Download - Laporan Tekno Emulsi Fix
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak
dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi
dari luar (esensial), berfungsi untuk penglihatan, pertumbuhan dan meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Hasil kajian berbagai studi menyatakan bahwa vitamin A merupakan zat
gizi yang esensial bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting dan konsumsi
makanan kita cenderung belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus
dipenuhi dari luar. Pada anak balita akibat kekurangan Vitamin A akan
meningkatkan kematian, mudah terkena penyakit infeksi seperti diare, radang
paru-paru, pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lainnya adalah buta senja
dan manifestasi lain dari xeropthalmia termasuk kerusakan kornea dan kebutaan.
Vitamin D adalah vitamin yang larut dalam lemak yang memainkan peran
dalam banyak fungsi tubuh penting. Vitamin D berperan penting dalam
membangun dan mempertahankan kekuatan tulang serta berperan dalam mengatur
sistem kekebalan tubuh dan sel dimana membantu mencegah kanker dan berbagai
penyakit.
Cod liver oil atau minyak ikan adalah minyak lemak yang diperoleh dari
hati segar Gadus morhua L. dan spesies Gadus lainnya, dimurnikan dengan
penyaringan pada suhu 0 C. Potensi vitamin A tidak kurang dari 600 UI per gram,
dan potensi vitamin D tidak kurang dari 80 UI per gram.
Minyak ikan mengandung vitamin A dan D, gliserida trimalmitat dan
tristearat, kolesterol, gliserida dan asam-asam jenuh, yang disebut asam morrhuat,
berupa campuran berbagai asam yaitu asam yakoleat, asam terapiat, asam aselat,
asam gadinat, yodium, basa-basa aselin dan morrhuin.
Obat dibuat dalam skala besar dipabrik obat. Dibuat dengan sediaan tablet,
kapsul, sirup atau bentuk lainnya, bisa pula dibuat dalam berbagai bentuk
sekaligus. Pada proses pembuatannya, zat obat aktif tersebut biasanya akan
ditambahkan bahn-bahan lain yang yang dimaksudkan agar dapat membantu agar
obat tersebut mudah masuk dan berkhasiat didalam tubuh sesuai dengan yang
diharapkan.
Umumnya obat dalam bentuk cair lebih disukai daripada bentuk padat
karena mudahnya menelan cairan dan keleluasaan dalam pemberian dosis,
pemberian lebih mudah untuk memberikan dosis yang relatif sangat besar, aman
dan juga mudah diatur penyesuaian dosis untuk anak.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehinggkan
dibutuhkan zat pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara
zat yang terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya
tidak akan terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran
cairan polar dan cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari
adalah susu, di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein
suatu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi.Bebera contoh emulsi yang
lain adalah pembuatan es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi
gelatin.
1.2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara formulasi sediaan emulsi dengan bahan aktif cod liver oil?
b. Bagaimana proses pembuatan sediaan emulsi dengan bahan aktif cod liver
oil?
c. Bagaimana hasil evaluasi dari sediaan emulsi yang telah diformulasikan?
1.3. Tujuan
a. Untuk membuat sediaan emulsi dengan bahan aktif cod liver oil
b. Untuk mengetahui bahan-bahan tambahan yang sesuai dengan bahan aktif
yang digunakan, yaitu cod liver oil
1.4. Manfaat
a. Memberikan informasi sediaan yang cocok untuk cod liver oil
b. Memberikan informasi tentang metode yang digunakan dalam pembuatan
sediaan emulsi dengan bahan aktif cod liver oil
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Emulsi
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain dalam bentuk tetesan-tetesan kecil (Depkes RI, 1995).
Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang
disebut emulgator (emulsifying agent) atau surfaktan yang dapat mencegah
koalesensi yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar dan akhirnya
menjadi satu fase tunggal yang memisah. Surfaktan menstabilkan emulsi dengan
cara menempati antar-permukaan tetesan dan fase eksternal dan dengan membuat
batas fisik di sekeliling partikel yang akan berkoalesensi. Surfaktan juga dapat
mengurangi tegangan permukaan antarfase sehingga meningkatkan proses
emulsifikasi selama pencampuran.
