Download - Laporan Resmi Acara 4 Gol a2 Sore
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KESUBURAN TANAH
ACARA IVPEMBUATAN KOMPOS
Disusun oleh :Nama : Lisa Saraswati ()
Maslikhatul Umami () Josephin () Krisdian Adi () Valentina E F A (11525) Aprilia Inayanti (11535)
Gol/Kelompok : A2 Sore /4Asisten : Meta Kurniasari
JURUSAN TANAHFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADAYOGJAKARTA
2010
ACARA IV
PEMBUATAN KOMPOS
Dina Setyani,Edita Andagari Starinda,Delisa Astuti,Bagus Sukmo,Arifa Zuchrotunisa
ABSTRAKSI
Pembuatan kompos dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakrta. Tujuan praktikum ini adalah mengenal pembuatan kompos dan mengamati perombakan kompos dari berbagai sampah organik. Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organic. Pada percobaan kompos ini menggunakan bahan organik yaitu dedaunan, air, jerami, tanah, pupuk kandang (kotoran sapi) dan EM-4. Pada percobaan yang telah dilakukan, kompos berbahan dasar kotoran hewan lebih cepat matang dibanding kompos berbahan dasar dedaunan dan jerami. Penggunaan kompos sebagai bahan pembenah tanah atau sebagai sumber hara memberikan keuntungan antara lain : memperbaiki kemampuan tanah untuk menahan lengas dan hara, meningkatkan kandungan hara makro dan mikro, memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah, serta meningkatkan produktivitas tanah
I. PENDAHULUAN
A. TUJUAN
Mengenal pembuatan kompos dan mengamati perombakan kompos dari berbagai
sampah organik.
B. LATAR BELAKANG
Dewasa ini, pertanian organik semakin dikembangkan di Indonesia untuk berbagai
macam alasan. Salah satunya adalah untuk memperbaiki kualitas tanah di Indonesia dan
kualitas komoditas pertanian yang dihasilkan. Banyaknya penggunaan pupuk dan pestisida
kimia menjadi salah satu penyebab tanah di Indonesia semakin tidak sehat dan komoditas
pertanian tidak diterima oleh pasar di luar negeri. Residu pestisida yang terkandung pada
hasil pertanian di Indonesia melebihi batas minimum residu sehingga kualitasnya tidak
memenuhi standar pasar internasional. Tanah-tanah mengalami pengerasan sehingga tidak
mudah ditanami dan nutrisinya pun semakin berkurang.
Pupuk organik sekarang menjadi pilihan para petani untuk pengganti pupuk kimia.
Pupuk organik dapat dibuat sendiri tidak seperti pupuk buatan yang hanya dapat diramu dan
dicetak oleh pabrik. Misalnya pupuk kandang, dapat dibuat dengan bahan yang ada di sekitar
kita, dari kotoran hewan ternak seperti kotoran ayam, kerbau maupun hewan ternak lainnya.
Pupuk kandang ini tidak hanya memanfaatkan kotoran hewan ternak saja tapi juga kotoran
cairnya dan kandungan unsur hara untuk masing-masing jenis kotoran berbeda-beda sesuai
dengan jenis hewan dan makanan yang dikonsumsi oleh hewan tersebut. Kemudian, ada
pupuk kompos, yang dapat kita buat sendiri. Kompos merupakan pupuk yang dihasilkan dari
pelapukan bahan-bahan yang berupa dedaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, kotoran
hewan, sampah kota dan lainnya melalui suatu proses dan proses pelapukan tersebut dapat
dipercepat dengan bantuan manusia. Secara garis besar membuat kompos berarti merangsang
perkembangan bakteri (jasad renik) melakukan penghancuran bahan-bahan yang
dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain yang dibantu pula oleh suhu dan air.
Hasil terpenting dari penguraian bahan itu ialah unsur hara yang terikat dalam senyawa
organik yang sukar larut diubah menjadi senyawa organik yang larut sehingga berguna bagi
tanaman menurut kadar C/N. Sedangkan pupuk hijau biasanya memanfaatkan bagian-bagian
yang muda dari tanaman seperti daun-daun, tangkai dan batang dari tanaman tertentu.
Bagian-bagian dari tanaman itu, diberikan begitu saja pada lahan untuk menambahkan bahan
organik dan unsur hara dalam tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman.
