan terjadinya penurunan
tekanan inflasi pada kelompok perumahan dan kelompok transportasi,
sehingga menahan peningkatan tekanan inflasi tahunan pada periode
laporan. Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh pemerintah
daerah bersama Bank Indonesia melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah
(TPID) Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan II 2019 difokuskan
pada upaya menjaga kestabilan harga melalui berbagai kegiatan untuk
menjamin ketersediaan stok dan kelancaran distribusi komoditas
pangan terutama menjelang hari besar keagamaan nasional.
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 3
Realisasi pendapatan
APBD mengalami
peningkatan. Namun
realisasi belanja baik
belanja APBD dan APBN
cenderung mengalami
penurunan disebabkan
oleh rendahnya serapan
belanja modal
Stabilitas keuangan
daerah masih terjaga dan
mendukung peningkatan
kinerja institusi keuangan
di Sultra.
Transaksi nontunai yang
didominasi oleh transaksi
kliring mengalami
pertumbuhan yang
sangat signifikan.
Sementara untuk
transaksi tunai terjadi net
outflow sesuai dengan
pola tahunannya.
Keuangan Pemerintah
Pada triwulan II 2019, realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode yang sama pada tahun sebelumnya dengan serapan sebesar
53,99%. Sementara itu, penyerapan anggaran belanja cenderung
mengalami penurunan dengan capaian yang hanya sebesar 25,72%.
Penyerapan anggaran belanja APBN di provinsi ini juga mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan realisasi
belanja modal.
Stabilitas Keuangan Daerah
Pada triwulan II 2019, kondisi stabilitas sistem keuangan di Sulawesi
Tenggara tetap terjaga. Kondisi tersebut tercermin pada ketahanan
keuangan sebagian besar sektor pendukungnya, yaitu rumah tangga,
korporasi, UMKM dan institusi keuangan yang menunjukkan
perkembangan yang positif dengan risiko yang relatif terkendali.
Ketahanan keuangan sektor rumah tangga terus terjaga dengan risiko
dan optimisme yang semakin baik. Ketahanan yang baik pada sektor
korporasi tercermin dari terjaganya pendapatan selama periode
pelaporan dan risiko yang terkendali. Selanjutnya, dari sisi institusi
keuangan, indikator aset, penghimpunan dana pihak ketiga dan kredit
menunjukkan kinerja yang baik. Kondisi yang aman juga terlihat dari
sisi risiko kredit yang masih terkendali.
Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang
Selama triwulan II 2019, nilai transaksi nontunai di Sulawesi Tenggara
mencapai Rp 3,73 triliun mengalami pertumbuhan sebesar 39,74%
(yoy), meningkat signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tumbuh hanya sebesar 0,97% (yoy). Transaksi nontunai secara
nominal masih didominasi oleh penggunaan SKNBI sebesar 54,0% dan
sisanya sebesar 46,0% menggunakan BI-RTGS. Dari sisi layanan
keuangan digital, pada triwulan IV tahun 2018, jumlah agen LKD yang
tersebar di wilayah Sulawesi Tenggara adalah sebanyak 3.179 agen
atau meningkat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018
yaitu 2.418 agen atau tumbuh sebesar 31,47% (yoy).
Sementara itu, transaksi pembayaran tunai pada triwulan II 2019
memiliki pola net-outflow, sesuai dengan pola di tahun sebelumnya.
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga ketersediaan uang layak
edar (ULE) di masyarakat. Selama April hingga Juni 2019, kegiatan kas
keliling di Sulawesi Tenggara telah dilakukan sebanyak 23 kali,
termasuk memenuhi kebutuhan uang Rupiah di wilayah 3T (Terluar,
Terdepan dan Terpencil).
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 4
Kondisi ketenagakerjaan
terindikasi cenderung
memburuk seiring
dengan moderasi
perekonomian yang
terjadi. Namun,
kesejahteraan cenderung
mengalami perbaikan
yang tercermin dari
peningkatan indeks NTP
Pertumbuhan ekonomi
Sultra pada tahun 2019
diperkirakan akan
meningkat didukung oleh
inflasi yang tetap terjaga
pada level yang rendah
dan stabil.
Kondisi Tenaga Kerja dan Kesejahteraan
Kondisi ketenagakerjaan masyarakat Sulawesi Tenggara pada triwulan
II 2019 sedikit memburuk di bandingkan periode sebelumnya. Indikasi
ini terutama berasal dari penawaran tenaga kerja yang menurun dan
diiringi dengan penurunan penyerapan tenaga kerja. Disisi lain
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara pada triwulan ke II
mengalami perbaikan dibandingkan periode sebelumnya yang terlihat
dari peningkatan indeks penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani
(NTP) pada periode tersebut menunjukkan adanya peningkatan pada
kesejahteraan masyarakat.
Prospek Perekonomian
Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil survei dan liaison,
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2019
6,5% - 6,9% (yoy), mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triwulan III 2019 yang diperkirakan berada pada
kisaran 6,2% - 6,6% (yoy). Dari sisi penawaran, akselerasi kinerja pada
periode tersebut diperkirakan berasal dari lapangan usaha konstruksi
dan lapangan usaha perdagangan besar dan eceran. Dengan capaian
tersebut, perekonomian Sulawesi Tenggara pada tahun 2019
diperkirakan akan mengalami akselerasi pertumbuhan pada kisaran
6,3% - 6,7% (yoy) yang didukung oleh pertumbuhan yang terjadi pada
lapangan usaha nonpertambangan.
Di sisi lain, tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun 2019
mendatang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional yaitu
sebesar 3,5% ± 1%. Pada tahun tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara
diperkirakan sekitar 3,1% - 3,5% (yoy), cenderung meningkat
dibandingkan dengan inflasi selama tahun 2018 yang sebesar 2,7%
(yoy). Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam
meningkatkan produksi perikanan dan sayur-sayuran dapat menjadi
faktor yang mendorong stabilnya capaian inflasi di Sulawesi Tenggara.
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 5
1
EKONOMI
MAKRO REGIONAL
Loading Peti Kemas di Pelabuhan
Kendari
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 6
1.1. KONDISI UMUM
Pada triwulan II 2019, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara mengalami moderasi setelah
mengalami kenaikan pada periode sebelumnya.
Pada periode laporan, perekonomian Sulawesi
Tenggara tercatat tumbuh sebesar 6,3% (yoy),
melemah dibandingkan dengan triwulan I 2019
yang tumbuh sebesar 6,4% (yoy) (Grafik 1.1).
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang
tumbuh stabil dengan kecenderungan sedikit
mengalami perlambatan yaitu dari 5,07% (yoy)
pada triwulan I 2019 menjadi 5,05% (yoy) pada
triwulan II 2019.
Dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan
perekonomian Sulawesi Tenggara disebabkan
oleh menurunnya investasi, dan naiknya net
ekspor antar daerah meskipun tertahan oleh
kenaikan yang terjadi pada sektor lainnya seperti
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
dan ekspor luar negeri. Sementara itu dari sisi
penawaran, perlambatan pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Tenggara didorong oleh menurunnya
kinerja lapangan usaha pertambangan,
konstruksi, transportasi dan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Seiring dengan perlambatan pertumbuhan
ekonomi di Sulawesi Tenggara, pangsa
perekonomian Sulawesi Tenggara terhadap
perekonomian Sulawesi cenderung mengalami
penurunan. Pada triwulan II 2019, andil
perekonomian Sulawesi Tenggara terhadap
perekonomian Sulawesi tercatat sebesar 10%,
mengalami penurunan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang sebesar 12,5%.
Berdasarkan peringkatnya, Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, ADHK, diolah Sumber: BPS, ADHB, diolah
Grafik 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara
Grafik 1.2 Treemap Sektor Perekonomian Sulawesi Tenggara Triwulan II 2019
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.3 Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Tahun 2019
6,4%6,3%
5,1%5,1%
3,0%
3,5%
4,0%
4,5%
5,0%
5,5%
6,0%
6,5%
7,0%
7,5%
8,0%
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekonomi Sultra Pertumbuhan Ekonomi Nasional
%, yoy
Sultra2017=6,8% Sultra
2018=6,4%
5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% 0,0% ≤ PDRB < 4,0% PDRB < 0%
PDRB ≥ 7,0% 6,0% ≤ PDRB < 7,0%
SUMATERA 4,6% ACEH 3,7% SUMUT 5,3% RIAU 2,8%
SUMBAR 5% LAMPUNG 5,6% KEPRI 4,7%
BENGKULU 5,0% KEP. BABEL 3,5% SUMSEL 5,8% JAMBI 4,8%
KALIMANTAN 5,6% KALBAR 5,1% KALSEL 4,2%
SULAWESI 6,8% SULUT 5,5% GORONTALO 6,7% SULTENG 6,6%
KALTIM 5,4% KALTENG 7,7% KALTARA 7,9%
SULBAR 4,9% SULSEL 7,5% SULTRA 6,3%
BANTEN 5,4% JAKARTA 5,7% JABAR 5,7% JATENG 5,6% YOGYAKARTA 6,8% JATIM 5,7%
BALINUSRA 5,1% BALI 5,6% NTB 3,1% NTT 6,4%
MALUKU 6,1% MALUKU UTARA 7,5% PAPUA -24% PAPUA BARAT -0,5%
MAPUA -13,1%
(YoY)
JAWA 5,7%
PERTUMBUHAN
NASIONAL
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 7
masih menjadi provinsi dengan pangsa
perekonomian terbesar ketiga setelah Sulawesi
Selatan dan Sulawesi Tengah. Sementara itu,
sumbangan perekonomian Sulawesi Tenggara
terhadap perekonomian nasional pada periode
laporan masih cukup stabil dengan pangsa
sebesar 0,85%.
Memasuki triwulan III 2019, perkembangan
beberapa indikator ekonomi di Sulawesi Tenggara
mengindikasikan arah pertumbuhan dengan tren
meningkat dengan kisaran 6,2% - 6,6% (yoy).
Hasil survei yang dilakukan oleh KPw Bank
Indonesia Provinsi Sulawesi Tenggara dan
pendalaman informasi yang dilakukan melalui
liaison juga mengindikasikan akan terjadi
perbaikan kondisi usaha, penjualan dan investasi.
Berdasarkan hasil proyeksi, lapangan usaha
pertanian, kehutanan dan perikanan, lapangan
usaha industri pengolahan dan lapangan usaha
transportasi dan pergudangan akan mengalami
akselerasi pada triwulan III 2019 sehingga
mendorong akselerasi perekonomian Sulawesi
Tenggara secara menyeluruh. Namun
perlambatan pada lapangan usaha pertambangan
dan penggalian dan lapangan usaha konstruksi
menjadi faktor yang dapat menahan laju
akselerasi perekonomian pada periode tersebut.
Sementara dari sisi permintaan, percepatan
pertumbuhan pada sektor utama seperti
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah
dan ekspor diperkirakan mampu mendorong
akselerasi perekonomian Sulawesi Tenggara pada
periode mendatang.
1.2. SISI PERMINTAAN
Dari sisi permintaan (dilihat dari komponen
pengeluaran pada PDRB), penurunan
pertumbuhan yang terjadi pada triwulan II 2019
berasal dari penurunan investasi dan kenaikan net
ekspor antar daerah meskipun tertahan oleh
kenaikan yang terjadi pada sektor utama.
Berdasarkan pangsanya, perekonomian Sulawesi
Tenggara masih didominasi oleh 4 sektor, yaitu
konsumsi rumah tangga, investasi, ekspor luar
negeri dan konsumsi pemerintah dengan pangsa
masing-masing sebesar 49,7%, 39,2%, 19,9%
dan 15,5% (Tabel 1.1).
Selanjutnya pada triwulan III 2019, diperkirakan
akan terjadi akselerasi pertumbuhan ekonomi
yang didorong oleh peningkatan investasi dan
penurunan net ekspor antar daerah. Investasi
diperkirakan akan mengalami akselerasi seiring
dengan berlangsungnya realisasi pembangunan
oleh pemerintah dan kembali berlangsungnya
pembangunan setelah dampak banjir di triwulan II
2019. Hal ini didorong oleh adanya
pembangunan pabrik pengolahan stainless steel
di Konawe, pabrik pengolahan gula di Bombana
dan pabrik pengolahan rumput laut di Buton.
Sementara itu, penurunan net ekspor antardaerah
didukung oleh kembali normalnya aktivitas
masyarakat paska HKBN sehingga permintaan
akan cenderung stabil dan base effect dari
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.4 Source of Growth Sisi Permintaan
3,16 3,34 2,90 2,70 2,69 3,12 3,17 3,05 2,90 3,08 3,02 3,02
5,452,90 3,57 2,77
1,013,39 3,15 2,23 1,63 1,61 3,63 2,47
2,64
1,87 3,231,54 9,92
8,5812,51
12,08
6,95
13,002,31
10,82
-6,58-2,36
-4,95 -4,27-2,08
-1,28
0,56
-4,50-10,31
-20,00
-15,00
-10,00
-5,00
0,00
5,00
10,00
15,00
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2017 2018
Konsumsi Kons. Pemerintah Investasi Perubahan Inventori Ekspor Impor Net Ekspor AD
%
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 8
pertumbuhan yang tinggi pada periode yang
sama tahun sebelumnya
1.2.1. Konsumsi Rumah Tangga
Realisasi Triwulan II 2019
Pada triwulan II 2019 konsumsi rumah tangga
tercatat tumbuh sebesar 6,2% (yoy), mengalami
akselerasi pertumbuhan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,7%
(yoy). Akselerasi pertumbuhan tersebut terjadi
karena adanya momen hari raya keagamaan dan
libur panjang yang mendorong masyarakat untuk
meningkatkan konsumsi.
Selain faktor tersebut, perlambatan konsumsi
masyarakat juga disebabkan oleh kecenderungan
masyarakat yang meningkatkan kehati-hatiannya
dalam menanggapi kondisi perekonomian saat
ini. Hal tersebut tercermin dari dana pihak ketiga
perbankan yang dihimpun dari masyarakat (DPK
perseorangan) mengalami peningkatan yang
cukup signifikan terutama pada giro. Giro mampu
tumbuh sebesar 29,7% (yoy), dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 15,6% (yoy). Pertumbuhan tersebut
mendorong peningkatan DPK perseorangan yang
tercatat tumbuh sebesar 14,12% (yoy) meskipun
pada jenis DPK lainnya seperti tabungan dan giro
mengalami perlambatan pertumbuhan (Grafik
1.5).
Perlambatan konsumsi masyarakat tersebut juga
tercermin dari perlambatan penyaluran kredit
perbankan untuk kredit konsumsi. Pada triwulan II
2019, kredit konsumsi tercatat tumbuh sebesar
9,0% (yoy), mengalami sedikit perlambatan
dibandingkan dengan pertumbuhan kredit
konsumsi periode sebelumnya yang sebesar 9,3%
(yoy) (Grafik 1.6). Meskipun demikian,
outstanding kredit konsumsi mengalami
peningkatan yang yaitu sebesar Rp306,8 miliar,
yaitu dari Rp16 triliun pada triwulan I 2019
menjadi Rp16,3 triliun pada triwulan II 2019.
Tracking Tw III 2019
Pada triwulan III 2019, konsumsi masyarakat
diperkirakan akan stabil dengan kecenderungan
sedikit menurun dengan kisaran 6,2% - 6,4%
(yoy). Hal ini disebabkan oleh normalisasi
konsumsi masyarakat setelah periode hari raya,
namun diperkirakan akan terjadi penurunan
harga komoditas dalam beberapa periode
mendatang karena beroperasinya Kendari New
Port yang dapat mempermudah kelancaran
distribusi barang dan memberikan stimulus
konsumsi masyarakat.
Faktor-faktor yang dapat mendukung naiknya
konsumsi masyarakat di triwulan III 2019 adalah
adanya pembayaran gaji ke-14 ASN pada bulan
Juli 2019 yang dapat mendorong terjadinya
konsumsi. Selain itu, secara nominal terjadi
peningkatan penyaluran Program Keluarga
Harapan (PKH) tahap pertama yang sangat
signifikan yaitu mencapai 185,6% (yoy). Namun,
terdapat indikator yang menahan laju
perlambatan antara lain nilai IKK dari survei
Konsumen yang mengalami penurunan menjadi
136,3 dimana pada triwulan II 2019 sebesar
136,9. Selain itu, kredit konsumsi pada bulan Juli
Tabel 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Dalam % (yoy); angka dalam kurung ( ) menunjukkan negatif Rasio = perbandingan terhadap total PDRB di Tw II 2019 PMTB = Pembentukan Modal Tetap Bruto (investasi); p= proyeksi KPw BI Sulawesi Tenggara
LNPRT= Lembaga Non Profit melayani Rumah Tangga Sumber: BPS, ADHK, diolah
I II III IV I II III IV I II IIIP
Konsumsi Rumah Tangga 6,0 6,8 5,9 5,7 5,3 6,4 6,6 6,4 5,6 6,2 6.0 - 6,4 49,7%
Konsumsi LNPRT 12,1 12,5 9,5 5,1 7,0 9,4 8,4 10,7 12,1 12,2 1,5 - 1,9 1,1%
Konsumsi Pemerintah 8,1 2,6 7,9 6,8 3,0 6,5 7,8 7,2 3,4 6,1 5,2 - 5,6 15,5%
PMTB 13,5 7,1 8,7 6,4 2,4 8,3 7,5 5,1 4,0 3,9 4,6 - 5.0 39,2%
Perubahan Inventori (2332,4) 252,9 121,7 246,2 1,4 (157,2) (45,5) (133,3) (116,4) (77,9) (295,6) - (291,6) -0,2%
Eksport Luar Negeri 107,1 53,2 92,6 26,8 209,3 170,4 198,5 175,6 50,3 101,4 59,9 - 63,9 19,9%
Import Luar Negeri 98,3 28,6 67,6 44,0 (19,7) 21,0 (24,4) 9,7 (6,0) (13,8) 21,9 - 22,3 9,3%
Net Eksport Antar Daerah 1110,3 1345,9 62,3 (42,9) 29619,5 447,0 1806,3 733,1 41,4 291,7 37,7 - 41,7 -15,9%
PDRB 7,8 6,8 6,5 6,1 6,1 6,1 7,1 6,2 6,4 6,3 6,2 - 6,6
* Keterangan Meningkat Melambat Stabil
RasioKomponen Pengeluaran2017 2018 2019
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 9
2019 cenderung mengalami perlambatan
pertumbuhan menjadi 7,5% (yoy) dimana pada
Juni 2019 tumbuh sebesar 9% (yoy).
1.2.2. Konsumsi Pemerintah
Realisasi Triwulan II 2019
Pada triwulan II 2019, konsumsi pemerintah
mengalami akselerasi pertumbuhan dibandingkan
triwulan I 2019. Konsumsi pemerintah tercatat
tumbuh sebesar 6,1% (yoy), mengalami kenaikan
yang cukup signifikan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,4%
(yoy). Akselerasi pertumbuhan ini didorong oleh
adanya pembayaran rapel kenaikan gaji ASN yang
sebesar 5% pada April 2019 dan adanya
pembayaran THR ASN pada bulan Mei 2019.
Selain itu peningkatan APBD Sulawesi Tenggara
dari Rp 3,5 triliun di tahun 2018 menjadi Rp 4,02
triliun di tahun 2019 juga mendorong adanya
peningkatan konsumsi pemerintah daerah. Selain
itu, peningkatan konsumsi pemerintah juga
didorong oleh pelaksanaan pemilu presiden dan
legislatif yang berlangsung di bulan April 2019.
Aktivitas ini mendorong konsumsi pemerintah
sehingga mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan lalu.
Tracking Tw III 2019
Konsumsi pemerintah diperkirakan akan
mengalami perlambatan pertumbuhan pada
triwulan III 2019 dengan capaian berada pada
kisaran 5,2% 5,6% (yoy), menurun
dibandingkan dengan pertumbuhan periode
sebelumnya yang sebesar 6,1% (yoy). Penurunan
tersebut didukung oleh beberapa faktor seperti
berakhirnya masa pemilu legislatif.
1.2.3. Investasi
Realisasi Triwulan II 2019
Investasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan II
2019 cenderung mengalami sedikit perlambatan
dengan tumbuh sebesar 3,86% (yoy)
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,98% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan tersebut disebabkan oleh kendala
cuaca dengan curah hujan tinggi sehingga proses
pembangunan terhenti. Selain itu, perlambatan
juga disebabkan oleh beberapa faktor dari dalam
negeri maupun luar negeri. Dari dalam negeri,
berlangsungnya pesta demokrasi menyebabkan
investor cenderung wait and see dalam
melakukan penanaman modal. Selain itu, telah
selesainya beberapa proyek strategis nasional dan
berlangsungnya libur HKBN akan berdampak
pada produktivitas kerja sehingga berdampak
pada investasi yang dilakukan di Sulawesi
Tenggara.
Perlambatan investasi tercermin dari nilai indeks
investasi pelaku usaha Survei Kegiatan Dunia
Usaha yang tercatat 1,95% (qtq) lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2019 yang tercatat
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi KC/KCP, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 1.5 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Perseorangan Grafik 1.6 Pertumbuhan Kredit Konsumsi di Sulawesi Tenggara
14.2% 13.7%
5.6%
16.3%
11.7% 11.1%
-7.2%
15.6%
-10.0%
-5.0%
0.0%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
Dana PihakKetiga
Tabungan Giro Deposito
% (YoY)
Tw I 2019 Tw II 2019
16,37
9,0%
8,0%
9,0%
10,0%
11,0%
12,0%
13,0%
14,0%
15,0%
16,0%
17,0%
-
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Konsumsi gKredit Konsumsi (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 10
sebesar 11% (qtq). Perlambatan investasi terjadi
di seluruh sektor utama yaitu lapangan usaha
pertanian, pertambangan dan penggalian,
konstruksi, industri pengolahan dan lapangan
usaha perdagangan besar dan eceran.
Perlambatan juga ditunjukkan melalui likert scale
hasil liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia
yang tercatat sebesar 0,5 lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2019 yang tercatat
sebesar 1,24. Sebagian besar pelaku usaha
cenderung menahan kegiatan investasi sejalan
dengan penurunan penjualan domestik.
Namun, perlambatan yang terjadi di periode
laporan tertahan oleh adanya realisasi PMA dan
PMDN yang meningkat. Realisasi PMA mengalami
pertumbuhan sebesar 100,4% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan lalu yang terkontraksi
sebesar 0,5% (yoy). Secara nominal, nilai PMDA
pada triwulan II 2019 sebesar 250,5 juta USD,
meningkat dibandingkan triwulan I 2019 yang
tercatat sebesar 166,5 juta USD. PMA di Sulawesi
Tenggara masih didominasi untuk mendorong
pengembangan industri logam dasar. Hal tersebut
menunjukkan bahwa pengolahan hasil
pertambangan masih menjadi primadona utama
bagi investor asing untuk menanamkan modalnya
di Sulawesi Tenggara.
Kondisi serupa juga terjadi pada realisasi
penanaman dalam negeri (PMDN) yang
mengalami kenaikan pertumbuhan dibandingkan
dengan periode sebelumnya. Pada triwulan II
2019 PMDN mampu tumbuh sebesar 1356,3%
(yoy) meningkat signifikan dibandingkan triwulan
I 2019 yang terkontraksi sebesar 70,5%.
Berdasarkan sektornya, penanaman modal yang
dilakukan oleh investor dalam negeri sedikit
berbeda dengan investor asing. Penanaman
modal yang dilakukan oleh investor dalam negeri
didominasi oleh industri logam dasar dan industri
makanan. Selain itu, investasi yang dilakukan
masyarakat juga turut menjadi penahan
Sumber: Bank Indonesia
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 1.7 SBT Investasi hasil SKDU Grafik 1.9 Hasil likert scale Penjualan Domestik Liaison
Sumber: National Single Window Investment
Sumber: National Single Window Investment
Grafik 1.8 Penanaman Modal Asing Di Sulawesi Tenggara Grafik 1.10 Penanaman Modal Dalam Negeri di Sulawesi Tenggara
10,1
7,3
11,0
2,0
-
5,0
10,0
15,0
20,0
25,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
% , ( Q T Q )
Realisasi Investasi
3,98 3,86
1,24
0,5
0,00
5,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
(g) PMTB (Right Axis) LS Investasi
Likert Scale (g) PDRB yoy
250,55
100,4%
-500%
0%
500%
1000%
1500%
2000%
2500%
3000%
-
50
100
150
200
250
300
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
PMA (US$ Juta) Pertumbuhan(sb. Kanan)
US$ (Juta) yoy
191
2537
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
PMDN (Rp miliar) Pertumbuhan(sb. Kanan)
Rp (Miliar) yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 11
perlambatan investasi di periode laporan. Pada
triwulan II 2019, kredit investasi mampu tumbuh
sebesar 37% (yoy), lebih tinggi dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 33,7% (yoy).
Tracking Tw III 2019
Pada triwulan III 2019, investasi diperkirakan akan
mengalami akselerasi pertumbuhan dengan
perkiraan berada pada rentang 4,6% 5% (yoy).
Akselerasi pertumbuhan tersebut didorong oleh
berlangsungnya realisasi pembangunan oleh
pemerintah serta berlangsungnya pembangunan
infrastruktur atas dampak banjir yang terjadi di
periode sebelumnya. Hal ini diperkuat oleh data
kredit investasi di bulan Juli 2019 yang tercatat
sebesar Rp6,2 triliun dengan pertumbuhan
208,38% (yoy) dimana pada triwulan II 2019
realisasi kredit investasi sebesar Rp6,09 triliun.
Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan
global yang berkurang seiring dengan respons
kebijakan negara maju yang lebih longgar
mendorong aliran modal asing masuk ke negara
berkembang.
1.2.4. Ekspor dan Impor Luar Negeri
Realisasi Ekspor Triwulan II 2019
Ekspor luar negeri Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2019 mengalami peningkatan yang
cukup signifikan. Pada periode tersebut ekspor
Sulawesi Tenggara tumbuh hingga 101,4% (yoy),
lebih tinggi dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar
50,31% (yoy). Kenaikan kinerja ekspor tersebut
disebabkan oleh naiknya pertumbuhan ekspor
komoditas utama yaitu feronikel.
Ekspor feronikel pada triwulan II 2019 tumbuh
sebesar 133,8% (yoy), mengalami peningkatan
pertumbuhan yang signifikan dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 59,1% (yoy). Pada periode laporan,
realisasi ekspor feronikel tercatat mencapai 368
juta USD, meningkat sebesar 128,5 juta USD
dibandingkan dengan nominal ekspor pada
periode sebelumnya. Namun, ekspor biji nikel
pada triwulan II 2019 mengalami penurunan
pertumbuhan dibandingkan periode sebelumnya.
Pada triwulan II 2019, ekspor biji nikel mengalami
tercatat tumbuh sebesar 0,1% (yoy) menurun
signifikan dibandingkan triwulan I 2019 yang
tumbuh sebesar 27,1% (yoy). Secara nominal,
realisasi ekspor bijih nikel tercatat sebesar 57,6
juta USD atau menurun sebesar 32,6 juta USD
dibandingkan triwulan I 2019. Penurunan ekspor
biji nikel ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca di
periode laporan yang memiliki curah hujan tinggi
sehingga mempengaruhi kegiatan penambangan
dan pengiriman. Curah hujan yang tinggi
membuat kegiatan penambangan terhenti untuk
sementara dan kegiatan pengiriman juga tidak
dapat dilakukan karena dapat menurunkan
kuantitas dan kualitas biji nikel sampai ke tempat
tujuan. Selain kedua komoditas utama tersebut,
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.11 Pertumbuhan Kredit Investasi di Sulawesi Tenggara
Grafik 1.12 Nilai Ekspor Luar Negeri Sulawesi Tenggara
6,09
37,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Investasi g Kredit Investasi (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
434
91,8%
0,0%
100,0%
200,0%
300,0%
400,0%
500,0%
600,0%
- 50
100 150 200 250 300 350 400 450 500
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Ekspor Sultra g Ekspor Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 12
penurunan kinerja ekspor juga terjadi pada hasil
perikanan yang menjadi penyumbang ekspor
tertinggi ketiga di Sulawesi Tenggara. Ekspor hasil
perikanan tumbuh 6,6% (yoy), lebih rendah
dibandingkan triwulan I 2019 yang mampu
tumbuh 26,8% (yoy). Hampir seluruh komoditas
hasil perikanan mengalami penurunan jumlah
ekspor dibandingkan periode lalu, sementara
daging ikan mengalami kenaikan ekspor dari 3,4
juta USD menjadi 4,2 juta USD di triwulan II 2019.
Dari sisi negara mitra dagang, Tiongkok masih
menjadi negara tujuan ekspor utama dengan
pangsa sebesar 82,6% kemudian diikuti oleh
India dan Taiwan dengan pangsa masing-masing
sebesar 14,7% dan 3,3%. Mengingat fakta
bahwa dominannya ekspor hasil pertambangan
dan Tiongkok sebagai mitra dagang Sulawesi
Tenggara, perlu dilakukan berbagai upaya untuk
mendorong diversifikasi ekspor terlebih dengan
kondisi perekonomian global yang masih ketat
dan perekonomian Tiongkok yang diperkirakan
akan mengalami perlambatan.
Realisasi Impor Luar Negeri Triwulan II 2019
Pada triwulan II 2019, impor Sulawesi Tenggara
tercatat mengalami kontraksi dan menjadi faktor
yang menahan perlambatan pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara. Kinerja impor pada
periode tersebut terkontraksi sebesar 19,2%
(yoy), mengalami penurunan jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang mengalami
pertumbuhan sebesar 26,1% (yoy). Jika dilihat
berdasarkan nilai impor barang secara riil dari
data Bea Cukai, impor Sulawesi Tenggara pada
periode laporan adalah sebesar 120,1 juta USD,
mengalami peningkatan jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang sebesar 71,1
juta USD.
Pada triwulan II 2019, impor barang modal
terkontraksi 20,2% (yoy), mengalami
perlambatan dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Di
sisi lain, barang konsumsi mengalami kenaikan
yang cukup signifikan menjadi 158,1% (yoy)
setelah mengalami perlambatan pada triwulan
lalu sebesar 20,2% (yoy). Kenaikan juga terjadi
pada barang antara yang saat ini naik sebesar
77,5% (yoy) dimana tahun lalu tumbuh sebesar
38,7% (yoy). Berdasarkan nominalnya, kenaikan
tertinggi terjadi pada impor barang antara, yaitu
dari 41,7 juta USD menjadi 71,1 juta USD atau
naik sebesar 29,3 juta USD. Penurunan impor
pada barang modal tersebut disebabkan oleh
kenaikan pembelian alat-alat pendukung kegiatan
industri.
Berdasarkan pangsanya, impor Sulawesi Tenggara
masih didominasi oleh barang antara dengan
pangsa sebesar 59,2% kemudian diikuti oleh
impor barang modal dengan pangsa sebesar
40,3%. Sementara untuk sumber barangnya,
kegiatan impor Sulawesi Tenggara masih
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.13 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara Grafik 1.14 Pangsa Komoditas Ekspor
368,04
133,8%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
-
50
100
150
200
250
300
350
400
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019Ekspor feronikel g Ekspor feronikel (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
Perikanan; 1,45%
Feronikel; 84,89%
Bijih Nikel; 13,30%
Lainnya; 0,21%
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 13
didominasi oleh barang-barang dari Tiongkok
dengan pangsa mencapai 87,6% kemudian diikut
oleh Australia dengan pangsa sebesar 10,6% dan
Belanda.
Tracking Triwulan III 2019
Memasuki triwulan III 2019, kinerja ekspor luar
negeri diperkirakan akan mengalami penurunan.