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun
eksternal, emulsi digolongkan menjadi dua macam, yaitu:
a. Emulsi tipe o/w (oil in water) atau m/a (minyak dalam air) adalah emulsi
yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi ke dalam air.
Minyak sebagai fase internal dan air sebagai fase eksternal.
b. Emulsi tipe w/o (water in oil) atau a/m (air dalam minyak) adalah emulsi
yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke dalam minyak.
Air sebagai fase internal dan minyak sebagai fase eksternal.
(Syamsuni, 2006)
Banyak teori yang telah dikembangkan dalam upaya untuk menjelaskan
bagaimana zat pengemulsi berkerja dalam meningkatkan emulsifikasi dan dalam
menjaga stabilitas dari emulsi yang dihasilkan, yaitu:
a. Teori tegangan permukaan
Menurut teori tegangan permukaan dari emulsifikasi penggunaan zat-zat ini
sebagai zat pengemulsi dan zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan
antarmuka dari kedua cairan yang tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak
antara cairan-cairan tersebut dan mengurangi gaya tarik-menarik antaramolekul
dari masing-masing cairan. Jadi, zat aktif permukaan membantu memecahkan
bola-bola besar menjadi bola-bola kecil, yang kemudian mempunyai
kecenderungan untuk bersatu yang lebih kecil daripada lazimnya.
b. Oriented-wedge theory
Teori ini menganggap lapisan monomolekuler dari zat pengemulsi
melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori tersebut berdasarkan
anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan
dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu.
Dalam suatu sistem yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur,
zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat dengan kuat
dan terbenam dalam di fase tersebut dibandingkan fase lainnya.
c. Teori plastik atau teori lapisan antarmuka
Teori ini menempatkan zat pengemulsi pada antarmuka antara minyak dan
air, mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang
diadsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah
kontak dan bersatunya fase terdispersi, makin kuat dan makin lunak lapisan
tersebut, akan makin besar dan makin stabil emulsinya (Ansel, 1989).
Metode pembuatan emulsi ada tiga macam yaitu:
a. Metode gom kering atau metode continental
Dalam metode ini, zat pengemulsi dicampur dengan minyak terlebih dahulu,
kemudian ditambahkan air untuk membentuk korpus emulsi, baru diencerkan
dengan sisa air yang tersedia.
b. Metode gom basah atau metode inggris
Zat pengemulsi ditambahkan ke dalam air agar membentuk suatu mucilage,
kemudian perlahan-lahan minyak dicampurkan untuk membentuk emulsi,
kemudian diencerkan dengan sisa air.
c. Metode botol atau metode botol forbes
Digunakan untuk minyak menguap dan zat-zat yang bersifat minyak dan
mempunyai viskositas rendah (kurang kental). Serbuk gom dimasukkan ke dalam
botol kering, ditambahkan 2 bagian air, botol ditutup, kemudian campuran
tersebut dikocok dengan kuat. Tambahkan sisa air sedikit demi sedikit sambil
dikocok (Syamsuni, 2006).
