Download - Lapsus Ikm - Dian
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDU
DIARE AKUT TANPA DEHIDRASI
Oleh
NI LUH PT DIAN A.P
H1A007044
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
PUSKESMAS KEDIRI
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Diare merupakan keluhan yang sering ditemukan pada dewasa. Diperkirakan pada
orang dewasa setiap tahunnya mengalami diare akut atau gastroenteritis akut sebanyak
99.000.000 kasus. Di Amerika Serikat, diperkirakan 8.000.000 pasien berobat ke dokter dan
lebih dari 250.000 pasien dirawat di rumah sakit tiap tahun (1,5% merupakan pasien dewasa)
yang disebabkan karena diare atau gastroenteritis. Masih di USA, keluhan diare menempati
peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa
rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut karena infeksi menduduki peringkat
pertama sampai dengan ke empat pada pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit
(Hendarwanto, 1996). Frekuensi kejadian diare pada negara-negara berkembang termasuk
Indonesia lebih banyak 2-3 kali dibandingkan negara maju. (Sudoyo,2009)
Pada tahun 2008 dilaporkan terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare di 15
provinsi dengan jumlah penderita sebanyak 8.443 orang, jumlah kematian sebanyak 209
orang atau Case Fatality Rate (CFR) sebanyak 2,48%. Hal tersebut utamanya disebabkan oleh
rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi yang buruk dan perilaku hidup tidak bersih. (Profil
Kesehatan Indonesia, 2008).
Keputusan Menkes RI No.1216/Menkes/SK/XI/2001 tentang pedoman
pemberantasan penyakit diare dinyatakan bahwa penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan angka kematian serta
kejadian luar biasa (KLB) yang ditimbulkan. Penyebab utama kematian pada penyakit diare
adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolitnya melalui tinjanya. Di
negara berkembang prevalensi yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari
sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya
tahan tubuh.
Sanitasi merupakan salah satu tantangan yang paling utama bagi negara-negara
berkembang karena menurut World Health Organisation (WHO), penyakit diare membunuh
satu anak di dunia ini setiap 15 detik, karena akses pada sanitasi masih terlalu rendah. Hal ini
menimbulkan masalah kesehatan lingkungan yang besar, serta merugikan pertumbuhan
ekonomi dan potensi sumber daya manusia pada skala nasional. (Azwar, 2009).
Penyakit diare di Puskesmas Kediri masih termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di
Puskesmas Kediri tahun 2012, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Untuk data rawat
inap, diare menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Kediri
dengan jumlah kasus mencapai 298. Sedangkan untuk rawat jalan Puskesmas, diare termasuk
dalam urutan ke-6 dalam 10 penyakit terbanyak,dengan jumlah kasus mencapai 2306 kasus.
Hal ini tentu saja dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat Kediri. Oleh karena itu,
maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan angka kejadian diare dimana
puskesmas sebagai ujung tombak dalam pelayanan kesehatan masyarakat primer yang
bertanggung jawab terhadap kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. GAMBARAN PENYAKIT DIARE DI PUSKESMAS KEDIRI
Diare merupakan penyakit yang termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas
Kediri tahun 2012, baik untuk rawat jalan maupun rawat inap. Untuk data rawat inap, diare
menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Kediri dengan jumlah
kasus mencapai 298 kasus. Sedangkan untuk rawat jalan Puskesmas, diare termasuk dalam
urutan ke-6 dalam 10 penyakit terbanyak, dengan jumlah kasus mencapai 2306 kasus.
Masalah diare tersebut tidak lepas dari beberapa faktor yang menjadi faktor resikonya,
terutama yang menyangkut PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dan lingkungan. Dalam
hal ini, Puskesmas telah melakukan banyak upaya baik promotif, preventif, maupun kuratif
untuk menangani masalah diare tersebut.
Tabel 1. Data 10 Penyakit Terbanyak Rawat Inap Puskesmas Kediri Bulan
Januari - Desember 2012
No Nama penyakit Jumlah kasus
1. Diare 298
2. Typhoid 189
3. Pneumonia 128
4. Dispepsia 125
5. DHF 93
6. ISPA 54
7. Infeksi saluran kencing 45
8. Hipertensi 39
9. Asma Bronkial 33
10. Observasi febris 25
Sumber : Laporan Rawat Inap PKM Kediri 2012
4
Grafik 1. Data 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan Puskesmas Kediri Bulan Januari -
Desember 2012
ISPA
GASTRITI
S
INFEKSI
KULIT HTOTO
TDIARE
P.KULIT ALER
GI
ASMA
PULPA
MATA0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Sumber : Laporan Rawat Jalan PKM Kediri 2012
Data temuan sarana kesehatan untuk kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Kediri
terus meningkat dari tahun 2010 sampai dengan 2012. Pada tahun 2010 ditemukan 1902
kasus, pada tahun 2011 ditemukan 2163 kasus dan pada tahun 2012 ditemukan 2729 kasus.
