Laporan Tugas Akhir BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto 6 D310029
BAB II
DASAR TEORI
2.1 PENGERTIAN ANTENA
Antena adalah perangkat media transmisi nirkabel (wireless) yang
memanfaatkan udara atau ruang bebas sebagai media penghantar. Antena juga
didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan untuk
memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang bebas atau
menangkap gelombang elektromegnetik dari ruang bebas.[1] Dari pengertian antena
tersebut, dapat diketahui ada dua kegunaan antena yaitu:
1) Memancarkan sinyal gelombang elektromagnetik (Transmitter)
Antena merubah energi elektromagnetik terbimbing menjadi gelombang
elektromagnetik ruang bebas (gelombang mikro).
2) Menerima sinyal gelombang elektromagnetik (Receiver)
Antena merubah gelombang elektromagnetik ruang bebas menjadi energi
elektromagnetik terbimbing.
Gambar 2.1. Antena sebagai pengirim dan penerima. [1]
Antena merupakan salah satu komponen penting dalam telekomunikasi radio
untuk dapat menentukan jarak suatu pancaran. Gelombang pemandu yang dipancarkan
berjalan sepanjang jalur transmisi, kemudian diradiasikan menjadi gelombang ruang
bebas. Konsep dasar antena di ilustrasikan seperti gambar 2.2.
7 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.2 Konsep dasar antena [2]
Antena pengirim mengkonversi energi listrik dari pemancar menjadi
gelombang elektromagnetik, kemudian gelombang tersebut dipancarkan menuju udara
bebas (Free space). Pada sisi penerima, gelombang elektromagnetik dikonversikan
kembali menjadi energi listrik oleh antena penerima.
2.2 GELOMBANG ELEKTOMAGNETIK
Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang mempunyai sifat listrik
dan sifat magnet secara bersamaan. Gelombang radio merupakan bagian dari
gelombang elektromagnetik pada spectrum frekuensi radio. Gelombang
dikarakteristikkan oleh panjang gelombang dan frekuensi. Panjang gelombang (λ)
memiliki hubungan dengan frekuensi (ƒ) dan kecepatan (ν) yang ditunjukkan pada
Persamaan 2-1. [1]
λ =
.........................................................................................................(2-1)
dengan: λ adalah panjang gelombang (m)
v adalah kecepatan cahaya (m/s)
f adalah frekuensi (Hz)
Kecepatan (ν) bergantung pada medium. Ketika medium rambat adalah hampa
udara (free space), maka :
8 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
v = c = 3 x 108 m/s ........................................................................................(2-2)
Antena memiliki frekuensi resonansi, sehingga panjangnya tertentu. Bentuk
dasar sebuah antenna adalah antenna 1/2λ (half wave antenna).[3] Antena 1/2λ
merupakan sepotong kawat yang panjangnya:
1/2 (
) = 1/2
( × )
=
meter...............................................................(2-3)
Panjang bahan antena ini adalah panjang listrik atau panjang ruang bebas bagi
antena tersebut (electrical length/free space lenght). Antena terbentang antara tanah
dan udara, antena membutuhkan penyekat terhadap tanah. Udara dan penyekat
menyebabkan efek kapasitif, sehingga mempengaruhi kecepatan rambat gelombang
elektromagnet. Oleh karena itu, panjang antena λ dikoreksi dengan faktor K menjadi[3]:
L = (150
) meter..........................................................................................(2-4)
L disini merupakan panjang mekanik atau panjang fisik antena (physical
lenght). Besar nilai K dapat dilihat pada gambar 2.3, yaitu tergantung pada besar
perbandingan 1/2λ terhadap diameter batang konduktor (bahan antena). Semakin
besar diameter batang konduktor, semakin kecil perbandingan 1/2λ terhadap diameter
batang konduktor, dan semakin kecil nilai K. Pada gambar 2.3 juga digambarkan
hubungan antara diameter batang konduktor dengan resistansi saat resonansi. Semakin
besar diameter batang konduktor, kapasitas bertambah, induktansi berkurang,
resistansi berkurang, factor kualitas (Q) berkurang, dan kurva antenna tajam namun
lebar jalur (bandwidth) semakin lebar. Gambar tentang nilai K adalah sebagai berikut:
Gambar. 2.3 hubungan antara diameter batang konduktor dengan faktor K.[3]
9 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
2.3 SISTEM MODULASI RADIO
Dalam teknik radio dikenal berbagai macam cara modulasi, diantaranya
Amplitudo Modulation (AM) dan Frekuensi Modulation (FM). Untuk Radio biasa
seperti pesawat HF SSB menggunakan modulasi AM, sedangkan untuk pesawat VHF
umumnya menggunakan modulasi FM.