Penurunan tersebut didorong oleh adanya
normalisasi kinerja ekspor setelah berlangsungnya
ekspor bijih nikel kadar rendah pada periode
sebelumnya. Hal ini juga diperkuat oleh adanya
penurunan produksi ikan di Sulawesi Tenggara
sesuai dengan hasil FGD dan liaison. Penurunan
produksi ini menyebabkan jumlah ekspor
perikanan akan semakin menurun. Selain itu,
bahan baku pembuatan feronikel (bijih nikel
kadar 1,7 ke atas) semakin terbatas di Sulawesi
Tenggara sehingga ekspor feronikel diperkirakan
akan menurun. Selain itu, kembali meningkatnya
tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan
Tiongkok setelah tidak diperolehnya kata sepakat
dari kedua negara tersebut dapat mempengaruhi
kinerja ekspor komoditas nikel dan olahannya
yang selama ini menjadi penyumbang utama. Di
sisi lain, impor Sulawesi Tenggara pada triwulan
berjalan diperkirakan akan mengalami akselerasi
siring dengan meningkatnya permintaan atas
barang modal dan antara guna mendukung
operasional smelter.
1.3. SISI PENAWARAN: LAPANGAN USAHA
UTAMA
Dari sisi penawaran, perlambatan pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2019
disumbangkan oleh penurunan kinerja beberapa
lapangan usaha utama yaitu lapangan usaha
pertambangan dan penggalian, lapangan usaha
konstruksi dan lapangan usaha perdagangan
besar dan eceran. Berdasarkan pangsanya,
perekonomian Sulawesi Tenggara masih
didominasi oleh lapangan usaha primer yaitu
lapangan usaha pertanian, kehutanan dan
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 1.15 Nilai Ekspor Perikanan Sulawesi Tenggara Grafik 1.16 Nilai Impor Luar Negeri Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1.17 Source of Growth Sisi Penawaran
102 416
81
1,640 1,626
3,451
57 41 44
1,069 785
4,237
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
Ikan Hidup Ikan Beku Rajungan Udang Gurita Daging Ikan
Tw I 2019 Tw II 2019
ribu USD
120,1
19,2%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
800%
-
20
40
60
80
100
120
140
160
180
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Import Sultra g Import Sultra (sb. Kanan)
Juta US$ yoy
1,19 1,49 1,28 1,45 1,39 1,51 1,77 1,26 1,14 1,42 1,35 1,48
3,07 2,32 3,041,79 1,30 1,10
1,611,70 1,50 1,38
2,541,44
1,240,27 0,01
0,24 0,271,16
1,12
0,63 1,130,42
0,420,80
0,72
1,04 0,63
1,01 1,05 0,90
0,48
0,93 1,02 0,990,86
0,83
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019 2017 2018
Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Lainnya
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 14
perikanan dan lapangan usaha pertambangan
dan penggalian dengan pangsa masing-masing
sebesar 22,9% dan 201,2%. Selain itu, Sulawesi
Tenggara juga memiliki 3 lapangan usaha utama
lainnya, yaitu lapangan usaha perdagangan besar
dan eceran sebesar 12,7%, lapangan usaha
konstruksi dengan pangsa sebesar 12,7% dan
lapangan usaha industri pengolahan sebesar
6,5%. Struktur ekonomi tersebut tidak
mengalami perubahan yang signifikan dalam
beberapa tahun terakhir.
Pada periode mendatang, perekonomian Sulawesi
Tenggara diperkirakan akan mengalami akselerasi
pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh
akselerasi pada lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan, lapangan usaha
industri pengolahan dan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran. Namun
pertumbuhan tersebut diperkirakan akan
tertahan oleh perlambatan pada lapangan usaha
pertambangan dan perdagangan dan lapangan
usaha konstruksi.
1.3.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Realisasi Triwulan II 2019
Pada triwulan II 2019, lapangan usaha pertanian,
kehutanan dan perikanan (selanjutnya disebut
usaha pertanian) mengalami akselerasi
pertumbuhan. Lapangan usaha tersebut tumbuh
sebesar 6,1% (yoy) dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,7% (yoy).
Akselerasi pertumbuhan didorong oleh naiknya
pertumbuhan produksi padi pada periode
laporan. Produksi padi yang tercermin dari luas
panen padi tercatat mengalami kenaikan
pertumbuhan menjadi 0,4% (yoy) setelah
terkontraksi pada triwulan lalu sebesar 18,5%
(yoy). Luas panen padi di triwulan II 2019 adalah
59,4 ribu Ha meningkat signifikan dibandingkan
Tabel 1.2 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Dalam % (yoy); p= proyeksi KPw BI Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan, diolah
Sumber: PPS Samudra Kendari, diolah
Grafik 1.18 Luas Panen Padi di Sulawesi Tenggara Grafik 1.19 Jumlah Pendaratan Ikan di Kota Kendari
I II III IV I II III IV I II IIIP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4,8 6,4 5,5 6,3 5,8 6,5 7,7 5,5 4,7 6,1 6,4 - 6,8 22,9
Pertambangan dan Penggalian 16,1 11,3 15,6 8,8 6,3 5,2 7,6 8,1 7,5 6,5 6,1 - 6,5 21,2
Industri Pengolahan 7,4 8,8 4,3 5,2 11,6 (0,0) 8,5 (0,4) 0,8 15,9 11,3 - 11,7 6,5
Pengadaan Listrik, Gas 3,0 4,6 7,8 8,2 0,1 2,2 2,6 1,0 7,1 7,7 4,2 - 4,6 0,0
Pengadaan Air 0,0 3,6 (3,2) 0,3 0,7 3,3 9,3 9,4 6,4 5,1 2,9 - 3,3 0,2
Konstruksi 10,4 2,1 0,1 1,7 2,2 9,4 8,8 4,6 9,6 3,3 3,7 - 4,1 12,7
Perdagangan Besar dan Eceran 5,9 8,4 4,8 8,1 8,7 7,1 3,7 7,4 8,2 7,8 7,2 - 7,6 12,7
Transportasi dan Pergudangan 9,8 10,0 3,7 6,0 7,6 8,6 9,3 9,4 2,1 2,0 4,7 - 5,1 4,7
Akomodasi dan Makan Minum 5,7 5,2 7,5 6,1 7,1 6,4 7,0 6,2 6,3 1,6 0,3 - 0,7 0,6
Informasi dan Komunikasi 9,4 9,8 8,6 6,2 9,5 8,6 6,6 8,1 7,3 7,9 11,5 - 11,9 2,5
Jasa Keuangan 5,8 4,0 3,8 4,6 5,1 4,1 1,7 (2,0) 1,5 3,6 7,5 - 7,9 2,2
Real Estate 1,5 4,7 9,8 1,1 3,5 2,6 1,7 2,6 2,5 1,6 1,1 - 1,5 1,4
Jasa Perusahaan 3,9 6,6 6,8 6,6 4,5 6,9 6,0 5,9 5,8 4,6 5,6 - 6.0 0,2
Administrasi Pemerintahan 0,3 1,1 7,0 7,8 3,9 3,9 6,4 8,9 9,0 5,8 5,7 - 6,1 5,1
Jasa Pendidikan 1,8 2,5 3,6 4,2 4,1 6,7 9,6 9,8 9,8 6,4 5,4 - 5,8 4,8
Jasa Kesehatan dan Sosial 1,7 6,3 2,6 3,1 5,4 6,0 7,4 8,7 7,6 5,1 4,7 - 5,1 0,9
Jasa Lainnya 2,0 0,6 4,2 4,1 7,7 5,9 4,1 4,9 5,0 5,6 5,8 - 6,2 1,4
PDRB 7,8 6,8 6,5 6,1 6,1 6,1 7,1 6,2 6,4 6,3 6,2 - 6,6 100,0%
* Keterangan Meningkat Melambat Stabil
Komponen Pengeluaran2017
Pangsa2018 2019
27
59
0,4%
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-
10
20
30
40
50
60
70
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Thousands
Luas Panen Padi Pertumbuhan(sb. Kanan)
Luas (ribu Ha) yoy
4,47
-7,4%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
4
5
6
7
8
9
10
11
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Thousands
Pendaratan Ikan Pertumbuhan(sb. Kanan)
Jumlah (ribu ton) yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 15
triwulan lalu yang tercatat sebesar 26,7 Ha (Grafik
1.16). Namun kenaikan produksi padi tersebut
tertahan oleh penurunan produksi perikanan
pada triwulan II 2019 yang mengalami kontraksi
sebesar 7,4% (yoy), lebih dalam dibandingkan
triwulan lalu yang terkontraksi sebesar 4,0%
(yoy). Penurunan produksi ikan ini menjadi faktor
yang menahan pertumbuhan yang lebih tinggi
pada lapangan usaha tersebut (Grafik 1.19).
Selanjutnya, pertumbuhan di sektor pertanian
juga tertahan oleh menurunnya tingkat kredit
pertanian di periode laporan. Kredit usaha
pertanian pada triwulan II 2019 mengalami
pertumbuhan sebesar 122,4% (yoy), mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 145,9% (yoy).
Secara nominal, realisasi kredit pertanian pada
triwulan II 2019 tercatat sebesar Rp2,14 triliun
menurun Rp126 miliar dibandingkan periode lalu
sebesar Rp2,27 triliun (Grafik 1.20). Penurunan
kredit pertanian ini semakin mengindikasikan
adanya penurunan kinerja sektor pertanian di
periode laporan
Tracking Triwulan III 2019
Pada triwulan III 2019, lapangan usaha pertanian
diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,4% -
6,8% (yoy), mengalami akselerasi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan periode
sebelumnya yang sebesar 6,1% (yoy). Akselerasi
tersebut didukung oleh telah memasukinya masa
panen ikan yang dimulai di bulan Agustus
diperkirakan dapat meningkatkan produksi ikan di
Sulawesi Tenggara. selain itu, normalisasi setelah
berakhirnya periode HKBN juga akan
meningkatkan produksi ikan karena saat
berlangsungnya HKBN nelayan cenderung tidak
melaut pada 2 minggu sesudah dan sebelum hari
raya. Perkiraan kondisi usaha pertanian di
triwulan III 2019 yang diperoleh dari hasil SKDU
adalah 17,18% (qtq) lebih tinggi dibandingkan
triwulan II 2019 yaitu sebesar 3,6% (qtq). Kondisi
tersebut dapat menjadi faktor yang mendukung
akselerasi pertumbuhan lapangan usaha
pertanian pada periode mendatang.
1.3.2. Pertambangan dan Penggalian
Realisasi Triwulan II 2019
Kinerja lapangan usaha pertambangan dan
penggalian pada periode triwulan II 2019
mengalami perlambatan pertumbuhan dan
menjadi faktor yang menahan akselerasi
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara. Pada
periode tersebut kinerja lapangan usaha ini
tumbuh sebesar 6,5% (yoy), mengalami
perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,5%
(yoy). Beberapa permasalahan pertambangan
yang terjadi dan berujung dengan pencabutan
dan pembekuan 15 izin usaha pertambangan di
Sulawesi Tenggara menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan perlambatan lapangan usaha
tersebut. Sementara itu, berdasarkan hasil SKDU
yang dilakukan oleh KPw BI Sulawesi Tenggara,
Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah
Grafik 1.20 Kredit Pertanian Sulawesi Tenggara Grafik 1.21 Kredit Pertambangan Sulawesi Tenggara
2,15
122,4%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
120,0%
140,0%
160,0%
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Pertanian gKredit Pertanian (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
1,28
-47,9%-60,0%
-40,0%
-20,0%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
-
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Pertambangan g Kredit Pertambangan (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 16
kinerja pertambangan juga sedang mengalami
penurunan dengan nilai SBT sebesar 7,67% (qtq),
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 yang
tercatat 8,78% (qtq).
Sejalan dengan kinerja lapangan usahanya,
penyaluran kredit pertambangan oleh perbankan
juga cenderung mengalami perlambatan. Pada
triwulan II 2019, kredit pertambangan kembali
mengalami kontraksi sebesar 47,9% (yoy), lebih
dalam jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang terkontraksi sebesar 32,3%
(yoy) (Grafik 1.21). Outstanding kredit juga masih
mengalami penurunan dengan capaian sebesar
Rp1,28 triliun dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang sebesar Rp1,33 triliun.
Tracking Tw III 2019
Kinerja lapangan usaha pertambangan pada
periode mendatang diperkirakan kembali
mengalami perlambatan pertumbuhan pada
kisaran 6,1% - 6,5% (yoy) dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,5%
(yoy). Masih kurang kondusifnya kondisi
pertambangan di Sulawesi Tenggara serta
meningkatnya tensi perang dagang antara
Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi faktor
utama perlambatan pada lapangan usaha
tersebut.
1.3.3. Industri Pengolahan
Realisasi Triwulan II 2019
Pada triwulan II 2019, lapangan usaha industri
pengolahan mengalami akselerasi pertumbuhan
dan menjadi salah satu faktor yang mendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara.
Lapangan usaha tersebut mengalami akselerasi
sebesar 15,9% (yoy), mengalami peningkatan
signifikan mengingat pada periode sebelumnya
hanya tumbuh sebesar 0,8% (yoy). Akselerasi
tersebut didukung oleh telah beroperasi smelter
milik salah satu pelaku usaha pertambangan
dengan kapasitas yang cukup besar. Smelter
tersebut telah beroperasi 100% dengan kapasitas
dua kali lipat dibandingkan triwulan I 2019. Hal
tersebut juga tercermin dari pertumbuhan
produksi industri manufaktur khususnya industri
manufaktur besar dan sedang yang mengalami
kenaikan signifikan. Pada triwulan II 2019,
pertumbuhan produksi industri manufaktur besar
dan sedang tercatat sebesar 15,86% (yoy),
mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan triwulan I 2019 yang mengalami
kontraksi sebesar 21,26% (yoy). Meskipun
pertumbuhan produksi industri kecil dan
menengah mengalami penurunan dari 28,5%
(yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 24,7% (yoy) di
triwulan II 2019, namun penurunan ini masih
tertahan oleh kenaikan di industri manufaktur
besar dan sedang yang signifikan.
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Sulawesi Tenggara,
diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah
Grafik 1.22 Kinerja Sektor Industri Berdasarkan Survei Bank Indonesia
Grafik 1.23 Kredit Industri Sulawesi Tenggara
-21,26
15,86
28,524,7
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Besar dan Sedang Mikro dan Kecil
918,46
66,2%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
120,0%
- 100 200 300 400 500 600 700 800 900
1.000
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Industri g Kredit Industri (sb. Kanan)
Rp Miliar yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 17
Sejalan dengan kinerja lapangan usaha industri
pengolahan yang mengalami akselerasi,
penyaluran kredit ke industri pengolahan juga
mengalami peningkatan. Pada triwulan II 2019,
penyaluran kredit untuk industri pengolahan
mampu tumbuh sebesar 66,2% (yoy), mengalami
akselerasi yang jika dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 64,1% (yoy).
Baki kredit lapangan usaha tersebut juga
mengalami peningkatan yang sebesar Rp10,3
miliar, yaitu dari Rp908,1 miliar pada triwulan I
2019 menjadi Rp918,4 miliar pada triwulan II
2019 (Grafik 1.23).
Tracking Tw III 2019
Pada triwulan III 2019, kinerja lapangan usaha
industri pengolahan diperkirakan akan sedikit
penurunan pada kisaran 11,3% - 11,7% (yoy).
Peningkatan tersebut disebabkan oleh adanya
penurunan bahan baku terutama padi di industri
pengolahan padi. Hal ini terkonfirmasi oleh
perkiraan luas tanam padi di triwulan III 2019
yaitu sebesar 15,6 Ha atau terkontraksi sebesar
65,4% (qtq).
1.3.4. Perdagangan Besar dan Eceran
Realisasi Triwulan II 2019
Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran
pada triwulan II 2019 tercatat mengalami
penurunan pertumbuhan dan menjadi salah satu
faktor yang menghambat akselerasi
perekonomian di Sulawesi Tenggara. Lapangan
usaha tersebut tumbuh sebesar 7,8% (yoy) lebih
rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 8,2% (yoy). Penurunan ini
disebabkan oleh adanya bencana banjir di akhir
triwulan II 2019 sehingga kinerja sektor
perdagangan tertahan. Hal ini terkonfirmasi oleh
nilai likert scale liaison yang dilakukan oleh Bank
Indonesia khususnya pada kategori penjualan
domestik yang tercatat sebesar 0,8 menurun
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah
Grafik 1.24 Volume Ekspor Sulawesi Tenggara Grafik 1.26 Kredit Perdagangan Sulawesi Tenggara
Sumber: Bea Cukai, diolah
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) KPw BI Sulawesi Tenggara,
diolah
Grafik 1.25 Transaksi Perdagangan Luar Negeri Grafik 1.27 Kinerja Sektor Perdagangan Berdasarkan Survei Bank Indonesia
2,10
3,1%
-2000,0%
0,0%
2000,0%
4000,0%
6000,0%
8000,0%
10000,0%
12000,0%
14000,0%
-
1
1
2
2
3
3
4
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Ekspor Sultra (volume) g Ekspor Sultra (sb.kanan)
Volume (juta ton) yoy
5,64
11,5%
0,0%
2,0%
4,0%
6,0%
8,0%
10,0%
12,0%
14,0%
4,40
4,60
4,80
5,00
5,20
5,40
5,60
5,80
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Perdagangan g Kredit Perdagangan (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
434
120
-
100
200
300
400
500
600
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Nilai Eksport Nilai Import
Juta USD
1,51
0,8
5,606,2
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
(2,00)
(1,00)
-
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
LS Penj. Domestik LS Ekspektasi Penjualan (g) Kons. RT (Right Axis)
Likert Scale (g) PDRB yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 18
dibandingkan triwulan I 2019 yang tercatat
sebesar 1,51. Selain itu, penurunan pertumbuhan
di sektor perdagangan juga disebabkan oleh
menurunnya harga komoditas nikel dunia yang
tercatat 12,24 ribu/MT di triwulan II 2019. Harga
komoditas nikel dunia mengalami penurunan
sebesar 1,2% jika dibandingkan triwulan I 2019.
Tracking Tw III 2019
Pada triwulan III 2019, lapangan usaha
perdagangan diperkirakan kembali mengalami
perlambatan pertumbuhan dengan tumbuh pada
kisaran 7,2% - 7,6% (yoy). Perlambatan
pertumbuhan ini didorong oleh normalisasi
permintaan masyarakat seiring dengan berlalunya
hari raya keagamaan. Selain itu meningkatnya
tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan
Tiongkok dapat berpengaruh terhadap
perdagangan luar negeri Sulawesi Tenggara dan
dapat menjadi faktor yang menahan akselerasi
pada lapangan usaha tersebut.
1.3.5. Konstruksi
Realisasi Triwulan II 2019
Pada triwulan II 2019, kinerja lapangan usaha
konstruksi tercatat mengalami perlambatan
dengan tumbuh sebesar 3,3% (yoy) dibandingkan
dengan kinerja periode sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 9,6% (yoy). Tingginya curah
hujan di periode laporan menyebabkan kegiatan
konstruksi terhenti untuk sementara. Selain itu,
perlambatan tersebut juga tercermin dari
penurunan konsumsi semen di Sulawesi Tenggara
sepanjang triwulan II 2019. Pada periode
tersebut, konsumsi semen Sulawesi Tenggara
tumbuh sebesar 21,6% (yoy), mengalami
penurunan dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang tumbuh sebesar 25,5% (yoy)
(Grafik 1.28).
Sejalan dengan perlambatan yang terjadi,
penyaluran kredit ke lapangan usaha tersebut
cenderung mengalami penurunan. Pada triwulan
II 2019, kredit lapangan usaha tersebut tumbuh
sebesar 18,1% (yoy), mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
tumbuh sebesar 21,1% (yoy). (Grafik 1.29).
Tracking Tw III 2019
Kinerja lapangan usaha konstruksi pada periode
berjalan diperkirakan berada pada kisaran 4,7% -
5,1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan periode sebelumnya yang sebesar
3,3% (yoy). Akselerasi tersebut disebabkan oleh
pembangunan oleh pemerintah dan swasta
diperkirakan akan kembali berlangsung setelah
berlangsungnya beberapa kegiatan seperti pesta
demokrasi dan hari raya pada periode
sebelumnya.
1.4. PERTUMBUHAN EKONOMI TANPA
LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN
Realisasi Triwulan II 2019
Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara, pertumbuhan lapangan usaha non
tambang di pada triwulan II 2019 mengalami
akselerasi. Pada periode tersebut, lapangan usaha
Sumber: Asosiasi Semen Indonesia
Sumber: LBU Bank Indonesia, Lokasi Proyek, diolah
Grafik 1.28 Konsumsi Semen Sulawesi Tenggara Grafik 1.29 Kredit Konstruksi Sulawesi Tenggara
189
21,6%
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
30,0%
-
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Thousands
Konsumsi semen Pertumbuhan Kons Semen (sb.kanan)
Ton yoy
1,18
18,1%
-10,0%
-5,0%
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
-
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Kredit Konstruksi g Kredit Konstruksi (sb. Kanan)
Rp Triliun yoy
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 19
nontambang tumbuh sebesar 6,2% (yoy),
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,1%
(yoy). Hal tersebut disebabkan oleh akselerasi
yang terjadi pada lapangan usaha utama, yaitu
lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha
industri pengolahan meskipun tertahan oleh
akselerasi pada lapangan usaha konstruksi dan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Peningkatan lapangan usaha pertanian didorong
oleh naiknya luas tanam padi karena memasuki
masa panen. Selain itu, akselerasi juga terjadi
pada lapangan usaha industri pengolahan
didukung oleh beroperasinya smelter secara
optimal dengan kapasitas yang cukup tinggi.
Lapangan usaha pertanian masih mendominasi
perekonomian nontambang Sulawesi Tenggara
dengan rasio sebesar 30,4% diikuti oleh lapangan
usaha konstruksi dan lapangan usaha
perdagangan besar dengan masing-masing
pangsa sebesar 16,7% dan 16,1%.
Tracking Tw III 2019
Pada periode berjalan, lapangan usaha
nontambang diperkirakan akan kembali
mengalami akselerasi dengan berada pada kisaran
6,3% - 6,7% (yoy). Masuknya musim panen ikan
dan berakhirnya perayaan HKBN yang dapat
mempercepat kegiatan konstruksi diperkirakan
dapat menjadi faktor yang mendorong
peningkatan kinerja pada perekonomian
nontambang di Sulawesi Tenggara.
Sumber: BPS, ADHK, diolah
Grafik 1.30 Perkembangan Ekonomi Nonpertambangan Sulawesi Tenggara
0,0
2,0
4,0
6,0
8,0
10,0
12,0
14,0
16,0
18,0
2016 2017 2018 I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Pertumbuhan Ekonomi Tambang Pertumbuhan Ekonomi Non Tambang Pertumbuhan Ekonomi Sultra
%, (YoY)
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 20
Halaman ini sengaja dikosongkan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 21
n
KEUANGAN PEMERINTAH
2
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 22
2.1. STRUKTUR APBD PROVINSI TAHUN 2019
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2019
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
anggaran APBD tahun 2018. Anggaran
pendapatan pada tahun 2019 sebesar Rp4,03
triliun atau naik sebesar 9,2% dibanding tahun
2018 (yoy). Begitu pula dengan anggaran belanja
yang tercatat sebesar Rp4,25 triliun atau naik
sebesar 6,7% (yoy).
Dari sisi pendapatan, peningkatan anggaran terjadi
pada transfer dari pemerintah pusat. Pendapatan
transfer tersebut ditargetkan sebesar Rp3,04 triliun
atau meningkat 4,79% (yoy). Peningkatan ini
terutama terjadi pada komponen Dana Alokasi
Khusus (DAK) seiring dengan penambahan jenis
baru DAK non fisik yang meliputi Bantuan
Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan
Kesetaraan, BOP Museum dan Taman Budaya,
Dana Pelayanan Kepariwisataan dan Dana Bantuan
Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BLPS). Di sisi
lain, alokasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
mengalami peningkatan anggaran, pada tahun
2019 ditargetkan sebesar Rp905,235 miliar atau
naik 6,65% jika dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan ini terutama terjadi pada komponen
pendapatan retribusi daerah.
Anggaran pendapatan pada tahun 2019 tersebut
masih didominasi oleh pendapatan transfer
dengan pangsa sebesar 87,29%, dengan alokasi
terbesar untuk Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar
Rp1,57 triliun dan diikuti oleh Dana Alokasi Khusus
(DAK) sebesar Rp1,21 triliun. Sementara itu, PAD
masih relatif rendah dengan pangsa sebesar
12,71%, dengan sumber penerimaan terbesar
berasal dari pajak daerah sebesar Rp706,1 miliar
(Tabel 2.1).
Dari sisi belanja, anggaran belanja modal pada
tahun 2019 sebesar Rp1.247,6 triliun atau naik
cukup signifikan sebesar 40,86% (yoy). Hal ini
sejalan dengan prioritas pembangunan
pemerintah daerah pada bidang infrastruktur
seperti jalan, jembatan dan irigasi. Di sisi lain
penurunan terjadi pada anggaran belanja
operasional, belanja tak terduga dan belanja
transfer ke kabupaten/kota. Belanja operasi
sebesar Rp2,64 triliun atau turun sebesar 1,56%
(yoy), anggaran belanja tak terduga sebesar
Rp18,29 miliar atau turun signifikan sebesar
29,38% dan anggaran belanja transfer ke
kabupaten/kota sebesar Rp336.23 miliar atau
turun sebesar 12,60% (yoy). Meskipun mengalami
penurunan, anggaran belanja operasi Provinsi
Sulawesi Tenggara pada Tahun 2019 masih
mendominasi dengan pangsa sebesar 62,26%.
Komponen belanja terbesar untuk belanja operasi
adalah belanja pegawai sebesar Rp1,5 triliun dan
belanja barang sebesar Rp588,3 miliar.
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Ket: APBD 2017 adalah APBD Perubahan 2017
Sumber: BPKAD Prov. Sultra, diolah
Grafik 2.1 Realisasi Anggaran Pendapatan Provinsi Sulawesi
Tenggara
Grafik 2.2 Realisasi Anggaran Belanja Provinsi Sulawesi
Tenggara
4,03
9,2
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
Pendapatan Growth Pendapatan
triliun 4,25
6,7
0
5
10
15
20
25
30
35
40
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
Belanja Growth Belanja
MTriliun
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 23
2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN
APBD PROVINSI
2.2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan
Pendapatan Pemerintah Provinsi Sulawesi
Tenggara hingga periode laporan terealisasi
sebesar Rp2,18 triliun atau 53,99 % dari total
anggaran APBD 2019 (Tabel 2.1). Capaian tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar
Rp1,89 triliun. Peningkatan tersebut sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi Sultra yang
tumbuh lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Sumber pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara
pada triwulan II 2019 didominasi oleh pendapatan
transfer atau dana perimbangan (Daper). Pangsa
Daper tercatat 75,5%, lebih rendah dibandingkan
tahun 2018 (yoy) yang sebesar 81,9%. Kondisi ini
mengindikasikan kemandirian fiskal pemerintah
provinsi yang lebih besar dari periode sebelumnya.
Lebih jauh, jika dibandingkan dengan target APBD,
maka realisasi Daper mencapai 54,0%, relatif
meningkat dibandingkan realisasi tahun 2018
sebesar 50,42%. Peningkatan Daper tersebut
ditopang oleh realisasi dana alokasi umum sebesar
58,33% dan dana alokasi khusus sebesar 50,02%.
Sementara itu, realisasi PAD Sulawesi Tenggara
pada triwulan II tercatat sebesar Rp 532,09 miliar
atau 58,78%, lebih tinggi dibandingkan dengan
realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 53,85%.
Peningkatan tersebut berasal dari retribusi daerah
sebesar 62,2%, jauh lebih tinggi dari periode yang
sama tahun sebelumnya sebesar 54,59%. Hal ini
dipengaruhi oleh adanya peningkatan Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang
mencapai 300%.
Di sisi lain, realisasi PAD meningkat sebesar
Rp106,64 miliar menjadi Rp532,09 miliar atau
tumbuh sebesar 125,1% (yoy), sejalan dengan
tingginya pembelian kendaraan bermotor akibat
ekspansi taksi online yang secara masif
berkembang sejak akhir tahun 2018.
2.2.2. Realisasi Anggaran Belanja
Meskipun realisasi pendapatan mengalami
peningkatan, namun realisasi belanja APBD
Provinsi Sulawesi Tenggara pada triwulan II justru
mengalami penurunan. Realisasi belanja
Tabel 2.1 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Triwulan II
Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Anggaran Realisasi Serap (%) Anggaran Realisasi Serap (%)
PENDAPATAN 3,521.77 1,888.24 53.62 4,029.40 2,175.30 53.99
PENDAPATAN ASLI DAERAH 790.11 425.44 53.85 905.24 532.09 58.78
Pendapatan Pajak Daerah 603.80 297.96 49.35 706.10 369.64 52.35
Hasil Retribusi Daerah 16.75 9.15 54.59 14.44 8.98 62.20
Hasil Pengelolaan yang Dipisahkan 46.10 46.71 101.34 46.10 56.03 121.55
Lain-lain PAD 123.46 71.63 58.02 138.60 97.44 70.30
PENDAPATAN TRANSFER 2,901.37 1,462.80 50.42 3,043.03 1,643.21 54.00
Transfer Pemerintah Pusat 2,884.87 1,454.55 50.42 3,030.53 1,636.96 54.02
Dana Bagi Hasil Pajak 57.71 20.03 34.71 50.16 17.62 35.14
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak 37.12 15.80 42.56 110.11 49.48 44.93
Dana Alokasi Umum 1,575.96 919.31 58.33 1,614.49 941.78 58.33
Dana Alokasi Khusus 1,214.08 499.40 41.13 1,255.77 628.08 50.02
Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 16.50 8.25 50.00 12.50 6.25 50.00
Dana Otonomi Khusus 16.50 - - 12.49 6.25 50.02
Dana Penyesuaian - - - 81.13 - -
LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH - - - 81.13 - -
Pendapatan Hibah - - - 81.13 - -
Pendapatan Dana Darurat - - - - - -
Pendapatan Lainnya - - - - - -
U R A I A N
APBD 2018 APBD 2019
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 24
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun
triwulan laporan tercatat 25,7% atau sebesar
Rp1,09 triliun (Tabel 2.2). Capaian ini lebih rendah
dibandingkan periode yang sama tahun lalu
sebesar 35,1% atau dalam nominal sebesar
Rp1,40 triliun. Penurunan tersebut berasal dari
penyerapan belanja operasi dan belanja modal.