2.2. Monografi Bahan
2.2.1.Cod Liver Oil
Pemerian : Jernih, berwarna kekuningan, cairan kental
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam
alkohol, larut dalam minyak petroleum
Penyimpanan : Dalam wadah kedap udara, terlindung dari cahaya,
jika tidak ditambahkan antioksidan maka harus
disimpan dibawah gas inert. Jika wadah telah dibuka,
isinya secepat mungkin harus digunakan dan isi yang
tidak digunakan harus dilindungi dengan gas inert
Kegunaan : Zat aktif
(British, 2009)
2.2.2.Acacia Gum
Berat molekul : 240.000-580.000
Pemerian : Serpihan tipis, berwarna putih atau putih kekuningan,
granul serbuk, tidak berbau dan hambar
Kelarutan : Larut dalam 20 bagian gliserin, 20 bagian
propilenglikol, 2,7 bagian air, praktis tidak larut dalam
etanol (95%)
pH : 4,5-5,0
Higroskopisitas : Kelembaban relatif 25-65%, kelembaban diatas 70%
menyerap sejumlah besar air
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan amidopyrine, apomorphine,
kresol, etanol, garam besi, morfin, fenol,
physostigmine, tanin, timol dan vanili
Kegunaan : Pengemulsi
2.2.3.Sukrosa
Struktur molekul : C12H22O11
Berat molekul : 342,30
Pemerian : Serbuk putih, granul, kristal berwarna, butiran kasar
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam kloroform, mudah larut
dalam air, larut dalam 400 bagian etanol
Densitas : Bulk 0,93 g/cm³ (sukrosa kristal)
Tapped 1,03 g/cm³ (sukrosa kristal)
Titik didih : 160-186 ºC
Stabilitas : Baik pada suhu kamar dan membentuk karamel jika
dipanaskan di atas suhu 160 ºC
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan logam berat, terkontaminasi
dengan sulfit sehingga akan berubah warna dan tidak
cocok dengan wadah aluminium
Kegunaan : Pemanis
2.2.4.Metil Paraben
Sinonim : Nipagin
Struktur molekul : C8H8O3
Pemerian : Kristal tidak berwarna atau serbuk kristal putih, tidak
berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki sedikit
penambahan rasa
Kelarutan : Larut dalam etanol, eter, glisterin, minyak kacang,
propilenglikol, dan air, tidak larut dalam air mineral
Densitas : True 1,352 g/cm³
Titik lebur : 125-128 ºC
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya
surfaktan non ionik seperti polisorbat 80.
Propilenglikol dapat meningkatkan aktivitas
antimikroba. Tidak kompatibel dengan bentonit, talk,
tragakan, minyak esensial, sorbitol dan dapat
menyerap plastik
Kegunaan : Pengawet
2.2.5.Propil Paraben
Sinonim : Nipasol
Pemerian : Berwarna putih, berbentuk kristal, tidak berbau dan
tidak berasa
Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan
dalam eter, sukar larut dalam air mendidih
Titik lebur : 95-98 ºC
Inkompatibilitas : Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya
surfaktan non ionik seperti polisorbat 80.
Propilenglikol dapat meningkatkan aktivitas
antimikroba. Tidak kompatibel dengan bentonit, talk,
tragakan, minyak esensial, sorbitol dan dapat
menyerap plastik
Kegunaan : Pengawet
2.2.6.BHT
Pemerian : Kuning putih atau pucat, kristal padat atau serbuk,
karakteristik bau fenolik yang samar
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilenglikol,
larutan alkali hidroksida, dan cairan asam mineral.
Sangat mudah larut dalam aseton, benzene, etanol
(95%), eter, metanol, toluen, minyak murni dan
minyak mineral
Densitas : Bulk 0,48-0,60 g/cm³
True 1,031 g/cm³
Titik didih : 265 ºC
Titik nyala : 127 ºC
Titik lebur : 70 ºC
Inkompatibilitas : Inkompatibilitas dengan pengoksidasi kuat seperti
peroksida dan permanganat. Kontak dengan oksidator
dapat menyebabkan pembakaran spontan. Garam besi