2.3.1. Amplitudo Modulation (AM)
Pada modulasi AM gelombang suara akan menumpang pada carrier yang
berbentuk perubahan amplitudo dari gelombang pembawa seirama dengan gelombang
suara.[4] Dalam modulasi AM, amplitudo dari suatu sinyal carrier, dengan frekuensi
dan phase tetap, divariasikan oleh suatu sinyal lain (sinyal informasi).
Gambar 2.4 Amplitudo Modulation (AM)[4]
Gelombang AM memiliki range jangkauan yang lebih luas dari pada
gelombang Frekuensi Modulation (FM). Hal tersebut dikarenakan gelombang AM
memiliki panjang gelombang yang lebih panjang dibanding gelombang FM. Akan
tetapi dalam perjalanannya mencapai penerima, gelombang akan mengalami redaman
(fading) oleh udara, mendapat interferensi dari frekuensi-frekuensi lain, noise, atau
bentuk-bentuk gangguan lainnya. Gangguan-gangguan itu umumnya berupa variasi
10 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
amplitudo sehingga akan mempengaruhi amplitudo gelombang yang terkirim.
Akibatnya, informasi yang terkirim akan berubah dan mengurangi mutu informasi
yang diterima.
2.3.2. Frequency Modulation (FM)
Pada Frequency Modulation (FM), gelombang suara akan menumpang pada
gelombang pembawa dan mengubah-ubah frekuensi gelombang pembawa seirama
dengan gelombang audio.[4] Modulasi frekuensi dapat didefinisikan sebagai deviasi
frekuensi sesaat sinyal pembawa (dari frekuensi tidak termodulasinya) sesuai dengan
amplitudo sesaat sinyal pemodulasi. Sinyal pembawa dapat berupa gelombang sinus,
sedangkan sinyal pemodulasi (informasi) dapat berupa gelombang apa saja
(sinusoidal, kotak, segitiga, atau sinyal lain misalnya sinyal audio).[5]
Gambar 2.5. Frequency Modulation (FM) [4]
2.3.2.1 Indeks Modulasi FM[5]
Pada modulasi FM, frekuensi sinyal pembawa diubah-ubah sehingga
besarnya sebanding dengan besarnya amplitudo sinyal pemodulasi. Semakin besar
amplitudo sinyal pemodulasi, maka semakin besar pula frekuensi sinyal
termodulasi FM. Besar selisih antara frekuensi sinyal termodulasi FM pada suatu
11 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
saat dengan frekuensi sinyal pembawa disebut deviasi frekuensi. Deviasi frekuensi
maksimum didefinisikan sebagai selisih antara frekuensi sinyal termodulasi
tertinggi dengan terendahnya.
Indeks modulasi FM (mf) merupakan perbandingan antara deviasi frekuensi
maksimum dengan frekuensi sinyal pemodulasi. Indeks modulasi dapat di ketahui
dengan persamaan 2-5.[5]
mf = δ
...................................................................................................(2-5)
dengan: mf adalah indeks modulasi FM
δ adalah deviasi frekuensi maksimum
fm adalah frekuensi maksimum sinyal pemodulasi
Besarnya indeks modulasi FM dapat dipilih sebesar mungkin sejauh
tersedia bandwidth (lebar bidang) untuk keperluan transmisinya. Biasanya besarnya
indeks modulasi ini akan dimaksimalkan dengan cara mengatur besarnya deviasi
frekuensi maksimal yang diijinkan. [5]
2.3.2.2 Lebar bidang untuk FM
Lebar bidang yang dibutuhkan untuk mentransmisikan sinyal FM dapat
diketahui dengan persamaan 2-6.[5]
BW = 2 ( n . fm )......................................................................................(2-6)
Dengan: n adalah nilai tertinggi komponen bidang-sisi.
fm adalah frekuensi tertinggi pemodulasi.
Pada kenyataannya nilai n mencapai tak terhingga, maka secara teoritis
lebar bidang yang dibutuhkan adalah tak terhingga juga. Namun, amplitudo
komponen bidang sisi untuk n yang bernilai besar menjadi tidak terlalu signifikan
sehingga kontribusinya dapat diabaikan. Dengan pertimbangan ini, maka nilai n
yang digunakan untuk menentukan lebar bidang adalah nilai n yang masih
memberikan kontribusi signifikan pada amplitudo komponen bidang sisinya.