Pada triwulan II tahun 2019, realisasi belanja
operasi sebesar Rp845,87 miliar atau 32,0% dari
target APBD. Penurunan penyerapan yang
signifikan terjadi pada pos belanja hibah. Belanja
hibah menurun dengan terealisasi sebesar 17,7%
atau Rp93,50 miliar dibandingkan periode yang
sama sebesar 69,2% atau Rp482,32 miliar di
tahun 2018. Meskipun demikian, realisasi belanja
Tabel 2.2 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Belanja Pemprov Sulawesi Tenggara Pada Triwulan II
Keterangan: Anggaran dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Tabel 2.3 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBD per Kabupaten/Kota pada Triwulan II 2019
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Tim Evaliasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran, diolah
Anggaran Realisasi Serap (%) Anggaran Realisasi Serap (%)
BELANJA 3,980.34 1,395.04 35.05 4,245.33 1,092.01 25.72
BELANJA OPERASI 2,685.05 1,169.78 43.57 2,643.21 845.87 32.00
Belanja Pegawai 1,361.87 567.07 41.64 1,503.14 601.75 40.03
Belanja Barang 580.28 102.23 17.62 588.39 143.62 24.41
Belanja Bunga 6.60 3.79 57.48 2.71 1.83 67.62
Belanja Hibah 697.27 482.32 69.17 528.56 93.50 17.69
Belanja Bantuan Keuangan 39.03 14.36 36.80 20.40 5.16 25.30
BELANJA MODAL 885.67 115.08 12.99 1,247.60 97.74 7.83
Belanja Tanah 2.20 - - 3.34 2.55 76.25
Belanja Peralatan dan Mesin 204.11 39.45 19.33 161.20 18.95 11.76
Belanja Bangunan dan Gedung 336.74 60.69 18.02 519.24 43.10 8.30
Belanja Jalan, irigasi & Jaringan 311.36 0.16 0.05 556.23 33.15 5.96
Belanja Aset Tetap Lainnya 31.26 - 7.60 - -
BELANJA TIDAK TERDUGA 25.90 - - 18.29 - -
Belanja Tak Terduga 25.90 - - 18.29 - -
TRANSFER 384.72 110.18 28.64 336.23 148.39 44.13
Transfer Bagi hasil ke Kab/Kota 384.72 110.18 28.64 336.23 148.39 44.13
APBD 2019
U R A I A N
APBD 2018
% % %
Realisasi Realisasi Realisasi
Kendari 1,315.36 550.36 41.84% 1,708.13 446.51 26.14% 1,810.83 405.26 22.38%
Konawe 1,636.15 526.21 32.16% 1,585.94 473.40 29.85% 1,732.19 403.43 23.29%
Konawe Selatan 1,362.14 580.12 42.59% 1,607.86 411.13 25.57% 1,613.16 457.33 28.35%
Konawe Utara 754.14 356.08 47.22% 790.76 327.53 41.42% 872.54 321.35 36.83%
Konawe Kepulauan 604.28 187.26 30.99% 571.45 104.18 18.23% 587.17 153.78 26.19%
Kolaka 1,166.74 435.60 37.34% 1,176.35 408.90 34.76% 1,308.68 375.07 28.66%
Kolaka Utara 799.68 345.09 43.15% 855.25 317.64 37.14% 889.10 321.32 36.14%
Kolaka Timur 632.47 290.36 45.91% 676.51 257.82 38.11% 727.99 223.57 30.71%
Bombana 889.64 334.84 37.64% 877.92 240.37 27.38% 1,198.37 306.78 25.60%
Bau-Bau 969.54 115.77 11.94% 844.41 193.12 22.87% 957.48 73.63 7.69%
Buton 798.79 218.86 27.40% 856.93 201.21 23.48% 758.47 203.42 26.82%
Buton Utara 616.19 214.15 34.75% 640.42 167.79 26.20% 657.06 132.79 20.21%
Buton Tengah 656.29 137.26 20.91% 652.37 93.16 14.28% 644.89 136.07 21.10%
Buton Selatan 575.63 210.98 36.65% 580.41 156.07 26.89% 598.48 163.63 27.34%
Muna 1,088.53 313.58 28.81% 1,200.99 303.97 25.31% 1,316.93 292.10 22.18%
Muna Barat 716.28 75.36 10.52% 672.84 128.58 19.11% 874.14 206.65 23.64%
Wakatobi 736.07 302.32 41.07% 830.77 243.58 29.32% 911.89 211.19 23.16%
Seluruh Kab/Kota 15,317.92 5,194.20 33.91% 16,129.31 4,474.95 27.74% 17,459.37 4,387.37 25.13%
Jenis
Tahun 2017 Tahun 2018 Tahun 2019
Pagu Realisasi Pagu Realisasi Pagu Realisasi
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 25
barang justru mengalami peningkatan menjadi
24,4% dari target atau sebesar Rp143,62 miliar,
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama
sebesar 17,6%.
Lebih jauh, realisasi belanja modal pada triwulan II
tahun 2019 menunjukkan kinerja menurun
dengan tingkat realisasi sebesar 7,8% atau senilai
Rp97,74 miliar. Kondisi tersebut lebih rendah
dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun sebelumnya yang dapat terealisasi sebesar
13,0%. Penurunan tersebut disebabkan oleh
menurunnya komponen belanja peralatan dan
mesin dari sebelumnya 19,3% menjadi 11,8%.
Penurunan ini juga terjadi pada komponen belanja
bangunan dan gedung menjadi 8,3% dari
sebelumnya 18,0%, hal ini dikarenakan oleh
terhambatnya proyek pembangunan pemerintah
pasca kegiatan pesta demokrasi di periode yang
sama. Namun sebaliknya, perkembangan positif
terjadi pada komponen belanja jalan, irigasi dan
jaringan yang realisasinya menjadi 6,0%, dari
sebelumnya 0,1%. Hal ini didukung oleh intensitas
pembangunan dari jalan mau pun jembatan yang
rusak akibat bencana banjir yang melanda
Sulawesi Tenggara. Berdasarkan pangsa terhadap
realisasi belanja modal, terbesar berupa belanja
bangunan dan gedung (44,1%), diikuti oleh
belanja jalan, irigasi dan jaringan (33,9%), belanja
peralatan dan mesin (19,4%) dan belanja tanah
(2,6%).
2.2.3. Realisasi Anggaran Kabupaten/Kota
Berdasarkan data dari Tim Evaluasi dan
Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA), pada
tahun 2019 porsi anggaran APBD Provinsi Sulawesi
Tenggara untuk kabupaten/kota pada tahun 2019
naik 8,3% (yoy) menjadi Rp17,46 triliun. Di sisi
lain, realisasi anggaran pada periode triwulan II
sebesar Rp4,39 triliun atau 25,1% turun dari tahun
sebelumnya sebesar 27,7%. Ditinjau dari per
kabupaten/kota realisasi anggaran 5 terbesar yaitu
kabupaten Konawe Utara Rp321,35 miliar (36,8%)
Kabupaten Kolaka Utara Rp321,32 miliar (36,1%),
Kabupaten Kolaka Timur Rp223,57 miliar (30,7%),
Kabupaten Kolaka Rp375,07 miliar (28,7%), dan
Kabupaten Konawe Selatan Rp457,33 miliar
(28,4%). Disamping itu, beberapa kabupaten
menunjukkan peningkatan penyerapan dibanding
triwulan II 2018, yaitu Kabupaten Konawe Selatan,
Konawe Kepulauan, Buton, Buton Tengah, Buton
Selatan dan Muna Barat (Tabel 2.3).
Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Daerah (LKPP), kinerja keuangan per
bulan untuk Provinsi Sulawesi Tenggara hingga
triwulan II 2019 relatif kurang baik, diindikasikan
dengan realisasi keuangan Pemprov Sultra
mencapai 27,9% di bawah target 62,5% (Grafik
2.3). Capaian ini lebih rendah dibandingkan
realisasi pada triwulan II 2018 yang tercatat
sebesar 39,3%. Sementara itu, kondisi
penyelesaian fisik mencapai 37,9%, di bawah
target yaitu sebesar 58,4% (Grafik 2.4).
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Sumber: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa , diolah
Grafik 2.3 Perkembangan Kondisi Keuangan Antara Realisasi
dan Target Bulanan APBD Sulawesi Tenggara
Grafik 2.4 Perkembangan Penyelesaian Fisik Pengadaan
APBD Sulawesi Tenggara
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 26
Pencapaian tersebut juga lebih rendah jika
dibandingkan periode tahun sebelumnya sebesar
39,65%.
2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN
APBN
2.3.1 Realisasi APBN Provinsi
Alokasi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara
tahun 2019 mengalami sedikit penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2018. Tercatat,
anggaran APBN turun sebesar Rp279,19 miliar
dari sebelumnya Rp1,43 triliun pada tahun 2018.
Berdasarkan jenisnya, pangsa terbesar
diperuntukkan bagi belanja modal sebesar 56,3%
dari total APBN Provinsi Sulawesi Tenggara tahun
2019 atau Rp638,22 miliar, diikuti oleh belanja
barang sebesar Rp499,75 miliar (43,3%), belanja
pegawai sebesar Rp14,74 miliar (1,2%) dan
belanja bantuan sosial Rp2,40 miliar (0,2%).
Komposisi tersebut relatif tidak mengalami
perubahan jika dibandingkan periode tahun 2018.
Lebih jauh, realisasi APBN secara keseluruhan
mengalami penurunan Pada triwulan II 2019,
realisasi APBN tercatat sebesar Rp279,87 miliar
atau sebesar 24,2%, lebih rendah dibandingkan
periode yang sama tahun 2018 yang tercatat
sebesar Rp414,44 miliar atau 28,9% dari APBN
provinsi Sulawesi Tenggara 2018. Ditinjau
berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pegawai
tercatat sebesar Rp6,39 miliar atau sebesar 43,3%,
relatif stabil dibandingkan periode sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp6,95 miliar
atau 43,6%. Realisasi belanja barang pada
triwulan II tahun 2019 sebesar Rp172,69 miliar
atau 34,6% dari total yang dianggarkan dalam
APBN 2019. Angka tersebut secara nominal lebih
rendah dibandingkan realisasi periode yang sama
tahun 2018 yaitu Rp229,03 miliar, meskipun
Tabel 2.4 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Provinsi pada Triwulan II 2019
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Tabel 2.5 Realisasi Dana Desa Triwulan II Tahun 2019
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Kabupaten/Kota Pagu (Rp miliar) Realisasi (Rp miliar) Realisasi (%)
Kab. Konawe Selatan 251.21 100.49 40.00%
Kab. Bombana 104.13 41.65 40.00%
Kab. Konawe 222.44 84.36 37.93%
Kab. Konawe Utara 124.57 49.83 40.00%
Kab. Konawe Kepulauan 73.51 29.07 39.55%
Kab. Buton 71.95 28.78 40.00%
Kab. Wakatobi 66.41 26.22 39.49%
Kab. Buton Utara 68.20 27.28 40.00%
Kab. Buton Selatan 59.79 23.91 40.00%
Kab. Buton Tengah 62.57 25.03 40.00%
Kab. Kolaka 85.55 34.22 40.00%
Kab. Kolaka Utara 125.50 50.20 40.00%
Kab. Kolaka Timur 96.01 38.40 40.00%
Kab. Muna 123.28 49.31 40.00%
Kab. Muna Barat 78.69 31.48 40.00%
Total 1613.82 640.24 39.67%
Belanja Pegawai 12.27 5.13 41.76% 15.94 6.95 43.59% 14.74 6.39 43.32%
Belanja Barang 826.65 264.64 32.01% 691.09 229.03 33.14% 499.75 172.69 34.56%
Belanja Modal 830.28 252.15 30.37% 722.32 178.46 24.71% 638.22 100.79 15.79%
Belanja Bantuan Sosial 4.43 0.00 0.00% 4.95 0.00 0.00% 2.40 0.00 0.00%
Total 1,673.64 521.92 31.18% 1,434.29 414.44 28.90% 1155.10 279.87 24.23%
Realisasi
Kumulatif Tw II 2019
Pagu Realisasi % RealisasiJenis
Kumulatif Tw II 2017 Kumulatif Tw II 2018
% Realisasi % RealisasiPagu RealisasiPagu
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 27
secara persentase lebih tinggi dibandingkan tahun
2018 yang mencatatkan realisasi 33,1%.
Sementara itu, realisasi belanja modal pada
triwulan II tahun 2019 tercatat sebesar Rp100,79
miliar atau 15,8%, lebih rendah dibandingkan
periode yang sama pada tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp178,46 miliar atau 24,7% dari
total anggaran belanja modal dalam APBN 2018
(tabel 2.4). Sampai periode laporan belum ada
realisasi belanja bantuan sosial.
2.3.2 Realisasi Anggaran Dana Desa
Sesuai data dari Kanwil Ditjen Perbendaharaaan
Provinsi Sulawesi Tenggara, pada triwulan II tahun
2019, besaran Dana Desa yang telah direalisasikan
adalah sebesar 39,7% dari total pagu Dana Desa
Sulawesi Tenggara sebesar Rp1,61 triliun.
Sebagian besar kabupaten mencatatkan realisasi
sebesar 40%, sesuai dengan penyaluran dana desa
tahap kedua. Hanya terdapat tiga desa yang
realisasinya di bawah 40% yaitu Kabupaten
Konawe, Kabupaten Konawe Kepulauan dan
Kabupaten Wakatobi (Tabel 2.5).
2.3.3 Realisasi APBN Kabupaten/Kota
Porsi anggaran APBN Provinsi Sulawesi Tenggara
untuk kabupaten/kota pada tahun 2019 tercatat
sebanyak Rp 6,13 triliun. Dana ini dibagikan
kepada 17 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi
Tenggara. Anggaran APBN kabupaten/kota terbagi
atas anggaran belanja pegawai sebesar Rp1,96
miliar (32,0%) dari total anggaran APBN
Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara, anggaran
belanja barang sebesar Rp2,62 triliun (42,7%),
Tabel 2.6 Pencapaian Realisasi APBN Kota/Kabupaten Triwulan II Tahun 2019
Keterangan: Belanja dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Tabel 2.7 Perbandingan Pencapaian Penyerapan Pendapatan dan Belanja APBN Kabupaten/Kota pada Triwulan II 2019
Keterangan: Pagu dan Realisasi dalam Miliar Rupiah
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja ModalBelanja Bantuan
SosialDAK Fisik
Kab. Bombana 47.99% 55.84% 58.41% 0% 0%
Kab. Buton 50.72% 49.95% 23.34% 0% 0%
Kab. Buton Selatan 41.84% 40.69% 84.62% 0% 0%
Kab. Buton Tengah 37.47% 37.90% 81.19% 0% 0%
Kab. Buton Utara 47.16% 52.71% 77.75% 0% 0%
Kab. Kolaka 46.30% 44.02% 39.00% 0% 0%
Kab. Kolaka Timur 44.28% 38.66% 22.80% 83% 0%
Kab. Kolaka Utara 45.39% 40.46% 44.87% 0% 0%
Kab. Konawe 50.72% 53.55% 44.97% 0% 0%
Kab. Konawe Kepulauan 48.69% 55.00% 74.14% 0% 0%
Kab. Konawe Selatan 48.75% 52.87% 45.69% 0% 0%
Kab. Konawe Utara 44.17% 58.06% 63.95% 0% 0%
Kab. Muna 51.19% 47.54% 35.09% 0% 0%
Kab. Muna Barat 44.78% 38.16% 61.90% 0% 0%
Kab. Wakatobi 46.63% 42.08% 14.14% 0% 0%
Kota Baubau 51.93% 37.89% 44.83% 0% 0%
Kota Kendari 53.63% 34.79% 27.84% 40% 0%
Total 43.32% 34.56% 15.79% 8% 0%
% Realisasi
Kabuaten/Kota
Belanja Pegawai 1859.42 826.69 44.46% 1953.06 900.08 46.09% 1961.23 1005.42 51.26%
Belanja Barang 1896.63 538.20 28.38% 2857.22 736.49 25.78% 2589.38 1008.77 38.96%
Belanja Modal 1288.75 431.81 33.51% 1252.74 473.79 37.82% 1541.14 450.56 29.24%
Belanja Bantuan Sosial 11.55 2.17 18.82% 4.75 1.74 36.51% 9.55 2.78 29.14%
Total 5,056.36 1798.88 35.58% 6,067.77 2112.10 34.81% 6101.29 2467.52 40.44%
Pagu Realisasi % RealisasiPagu Realisasi % Realisasi Pagu Realisasi % RealisasiJenis
Kumulatif Tw II 2017 Kumulatif Tw II 2018 Kumulatif Tw II 2019
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 28
belanja modal sebesar Rp1,54 triliun (25,2%), dan
sisanya adalah belanja bantuan sosial dengan
anggaran sebesar Rp 9,55 miliar.
Ditinjau per jenisnya, realisasi anggaran belanja
pegawai 17 kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara
tercatat sebesar 51,3% meningkat dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2018 yang sebesar
46,1%. Hal serupa juga terjadi pada realisasi
belanja barang, dimana realisasi belanja barang
per Kabupaten/kota mencapai 39,0% pada
triwulan II 2019, lebih tinggi dibandingkan periode
yang sama pada tahun 2018 yang sebesar 25,9%.
Sementara itu, realisasi belanja modal
kabupaten/kota tercatat menurun dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2018. Pada
triwulan laporan, anggaran belanja modal
kabupaten atau kota terealisasi sebesar 29,2%,
turun dari periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 37,8%. Kota Kendari menjadi daerah yang
mencatatkan realisasi tertinggi untuk belanja
pegawai yaitu sebesar 53,6% dan Kabupaten
Buton Tengah mencatat realisasi belanja pegawai
terendah sebesar 37,5%. Kabupaten Konawe
Utara mencatat realisasi tertinggi untuk belanja
barang sebesar 58,1% dan yang terendah adalah
Kota Kendari dengan realisasi sebesar 34,8%.
Kabupaten Buton Selatan mencatat realisasi
tertinggi untuk kategori Belanja modal sebesar
84,6% dan yang terendah adalah kabupaten
Wakatobi dengan realisasi 14,1%. Lebih jauh
belanja bantuan sosial hanya Kota Kendari sebesar
40,3% dan Kabupaten Kolaka Timur sebesar
83,3%. (Tabel 2.7).
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 29
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
3
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 30
3.1. KONDISI UMUM INFLASI
Pada triwulan II 2019, inflasi tahunan (yoy)
Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Tingkat inflasi IHK provinsi Sulawesi Tenggara1
pada triwulan II 2019 sebesar 3,49% (yoy), lebih
tinggi jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,60% (yoy). Capaian
inflasi tersebut menempatkan Sulawesi Tenggara
sebagai provinsi dengan capaian inflasi tertinggi
kesembilan ditingkat nasional atau tertinggi ketiga
di regional Sulawesi. Meskipun demikian, inflasi
Sulawesi Tenggara masih berada dibawah capaian
inflasi regional Sulawesi yang sebesar 3,53% (yoy)
1Angka inflasi Sulawesi Tenggara adalah angka inflasi hasil perhitungan agregasi oleh KPw BI Sulawesi Tenggara dengan menggunakan
data IHK (indeks harga konsumen) Kota Kendari dan Kota Bau-Bau yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik.
walaupun masih berada diatas capaian inflasi
nasional yang sebesar 3,28% (yoy).
Berdasarkan kelompoknya, meningkatnya tekanan
inflasi disebabkan oleh peningkatan pada
kelompok bahan makanan meskipun tertahan oleh
penurunan pada kelompok perumahan dan
kelompok transportasi. Gangguan produksi pada
subkelompok sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
menjadi faktor utama meningkatnya tekanan
inflasi tahunan bahan makanan di Sulawesi
Tenggara pada periode laporan. Namun,
penurunan tekanan inflasi bahan bakar rumah
tangga dan penurunan tarif dasar listrik serta
kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah untuk
tarif angkutan udara menyebabkan terjadinya
Sumber: BPS, Perhitungan Bank Indonesia
Grafik 3.1 Ringkasan Perkembangan Inflasi Sulawesi Tenggara (yoy) dan Kelompok Utama
Sumber: BPS
Grafik 3.2 Peta Inflasi Daerah Tahun 2019
%, yoy %, yoy %, yoy %, yoy
Inf < 2,5%
2,5% ≤ Inf < 3,5%
Inf ≥ 4,5%
3,5% ≤ Inf < 4,5%
SUMATERA 3,7%
ACEH 2,7%
SUMUT 5,9%
RIAU 3,4%
SUMBAR 3,6%
LAMPUNG 2,8%
KEPRI 3,2%
BENGKULU 2,7%
KEP. BABEL 3,7%
SUMSEL 2,1%
JAMBI 2,6%
KALIMANTAN 3,11% KALBAR 3,0%
KALSEL 4,0%
SULAWESI 3,53% SULUT 5,1%
GORONTALO 3,1%
SULTENG 5,3%
KALTIM 2,7%
KALTENG 2,9%
KALTARA 3,1%
SULBAR 0,5%
SULSEL 3,0%
SULTRA 3,5%
BANTEN 3,7%
JAKARTA 3,5%
JABAR 3,5%
JATENG 2,5%
YOGYAKARTA 3,1%
JATIM 2,4%
MALUKU 4,1%
MALUKU UTARA 1,6%
PAPUA 2,9%
PAPUA BARAT 2,8%
MAPUA 3,05%
INFLASI NASIONAL
(YoY)
BALINUSRA 2,35% BALI 2,1%
NTB 3,4%
NTT 1,4%
JAWA 3,22%
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 31
penurunan tekanan inflasi pada kelompok
perumahan dan kelompok transportasi, sehingga
menahan peningkatan tekanan inflasi tahunan
pada periode laporan.
3.2 PERKEMBANGAN INFLASI BULANAN
(MONTH TO MONTH)
Secara bulanan, pergerakan inflasi IHK Sulawesi
Tenggara selama triwulan II 2019 terus berada
dalam trend yang meningkat. Rata-rata inflasi
bulanan pada periode tersebut tercatat sebesar
1,25% (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata inflasi bulanan triwulan sebelumnya yang
sebesar 0,10% (mtm). Capaian tersebut juga lebih
tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi
bulanan di triwulan II dalam 3 tahun terakhir yang
mengalami inflasi sebesar 0,78% (mtm).
Berdasarkan sumbernya, penyumbang terbesar
terhadap inflasi bulanan pada triwulan ini berasal
dari kelompok bahan makanan (Tabel 3.1). Dilihat
dari capaian inflasi per bulannya, pada April 2019
Sulawesi Tenggara tercatat mengalami inflasi
sebesar 0,41% (mtm), berbeda arah jika
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
mengalami deflasi sebesar 0,21% (mtm). Capaian
inflasi tersebut terus mengalami peningkatan pada
bulan selanjutnya selama triwulan II 2019, dengan
capaian inflasi sebesar 1,35% (mtm) pada Mei
2019 dan 1,99% (mtm) pada Juni 2019 (Grafik
3.3).
Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan pada triwulan II 2019
mengalami peningkatan tekanan inflasi jika
dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada
periode tersebut, kelompok bahan makanan
mengalami inflasi dengan capaian rata-rata
sebesar 4,63% (mtm) atau dengan andil rata-rata
sebesar 1,16%, berbeda arah dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang mengalami
Sumber: BPS, Perhitungan BI
Ket: 2016 =100;
Produksi ikan: Pendaratan ikan di PPS Kendari dan PPI Sodoha Kendari
Sumber: BMKG, diolah
Grafik 3.3 Pergerakan dan Pola Inflasi Bulanan Sulawesi Tenggara
Grafik 3.4 Indeks Produksi Ikan di Kendari
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan BI
Jan Feb Mar Rerata Apr Mei Jun Rerata Jan Feb Mar Rerata Apr Mei Jun Rerata
Bahan Makanan 1,62 -1,42 -1,66 -0,48 1,02 5,49 7,38 4,63 0,40 -0,35 -0,41 -0,12 0,25 1,34 1,88 1,16
Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 0,23 0,18 0,04 0,15 0,20 0,15 0,46 0,27 0,02 0,02 0,00 0,02 0,02 0,02 0,05 0,03
Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 0,42 0,12 0,25 0,26 0,01 0,01 0,03 0,02 0,11 0,03 0,06 0,07 0,00 0,00 0,01 0,00
Sandang 0,53 0,23 0,15 0,30 0,27 0,22 0,15 0,22 0,04 0,02 0,01 0,02 0,02 0,02 0,01 0,01
Kesehatan 0,26 0,23 0,83 0,44 0,46 0,35 0,39 0,40 0,01 0,01 0,04 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga 0,36 -0,03 0,00 0,11 0,03 0,30 0,05 0,13 0,02 0,00 0,00 0,01 0,00 0,02 0,00 0,01
Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 0,35 0,40 0,37 0,37 0,47 -0,34 0,21 0,12 0,07 0,08 0,07 0,07 0,09 -0,07 0,04 0,02
Inflasi (mtm) 0,64 -0,15 -0,21 0,10 0,41 1,35 1,99 1,25 0,64 -0,15 -0,21 0,10 0,41 1,35 1,99 1,25
Kelompok
Inflasi (%,mtm) Andil (%,mtm)
Tw I 2019 Tw II 2019 Tw I 2019 Tw II 2019
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 32
deflasi dengan rata-rata sebesar 0,48% (mtm) atau
rata-rata andil sebesar -0,12%. Meningkatnya
tekanan inflasi tersebut disebabkan oleh kenaikan
harga komoditas-komoditas utama seperti sayur-
sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan segar.
Kenaikan harga yang terjadi secara signifikan pada
triwulan II 2019 disebabkan oleh meningkatnya
permintaan seiring dengan pelaksanaan Hari Besar
Keagamaan Nasional (HBKN) dan terbatasnya
produksi beberapa komoditas strategis yang
disebabkan oleh kondisi eksternal. Peningkatan
curah hujan yang menyebabkan banjir pada Juni
2019 telah mengakibatkan terjadinya gangguan
produksi dan kelancaran distribusi pada komoditas
sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Selain itu,
gangguan cuaca berupa gelombang tinggi akibat
angin muson timur dan kebiasaan nelayan yang
tidak melaut selama 2 minggu sebelum hingga 2
minggu sesudah Idul Fitri berdampak pada
penurunan produksi ikan segar (Grafik 3.4).
Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Pada triwulan II 2019, kelompok transpor,
komunikasi, dan jasa keuangan mencatatkan rata-
rata inflasi sebesar 0,12% (mtm) dengan rata-rata
andil sebesar 0,02%. Capaian tersebut lebih
rendah dibandingkan triwulan lalu yang
mengalami rata-rata inflasi sebesar 0,37% (mtm)
dengan rata-rata andil sebesar 0,25% dan menjadi
salah satu faktor yang menahan peningkatan
tekanan inflasi di Sulawesi Tenggara. Penurunan
tekanan inflasi yang terjadi pada kelompok
tersebut didukung oleh penurunan tarif pulsa
ponsel seiring dengan kebijakan yang diterapkan
oleh jasa penyedia telekomunikasi. Selain itu, tarif
angkutan udara yang masih berada pada batas
atas menyebabkan terjadinya pengalihan moda
yang digunakan oleh masyarakat saat peak season
arus mudik dan arus balik perayaan Idul Fitri
sehingga menahan terjadinya lonjakan tarif
angkutan udara pada periode laporan. Kondisi ini
menjadi faktor dominan yang melatarbelakangi
penurunan tekanan inflasi pada kelompok
tersebut.
Tabel 3.2 Top 10 Sumbangan Inflasi & Deflasi Bulanan Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, Perhitungan BI
Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%) Komoditas Andil (%)
1 Angkutan Udara 0,08 Ikan Kembung 0,27 Ikan Kembung 0,27
2 Bawang Merah 0,05 Kangkung 0,12 Ikan Layang 0,23
3 Bawang Putih 0,05 Bawang Putih 0,10 Bayam 0,22
4 Cabai Rawit 0,04 Bayam 0,09 Kangkung 0,16
5 Cumi-cumi 0,03 Ikan Cakalang 0,09 Ikan Cakalang 0,13
6 Tomat Sayur 0,03 Ikan Rambe 0,07 Ikan Rambe 0,12
7 Beras 0,03 Cumi-cumi 0,06 Ikan Teri 0,12
8 Katamba 0,02 Tomat Sayur 0,06 Kacang Panjang 0,11
9 Ikan Ekor Kuning 0,02 Bawang Merah 0,05 Ikan Ekor Kuning 0,10
10 Jantung Pisang 0,02 Ikan Teri 0,05 Ikan Bandeng 0,07
1 Pisang -0,04 Tarip Pulsa Ponsel -0,13 Bawang Putih -0,06
2 Ikan Cakalang -0,04 Beras -0,06 Telur Ayam Ras -0,04
3 Ikan Kembung -0,03 Minyak Goreng -0,02 Selar/Tude -0,02
4 Kangkung -0,02 Selar/Tude -0,02 Cumi-cumi -0,01
5 Bayam -0,01 Shampo -0,01 Tarip Taksi -0,01
6 Ikan Rambe -0,01 Ayam Hidup -0,01 Baju Kaos Berkerah -0,01
7 Tarip Listrik -0,01 Biskuit -0,01 Jeruk Nipis/Limau -0,01
8 Sawi Hijau -0,01 Sandal Kulit -0,01 Daging Sapi -0,01
9 Ikan Bandeng -0,01 Apel -0,01 Tauge/Kecambah 0,00
10 Ikan Layang -0,01 Nangka Muda -0,01 Kelapa 0,00
Penyumbang Inflasi
Penyumbang Deflasi
No.APRIL 2019 MEI 2019 JUNI 2019
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 33
Kelompok Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
Tekanan inflasi pada kelompok perumahan, air,
listrik dan bahan bakar pada triwulan II 2019
mengalami penurunan dengan rata-rata inflasi
pada periode tersebut sebesar 0,02% (mtm)
dengan rata-rata andil hanya sebesar 0,004%
dibandingkan dengan rata-rata inflasi bulanan
pada periode sebelumnya sebesar 0,26% (mtm)
dengan rata-rata andil sebesar 0,02%.
Melemahnya tekanan inflasi pada kelompok ini
didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada
subkelompok bahan bakar yang disebabkan oleh
dampak dari penurunan tarif dasar listrik untuk
900 VA pada Maret 2019 serta penurunan harga
minyak dunia, sehingga berdampak terhadap
penurunan tekanan inflasi pada bahan bakar
rumah tangga. Selain itu, kembali normalnya
permintaan atas beberapa barang perlengkapan
rumah tangga juga menjadi faktor yang
mendorong terjadinya penurunan tekanan inflasi
pada kelompok perumahan.
3.3. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YEAR
ON YEAR)
Secara tahunan, inflasi Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2019 tercatat sebesar 3,49% (yoy), lebih
tinggi jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang sebesar 2,60% (yoy) (Grafik 3.5).
Kondisi tersebut sejalan dengan kondisi inflasi
regional Sulawesi dan nasional yang juga
mengalami peningkatan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Berdasarkan kelompoknya,
peningkatan tersebut disebabkan oleh
peningkatan tekanan inflasi pada kelompok bahan
makanan, kelompok kesehatan serta kelompok
pendidikan, rekreasi dan olahraga meskipun
tertahan oleh penurunan yang terjadi pada
keempat kelompok lainnya.
Kelompok Bahan Makanan
Kelompok bahan makanan pada triwulan II 2019
tercatat mengalami inflasi sebesar 5,69% (yoy),
mengalami peningkatan yang signifikan jika
dibandingkan dengan capaian periode sebelumnya
yang mengalami inflasi sebesar 0,04% (yoy).
Peningkatan tekanan inflasi tersebut disebabkan
oleh peningkatan harga yang terjadi pada sayur-
sayuran, bumbu-bumbuan dan padi-padian.
Dengan kondisi tersebut, kelompok bahan
makanan menjadi kelompok penyumbang inflasi
terbesar terhadap peningkatan inflasi di Sulawesi
Tenggara dengan andil sebesar 1,49%% (yoy),
meningkat secara signifikan dibandingkan triwulan
sebelumnya dengan andil sebesar 0,01% (Tabel
3.3).
Curah hujan yang meningkat di Sulawesi Tenggara
selama periode laporan menjadi faktor utama yang
mengakibatkan gangguan produksi sayur-sayuran,
bumbu-bumbuan dan padi-padian. Kondisi
tersebut diperparah oleh banjir yang terjadi di
wilayah Sulawesi Tenggara akibat curah hujan
yang tinggi sehingga mengganggu kelancaran
distribusi dan menyebabkan terjadinya
peningkatan tekanan inflasi pada ketiga
subkelompok komoditas tersebut. Kenaikan
permintaan saat Idul Fitri menjadi faktor lain yang
mempengaruhi peningkatan inflasi.
