Download - lapsus anestesi umum bayi
LAPORAN KASUS ANESTESI
EKSTIRPASI KISTA DERMOID PADA BAYI UMUR 6 BULAN
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik di bagian
Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Disusun oleh :
Dhanny Candra Adiatma
22010114210149
Pembimbing :
dr. Nur Hajriya
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
S E M A R A N G
2 0 1 5
BAB 1
PENDAHULUAN
Pasien-pasien mata umumnya memiliki risiko khusus terhadap tindakan
anestesi. Pasien biasanya datang dengan umur yang ekstrim, sangat muda atau
justru sangat tua. Oleh karenanya, kondisi medis yang mendasari keadaan
pasien tersebut dapat memperberat risiko anestesi, demikian juga halnya
respon pasien terhadap obat-obat anestesi yang diberikan. Seringnya, pasien-
pasien mata yang mendapat pengobatan sehubugan dengan penyakit mata yang
mereka derita dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
tatalaksana anestesi. Pada operasi mata, dokter anestesi harus memperhatikan
regulasi tekanan intraokuler, pencegahan reflex okulokardiak dan penanganan
akibatnya, mengontrol perluasan gas intraokuler dan dibutuhkan untuk
mengerjakan kemungkinan efek sistemik obat-obat mata.
Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi mata merupakan hal yang
penting bagi seorang dokter anestesi, diantaranya adalah pemahaman tentang
tekanan intra okuler (TIO) serta bagaimana tekanan tersebut dapat dipengaruhi
oleh beberapa penyakit dan obat-obatan, termasuk obat-obat yang digunakan
dalam tindakan anestesi. Ada berbagai efek obat-obat anestesi pada tekanan
intraokuler. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang
proporsional sesuai dalamnya anestesi. Manajemen anestesi berperan penting
dalam berhasil atau tidaknya pembedahan mata.
Anestesi umum adalah menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara
sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversible. Perbedaan dengan
anestesi lokal antara lain, pada anestesi lokal hilangnya rasa sakit setempat
sedangkan pada anestesi umum seluruh tubuh. Pada anestesi lokal yang
terpengaruh saraf perifer, sedangkan pada anestesi umum yang terpengaruh
saraf pusat dan pada anestesi lokal tidak terjadi kehilangan kesadaran. Trias
anestesia terdiri dari analgesia, hipnotik dan relaksasi. Perhatian utama pada
anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan pasien, dan salah satu faktor
penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan induksi
dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat
memberikan level anestesi yang adekuat untuk pembedahan tanpa
menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi hemodinamik.
BAB 2
ASSESMENT MEDIS
Identitas penderita
Nama : TA
Umur : 6 Bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Ruang : C1LD
No. CM : C523847
Tgl Operasi : 21 Mei 2015
Anamnesis
A. Keluhan utama:
Benjolan pada kelopak mata kiri atas
B. Riwayat penyakit sekarang :
± 2 bulan yang lalu terdapat benjolan di kelopak mata kiri bagian atas,
permukaan rata, sebesar biji kacang hijau.
± 1 minggu yang lalu benjolan bertambah besar, pasien diperiksakan ke
RSDK.
C. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat operasi (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes mellitus (-)
Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:
Batuk (-), pilek (-), demam (-) , sesak (-)
Riwayat alergi obat dan makanan : tidak ada
Riwayat kejang : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat operasi sebelumnya : belum pernah
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : baik
Kesadaran : komposmentis
TV : T : afebris
N : 16x/menit
RR : 36 x /menit
BB : 7 kg
ASA : II
Kepala : mesosefal
Mata : konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-
Benjolan di mata kiri, ukuran 0,5 x 0,1 cm
Telinga : discharge (-/-)
Hidung : discharge (-/-), epistaksis (-/-)
Mulut : sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I
Tenggorok : T1-1, faring hiperemis (-)
Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)
THORAX
Cor : Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis di SIC V, 2 cm medial
LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : simetris, statis, dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan(-)
Abdomen : Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak
alih (-)
Ekstremitas : Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Pemeriksaan laboratorium
Darah Rutin
Hb : 11,5 gr%
Ht : 33,4 % L
Eritrosit : 4,3 juta /mmk
Leukosit : 10,9 /mmk
Trombosit : 316.000 / mmk
PT : 10,4/11 detik
Elektrolit
Na : 138 mmol/L
K : 4,6 mmol/L
Cl : 103 mmol/L
Diagnosis
a. Diagnosis preoperasi:
OS kista dermoid
b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:
Tidak ada kelainan yang berkaitan dengan anestesi
Tindakan operasi
Ekstirpasi kista
Tindakan anestesi
Jenis anestesi : Anestesi umum
Risiko anestesi : Kecil
ASA : II
Premedikasi: Midazolam 1 mg
SA 0,1 mg
Anestesi :
Dilakukan secara anestesi umum (i.v intermitten dan inhalasi semiclosed)
menggunakan:
Induksi : Propofol 14 mg
Maintanance : Sevoflurane dan O2 ventilator
Mulai anestesi : 11.15 WIB
Selesai anestesi : 12.00 WIB
Lama anestesi : 45 menit
Terapi cairan :
BB : 7 kg
EBV : 80 cc/kgBB x 7 kg = 560 cc
Jumlah perdarahan : minimal
% perdarahan : -
Kebutuhan cairan :
I II III
Maintenance 28 28 28
Stress operasi 14 14 14
Pengganti
puasa
56 28 28
Total 98 70 70
Cairan yang diberikan : D5 1/4 NS 250 cc
Waktu Keterangan HR
(x/menit)
Tensi
(mmHg)
SpO2
09.05 Pre-oksigenasi 135 85/65 100
09.15 Anestesi mulai 125 90/60 100
09.45 Operasi mulai 130 80/62 100
10.10 Operasi selesai 135 85/65 100
10.15 Anestesi selesai 135 86/65 100
Pemantauan di Recovery Room
Beri oksigen 1 L/menit nasal kanul atau 6 L/menit dengan masker
Bila Steward Score ≥ 5, pasien boleh pindah ruangan
Bila pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-), peristaltik usus (+) boleh
minum ASI bertahap
Perintah di ruangan :
Awasi TV setiap ½ jam selama 24 jam
Program cairan D5 ¼ NS 8 tetes/menit
Jika menggigil diberi selimut hangat
Pasien resiko jatuh
Bila terjadi kegawatan hubungi anestesi
Program analgetik injeksi paracetamol 1,5 cth/8 jam jika demam
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Premedikasi
Maksud dan tujuan dari premedikasi yang terpenting adalah :
1. Untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut , cemas dan gelisah
sehingga anak menjadi tenang ketika masuk kamar operasi.
2. Memudahkan dan melancarkan induksi anastesi.
3. Mencegah terjadinya perubahan perubahan psikologis atau perilaku
pasca anestesi / bedah.
4. Mengurangi sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.
5. Sebagai vagolitik – mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat
anastesi , rangsangan fisik , atau manipulasi pembedahan.
3.2 Jenis Obat Premedikasi
Sesuai dengan maksud dan tujuan dari premedikasi , maka obat yang
dipilih umumnya dari golongan anti kholenergik , sedative hipnotik dan
narkotik analgetik.
A. Golongan Anti Kholinergik
1. Sulfas Atropin dan Skopolamin
Atropin lebih unggul dibandingkan skopolamin untuk mengendalikan
bradikardia dan aritmia lainnya terutama pada bayi usia kurang dari enam bu-
lan. Biasanya bradikardia timbul karena manipulasi pembedahan atau karena
obat obat anestesi seperti halothan dosis tinggi dan suksinilkolin. Sedangkan
apabila diharapkan mengurangi sekresi lair liur ( Drying Effect ) yang disertai
dengan efek sedasi dan amnesia maka sebaiknya dipilih skopolamin. Atropin
dan skopolamin sebaiknya tidak diberikan kepada penderita dengan suhu tinggi
dan takikardia. Dosis sulfas atropine : 0,02 – 0.03 mg /kg BB.