menyebabkan perubahan warna dan hilangnya
aktivitas
Kegunaan : Antioksidan
2.2.7.Sunset Yellow FCF
Berat molekul : 452,37
Pemerian : Bubuk kuning kemerahan, larutan berair berwarna
oranye terang
Kelarutan : Larut dalam 38,5 bagian aseton, larut dalam 333
bagian etanol (75%), larut dalam 5 bagian gliserin,
larut dalam 5 bagian air, larut dalam 45,5 bagian
propilen glikol
Inkompatibilitas : Tidak kompatibel dengan asam sitrat, sukrosa dan
larutan jenuh natrium bikarbonat, asam askorbat,
gelatin dan glukosa
Kegunaan : Pewarna
(Rowe, 2006)
BAB IIIKERANGKA KONSEPTUAL
COD LIVER OIL
FORMULASI BENTUK SEDIAAN
DOSIS EVALUASI
Emulsi karena cod liver oil praktis tidak
larut dalam air sehingga
diperlukan emulsifying
agent agar dapat terdispersi dalam fase
pendispersinya
1.Dewasa: 3 x sehari 1 sendok makan
2.6-12 tahun: 2 x sehari 1 sendok makan
3.1-6 tahun: 1 x sehari 1 sendok makan
4.6 bulan-1 tahun: 1 x sehari ½ sendok makan
1. Organoleptis2. Tipe emulsi3. Volume terpindahkan
Cod liver oil 30% Acacia gum 10% Sukrosa 20% Metil paraben
0,2% Propil paraben
0,02% BHT 0,0% Sunset Yellow
FCF 0,05% Aquadest ad 100
mL
BAB IVMETODE PENELITIAN
4.1. Alat dan Bahan
4.1.1.Alat
a. Batang pengaduk
b. Botol coklat
c. Cawan porselin
d. Gelas kimia 100 mL
e. Gelas ukur 10 mL
f. Hot plate
g. Mortir dan stamper
h. Pipet tetes
i. Sendok tanduk
j. Timbangan analitik
4.1.2.Bahan
a. Acacia gum
b. Aquadest
c. BHT
d. Cod liver oil
e. Metil paraben
f. Propil paraben
g. Sukrosa
h. Sunset yellow FCF
4.2. Kerangka Operasional
4.2.1.Skala Laboratorium
Ditimbang semua bahan
Dikembangkan acacia gum dengan air
Ditambahkan cod liver oil sedikit demi sedikit
ad corpus emulsi
Dilarutkan BHT, sukrosa dan sunset yellow FCF dalam
aquadest dalam gelas kimia terpisah.
Sedangkan metil paraben, propil paraben
dilarutkan dalam air panas (80 ºC)
Dicampurkan
Ditambahkan sisa aquadest
Dievaluasi Dikemas
Organoleptis Tipe emulsi
Volume terpindahkan
4.2.2.Skala Industri
Ditimbang semua bahan
Dikembangkan acacia gum dengan air dalam
double jacket container (tangki 1) dan diaduk
1-3 menit
Ditambahkan cod liver oil, diaduk dengan alat
homogenizer ad corpus emulsi dan dilanjutkan pengadukan
selama 1-3 menit
Ditambahkan sisa aquadest dan diaduk menggunakan alat
homogenizer hingga volume yang diinginkan
Dievaluasi Dikemas
Organoleptis Tipe emulsi
Volume terpindahkan
Dicampurkan ke dalam double jacket container
(tangki 2) meliputi BHT, sukrosa, sunset yellow FCF yang larut dalam aquadest. Sedangkan
metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam
air panas (80 ºC)
Dicampurkan bahan pada tangki 1 dan tangki 2 pada alat
homogenizer
4.3. Metode Kerja
4.3.1.Skala Laboratorium
a. Disiapkan semua alat dan bahan
b. Ditimbang cod liver oil sebanyak 120 gram, acacia gum sebanyak 40 gram,
sukrosa sebanyak 80 gram, metil paraben sebanyak 0,8 gram, propil paraben
sebanyak 0,08 gram, BHT sebanyak 0,2 gram, dan sunset yellow FCF
sebanyak 0,2 gram
c. Dikembangkan acacia gum dengan air dan digerus sampai homogen
d. Ditambahkan cod liver oil dan digerus sampai terbentuk corpus emulsi
e. Ditambahkan BHT dan digerus sampai homogen
f. Dilarutkan sukrosa dengan air, ditambahkan ke dalam campuran dan digerus
sampai homogen
g. Ditambahkan metil paraben dan propil paraben yang telah dilarutkan dalam
air panas (80 ºC), digerus sampai homogen
h. Ditambahkan sunset yellow FCF yang telah dilarutkan dalam aquadest dan
digerus sampai homogen
i. Ditambahkan sisa aquades sampai 100 mL
j. Dievaluasi sediaan, dituang ke dalam botol coklat dan dikemas