Bahan tersebut berupa mineral atau organik, dihasilkan oleh kegiatan alam atau diolah oleh
manusia di pabrik. Unsur hara yang diperlukan oleh tanaman adalah: C, H, O (ketersediaan di
alam masih melimpah), N, P, K, Ca, Mg, S (hara makro, kadar dalam tanaman > 100 ppm),
Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, Mo, B (hara mikro, kadar dalam tanaman < 100 ppm) (Nasih, 2010).
Pupuk digolongkan menjadi dua, yakni pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
organik adalah pupuk yang terbuat dari sisa-sisa makhluk hidup yang diolah melalui proses
pembusukan (dekomposisi) oleh bakteri pengurai. Contohnya adalah pupuk kompos dan
pupuk kandang. Pupuk kompos berasal dari sisa-sisa tanaman, dan pupuk kandang berasal
dari kotoran ternak. Pupuk organik mempunyai komposisi kandungan unsur hara yang
lengkap, tetapi jumlah tiap jenis unsur hara tersebut rendah. Sesuai dengan namanya,
kandungan bahan organik pupuk ini termasuk tinggi. Sedangkan pupuk anorganik atau pupuk
buatan adalah jenis pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara meramu berbagai bahan kimia
sehingga memiliki prosentase kandungan hara yang tinggi. Menurut jenis unsur hara yang
dikandungnya, pupuk anorganik dapat dibagi menjadi dua yakni pupuk tunggal dan pupuk
majemuk. Pada pupuk tunggal, jenis unsur hara yang dikandungnya hanya satu macam.
Biasanya berupa unsur hara makro primer, misalnya urea hanya mengandung unsur nitrogen
(Anonim, 2010).
Kompos merupakan pupuk yang dihasilkan dari pelapukan bahan-bahan yang berupa
dedaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, kotoran hewan, sampah kota dan lainnya melalui
suatu proses dan proses pelapukan tersebut dapat dipercepat dengan bantuan manusia. Secara
garis besar membuat kompos berarti merangsang perkembangan bakteri (jasad renik)
melakukan penghancuran bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa
lain yang dibantu pula oleh suhu dan air. Hasil terpenting dari penguraian bahan itu ialah
unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang sukar larut diubah menjadi senyawa
organik yang larut sehingga berguna bagi tanaman menurut kadar C/N. Sedangkan pupuk
hijau biasanya memanfaatkan bagian-bagian yang muda dari tanaman seperti daun-daun,
tangkai dan batang dari tanaman tertentu. Bagian-bagian dari tanaman itu, diberikan begitu
saja pada lahan untuk menambahkan bahan organik dan unsur hara dalam tanah
(Hieronymus, 1992).
Berdasarkan kandungan karbon dan nitrogen, kompos diklasifikasikan sebagai
kompos matang dan tidak matang. Internasional industri kompos umumnya mengadopsi
kompos dengan batas rasio C: N kurang dari 20 untuk kompos matang. Kompos matang
umumnya memiliki kandungan ammonium rendah karena cepat terkonversi menjadi nitrat di
bawah kondisi normal. Bezdicek dan Fauci menjelaskan hubungan kasar antara C: N rasio
kompos dan tingkat pelepasan nitrogen organik menjadi nitrogen anorganik. Umumnya,
kompos dengan rasio C:N lebih dari 25:1 melepaskan sedikit nitrogen anorganik secara instan
karena karbon dengan jumlah tinggi mengikat nitrogen anorganik di dalam kompos. Kompos
yang memiliki nisbah antara 15:1 sampai 25 :1 melepas nitrogen dalam jumlah sedang
(Samudro et al., 2007).
Pengomposan sampah hijau semakin dianggap sebagai pilihan yang menarik.
Stabilitas kompos merupakan sesuatu yang penting, dan mungkin yang paling kontroversial,
aspek kualitas kompos secara keseluruhan dalam hal definisi dan evaluasi. Dalam konteks ini,
penting untuk lebih memahami dinamika proses dan menilai tingkat dan derajat organik dari
dekomposisi (stabilitas kompos), untuk memfasilitasi rancangan sistem yang efisien dan
menghasilkan kompos yang dapat dipasarkan. Proses pengomposan melibatkan mikroba
dekomposisi aerobik eksotermik aerobik dari substrat awal yang menyebabkan perubahan
suhu secara dinamis, kelembaban, konsentrasi substrat oksigen dan ketersediaan hara (Gazi et
al., 2007).