Pada triwulan II 2019, sayur-sayuran mengalami
inflasi sebesar 27,45% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,43%
Tabel 3.3 Perbandingan Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang/Jasa (%, yoy)
Sumber: BPS, Perhitungan BI
I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II
Bahan Makanan -0,11 8,96 7,40 6,20 5,73 2,03 -0,76 2,33 0,04 5,69 -0,03 2,26 1,81 1,49 1,38 0,53 -0,19 0,58 0,01 1,49
Makanan Jadi, Rokok & Tembakau 6,39 5,17 3,09 3,33 2,51 3,60 3,64 3,15 2,86 2,39 0,67 0,54 0,33 0,36 0,27 0,38 0,51 0,34 0,31 0,26
Perumahan, Air, Listrik, Bahan Bakar 1,57 3,20 2,52 2,86 1,88 0,81 1,12 0,88 1,53 1,37 0,43 0,86 0,67 0,77 0,51 0,21 0,39 0,24 0,41 0,36
Sandang 2,51 2,42 0,61 1,61 1,38 2,30 2,65 1,99 2,29 1,90 0,17 0,17 0,04 0,11 0,10 0,15 0,30 0,14 0,16 0,13
Keseharan 4,83 4,88 4,35 2,89 2,01 1,65 2,76 3,62 4,24 5,15 0,21 0,21 0,19 0,13 0,09 0,07 0,12 0,16 0,19 0,22
Pendidikan, Rekreasi Dan Olahraga 6,82 6,16 0,78 0,71 0,75 0,59 1,46 1,46 1,68 1,97 0,46 0,42 0,06 0,05 0,05 0,04 0,10 0,10 0,12 0,13
Transpor, Komunikasi Dan Jasa Keuangan 1,32 3,26 -0,53 -0,58 -0,64 1,90 2,66 6,28 8,02 5,22 0,26 0,64 -0,10 -0,12 -0,13 0,36 0,18 1,22 1,55 1,01
Inflasi (yoy) 2,25 5,21 3,18 2,97 2,39 1,79 1,40 2,66 2,60 3,49 2,25 5,21 3,18 2,97 2,39 1,79 1,40 2,66 2,60 3,49
Kelompok 2017 2018 20172019
Inflasi (%,yoy) Andil (%,yoy)
20192018
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 34
(yoy). Hal tersebut menjadikan sayur-sayuran
sebagai penyumbang terbesar peningkatan inflasi
kelompok bahan makan dengan andil sebesar
1,00%. Inflasi sayuran disebabkan oleh kenaikan
harga beberapa komoditas seperti kangkung dari -
3,5% (yoy) menjadi 43,93% (yoy), tomat sayur dari
-1,48% (yoy) menjadi 34,21% (yoy), bayam dari
22,34% (yoy) menjadi 60,32(yoy) serta kacang
panjang dari 6,47% (yoy) menjadi 24,32% (yoy).
Curah hujan tinggi dan Idul Fitri juga turut
memberikan dampak pada subkelompok bumbu-
bumbuan yang pada triwulan II 2019 tercatat
mengalami inflasi sebesar 15,59% (yoy),
meningkat dibandingkan periode sebelumnya
yang mengalami inflasi 5,97%% (yoy).
Menguatnya tekanan inflasi pada bawang putih
dari 1,84% (yoy) menjadi 33,94%, bawang merah
dari 13,34% (yoy) menjadi 26,55% (yoy), serta
cabai rawit dari 33,77% (yoy) menjadi 52,10%
(yoy), memberikan dampak signifikan terhadap
inflasi subkelompok bumbu-bumbuan. Pada
komoditas bawang putih, peningkatan harga
disebabkan oleh keterbatasan pasokan akibat
keterlambatan izin Rekomendasi Impor Produk
Hortikultura (RIPH) kepada importir bawang putih
serta penambahan daftar hitam importir yang
tidak memenuhi Permen Pertanian No.38 Th.2017
juncto 24 Th.2018 untuk wajib tanam 5%.
Selain itu, peningkatan tekanan inflasi juga terjadi
pada subkelompok padi-padian yang tercatat
mengalami inflasi sebesar 4,41% (yoy) , berbeda
arah dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang mengalami deflasi sebesar 1,26% (yoy).
Peningkatan tersebut disebabkan oleh kenaikan
harga pada komoditas beras yang mengalami
inflasi sebesar 3,82% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat mengalami deflasi
sebesar 1,26% (yoy) seiring dengan banjir di
Sulawesi Tenggara dan meningkatnya permintaan
dalam rangka Idul Fitri.
Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Pada triwulan II 2019, kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan tercatat mengalami
penurunan tekanan inflasi dan menjadi faktor yang
menahan kenaikan tekanan inflasi di Sulawesi
Tenggara. Kelompok tersebut tercatat mengalami
inflasi tahunan sebesar 5,22% (yoy), lebih rendah
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mengalami inflasi sebesar 9,03% (yoy). Penurunan
ini secara signifikan didorong oleh penurunan
tekanan inflasi pada tarif pulsa ponsel dan
angkutan udara. Tarif pulsa ponsel pada periode
laporan tercatat mengalami inflasi sebesar 4,63%
(yoy), lebih rendah dibandingkan periode
sebelumnya yang sebesar 9,99% (yoy). Penurunan
yang terjadi tersebut disebabkan oleh kebijakan
harga yang diterapkan oleh penyedia jasa
telekomunikasi.
Seperti halnya tarif pulsa ponsel, tarif angkutan
udara juga mengalami penurunan inflasi secara
Ket: Berdasarkan lokasi stasiun cuaca yang ada di Sultra
Sumber: BPS, perhitungan BI
Sumber: BPS, perhitungan BI
Grafik 3.5 Pergerakan Inflasi Tahunan Sulawesi Tenggara Grafik 3.6 Curah Hujan Bulanan di Sulawesi Tenggara
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 35
tahunan, yaitu dari 81,69% (yoy) pada triwulan I
2019 menjadi 38,06% (yoy) pada periode laporan.
Hal tersebut terjadi disebabkan oleh permintaan
yang cenderung mengalami penurunan seiring
dengan kebijakan penyedia jasa penerbangan
yang menetapkan harga tiket angkutan udara
berada pada level yang tinggi meskipun beberapa
kebijakan telah ditempuh oleh pemerintah dalam
upaya mendorong penurunan tarif angkutan
udara. Hal tersebut menyebabkan masyarakat
cenderung memilih moda transportasi lainnya
seperti kapal dan bis ditengah berlangsungnya
periode HBKN.
Kelompok Perumahan, Air, Listrik & Bahan Bakar
Kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar juga tercatat mengalami penurunan tekanan
inflasi dari 1,53% (yoy) pada triwulan I 2019
menjadi 1,37% (yoy) pada periode laporan.
Penurunan tekanan inflasi pada kelompok tersebut
disebabkan oleh kebijakan yang diterapkan oleh
Pertamina selaku penyedia LPG sehingga dapat
menjaga harga pada kisaran harga eceran
tertingginya. Menjelang berlangsungnya HBKN,
Pertamina menyediakan pasokan sebanyak 146
MT atau setara 48.000 tabung per hari untuk
tabung elpiji subsidi, mengalami peningkatan
sebesar 7,4% dibandingkan dengan periode
normal yang sebesar 136 MT atau setara 45.000
tabung per hari. Selain itu, Pertamina juga
meningkatkan pasokan elpiji nonsubsidinya, yaitu
dari 13 MT per hari menjadi 15 MT per hari atau
mengalami peningkatan sebesar 10,4%.
Sementara itu, penurunan tekanan inflasi juga
terjadi pada tarif listrik dari -0,16% (yoy) menjadi -
0,44% (yoy), diakibatkan karena penurunan tarif
dasar listrik untuk golongan 900 VA sebesar
3,85% sejak Maret 2019.
3.4. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA
Secara spasial Sulawesi Tenggara, peningkatan
tekanan inflasi tahunan disebabkan oleh terjadinya
peningkatan tekanan inflasi tahunan di Kota
Kendari meskipun tertahan oleh penurunan yang
terjadi di Kota Bau-Bau. Kota Kendari mengalami
inflasi sebesar 4,49% (yoy) pada triwulan I 2019,
lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi pada
periode sebelumnya yang sebesar 2,44% (yoy).
Namun peningkatan tersebut tertahan oleh
penurunan yang terjadi di Kota Bau-Bau yang
mengalami inflasi sebesar 0,83% (yoy)
dibandingkan periode sebelumnya sebesar 3,04%
(yoy) (Grafik 3.7).
Inflasi Kota Kendari
Peningkatan tekanan inflasi tahunan di Kota
Kendari disebabkan oleh peningkatan harga pada
beberapa kelompok komoditas, yaitu kelompok
bahan makanan, kelompok makanan jadi,
minuman, dan rokok, kelompok kesehatan serta
kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga.
Namun penurunan yang terjadi pada ketiga
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.7 Perbandingan Kinerja Inflasi Tahunan Kota Kendari dan Kota Bau-Bau
Grafik 3.8 Pergerakan Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok di Kota Kendari dan Kota Bau-Bau
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 36
kelompok pengeluaran lainnya menjadi faktor
yang menahan peningkatan tekanan inflasi di Kota
Kendari.
Pada kelompok bahan makanan, peningkatan
tekanan ini berasal dari subkelompok sayur-
sayuran, subkelompok bumbu-bumbuan,
subkelompok padi-padian dan subkelompok ikan
segar seiring dengan curah hujan dan gelombang
laut yang tinggi. Sayur-sayuran tercatat mengalami
inflasi sebesar 42,17% (yoy), meningkat signifikan
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mengalami inflasi sebesar 7,35% (yoy). Beberapa
komoditas sayur-sayuran yang mengalami
penurunan tekanan inflasi meliputi bayam,
kangkung, sawi, dan tomat sayur. Selain itu,
peningkatan juga terjadi pada subkelompok
bumbu-bumbuan, dari 7,23%% (yoy) pada
periode lalu menjadi 16,47% (yoy), secara
signifikan disebabkan oleh kenaikan harga
bawang putih, cabai rawit dan bawang putih.
Peningkatan tekanan inflasi juga terjadi pada
subkelompok padi-padian dan ikan segar.
Subkelompok padi-padian tercatat mengalami
inflasi sebesar 5,20% (yoy), berbeda arah
dibandingkan periode sebelumnya yang
mengalami deflasi sebesar 0,52% (yoy) secara
signifikan disebabkan oleh peningkatan komoditas
beras. Begitu juga, subkelompok ikan segar yang
mengalami inflasi sebesar 5,60% (yoy), berbeda
arah dibandingkan periode sebelumnya yang
mengalami deflasi sebesar 5,35% (yoy) yang
disebabkan oleh peningkatan komoditas ikan
kembung, ikan teri, dan cumi-cumi
Meskipun demikian, peningkatan tersebut
tertahan oleh penurunan tekanan inflasi yang
terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi
dan jasa keuangan terutama tarif angkutan udara.
Pada triwulan II 2019, tarif angkutan udara
mengalami penurunan tekanan inflasi, yaitu dari
51,77% (yoy) menjadi 13,71% (yoy) seiring
dengan kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah terkait penurunan tarif batas atas
penerbangan komersial.
Inflasi Kota Bau-Bau
Peningkatan tekanan inflasi di Sulawesi Tenggara
tertahan oleh penurunan tekanan inflasi yang
terjadi di Kota Bau-Bau. Penurunan yang terjadi di
kota Bau-Bau tersebut secara signifikan
disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada
kelompok bahan makanan. Kelompok tersebut
mengalami deflasi sebesar 6,66% (yoy), lebih
rendah dibandingkan periode sebelumnya yang
mengalami deflasi sebesar 1,21% (yoy).
Penurunan inflasi bahan makanan disebabkan oleh
penurunan harga pada komoditas ikan segar
sebesar -17,90% (yoy) dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang mengalami deflasi
sebesar 2,93% (yoy). Peningkatan produksi ikan di
kota Bau-Bau akibat musim angin Muson Timur
menjadi penyebab turunnya harga ikan segar pada
periode laporan seperti ikan cakalang, cumi-cumi,
ikan kembung, dan ikan selar.
Selain itu, penurunan juga terjadi pada kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan yang
tercatat mengalami inflasi sebesar 12,41% (yoy)
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
sebesar 15,93% (yoy). Penurunan tersebut
disebabkan oleh penurunan tekanan inflasi pada
komoditas angkutan udara, dari 132,05% (yoy)
menjadi 77,84% (yoy). Penurunan ini seiring
dengan kebijakan yang diterapkan pemerintah
terkait tarif batas atas pesawat. Capaian tersebut
masih relatif tinggi dikarenakan periode peak hour
dalam rangka Idul Fitri serta terbatasnya jumlah
penerbangan menuju dan dari Bau-Bau.
3.5. INFLASI TRIWULAN III 2019
Mengawali triwulan III 2019, Sulawesi Tenggara
tercatat mengalami inflasi sebesar 0,14% (mtm)
pada Juli 2019, terjadi penurunan inflasi
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
mengalami inflasi sebesar 1,99% (mtm).
Penurunan tekanan inflasi tersebut disebabkan
oleh terjadinya deflasi di Kota Kendari meskipun
tertahan oleh peningkatan tekanan inflasi yang
terjadi di Kota Baubau. Pada periode tersebut,
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 37
Kota Kendari tercatat mengalami deflasi sebesar
0,24% (mtm), setelah sebelumnya mengalami
inflasi sebesar 2,55% (mtm). Sementara itu, Kota
Baubau terpantau mengalami peningkatan
tekanan inflasi dari 0,47% (mtm) pada Juni 2019
menjadi 1,18% (mtm) pada Juli 2019. Penurunan
tekanan inflasi tersebut secara signifikan
disebabkan oleh penurunan inflasi pada komoditas
bahan makanan, terutama penurunan harga pada
subkelompok ikan segar dan sayur-sayuran.
Penurunan pada harga subkelompok ikan segar
dikarenakan peningkatan produksi ikan meskipun
masih dalam tingkat yang terbatas akibat
meningkatnya aktivitas penangkapan ikan seiring
dengan beroperasionalnya kapal andon setelah
periode HKBN. Penurunan pada harga
subkelompok sayur-sayuran dikarenakan
peningkatan produksi sayur-sayuran seiring
dengan curah hujan yang akan mengalami
penurunan.
Dengan kondisi tersebut, inflasi tahunan Sulawesi
Tenggara pada Juli 2019 sebesar 2,79% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan bulan
sebelumnya yang sebesar 3,49% (yoy). Penurunan
tersebut didorong oleh penurunan tekanan inflasi
pada kelompok bahan makanan dengan capaian
dari 5,69% (yoy) menjadi 3,78% (yoy) serta
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan
dari 5,22% (yoy) menjadi 3,59% (yoy). Penurunan
kelompok tersebut didorong oleh penurunan pada
sayur-sayuran pada kelompok bahan makanan
serta angkutan udara, biaya pengiriman barang
dan tarif pulsa ponsel pada kelompok transpor,
komunikasi dan jasa keuangan.
Meskipun tekanan inflasi menurun pada Juli 2019,
laju inflasi tahunan Sulawesi Tenggara pada
triwulan III 2019 diperkirakan akan mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan III
2019 mendatang, inflasi tahunan diperkirakan
akan berkisar pada 3,53 3,93% (yoy).
Peningkatan tersebut disebabkan beberapa jenis
sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan padi masih
berada dalam periode tanam serta fenomena La
Nina yang dapat mengganggu pasokan dari
komoditas tersebut. Selain itu, risiko peningkatan
inflasi juga diperkirakan berasal dari biaya
pendidikan yang meningkat seiring dengan musim
ajaran baru. Meskipun demikian, peningkatan
inflasi bahan makanan akan tertahan oleh
melandainya ikan segar karena peningkatan
produksi seiring kondisi gelombang yang akan
relatif stabil pada triwulan mendatang.
Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan III
2019 ini sejalan dengan indeks harga pada Survei
Konsumen. Berdasarkan survei tersebut,
konsumen memperkirakan akan terjadi
peningkatan tekanan inflasi pada triwulan III 2019
dibandingkan dengan triwulan II 2019.
Peningkatan ini tercermin baik pada indeks harga
3 bulan mendatang.
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Tahunan Menurut Kota Perhitungan Inflasi di Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, Perhitungan BI
I II III IV I II III IV I II I II III IV I II III IV I II
INFLASI UMUM
Sulawesi Tenggara 2,25 5,21 3,18 2,97 2,39 1,79 1,40 2,66 2,60 3,49 2,25 5,21 3,18 2,97 2,39 1,79 1,40 2,66 2,60 3,49
Kota Kendari 2,40 6,17 3,49 2,96 2,37 1,07 1,70 2,55 2,44 4,49 2,40 6,17 3,49 2,96 2,37 1,07 1,70 2,55 2,44 4,49
Kota Baubau 1,85 2,67 2,37 3,00 2,42 3,75 0,61 2,92 3,04 0,83 1,85 2,67 2,37 3,00 2,42 3,75 0,61 2,92 3,04 0,83
INFLASI BAHAN MAKANAN
Sulawesi Tenggara -0,11 8,96 7,40 6,20 5,73 2,03 -0,76 2,33 0,04 5,69 -0,03 2,26 1,81 1,49 1,38 0,53 -0,19 0,58 0,01 5,69
Kota Kendari 0,02 11,96 7,73 6,28 5,94 0,26 1,63 3,30 0,54 10,58 0,00 2,98 1,86 1,49 1,42 0,07 0,41 0,81 0,13 10,58
Kota Baubau -0,43 1,63 6,62 5,98 5,20 6,81 -6,62 -0,07 -1,21 -6,66 -0,11 0,43 1,70 1,50 1,30 1,78 -1,77 -0,02 -0,31 -6,66
2018
Inflasi (%,yoy)
2019 2019
Andil (%,yoy)
2017Kelompok 2017 2018
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 38
3.6. UPAYA PENGENDALIAN INFLASI
Upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh
pemerintah daerah bersama Bank Indonesia
melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)
Provinsi Sulawesi Tenggara selama triwulan II 2019
difokuskan pada upaya menjaga kestabilan harga
melalui berbagai kegiatan untuk menjamin
ketersediaan stok dan kelancaran distribusi
komoditas. Secara ringkas langkah-langkah
pengendalian inflasi yang ditempuh adalah
sebagai berikut:
1. Pengembangan kompetensi dari masing-
masing anggota TPID.
Telah dilakukan capacity building untuk
anggota teknis dari masing-masing TPID baik
itu Provinsi, Kabupaten dan Kota. Dalam
capacity building tersebut, dilakukan update
terkait dengan kondisi inflasi terkini dan
tantangan yang akan di hadapi pada periode
mendatang serta upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk menjaga kestabilan harga.
2. Rapat Teknis TPID Provinsi Sulawesi
Tenggara
Rapat teknis TPID Provinsi Sulawesi Tenggara
secara rutin dilakukan bulanan untuk
memperoleh informasi terkait dengan
kendala-kendala yang dapat memunculkan
gangguan pada kestabilan harga komoditas di
Sulawesi Tenggara. Dalam rapat tersebut tidak
terbatas dibahas mengenai produksi, namun
juga dilakukan pembahasan terkait dengan
kelancaran distribusi hingga perdagangan
antardaerah yang dapat memberikan dampak
terkait dengan ketersediaan pasokan
komoditas di Sulawesi Tenggara.
3. Upaya Menjaga Kestabilan Harga di
Masyarakat
Dalam upaya memastikan kestabilan harga,
telah dilakukan beberapa upaya, antara lain:
1) Telah dilaksanakan pasar murah oleh
seluruh TPID di Sulawesi Tenggara.
Kegiatan pasar murah yang dilakukan
berupa pasar murah sembako. Selain
itu, juga dilakukan pasar murah elpiji
oleh Pertamina dan pasar murah ikan
beku oleh PPS Kendari.
2) Telah dilakukan sidak pasar di
beberapa lokasi untuk memastikan
ketersediaan pasokan dan mencegah
penimbunan barang. Dalam
kegiatannya, beberapa komoditas
sudah mulai terpantau mengalami
kenaikan harga disebabkan oleh
terbatasnya stok
3) Telah dilakukan live talkshow
mengenai belanja bijak untuk
memberikan informasi terkait dengan
pengembangan harga komoditas di
Sulawesi Tenggara dan informasi
terkait dengan ketersediaan pasokan
barang dengan tujuan agar menjaga
ekspektasi masyarakat dengan
berbelanja secara bijak
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 39
BOKS 01
PENINGKATAN KERJASAMA DAERAH ANTARA KOTA KENDARI DAN
KOTA BAUBAU UNTUK PENGENDALIAN INFLASI IKAN SEGAR
Sebagai salah satu daerah produsen ikan segar, Sulawesi Tenggara justru kerap kali mengalami
peningkatan tekanan inflasi yang bersumber dari komoditas ikan segar. Hal tersebut tercermin dari
korelasi yang tinggi antara inflasi ikan segar dengan capaian inflasi Sulawesi Tenggara yang sebesar 0,85
dan menjadi subkelompok komoditas dengan korelasi tertinggi dibandingkan dengan subkelompok-
subkelompok lainnya. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi daya beli masyarakat secara menyeluruh
karena ikan segar merupakan konsumsi utama masyarakat Sulawesi Tenggara dan bersifat inelastis yang
mengindikasikan perubahan harga ikan segar tidak berdampak signifikan pada permintaan masyarakat.
Grafik 1. Perkembangan Inflasi Umum dan Ikan Segar di Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS, diolah
Volatilitas yang cukup tinggi pada inflasi ikan segar sangat disebabkan oleh kondisi produksi perikanan
yang sangat rentan terhadap faktor eksternal. Hal tersebut disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan
yang dilakukan oleh masyarakat masih sangat tradisional dan mayoritas kapal yang digunakan adalah
kapal dengan kapasitas kecil (dibawah 30 GT) yang sangat rentan terhadap perubahan kondisi cuaca. Hal
tersebut menjadi salah satu faktor yang menyebabkan cukup sulitnya pengendalian inflasi ikan segar di
Sulawesi Tenggara
Grafik 2. Korelasi Kunjungan Kapal < 30 GT dan Tinggi
Gelombang
Grafik 3. Korelasi Kunjungan Kapal < 30 GT dan Tinggi
Gelombang
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
-2.00
-1.00
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
2016 2017 2018 2019
Inflasi Sultra Inflasi Ikan Segar (rhs)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 500 1,000 1,500 2,000 2,500
Korelasi : -0,54
(tinggi)
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 200 400 600
Korelasi : 0,28
(rendah)
%, MtM %, MtM
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 40
Namun ditengah kondisi tersebut, posisi kedua kota yang menjadi sampel penghitungan inflasi berada
disisi berbeda mengindikasikan bahwa persediaan ikan di Sulawesi Tenggara dapat tersedia hampir di
sepanjang tahun. Hal tersebut juga tercermin dari pergerakan tekanan inflasi yang cenderung berlawanan
pada kedua kota tersebut. Dari tahun 2014 hingga Juni 2019, kedua kota tersebut tercatat mengalami
24 kali perlawanan arah pergerakan tekanan inflasi untuk komoditas ikan segar dan mengindikasikan
bahwa terjadi pola produksi ikan yang cukup berlawanan diantara kedua kota tersebut
Grafik 4. Pergerakan Inflasi Ikan Segar di Kota Kendari dan Kota Baubau
Sumber: BPS, diolah
Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai pengendalian
inflasi ikan segar di Sulawesi Tenggara dalam jangka pendek. Pertama adalah mendorong kerjasama
antardaerah terutama Kota Kendari dan Kota Baubau. Dengan kondisi perikanan yang cukup berbanding
terbalik antara Kota Kendari dan Kota Baubau, telah dijajaki kemungkinan kerjasama perdagangan untuk
menyeimbangkan pasokan ikan segar di kedua kota yang menjadi penghitungan inflasi nasional. Kedua,
yang dapat dilakukan dalam upaya pengendalian inflasi ikan segar adalah pengoptimalan cold storage.
Cold storage saat ini masih didominasi oleh hasil perikanan dengan orientasi ekspor. Dalam hal tersebut,
harus dilakukan penegasan kepada pihak pengelola cold storage sehingga dapat menyimpan hasil
perikanan terutama dengan tujuan konsumsi disaat penangkapan melimpah
-25.00
-20.00
-15.00
-10.00
-5.00
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6
2014 2015 2016 2017 2018 2019
IKAN SEGAR
Kendari Baubau
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
41
STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
4
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 42
4.1. GAMBARAN UMUM STABILITAS
KEUANGAN DAERAH
Pada triwulan II 2019, kondisi stabilitas sistem
keuangan di Sulawesi Tenggara tetap terjaga.
Kondisi tersebut tercermin pada ketahanan
keuangan sebagian besar sektor pendukungnya,
yaitu rumah tangga, korporasi, UMKM dan
institusi keuangan yang menunjukkan
perkembangan yang positif dengan risiko yang
relatif terkendali. Ketahanan keuangan sektor
rumah tangga terus terjaga dengan risiko dan
optimisme yang semakin baik. Ketahanan yang
baik pada sektor korporasi tercermin dari
terjaganya pendapatan selama periode pelaporan
dan risiko yang terkendali. Selanjutnya, dari sisi
institusi keuangan, indikator aset, penghimpunan
dana pihak ketiga dan kredit menunjukkan kinerja
yang baik. Kondisi yang aman juga terlihat dari sisi
risiko kredit yang masih terkendali.
4.2. ASESMEN SEKTOR RUMAH TANGGA
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor
Rumah Tangga
Rumah tangga (RT) di Provinsi Sulawesi Tenggara
memiliki peranan yang sangat penting dalam
perekonomian dan sistem keuangan daerah. Hal
tersebut ditunjukkan dengan kontribusi maupun
keterkaitannya dengan perbankan, pemerintah,
lembaga keuangan lainnya dan korporasi. Dari sisi
kontribusi, terlihat bahwa secara konstan
konsumsi RT memiliki pangsa yang tinggi terhadap
PDRB Sulawesi Tenggara (Grafik 4.1). Di sistem
keuangan, peranan RT terhadap intermediasi
perbankan di Sulawesi Tenggara terlihat dari
tingginya pangsa DPK RT terhadap total DPK
perbankan dan pangsa kredit kepada RT terhadap
total kredit perbankan (Grafik 4.2).
Secara umum, banyak faktor yang berpotensi
menjadi sumber kerentanan sektor rumah tangga
antara lain perkembangan perekonomian,
feedback loop kepada sistem perekonomian itu
sendiri serta perilaku meminjam yang berisiko.
Untuk memperkirakan pertumbuhan ekonomi di
sektor rumah tangga, salah satu indikator yang
dapat digunakan adalah keyakinan rumah tangga.
Hasil Survei Konsumen (SK) yang dilakukan oleh
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Sulawesi, mengindikasikan keyakinan rumah
tangga (sebagai konsumen) terhadap kondisi
ekonomi saat ini dan ekspektasi terhadap kondisi
ekonomi masa depan yang digambarkan melalui
variabel Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Angka
IKK di atas 100 berarti RT berada pada level optimis
dan angka di bawah 100 berarti RT pesimis
terhadap perekonomian. Pada periode pelaporan,
rata-rata IKK mencapai 136,9, mengindikasikan
optimisme rumah tangga yang cukup baik
terhadap perekonomian Sulawesi Tenggara,
meskipun sedikit lebih rendah daripada rata-rata
periode sebelumnya yang tercatat 138,6 (Grafik
4.3). Terjaganya optimisme tersebut bersumber
dari stabilnya ekspektasi konsumen terhadap
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, diolah
Sumber: Bank Indonesia diolah
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Sulawesi Tenggara
Grafik 4.2 Pangsa Kredit dan DPK RT terhadap total Kredit dan DPK Sulawesi Tenggara
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
43
lapangan kerja, penghasilan dan usaha (Grafik
4.4).
Dari sisi ekspektasi usaha, secara rata-rata RT
mencatatkan angka sebesar 160,7 dimana bulan
November diekspektasi sebagai bulan terbaik. Dari
sisi penghasilan, rumah tangga mencatatkan
angka ekspektasi sebesar 152,7 lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang hanya mencatatkan
angka rata-rata sebesar 148,9. Ekspektasi
penghasilan sejalan dengan peningkatan
ekspektasi lapangan pekerjaan dari triwulan lalu
yang secara rata-rata tercatat sebesar 128,3
menjadi 131,7 pada periode pelaporan.
Peningkatan ekspektasi penghasilan dan lapangan
pekerjaan tersebut berarti RT percaya bahwa
terjadi pemulihan perekonomian. Dengan
perkiraan peningkatan sumber pendapatan,
diharapkan ketahanan RT semakin baik.
4.2.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
Selain ketahanan RT, perlu juga dilihat sumber
kerentanan pada RT. Kerentanan tersebut
dipengaruhi oleh pola pengeluaran RT, utamanya
untuk pinjaman, yang mampu memberikan sinyal
apakah RT memiliki kerentanan yang terkendali
atau tidak. Penggunaan pengeluaran RT untuk
pinjaman yang tidak proporsional dapat
menyebabkan RT rentan terhadap risiko gagal
bayar.
Masih berdasarkan Survei Konsumen, pada
triwulan II 2019, terlihat bahwa pengeluaran
rumah tangga paling banyak masih dialokasikan
untuk keperluan konsumsi, yaitu sebesar 62,9%
(Grafik 4.5). Kondisi tersebut tidak berbeda jauh
dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Proporsi pengeluaran yang besar untuk konsumsi
tentunya menyisakan pengeluaran untuk
tabungan dan pinjaman yang lebih kecil. Pangsa
pengeluaran untuk tabungan mengalami sedikit
penurunan dari 28,2% pada periode lalu menjadi
sebesar 28,0%. Sedangkan cicilan rumah tangga
tercatat sebesar 9,1% dari total pengeluaran RT.
Angka tersebut lebih kecil dari periode lalu yang
tercatat sebesar 11%. Penurunan proporsi
pengeluaran untuk cicilan tersebut mengurangi
risiko gagal bayar RT.
Debt Service Ratio
Dalam melihat perilaku meminjam RT, indikator
lain yang dapat digunakan adalah debt service
ratio (DSR). Institusi keuangan menilai bahwa
threshold aman untuk DSR adalah 30%. RT
dengan DSR>30% dianggap memiliki risiko kredit
yang tinggi karena porsi pendapatan yang
digunakan untuk membayar hutang sudah relatif
besar dan berpotensi dapat mengganggu cash
flow RT dan menyulitkan RT dalam melakukan
pengembalian hutang yang pada akhirnya
berpotensi meningkatkan Non Performing Loan
(NPL) di institusi keuangan dan mengganggu
ketahanan sistem keuangan secara keseluruhan.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.3 Indeks Keyakinan Konsumen Sulawesi Tenggara Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen Rumah Tangga
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 44
Berdasarkan hasil SK, risiko kredit RT di Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2019 relatif terkendali.
Hal ini terlihat dari jumlah responden RT dengan
DSR 0%-10% masih mendominasi dengan pangsa
sebesar 69,0%, relatif stabil dibanding periode
sebelumnya yang tercatat sebesar 70,0%
responden. Selain itu RT yang DSRnya berkisar di
antara 10%-20% tercatat sebesar 17,0% dan DSR
berkisar di antara 20%-30% tercatat sebesar
8,0% dari total RT. Meskipun demikian, perlu
menjadi catatan bahwa sebanyak 6,0% responden
RT memiliki DSR di atas 30% (Grafik 4.6). Hal
tersebut perlu diperhatikan secara khusus agar
tidak memicu peningkatan NPL.
Dilihat dari kategori pengeluaran, terlihat bahwa
rumah tangga dengan pengeluaran rendah
mengalami sedikit peningkatan risiko,
diindikasikan dengan meningkatnya pangsa RT
yang memiliki DSR di atas 30% meningkat dari
1,3% menjadi 4,3% (Tabel 4.1). Namun tersebut
tidak terjadi pada rumah tangga dengan
pengeluaran menengah karena rumah tangga
yang memiliki DSR di atas 30% turun dari 2,0%
menjadi 1,7%. Di lain sisi, tetap tidak ada rumah
tangga dengan pengeluaran tinggi yang memiliki
DSR diatas 30%.
Saving Ratio
Dari sisi tabungan terhadap pengeluaran rumah
tangga (saving ratio), sebesar 94% responden RT
pada SK Provinsi Sulawesi Tenggara menyisihkan
lebih dari 10% pengeluarannya untuk menabung.
Hal tersebut mencerminkan bahwa RT di Sulawesi
Tenggara memiliki cadangan dana dan juga
penetrasi perbankan di Sulawesi Tenggara yang
relatif baik. Pada triwulan II 2019 tercatat bahwa
pangsa RT yang memiliki saving ratio > 30%
mencapai 53,7% dari total responden (Grafik 4.7).
Dengan pola menabung yang sehat, RT di Sulawesi
Tenggara memiliki ketahanan keuangan yang baik
dan mendukung intermediasi institusi keuangan.
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.5 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga Sulawesi Tenggara
Grafik 4.7 Saving Ratio Rumah Tangga Sulawesi Tenggara
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Grafik 4.6 DSR Rumah Tangga Sulawesi Tenggara Grafik 4.8 Kepemilikan Produk Perbankan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
45
Kepemilikan Produk Perbankan
Secara umum, RT di Sulawesi Tenggara yang
menjadi responden SK relatif telah memiliki
produk-produk perbankan. Seluruh responden
telah memiliki tabungan di bank dan sebanyak
90,3% telah memiliki kartu debit yang merupakan
fasilitas standar tabungan perbankan (Grafik 4.8).