2 .Glikopirolat
Merupakan senyawa garam amonium kwartener dengan khasiat anti
kholenergik yang kuat dan panjang efek sampingnya tidak begitu kuat diband-
ing dengan sulfas atropin. Glikopirolat sering digunakan sebagai alternative
pilihan lain sealain ataropi. Dosis : 5 – 10 U gr / kg BB intra vena.
B. Golongan Hipnotik Sedatif
1 . Diazepam
Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan seba-
gai premedikasi untuk anak , karena berkhasiat menenangkan pada sek-
itar 80% kasus tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali menimbulkan
muntah.
2 . Midazolam
Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air
dengan waktu kerja sangat cepat dan lama kerja yang tidak terlalu lama
Dapat diberikan secara parenteral dan oral. Dosis : IM : 0,05 mg per kg
BB Per oral : 7,5 – 15 mg, Per rectal : 0,35 – 0.45 mg per kg BB.
3 . Promethazine ( Phenergan )
Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi
cukup baik , dapat diberikan secara peroral dengan dosis 1mg per kg
BB. Dosis maksimal 30 mg.
4 . Trimeprazine ( Valergan )
Telah digunakan untuk premedkasi pada anak sejak tahun
1959 , dalam bentuk larutan dengan dosis 2 – 4 mg per kg BB per oral
2 jam sebelum induksi. Dengan dosis ini cukup efektif untuk anak usia
2 – 10 tahun. Kerugian dari obat ini menimbulkan takikardia post oper-
atif , tetapi keuntungannya selain menimbulkan sedasi , juga bersifat
anti emetic.
5 . Barbiturat
Terdapat dua sediaan yang sering digunakan untuk premedikasi
yaitu Pentobarbitone ( Nembutal ) dan Quinal Barbitone ( Seconal )
diberikan secara oral 1 ½ jam pra bedah dengan dosis 2 – 5 mg per kg
BB. Obat ini tidak pernah diberikan pada bayi dibawah usia 6 bulan
karena metabolismenya lama dan juga tidak dianjurkan untuk diberikan
secara intramuskular karena akan menimbulkan rasa sakit , nekrosis
dan abses.
C. Golongan Narkotik Analgetik
Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi /
anak kecil karena sering menimbulkan rasa pusing, mual , muntah dan
sampai depresi pernafasan. Pemberian morfin biasanya diberikan atas
indikasi adanya cacat jantung bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05
– 0,20 mg per kg BB IM , 1 jam pra bedah. Meperidine
( Pethidin ) merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan
dan juga sering menimbulkan muntah sehingga jarang dipergunakan
untuk premedikasi pada anak. Methadone merupakan obat golongan
narkotik yang dapat diberikan per oral dengahn dosis 0,1 – 0,3 mg per
kg BB.
3.3 Cara Pemberian Premedikasi
Sampai saat ini belum ditemukan cara cara pemberian premedikasi
pada bayi /anak yang dianggap ideal yaitu sederhana , efektif , dan tidak
menimbulkan trauma psikis. Metoda yang lazim dipakai adalah:
1 . Cara Parenteral ( IM / IV )
Masih sering dipergunakan , walaupun sering ditolak oleh anak karena
rasa takut akan jarum dan sakit. Pemberian premedikasi secara parenteral
( IM /IV ) memerlukan pendekatan secara psikologis dan perlu pengalaman/
ketrampilan menyuntik . Hampir seluruh obat premedikasi dapat diberikan se-
cara parenteral.
2 . Per oral
Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada bayi / anak
yang masih kecil karena tidak akan menimbulkan trauma atau rasa sakit. Agar
pemberian secara oral ini dapat lebih efektif , biasanya waktunya lebih lama
dan agar anak / bayi suka biasanya dicampur dengan aroma obat yang lain agar
terasa manis dan disukai. Kerugian dari pemberian secara per oral :
a) ditakutkan volume lambung akan bertambah , sehingga dapat terjadi re-
gurgitasi dan aspirasi, terutama pada waktu induksi. Tetapi masalah ini
dapat diatasi dengan cara pemberian cukup hanya minum satu sendok
makan saja dan tanpa susu.
b) kadang kadang aroma obat tidak enak dan sering ditolak.
c) absorbsi dilambung sukar untuk dipastikan sehingga tidak dapat di-
pastikan apakah obat sudah berefek.
d) tidak semua obat premedikasi bisa diabsorbsi dilambung.
e) kesulitan mendapatkan obat premedikasi yang dapat diberikan peroral.