Pembuatan kompos dengan cara menumpuk bahan organik dan membiarkannya
terurai menjadi bahan-bahan yang mempunyai nilai nisbah C/N yang rendah sebelum
digunakan sebagai pupuk. Bahan-bahan organik harus dikomposkan terlebih dahulu karena
struktur bahan organik yang masih segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil.
Bila langsung diberikan pada tanah, akibatnya tanah menjadi berderai, bila tanah cukup
mengandung udara dan air, peruraian bahan organik itu akan berlangsung cepat. Akibatnya
jumlah CO dalam tanah akan meningkat dengan cepat sehingga pertumbuhan tanaman
menjadi terganggu. Di samping itu, jumlah NO dalam tanah justru berkurang karena
pengikatan oleh jasad-jasad renik yang menguraikan bahan organik. Pada pembuatan
kompos, biji-biji semak yang merugikan, hama dan penyakit tanaman, sebagian besar akan
mati karena panas yang ditambahkan dalam tumpukan kompos (Sosrosedirejo et al., 1996).
III. METODOLOGI
Praktikum pembuatan kompos ini dilaksanakan di Fakultas Pertanian Unversitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan kompos ini
yaitu pupuk kandang (kotoran sapi), tanah, air, dedaunan, jerami dan biang kompos (EM-4) .
Dalam percobaan ini, dibuat tiga macam kompos yaitu kompos berbahan dasar
dedaunan, jerami, dan pupuk kandang. Untuk kontrol, hanya ditambahkan sedikit air pada
tiap-tiap jenis bahan dasar. Untuk perlakuan dengan penambahan tanah, dibtambahkan tanah
secukupnya pada masing-masing jenis bahan dasar. Untuk perlakuan dengan penambahan
EM4, dilakukan penambahan sedikit cairan EM4 dalam masing-masing jenis bahan dasar.
Bahan-bahan di campur jadi satu, di aduk supaya merata. Selanjutnya setiap 1 minggu
kompos di bolak – balik dan bila terasa kering ditambahkan air secukupnya. Di tunggu
beberapa minggu sampai kompos matang (kering dan tidak berbau).
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Pengamatan Pertama (Minggu pertama)
No Parameter
Bahan Utama
Dedaunan Jerami Pupuk Kandang
Kontrol+
Tanah+
EM 4 Kontrol+
Tanah+
EM 4 Kontrol+
Tanah+
EM 4
1 Bau + + ++ + + ++ ++ ++ +++
2 Warna + - + + + ++ + + +
3 Kadar Air ++ + + + + + ++ + ++
4Tingkat Terombak + + ++ - + ++ + ++ +++
2. Pengamatan Kedua ( Minggu kedua)
No Parameter
Bahan Utama
Dedaunan Jerami Pupuk Kandang
Kontrol+
Tanah+
EM 4 Kontrol+
Tanah+
EM 4 Kontrol+
Tanah+
EM 4
1 Bau + +++ +++ + + +++ ++++ ++++ ++++
2 Warna ++ + ++ + +++ +++ ++ ++ ++
3 Kadar Air +++ + ++ + +++ ++ +++ ++ ++
4Tingkat Terombak ++ +++ +++ - ++ +++ ++ +++ ++++
+ : tingkat kematangan
Tanah : Inceptisol Pakembinangun, Pakem, Sleman
V. PEMBAHASAN
Kompos merupakan bahan organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang,
rerumputan, dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang, serta kotoran hewan yang telah
mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos mengandung hara-hara mineral yang esensial
bagi tanaman.
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian
(lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar
pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Bangunan tempat
pembuatan. Sebaiknya dibuatkan tempat/bangunan khusus untuk membuat kompos, terutama
bagi kandang kolektif. Lokasinya diusahakan agar tidak jauh dari kandang, untuk
memudahkan pengumpulan kotorannya. Bangunan ini merupakan tempat pembuatan kompos
sekaligus sebagai Gudang untuk penyimpanan kompos yang sudah jadi. Tempat pembuatan
kompos terbagi dalam empat kotak. Ukurannya dapat disesuaikan dengan jumlah ternak yang
dipelihara dan ketersediaan lahan tempat untuk membangun. Atap terbuat dari bahan asbes
atau lainnya diusahakan agar tidak bocor kalau hujan. Tiang dan rangka atap dari kayu.
Setiap tahapan proses pembuatan dilakukan pada masing-masing kotak; pada kotak 1
(pertama) bisa menampung kotoran ternak + bahan organik lainnya seberat 15 – 20 ton
tergantung kadar airnya.