Sementara dari sisi kredit, instrumen yang paling
banyak dimanfaatkan oleh RT adalah kredit
kendaraan yang pangsanya mencapai 13,0% dan
kartu kredit yang dimiliki oleh 4,7% responden.
4.2.3. Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga di
Perbankan
Sektor RT masih mendominasi kepemilikan dana
pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan
Sulawesi Tenggara. Hal ini tercermin dari pangsa
DPK perseorangan yang mencapai 66,9% (Grafik
4.9) dari keseluruhan DPK di Sulawesi Tenggara
Tabel 4.1 DSR Rumah Tangga Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasarkan Tingkat Pengeluaran
Ket: kelompok pengeluaran rendah (pengeluaran Rp1-3 juta), kelompok pengeluaran sedang (pengeluaran Rp3,1-5 juta), kelompok pengeluaran tinggi (pengeluaran lebih dari Rp5 juta)
Sumber: Survei Konsumen KPw BI Sultra, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.9 Komposisi DPK Sulawesi Tenggara Grafik 4.11 Komposisi DPK RT Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.10 Pertumbuhan DPK RT Sulawesi Tenggara Grafik 4.12 Pertumbuhan DPK RT berdasarkan jenisnya
0-10% 10-20% 20-30% >30% 0-10% 10-20% 20-30% >30%
Rendah 67,0% 13,7% 10,7% 1,3% 92,7% Rendah 64,0% 15,3% 7,0% 4,3% 90,7%
Sedang 2,7% 0,3% 1,3% 2,0% 6,3% Sedang 4,3% 1,7% 0,7% 1,7% 8,3%
Tinggi 0,3% 0,7% 0,0% 0,0% 1,0% Tinggi 0,7% 0,0% 0,3% 0,0% 1,0%
Total 70,0% 14,7% 12,0% 3,3% 100,0% Total 69,0% 17,0% 8,0% 6,0% 100,0%
Pengeluaran
Mar-19 Jun-19
Risiko DSRTotal Pengeluaran
Risiko DSRTotal
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 46
dengan nominal mencapai Rp14,5 triliun (Grafik
4.10). Selain dominasi pangsa DPK, pada triwulan
II 2019, DPK perseorangan menunjukkan moderasi
pertumbuhan sebesar 11,7% (yoy), lebih rendah
dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh
sebesar 14,1% (yoy) (Grafik 4.10).
Dari sisi pilihan produk simpanan perbankan yang
dimanfaatkan RT, produk tabungan masih menjadi
pilihan utama RT dengan pangsa terhadap DPK RT
yang mencapai 96,1%, relatif terjaga
dibandingkan dengan periode sebelumnya yang
mencatatkan proporsi 96,3%. Produk deposito
memiliki proporsi sebesar 77,2% lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang tercatat sebesar 68,2%,
Sementara produk giro hanya memiliki proporsi
sebesar 6,5% (Grafik 4.11). Peralihan rumah
tangga dari produk tabungan ke instrumen
deposito menunjukkan bahwa rumah tangga
percaya pada ketahanan institusi keuangan dan
sistem keuangan jangka panjang.
Berdasarkan perkembangannya, pada triwulan II
2019 tabungan perseorangan tercatat tumbuh
sebesar 10,3% (yoy) menurun dari periode
sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 14,3%
(yoy). Selain itu deposito tumbuh sebesar 11,0%
(yoy) dan giro tumbuh negatif sebesar -7,2% (yoy)
(Grafik 4.12).
4.2.4. Kredit Perbankan Pada Sektor Rumah
Tangga
Selain DPK, keterkaitan RT dengan perbankan juga
dapat terlihat dari penyaluran kredit perbankan. Di
Sulawesi Tenggara kredit ke RT mendominasi
realisasi penyaluran kredit pada triwulan II 2019.
Hal tersebut terlihat dari pangsa kredit untuk
perseorangan yang mencapai 81,4% dari total
kredit yang direalisasikan pada periode laporan
(Grafik 4.13). Dari total kredit yang mencapai
Rp23,9 triliun tersebut, sebagian besar kredit
masih digunakan untuk konsumsi dengan pangsa
sebesar 68,4% (Rp16,4 triliun). Sementara itu,
pangsa kredit produktif berupa modal kerja dan
investasi masing-masing mencapai 22,3% dan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.13 Komposisi Kredit RT di Sulawesi Tenggara Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit Konsumsi RT
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Grafik 4.14 Komposisi Penggunaan Kredit RT di Sulawesi
Tenggara Grafik 4.16 NPL dan Suku Bunga Kredit Konsumsi RT
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
47
9,3% dari total kredit pada triwulan II 2019.
Berdasarkan breakdown yang lebih mendalam,
mayoritas kredit konsumsi yang diberikan oleh
bank disalurkan dalam bentuk kredit multiguna
yang memiliki pangsa 75,5% (Grafik 4.14).
Dari sisi kinerjanya, pada triwulan II 2019 kredit
konsumsi RT tumbuh sebesar 9,5% (yoy), kinerja
tersebut sama dengan periode sebelumnya.
Stabilnya laju pertumbuhan kredit tersebut
disebabkan oleh perbaikan laju pertumbuhan
kredit multiguna menjadi 9,9% (yoy) pada triwulan
II 2019 dari 8,7% (yoy) pada triwulan I 2019.
Namun penurunan pertumbuhan kredit kendaraan
bermotor (KKB) menjadi 13,2% (yoy) pada
triwulan II 2019 dan perlambatan kredit
kepemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA) yang
tumbuh sebesar 7,8% (yoy) menahan peningkatan
laju pertumbuhan kredit RT dibanding periode
sebelumnya (Grafik 4.15).
Dilihat dari sisi suku bunganya, suku bunga kredit
konsumsi RT di Sulawesi Tenggara terjaga sama
dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 11,9%
(Grafik 4.16). Terjaganya suku bunga disertai
terjaganya risiko kredit yang ditunjukkan
menurunnya NPL kredit konsumsi perseorangan
yang sangat rendah yaitu sebesar 1,2%, sama
dengan risiko kredit konsumsi periode
sebelumnya.
Kredit Kepemilikan Rumah
KPR dan KPA di Sulawesi Tenggara pada triwulan
II 2019 tumbuh sebesar 7,8% (yoy), mengalami
penurunan dibandingkan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 10,9%(yoy). Penurunan laju
pertumbuhan tersebut terutama disebabkan oleh
menurunnya kredit untuk pembelian hampir
seluruh tipe rumah dan Ruko. Yang mengalami
perbaikan hanya rumah tipe sedang (KPR >21-70)
yang tumbuh sebesar 24,4% (yoy) pada triwulan II
2019, lebih tinggi dibandingkan dengan periode
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.17 Pertumbuhan KPR Berdasarkan Besaran Kredit Grafik 4.19 Pertumbuhan KKB Berdasarkan Besaran Kredit
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Grafik 4.18 NPL dan Suku Bunga KPR Grafik 4.20 NPL dan Suku Bunga KKB
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 48
sebelumnya yang mengalami pertumbuhan
sebesar 22,0% (yoy), (Grafik 4.17). Dari sisi risiko,
kredit KPR memiliki risiko yang terus terjaga
dibawah threshold sebesar 5%. Indikator NPL KPR
pada periode pelaporan tercatat sebesar 3,5%
turun dari sebelumnya yang tercatat sebesar 3,7%,
(Grafik 4.18). Penyaluran KP Ruko tetap perlu
mendapatkan perhatian khusus dari perbankan
karena NPL terus meningkat mencapai 11,0%.
Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Kredit kendaraan bermotor (KKB) di Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2019 tumbuh sebesar
13,2% (yoy), menurun dari periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 20,6% (yoy). Hal ini
dilatarbelakangi oleh penurunan permintaan
terhadap kredit kendaraan roda 4 (mobil) menjadi
10,6% (yoy) dari sebelumnya yang tercatat sebesar
24,3% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit
kendaraan roda 2 (sepeda motor) mengalami
akselerasi dengan tumbuh sebesar 19,6% (yoy)
(Grafik 4.19).
Pada periode laporan, risiko KKB yang tercermin dari
NPL gross tetap terjaga pada level yang rendah, yaitu
3,2%, meskipun sedikit lebih tinggi jika dibandingkan
dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar
2,9% (Grafik 4.20). Sementara NPL KKB roda 4 pada
triwulan II 2019 tercatat sebesar 2,2%, sedikit
meningkat dibandingkan Walaupun tumbuh
melambat namun pada, mengalami penurunan
dengan NPL.
Kredit Multiguna
Dominasi pangsa kredit multiguna terhadap total
kredit konsumsi di triwulan II 2019 menunjukkan
bahwa kebutuhan pembiayaan rumah tangga
untuk kebutuhan lain di luar kebutuhan untuk
memiliki rumah, kendaraan bermotor maupun
peralatan rumah tangga masih sangat besar. Hal
ini terjadi karena pengajuan kredit multiguna yang
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah
Grafik 4.21 Pertumbuhan Multiguna Berdasarkan Besaran Kredit
Grafik 4.22 Pangsa Komoditas Ekspor
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek , diolah Sumber: Bea Cukai, diolah Grafik 4.22 NPL dan Suku Bunga Multiguna Grafik 4.24 Nilai Ekspor Feronikel Sulawesi Tenggara
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
49
relatif lebih mudah dengan jaminan/agunan yang
relatif ringan dan dana yang diterima dapat secara
leluasa digunakan oleh rumah tangga dalam
melakukan aktivitas yang tidak mengikat jenisnya.
Pada triwulan II 2019, kredit multiguna tumbuh
sebesar 9,0% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,9%
(yoy) (Grafik 4.21). Pada periode laporan, NPL
kredit multiguna tercatat sebesar 0,4%, lebih
rendah dari periode sebelumnya (Grafik 4.22).
4.3. ASESMEN SEKTOR KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Pada triwulan II 2019, kondisi sektor korporasi
yang tercermin dari kinerja perekonomian di sisi
penawaran terpantau relatif baik. Sektor
pertambangan dan pertanian yang menjadi tulang
punggung perekonomian Sulawesi Tenggara
masih menunjukkan pertumbuhan yang positif
walau pertumbuhan sektor pertambangan sedikit
lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Sektor pengolahan menunjukkan akselerasi
pertumbuhan yang signifikan dengan
mencatatkan pertumbuhan double digit namun di
sisi lain perlambatan sektor akomodasi yang
seharusnya menjadi nilai jual Sulawesi tenggara
perlu menjadi perhatian.
Selain itu, terdapat pula dampak perlambatan
perdagangan internasional terutama adanya
perang dagang antara Amerika Serikat dengan
Tiongkok. Hal tersebut dikarenakan komoditas
utama ekspor Sulawesi Tenggara adalah hasil
pertambangan (bijih nikel dan nikel olahan)
dengan pangsa mencapai 98,2% yang merupakan
salah satu bahan baku pembuatan mesin yang
termasuk dalam komoditas terdampak perang
dagang (Grafik 4.23). Ketergantungan terhadap
nikel semakin memberikan risiko yang cukup besar
karena fluktuasi harga nikel dunia yang sangat
dipengaruhi oleh permintaan dunia. Pada akhir
triwulan II 2019, nilai ekspor feronikel Sultra masih
melanjutkan kecenderungan menurun sejak
triwulan II 2018 dan mencatatkan pertumbuhan
sebesar 91,8% (yoy) dengan nilai sebesar USD434
juta (Grafik 4.24).
4.3.2. Kinerja Korporasi
Omset Penjualan
Untuk memperkaya analisis, berdasarkan hasil
Survei dan Liaison yang dilakukan oleh Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi
Tenggara, terlihat bahwa kinerja korporasi masih
terjaga pada triwulan II tahun 2019, penjualan
domestik korporasi masih menunjukkan
pertumbuhan yang positif walaupun melambat
dibanding periode sebelumnya. Di sisi lain, ekspor
luar negeri secara umum mengalami peningkatan.
Berdasarkan sektor ekonomi, secara umum
Korporasi di sektor pertanian menginformasi
bahwa penjualan domestik pada periode laporan
mengalami peningkatan dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Peningkatan yang terjadi
disebabkan perluasan wilayah penjualan. Untuk
penjualan ekspor, korporasi di sektor ini juga
melaporkan penjualan yang stabil dengan negara
tujuan Amerika, Eropa dan ASEAN. Dari sektor
pertambangan, walaupun terjadi penurunan
aktivitas pertambangan, korporasi di sektor ini
melaporkan terjaganya kinerja penjualan
domestik. Dari sisi ekspor, korporasi di sektor
pertambangan juga melaporkan penjualan yang
terpantau stabil walaupun terjadi penurunan kuota
ekspor.
Korporasi di sektor konstruksi juga melaporkan
penjualan yang stabil. Hal ini disebabkan belum
adanya pelaksanaan proyek-proyek baru. Di sektor
perdagangan, kinerja penjualan menurut
subsektor cukup dinamis. Kontak perdagangan
retail menginformasikan permintaan domestik
mengalami peningkatan yang lebih tinggi jika
dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan
kontak di sektor perdagangan besar menuturkan
bahwa kondisi penjualan sampai saat ini masih
stabil. Namun, Kontak perdagangan otomotif
mengungkapkan bahwa kinerja penjualan pada
periode laporan menurun dibandingkan tahun
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 50
2018. Korporasi di sektor industri pengolahan
secara umum menunjukkan kinerja yang
bervariasi. Kontak pengolahan besi beton
menjelaskan bahwa terjadi kenaikan permintaan
pada periode laporan dibandingkan periode sama
tahun sebelumnya. Sedangkan kontak pengolahan
aspal menyatakan terjadi sedikit penurunan
produksi dibandingkan tahun sebelumnya. Daris
sisi ekspor kontak pengolahan feronikel
menunjukkan peningkatan.
Biaya
Tekanan biaya secara umum stabil. Hal ini terlihat
dari nilai likert scale sebesar 0,92; stabil
dibandingkan triwulan I 2019 sebesar 0,93. Jika
dilihat per komponen, tekanan biaya bahan baku
mengalami sedikit kenaikan dan biaya upah sedikit
penurunan. Sementara itu, biaya energi
mengalami penurunan yang cukup dalam
disebabkan oleh efisiensi area produksi/area
penjualan kontak sehingga berdampak pada
menurunnya biaya produksi per bulannya.
Sektor pertanian mengalami peningkatan biaya.
Kontak komoditas beras mengalami kenaikan
biaya untuk pembelian bahan baku gabah. Selain
itu, peningkatan juga dialami oleh kontak di
subsektor perkebunan . Saat ini biaya pembelian
biji kakao dari pengumpul mengalami sedikit
kenaikan dibandingkan dengan periode yang sama
tahun lalu. Selanjutnya Kontak menjelaskan bahwa
biaya tenaga kerja yang dikeluarkan mengalami
kenaikan.
Sektor konstruksi mengalami peningkatan biaya.
Kontak menyatakan bahwa terjadi peningkatan
kebutuhan bahan baku karena terdapat bahan
yang didatangkan dari luar negeri. Namun, kontak
mengungkapkan bahwa kenaikan masih bersifat
normal. Biaya tenaga kerja mengalami kenaikan
karena adanya penambahan tenaga kerja
sehubungan dengan target kontak untuk
menyelesaikan pembangunan pada akhir tahun
2019.
Keterangan Skala Likert:
+/- 4,00 = Kenaikan/Penurunan Signifikan Di Luar Rata-rata/Pola Normal Korporasi
+/- 3,00 = Kenaikan/Penurunan Di Atas Rata-rata Pola Normal
+/- 2,00 = Kenaikan/Penurunan Sesuai dengan Pola Normalnya
+/- 1,00 = Kenaikan/Penurunan Di Bawah Pola Normalnya
Sumber: Liaison KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.25 Skala Likert Kondisi Korporasi Hasil Liaison
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
51
Sektor perdagangan mengalami peningkatan
biaya. Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh kontak
perdagangan besar adalah biaya untuk pembelian
persediaan. Kontak menyatakan bahwa biaya
tenaga kerja mengalami peningkatan seiring
dengan naiknya UMK Kota Kendari. Kontak di
sektor pertambangan juga mengkonfirmasi
adanya kenaikan biaya terutama biaya bahan baku
dan biaya energi. Secara umum kontak
menjelaskan bahwa total biaya mengalami
peningkatan jika dibandingkan kondisi di tahun
sebelumnya. Kontak menjelaskan bahwa
peningkatan biaya didorong oleh meningkatnya
kebutuhan biaya bahan baku meliputi sewa dan
shipment, serta biaya energi.
Kontak di sektor industri pengolahan nikel
mengalami kenaikan biaya produksi dan
mengkonfirmasi bahwa peningkatan biaya
tersebut didorong oleh biaya energi yang memiliki
pangsa terbesar dibanding lainnya, sehingga
mendorong kenaikan cash cost/biaya produksi
feronikel per satuan ton.
Margin Keuntungan
Harga jual menurun yang diikuti dengan
penurunan margin. Hal ini ditunjukkan oleh likert
scale harga jual pada triwulan II 2019 yang tercatat
-0,33; lebih rendah dibandingkan likert scale pada
triwulan sebelumnya 0,15. Begitu pula dengan
margin usaha yang menurun dengan likert scale
0,12 setelah pada triwulan sebelumnya tercatat
sebesar 0,76. Hal ini disebabkan oleh adanya
penurunan harga nikel dunia dimana sebagian
besar kontak di sektor pertambangan dan industri
menjual nikel/olahan nikel.
Kondisi likuiditas keuangan korporasi
Berdasarkan hasil SKDU, pada triwulan II 2019
secara umum kondisi likuiditas keuangan korporasi
terpantau dalam kondisi yang solid. Pada periode
pelaporan persentase responden yang menyatakan
kondisi likuiditas perusahaan dalam kondisi baik
terjaga dari 32,7% pada triwulan lalu menjadi
31,3% pada triwulan ini. Jumlah responden yang
menyatakan kondisi likuiditas perusahaan cukup
tercatat 60,0% pada periode laporan, relatif sama
dengan pangsa triwulan lalu yang tercatat sebesar
60,7%. Sementara itu, terdapat sedikit
peningkatan tekanan terlihat dari meningkatnya
responden yang menyatakan kondisi likuiditas
perusahaan berada pada kondisi yang buruk untuk
memenuhi kebutuhan operasionalnya dari 6,7%
pada triwulan I 2019 menjadi 8,7% pada triwulan
II 2019 (Grafik 4.26).
Dari sisi kondisi rentabilitas, keuangan korporasi
juga terpantau dalam kondisi yang solid. Pada
periode pelaporan persentase responden yang
menyatakan kondisi rentabilitas perusahaan dalam
kondisi baik mengalami penurunan dari 32,7%.
pada triwulan lalu menjadi 25,3%. Jumlah
responden yang menyatakan kondisi rentabilitas
perusahaan cukup meningkat drastis dari 58,7%
pada periode lalu menjadi 66,7% pada periode
pelaporan. Selain itu, penurunan tekanan juga
terlihat dari turunnya responden yang menyatakan
kondisi rentabilitas perusahaan berada pada
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Sumber: SKDU KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah
Grafik 4.26 Perkembangan Kondisi Likuiditas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.27 Perkembangan Kondisi Rentabilitas Keuangan Korporasi di Sulawesi Tenggara
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 52
kondisi yang buruk dari 8,7% pada triwulan I 2019
menjadi 8,0% pada triwulan II 2019 (Grafik 4.27).
4.3.3. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
Selain pemetaan risk factor dan kerentanan sektor
korporasi, untuk memitigasi risiko sistemik
diperlukan juga analisis interkoneksi antarsektor.
Dalam usahanya, sektor korporasi sangat terkait
erat dengan sektor perbankan dengan adanya
penempatan DPK korporasi pada perbankan dan
penyaluran kredit perbankan kepada korporasi
untuk modal kerja dan investasi.
4.3.3.1 Dana Pihak Ketiga Korporasi di
Perbankan
Produk simpanan perbankan yang dimanfaatkan
korporasi didominasi produk deposito yang
pangsanya mencapai 49,3%, Produk giro memiliki
proporsi sebesar 38,1% Sementara produk
tabungan hanya memiliki proporsi sebesar 12,6%
(Grafik 4.19).
Berdasarkan perkembangannya, pada triwulan II
2019 DPK Korporasi tumbuh sebesar 12,8% (yoy),
hal ini disebabkan oleh penurunan laju
pertumbuhan pada seluruh produk. Giro korporasi
tercatat tumbuh sebesar 40,4% (yoy),
pertumbuhan tabungan tercatat tumbuh sebesar
50,8% (yoy), sedangkan deposito terkoreksi
sebesar -7,3% (yoy) (Grafik 4.29).
4.3.3.2 Kredit Korporasi dari Perbankan
Eksposur kredit perbankan pada sektor korporasi
pada triwulan II 2019 tercatat sebesar 18,9% dari
total kredit di Sulawesi Tenggara (berdasarkan
lokasi proyek). Meskipun eksposur kredit
perbankan pada sektor korporasi masih berada di
bawah kredit rumah tangga, namun korporasi
menjadi sumber pendapatan rumah tangga
(melalui jalur tenaga kerja) sehingga gangguan
pada korporasi pada akhirnya berdampak pada
sistem keuangan melalui jalur rumah tangga
tersebut. Dari total kredit yang disalurkan ke
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.29 Pertumbuhan DPK Korporasi di Perbankan Sulawesi Tenggara
Grafik 4.31 Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.28 Komposisi DPK Korporasi di Perbankan Sulawesi Tenggara
Grafik 4.30 Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
53
korporasi di Sulawesi Tenggara, sebagian besar
(71,5%) merupakan kredit investasi dan 28,4%
berupa kredit modal kerja.
Secara nominal, kredit perbankan pada sektor
korporasi di Sulawesi Tenggara pada triwulan II
2019 tercatat sebesar Rp5,2 triliun relatif stabil dari
periode sebelumnya dan tercatat tumbuh positif
sebesar 6,6% (yoy) (Grafik 4.31).
Kredit Korporasi berdasarkan Sektor Ekonomi
Unggulan
Secara total, sektor pertanian mendominasi kredit
yang diberikan kepada korporasi di Sulawesi
Tenggara. Pada triwulan II 2019, sebanyak 28,3%
dari kredit korporasi diberikan kepada sektor tersebut
dengan NPL 0%. Baki debit tersebut tumbuh sebesar
286,3% (yoy). Tingkat pertumbuhan yang sangat
tinggi ini melanjutkan tren sebelumnya. Selain itu
sektor pertambangan berada pada posisi kedua
dengan 22,0% pangsa kredit korporasi di Sulawesi
Tenggara dengan NPL yang juga terjaga. Yang perlu
menjadi perhatian adalah sektor perdagangan karena
pada triwulan II 2019 mencatatkan NPL sebesar
10,6% dengan pangsa yang cukup besar, mencapai
12,4%. Namun demikian NPL pada sektor
perdagangan didominasi oleh kredit perdagangan
untuk barang konsumsi (Tabel 4.2).
4.4. ASESMEN INSTITUSI KEUANGAN
(PERBANKAN) DI SULAWESI TENGGARA
4.4.1. Aset Bank Umum
Secara keseluruhan, aset bank umum yang berada
di Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2019
mencapai Rp31,1 triliun, tumbuh 15,2% (yoy)
sedikit lebih rendah dibandingkan periode
sebelumnya, yang tercatat sebesar 15,9% (yoy)
(Grafik 4.32). Moderasi pertumbuhan aset tersebut
dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan aset
pada bank Pemerintah. Berdasarkan pangsanya,
bank pemerintah masih mendominasi industri
perbankan di Sulawesi Tenggara dengan porsi aset
mencapai 84,9% dari total aset bank umum dan
tumbuh sebesar 16,1% (yoy), lebih rendah dari
periode sebelumnya yang berhasil tumbuh
17,6%% (yoy). Sedangkan pangsa total aset bank
Tabel 4.2 Pertumbuhan Kredit dan NPL Kredit Korporasi Sektor berdasarkan Sektor dan Jenis
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Baki Debit
(triliun Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Baki Debit
(triliun Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Baki Debit
(triliun Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Pertanian 1486,6 28,6% 295,0% 0,0% 25,4 1,8% 43,1% 0,0% 1461,2 38,3% 307,5% 0,0%
Pertambangan 1211,0 23,3% -37,1% 0,6% 165,5 12,0% -4,3% 3,9% 1045,6 27,4% -40,3% 0,1%
Industri Pengolahan 607,1 11,7% 118,9% 0,1% 58,7 4,3% 13,9% 1,0% 548,4 14,4% 142,9% 0,0%
LGA 128,6 2,5% -2,2% 0,1% 13,4 1,0% 581,0% 0,6% 115,2 3,0% -11,1% 0,0%
Konstruksi 785,6 15,1% 23,8% 3,2% 551,0 40,0% 14,7% 3,9% 234,6 6,2% 52,3% 1,6%
Perdagangan 598,3 11,5% 3,4% 5,8% 502,3 36,4% 6,6% 6,0% 96,0 2,5% -10,7% 4,9%
Perhotelan 217,9 4,2% -4,1% 0,2% 1,6 0,1% 6,1% 33,1% 216,3 5,7% -4,2% 0,0%
Transportasi Komunikasi 43,4 0,8% -25,1% 15,2% 10,8 0,8% -26,4% 0,0% 32,6 0,9% -24,6% 20,3%
Jasa Usaha 18,0 0,3% 34,9% 0,7% 1,5 0,1% 1,8% 0,0% 16,5 0,4% 39,1% 0,7%
Jasa Lainnya 43,3 0,8% -10,1% 5,4% 12,5 0,9% -38,7% 7,1% 30,8 0,8% 10,9% 4,7%
Baki Debit
(triliun Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Baki Debit
(triliun Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Baki Debit
(triliun Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Pertanian 1472,8 28,3% 286,3% 0,0% 15,3 1,0% -24,6% 0,0% 1457,5 39,1% 303,8% 0,0%
Pertambangan 1146,1 22,0% -52,2% 0,6% 174,4 11,8% -79,9% 3,7% 971,7 26,1% -36,5% 0,1%
Industri Pengolahan 600,2 11,5% 115,6% 0,1% 50,6 3,4% 8,8% 1,1% 549,6 14,8% 137,1% 0,0%
LGA 115,7 2,2% -13,1% 0,1% 3,9 0,3% -35,6% 1,9% 111,8 3,0% -12,0% 0,0%
Konstruksi 845,6 16,2% 17,6% 6,2% 614,3 41,5% 8,8% 7,9% 231,3 6,2% 49,9% 1,6%
Perdagangan 646,5 12,4% 13,1% 10,6% 542,8 36,6% 14,1% 11,6% 103,7 2,8% 8,1% 5,4%
Perhotelan 212,1 4,1% -6,8% 0,0% 1,0 0,1% -39,9% 0,0% 211,0 5,7% -6,5% 0,0%
Transportasi Komunikasi 44,6 0,9% -17,7% 14,8% 13,8 0,9% -10,9% 0,0% 30,9 0,8% -20,4% 21,4%
Jasa Usaha 30,6 0,6% 129,0% 0,4% 7,9 0,5% 453,6% 0,0% 22,7 0,6% 90,2% 0,5%
Jasa Lainnya 28,4 0,5% -40,9% 12,8% 9,7 0,7% -43,6% 23,3% 18,8 0,5% -39,4% 7,5%
Sektor
Jun-19
Total Modal Kerja Investasi
Mar-19
Total Modal Kerja InvestasiSektor
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 54
swasta nasional tercatat sebesar 15,1% dari total
aset bank umum di Sulawesi Tenggara (Grafik
4.33), tumbuh 10,8% (yoy) dibandingkan periode
sebelumnya sebesar 7,5% (yoy).
Secara spasial, aset perbankan masih
terkonsentrasi di Kota Kendari dengan pangsa
mencapai 59,8% dari keseluruhan aset bank
umum yang ada di Sulawesi Tenggara. Kondisi
tersebut masih menunjukkan bahwa perbankan
masih terkonsentrasi di daerah ibu kota provinsi
sebagai motor penggerak perekonomian. Daerah
selain Kota Kendari yang memiliki aset bank cukup
besar adalah Kabupaten Kolaka dan Kota Bau-Bau
dengan pangsa masing-masing sebesar 11,3%
dan 10,3%. Tingginya aset perbankan di kedua
Kota dan Kabupaten tersebut juga didasari
besarnya kegiatan ekonomi di daerah tersebut.
Sementara itu, beberapa daerah dengan pangsa
aset yang relatif kecil seperti Kabupaten Buton
Utara dan Kolaka Utara mencatat pertumbuhan
aset yang signifikan (Tabel 4.3). Keduanya berhasil
tumbuh diatas 20% (yoy) yaitu sebesar 35,3%
(yoy) dan 22,1 (yoy). Hal tersebut menunjukkan
bahwa perbankan juga melakukan ekspansi bisnis
ke berbagai kabupaten di Sulawesi Tenggara.
Yang perlu menjadi perhatian adalah penurunan
aset yang terjadi di Kabupaten Buton yang bahkan
pada triwulan II 2019 merupakan daerah dengan
aset perbankan terkecil di Provinsi Sulawesi
Tenggara.
4.4.2. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun
oleh bank umum yang berkantor di Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2019 mencapai Rp21,7
triliun, tumbuh sebesar 14,0% (yoy) lebih rendah
Tabel 4.3 Aset Bank Umum Berdasarkan Kota/Kabupaten
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, Pertumbuhan Aset secara yoy Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.32 Aset Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.33 Pangsa Aset Berdasarkan Pemilik Bank
Tw I 2019 Tw II 2019
Kab. Bombana 354,4 1,1 20,0 9,8
Kab. Buton Utara 263,8 0,8 25,0 35,3
Kab. Konawe Utara 413,9 1,3 18,9 2,7
Kab. Wakatobi 443,6 1,4 19,2 7,1
Kab. Kolaka Utara 380,7 1,2 16,3 22,1
Kab. Konawe Selatan 654,1 2,1 18,7 18,5
Kab. Buton 182,6 0,6 (4,2) (6,5)
Kota Baubau 3.206,1 10,3 8,4 7,3
Kota Kendari 18.597,0 59,8 17,3 17,0
Kab. Kolaka 3.523,9 11,3 11,1 10,2
Kab. Konawe 750,8 2,4 18,7 18,4
Kab. Muna 2.062,6 6,6 10,4 11,1
Kab. Kolaka Timur 244,3 0,8 - -
Sulawesi Tenggara 31.078,0 100,0 15,9 15,2
Aset
(Rp miliar)Pangsa thd Sultra (%)
Pertumbuhan Aset (%, yoy)Kota/Kabupaten
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
55
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya
sebesar 16,4% (yoy) Sebagian besar DPK yang
dihimpun oleh bank umum di Sulawesi Tenggara
ditempatkan dalam bentuk tabungan dengan
pangsa 47,7%. Sedangkan untuk giro dan
deposito pada triwulan II 2019 masing-masing
tercatat memiliki pangsa pasar sebesar 27,4% dan
24,9% (Grafik 4.34).
Bila dilihat dari sisi pertumbuhan per komponen,
pada triwulan II 2019, penurunan pertumbuhan
DPK disebabkan oleh penurunan pertumbuhan
tabungan dan deposito yang masing-masing
tumbuh sebesar 10,3% (yoy) dan 6,8% (yoy).
Penurunan lebih jauh diredam oleh akselerasi
pertumbuhan giro yang tercatat sebesar 29,7%
(yoy) (Grafik 4.35).
Performa yang baik dari produk giro baik dari sisi
nominal maupun pertumbuhan dapat
mengindikasikan bahwa tersedianya likuiditas
perusahaan di Sulawesi Tengara untuk melakukan
transaksi. Hal ini sangat wajar mengingat bahwa
ke depannya realisasi APBD untuk pembangunan
akan diakselerasi.
Tabungan
Pada triwulan II 2019, nilai tabungan masyarakat
di Sulawesi Tenggara sampai dengan periode
laporan mencapai Rp10,3 triliun, naik dari periode
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp10,1 triliun.