Grafik 2. Kasus Diare untuk 3 Tahun terakhir
Januari
Febru
ari
Maret
April MeiJuni
Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktober
November
Desember
050
100150200250300350
201020112012
5
Grafik3. Grafik mingguan kasus diare tahun 2012
minggu 1
minggu3
minggu5
minggu7
minggu9
minggu11
minggu13
minggu15
minggu17
minggu19
minggu21
minggu23
minggu25
minggu27
mingggu
29
minggu31
minggu33
minggu35
minggu37
minggu39
minggu41
minggu43
minggu45
minggu47
minggu49
minggu51
0
20
40
60
80
100
120
2012
Dari grafik di atas terlihat bahwa kasus diare paling tinggi terjadi pada minggu ke-47
pada tahun 2012 yaitu periode 18-24 Nopember 2012. Kasus terendah terjadi pada minggu
ke-7 yaitu periode 12-18 Februari 2012.
2.2. KONSEP PENYAKIT DIARE
2.2.1. Pengertian Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya
defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai
dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah.
Menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda
adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair
dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam
sehari.
2.2.2. Etiologi
Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh infeksi, malabsorpsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologis.
a. Faktor infeksi
6
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare. Jenis-jenis infeksi
yang umumnya menyerang antara lain:
1. Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio
Cholera (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan
dan patogenik seperti pseudomonas.
2. Infeksi basil (disentri),
3. Infeksi virus rotavirus,
4. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),
5. Infeksi jamur (Candida albicans),
6. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan, dan
7. Keracunan makanan.
b. Faktor malabsorpsi
Faktor ini paling sering menyebabkan diare pada bayi. Faktor malabsorpsi dibagi
menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat,
pada bayi, kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat
menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan
sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila dalam makanan
terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar
lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada
lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak
terserap dengan baik.
c. Faktor makanan
Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun,
terlalu banyak lemak, dan sayuran mentah. Makanan yang terkontaminasi jauh
lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.
d. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang
lebih besar dan pada orang dewasa.
2.2.3. Klasifikasi Diare
Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi empat yaitu:
a. Diare Akut
7
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare, baik anak-anak maupun orang
dewasa.
b. Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya
komplikasi pada mukosa.
c. Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
d. Diare dengan masalah lain
Anak maupun orang dewasa yang menderita diare (diare akut dan diare
persisten) mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan
gizi, gangguan imunitas atau penyakit lainnya
2.2.4. Tanda dan Gejala Diare
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat kali
atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai: muntah, badan lesu atau lemah, panas,
tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan muntah-muntah
dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus. Infeksi bisa secara tiba-
tiba menyebabkan diare, muntah, tinja berdarah, demam, penurunan nafsu makan atau
kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang perut, serta gejala-
gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau kejang, dan sakit kepala.
Gangguan bakteri dan parasit kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah
atau demam tinggi.
Pada tingkat yang lebih lanjut, diare dapat menimbulkan dehidrasi. Dehidrasi
dibagi menjadi tiga macam, yaitu dehidrasi ringan, dehidrasi sedang dan dehidarsi
berat. Disebut dehidrasi ringan jika cairan tubuh yang hilang 5%. Jika cairan yang
hilang lebih dari 10% disebut dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat, volume darah
berkurang, denyut nadi dan jantung bertambah cepat tetapi melemah, tekanan darah
merendah, penderita lemah, kesadaran menurun dan penderita sangat pucat.
8
2.2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diare
1. Faktor Sosiodemografi
Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan perubahan-
perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen-komponen perubahan
tersebut seperti kelahiran, kematian, migrasi sehingga menghasilkan suatu keadaan
dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin tertentu.
Dalam pengertian yang lebih luas, demografi juga memperhatikan berbagai
karakteristik individu maupun kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan
demografi, karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi. Karakteristik sosial
dan demografi meliputi: jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan agama.