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
Tidak berbau.
Maka yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kompos yaitu sebagai berikut :
Kelembaban timbunan bahan kompos. Kegiatan dan kehidupan mikrobia sangat
dipengaruhi kelembapan yang cukup, tidak terlalu kering atau tidak terlalu basah.
Aerasi timbunan. Aerasi timbunan berhubungan dengan kelengasan. Apabila terlalu
anaerob maka mikrobia yang hidup hanya mikrobia anaerob saja, mikrobia aerob mati
atau terhambat pertumbuhannya. Sedang apabila terlalu aerob udara bebas masuk ke
dalam timbunan bahan yang dikomposkan sehingga menyebabkan hilangnya nitrogen
relative banyak karena menguap berupa ammonia.
Temperature harus dijaga agar tidak terlalu tinggi (maksimum 60ºC). selama proses
pengomposan selalu timbul panas sehingga bahan organic yang dikomposkan
temperaturnya naik; bahkan sering temperature mencapai 60ºC. Pada temperature
tersebut, mikrobia matiatau sedikit sekali yang hidup. Untuk menurunkan temperature
umumnya dilakukan pembalikan bakal kompos.
Suasana: pada proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-asam organic
sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak netralisasi
keasaman.
Netralisasi keasaman misalnya dengan penambahan bahan kapur, dolomite atau abu.
Selain itu, ada penambahan abu yang dapat menambah hara Ca, K, Mg dalam kompos
yang dibuat.
Kualitas kompos: untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas kompos, timbunan
diberi pupuk yang mengandung hara terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat
memerlukan hara lain termasuk P. P disediakan agar perkembangan dan kegiatan
mikrobia menjadi lebih cepat. Pemberian hara juga meningkatkan kualitas kompos.
Pemberian hara P juga meningkatkan kualitas kompos karena kandungan hara P
meningkat. Peningkatan ini disebabkan P sukar tercuci dan tidak menguap
Proses pembuatan granul meliputi pengayakan kompos sebagai bahan baku granul;
pencampuran kompos halus dengan filler; proses pembuatan kompos granul; pengeringan
kompos granul; pendinginan kompos granul; pengayakan kompos granul; pengayaan kompos
granul dengan mikroba; dan pengemasan kompos granul. Untuk proses granulasi, bahan baku
kompos harus halus dengan ukuran sekitar 80 mesh. Oleh karena itu, kompos yang digunakan
terlebih dahulu harus diayak. Sebelum digranulkan, fraksi kompos halus perlu ditambah
dengan bahan tambahan atau aditif seperti fosfat alam, dolomite, atau zeolite. Bahan-bahan
tersebut dicampur dengan menggunakan mesin mixer sebelum masuk ke mesin pan
granulator. Sejalan dengan pergerakan rotasi butiran-butiran kompos di dalam piringan lama-
kelamaan akan menjadi bertambah besar ukurannya. Beberapa menit kemudian, granul
dengan ukuran yang diinginkan akan terbentuk. Produk kompos granul yang keluar dari
mesin granulasi umumnya relatif basah karena dalam proses pembuatannya disemprot dengan
air. Oleh karena itu kompos granul perlu dikeringkan dengan rotary dryer. Kompos granul
kering ukurannya masih beragam, untuk itu perlu diayak. Pengayakan dapat dilakukan
sebacara manual atau dengan mesin pengayak. Kompos granul yang keluar dari mesin
pengering kemudian didinginkan dengan cara diangin-anginkan dan sekalian dikayakan
(enriched) dengan berbagai jenis mikroba yang bermanfaat seperti mikroba penambat N,
mikroba pelarut P, dan sebagainya. Apabila kompos granul tersebut akan dijual, maka
kantung kemasan sebaiknya diberi label yang baik yang menginformasikan nama produk,
cara penggunaan, kandungan unsur hara, nama dan alamat perusahaan, dan kegunaannya.
Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar
mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organic. Mikrobia tersebut adalah bakteri,
fungi, jasad organic lainnya. Bahan baku yang dapat digunakan antara lain jerami, sampah
kota, limbah pertanian, dll. Bahan organic untuk bahan baku kompos pada praktikum ini
yaitu pupuk kandang. Pupuk kandang adalah campuran kotoran hewan ternak dan urine.
Pupuk kandang dibagi menjadi dua yaitu pupuk kandang padat dan pupuk kandang cair.