3. Per rectal
Pemberian premedikasi secara rectal seringkali disebut sebagai anestesi
basal.
4 . Per Nasal
Obat diberikan secara tetesan atau semprotan (“nose spray “ ) kedalam
mukosa hidung. Selanjutnya obat akan diserap lewat mukosa hidung dan ma-
suk dengan cepat kedalam sirkulasi darah karena mukosa hidung kaya akan
pembuluh darah. Pemberian obat secara ini akan dengan cepat memberikan
efek , sehingga kadang kadang disebut sebagai Pra Induksi.
Permasalahan Dalam Induksi.
Seperti pemberian premedikasi , induksi juga menjadi permasalahan
pada bayi dan anak sehingga penata laksanaan anestesi pada anak mempunyai
perhatian yang khusus. Induksi anestesi harus dilakukan secara halus dan hati
hati, penuh dengan kesabaran dan sebelumnya harus dilakukan pendekatan se-
cara psikologis. Sampai saat ini dikenal tiga metode / cara induksi yang lazim
digunakan yaitu Inhalasi , Parenteral dan Per Rectal Induksi anestesi pada
bayi / anak selalu menimbulkan masalah baik dengan metoda inhalasi , par en-
teral maupun per rectal . Pada induksi anestesi inhalasi bayi akan menahan
nafas , kadang kadang timbul spasme laring dan distensi lambung, pemasangan
masker juga sangat sulit . Kesulitan induksi anestesi cenderung berkurang den-
gan bertambahnya usia bayi / anak.
Aspek anestesi pada pasien anestesi
Anestesi dapat menyebabkan dilatasi vena, merangsang masuknya
cairan ke dalam rongga ketiga (third space) dan juga menekan fungsi jantung.
Secara umum angka kematian akibat operasi tergantung dari 4 faktor risiko
utama, yaitu usia, penyakit penyerta, prosedur bedah, dan perawatan
perioperatif termasuk anestesi.
Efek obat –obat anestesi pada tekanan intraokuler
Umumnya obat –obat anestesi lain yang rendah tidak berefek pada
tekanan intraokuler. Anestesi inhalasi menurunkan tekanan intraokuler yang
proporsional sesuai dalamnya anestesi. Penyebab penurunannya multipel
antara lain ; penurunan tekanan darah mengurangi volume koroidal, relaksasi
otot-otot ekstraokuler menurunkan tekanan dinding bola mata, kontriksi pupil
memudahkan aliran aquos. Anestesi intravena juga dapat menurunkan tekanan
intraokuler. Mungkin pengecualian adalah ketamin, yang dapat menaikkan
tekanan darah arteri dan tidak menyebabkan relaksasi otot ekstraokuler.
Status fisik
Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pre medikasi, selanjutnya dapat
dibuat penilaian status fisis. ASA mengklasifikasikan pasien ke dalam
beberapa tingkatan pasien berdasarkan kondisi pasien :
ASA I : Pasien tidak memiliki kelainan organik, fisiologis, biokimia,
atau gangguan psikiatri.
ASA II : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang disebabkan
oleh kondisi yang akan diterapi dengan pembedahan atau oleh proses
patofisiologi lainnya.
ASA III : Keterbatasan melakukan aktivitas, pasien dengan penyakit
sistemik berat.
ASA IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam
nyawa dan menyebabkan keterbatasan fungsi.
ASA V : Penderita yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam
dengan atau tanpa operasi.
ASA E : Bila operasi dilakukan darurat / cito.