4.3.2.Skala Industri
a. Disiapkan semua alat dan bahan
b. Dikembangkan acacia gum dalam double jacket container (tangki 1) dan
diaduk selama 1-3 menit
c. Ditambahkan cod liver oil, diaduk dengan alat homogenizer hingga
terbentuk corpus emulsi dan diteruskan pengadukan selama 1-3 menit
d. Dicampurkan ke dalam double jacket container (tangki 2) meliputi BHT,
sukrosa, sunset yellow FCF yang dilarutkan dalam aquadest. Sedangkan
metil paraben dan propil paraben dilarutkan dalam air panas (80 ºC)
e. Dicampurkan bahan pada tangki 1 dan tangki 2 pada alat homogenizer
f. Ditambahkan sisa aquadest dan diaduk menggunakan alat homogenizer
hingga volume yang diinginkan
g. Dievaluasi sediaan, dituang ke dalam botol coklat dan dikemas
4.3.3.Evaluasi
a. Organoleptis
1) Diamati bentuk dan warnanya
2) Dicium baunya dan dirasakan
b. Penentuan tipe emulsi
1) Diambil sedikit larutan emulsi
2) Dilarutkan dalam aquadest
c. Volume terpindahkan
1) Dituang sediaan ke dalam gelas ukur kering sebanyak 10 mL
2) Dipindahkan ke gelas ukur berikutnya dan diukur volume dari tiap gelas
ukur
BAB VHASIL PENELITIAN
5.1. Tabel pengamatan
5.1.1. Penimbangan bahan
Nama bahanJumlah1 botol
Jumlah 1 batch
Fungsi
Cod Liver Oil 30 gram 120 gram Zat AktifAcacia Gum 10 gram 40 gram PengemulsiSukrosa 20 gram 80 gram PemanisMetil Paraben 0,2 gram 0,8 gram PengawetPropil Paraben 0,02 gram 0,08 gram PengawetBHT 0,05 gram 0,2 gram AntioksidanSunset Yellow FCF 0,05 gram 0,2 gram PewarnaAquadest 24,68 gram 98,72 gram Pelarut
5.1.2. Evaluasi
a. Organoleptis
Bentuk : Larutan emulsi
Warna : Kuning
Bau : Khas minyak ikan
Rasa : Manis
b. Penentuan tipe emulsi
Emulsi tipe M/A dimana sediaan larut dalam air
c. Volume terpindahkan
Volume 1 : 10 mL
Volume 2 : 9,8 mL
Volume 3 : 8,5 mL
Volume 4 : 8,2 mL
5.2. Perhitungan
5.2.1.Jumlah 1 botol
Volume 1 botol 100 mL dengan jumlah 1 batch 400 mL
a. Cod liver oil (30%)
30100
× 100 mL = 30 gram
b. Acacia gum (10%)
10100
× 100 m L = 10 gram
Air untuk acacia gum = 15 mL
c. Sukrosa (20%)
20100
× 100 m L = 20 gram
d. Metil paraben (0,2%)
0,2100
× 100 mL = 0,2 gram
e. Propil paraben (0,02%)
0,02100
× 100 mL = 0,02 gram
f. BHT (0,05%)
0,05100
× 100 mL = 0,05 gram
g. Sunset yellow FCF (0,05%)
0,05100
× 100 mL = 0,05 gram
h. Aquadest
= 100 gram – (30 gram + 10 gram + 20 gram + 15 gram + 20 gram + 0,2
gram + 0,02 gram + 0,05 gram + 0,05 gram) = 100 gram
= 100 gram – 75,32 gram
= 24,68 gram
5.2.2.Jumlah 1 batch
a. Cod liver oil
30 gram × 4 bo tol = 120 gram
b. Acacia gum
10 gram × 4 botol = 40 gram
Air untuk acacia gum = 15 mL× 4 botol = 60 mL
c. Sukrosa
2 0 g ram × 4 botol = 80 gram
d. Metil paraben
0,2 gram × 4 botol = 0,8 gram
e. Propil paraben
0,02 gram × 4 botol = 0,08 gram
f. BHT
0,05 gram × 4 botol = 0,2 gram
g. Sunset yellow FCF
0,05 gram × 4 botol = 0,2 gram
h. Aquadest
24,68 gram × 4 botol = 98,72 gram
5.3. Analisis Hasil
Emulsi adalah sistem yang secara termodinamika tidak stabil dan
mengandung paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur, dimana salah satu
cairan terdispersi (fase terdispersi) dalam cairan lainnya (fase kontinu atau
pendispersi) dalam bentuk globul-globul dan distabilkan oleh emulgator atau
bahan pengemulsi. Emulgator adalah suatu bahan yang memiliki bagian hidrofilik
dan lipofilik sehingga menyebabkan fase air dan fase minyak bercampur. Semua
emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) disekeliling butir-butir
tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi untuk mencegah terjadinya
koalesensi.