Karakteristik pendidikan meliputi: tingkat pendidikan. Karakteristik ekonomi
meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan. Faktor sosiodemografi
meliputi tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan umur.
a. Tingkat pendidikan
Jenjang pendidikan memegang peranan cukup penting dalam
kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan
mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan
sanitasi lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular,
diantaranya diare. Dengan sulitnya mereka menerima penyuluhan,
menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya pencegahan penyakit
menular. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih
berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang
masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik.
b. Jenis pekerjaan
Karakteristik pekerjaan seseorang dapat mencerminkan pendapatan,
status sosial, pendidikan, status sosial ekonomi, risiko cedera atau masalah
kesehatan dalam suatu kelompok populasi. Pekerjaan juga merupakan suatu
determinan risiko dan determinan terpapar yang khusus dalam bidang
pekerjaan tertentu serta merupakan prediktor status kesehatan dan kondisi
tempat suatu populasi bekerja.
9
c. Umur
Umur mempunyai lebih banyak efek pengganggu daripada yang
dimiliki karakter tunggal lain. Umur merupakan salah satu variabel terkuat
yang dipakai untuk memprediksi perbedaan dalam hal penyakit, kondisi, dan
peristiwa kesehatan, dan karena saling diperbandingkan maka kekuatan
variable umur menjadi mudah dilihat.Umur adalah variabel yang selalu
diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-
angka kesakitan maupun kematian di dalam hampir semua keadaan
menunjukkan hubungan dengan umur.
2. Faktor lingkungan
Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare pada
dewasa, bayi dan balita di Indonesia.Salah satu faktor risiko yang sering diteliti
adalah faktor lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban,
saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi
rumah. Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk
menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk dituding
sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang
dikonsumsi masyarakat.Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja
manusia.
a. Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia.Di dalam tubuh manusia
sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55- 60% berat
badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar
80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum,
masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di
antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan
untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus
mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit
bagi manusia. Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi
10
yang tidak kalah pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian
kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka
dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda
yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum. Menurut Depkes RI (2000),
hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup
serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang,
anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum
dengan sumber pengotoran seperti septictank, tempat pembuangan
sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih
dan cukup.
b. Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan
lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan
terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui tinja
antara lain penyakit diare. Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan
kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat
lalat bertelur atau perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua
kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan
membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi.
11
c. Jenis lantai rumah
Menurut Notoatmodjo (2003) syarat rumah yang sehat jenis lantai
yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim
penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari: ubin atau semen, kayu, dan tanah
yang disiram kemudian dipadatkan. Lantai yang basah dan berdebu dapat
menimbulkan sarang penyakit.
Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan kering dan tidak
lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah dibersihkan, paling tidak
perlu diplester dan akan lebih baik kalau dilapisi ubin atau keramik yang
mudah dibersihkan.
3. Faktor perilaku
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare adalah sebagai berikut:
a. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyuapi makan anak dan sesudah makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare.
b. Kebiasaan membuang tinja
Membuang tinja harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak
orang beranggapan bahwa tinja tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Tinja yang dibuang
secara tidak benar inilah yang nantinya akan menyebabkan terjadinya
penyebaran penyakit, termasuk diare.
c. Menggunakan air minum yang tercemar
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat
peyimpanan tidak tertutup atau tangan yang tercemar menyentuh air pada
saat mengambil air dari tempat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko
terhadap diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi
air tersebut dari kontaminasi. Salah satu caranya yaitu dengan merebus air
hingga mencapai suhu 1000 C sebelum dikonsumsi.
12
d.Menggunakan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
sebaiknya membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Jamban yang baik hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak tempat anak-anak
bermain dan harus berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air, serta
hindari buang air besar tanpa alas kaki.
Gambar 2.1 Peta konsep etiologi diare dari segi IKM
2.2.6. Penatalaksanaan Diare
Rehidrasi
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang adekuat dan
keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana
harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan jiwa. Idealnya, cairan rehidrasi
oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium
klorida, dan 20 g glukosa per liter air. Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam
paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika sediaan secara
komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½
13
sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua
pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus minum cairan
tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus pertama kalinya. Jika terapi intra vena
diperlukan, cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan
dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus
dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, dan
penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera
mungkin. (Khalid, 2004)
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari
badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai cara :
BJ plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BJ Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB
Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor (tabel 1)
Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah (1)
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg (1)
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg (2)
- Frekwensi Nadi> 120 x/menit (1)
- kesadaran apatis (1)
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma (2)
- Frekwensi nafas > 30 x/menit (1)
14
- Facies cholerica (2)
-Voxcholerica (2)
- Turgor kulit menurun (1)
- Washer’s woman’s hand (1)
- Ekstremitas dingin (1)
-Sianosis (2)
- Umur 50-60 tahun (-1)
- Umur> 60 tahun (-2)
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan
cairan per intravena. (Sudoyo,2009)
Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti biotik.
Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi
seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, persisten, diare pada pelancong, dan
pasien immunocompromised. Obat pilihan yaitu kuinolon (missal siprofloksasin 500 mg 2
x/hari selama 5-7 hari). Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invasif termasuk
Campylobacter, Shigella, Salmonella, Yersinia, dan Aeromonas species. Sebagai alternatif
yaitu kotrimoksazol. Metronidazol 250 mg 3 x/hari selama 7 hari diberikan bagi yang
dicurigai giardiasis. (Sudoyo,2009)
Obat Antidiare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala:
15
a. Yang paling efektif yaitu derivat opioid misal loperamide, difenoksilat-atropin dan tinktur
opium.
b. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite 3 x 1 sachet diberikan tiap
diare/BAB encer sampai diare berhenti.
c. Obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1 tab/hari (Sudoyo,2009)
Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien
dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah
dicerna seperti pisang, nasi, kripik dan sup. Susu sapi harus dihindarkan karena adanya
defisiensi laktase transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein
dan alkohol harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.
(Sudoyo,2009)
2.7 Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Sumber air minum
Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian besar
terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-
anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80%. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks
antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci dan sebagainya. Di Negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari. Di
antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah kebutuhan untuk minum.
Oleh karena itu, untuk keperluan minum dan masak air harus mempunyai persyaratan khusus
agar air tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi manusia (Notoatmodjo, 2003).
Sumber air minum utama merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan,
dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI,
2000). Abdullah (1987) menyimpulkan bahwa penduduk disuatu daerah yang tidak
menggunakan air bersih, akan memiliki kecenderungan menderita penyakit diare. Hal ini
16
sejalan dengan penelitian Munir (1983) yang menyatakan bahwa penyediaan air bersih dapat
menurunkan risiko diare. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluarga yang memanfaatkan
air bersih dari sumber yang memenuhi syarat kesehatan angka kejadian diarenya lebih sedikit
bila dibandingkan dengan keluarga yang memanfaatkan air dari sumber yang tidak memenuhi
syarat kesehatan (Kusnindar, 1994).
Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air
bersih adalah:
1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan
sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti
septiktank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.
4. Mengunakan air yang direbus.
5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup.
Jenis tempat pembuangan tinja
Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit
tertentu yang penulurannya melalui tinja antara lain penyakit diare. Menurut Notoatmodjo
(2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah :
1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya,
2. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya,
3. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya,
4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai sebagai tempat lalat bertelur atau
perkembangbiakan vektor penyakit lainnya,
5. Tidak menimbulkan bau,
6. Pembuatannya murah, dan
7. Mudah digunakan dan dipelihara.
Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari
rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara lain, yakni sampah
17
anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya: logam/besi,
pecahan gelas, plastik. Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat
membusuk, misalnya : sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan. Cara pengolahan sampah
antara lain sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2003).
1. Pengumpulan dan pengangkutan sampah.
Pengumpulan sampah diperlukan tempat sampah yang terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, tidak mudah rusak, harus tertutup rapat, ditempatkan di luar rumah.
Pengangkutan dilakukan oleh dinas pengelola sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA)
2. Pemusnahan dan pengelolaan sampah
Dilakukan dengan berbagai cara yakni, ditanam (Landfill), dibakar (Inceneration),
dijadikan pupuk (Composting)
Perumahan
Keadaan perumahan adalah salah satu faktor yang menentukan keadaan higiene dan
sanitasi lingkungan. Adapun syarat-syarat rumah yang sehat ditinjau dari ventilasi, cahaya,
luas bangunan rumah, Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat sebagai berikut :
(Notoatmodjo, 2003).
1. Ventilasi
Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap
segar dan untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri
patogen.. Luas ventilasi kurang lebih 15-20 % dari luas lantai rumah
2. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, kurangnya cahaya yang masuk ke
dalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga
merupakan media atau tempat baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit.