Kandungan hara pada pupuk kandang bervariasi bergantung pada macamnya dan jenis hewan
ternaknya. Nilai pupuk kandang dipengaruhi oleh :
a. makanan hewan yang bersangkutan
b. fungsi hewan tersebut sebagai pembantu pekerjaan atau dibutuhkan dagingnya saja
c. jenis atau macam hewan
d. jumlah dan jenis bahan yang digunakan sebagai alas kandang.
Dalam percobaan pembuatan kompos, dilakukan pengamatan terhadap bau, warna,
kadar air, dan tingkat terombak pupuk. Pengamatan dilakukan dua kali, seminggu sekali.
Pengamatan tersebut untuk menunjukkan tingkat kematangan pupuk.
Dari hasil pengamatan di minggu pertama, pada perlakuan kontrol dari pupuk kandang
menunjukkan proses pematangan yang paling cepat, diikuti dengan kompos yang dibuat dari
dedaunan, dan yang terkahir adalah kompos dengan bahan dasar jerami. Pada minggu kedua,
kompos yang dibuat dari pupuk kandang menunjukkan tingkat kematangan hampir 100%,
diikuti dengan kompos berbahan dasar dedaunan, dan yang terakhir adalah kompos berbahan
dasar jerami. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan tingkat terombak dari kompos jerami
dengan perlakuan kontrol yang menunjukkan bahwa pupuk tersebut tidak mengalami
perombakan sama sekali.
Dari hasil pengamatan antar perlakuan, kompos yang paling cepat matang adalah
bahan-bahan dasar kompos yang diberi perlakuan dengan penambahan EM4 yang merupakan
biang kompos diikuti pelakuan dengan penambahan tanah, sedangkan yang terakhir adalah
kontrol yang hanya diberi tambahan sedikit air.
Dalam hal ini, kompos dengan bahan dasar pupuk kandang paling cepat mengalami
pematangan dikarenakan pupuk kandang yang diapakai sebagai bahan dasar kompos adalah
pupuk kandang matang sehingga komposisi di dalamnya sudah terurai dengan baik dibanding
bahan-bahan dasar lain yang masih mentah.
Tanah yang digunakan untuk pembuatan pupuk kompos ini adalah inceptisol yang
diambil di daerah Pakembinangun, Pakem, Sleman, DIY. Tanah jenis inceptisol adalah tanah
yang memiliki kenampakan warna kelabu, struktur bergumpal, tekstur kasar, kelengasan
kurang (kering) tidak banyak air.
VI. KESIMPULAN
1. Kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat
tanah.
2. Kompos yang mengalami proses pematangan paling cepat adalah kompos berbahan
dasar pupuk kandang diikuti dengan dedaunan, dan jerami
3. Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut :
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
Tidak berbau.
4. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kompos yaitu sebagai berikut :
Kelembaban timbunan bahan kompos.
Aerasi timbunan. Aerasi timbunan berhubungan dengan kelengasan.
Temperature harus dijaga agar tidak terlalu tinggi (maksimum 60ºC).
Suasana: pada proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-asam organik
sehingga menyebabkan pH turun. Pembalikan timbunan mempunyai dampak
netralisasi keasaman.
Netralisasi keasaman misalnya dengan penambahan bahan kapur, dolomite atau abu.
Kualitas kompos
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2010.Jenis-jenis Pupuk dan Cara Aplikasinya. <http://eone87.wordpress.com/2010/04/03/jenis-jenis-pupuk-dan-cara-aplikasinya/>. Diakses tanggal 25 November 2010.
Gazi, AV, A. Kyricou, M. Kotsou, Ke Lasaridi. 2007. Microbial community dynamics and stability assessment during green waste composting. Global Nest Journal 9(1): 35-41.
Hieronymus, B.S. 1992. Bawang Putih. Kanisius. Yogyakarta. 64p.
Nasih.2010. Pengertian Pupuk. <http://nasih.wordpress.com/2010/06/08/pengertian-pupuk/>. Diakses tanggal 25 November 2010.
Samudro, Ganjar and Joni Hermana. 2007. Denitrification efficiency in a compost bed with various carbon and nitrogen contents. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation 2 (2): 57-62.
Sosrosedirejo, R. Soeroto, B. Rifa’I, dan S. Iskandar. 1996. Ilmu Memupuk II. CV Yasaguna. Jakarta. 84p.