Kontribusi yang dapat dianggap signifikan adalah yang memberikan tegangan
sebesar minimal 1% atau – 40 dB. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.1 tabel fungsi
Bessel, misalnya untuk mf sebesar 5 maka jumlah n yang signifikan adalah 8
(sampai dengan J8 , untuk n > 8 diabaikan). [5]
12 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.1 Tabel Fungsi Bassel[5]
Pada tahun 1938 J.R. Carson menyatakan bahwa untuk mentransmisikan
sinyal termodulasi FM dibutuhkan lebar bidang minimal dua kali penjumlahan
deviasi frekuensi dengan frekuensi maksimum sinyal termodulasi. Selanjutnya hal
ini dikenal dengan Carson’s rule dan dapat dinyatakan sebagai persamaan 2-7. [5]
BW = 2 ( δ + fm ) ....................................................................................(2-7)
dengan δ adalah deviasi frekuensi dan fm adalah frekuensi tertinggi sinyal
pemodulasi.
Federal Communications Commission (FCC) telah mengalokasikan lebar
bidang sebesar 200 kHz untuk siaran FM (disebut FM bidang lebar atau wideband
FM). Deviasi frekuensi maksimum yang diijinkan adalah sebesar δ = ± 75 kHz.
Dengan batasan ini, maka besarnya indeks modulasi juga dibatasi (mulai sebesar mf
= 5 untuk fm=15 kHz hingga sebesar mf=1500 untuk fm=50 Hz). Gambar 2.6
memperlihatkan bidang frekuensi untuk siaran komersial FM. Selain yang telah
dibahas di atas, FCC juga mengalokasikan bidang frekuensi untuk siaran FM
bidang sempit (narrowband FM) sebesar 10 – 30 kHz. Indeks modulasinya dibuat
mendekati satu, sehingga lebar bidang yang diperlukan sama dengan lebar bidang
untuk sinyal AM yaitu hanya sebesar 2 x fm. Contoh FM bidang sempit antara lain
sistem radio mobil untuk polisi, dinas kebakaran, pelayanan taksi, telefon seluler,
radio amatir, dan lain-lain.[5]
13 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.6 Bidang Frekuensi untuk siaran komersil FM. [5]
2.3.2.3 Kelebihan Modulasi FM
Kelebihan modulasi FM dibandingkan dengan modulasi AM diantaranya
seperti bebas dari pengaruh gangguan udara (noise), lebar pita (bandwidth) yang
lebih besar, dan fidelitas yang tinggi, serta transmisi stereo.
1) Lebih tahan noise
Frekuensi yang dialokasikan untuk siaran FM berada diantara 88 – 108
MHz, dimana pada wilayah frekuensi ini secara relatif bebas dari gangguan baik
atmosfir maupun interferensi yang tidak diharapkan. Jangkauan dari sistem
modulasi ini tidak sejauh, jika dibandingkan pada sistem modulasi AM dimana
panjang gelombangnya lebih panjang. Sehingga noise yang diakibatkan oleh
penurunan daya hampir tidak berpengaruh karena dipancarkan secara LOS (Line Of
Sight).
2) Bandwith yang Lebih Lebar
Saluran pemancar FM memiliki bandwidth sepuluh kali lebih lebar dari
bandwidth saluran pemancar AM. Hal tersebut disebabkan oleh struktur sideband
nonlinear FM yang lebih kompleks dengan adanya efek-efek (deviasi) sehingga
memerlukan bandwidth yang lebih lebar dibanding distribusi linear yang sederhana
dari sideband-sideband dalam sistem pemancar AM. Band pancaran FM terletak
14 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
pada bagian Very High Frequency (VHF) dari spektrum frekuensi di mana tersedia
bandwidth yang lebih lebar dari pada gelombang dengan panjang medium atau
Medium Wave (MW) pada band pancaran AM.
3) Fidelitas Tinggi
Respon yang seragam terhadap frekuensi audio (pada kisaran interval 50 Hz
sampai 15 KHz), distorsi (harmonik dan intermodulasi) dengan amplitudo sangat
rendah, tingkat noise yang sangat rendah, dan respon transien yang bagus sangat
diperlukan untuk kinerja antena yang baik. Pemakaian saluran FM memberikan
respon yang cukup untuk frekuensi audio dan menyediakan hubungan radio dengan
noise rendah. Karakteristik lainnya ditentukan oleh masalah rancangan perangkat.
4) Transmisi Stereo
Alokasi saluran yang lebar dan kemampuan FM untuk menyatukan dengan
harmonis beberapa saluran audio pada satu gelombang pembawa, memungkinkan
pengembangan sistem penyiaran stereo yang praktis.