Percobaan ini mengenai pembuatan sediaan emulsi dengan bahan aktif cod
liver oil dengan volume perbotolnya adalah 100 mL dan akan dibuat dalam 4
botol. Sediaan ini mengandung minyak ikan yang kaya akan sumber vitamin A
dan D. Obat ini akan dibuat dalam bentuk sediaan emulsi dikarenakan bahan aktif
yang digunakan (cod liver oil) praktis tidak larut dalam air, sehingga untuk
memperoleh suatu sediaan yang dapat terdispersi pada fase pendispersinya
diperlukan suatu zat pengemulsi yang biasa disebut dengan emulsifying agent.
Pada percobaan ini dibuat emulsi minyak dalam air (m/a) karena sediaan ini
ditujukan untuk pemakaian oral sehingga dibuat dalam tipe minyak dalam air
(m/a). Selain itu karena bahan aktif yang digunakan yaitu cod liver oil memiliki
bau yang amis sehingga untuk menutupi bau dan rasanya dibuat emulsi minyak
dalam air (m/a) dan minyak dalam butir-butir halus lebih mudah dicerna.
Sedangkan emulsi tipe air dalam minyak biasanya digunakan untuk sediaan yang
digunakan secara topikal.
Bahan pengemulsi yang digunakan adalah golongan koloid hidrofil yaitu
acacia gum. Mekanisme kerja dari emulgator golongan koloid hidrofil adalah
membentuk lapisan film multimolekuler disekeliling globul yang terdispersi.
Lapisan film yang dibentuk bersifat rigid dan kuat. Golongan ini bersifat
mengembang dalam air sehingga dapat meningkatkan viskositas sediaan dan juga
meningkatkan kestabilan emulsi. Acacia gum umumnya digunakan pada sediaan
emulsi minyak dalam air. Fase minyak digunakan adalah cod liver oil atau yang
biasa disebut minyak ikan, minyak ini diperoleh dari hasil samping pengolahan
tepung ikan dan ikan kaleng. Bahan tambahan yang digunakan adalah sukrosa
sebagai pemanis, metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet, BHT
sebagai antioksidan, sunset yellow FCF sebagai pewarna dan aquadest sebagai
pelarut. Alasan penggunaan sukrosa karena sediaan ini ditujukan untuk anak-anak
sehingga dihindari penggunaan pemanis buatan seperti sakarin. Selain itu tidak
digunakan pemanis lain seperti gliserin dikarenakan gliserin memberikan rasa
yang kurang manis sehingga dimungkinkan tidak disukai anak-anak. Penggunaan
metil paraben dan propil paraben sebagai pengawet karena memiliki rentang pH
yang besar, mempunyai aktivitas antimikroba yang luas, tidak toksik dan tidak
menyebabkan iritasi. Tujuan metil paraben dan propil paraben dikombinasikan
karena pada sediaan tipe emulsi yang memiliki dua atau lebih fase maka pengawet
yang lebih baik yaitu pengawet yang dapat larut dalam setiap fase sehingga dapat
melindungi kedua fase dari mikroba. Metil paraben dan propil paraben merupakan
pengawet golongan paraben, golongan ini akan efektif apabila semakin panjang
rantai alkil esternya, tetapi semakin panjang rantai esternya maka semakin sukar
kelarutannya dalam air. Metil paraben dan propil paraben merupakan paraben
lemah yang memiliki rantai ester pendek sehingga ketika dikombinasikan maka
akan menambah jumlah rantai ester dan meningkatkan efektivitasnya sebagai
pengawet. Penggunaan BHT sebagai antioksidan dikarenakan BHT larut dalam
minyak sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi dari cod liver oil yang
dapat menimbulkan ketengikan jika tidak diberikan antioksidan. Sedangkan
penggunaan sunset yellow FCF sebagai pewarna yaitu untuk memperbaiki
penampilan sediaan emulsi agar nantinya dapat disukai oleh anak-anak.