Penerangan yang cukup baik siang maupun malam 100-200 lux.
3. Luas bangunan rumah
Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap
orang. Jika luas bangunan tidak sebanding dengan jumlah penghuni maka menyebabkan
kurangnya konsumsi O2, sehingga jika salah satu penghuni menderita penyakit infeksi
maka akan mempermudah penularan kepada anggota keluarga lain.
18
4. Fasilitas-fasilitas di dalam rumah sehat
Rumah yang sehat harus memiliki fasilitas seperti penyediaan air bersih yang cukup,
pembuangan tinja, pembuangan sampah, pembuangan air limbah, fasilitas dapur, ruang
berkumpul keluarga, gudang, kandang ternak
Air limbah
Air limbah adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan
pada umumnya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai dengan zat yang
terkandung di dalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan
menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain limbah
sebagai media penyebaran berbagai penyakit terutama kolera, diare, typus, media
berkembangbiaknya mikroorganisme patogen, tempat berkembangbiaknya nyamuk,
menimbulkan bau yang tidak enak serta pemandangan yang tidak sedap, sebagai sumber
pencemaran air permukaan tanah dan lingkungan hidup lainnya, dan mengurangi
produktivitas manusia, karena bekerja tidak nyaman (Notoatmodjo, 2003).
Usaha untuk mencegah atau mengurangi akibat buruk tersebut diperlukan kondisi,
persyaratan dan upaya sehingga air limbah tersebut tidak mengkontaminasi sumber air
minum, tidak mencemari permukaan tanah, tidak mencemari air mandi, air sungai, tidak
dihinggapi serangga, tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit dan
vektor, tidak terbuka kena udara luar sehingga baunya tidak mengganggu (Notoatmodjo,
2003).
2.8 Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat dicegah
dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar
dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari
daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia. (Khalid,2004)
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang
keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus
dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai, harus
diperingatkan untuk tidak menelan air. (Khalid,2004)
19
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih (air
rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak
diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging
dan makanan laut harus dimasak.
20
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. R
Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Alamat : Sedayu Utara
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Tanggal pemeriksaan : 23 Maret 2013
II. Anamnesis
Keluhan Utama:
Mencret
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan mencret sejak 1 hari sebelum ke puskesmas (22/3/2013).
Mencret ± 3 kali dalam 1 hari, mulai sejak jumat malam dengan konsistensi cair,
ampas (-), warna kekuningan, lendir (+), darah (-). Pasien sempat meminum diaform,
akan tetapi keluhan tidak membaik. Keluhan demam atau menggigil disangkal pasien.
Perut terasa mules, mual (+), muntah (+). Pasien mengeluhkan badan terasa lemas.
Nafsu makan pasien menurun sejak menderita mencret. BAK sejak kemarin sebanyak
1x, dengan kualitas dan kuantitas seperti biasa. Pagi harinya pasien sempat makan
pelecing yang dibawa oleh keponakannya.
Riwayat Sosial dan Lingkungan:
o Pasien tinggal dengan suaminya dan ketiga orang anaknya
o Rumah tinggal pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus sebagai
ruang keluarga, 1 dapur, 1 WC. Luas rumah pasien ± 6x4 meter, rumah pasien
tidak memiliki pekarangan, rumah pasien mepet dengan rumah tetangga. Sinar
21
matahari dapat masuk dengan baik ke dalam dapur dan ruang keluarga, namun
tidak sampai ke kamar pasien. Terdapat cukup jendela dan ventilasi pada ruang
keluarga sehingga sinar matahari yang masuk cukup. Pada kedua kamar pasien
gelap dan sering ditutupi oleh korden dan tidak terdapat ventilasi. Lantai rumah
terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok, atap rumah terbuat dari seng.
o Sumber air minum berasal dari air sumur, air minum selalu direbus. Sumur tersebut
merupakan sumur galian yang dalam hingga permukaan airnya sekitar 4,5 meter.
Letak sumur berdekatan dengan rumah pasien, dimana sumur di luar rumah
berjarak ± 7 meter. Letak sumur dan kamar mandi sekitar 6 meter. Kamar mandi
terdiri atas bak sebagai penampung air, jamban, dan ember di dalamnya. Lantai
kamar mandi terbuat dari keramik, dinding bak terbuat dari semen. Tembok kamar
mandi terbuat dari semen plester. Kamar mandi ini hanya digunakan oleh keluarga
ini, sedangkan sumur digunakan oleh 3 KK yang tinggalnya berdekatan dengan
rumah pasien.
o Untuk mencuci piring dan alat dapur biasanya digunakan air sumur tersebut. Pasien
mengaku tidak terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air.