2.4 STANDARISASI KOMUNIKASI RADIO
Frekuensi-frekuensi band yang telah disepakati secara internasional seperti
pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Frekuensi Band [3]
Frekuensi Band Rentang Frekuensi
Very Low Frequency (VLF) 3 – 30 Khz
Low Frequency (LF) 30 – 300 Khz
Medium Frequency (MF) 300 Khz – 3 Mhz
High Frequency (HF) 3 – 30 Mhz
Very High Frequency (VHF) 30 – 300 Mhz
Ultra High Frequency (UHF) 300 Mhz – 3 Ghz
Super High Frequency (SHF) 3 – 30 Ghz
Extra High Frequency (EHF) 30 – 300 Ghz
Sebagai suatu kesepakatan dalam air-interface dan network telecommunication
standard interoperability, maka digunakan beberapa standar internasional hasil
pertemuan IMT-2000. Seperti pada tabel 2.3.[4]
15 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.3. Lisensi RF Band.[4]
Band Frekuensi
AM Radio 535 Khz – 1,7 Mhz
Short wave radio 5,9 – 26,1 Mhz
Citizen’s band (CB) radio 26,96 – 27,41 Mhz
Alarm system and garage door openers 40 Mhz
Television channels 2-6 54 - 8 Mhz
Radio Conrolled (RC) aircraft 72 Mhz
RC cars 75 Mhz
FM Radio 88 – 108 Mhz
Television channels 7-13 174 – 220M
Ultra High Frequency (UHF) television 300 Mhz – 3,0 Ghz
Cellular telephones 824 – 849 Mhz
Cordless telephones 900 Mhz
IEEE 802. 11B.802.11g WLAN, and bluetooth
2,4 – 2,4835 Ghz
IEEE 802.11a WLAN Sampai 5,825 Ghz
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa Band Frekuensi yang digunakan untuk
pemancar FM radio adalah dari 88 Mhz sampai 108 Mhz dimana Metoda
pemodulasian digunakan dalam siaran audio dalam pita-pita Very Low Frequency
(VHF) yaitu 30 Mhz sampai 300 Mhz. Adapun perbedaan penggunaan radio komersil
(swasta) dengan radio komunitas dapat diamati pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 perbedaan radio komersil (swasta) dengan radio komunitas[6]
Hal Radio Komesil (swasta) Radio Komunitas
Rentang Frekuensi Siaran
88.0-107.6 FM 107.7-107.9 FM
Kuat daya pemancar >= 300 watt < 200 watt atau jangkauan siar 2,5 km
Komersialisasi Boleh mengkomersilkan program siarannya lewat iklan
Tidak boleh mengkomersilkan program siarannya lewat iklan, kecuali iklan produk hasil komunitas tersebut serta iklan layanan masyarakat
16 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Hal Radio Komesil (swasta) Radio Komunitas
Konten siaran Konten siarannya mengikuti selera pasar mengikuti selera pasar gaya hidup masyarakat kota
Konten siaran bersifat lokal, dari, oleh, untuk, masyarakat setempat.
2.5 PARAMETER ANTENA
Parameter-parameter antenna digunakan untuk menguji atau mengukur performa
antena yang akan digunakan. Berikut penjelasan beberapa parameter antena yang
sering digunakan yaitu direktivitas antena, gain antena, pola radiasi antena, polarisasi
antena, beamwidth antena dan bandwidth antena.
2.5.1. Direktivitas Antena
Directivity dari sebuah antena atau deretan antena diukur pada kemampuan yang
dimiliki antena untuk memusatkan energi dalam satu atau lebih ke arah khusus.[1]
Antena dapat juga ditentukan pengarahanya tergantung dari pola radiasinya. Dalam
sebuah array propagasi akan diberikan jumlah energi, gelombang radiasi akan dibawa
ketempat dalam suatu arah. Elemen dalam array dapat diatur sehingga akan
mengakibatkan perubahan pola atau distribusi energi lebih yang memungkinkan ke
semua arah (omnidirectional). Suatu hal yang tidak sesuai juga memungkinkan.