Metode yang digunakan dalam pembuatan emulsi ada dua macam yaitu
metode kontinental atau gom kering dan metode inggris atau gom basah. Namun
pada percobaan ini digunakan metode gom basah. Proses pembuatan emulsi yang
dilakukan adalah menimbang semua bahan, kemudian dikembangkan acacia gum
dengann 2 bagian air hingga terbentuk mucilago, ditambahkan cod liver oil sedikit
demi sedikit dan digerus hingga terbentuk corpus emulsi. Setelah itu ditambahkan
BHT, sukrosa, metil paraben dan propil paraben, sunset yellow FCF yang telah
dilarutkan terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan sisa aquadest hingga 400 mL.
Setelah itu dievaluasi, dituang dalam botol dan dikemas. Fungsi ditambahkan
antioksidan adalah untuk mencegah minyak ikan teroksidasi dimana dapat
menimbulkan ketengikan bila tidak diberi antioksidan. Sedangkan fungsi
penambahan pengawet pada sediaan ini karena mengandung air dalam jumlah
yang besar sehingga mudah ditumbuhi mikroorganisme yang dapat merusak
kestabilan emulsi.
Suatu sediaan emulsi perlu dilakukan kontrol kualitas untuk memastikan
bahwa sediaan yang dibuat telah memenuhi syarat. Dalam percobaan ini kontrol
kualitasnya meliputi organoleptis, penentuan tipe emulsi dan volume
terpindahkan. Evaluasi organoleptis bertujuan untuk menjamin emulsi yang dibuat
tidak mengalami perubahan bau, warna dan fase. Penentuan tipe emulsi bertujuan
untuk mengetahui kesesuaian tipe emulsi yang dibuat dengan tipe emulsi yang
telah diformulasikan sebelumnya dan melihat kemungkinan terjadinya inversi
fase. Penentuan tipe emulsi dilakukan dengan metode uji pengenceran. Sedangkan
volume terpindahkan bertujuan untuk menjamin bahwa larutan emulsi yang
dikemas dalam wadah dosis ganda dengan volume yang tertera di etiket tidak
lebih dari 250 ml, jika dipindahkan dari wadahnya akan memberikan volume
sediaan seperti yang tertera pada etiket. Hasil yang diperoleh untuk organoleptis
adalah bentuk larutan emulsi, warna kuning, bau khas minyak ikan dan rasa
manis. Hasil yang diperoleh untuk penentuan tipe emulsi adalah emulsi tipe
minyak dalam air dimana sediaan emulsi yang dibuat larut dalam air. Hasil yang
diperoleh untuk volume terpindahkan adalah volume pertama sebanyak 10 mL
(100%), volume kedua sebanyak 9,8 mL (98%), volume ketiga sebanyak 8,5 mL
(85%) dan volume keempat sebanyak 8,2 mL (82%). Dari hasil yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa sediaan emulsi yang dibuat tidak memenuhi syarat.
s
BAB VIPENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
sediaan emulsi yang mengandung bahan aktif cod liver oil dan dibuat dengan
metode gom basah menghasilkan bentuk larutan emulsi, warna kuning, bau khas
minyak ikan dan rasanya manis. Selain itu sediaan emulsi yang dibuat merupakan
tipe minyak dalam air dan volume terpindahkan dari sediaan ini tidak memenuhi
syarat yang telah ditetapkan karena kurang dari 100%.
6.2. Saran
Pembuatan sediaan emulsi dengan menggunakan metode gom basah harus
dilakukan dengan baik dan benar. Formulasi dan pemilihan bahan yang tidak tepat
dapat menghasilkan sediaan emulsi yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Penerbit UI Press: Jakarta.
British Pharmacopoeia. (2009). British Pharmacopoeia Volume I. Medicine and Healthcare Products Regulatory Agency (MHRA): London.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Rowe, Raymond. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th. Pharmaceutical Press: Washington.
Syamsuni, H. A. 2006. Ilmu Resep. EGC: Jakarta.