Namun demikian, pertumbuhan tersebut lebih
rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
14,3% (yoy).
Tabel 4.4 Kredit Berdasarkan Kota/Kabupaten
Ket: Nominal dalam miliar Rupiah, K.MK = Kredit Modal Kerja, K.I = Kredit Investasi, K.K = Kredit Konsumsi
Growth= pertumbuhan Kredit (%, yoy) Daftar Kabupaten/Kota berdasarkan ketersediaan data
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.34 Komposisi DPK Bank Umum Sulawesi Tenggara Grafik 4.35 Pertumbuhan DPK Per Penempatan
Baki Debet
(Miliar Rp)
Pangsa
(%)
Growth
yoy (%)NPL (%) KI KMK KK
Baki Debet
(Miliar Rp)
Pangsa
(%)
Growth
yoy (%)NPL (%) KI KMK KK
Kab. Buton 151,5 0,6 5,9 0,8 0,0 0,0 0,6 156,1 0,6 13,6 0,7 0,0 0,0 0,6
Kab. Muna 1828,1 7,7 14,3 1,1 0,3 2,4 5,0 1877,1 7,7 7,3 1,2 0,3 2,4 5,0
Kab. Kolaka 3156,8 13,3 7,2 1,9 1,3 5,0 7,0 3242,6 13,3 0,2 2,8 1,3 5,0 6,9
Kab. Wakatobi 184,5 0,8 5,7 0,6 0,0 0,0 0,7 190,9 0,8 5,7 0,5 0,0 0,0 0,7
Kab. Konawe 707,4 3,0 18,9 0,3 0,0 0,0 2,9 739,5 3,0 17,6 0,2 0,0 0,0 3,0
Kab. Konawe Selatan 622,7 2,6 18,5 1,4 0,1 0,0 2,5 651,5 2,7 12,7 1,2 0,1 0,0 2,5
Kab. Bombana 332,0 1,4 19,4 0,5 0,0 0,0 1,4 343,2 1,4 10,0 0,3 0,0 0,0 1,4
Kab. Kolaka Utara 343,3 1,4 17,0 0,1 0,0 0,1 1,4 365,8 1,5 21,2 0,2 0,0 0,1 1,4
Kab. Buton Utara 175,0 0,7 13,2 0,7 0,0 0,0 0,7 183,5 0,8 10,7 0,9 0,0 0,0 0,7
Kab. Konawe Utara 398,4 1,7 19,1 0,9 0,0 0,0 1,7 404,9 1,7 4,7 0,9 0,0 0,0 1,6
Kab. Kolaka Timur 169,8 0,7 - 0,8 0,0 0,0 0,7 181,6 0,7 - 0,4 0,0 0,0 0,7
Kab. Buton Tengah 0,0 0,0 - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - - 0,0 0,0 0,0
Kota Bau-Bau 2247,6 9,4 13,0 0,6 0,9 2,8 5,7 2356,6 9,6 10,8 0,6 0,9 3,0 5,7
Kota Kendari 13475,4 56,6 9,6 3,3 7,8 15,7 33,1 13762,4 56,3 4,8 3,4 7,8 15,7 32,7
Total 23792,5 100,0 11,6 2,4 10,5 26,2 63,4 24455,7 100,0 6,7 2,5 10,5 26,5 63,0
Kabupaten/Kota
Mar-19 Jun-19
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 56
Deposito
Penghimpunan dana dalam bentuk deposito di
Sulawesi Tenggara pada triwulan II 2019 mencapai
Rp5,4 triliun, turun dari periode sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp5,9 triliun. Dari sisi
pertumbuhan, deposit masyarakat Sulawesi
Tenggara tumbuh sebesar 6,8% (yoy) turun dari
periode sebelumnya yang tercatat sebesar 20,6%
(yoy).
Giro
Pada triwulan II 2019, penghimpunan deposito
tercatat mencapai Rp5,9 triliun jauh di atas periode
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp4,6 triliun.
Dari sisi pertumbuhan, DPK perbankan berupa
Giro tumbuh sebesar 29,7% (yoy) jauh lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu yang
tercatat sebesar 5,6% (yoy).
4.4.3. Penyaluran Kredit
Berbanding terbalik dengan moderasi
pertumbuhan pada dana pihak ketiga, penyaluran
kredit perbankan pada triwulan II 2019 mengalami
akselerasi. Kredit perbankan tumbuh lebih tinggi
dibandingkan periode sebelum, dari 11,6% (yoy)
menjadi 12,0% (yoy). Jumlah kredit perbankan
yang disalurkan sampai dengan triwulan II 2019
mencapai Rp24,5 triliun (Grafik 4.36).
Dari sisi komposisi, kredit konsumsi masih
mendominasi kredit yang diberikan bank di
Sulawesi Tenggara dengan pangsa mencapai
63,0% sedangkan kredit modal kerja merupakan
kredit produktif terbesar dengan pangsa sebesar
26,5% dari total kredit dan kredit investasi tercatat
sebesar 10,5%.
Kredit Berdasarkan Lokasi Bank
Serupa dengan DPK, secara spasial, penyaluran
kredit masih terkonsentrasi di Kota Kendari,
dengan pangsa sebesar 56,3% dari seluruh
nominal penyaluran kredit yang dilakukan oleh
perbankan di Sulawesi Tenggara dengan NPL yang
terjaga sebesar 3,4%. (Tabel 4.4). Pertumbuhan
kredit tertinggi dibukukan oleh Kabupaten Kolaka
Utara dengan laju pertumbuhan sebesar 21,2%
(yoy) dan NPL terendah dicatatkan oleh Kabupaten
Kolaka Utara dan Konawe yaitu sebesar 0,2%.
Berdasarkan sebaran jenis penggunaannya,
perbankan di sebagian besar kabupaten masih
menyalurkan kredit untuk kebutuhan konsumsi
Sedangkan untuk kegiatan produktif, hanya
terdapat 4 daerah yang memiliki pangsa kredit
modal kerja cukup besar yaitu Kota Kendari, Kota
Bau-Bau, Kab. Kolaka dan Kab. Muna.
Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Berdasarkan penyaluran kredit menurut sektor
ekonomi, mayoritas mengalami kenaikan
pertumbuhan. Pertumbuhan terbesar dicatatkan
oleh sektor adm. pemerintahan yang mencatatkan
pertumbuhan sebesar 2696,7% (yoy) dan sektor
pertambangan yang mencatatkan pertumbuhan
sebesar 130,4% (yoy). Sektor perdagangan yang
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.36 Pertumbuhan Kredit Bank Umum di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.37 Komposisi Kredit Bank Umum di Sulawesi Tenggara
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
57
memiliki pangsa terbesar untuk kategori kredit
produktif (61,9% dari total kredit produktif)
mengalami pertumbuhan positif. Pada triwulan II
2019, kredit di sektor tersebut tumbuh sebesar
11,8% (yoy) lebih tinggi daripada pertumbuhan
pada triwulan I 2019 yang tercatat sebesar 10.4%
(yoy) dengan NPL yang cukup tinggi yaitu sebesar
6,0%. Hal tersebut perlu menjadi perhatian agar
tidak menyebabkan contagion effect ke sektor
lainnya. Sedangkan sektor pertanian yang memiliki
pangsa kedua terbesar yaitu sebesar 10,2%
kembali mencatatkan pertumbuhan double digit
sebesar 42,2% (yoy) dengan NPL yang sangat
rendah yaitu sebesar 1,1%. Hal ini membuka
peluang untuk perbankan untuk merelokasi kredit
dari sektor-sektor yang sudah jenuh dan berisiko
ke sektor yang potensial dan lebih aman (Tabel
4.5).
Non Performing Loan (NPL) per Jenis Kredit
Pada triwulan II 2019, meningkatnya pertumbuhan
penyaluran kredit disertai dengan sedikit
meningkatnya risiko kredit. Peningkatan risiko
kredit tersebut terlihat dari naiknya indikator Non
Performing Loan (NPL) Gross dari 2,37% pada
triwulan I 2019 menjadi 2,52% pada triwulan II
2019 namun angka tersebut masih berada di
bawah threshold 5% (Grafik 4.38).
Tabel 4.5 Kredit Produktif Berdasarkan Sektor Ekonomi
Ket: gKredit = pertumbuhan Kredit (%, yoy), Kredit Produktif = Kredit Modal Kerja + Kredit Investasi NPL = Non Performing Loan
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.38 Perkembangan NPL Bank Umum di Sulawesi Tenggara
Grafik 4.39 Perkembangan Loan To Deposit Rasio Sulawesi Tenggara
Baki Debet
(Miliar Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Baki Debet
(Miliar Rp)Pangsa (%)
Growth
yoy (%)NPL (%)
Pertanian 837,369195 9,7 39,5 1,0 910,88 10,2 42,2 1,1
Pertambangan 96,2499365 1,1 97,8 1,6 110,38 1,2 140,4 1,4
Industri Pengolahan 414,541966 4,8 7,0 2,1 421,13 4,7 11,2 2,5
Listrik Gas 16,8005996 0,2 117,8 0,0 6,58 0,1 -40,3 1,0
Air 6,64240051 0,1 77,7 2,4 6,89 0,1 48,0 2,3
Konstruksi 572,454912 6,6 6,5 7,3 658,19 7,3 3,0 9,0
Perdagangan 5358,28094 61,9 10,4 5,5 5.471,34 61,0 11,8 6,0
Transportasi-Pergudangan 125,206359 1,4 2,2 2,0 133,34 1,5 8,3 2,5
Akomodasi Makan Minum 459,804013 5,3 9,3 4,4 472,37 5,3 13,5 4,8
Informasi Komunikasi 0,95283957 0,0 -44,8 0,5 0,87 0,0 -58,5 0,8
Jasa Keuangan 7,86085343 0,1 76,7 0,0 4,48 0,0 -53,3 0,0
Real Estate 99,7888746 1,2 10,1 4,6 104,67 1,2 12,8 4,5
Jasa Perusahaan 50,9544475 0,6 43,9 1,9 77,69 0,9 104,0 1,3
Adm Pemerintahan 94,4562657 1,1 30269,8 0,0 89,50 1,0 2696,7 0,0
Jasa Pendidikan 31,2239782 0,4 101,7 14,1 33,24 0,4 95,8 13,2
Jasa Kesehatan Sosial 28,2242475 0,3 19,5 0,3 26,06 0,3 10,5 0,0
Jasa Lainnya 451,488603 5,2 40,7 2,6 443,05 4,9 30,6 2,8
Sektor Ekonomi
Mar-19 Jun-19
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 58
Pada periode laporan, penyaluran kredit modal
kerja memiliki risiko kredit terbesar yaitu mencapai
5,49%, hal ini perlu diwaspadai mengingat
threshold NPL sebesar 5%. Sedangkan kredit
investasi yang pada triwulan lalu memiliki NPL
sebesar 4,26% mencatatkan perbaikan dengan
NPL yang menurun menjadi 4,16%. Penyaluran
kredit konsumsi memiliki NPL yang selalu terjaga
pada tingkat yang rendah yaitu sebesar 1,00%
pada periode laporan, sedikit lebih rendah dari
periode sebelumnya yang mencatatkan NPL
sebesar 1,07%
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Salah satu indikator yang dapat merepresentasikan
intermediasi perbankan adalah indikator Loan to
Deposit Ratio (LDR) yang menghitung rasio
penyaluran kredit per DPK yang dikelola oleh
perbankan. Pada triwulan II 2019 LDR bank umum
di Sulawesi Tenggara mencapai 112,9%, lebih
rendah daripada triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 114,8%, (Grafik 4.39). Penurunan
LDR tersebut terjadi karena secara peningkatan
nominal DPK lebih tinggi dari pada kenaikan
nominal penyaluran kredit perbankan di Sulawesi
Tenggara. Nilai LDR sebesar 100% berarti seluruh
DPK yang dikelola oleh perbankan Sulawesi
Tenggara disalurkan dalam bentuk kredit.
Sedangkan pencapaian pada triwulan II 2019
menunjukkan bahwa dalam rangka menyalurkan
kredit, perbankan di Sulawesi Tenggara
memerlukan dana dari daerah lain. Tingkat LDR
yang terlalu tinggi maupun terlalu rendah dapat
menjadi sumber kerentanan apabila tidak disertai
dengan tingkat risiko kredit yang terjaga di tingkat
yang aman.
4.4.4. Perbankan Syariah
Pangsa perbankan syariah di Sulawesi Tenggara
masih relatif kecil. Dari sisi aset, perbankan syariah
hanya memiliki aset sebesar Rp1,56 triliun, atau
sebesar 5,0% dari keseluruhan aset bank umum di
Sulawesi Tenggara. Pangsa ini lebih tinggi
dibandingkan periode sebelumnya yang
mencatatkan 4,9% dari pangsa bank umum
(Grafik 4.40). Kondisi yang sama juga terjadi pada
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.40 Pangsa Perbankan Syariah Grafik 4.42 Perkembangan Pembiayaan Syariah
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.41 Perkembangan DPK Syariah Grafik 4.43 NPF Pembiayaan Syariah
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
59
penghimpunan dana dan penyaluran pembiayaan.
Pada triwulan II 2019, pangsa pembiayaan hanya
mencapai 4,4% dari total realisasi pembiayaan
oleh bank umum, sama dengan periode
sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6%.
Sedangkan penghimpunan DPK bank syariah
mencapai 4,9% meningkat dibandingkan dengan
periode sebelumnya yaitu 4,7% dari seluruh DPK
perbankan di Sulawesi Tenggara.
Sampai dengan triwulan II 2019, penyaluran
pembiayaan syariah terus mengalami laju
pertumbuhan yang positif. Pada periode laporan
pembiayaan syariah tumbuh sebesar 9,1% (yoy)
dengan baki debet sebesar Rp1,11 triliun, lebih
tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya
yang tumbuh sebesar 6,4% (yoy) (Grafik 4.42).
Sama dengan penyaluran perbankan umum,
penyaluran pembiayaan syariah juga paling banyak
dilakukan untuk penggunaan konsumsi
dilanjutkan modal kerja dan investasi.
Dari sisi risiko pembiayaan, tekanan pada risiko
pembiayaan cukup tinggi. Hal ini terlihat dari NPF
(Non Performing Financing) yang tercatat sebesar
4,7% pada triwulan II 2019, lebih tinggi dari
periode sebelumnya yang tercatat sebesar 4,3%,
namun angka tersebut masih berada di bawah
threshold 5%. Baik pembiayaan investasi dan
pembiayaan modal kerja perlu di waspadai karena
masing-masing mencatatkan NPF yang tinggi yaitu
6,2% dan 11,4%.
Selaras dengan akselerasi kinerja pembiayaannya,
penghimpunan DPK perbankan syariah tetap
menunjukkan pertumbuhan yang tinggi. Pada
triwulan II 2019, jumlah DPK bank syariah
mencapai Rp1,06 triliun atau tumbuh sebesar
28,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan
periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 23,5%
(yoy). Peningkatan tersebut didorong oleh
akselerasi laju pertumbuhan penempatan DPK di
fasilitas deposito yang tumbuh sebesar 35,9%
(yoy), (Grafik 4.41).
4.4.5. Bank Perkreditan Rakyat
Pada triwulan II 2019, kinerja BPR menunjukkan
perbaikan. Dalam hal akumulasi aset, pada
triwulan II 2019 pertumbuhan aset BPR tercatat
sebesar 3,2% (yoy), lebih tinggi dari periode
Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah
Grafik 4.44 Perkembangan Aset BPR Grafik 4.46 Pertumbuhan DPK BPR di Sulawesi Tenggara
Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Sumber: LBPR Bank Indonesia, lokasi bank, diolah Grafik 4.45 Perkembangan Kredit BPR di Sulawesi Tenggara Grafik 4.47 Pangsa Kredit BPR per Sektoral
4.8%
13.4%
10.0%
-30.0%
-20.0%
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
gDeposito gTabungan gDPK
%, yoy
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 60
sebelumnya yang terkontraksi sebesar -0,8% (yoy).
Penghimpunan DPK juga mengalami perbaikan
dengan tumbuh sebesar 10,0% (yoy) atau tercatat
sebesar Rp121,6 miliar, lebih tinggi dibandingkan
pertumbuhan periode sebelumnya yang
terkontraksi sebesar -1,2% (yoy) (Grafik 4.46).
Sementara itu, dari sisi penyaluran kredit, BPR
tetap positif dengan tumbuh sebesar 4,4% (yoy)
dengan nominal total penyaluran kredit sebesar
Rp242,2 miliar (Grafik 4.45).
Dengan kondisi tersebut, LDR BPR pada triwulan II
2019 mencapai 199,1% yang berarti kredit yang
disalurkan oleh BPR menggunakan dana dari
institusi keuangan lainnya. Dengan demikian risiko
yang terjadi pada BPR dapat menyebabkan risiko
pada institusi keuangan lainnya. Sementara itu,
risiko kredit pada BPR sangat tinggi tercermin dari
NPL sebesar 19,8%, jauh di atas threshold .
4.5. AKSES KEUANGAN
4.5.1. Akses Keuangan Kepada UMKM
Pada triwulan II 2019, kredit yang diterima oleh
UMKM di Sulawesi Tenggara (berdasarkan lokasi
proyek) mencapai Rp8,16 triliun atau memiliki
pangsa mencapai 27,69% dari total penyaluran
kredit di Sulawesi Tenggara. Kredit kepada UMKM
tersebut, sebagian besar diberikan kepada usaha
kecil sebesar 44,04% dan usaha mikro dengan
pangsa sebesar 34,39%. Sedangkan untuk usaha
menengah memiliki pangsa sebesar 21,57% dari
total kredit UMKM (Grafik 4.48). Sejalan dengan
pertumbuhan kredit perbankan secara umum,
pada triwulan II 2019 laju pertumbuhan kredit
UMKM tercatat sebesar 18,3% (yoy) relatif sama
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan
I 2019 sebesar 18,4% (yoy). Hal ini terjadi karena
seluruh kredit usaha mikro, kecil dan menengah
yang mengalami pertumbuhan double digit
masing-masing menjadi sebesar 19,0% (yoy),
519,8% (yoy) dan 19,8% (yoy) (Grafik 4.49).
Seiring dengan adanya perubahan kebijakan KUR
(Kredit Usaha Rakyat) pada tahun 2017, terdapat
peningkatan penyaluran kredit kepada usaha
rakyat. Sampai dengan triwulan II 2019, baki debet
KUR di Sulawesi Tenggara mencapai Rp2,1 triliun
dengan jumlah debitur aktif mencapai 88.616
nasabah (Grafik 4.60). Penyaluran KUR di Sulawesi
Tenggara masih terkonsentrasi pada usaha di
sektor perdagangan yang mencapai 59,2%.
Sementara itu penyaluran pada sektor primer
seperti ke pertanian dan perikanan sudah
menunjukkan adanya peningkatan. Selain itu
industri pengolahan dan sektor penyediaan
akomodasi dan penyediaan makan minum juga
terus mengalami peningkatan. (Grafik 4.52).
4.5.2. Akses Keuangan Kepada Penduduk
Indikator akses keuangan di Sulawesi Tenggara
terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami
peningkatan, begitu juga dari sisi kredit. Rasio
jumlah rekening DPK terhadap penduduk
angkatan kerja di Sulawesi Tenggara tetap
menunjukkan rasio yang tinggi, pada triwulan II
2019 tercatat sebesar 218,3% (Grafik 4.51). Rasio
yang lebih besar dari 100% menunjukkan bahwa
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.48 Pangsa Kredit UMKM Grafik 4.49 Pertumbuhan Kredit UMKM
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA
61
terdapat penduduk angkatan kerja di Sulawesi
Tenggara yang memiliki rekening simpanan lebih
dari satu. Selain itu rasio lebih dari 100% juga
mengindikasikan adanya penduduk bukan
angkatan kerja yang juga memiliki rekening seperti
siswa sekolah maupun mahasiswa.
Sementara itu, pada triwulan II 2019 rasio jumlah
rekening kredit terhadap penduduk angkatan kerja
di Sulawesi Tenggara masih stabil pada kisaran
22,4% (Grafik 4.53). Masih rendahnya rasio
rekening kredit menunjukkan bahwa fasilitas
pembiayaan masih sedikit digunakan oleh
masyarakat di provinsi ini dan masih terdapat
ruang untuk meningkatkan penyaluran kredit di
masa yang akan datang. Upaya pengembangan
akses keuangan memiliki peran penting dalam
menjaga stabilitas sistem keuangan dan
mendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara. Oleh karena itu, KPw BI Provinsi
Sulawesi Tenggara berupaya memberikan dan
memfasilitasi berbagai kegiatan edukasi keuangan
yang bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai produk dan jasa keuangan serta
menumbuhkan kesadaran masyarakat pada
umumnya untuk menabung dan melakukan
pengelolaan keuangan.
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.50 Pergerakan Baki Debet KUR Sulawesi Tenggara Grafik 4.52 Pangsa Baki Debet Penyaluran KUR Sulawesi Tenggara
Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah Sumber: LBU Bank Indonesia, lokasi proyek, diolah
Grafik 4.51 Rasio Rekening DPK per Penduduk Bekerja Grafik 4.53 Rasio Rekening Kredit per Penduduk Bekerja
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 62
Halaman ini sengaja dikosongkan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 63
SISTEM PEMBAYARAN
& PENGELOLAAN
UANG RUPIAH
5
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 64
5.1. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
NONTUNAI
Terdapat 2 (dua) sistem pembayaran nontunai
yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, yaitu
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan
Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI
RTGS). Sampai dengan selama triwulan II 2019,
kedua sistem tersebut berjalan dengan baik dan
lancar. Penguatan infrastruktur dan kebijakan
sistem pembayaran terus dilakukan oleh Bank
Indonesia secara konsisten dan
berkesinambungan, untuk memitigasi risiko kredit,
likuiditas, dan operasional dalam sistem
pembayaran.
Selama triwulan II 2019, nilai transaksi nontunai di
Sulawesi Tenggara mencapai Rp 3,73 triliun
mengalami pertumbuhan sebesar 39,74% (yoy),
meningkat signifikan dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya yang tumbuh hanya sebesar
0,97% (yoy) (Grafik 5.1). Namun demikian, jumlah
transaksi nontunai mengalami penurunan 2,94%
(yoy), penurunan ini melanjutkan triwulan
sebelumnya yang terkoreksi sebesar 0,35% (yoy).
Dari preferensi penggunaannya, nilai transaksi
nontunai didominasi oleh penggunaan BI-RTGS
sebesar 54% dan 46% menggunakan SKNBI.
Berbeda dengan periode-periode sebelumnya,
dimana nominal transaksi SKNBI lebih tinggi
daripada BI-RTGS. Hal ini disebabkan oleh
percepatan penyaluran transfer dana dari pusat ke
Pemerintah Daerah sehingga menyebabkan
nominal transaksi RTGS meningkat. Sementara
dari sisi jumlah transaksi, penggunaan SKNBI
mencapai 98,73% sedangkan penggunaan BI-
RTGS hanya sebesar 1,27% (Grafik 5.3). Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar
transaksi perekonomian di Sulawesi Tenggara
masih merupakan transaksi ritel dengan rata-rata
sebesar Rp34,90 juta per transaksi. Sementara
untuk transaksi sistem pembayaran nilai besar
yang menggunakan BI-RTGS rata-rata dapat
mencapai sebesar Rp3,18 miliar per transaksi
(Grafik 5.4).
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.1 Nilai Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.3 Preferensi Penggunaan Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.2 Jumlah Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.4 Rata-rata Nilai Per Transaksi Sistem Pembayaran Nontunai Sulawesi Tenggara
2.770
3.734
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019SKNBI BI-RTGS
Rp miliar
SKNBI BI-RTGS
Transaksi1,27%
Nominal54%
TW II
2019
49.146 49.878
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019SKNBI BI-RTGS
transaksi
Rp34,90
Rp74,86
3035404550556065707580
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Rp J
uta
SKNBI BI-RTGS SP Nontunai
Rp3,18
1,01,52,02,53,03,54,0
Rp m
iliar
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 65
Selain penurunan pada transaksi sistem
pembayaran nontunai tersebut, terdapat pula
penurunan aliran transfer dana yang masuk ke
Sulawesi Tenggara dari luar negeri dan begitu pula
sebaliknya. Pada triwulan II 2019, transaksi transfer
dana luar negeri ke Sulawesi Tenggara tercatat
sebanyak Rp23,26 miliar atau -10,01% (yoy),
sementara transaksi ke luar negeri tercatat sebesar
Rp770 juta atau -42,65% (yoy).
5.1.1. Perkembangan Transaksi Kliring
Selama triwulan II 2019, nilai transaksi sistem
pembayaran nontunai melalui SKNBI di Sulawesi
Tenggara mencapai Rp1,72 triliun mengalami
penurunan sebesar 3,99% (yoy). Sementara itu,
total transaksi SKNBI selama periode tersebut
sebesar 48.883 kali, mengalami penurunan secara
moderat sebesar 3,78% (yoy). Dilihat dari sisi
penggunaannya, sebagian besar transaksi kliring
tersebut menggunakan kliring kredit dengan
pangsa sebesar 72,91%, sementara penggunaan
kliring debet hanya sebesar 27,09%. Pada periode
tersebut rata-rata kliring kredit adalah sebesar
Rp40,49 juta per transaksi, sementara kliring debet
hanya sebesar Rp26,32 juta per transaksi.
Kliring kredit secara umum dikenal sebagai transfer
antar bank dan dilakukan secara paperless,
sementara kliring debet dilakukan dengan
menggunakan warkat seperti cek dan bilyet giro.
Peningkatan kemudahan transfer antar bank, baik
melalui teller bank, ATM maupun dengan
penggunaan e-banking maupun sms banking
semakin memperbesar penggunaan kliring kredit.
Dilihat dari sisi perputaran hariannya, transaksi
SKNBI di Sulawesi Tenggara masih berada pada
trend yang stabil dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Pada triwulan II 2019, perputaran
kliring mencapai Rp29,13 miliar/hari dengan
jumlah transaksi mencapai 829 transaksi/hari.
Perputaran kliring kredit dapat mencapai Rp21,24
miliar/hari sementara kliring debet mencapai
Rp7,89 miliar/hari (Grafik 5.8).
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.5 Nilai Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.7 Preferensi Penggunaan Cek dan BG dalam Kliring Debet Penyerahan di Sultra
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.6 Volume Transaksi Kliring (SKNBI) Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.8 Perputaran Kliring Harian
1.660
1.719
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Kliring Kredit Kliring Debet Total Kliring
Rp miliar
72,91%
27,09%
share
222,01 Miliar
Cek Bilyet Giro Lain
175,11 Miliar cek
25,49%
0,22%
Transaksi4662 Cek
13588 BG
41 Lain
Nominal
63,57%
0,06%
306,05 Miliar BG
0,30 Miliar Lain
TW II2019
36,37%
74,29%
48.117 48.883
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Kliring Kredit Kliring Debet
transaksi
37%
63%
share
21,24
7,89
29,13
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Kliring Kredit Kliring Debet Total Kliring
Rp miliar/ hari
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 66
Dalam melakukan transaksi usahanya, pemilik
rekening giro lebih banyak memanfaatkan Bilyet
Giro (BG) daripada cek. Pada triwulan II 2019,
sebanyak 63,57% transaksi kliring debet
menggunakan BG dengan nominal mencapai
Rp306,05 miliar. Sementara itu, pemanfaatan cek
sebanyak 36,37% dengan nilai sebesar Rp175,11
miliar, sedangkan penggunaan warkat lain sebesar
0,06% dari total transaksi kliring debet. Dari sisi
kepatuhan dan risiko kredit, penarikan cek dan BG
kosong mengalami penurunan secara moderat
setelah sebelumnya tercatat sebanyak 367 lembar
menjadi 361 lembar dengan nominal mencapai
Rp12,54 miliar (Grafik 5.9). Dengan demikian,
tingkat penarikan Cek/BG kosong pada triwulan II
2019 sebesar 3,30% dari total penarikan kliring
debet, lebih tinggi daripada triwulan sebelumnya
yang mencapai 2,80%. (Grafik 5.10).
Secara spasial, transaksi SKNBI masih dominan
dilakukan di Kota Kendari dengan pangsa nominal
mencapai 68,84% dari total transaksi kliring di
Sulawesi Tenggara. Total transaksi kliring di Kota
Kendari mencapai Rp1,17 triliun yang
menunjukkan penurunan jika dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp1,20
triliun. Kondisi serupa juga terjadi di Kota Bau-Bau
yang mengalami penurunan transaksi kliring
dimana pada triwulan sebelumnya sebesar
Rp265,06 miliar menjadi Rp257,29 miliar dengan
pangsa mencapai 15,08% (Grafik 5.12).
5.1.2. Perkembangan Transaksi RTGS
Pada triwulan II 2019 transaksi BI-RTGS di Sulawesi
Tenggara menunjukkan adanya peningkatan yang
cukup tinggi. Pada periode tersebut transaksi
BI-RTGS mencapai Rp2,015 triliun, atau naik
sebesar 128,51% (yoy), jauh lebih tinggi daripada
triwulan sebelumnya sebesar 25% (yoy) (Grafik
5.13). Pemanfaatan sistem pembayaran nontunai
melalui BI-RTGS mengalami peningkatan
disebabkan oleh meningkatnya kinerja lapangan
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.9 Penolakan Kliring (Cek/BG Kosong) di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.11 Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.10 Persentase Tolakan Berdasarkan Warkat Grafik 5.12 Perkembangan Transaksi Kliring Per Kota/Kabupaten
15,91
361
0
200
400
600
800
1000
0
5
10
15
20
25
30
35
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Nominal Transaksi (sb.kanan)
Rp miliar transaksi
Kendari
68,84%
Baubau
15,08%
Muna
13,20%
Konut 2,47% Konawe
0,13%
Bombana
0,28%
TW II2019
5,59%
2,00%
3,30%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019
Cek BG Total
% tolakan
257,29
225,15
42,08 0
100
200
300
400
500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019Kendari Baubau Muna Konut
Rp miliar
1.174,22 800
1.0001.2001.4001.6001.800
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 67
usaha perdagangan, selain itu juga karena adanya
percepatan penyaluran transfer dana dari
Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah.
BI-RTGS merupakan sistem pembayaran nontunai
dengan minimal nilai transaksi sebesar Rp500 juta
sehingga lebih banyak digunakan untuk aktivitas
ekonomi skala besar khususnya dalam jual beli
komoditas.
Sementara itu untuk volume transaksi, pada
triwulan II 2019 tercatat mencapai 634 transaksi.
Dengan demikian pada periode tersebut rata-rata
transaksi BI-RTGS mencapai Rp3,18 miliar, lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar
Rp1,68 miliar.
5.1.3. Penyelenggara Transfer Dana (PTD)
Penyelenggara Transfer Dana diatur dan diawasi
oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank
Indonesia (PBI) No.14/23/PBI/2012 tentang transfer
dana. Transfer dana adalah kegiatan yang
bertujuan untuk memindahkan sejumlah dana dari
pengirim kepada penerima yang dapat berupa
uang tunai maupun melalui rekening. Kegiatan
transfer dana yang dilayani oleh PTD selain bank
dapat berupa transaksi domestik maupun transaksi
luar negeri.
Pada triwulan II 2019, transaksi transfer dana luar
negeri Sulawesi Tenggara mengalami net inflow.
Aliran inflow dari luar negeri ke Provinsi Sulawesi
Tenggara tercatat sebanyak Rp22,58 miliar atau
menurun sebesar 10,01% (yoy), turun
dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
Rp22,98 miliar (Grafik 5.15). Aliran inflow ini jauh
lebih besar dibandingkan dengan outflow dana
dari Sulawesi Tenggara ke luar negeri yang tercatat
sebesar Rp770 juta. Namun secara nominal,
transaksi outflow ini menurun sebesar 42,65%
(yoy) (Grafik 5.16).