Elemen dapat diatur sehingga radiasi energi dapat dipusatkan dalam satu arah
(unidirectional).[1]
Direktivitas (D) antena merupakan perbandingan kerapatan daya maksimum
(Pmaks) dengan kerapatan daya rata-rata (Prata-rata). Maka dapat dituliskan pada
persamaan 2-8.[1]
D = (,Ф)
(,Ф) ................................................................................(2-8)
2.5.2. Gain Antena
Gain (directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan kemampuan
antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan sinyal dari arah tertentu. Gain
bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam satuan fisis pada umumnya seperti watt,
17 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
ohm, atau lainnya, melainkan suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang
digunakan untuk gain adalah desibel (dB). [1]
Gain dari sebuah antenna adalah kualitas nyala yang besarnya lebih kecil
daripada penguatan antena tersebut yang dapat dinyatakan dengan persamaan 2-9. [1]
G = k.D ............................................................................................................(2-9)
dengan : G adalah Gain (dB)
k adalah faktor efisiensi dari antena (0 ≤ k ≤1)
D adalah Directivity (dB)
Penguatan (Gain) merupakan besaran nilai yang menunjukkan adanya
penambahan level sinyal dari sinyal masukan menjadi sinyal keluaran. Penguatan
bergantung pada keterarahan dan efisiensi. Semakin tinggi keterarahannya maka
semakin besar pula penguatannya.
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main lobe dan
membandingkan powernya dengan power pada antena referensi. Gain antena diukur
dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika antena referensi adalah sebuah
dipole, antena diukur dalam dBd. “d” di sini mewakili dipole, jadi gain antena diukur
relative terhadap sebuah antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic,
jadi gain antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic.
Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya maksimum antena
yang diukur dengan antena referensi yang diketahui gainnya. Maka dapat dituliskan
pada Persamaan 2-10. [1]
G = ( )
( ) x G (antena referensi).................(2-10)
Atau jika dihitung dalam nilai logaritmik dirumuskan oleh Persamaan 2-11.
Gt (dB) = (Pt(dBm) – Ps(dBm)) + Gs(dB) .................................................(2-11)
dengan:
Gt adalah Gain total antena.
Pt adalah Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm).
Ps adalah Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).
Gs adalah Gain antena referensi. [1]
18 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Sama halnya dengan persamaan 2-12 yang diungkapkan bapak sigit[7] yaitu:
GAUT= GREF +((PAUT)-(PREF))................................................................(2-12)
Dengan:
GAUT adalah Gain antena yang akan diukur (dB).
PAUT adalah Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena terukur (dBm).
PREF adalah Nilai level sinyal maksimum yang diterima antena referensi (dBm).
GREF adalah Gain antena referensi (dB). [7]
Decibel (dB) merupakan satuan gain antena. Decibel adalah perbandingan dua
hal. Decibel ditetapkan dengan dua cara, yaitu:
1) Ketika mengacu pada pengukuran daya.
XdB = 10 log10 (
) ............................................(2-12a)
2) Ketika mengacu pada pengukuran tegangan.
XdB = 20 log10 (
) ............................................(2-12b)
Perlu diketahui 0 dBd = 2,15 dBi
Ada dua jenis parameter penguatan (Gain) yaitu :
1. Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan
antara intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang
diperoleh jika daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropik.
Intensitas radiasi yang berhubungan dengan daya yang diradiasikan secara
isotropik sama dengan daya yang diterima oleh antena (Pin) dibagi dengan
4π. Absolute gain ini dapat dihitung dengan rumus [7]:
Gain = 4π (,Ф)
...............................................................................(2-13)
2. Relative gain didefinisikan sebagai perbandingan antara perolehan daya
pada sebuah arah dengan perolehan daya pada antena referensi pada arah
yang direferensikan juga. Daya masukan harus sama di antara kedua
antena itu. Akan tetapi, antena referensi merupakan sumber isotropik yang
loss less Secara rumus dapat dihubungkan sebagai berikut[7]:
19 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Gain = π(,Ф)
() ........................................................................(2-14)
2.5.3. Pola Radiasi Antena
Pola radiasi antena atau pola antena didefinisikan sebagai fungsi matematik atau
representasi grafik dari sifat radiasi antena sebagai fungsi dari koordinat. Di sebagian
besar kasus, pola radiasi ditentukan di luasan wilayah dan direpresentasikan sebagai
fungsi dari koordinat directional. Pola radiasi antena adalah plot 3-dimensi distribusi
sinyal yang dipancarkan oleh sebuah antena, atau plot 3-dimensi tingkat penerimaan
sinyal yang diterima oleh sebuah antena. Pola radiasi antena menjelaskan bagaimana
antena meradiasikan energi ke ruang bebas atau bagaimana antena menerima energi.
2.5.3.1 Pola radiasi antena Unidirectional
Antena unidirectional mempunyai pola radiasi yang terarah dan dapat
menjangkau jarak yang relative jauh. Secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan
oleh antena unidirectional digambarkan pada gambar 2.7.[3]
Gambar 2.7 Bentuk Pola Radiasi Antena Unidirectional.