Sesekali ketika mencuci tangan menggunakan sabun cuci piring ataupun sabun
cuci baju.
o Pendapatan keluarga berasal dari suami pasien yang bekerja sebagai tukang
bangunan. Penghasilan yang diterima tidak menentu, rata-rata sebulan sekitar
750.000 – 1.000.000.
22
IKHTISAR KELUARGA
Riwayat penyakit dahulu:
Menurut pengakuan pasien, pernah mengalami mencret sebelumnya. Sekitar
1,5 bulan yang lalu, pasien mengalami mencret selama 2 hari. Pasien mengalami
muntah, BAB sering bolak balik kamar mandi dengan frekuensi sekitar 10 kali
terutama saat malam hari. BAB pasien saat itu tidak bercampur lendir dan darah. Saat
itu pasien hanya meminum pil berwarna hijau dan putih yang diberikan dari perawat
puskesmas dan keluhan membaik. Pasien menyangkal mengonsumsi air yang tidak
direbus.
Riwayat penyakit keluarga dan lingkungan:
Anggota keluarga yang tinggal serumah, yaitu anak pasien yang paling bungsu
juga menderita keluhan serupa. Mencret sejak pagi harinya, dan mengkonsumsi obat
pasien yang diperoleh dari puskesmas. Keluhan segera dirasakan membaik.
Riwayat pengobatan:
Pasien sebelumnya tidak pernah memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan lainnya dan untuk keluhannya, pasien hanya mengonsumsi diaform, akan
tetapi keluhan tidak membaik.
Riwayat alergi
- Makanan : tidak ada
- Obat : tidak ada
III. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : baik
Kesadaran/ GCS : compos mentis/ E4V5M6
23
2. Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 104 x/menit, regular, isi tegangan cukup
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 36,2 0C
Pemeriksaan fisik umum
1. Kepala-leher
Kepala : simetris, deformitas (-)
Mata : anemis -/-, ikterus -/-, mata cowong -/-
Wajah : sianosis (-), flushing (-)
Telinga : deformitas (-)
Hidung : deformitas (-)
Mulut : sianosis bibir (-), stomatitis (-), mukosa bibir basah
Leher : pembesaran KGB (-), Tekanan vena jugularis : meninggi (-)
2. Toraks-kardiovaskuler
Inspeksi : kelainan bentuk (-), Tarikan sela iga (retraksi subcostal) (-), simetris
Auskultasi : Jantung: S1 S2 tunggal, teratur, Murmur (-), gallop (-)
Paru : vesikuler +/+, ronki-/-, Wheezing : -/-
3. Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, turgor normal, nyeri tekan (+) pada epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba.
24
4. Uro-genital
Tidak dievaluasi
5. Anal-perianal
Tidak dievaluasi
6. Ekstermitas atas-aksilla
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+), pembesaran KGB aksila (-)/(-)
7. Ekstremitas bawah
Edema (-)/(-), akral hangat (+)/(+)
IV. Pemeriksaan Penunjang
(-)
V. Diagnosis:
Diare cair akut tanpa dehidrasi
VI. Rencana Tindak Lanjut
1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang dihadapi pasien
Zinc 1x20 mg, selama 10 hari
Oralit
Loperamide tab 3x1
Amoksisilin tab 3x500 mg
2. Tujuan terapi
Meringankan gejala
Edukasi : Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan makan dan minum
di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan membiasakan mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan dan menjaga kebersihan kuku.
Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien diberikan penjelasan
mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci tangan yang efektif, terutama sekali
setelah BAB dan BAK, dan sebelum menyiapkan makanan atau makan.