Sementara itu, pada triwulan II 2019 transaksi
transfer dana domestik di Sulawesi Tenggara
mengalami net outflow. Jumlah aliran dana yang
masuk (inflow) ke Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2019 sebesar Rp15,63 miliar atau
tumbuh sebesar 63,14% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan triwulan I 2019 yaitu sebesar
Rp18,88 miliar (Grafik 5.17). Jumlah aliran inflow
ini jauh lebih kecil dibandingkan aliran outflow
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.13 Perkembangan Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.15 Aliran Transaksi Transfer Dana inflow Dari Luar Negeri
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.14 Perputaran Harian Transaksi RTGS Provinsi Sulawesi Tenggara
Grafik 5.16 Aliran Transaksi Transfer Dana Outflow Ke Luar Negeri
2.015,14
634
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
0
500
1000
1500
2000
2500
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019Nominal Transaksi
Rp miliar transaksi
23.257
12.596
6.000
7.000
8.000
9.000
10.000
11.000
12.000
13.000
15000
17000
19000
21000
23000
25000
27000
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2017 2018 2019
Nominal Volume Transaksi Sb Kanan
Rp, Juta Transaksi
34,15
11
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0
5
10
15
20
25
30
35
40
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2016 2017 2018 2019Rata-rata Harian Nominal Rata-rata harian Transaksi
Rp miliar/hari transaksi/hari
770
211
0
50
100
150
200
250
300
350
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2017 2018 2019
Nominal Volume Transaksi Sb Kanan
Rp, Juta Transaksi
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 68
yang tercatat sebesar Rp33,64 miliar, turun
15,29% (yoy) (Grafik 5.18).
5.1.4. Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing
Bukan Bank (KUPVA-BB)
Bank Indonesia memiliki wewenang untuk
mengawasi kegiatan jual beli valuta asing bukan
bank dengan pihak lain. Pengawasan ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya tindak pidana
pencucian uang, pendanaan terorisme dan
kejahatan lainnya.
Pada triwulan II 2019, transaksi penjualan Uang
Kertas Asing (UKA) di Sulawesi Tenggara
mengalami penurunan 21,56% (yoy). Transaksi
penjualan Uang Kertas Asing didominasi oleh mata
uang Amerika (USD) yang memiliki pangsa 42,4%
dari seluruh transaksi KUPVA pada periode
laporan.
5.1.5. Layanan Keuangan Digital (LKD)
Layanan Keuangan Digital (LKD) adalah kegiatan
layanan jasa sistem pembayaran dan Keuangan
yang dilakukan melalui kerjasama dengan pihak
ketiga, serta menggunakan sarana dan perangkat
teknologi berbasis mobile/web dalam rangka
Keuangan inklusif. Agen LKD yang merupakan
perpanjangan tangan dari perbankan yang
diharapkan dapat menyentuh seluruh lapisan
masyarakat terutama unbanked people yang saat
ini masih memiliki pangsa sebesar 59% penduduk
dewasa di Indonesia. Selain itu, agen LKD juga
diharapkan dapat meningkatkan tingkat inklusi
Keuangan yang ditargetkan mencapai 75% pada
tahun 2019.
Pada triwulan II tahun 2019, jumlah agen LKD yang
tersebar di wilayah Sulawesi Tenggara adalah
sebanyak 3.179 agen atau meningkat
dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018
yaitu 2.418 agen (tumbuh sebesar 31,47% (yoy).
Daerah yang memiliki agen terbanyak adalah
Kabupaten Konawe Selatan yaitu sebanyak 600
agen atau 18,9% dari seluruh agen di Sulawesi
Tenggara.
Peningkatan juga terjadi pada jumlah kepemilikan
rekening uang elektronik di Sulawesi Tenggara
yang tercatat 88.530 rekening pada triwulan II
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.17 Aliran Transfer Dana Inflow Domestik Grafik 5.19 Transaksi Pembelian Uang Kertas Asing
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.20 Aliran Transfer Dana Outflow Domestik Grafik 5.20 Pangsa Pembelian Mata Uang Asing per Pecahan
18.884
15.630
43.541
76.312
6.000
16.000
26.000
36.000
46.000
56.000
66.000
76.000
86.000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2017 2018 2019
Nominal Volume Transaksi Sb Kanan
Rp, Juta Transaksi
11,18
1,05
1,56
1,88
2,312,50 2,50
1,49
1,83
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2017 2018 2019
Indeks
33.913 33.642
49.224
48.492
5.00010.00015.00020.00025.00030.00035.00040.00045.00050.00055.000
10000
20000
30000
40000
50000
60000
TW I TW II TW III TW IV TW I TW II TW III TW IV TW I TW II
2017 2018 2019
Nominal Volume Transaksi Sb Kanan
Rp, Juta Transaksi
USD 42,4%
lainnya 7,2% CNY 3,2%JPY 1,6%
SAR 4,8%
TW II
2019
SGD 40,8 %
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 69
2019, naik sebesar 5.644,97% (yoy). Kenaikan
yang sangat signifikan ini juga disebabkan oleh
adanya program bantuan sosial non tunai yang
sudah dijalankan di seluruh kabupaten/kota di
Sulawesi Tenggara, sementara pada tahun 2017
program bansos non tunai baru berjalan di 9
(sembilan) kabupaten/kota yaitu Kota Kendari,
Kota Bau-Bau, Kabupaten Buton, Muna, Kolaka,
Wakatobi, Konawe, Konawe Selatan, Kolaka Utara
dan Bombana.
Transaksi yang dapat dilakukan di agen LKD terdiri
atas isi ulang, pembayaran tagihan rutin/berkala,
fasilitator registrasi pemegang, transfer person to
person, dan transfer person to account. Dilihat dari
nominal transaksinya, total transaksi di agen LKD
pada triwulan II 2019 adalah Rp44,30 miliar,
meningkat signifikan dibandingkan triwulan I 2018
sebesar Rp1,61 miliar. Transaksi yang paling
banyak dilakukan di agen LKD adalah transfer
antar individu yaitu sebesar Rp20,40 miliar dan
pengisian ulang (top up) sebesar Rp14,42 miliar.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Kartal
Transaksi pembayaran tunai pada triwulan II 2019
memiliki pola net-outflow, yaitu aliran uang yang
keluar ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara lebih
besar dibandingkan dengan uang yang masuk.
Kondisi tersebut sama dengan pola di tahun
sebelumnya. Outflow pada periode tersebut
mencapai Rp1.981,64 miliar, turun sebesar 13,8%
dibandingkan dengan periode sama tahun
sebelumnya yaitu sebesar Rp2.299,21 miliar.
Sementara itu untuk aliran inflow atau aliran uang
masuk ke KPwBI Provinsi Sulawesi Tenggara pada
periode yang sama tercatat sebesar Rp1.487,64
miliar, meningkat sebesar 12,3% dibandingkan
dengan periode sama tahun sebelumnya yang
sebesar Rp1.325,09 miliar. Secara keseluruhan,
karena jumlah outflow yang lebih besar daripada
inflow, maka pada triwulan II 2019 terjadi net-
outflow sebesar Rp494,00 miliar (Grafik 5.26).
Kondisi net-outflow tersebut disebabkan
kebutuhan masyarakat yang tinggi atas uang
kartal selama periode HBKN.
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.21 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.23 Perkembangan Rekening Uang Elektronik di Sulawesi Tenggara
Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.22 Aliran Transfer Dana Outflow Domestik Grafik 5.24 Jenis Transaksi Yang Dilakukan di Agen LKD
10 60 250
62
2.343 2.418
2.895
2.373
2.888
3.179
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
145 164 303 883 693 1.541 2.930 4.406
65.099
88.530
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
70.000
80.000
90.000
100.000
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Baubau 3,2%
Buton 12,4%
Kolaka 18,1%Wakatobi 1,4%
Konsel 18,9%
Bombana 5,7%
Kolut 5%,5
Muna 8,9%
Lainnya 9,1%
Kendari 16,8%
TW II
2019
- 10.000.000.000 20.000.000.000 30.000.000.000
Isi Ulang
Pembayaran Tagihan
Tarik Tunai
Fasilitator Registrasi
Transfer P2P
Transfer P2A
Tw II Tw I
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 70
Untuk memperluas cakupan layanan kas ke
seluruh wilayah Sulawesi Tenggara, Bank
Indonesia melaksanakan kegiatan Kas Titipan,
yaitu penyediaan uang rupiah milik Bank Indonesia
yang dititipkan kepada salah satu bank untuk
mencukupi persediaan kas bank-bank dalam
rangka memenuhi kebutuhan masyarakat di suatu
wilayah/daerah tertentu. Saat ini sudah terdapat 3
(tiga) Kas Titipan yaitu Kas Titipan Bau-Bau, Kas
Titipan Kolaka, dan Kas Titipan Muna yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan Uang
Layak Edar (ULE) dan meningkatkan kualitas uang
yang beredar di daerah tersebut.
Pada triwulan II 2019, penarikan perbankan dari
Kas Titipan Bau-Bau, Kolaka dan Muna
berlangsung efektif sekitar 43,5% dari akumulatif
penarikan bank se-Sultra. Realisasi penarikan pada
kas titipan tersebut didominasi oleh Kas Titipan
Baubau sebesar 19,1%, Kas Titipan Kolaka sebesar
13,3% dan Kas Titipan Muna yang sebesar 10,4%
(Grafik 5.27). Dengan semakin tersebarnya
layanan kas titipan, maka masyarakat dapat lebih
mudah dan cepat mendapatkan uang kartal dalam
jumlah nominal yang cukup serta kondisi Uang
Layak Edar (ULE) dengan kualitas yang lebih baik.
5.2.2. Penyediaan Uang Layak Edar
Bank Indonesia secara berkala terus menjaga
ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat,
yaitu uang rupiah asli yang memenuhi persyaratan
untuk diedarkan berdasarkan standar kualitas yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Penyediaan uang
rupiah yang berkualitas sangat penting untuk
menjaga integritas rupiah sebagai salah satu
simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Selain itu, ULE akan memberikan kenyamanan
dalam bertransaksi bagi masyarakat. Uang rupiah
dinyatakan tidak layak edar berdasarkan standar
Bank Indonesia apabila kondisinya telah berubah,
antara lain karena jamur, minyak, bahan kimia dan
coretan atau uang yang fisiknya berubah karena
terbakar, berlubang atau robek.
Tidak hanya melalui penukaran di kantor Bank
Indonesia, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga
memperluas jaringan pelayanan penukaran uang
pecahan kecil dan uang lusuh/rusak dari
masyarakat melalui penandatanganan MoU
dengan Perbarindo Sultra. KPw BI Provinsi Sulawesi
Tenggara juga tetap berupaya secara langsung
menyediakan uang layak edar melalui pelayanan
penukaran uang cacat, rusak, dicabut dan ditarik
dari peredaran pada hari kerja tertentu. Pada
triwulan II 2019, kegiatan penukaran uang di loket
BI mencapai Rp1,11 miliar, turun sebesar 36,4%
dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar
Rp1,75 miliar. Hal ini didukung oleh efektif dan
optimalnya mekanisme layanan penukaran uang
pecahan kecil yang juga dilaksanakan di loket
perbankan.
Selain itu, KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga
melakukan kegiatan Kas Keliling di dalam kota
maupun di luar Kota Kendari hingga wilayah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Ket: Lain = Penukaran, Kas Keliling dan Penarikan Non bank
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.25 Aliran Uang Kartal BI-Perbankan di Sulawesi Tenggara
Grafik 5.26 Posisi Net Outflow Uang Kartal di Sulawesi Tenggara
-100
-80
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
-2500
-1500
-500
500
1500
2500
3500
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Inflow Outflow g Inflow (sb. Kanan) g Outflow (sb. Kanan)
%, yoyRp Miliar
494.0
(1,500.0)
(1,000.0)
(500.0)
-
500.0
1,000.0
1,500.0
2,000.0
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Rp Miliar
net inflow
net outflow
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 71
terpencil yang sulit dijangkau oleh layanan
perbankan. Kas Keliling adalah kegiatan
penukaran uang rupiah oleh Bank Indonesia
kepada masyarakat atau pihak lain yang
melakukan kerja sama dengan Bank Indonesia
dengan menggunakan moda transportasi;
dilakukan dengan mekanisme retail (kepada
masyarakat umum) dan wholesale (kepada
perbankan). Selama bulan April hingga Juni 2019,
kegiatan kas keliling telah dilakukan sebanyak 23
kegiatan, dengan rincian 3 kegiatan di luar Kota
Kendari dan 20 kegiatan di dalam Kota Kendari.
Kas keliling di luar Kota Kendari tersebut dilakukan
di Kabupaten Bombana dan Kabupaten Kolaka
Utara.
Di sisi lain, demi menjaga agar kualitas uang yang
beredar di masyarakat dalam kondisi yang baik,
Bank Indonesia juga secara berkala melakukan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar
(UTLE). Pada triwulan II 2019, jumlahnya mencapai
Rp311,9 miliar, dengan rasio 21,0% terhadap
inflow di periode yang sama (Grafik 5.29). Hal
tersebut sejalan dengan kebijakan clean money
policy melalui peningkatan standar kualitas uang
(soil level1) yang diedarkan. Tingkat soil level untuk
Uang Pecahan Besar (UPB) di Sulawesi Tenggara
dituntut pada minimal level 9 dan Uang Pecahan
Kecil (UPK) pada minimal level 7.
1Soil Level yang digunakan Bank Indonesia memiliki kisaran soil level 1 sampai dengan 16. Soil level 1 adalah uang yang sangat tidak layak
edar dan soil level 16 adalah uang hasil cetak sempurna (HCS) dari Perum Peruri.
5.2.3. Perkembangan Temuan Uang Tidak Asli
Pecahan besar masih mendominasi peredaran
uang tidak asli yang ditemukan pada triwulan II
2019. Selama periode tersebut, telah ditemukan
uang tidak asli sebanyak 13 lembar, mengalami
penurunan dibandingkan dengan penemuan pada
periode yang sama tahun sebelumnya yang
mencapai 23 lembar. Temuan uang tidak asli
selama triwulan II 2019 didominasi oleh pecahan
uang Rp100.000,- sebanyak 11 lembar dan 2
lembar pecahan uang Rp50.000,- (Grafik 5.30).
Temuan uang tidak asli tersebut hanya berasal dari
laporan bank.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi peredaran
uang palsu sekaligus memberikan edukasi bagi
masyarakat mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah,
KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara juga senantiasa
melakukan kegiatan sosialisi ciri-ciri keaslian uang
rupiah dan cara memperlakukan uang dengan baik
secara kontinu kepada seluruh komponen di
Sulawesi tenggara di setiap kegiatan yang
dilakukan Bank Indonesia maupun bersama
stakeholder dalam berbagai kegiatan lainnya
melalui slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang).
Selain itu untuk menjaga kualitas uang beredar,
Bank Indonesia juga mengampanyekan 5 Jangan
dalam memperlakukan uang, yakni jangan
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.27 Aliran Uang Kartal Keluar Berdasarkan Lokasi Kas Grafik 5.28 Outflow Melalui Kegiatan Penukaran dan Kas Keliling di Sulawesi Tenggara
55.50% 56.53%
0.05%
19.06%
28.13%
13.34%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
KENDARI KASTIP BAUBAU KASTIP MUNA KASTIP KOLAKA LAIN-LAIN
11.42 -
10.00
20.00
30.00
40.00
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
PENUKARAN KAS KELILING
Rp miliar
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 72
distaples, jangan dibasahi, jangan dilipat, jangan
dicoret, dan jangan diremas.
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Grafik 5.29 Rasio Pemusnahan Uang Rupiah Terhadap Inflow Grafik 5.30 Komposisi Pecahan Uang Palsu Yang Ditemukan
0
20
40
60
80
100
120
140
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
Pemusnahan Rasio Pemusnahan/Inflow (sb.kanan)
Rp, Miliar Rasio (%)
83.33
%
8.33%
Pecahan 100.000 Pecahan 50.000
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 73
KONDISI TENAGA KERJA
& KESEJAHTERAAN
6
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 74
6.1. GAMBARAN UMUM
Kondisi ketenagakerjaan masyarakat Sulawesi
Tenggara pada triwulan II 2019 sedikit memburuk
dibandingkan periode sebelumnya. Kondisi tersebut
terutama berasal dari penawaran tenaga kerja yang
menurun dan diiringi dengan penurunan
penyerapan tenaga kerja. Disisi lain kesejahteraan
masyarakat Sulawesi Tenggara pada triwulan ke II
mengalami perbaikan dibandingkan periode
sebelumnya yang terlihat dari peningkatan indeks
penghasilan masyarakat dan Nilai Tukar Petani (NTP)
pada periode tersebut menunjukkan adanya
peningkatan pada kesejahteraan masyarakat.
6.2. KETENAGAKERJAAN
Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tenggara pada
triwulan II 2019 diindikasikan mengalami penurunan
dipengaruhi oleh melemahnya permintaan terhadap
tenaga kerja (demand of labor) diikuti juga dengan
penurunan dari sisi penawaran tenaga kerja (supply
of labor).
Permintaan Tenaga Kerja
Penurunan permintaan tenaga kerja terindikasi dari
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja hasil Survei
Konsumen (SK) pada triwulan II 2019 tercatat
sebesar 123,0 menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 136,0. (Grafik 6.1).
Indeks yang berada di atas 100,0 menunjukkan
optimisme masyarakat terhadap kondisi
perekonomian Sulawesi Tenggara pada periode
mendatang.
Selain itu, penurunan pada kondisi ketenagakerjaan
Sulawesi Tenggara juga tercermin dari Indeks
Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja oleh pelaku
usaha yang mengalami penurunan cukup signifikan
berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU). Indeks Realisasi Penggunaan Tenaga Kerja
pada triwulan II 2019 tercatat sebesar -4,67%, yang
menunjukkan bahwa pada periode tersebut jumlah
pelaku usaha yang mengalami penurunan
penggunaan tenaga kerja lebih besar dari pada
jumlah pelaku usaha yang mengalami peningkatan
tenaga kerja. Kondisi tersebut mengalami
penurunan jika dibandingkan dengan kondisi di
triwulan sebelumnya yang mencatat indeks sebesar
4,6% (Grafik 6.1).
Berdasarkan jenis usahanya, penurunan
penggunaan tenaga kerja terjadi di hampir semua
sektor ekonomi. Terbesar pada sektor
pertambangan dan sektor listrik, gas dan air yang
mengungkapkan bahwa seluruh pelaku usaha
mengalami penurunan tenaga kerja, sektor hotel &
resto sebesar 67% pelaku usaha yang mengalami
penurunan dan sektor bank dan jasa keuangan serta
konstruksi sebesar 50% pelaku usaha yang
mengalami penurunan tenaga kerja. Selain itu
disektor industri dan perdagangan berturut-turut
sebesar 43% dan 25% pelaku usaha mengalami
penurunan tenaga kerja. Penurunan penggunaan
tenaga kerja tersebut didorong oleh penurunan
aktivitas produksi, efisiensi, luas dan produksi lahan,
keberhasilan panen, kapasitas penyimpan, harga
Sumber: SK & SKDU KPw BI Sultra, diolah
Sumber: SKDU KPw BI Sultra, diolah
Grafik 6.1 Penggunaan Tenaga Kerja dan Ketersediaan Lapangan Pekerjaan
Grafik 6.2 Kondisi Realisasi Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Usaha
-4.67%
123,0
50
70
90
110
130
150
-0.08
-0.06
-0.04
-0.02
0
0.02
0.04
0.06
0.08
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019Indeks Penggunaan Tenaker - Sisi Pelaku Usaha
Indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan-Sisi RT (sb.kanan)
Indeks SBT, Indeks
90%
43%
3%
57%
50%
75%
33%
100%
50%
25%
7%
100%
43%
25%
67%
0%
50%
32%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
1. Pertanian
2. Pertambangan
3. Industri
4. Listrik, Gas & Air
5. Konstruksi
6. Perdagangan
7. Hotel & Resto
8. Real Estate
9. Bank & Jasa Keuangan
SULTRA
Tetap Naik Turun
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 75
pembelian barang atau jasa, investasi
mesin/peralatan/teknologi dan musiman. Meskipun
demikian, penurunan ini sedikit tertahan karena
terdapat beberapa pelaku usaha di seluruh sektor
yang mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja
(Grafik 6.2).
Meskipun demikian, penurunan penyerapan tenaga
kerja sedikit tertahan apabila dilihat dari tenaga kerja
yang disertakan berdasarkan investasi swasta dalam
bentuk PMA (Penanaman Modal Asing) maupun
PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri). Pada
triwulan II 2019, realisasi investasi swasta yang
dilakukan di Sulawesi Tenggara menyerap tenaga
kerja sebesar 2.720 jiwa, yaitu 76,9% berasal dari
investasi PMA dan sebesar 23,1% berasal dari
investasi PMDN (Grafik 6.3). Penyerapan tersebut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya yang dapat mencapai 1.744 tenaga
kerja baru.
Penawaran Tenaga Kerja
Pada triwulan II 2019, kondisi penawaran tenaga
kerja di Sulawesi Tenggara menunjukkan sedikit
penurunan. Hal ini dicerminkan dengan adanya
penurunan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
pada Februari 2019 yaitu sebesar 71,62%, lebih
rendah daripada kondisi di bulan Februari 2018
sebesar 72,73%. Hal ini mengindikasikan bahwa
kenaikan penduduk usia kerja yang lebih tinggi
dibandingkan kenaikan angkatan kerja (Tabel 6.1).
Penduduk yang memilih untuk masuk ke dalam
angkatan kerja tersebut terlihat dari adanya
peningkatan jumlah angkatan kerja sebesar 0,77%
(yoy) sehingga pada bulan Februari 2019 jumlahnya
mencapai 1.296.494 jiwa (Grafik 6.4). Selain itu,
penduduk dengan katagori bukan angkatan kerja
mengalami kenaikan sebesar 6,54% yoy atau
menjadi 513.851 jiwa. Kenaikan tersebut terjadi
pada jumlah penduduk sekolah sebesar 1,1% (yoy).
Sumber: National Single Window for Investment), diolah
Sumber: Sumber: BPS (Sakernas Februari), diolah
Tabel 6.3 Ketersediaan Lapangan Pekerjaan dari Sisi Tenaga Kerja
Grafik 6.4 Pertumbuhan Penduduk Usia Kerja dan Angkatan Kerja Sulawesi Tenggara
Sumber: BPS (Sakernas Februari), diolah
Sumber: BPS diolah (Sakernas Februari)
Tabel 6.1 Jenis Kegiatan Utama Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Di Sulawesi Tenggara
Grafik 6.5 Penyerapan Penduduk Bekerja Berdasarkan Sektor
444
1369
4669
18161116
209229
21
280628
628
0
1000
2000
3000
4000
I II III IV I II III IV I II
2017 2018 2019
PMA PMDN
orang
JENIS KEGIATAN 2018 2019
Penduduk Usia Kerja 1.768.949 1.810.345
Angkatan Kerja 1.248.212 1.296.494
Bekerja 1.207.488 1.258.102
Pengangguran 40.724 38.392
Bukan Angkatan Kerja 540.663 513.851
Sekolah 165.099 167.054
Mengurus Rumah Tangga 318.807 298.083
Lainnya 56.757 48.714
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) 72,73 71,62
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) 2,79 2,96
37.10
2.78
9.74
0.615.12
17.12
3.28 3.92 5.818.22
2.88
0
10
20
30
40
Pert
ania
n
Ta
mba
ng
Industr
i
LG
A
Kon
stru
ksi
Perd
aga
nga
n
Tra
npo
rtasi
Akom
odasi &
Mkan
Min
um
Jasa
Pen
did
ika
n
Adm
inis
trasi
Pem
eri
nta
han
Jasa
La
inn
ya
Feb-18 Feb-19
%, pangsa
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 76
Kondisi Penduduk Bekerja & Pengangguran
Data Sakernas Februari 2019 mencatat bahwa
jumlah penduduk yang bekerja mencapai 1.258.102
jiwa, mengalami peningkatan sebesar 4,19% (yoy)
dibandingkan kondisi Februari 2018. Jika dilihat dari
penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian masih
mendominasi sebesar 37,10% disusul oleh sektor
jasa perdagangan sebesar 17,12% dan sektor
industri pengolahan 9,74% (Grafik 6.5)
Sementara itu, jumlah pengangguran pada bulan
Februari 2019 adalah sebanyak 38.392 jiwa,
berkurang sebanyak 2.332 jiwa atau menurun
sebesar 5,72% (yoy) dibandingkan dengan kondisi
tahun sebelumnya. Dengan mempertimbangkan hal
tersebut, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di
Sulawesi Tenggara pada bulan Februari 2019
tercatat sebesar 2,96%, meningkat dibandingkan
dengan kondisi pada bulan Februari 2018 yang
tercatat sebesar 2,79%.
Secara spasial, dengan menggunakan data
sebelumnya (Agustus 2018), tingkat pengangguran
terbesar justru terdapat di daerah perkotaan yaitu di
Kota Kendari (TPT 6,04%) dan Kota Bau-Bau (TPT
5,75%). Selain wilayah perkotaan, terdapat 4
kabupaten lain yang memiliki TPT diatas TPT
Sulawesi Tenggara, yaitu Kab. Muna, Kab. Konawe
Utara, Kab. Buton Tengah dan Kab. Buton Selatan
(Grafik 6.6).
6.3. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Tenggara juga mengalami perbaikan pada triwulan
II 2019. Hal ini terlihat dari peningkatan Nilai Tukar
Petani (NTP), tingkat penghasilan masyarakat, dan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada periode
tersebut. Indikasi peningkatan tingkat penghasilan
masyarakat terlihat dari hasil Survei Konsumen yang
dilakukan oleh KPw BI Provinsi Sulawesi Tenggara
yang menunjukkan Indeks Penghasilan Konsumen
(IPK) tercatat sebesar 145,7 pada triwulan II 2019,
lebih rendah dibandingkan triwulan I 2019 yaitu
sebesar 156,3 (Grafik 6.7). Meskipun cenderung
mengalami penurunan, nilai IPK yang berada di atas
Sumber: BPS Prov Sultra (Sakernas Agustus)
Sumber: BPS Prov. Sultra, diolah
Grafik 6.6 Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten/Kota Grafik 6.8 Perkembangan NTP Sulawesi Tenggara
Sumber: SK KPw BI Sultra, diolah Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.7 Indeks Penghasilan Konsumen Grafik 6.9 Perkembangan Penduduk Miskin Sulawesi Tenggara
95.8
…
91.8
92.3
106,08
117,70
94.2
90.6
90.6
84.9
105.9
116.6
70.0 80.0 90.0 100.0 110.0 120.0
Total
Tanaman Pangan
Hortikultura
Perkebunan Rakyat
Peternakan
Perikanan
2019 II 2019 I
145.7
152.7
110
120
130
140
150
160
170
180
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016 2017 2018 2019
Indeks Penghasilan Saat ini Indeks Ekspektasi Penghasilan
SBT
70.05 71.82
231.80 230.76
11.32 11.24
10
11
12
13
14
0
50
100
150
200
250
300
350
Mar-16 Sep-16 Mar-17 Sep-17 Mar-18 Sep-18 Mar-19
Penduduk Miskin Desa
Penduduk Miskin Kota
ribu jiwa %
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIAPROVINSI SULAWESI TENGGARA 77
100 menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga
yang mengalami peningkatan penghasilan masih
lebih besar daripada jumlah rumah tangga yang
mengalami penurunan penghasilan. Peningkatan
penghasilan yang diiringi dengan inflasi yang
terkendali dapat meningkatkan daya beli masyarakat
dan kesejahteraan masyarakat.
Nilai Tukar Petani (NTP)
Seperti telah diungkapkan sebelumnya, sektor
pertanian merupakan sektor penyerap tenaga kerja
terbesar di Sulawesi Tenggara. NTP merupakan suatu
indikator kemampuan petani untuk memenuhi
keperluan memproduksi produk pertanian,
dibandingkan dengan penghasilan yang diterima
dari aktivitas produksi tersebut. Penghasilan petani
merupakan salah satu tolok ukur dalam menentukan
kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor
pertanian. Pada triwulan II 2019, NTP Sulawesi
Tenggara tercatat sebesar 95,8 mengalami
perbaikan dibandingkan dengan triwulan I 2019
yang tercatat sebesar 94,2 (Grafik 6.8). Perbaikan
NTP tersebut disebabkan oleh peningkatan pada
indeks harga yang dibayarkan oleh petani, yaitu dari
131,86 pada triwulan I 2019 menjadi 134,68 pada
triwulan II 2019 sementara indeks yang diterima oleh
petani mengalami kenaikan, yaitu dari 124,19 pada
triwulan I 2019 menjadi 127,10 pada triwulan II
2019. Secara sektoral, perbaikan NTP terjadi pada
subsektor perikanan, peternakan, perkebunan
rakyat dan hortikultura yang masing-masing
mencatatkan NTP sebesar 117,70; 106,08; 92,3 dan
91,8. Meskipun demikian, NTP yang berada di
bawah 100 tersebut menunjukkan bahwa rumah
tangga yang bergerak di lapangan usaha pertanian
secara umum masih harus mengeluarkan uang lebih
besar daripada total pendapatannya. Selain itu,
terdapat subsektor pertanian yang masih dapat
mencatatkan NTP di atas 100 yaitu perikanan dan
peternakan, yang masing-masing memiliki NTP
sebesar 117,70 dan 106,08. Hal tersebut
menunjukkan bahwa nelayan dan peternak dapat
mencukupi kebutuhannya dengan mengandalkan
hasil tangkapan atau ternaknya saja (Grafik 6.8).
Kemiskinan
Data terkini BPS Provinsi Sulawesi Tenggara
mencatat bahwa penduduk miskin pada bulan Maret
2019 (rilis bulan Juli 2019) tercatat sebanyak 302,58
ribu orang atau sebesar 11,24% dari total penduduk
Sulawesi Tenggara (Grafik 6.9). Tingkat kemiskinan
tersebut menurun dibandingkan bulan Maret 2018
yang tercatat sebanyak 11,32%. Mayoritas
penduduk miskin pada Maret 2019, 76,26% atau
230,76 ribu jiwa berada di daerah pedesaan
sedangkan sisanya sebesar 23,75% atau 71,82 ribu
jiwa berada di perkotaan. Penurunan kondisi
kemiskinan pada daerah perkotaan dan daerah
pedesaan terjadi di tengah peningkatan garis
kemiskinan. Selama periode September 2018 hingga
Maret 2019, Garis Kemiskinan naik sebesar 7,83%,
yaitu dari Rp303.618/kapita per bulan pada Maret
2018 menjadi Rp327.402/kapita per bulan pada
Maret 2019. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
program pengentasan kemiskinan oleh Pemerintah
relatif berhasil karena meskipun terjadi peningkatan
garis kemiskinan namun justru terjadi penurunan
tingkat kemiskinan. Kondisi tersebut ditopang oleh
terjadinya perbaikan kinerja lapangan usaha
pertanian yang merupakan lapangan usaha dengan
penyerapan tenaga kerja tertinggi di Sulawesi
Tenggara sehingga mampu mendorong
peningkatan perekonomian masyarakat secara
menyeluruh. Meskipun demikian, konsentrasi
jumlah penduduk miskin di pedesaan menjadi
tantangan pembangunan ekonomi oleh pemangku
Sumber: BPS Prov Sultra, diolah
Grafik 6.10 Gini Rasio Sulawesi Tenggara
0.406
0.361
0.399
0.3
0.32
0.34
0.36
0.38
0.4
0.42
0.44
Maret Sept Maret Sept Maret Sept Maret
2016 2017 2018 2019
Perkotaan Pedesaan SULTRA
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
LAPORAN PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 78
kepentingan khususnya pemerintah daerah,
mengingat potensi sumber daya alam Sulawesi
Tenggara yang dominan berada di daerah pedesaan
khususnya di sektor primer yaitu sektor pertanian.
Ketimpangan Pengeluaran
Seiring dengan menurunnya kondisi
ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat,
kondisi ketimpangan pengeluaran penduduk
Sulawesi Tenggara juga mengalami penurunan. Hal
ini tercermin dari adanya peningkatan gini ratio
bulan September 2018 sebesar 0,392 menjadi 0,399
pada Maret 20191. Berdasarkan daerah tempat
tinggalnya, peningkatan gini ratio terjadi di daerah
perkotaan. Untuk daerah perkotaan gini ratio pada
September 2018 tercatat sebesar 0,410, sedikit
menurun menjadi sebesar 0,406 pada periode Maret
2019. Sementara untuk daerah pedesaan gini ratio
sedikit menurun 0,356 pada bulan September 2018
menjadi 0,361 pada bulan Maret 2019.