20 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
2.5.3.2 Pola Radiasi Antena Omnidirectional
Antena omnidirectional mempunyai pola radiasi yang digambarkan seperti
bentuk kue donat (doughnut) dengan pusat berimpit. Antena Omnidirectional pada
umumnya mempunyai pola radiasi 3600 jika dilihat pada bidang medan magnetnya.
Gambar 2.8 merupakan gambaran secara umum bentuk pancaran yang dihasilkan oleh
antena omnidirectional.[3]
Gambar 2.8. Bentuk Pola Radiasi Antena Omnidirectional
2.5.4. Polarisasi Antena
Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi gelombang
elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena dimana arah elemen antena
terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain. Energi yang berasal dari antena yang
dipancarkan dalam bentuk sphere, dimana bagian kecil dari sphere disebut dengan
wave front. Pada umumnya semua titik pada gelombang depan sama dengan jarak
antara antena. Selanjutnya dari antena tersebut, gelombang akan membentuk kurva
yang kecil atau mendekati. Dengan mempertimbangkan jarak, right angle ke arah
dimana gelombang tersebut dipancarkan, maka polarisasi dapat digambarkan
sebagaimana Gambar 2.9. [1]
21 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.9. Bentuk Polarisasi Antena[1]
Ada empat macam polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal, polarisasi
horisontal, polarisasi circular, dan polarisasi cross.
2.5.4.1 Polarisasi Vertikal
Radiasi gelombang elektromagnetik dibangkitkan oleh medan magnetik dan
gaya listrik yang selalu berada di sudut kanan. Kebanyakan gelombang
elektromagnetik dalam ruang bebas dapat dikatakan berpolarisasi linier. Arah dari
polarisasi searah dengan vektor listrik. Bahwa polarisasi tersebut adalah vertikal jika
garis medan listrik yang disebut dengan garis E berupa garis vertikal maka gelombang
dapat dikatakan sebagai polarisasi vertikal. Gambar 2.10 menunjukkan polarisasi
vertikal. [1]
Gambar 2.10. Polarisasi Vertikal. [1]
22 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
2.5.4.2 Polarisasi Horisontal
Antena dikatakan berpolarisasi horisontal jika elemen antena horisontal
terhadap permukaan tanah. Polarisasi horisontal digunakan pada beberapa jaringan
wireless. Gambar 2.11. menunjukkan polarisasi horisontal. [1]
Gambar 2.11. Polarisasi Horisontal[1]
2.5.4.3 Polarisasi Circular
Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan wireless.
Dengan antena berpolarisasi circular, medan electromagnet berputar secara konstan
terhadap antena. Gambar 2.12. menunjukkan polarisasi circular.[1]
Gambar 2.12. Polarisasi Circular[1]
Ada dua jenis turunan pada antena polarisasi circular berdasarkan cara
membuatnya yaitu left hand circular dan right hand circular. Medan elektromagnetik
23 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
pada right hand circular berputar searah jarum jam ketika meninggalkan antena.
Medan elektromagnetik pada left hand circular berputar berlawanan arah jarum jam
ketika meninggalkan antena.
2.5.4.4 Polarisasi Cross
Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai polarisasi
horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai polarisasi vertikal atau
sebalikanya. Gambar 2.13. menunjukkan polarisasi cross.[1]
Gambar 2.13. Polarisasi Cross[1]
2.5.5. Beamwidth Antena
Beamwidth Adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang frekuensi
radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun dari puncak lobe
utama. Besarnya beamwidth di tunjukan pada persamaaan 2-15. [1]
β = ,
. derajat........................................................................................(2-15)
Dengan: β = 3 dB beamwidth (derajat)
f = frekuensi (GHz)
d = diameter antena (m)
Apabila beamwidth mengacu kepada perolehan pola radiasi, maka beamwidth
dapat dirumuskan sebagai persamann 2-16.
β = θ2 – θ1................................................................................................(2-16)
Gambar 2.14. menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe utama (main
lobe, nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor 2), dan lobe sisi belakang (back
24 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth ( HPBW) adalah daerah sudut yang dibatasi
oleh titik-titik ½ daya atau -3 dB atau 0.707 dari medan maksimum pada lobe utama.
First Null Beamwidth (FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main
lobe yang intensitas radiasinya nol. [1]
Gambar 2.14. Beamwidth Antena[1]
2.5.6. Bandwith Antena
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemancar atau penerima selalu
dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena
dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar dapat menerima atau memancarkan
gelombang pada band frekuensi tertentu. [1]
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik
dinamakan bandwidth antena . Misalnya sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah
sebesar fC, namun antena tersebut masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1
(di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka bandwidth antena tersebut dapat
diketahui dengan persamaan 2-17. [1]
Bw =
x 100%............................................................................(2-17)
Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan
untuk menyatakan bandwidth antena yang memiliki band sempit (narrow band).