Tahapan anestesi
1. Stadium 1 (analgesia)
Penderita mengalami analgesi,
Rasa nyeri hilang,
Kesadaran berkurang
2. Stadium II (delirium/eksitasi)
Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi)
Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
Dapat terjadi mual dan muntah
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi
Midriasis, hipertensi
3. Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan
tidur (pernapasan perut)
Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menu-
rut kehendak
Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke
kiri dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas
tanpa ditahan
Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi
gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya
ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum
tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks
laring hilang sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat
menurun).
4. Stadium IV (paralisis medula oblongata)
Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.
Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat
vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat
meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.
Anestesi umum
Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel).
Komponen anesthesia yang ideal terdiri:
1. hipnotik
2. analgesia
3. relaksasi otot
Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap
tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan
respon reflek autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer,
tetap perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat.
Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan
sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika
yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar.
Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai
pasien sama sekali tidak sadar.Obat anestetika yang masuk ke pembuluh darah
atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh
obat anestetika ialah jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak,
sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dsb. Anestesi
umum dapat diberikan secara inhalasi atau injeksi intravena.
1. Anestesi Intra vena
Keuntungan cara ini adalah selain cepat juga praktis karena dapat
berjalan secara mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus.
Kerugiannya biasanya sangat sukar untuk memasang infus dan anak anak /
bayi sering berontak juga kesukaran mencari pembuluh vena. Untuk
memudahkan pemasangan infus, ada beberapa pegangan : - lakukakan dahulu
pendekatan secara psikologis - cari pembuluh darah yang meyakinkan sehingga
dapat sekali tusuk, misalnya vena dilengan bagian dorsalis. - apabila kesukaran
mendapatkan vena , bisa memakai jarum sayap dahulu, sebaiknya
mempergunakan jarum sayap no 25/27 - dapat memakai anastesi lokal atau
spray agar tidak terlalu sakit. Beberapa obat digunakan secara intravena ( baik
sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain) untuk menimbulkan anestesi,
atau sebagai komponen anestesi berimbang (balanced anesthesia), atau untuk
menenangkan pasien di unit rawat darurat yang memerlukan bantuan napas
buatan untuk jangka panjang. Untuk anestesi intravena total biasanya
menggunakan propofol.
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol
mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap
senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane.
Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
Obat-obat yang dapat dipergunakan :
1. Pentothal
Dapat diberikan pada bayi / anak hanya perlu diiingat neonetus sangat peka
terhadap obat ini dan metabolisme berlangsung lama. Dosis untuk induksi
bayi / anak : 4 – 5mg per kg BB
2. Methohexital (Brevital)
Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis 1,5 mg per kg BB.
Sebagai pilihan alternatif dari pentothal , biasanya pemulihan lebih cepat
dibanding pentothal dan pada anak sering menimbulkan twitching otot dan
singultus apabila dosisnya tinggi. Karena obat ini sering menimbulkan rasa
sakit pada dinding pembuluh darah , maka pemakaian sering dicampur
dengan lidocaine 2% . Liu et al melakukan penelitian pada anak usia 6 – 15
tahun induksi anesthesia dengan dosis 1 – 2 mg per kg BB , memberikan
hasil yang baik.
3. Diazepam.
Masa pemulihan obat ini lebih lama dari pentothal atau methohexitol.
Dosis : 0,4 mg per kg BB, diberikan hati hati Karena menimbul kan rasa
sakit pada pembuluh darah.
4. Ketamin.
Dosis 2 mg per kg BB, dalam waktu 1 – 2 menit anak sudah tidur ,
dipergunakan untuk tindakan yang tidak memerlukan relaksasi, nafas
spontan dan yang diutamakan khasiat analgetiknya. Ketamin sering
menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, pasca
anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi
buruk. Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mida-
zolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intra-
vena dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
5. Propofol
Cukup efektif untuk anak anak, tapi sering menimbulkan rasa sakit dan
terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik yang khusus.
Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total 4- 12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif
0.2 mg/kg.
6. Midazolam
Tergolong benzodiazepine yang larut dalam air , tidak menyebabkan rasa
sakit pada pembuluh darah. Dosis : 0,15 mg per kg BB, induksi dengan obat
ini berlangsung cepat. Mekanisme kerja dan efek sama dengan diazepam,
tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x
diazepam, metabolisme di hepar.
2. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan
aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam
kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan
rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada
permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan
sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan
pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi
intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman
anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas / uap yang diinhalasi.
Cara pemberian anestesi inhalasi:
• Open drop method: zat anestesi diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar zat anestesi yang dihisap tidak
diketahui dan pemakaiannya boros karena zat anestesi menguap ke udara
terbuka.
• Semiopen drop method: cara ini hampir sama dengan open drop, hanya
untuk mengurangi terbuangnya zat anestesi maka digunakan masker.
• Semiclosed method: udara yang dihisap diberikan bersamaan oksigen yang
dapat ditentukan kadarnya. Keuntungan cara ini adalah dalamnya anestesi
dapat diatur dengan memberikan zat anestesi dalam kadar tertentu dan hipoksia
dapat dihindari dengan pemberian O2.
• Closed method: hampir sama seperti semiclosed, hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui NaOH yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang
mengandung anestesi dapat digunakan lagi. Cara ini lebih hemat, aman, dan
lebih mudah, tetapi harga alatnya cukup mahal.
Jenis-jenis anestesi inhalasi generasi pertama seperti ether,
cyclopropane, dan chloroform sudah tidak digunakan lagi di negara-negara
maju karena sifatnya yang mudah terbakar (misalnya ether dan cyclopropane)
dan toksisitasnya terhadap organ (chloroform). Obat yang dipakai adalah:
1. Sevofluran
Merupakan halogenasi eter, Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang
jalan napas. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada lapo-
ran toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat
dikeluarkan oleh badan.
2. Halothane
Merupakan gas anestesi inhalasi yang sering dipergunakan untuk bayi /
anak karena baunya tidak merangsang dan induksi bisa berjalan mulus dan
lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian yang disebut “drug induced
hepatitis” pada pemakaian yang berulang terutama pada anak anak usia diatas
14 tahun. Induksi anestesi berlangsung cepat, mulus dan lancar dibandingkan
dengan obat anestesi lainnya, karena baunya enak dan tidak merangsang. MAC
untuk neonatus 0,87% , Bayi 1,02% , Anak 1,20% dan dewasa 0,75%. Efek
samping: menekan pernapasan dan kegiatan jantung, hipotensi, jika penggu-
naan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
3. Isoflurane
Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding halothan
sehingga secara teoritis induksianestesi dan pemulihan berlangsung sangat
cepat. Gas ini hampir tidak mengalami metabolisme dalam tubuh dan
dikeluarkan lewat paru secara utuh dan sempurna . Baunya agak tidak sedap
dan sedikit merangsang jalan nafas , sehingga kadang kadang bayi / anak
menahan nafas atau batuk . Induksi anestesi dengan isoflurane perlu
pengalaman yang cukup dan penuh perhatian, karena baunya yang tidak sedap
dan merangsang jalan nafas dimana kadang kadang bayi / anak akan menahan
nafas. Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah, dan
keadaan tegang.
4. Enflurane
Induksi anestesi dengan gas ini tidak begitu lancar dan mulus , anak
sering menahan nafas, batuk batuk, dapat terjadi spasme larynx. Koefisien
kelarutan gas`dalam lemak lebih rendah dari halothan , induksi lebih cepat dari
halothan dan pemulihannyapun lebih cepat. Efek samping: hipotensi, menekan
pernapasan, aritmi, dan merangsang SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi
(menggigil), serta mual dan muntah.
5. Desfluran
Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan
anestesi volatil lain, sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi. Merangsang
jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi
Efek samping
Hampir semua anestesi inhalasi yang mengakibatkan sejumlah efek
samping dan yang terpenting adalah :
1. Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan
oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O
dan eter.
2. Menekan sistem kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan
isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.
3. Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
4. Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, se-
hingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
5. Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan
(menggigil) pasca-bedah.