Indeks Pembangunan Manusia
IPM merupakan indikator penting untuk mengukur
keberhasilan dalam upaya membangun kualitas
hidup manusia. Selama periode 2017 hingga 2018,
komponen pembentuk IPM juga mengalami
peningkatan. Pertama, bayi yang baru lahir memiliki
peluang untuk hidup hingga 70,72 tahun,
meningkat 0,25 tahun dibandingkan tahun
sebelumnya. Kedua, anak-anak usia 7 tahun
memiliki peluang untuk bersekolah selama 13,53
tahun, meningkat 0,17 tahun dibandingkan dengan
tahun 2017. Ketiga, penduduk usia 25 tahun ke atas
1 Data kemiskinan dirilis setiap 6 bulan oleh BPS dengan
data Maret dirilis pada bulan Juli dan data September
dirilis pada bulan Januari.
secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama
8,69 tahun, meningkat 0,23 tahun dibandingkan
tahun sebelumnya. Selain itu, pengeluaran per
kapita (harga konstan 2012) masyarakat telah
mencapai Rp9,262 juta pada tahun 2018, meningkat
Rp168 ribu dibandingkan tahun sebelumnya.
Peningkatan pada seluruh komponen tersebut
menjadi faktor yang mendorong peningkatan IPM di
Sulawesi Tenggara, yaitu dari 69,86 pada tahun
2017 menjadi 70,61 pada tahun 2018 atau
mengalami peningkatan sebesar 1,07% dan
merupakan peningkatan tertinggi sejak tahun 2011.
Tabel 6.2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Tenggara Menurut Komponen 2011 – 2018
Sumber: BPS (Sakernas)
KOMPONEN SATUAN 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Umur Harapan Hidup Saat Lahir (UHH) Tahun 69.85 70.06 70.28 70.39 70.44 70.46 70.47 70.72
Harapan Lama Sekolah (HLS) Tahun 12.30 12.45 12.45 12.78 13.07 13.07 13.36 13.53
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Tahun 7.67 7.76 7.93 8.02 8.18 8.32 8.46 8.69
Pengeluaran Per Kapita Rp ribu 8,249 8,396 8,537 8,555 8,697 8,697 9,094 9,262
IPM 66.52 67.07 67.55 68.07 68.75 69.31 69.86 70.61
Pertumbuhan IPM % 0.80 0.82 0.72 0.78 0.99 0.81 0.79 1.07
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 79
PROSPEK PEREKONOMIAN
DAERAH
7
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 80
7.1. PROSPEK PEREKONOMIAN GLOBAL DAN
NASIONAL
7.1.1. Prospek Perekonomian Global
Perekonomian global pada tahun 2019
diperkirakan akan mengalami perlambatan
pertumbuhan dibandingkan dengan tahun 2018.
Berdasarkan hasil World Economic Outlook yang
diterbitkan oleh IMF pada Juli 2019, perekonomian
global pada tahun 2019 akan tumbuh sebesar
3,2% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2018 yang diperkirakan
sebesar 3,6% (yoy). Proyeksi tersebut juga sedikit
mengalami penurunan dibandingkan proyeksi
sebelumnya pada April 2019 yang diperkirakan
akan tumbuh sebesar 3,3% (yoy).
Perekonomian global diperkirakan akan lebih
lambat dibandingkan dengan proyeksi
sebelumnya. Hal ini bersumber dari melambatnya
pertumbuhan ekonomi pada negara berkembang,
yang tahun 2019 diperkirakan akan tumbuh
sebesar 4,1% (yoy), lebih rendah dari perkiraan
pada April 2019 yang sebesar 4,4% (yoy) dan
pertumbuhan ekonomi negara berkembang tahun
2018 yang sebesar 4,5% (yoy). Perlambatan
tersebut terjadi dipengaruhi oleh perlambatan
ekonomi yang terjadi di Tiongkok dan India.
Tiongkok diperkirakan akan mengalami
perlambatan pertumbuhan sebesar 6,2% (yoy),
lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi pada
April 2019 yang sebesar 6,3% (yoy) dan
pertumbuhan ekonomi tahun 2018 yang sebesar
6,4% (yoy). Perang dagang yang terjadi antara
Tiongkok dan Amerika Serikat mulai memberikan
dampaknya terhadap perekonomian Tiongkok.
Dampak perang dagang juga mempengaruhi
permintaan dari negara-negara lain turut
meningkatkan tekanan terhadap perekonomian
Tiongkok ditengah perlambatan perekonomian
yang telah diperkirakan terjadi sebelumnya.
Namun kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah Tiongkok ditengah perlambatan
ekonomi yang terjadi secara merata tersebut
diperkirakan mampu menjaga pertumbuhan
perekonomian Tiongkok pada level yang cukup
tinggi. Sementara itu, koreksi pertumbuhan
ekonomi lebih dalam terjadi pada perekonomian
India yang diperkirakan akan tumbuh sebesar
7,0% (yoy), mengalami penurunan sebesar 0,3%
dibandingkan dengan proyeksi pada April 2019
meskipun masih mengalami akselerasi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
India pada tahun 2018 yang sebesar 6,8% (yoy).
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia
Sumber: World Economic Outlook-IMF Juli 2019
AS
2018: 2,9
2019: 2,6
2020: 1,9
EROPA
2018: 1,9
2019: 1,3
2020: 1,6
TIONGKOK
2018: 6,6
2019: 6,2
2020: 6,0
JEPANG
2018: 0,8
2019: 0,9
2020: 0,4
INDIA
2018: 6,8
2019: 7,0
2020: 7,2
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 81
Rendahnya konsumsi domestik menjadi sumber
utama koreksi perekonomian India.
Koreksi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi
juga terjadi pada negara maju meskipun
mengalami koreksi positif. Pada April 2019,
perekonomian negara maju pada tahun 2019
diperkirakan akan mengalami pertumbuhan
sebesar 1,8% (yoy) dan mengalami peningkatan
pada proyeksi Juli 2019 menjadi 1,9% (yoy).
Koreksi positif tersebut didukung oleh
pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang
mengalami koreksi positif sebesar 0,3%, yaitu dari
2,3% (yoy) pada April 2019 menjadi 2,6% (yoy)
pada Juli 2019. Masih terjaganya kinerja ekspor
dan perbaikan impor menjadi indikator utama
yang mendorong terjadinya koreksi positif pada
perekonomian Amerika Serikat. Namun
permintaan domestik yang cenderung mengalami
penurunan seiring dengan masih cukup tingginya
tensi perang dagang memberikan dampak
terhadap perekonomian Amerika Serikat yang
diperkirakan akan mengalami perlambatan pada
tahun 2019 dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
Perlambatan perekonomian negara maju juga
dipengaruhi oleh perlambatan pada kawasan
Eropa yang diperkirakan akan mengalami
pertumbuhan sebesar 1,3% (yoy) pada tahun
2019, melambat dibandingkan dengan
pertumbuhan pada tahun 2018 yang sebesar
1,8% (yoy). Perlambatan tersebut terjadi pada
beberapa negara seperti Jerman, Perancis dan
Italia. Jerman diperkirakan akan mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi seiring
dengan kinerja ekspor yang mengalami
perlambatan dan berimbas pada kinerja investasi di
negara tersebut. Sementara itu, masih
bergantungnya pada kinerja fiskal menjadi faktor
utama perlambatan pertumbuhan ekonomi di
Perancis. Italia juga diperkirakan akan mengalami
perlambatan pertumbuhan ekonomi seiring
dengan terbatasnya kinerja fiskal dan
pemberlakuan bea atas investasi. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 juga
diperkirakan terjadi di United Kingdom,
disebabkan oleh ketidakpastian realisasi Brexit.
Meskipun demikian, perlambatan yang terjadi
pada perekonomian negara maju diperkirakan
akan sedikit tertahan dengan akselerasi
perekonomian yang terjadi di Jepang.
Perekonomian Jepang diperkirakan mampu
tumbuh sebesar 0,9% (yoy) pada tahun 2019
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2018
yang sebesar 0,8% (yoy) yang didukung oleh
kinerja neraca perdagangan seiring dengan
penurunan impor yang sangat signifikan.
7.1.2. Prospek Perekonomian Nasional
Di tengah perekonomian global yang dilanda
ketidakpastian, perekonomian Indonesia pada
tahun 2019 diperkirakan dapat tumbuh pada
kisaran 5,0% - 5,4% (yoy), relatif stabil
dibandingkan dengan tahun 2018 yang tumbuh
sebesar 5,2% (yoy). Stabilnya perekonomian
Indonesia didukung oleh beberapa faktor antara
lain berlangsungnya pemilu presiden dan
kebijakan fiskal yang diterapkan oleh pemerintah
seperti insentif pajak dapat mendorong investasi
untuk tetap tumbuh tinggi pada tahun
mendatang.
Optimisme akan tumbuhnya perekonomian
Indonesia yang cukup tinggi ditengah perlambatan
perekonomian global pada tahun 2019 dan
beberapa indikator lainnya menjadi dasar
penentuan belanja pemerintah dalam RAPBN
tahun 2019 yang sebesar Rp2.439,7 triliun atau
meningkat sebesar 9.86% dibandingkan dengan
Sumber: Kemenkeu
Tabel 7.1 Asumsi Makro APBN
Asumsi Dasar 2018 2019
Pertumbuhan Ekonomi (YoY) 5.40% 5.30%
Inflasi (YoY) 3.50% 3.50%
Nilai Tukar 13,400 15,000
Suku Bunga SPN 5.20% 5.30%
Harga Minya Mentah (USD per barel) 48 70
Lifting Minyak (barel per hari) 800,000 775,000
Lifting Gas (barel setara minyak) 1,200,000 1,250,000
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 82
tahun sebelumnya yang sebesar Rp2.220,7 triliun.
Asumsi nilai rupiah yang mencapai Rp15.000,
menjadi salah satu faktor yang mendorong
terjadinya peningkatan yang cukup signifikan
dalam peningkatan RAPBN 2019.
Meskipun belanja pemerintah diperkirakan akan
mengalami peningkatan, namun pemerintah
memastikan bahwa pembiayaan proyek melalui
utang akan mengalami penurunan. Pada tahun
2019, pembiayaan melalui utang diperkirakan
akan sebesar Rp359,3 triliun, menurun
dibandingkan dengan tahun 2018 yang sebesar
Rp387,4 triliun. Salah satu upaya untuk
meningkatkan pendapatan adalah menaikkan
target penerimaan pajak sebesar 15,4%
dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2018.
Dari sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia hingga
Juli 2019 telah menurunkan suku bunga kebijakan
(BI 7-day Reverse Repo Rate) pada level 5,75%. Hal
tersebut dilakukan sebagai upaya mendorong
momentum pertumbuhan ekonomi di tengah
kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang
menurun dan stabilitas eksternal yang terkendali.
Mempertimbangkan dampak kebijakan moneter
yang membutuhkan waktu dalam proses
transmisinya ke dalam perekonomian, maka
diharapkan pada tahun 2019 kebijakan moneter
tersebut dapat memberikan dampak pada
stabilnya kondisi perekonomian dan keuangan
dari tekanan sisi eksternal.
Adapun inflasi nasional pada tahun 2019
diperkirakan masih sama dengan tahun
sebelumnya, yaitu berada pada kisaran sasaran
sebesar 3,5%+1%. Hal ini didukung oleh semakin
kuatnya koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank
Indonesia dalam mengatasi risiko. Kebijakan
pemerintah dalam menaikkan anggaran subsidi
energi diyakini dapat meredam inflasi bahan bakar.
Selain itu, cukai rokok juga dipastikan tidak akan
mengalami peningkatan meskipun target
penerimaan pajak pada tahun 2019 meningkat.
7.2. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI
SULAWESI TENGGARA
7.2.1. Triwulan IV 2019
Pada triwulan IV 2019, perekonomian Sulawesi
Tenggara diperkirakan akan tumbuh pada kisaran
6,5% - 6,9% (yoy), mengalami akselerasi jika
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan
III 2019 yang diperkirakan berada pada kisaran
6,2% - 6,6% (yoy). Akselerasi tersebut didukung
oleh berlangsungnya beberapa event di Sulawesi
Tenggara seperti Peringatan Hari Pangan Sedunia
dan Forum Keraton Masyarakat Adat (FKMA) se-
ASEAN.
Dari sisi penawaran, akselerasi kinerja pada
periode tersebut diperkirakan berasal dari
lapangan usaha konstruksi dan lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran. Akselerasi kinerja
pada lapangan usaha konstruksi didukung oleh
penyelesaian salah satu PSN di Sulawesi Tenggara,
yaitu Bendungan Ladongi yang di target pada
Sumber: SK KPw BI Sulawesi Tenggara, diolah Sumber: Liaison KPw BI Sultra, diolah
Grafik 7.2 Perkiraan Kegiatan Usaha dari Sisi Konsumen Grafik 7.3 Perkiraan Omzet Penjualan Korporasi
5.00
5.50
6.00
6.50
7.00
7.50
8.00
8.50
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
170.0
180.0
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIP IVP
2016 2017 2018 2019
%,YoYSBT
Indeks Perkiraan Usaha (mov.2Q) PDRB (Sb. Kanan)
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
I II III IV I II III IV I II III
2017 2018 2019
skala likert
LS Penj. Domestik LS Penj. Ekspor
LS Ekspektasi Penjualan
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 83
tahun 2019 dan penyelesaian proyek
pembangunan oleh pemerintah yang saat ini.
Selain itu, akselerasi juga diperkirakan akan terjadi
pada lapangan usaha perdagangan besar dan
eceran seiring dengan berlangsungnya HBKN dan
libur akhir tahun sehingga mendorong terjadinya
peningkatan permintaan dari masyarakat. Selain
itu, berlangsungnya beberapa event seperti
peringatan Hari Pangan Sedunia dan Forum
Keraton Masyarakat Adat (FKMA) se-ASEAN dapat
mendorong terjadinya peningkatan kinerja
perdagangan domestik di Sulawesi Tenggara,
Namun masih cukup tingginya tensi perang
dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok
dapat memberikan tekanan terhadap kinerja
perdagangan luar negeri pada periode laporan.
Sedangkan dari sisi permintaan, akselerasi
perekonomian Sulawesi Tenggara pada triwulan IV
2019 disumbangkan oleh akselerasi pada
konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah,
investasi dan ekspor. Konsumsi rumah tangga
diperkirakan akan mengalami akselerasi seiring
dengan peningkatan permintaan oleh masyarakat
dengan berlangsungnya HBKN dan libur sekolah.
Selain itu, akselerasi juga terjadi pada konsumsi
pemerintah sejalan dengan pola realisasi anggaran
pemerintah yang selalu tinggi pada akhir tahun.
Investasi juga diperkirakan akan mengalami
akselerasi seiring dengan penyelesaian Bendungan
Ladongi yang ditargetkan selesai pada akhir tahun
2019 dan pembangunan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Kinerja ekspor luar negeri juga
akan mengalami akselerasi seiring dengan
beroperasinya smelter dengan kapasitas yang
cukup besar sehingga mendorong kinerja ekspor
feronikel meskipun tertahan oleh penurunan
kinerja ekspor bijih nikel dan harga nikel yang
berada dalam tren menurun ditengah tensi perang
dagang yang masih cukup tinggi antara Amerika
Serikat dan Tiongkok.
7.2.2. Tahun 2019
Berdasarkan beberapa indikator pendukung, hasil
survei dan liaison, pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Tenggara pada tahun 2019 diprakirakan berada
pada kisaran 6,3% - 6,7% (yoy), sedikit mengalami
peningkatan jika dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2018 yang sebesar 6,4%
(yoy). Akselerasi perekonomian tersebut didukung
Tabel 7.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Penawaran
Sumber: BPS, Diolah oleh BI
Tabel 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Permintaan
Sumber: BPS, Diolah oleh BI
I II III IV I II IIIP IIIP
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 5.8 6.5 7.7 5.5 4.7 6.1 6.2 - 6.6 6.1 - 6.5 6.4 5.7 - 6.1
Pertambangan dan Penggalian 6.3 5.2 7.6 8.1 7.5 6.5 6.1 - 6.5 5.1 - 5.5 6.8 6.2 - 6.6
Industri Pengolahan 11.6 (0.0) 8.5 (0.4) 0.8 15.9 9.9 - 10.3 8.8 - 9.2 4.8 8.6 - 9.0
Pengadaan Listrik, Gas 0.1 2.2 2.6 1.0 7.1 7.7 4.2 - 4.6 15.8 - 16.2 1.5 8.6 - 9.0
Pengadaan Air 0.7 3.3 9.3 9.4 6.4 5.1 2.9 - 3.3 2.3 - 2.7 5.7 4.0 - 4.4
Konstruksi 2.2 9.4 8.8 4.6 9.6 3.3 4.7 - 5.1 5.0 - 5.4 6.3 5.4 - 5.8
Perdagangan Besar dan Eceran 8.7 7.1 3.7 7.4 8.2 7.8 7.2 - 7.6 7.4 - 7.8 6.6 7.5 - 7.9
Transportasi dan Pergudangan 7.6 8.6 9.3 9.4 2.1 2.0 4.7 - 5.1 6.9 - 7.3 8.8 3.9 - 4.3
Akomodasi dan Makan Minum 7.1 6.4 7.0 6.2 6.3 1.6 0.3 - 0.7 3.2 - 3.6 6.7 2.7 - 3.1
Informasi dan Komunikasi 9.5 8.6 6.6 8.1 7.3 7.9 11.5 - 11.9 12.0 - 12.4 8.2 9.6 - 10.0
Jasa Keuangan 5.1 4.1 1.7 (2.0) 1.5 3.6 7.5 - 7.9 11.3 - 11.7 2.2 5.9 - 6.3
Real Estate 3.5 2.6 1.7 2.6 2.5 1.6 1.1 - 1.5 2.0 - 2.4 2.6 1.7 - 2.1
Jasa Perusahaan 4.5 6.9 6.0 5.9 5.8 4.6 5.6 - 6.0 6.3 - 6.7 5.8 5.5 - 5.9
Administrasi Pemerintahan 3.9 3.9 6.4 8.9 9.0 5.8 5.7 - 6.1 5.5 - 5.9 5.8 6.3 - 6.7
Jasa Pendidikan 4.1 6.7 9.6 9.8 9.8 6.4 5.4 - 5.8 11.7 - 12.1 7.6 8.2 - 8.6
Jasa Kesehatan dan Sosial 5.4 6.0 7.4 8.7 7.6 5.1 4.7 - 5.1 6.9 - 7.3 6.9 6.0 - 6.4
Jasa Lainnya 7.7 5.9 4.1 4.9 5.0 5.6 5.8 - 6.2 5.8 - 6.2 5.6 5.4 - 5.8
PDRB 6.1 6.1 7.1 6.2 6.4 6.3 6.2 - 6.6 6.5 - 6.9 6.4 6.3 - 6.7
20182018 2019P
2019Komponen Pengeluaran
I II III IV I II IIIP IIIP
Konsumsi Rumah Tangga 5.3 6.4 6.6 6.4 5.6 6.2 6.0 - 6.4 6.2 - 6.6 6.2 5.9 - 6.3
Konsumsi LNPRT 7.0 9.4 8.4 10.7 12.1 12.2 1.5 - 1.9 (18.1) - (17.7) 8.9 1.5 - 1.9
Konsumsi Pemerintah 3.0 6.5 7.8 7.2 3.4 6.1 5.2 - 5.6 8.5 - 8.9 6.3 5.9 - 6.3
PMTB 2.4 8.3 7.5 5.1 4.0 3.9 4.6 - 5.0 4.9 - 5.3 5.8 4.3 - 4.7
Perubahan Inventori 1.4 (157.2) (45.5) (133.3) (116.4) (77.9) (293.8) - (293.4) 382.5 - 382.9 (89.3) (777.1) - (776.7)
Eksport Luar Negeri 209.3 170.4 198.5 175.6 50.3 101.4 61.7 - 62.1 72.7 - 73.1 187.3 70.7 - 71.1
Import Luar Negeri (19.7) 21.0 (24.4) 9.7 (6.0) (13.8) 21.9 - 22.3 (15.4) - (15.0) (3.6) (5.8) - (5.4)
Net Eksport Antar Daerah 29619.5 447.0 1806.3 733.1 41.4 291.7 39.5 - 39.9 137.1 - 137.5 1240.9 96.7 - 97.1
PDRB 6.1 6.1 7.1 6.2 6.4 6.3 6.2 - 6.6 6.5 - 6.9 6.4 6.3 - 6.7
Komponen Pengeluaran2018
2018 2019P2019
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 84
oleh pertumbuhan ekonomi nontambang
terutama lapangan usaha industri pengolahan dan
lapangan usaha perdagangan besar dan eceran.
Beroperasinya smelter pengolahan nikel dengan
kapasitas yang cukup besar pada awal tahun 2019
mendorong akselerasi pada lapangan usaha
industri pengolahan pada periode laporan. Selain
itu, beroperasinya dryer bantuan dari pemerintah
untuk pengolahan padi juga menjadi salah satu
faktor yang mendorong kinerja pada lapangan
usaha tersebut yang didominasi oleh industri
makanan dan minuman. Akselerasi pada lapangan
industri pengolahan tersebut tentu memberikan
nilai tambah pada produk-produk yang dihasilkan
di Sulawesi Tenggara sehingga turut mendorong
terjadinya akselerasi pada lapangan usaha
perdagangan besar dan eceran.
Meskipun demikian, terdapat beberapa risiko yang
dapat menjadi faktor penahan pertumbuhan
perekonomian di Sulawesi Tenggara, salah satunya
adalah penurunan kinerja ekspor komoditas
utama. Sejak diberlakukannya relaksasi ekspor bijih
nikel kadar rendah pada tahun 2017, komoditas
tersebut menjadi salah satu komoditas utama
dalam perdagangan luar negeri Sulawesi Tenggara
dengan Tiongkok sebagai mitra dagang utamanya.
Masih belum terbentuknya kesepakatan antara
Amerika Serikat dan Tiongkok diperkirakan
mendorong terjadinya perlambatan pertumbuhan
perekonomian Tiongkok pada tahun 2019. Hal
tersebut juga dapat mempengaruhi permintaan
bijih nikel kadar rendah oleh Tiongkok dari
Indonesia dan dapat memberikan dampak buruk
terhadap kinerja ekspor Sulawesi Tenggara. Oleh
karena itu, di tengah perlambatan perekonomian
Tiongkok, sangat penting untuk mendorong
diversifikasi produk dan negara tujuan ekspor
untuk hasil pertambangan dan peningkatan
kinerja ekspor komoditas unggulan lainnya seperti
perikanan dan kakao.
7.3. PROSPEK INFLASI SULAWESI TENGGARA
7.3.1. Triwulan IV 2019
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada triwulan IV
2019 mendatang diperkirakan akan mengalami
penurunan dibandingkan dengan proyeksi pada
triwulan III 2019. Inflasi pada akhir triwulan IV
2019 diperkirakan berada pada kisaran 3,1% -
3,5% (yoy), sementara inflasi pada triwulan III
2019 diperkirakan sebesar 3,5% - 3,9% (yoy).
Berlangsungnya periode penangkapan ikan dan
panen raya padi pada akhir tahun 2019 menjadi
faktor yang dapat mendorong terjadinya
penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV 2019.
Selain itu, kondisi cuaca yang cukup kondusif dan
telah dilakukannya penanaman atas beberapa
komoditas seperti cabai pada Agustus 2019
diperkirakan akan mendorong terjadinya
peningkatan produksi pada periode mendatang.
Sumber: IMF World Economic Outlook (WEO) Juli 2019, BI Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Juni 2019
Grafik 7.4 Perkiraan Perekonomian Dunia Grafik 7.5 Perkiraan Harga Nikel dan Kakao
5.00
6.00
7.00
8.00
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
5.50
2015 2016 2017 2018 2019P
%, YoY%, YoY
Indonesia Dunia Sultra (Sb. Kanan)
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
15,000
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
USD/KgUSD/Kg
Nickel Cocoa
Sistem Pembayaran & Pengelolaan
Uang Rupiah
Kondisi Tenaga Kerja dan
Kesejahteraan
Prospek Perekonomian Daerah
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI TENGGARA 85
Namun berlangsungnya beberapa event seperti
peringatan Hari Pangan Sedunia dan Forum
Keraton Masyarakat Adat se-ASEAN di Sulawesi
Tenggara serta berlangsungnya HBKN dan libur
akhir tahun diperkirakan akan mendorong
terjadinya peningkatan permintaan pada
kelompok bahan makanan dan transportasi.
Peningkatan tersebut dapat menjadi faktor yang
menahan penurunan tekanan inflasi pada periode
laporan.
7.3.2. Tahun 2019
Tekanan inflasi Sulawesi Tenggara pada tahun
2019 mendatang diperkirakan masih berada pada
sasaran inflasi nasional yaitu sebesar 3,5% + 1%.
Pada tahun tersebut, inflasi Sulawesi Tenggara
diperkirakan berada pada kisaran 3,1% - 3,5%
(yoy), cenderung meningkat dibandingkan dengan
capaian inflasi pada tahun 2018 yang sebesar
2,7% (yoy). Tekanan inflasi tersebut diperkirakan
berasal dari bahan makanan yang disebabkan oleh
belum stabilnya produksi dan beberapa komoditas
lain yang bergantung pada harga global seperti
harga minyak dunia yang diperkirakan akan
mengalami peningkatan
Sumber: World Bank Commodity Forecast Price Juni 2019 Sumber: BPS, diolah
Grafik 7.6 Proyeksi Harga Minyak Dunia Grafik 7.7 Proyeksi Pertumbuhan Penduduk
40
45
50
55
60
65
70
75
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
USD/bbl
60,5
61,0
61,5
62,0
62,5
63,0
63,5
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Pangsa Usia Produktif (sb.kanan)
Total
Produktif
%, yoy % share
Ekonomi Makro Regional
Keuangan Pemerintah
Perkembangan Inflasi Daerah
Stabilitas Keuangan Daerah
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA AGUSTUS 2019 86
BOKS 02
UPAYA MENDORONG PENGEMBANGAN EKONOMI SYARIAH MELALUI
PENGEMBANGAN HALAL FASHION DI SULAWESI TENGGARA
Saat ini, negara-negara mulai memandang perekonomian syariah sebagai sumber pertumbuhan baru
pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut tidak lepas dari tingginya jumlah penduduk muslim di dunia saat ini
dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun mendatang. Dengan kondisi
tersebut, beberapa negara mulai mendeklarasikan visinya sebagai pemain utama dalam perekonomian
syariah di dunia. Hal tersebut juga terjadi pada negara mayoritas penduduknya nonmuslim seperti Inggris
yang mendeklarasikan London sebagai pusat keuangan syariah di Barat, Korea yang memiliki visi menjadi
Destinasi Utama Pariwisata Halal, Thailand dengan visi menjadi Dapur Halal Dunia dan Jepang yang
mendeklarasikan Industri Halal sebagai kontributor kunci pada tahun 2020.
Hal tersebut menunjukkan betapa besarnya potensi perekonomian syariah dan Indonesia sudah memiliki
potensi tersebut melalui besarnya jumlah penduduk muslim di Indonesia. Namun hingga saat ini potensi
tersebut masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Indonesia telah masuk sebagai top 5 negara
dengan pengeluaran terbesar untuk beberapa industri seperti halal food, halal fashion dan halal travel.
Namun sayang peluang tersebut masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena Indonesia justru
belum mampu menjadi pemain utama pada industri tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, KPw BI Sultra secara khusus terus berupaya mendorong pengembangan
ekonomi syariah di Sulawesi Tenggara. Berbagai kegiatan telah dilakukan oleh KPw BI Sultra antara lain
adalah menginisiasi pembentukan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Sulawesi Tenggara sebagai
inisiator dan akselerator perekonomian syariah di Sulawesi Tenggara dan pelatihan kepada 19 pondok
pesantren untuk mendorong kemandirian ekonomi dari masing-masing pondok pesantren.
Tidak terbatas pada hal tersebut, KPw BI Sultra juga mendorong pengembangan halal fashion di Sulawesi
Tenggara memanfaatkan tenun masalili sebagai bahan baku yang merupakan produk UMKM binaan KPw
BI Sultra. Untuk mendorong pengembangan halal fashion tersebut, KPw BI Sultra bekerja sama dengan
desainer tingkat nasional, Bapak Wignyo Rahardi, sebagai pengembang model baju muslimah dan telah
diikutsertakan pada kegiatan Muslim Fashion Festival 2019 di Jakarta. Selain itu, kegiatan fashion show
menggunakan busana muslimah tersebut juga telah dilakukan di Sulawesi Tenggara sebagai upaya untuk
membuka horizon baru bagi para pengembang busana di Sulawesi Tenggara bahwa tenun masalili dapat
dikembangkan lebih luas dibandingkan dengan pemanfaatannya selama ini yang difokuskan untuk
kegiatan formal.
Gambar 1. Fashion Show Busana Muslimah dengan Menggunakan Tenun Masalili di Kota Kendari
TIM PENYUSUN
PENANGGUNG JAWAB
Suharman Tabrani
KOORDINATOR PENYUSUN
Surya Alamsyah
EDITOR
Daniel Agus Prasetyo
TIM PENULIS
Anto Yuliyanto
Randy Cavendish
Nazla
Sumianti Lasania
Waode Nursinta
Abdel Jawad Shodiq
Pradha Pahlevi Thamaryan
KONTRIBUTOR
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan
Fungsi Pelaksanaan Pengembangan UMKM
Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan
Unit Pengawasan SP, PUR dan Keuangan Inklusif
Unit Pengelolaan Uang Rupiah
Unit Operasional Sistem Pembayaran
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA SULAWESI TENGGARA Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Jl. Sultan Hasanudin No. 150 Kendari
No. Telp. (0401) 3121655; No. Fax.(0401)3122718
TIM PENYUSUN
Administered
price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur oleh pemerintah.
Andil inflasi Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota
terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan.
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah
dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
Bobot inflasi Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi
secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi
masyarakat terhadap komoditas tersebut.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi daerah.
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Dana masyarakat (berupa tabungan, deposito, giro, dll) yang disimpan di suatu
bank.
Faktor
Fundamental
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh
kebijakan moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap,
eksternal, serta ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor Non
Fundamental
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar
kewenangan otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan
(volatile foods), serta harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah
(administered price)
Feronikel Hasil olahan nikel mentah (ore nickel) dengan kadar antara 20-30% Ni dan
digunakan sebagai bahan baku pembuatan baja dan stainless steel
Imported
inflation
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh
perkembangan harga di luar negeri (eksternal)
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1---100.
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1---100.
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1---
100.
Investasi Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan
modal.
Inflasi inti Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
DAFTAR ISTILAH
Liaison
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada
pelaku ekonomi mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan
cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan
Loan to Deposit
Ratio (LDR)
Ratio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah pinjaman yang disalurkan
dengan dana pihak ke tiga yang dihimpun pada suatu waktu tertentu.
Migas Minyak dan gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri
minyak dan gas.
Mtm Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
NPI Nikcel Pig Iron. Hasil olahan ore nickel dengan kandungan 5-10% Ni.
Non Performing
Loan (NPL)
Besarnya jumlah kredit bermasalah pada suatu Bank dibanding dengan total
keseluruhan kreditnya
Omzet Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu.
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan
kekayaan daerah.
Perceived risk Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah
negara
Qtq Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
Saldo Bersih Selisih antara persentase jumlah respondenyang memberikan jawaban
meningkat dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban
menurun danmengabaikan jawaban sama .
Skala Likert Skala kualitatif untuk mengkonversi skala kualitatif yang digunakan dalam
kegiatan liaison.
SBT Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih
sektor/subsektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang
bersangkutan sebagai penimbangnya.
Sektor ekonomi
dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai
pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Volatile food Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Yoy Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.