Sedangkan untuk band yang lebar (broad band) biasanya digunakan definisi rasio
antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah.[4]
25 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
2.6 TRANSMISSION LINE
Transmission line adalah bagian yang menghubungkan antara sumber dengan
beban (Load). Contoh gambar transmission line dapat dilihat pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. sekema transmission line
Gelombang elektromagnetik merambat di dalam Transmission line, dari
sumber menuju beben, maka ada kondisi yang harus dipenuhi diantaranya seperti
matching yaitu impedansi beban dan saluran harus sama. Kondisi matching juga harus
diperhatikan pada bagian sumber, yaitu impedansi input saluran harus sama dengan
impedansi output sumber.[8]
2.6.1 Impedansi Saluran
Pada frekuensi tiggi tiap daerah pada kabel transmisi memiliki nilai
impedansi yang bereda-beda. Untuk mencapai kondisi transfer daya maksimal, maka
impedansi beban harus sama dengan impedansi saluran. Demikian juga pada bagian
sumper, impedansi output sumber harus sama dengan impedansi input saluran.
2.6.2 Matching Impedance
Jika impedansi saluran tidak sama dengan impedansi beban, maka terjadi
kondisi tidak match. Akibatnya akan terjadi pemantulan gelombang elektromagnetik.
Besar kecilnya gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dapat dihitung dari
koefisien pantulan.
Impedansi masukan adalah impedansi yang ditunjukkan oleh antenna pada
terminalnya atau nilai antara tegangan dan arus pada terminal antena atau nilai
perbandingan antara komponen medan listrik dan medan magnet pada suatu titik.
Setiap impedansi antena (ZL) yang dihubungkan dengan saluran transmisi akan
26 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
menghasilkan gelombang pantul dengan koefisien pantulan ρ dan perbandingan
tegangan gelombang berdiri (VSWR) dapat diketahui dengan persamaan 2-18.[3]
ρ = | |
| | =
||
|| =
.......................................... (2-18)
Koefisien pantul dapat juga dihitung atau ditentukan dari nilai impedansi
terminal (ZL) dan impedansi karakteristik saluran transmisi (ZO). Sehingga didapat
persamaan 2-19. [3]
ρ =
.................................................................................................... (2-19)
jika tidak ada pantulan, maka ρ = 0, namun jika semua dipantulkan ρ = 1 atau ρ
= -1. Yang diharapkan adalah ρ = 0 (kondisi tanpa pantulan), artinya semua
gelombang elektromagnetik yang dikirimkan dapat diserap sepenuhnya oleh beban.
Yang paling jelek ketika kondisi ρ = 1 atau ρ = -1, dimana semua gelombang
elekrtomagnetik yang dikirimkan dipantulkan sepenuhnya ke sumber. Hal tersebut
akan berdampak dapat merusak sumber, maupun saluran transmisi, maka dari hal
tersebut proses matching sangat di perlukan.
Impedansi masukan didefinisikan sebagai impedansi sebuah antena pada
terminal masukan, sebagai perbandingan antara besarnya tegangan terhadap arusnya.
Impedansi dari sebuah antena dirumuskan[7]
ZA = RA + jXA ...................................................................................(2-20)
dengan ZA adalah impedansi antena, RA adalah resistansi antena dan XA
reaktansi antena. Impedansi input antena dinyatakan dalam bentuk kompleks yang
memiliki dua bagian yaitu bagian real (R) dan bagian imajiner (X). Bagian real
merupakan resistansi atau tahanan masukan yang menyatakan daya yang diradiasikan
oleh antena pada medan jauh. Sedangkan pada bagian imajiner adalah merupakan
masukan yang menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat antena. Bagian
resistansi masukan terbagi lagi menjadi dua, yaitu resistansi radiasi (Rr) dan loss
resistance (RL). [7]
RA = Rr + RL ...................................................................................(2-21)
Resistansi radiasi adalah resistansi yang digunakan dalam meradiasikan
gelombang elektromagnetik sedangkan loss resistance adalah resistansi yang
menyebabkan berkurangnya power gelombang teradiasi akibat adanya panas. Desain
antena yang baik memiliki nilai resistansi radiasi yang tinggi dan sebaliknya memiliki
27 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
loss resistance yang rendah. Sedangkan kondisi matching terjadi ketika besar
impedansi input antena sama dengan besar impedansi karakteristik saluran transmisi.