BAB 4
PEMBAHASAN
Tehnik dan alat alat anestesi yang dipakai untuk bayi dan anak anak
pada umumnya berbeda dengan alat yang dipakai oleh dewasa. Anatomi dan
fisiologi pada bayi dan anak anak berbeda dengan dewasa juga psikologisnya
sangat berbeda. Oleh karena hal tersebut maka pengelolaan dan tehniknyapun
berbeda dengan dewasa. Penyulit yang ada adalah usia yaitu masuk dalam
kategori bayi (6 bulan. Pada pasien bayi, kadar obat yang dibutuhkan lebih
sedikit daripada pasien dewasa pada umumnya. Selain itu perubahan-
perubahan fisiologis pada pasien ini dapat mengakibatkan perbedaan prosedur
anestesi jika dibandingkan pasien dewasa.
Tindakan pemilihan jenis anestesi pada pasien bayi diperlukan
beberapa pertimbangan. Teknik anestesi disesuaikan dengan keadaan umum
pasien, jenis dan lamanya pembedahan, dan bidang kedaduratan. Metode
anastesi sebaiknya seminimal mungkin mendepresi pernapasan dan jantung,
sifat analgesik cukup kuat, tidak menyebabkan trauma psikis pada pasien,
toksisitas rendah, aman, nyaman, dan memungkinkan operator bekerja optimal.
Pada tindakan ekstirpasi ini dipilih anestesi umum kombinasi IV
intermitten dan inhalasi. Karena mengurangi kecemasan pasien, dan efek
menurunkan tekanan intraokuler dari obat anestesi yang dipilih.
Pada premedikasi dipilih SA dan Midazolam, SA berfungsi untuk
mencegah timbulnya bradikardi, midazolam memiliki beberapa keuntungan
yaitu tidak menimbulkan nyeri di tempat suntikan, ansiolitik, sedative, anti
konvulsif, dan anterograde amnesia. Mekanisme kerja dan efeknya sama
dengan diazepam, tetapi onset lebih cepat, durasi kerja lebih pendek, dan
kekuatannya 1,5-3x Diazepam.
Propofol digunakan dipilih menjadi obat pilihan induksi anestesia, salah
satu kelebihannya adalah pasien merasa lebih nyaman pada periode pasca be-
dah dibanding anestesi intravena lainnya. Mual dan muntah pasca bedah lebih
jarang karena propofol mempunyai efek anti muntah. Keuntungan lainnya
adalah penurunan tekanan intraokuler yang dimiliki sehingga cocok digunakan
pada operasi mata seperti ini.
Untuk pemeliharaan anestesi digunakan agen inhalasi Sevoflurane.
Induksi dengan sevoflurane memiliki keuntungan yaitu dapat menimbulkan
relaksasi yang memudahkan intubasi pada anak. agen ini nyaman dipakai
karena keuntungannya yang berbau lebih enak dan tidak iritatif pada jalan
napas dibandingkan dengan Isoflurane. Serta bersifat mudah difusi, brain
protector, dan cardio protector.
Setelah anak / bayi dioperasi harus dirawat dahulu diruang pemulihan
sampai anak / bayi tersebut pulih kesadarannya baru dikirim keruangan.
Selama diruang pemulihan , fungsi fungsi vital harus diawasi dengan seksama ,
karena anak / bayi mudah sekali jatuh kedalam kondisi yang buruk. Jangan
sampai leher anak tertekuk sehingga kekurangan oksigen, apnoe , bradikardia
dan meninggal. Anak / bayi baru dipindahkan keruangan apabila anak sudah
sadar sempurna dan pada bayi apabila sudah menangis keras.
BAB V
KESIMPULAN
Anestesi pada bayi atau anak agak berbeda dengan anestesi pada
dewasa muda pada umumnya. Perbedaan anatomi maupun fisiologi yaitu yang
menyangkut sistem respirasi, kardiovaskuler maupun metabolisme
memerlukan perhatian dan pemilihan teknik maupun agen yang tepat.
Pemilihan teknik maupun obat anestesi yang diberikan harus disesuaikan
dengan kebutuhan pasien sebelum, pada saat operasi serta setelah operasi.