2.7 VSWR
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) merupakan kemampuan suatu antena
untuk bekerja pada frekuensi yang diinginkan. Pengukuran VSWR berhubungan
dengan pengukuran koefisien refleksi dari antena tersebut. VSWR sangat dipengaruhi
oleh impedansi input. Impedansi antena penting untuk pemindahan daya dari
pemancar ke antena dan dari antena ke penerima. Sebagai contoh untuk
memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima, impedansi antena harus
match. Jika ini tidak dipenuhi maka akan terjadi pemantulan energi yang dipancarkan
atau diterima. Perbandingan level tegangan yang kembali ke pemancar (V-) dan yang
datang menuju beban (V+) ke sumbernya lazim disebut koefisien pantul atau koefisien
refleksi yang dinyatakan dengan simbol “Γ” atau dapat dilihat dengan persamaan 2-22.
Γ =
...........................................................................................................(2-22)
Hubungan antara koefisien refleksi, impedansi karakteristik saluran (Zo) dan
impedansi beban/antena (Zl) dapat ditulis dengan persamaan 2-23.[9]
Γ =
...................................................................................................... (2-23)
Harga koefisien refleksi ini dapat bervariasi antara 0 (tanpa pantulan/match)
sampai 1, yang berarti sinyal yang datang ke beban seluruhnya dipantulkan kembali ke
sumbernya semula. Maka untuk perhitungan VSWR. [9]
VSWR = |Γ|
|Γ| ................................................................................................. (2-22)
Besar nilai VSWR yang ideal adalah 1, yang berarti semua daya yang
diradiasikan antena pemancar diterima oleh antena penerima (match). Batas toleransi
antena bisa dikakan sangat bagus jika nilai VSWR nya 1,1 sampai 1,5. Dari rentang
1,5 sampai 2,0 itu masih bisa dikatakan antena tersebut bagus. Namun jika nilai
VSWRnya di atas (lebih dari) 2,0 antena tersebut tidaklah bagus.
2.8 PROSES PENGUKURAN
Ada beberapa parameter antena yang perlu diukur untuk menunjukan
karakteristik serta kemampuan kerja dari antena yang dirancang, pada tugas akhir ini
28 BAB II
STT Telematika Telkom Purwokerto D310029
Laporan Tugas Akhir
penulis hanya mengukur parameter-parameter yang dapat diukur dengan alat-alat yang
tersedia diantaranya seperti SWR, Impedansi, Pola Radiasi dan Gain. Alat ukur yang
digunakan masih sederhana hanya power & SWR meter dan Spectrum analyzer.
2.8.1 Pengukuran Impedansi dan VSWR
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) dan impedansi input merupakan
parameter yang mengindikasikan kesesuaian dari antenna terhadap saluran
transmisi dan frekuensi kerjanya, sehingga mempengaruhi daya yang diterima.
Pengukuran ini menggunakan Power dan SWR Meter Maldol HS-260S dan dummy
load 50Ω unutuk mendapatkan nilai VSWR dan impedansinya.
Sebelum melakukan pengukuran Impedansi dan VSWR meter, terlebih
dahulu mengukur impedansi beban yang akan digunakan. Penulis menggunakan
dummy load buatan sendiri. Alat ukur yang digunakan yaitu multimeter digital.
Nilai yang diharapkan dari pengukuran sebesar 50 Ω.
2.8.2 Pengukuran Gain
Pengukuran gain dilakukan dengan cara membandingkan antena yang telah
dirangkai dengan gain dari sebuah antena dipole sebagai perbandingan untuk
mendapatkan gain yang maksimal. Gain yang diukur pada frekuensi kerja antena.
Dengan antena dipole 1/2λ sebagai antena referensi dengan Gain 2,15 dB.[7]
2.8.3 Pengukuran Pola Radiasi
Pengukuran pola radiasi dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah bentuk
pola radiasi antena omnidirectional yang telah dibuat. Selain hal tersebut yang
terpenting adalah seberapa tepatkah perancangan antena dan sejauh mana antena
yang telah direalisasikan dibuat sesuai harapan. Pengukuran menggunakan dua
antena dimana antena pertama adalah antena omnidirectional 5/8 λ dihubungkan
dengan transmitter sebagai antena pengirim dan antena singgle stick sebagai antena
penerima yang dihubungkan dengan sebuah spectrum analyzer. Penempatan kedua
antenna ini diletakan dalam posisi sejajar dengan ketinggian 140 cm dari lantai dan
jarak 2.5 meter antara kedua antena.