25
Rumah pasien berada di gang sempit yang dilapisi oleh paving blok
Kamar mandi : berdinding tembok yang diplester, bak penampungan dari semen, sumber air
dari sumur, pencahayaan kurang
26
Lantai kamar mandi dari keramik, terdapat kloset jongkok
Tempat cuci piring : sumber air sumur, berdekatan dengan kamar mandi
27
Dapur yang berhadapan dengan kamar mandi, tanpa ada sekat pembatas, beberapa alat makan
diletakkan di bawah
Cahaya matahari masuk melalui atap yang tembus cahaya, menerangi dapur, namun
pencahayaan tidak sampai ke kamar tidur
28
Dapur yang berfungsi juga sebagai tempat meletakkan sepeda
29
Kamar tidur : tanpa ventilasi, dinding tembok diplester, kasur berupa busa tipis, banyak baju
bergantungan
Jendela kamar tidur yang menghadap ke ruang tamu/ruang keluarga, tidak bisa dibuka
30
Ruang keluarga sekaligus berfungsi sebagai ruang tamu
Sumur berjarak sekitar 6 meter dari kamar mandi, 7 meter dari rumah, sumber air minum, dan
mencuci
31
Sumur dengan kedalaman 9 meter, jarak permukaan air sekitar 4,5 meter
Selokan dekat dengan sumur, air tergenang, berbau
32
Tempat menjemur pakaian berdekatan dengan sumur
33
U
DENAH RUMAH NY. R
34
Keterangan :Keterangan :
a. Dapur
b. Kamar Mandi + Jamban
c. Sumur
d. Gang Jalan rumah
e. Got besar
f. : Daun Pintu
: Daun Jendela
g. Ruang Keluarga
h. Kamar Tidur 1
i. Kamar Tidur 2
j. Tempat menjemur
pakaian
BIOLOGIS
Pasien umur 45 tahun masuk dalam kriteria mendekati lansia dimana kinerja system imun perlahan menurun
PERILAKU
KERANGKA KONSEP MASALAH PASIEN
BAB IV
35
LINGKUNGANPasien sering makan
makanan yang mengiritasi lambung
seperti pelecing
Pasien terkadang lupa mencuci tangan sebelum
makan
Perabotan yang dicuci dari air sumur yang
kurang bersih, apalagi letak dapur dekat
kamar mandiPELAYANAN KESEHATAN
Kurangnya penyuluhan mengenai alur penularan diare serta
pentingnya PHBS
DIARE
Pasien tinggal di daerah yang dekat got dan padat penduduk
Musim Penghujan :
Lalat tumbuh dan menghinggapi makananMakanan di dalam
rumah tidak ditutup sehingga mudah dihinggapi lalat
PEMBAHASAN
Aspek Klinis
Pada kasus ini, pasien adalah perempuan berumur 45 tahun dengan keluhan utamanya
adalah mencret. Mencret dengan frekuensi 3x/hari, dengan konsistensi cair dengan lendir dan
tidak ada darah yang berlangsung sejak 1 hari sebelum ke puskesmas. Berdasarkan keadaan
tersebut, pasien di diagnosis awal dengan diare akut. Diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan
perubahan konsisten tinja menjadi cair dengan atau tanpa darah. Dikatakan diare akut karena
munculnya mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 15 hari.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-
tanda dehidrasi pada pasien ini, keadaan umum pasien sedang, mata cowong tidak ada,
mukosa mulut terlihat basah, tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 104 x/menit, kuat
angkat, isi cukup, pernapasan dalam batas normal, suhu tubuh normal yaitu 36,2ºC,
pemeriksaan turgor kulit kembali normal. Dari pemeriksaan abdomen juga didapatkan
peristaltik usus meningkat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan diagnosis diare akut tanpa
dehidrasi. Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan feses lengkap (FL) pada kasus ini
tidak perlu dilakukan karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mengarahkan bahwa diare
ini bersifat akut dan berdasarkan literatur menunjukkan diare akut infektif. Hal ini didukung
oleh adanya keluhan yang khas yaitu nausea, muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang
cair disertai adanya lendir.
ORT (Oral Rehydration Therapy) merupakan hal yang paling penting untuk
mencegah dan mengobati kekurangan cairan dan elektrolit. Di Indonesia telah dibuat ORS
yang diberi nama Oralit, yang berisi NaCl 0,7 g, KCl 0,3 g, trinatrium sitrat dihidrat 2,9 g
serta glukosa anhidrat yang berbentuk serbuk dalam sachet, dimana setiap sachet untuk 200
ml air. Glukosa menstimulasi secara aktif transport Na dan air melalui dinding usus sehingga
resorbsi air dalam usus halus meningkat 25 kali. Penggunaan ORS dengan formula WHO
yang dilaksanankan dengan benar, dapat mengatasi dehidrasi akibat semua jenis diare pada
semua kelompok umur.
36
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah sembuh.
Meneruskan pemberian makanan akan mempercepat kembalinya fungsi usus yang normal
termasuk kemampun menerima dan mengabsorbsi berbagai nutrien.
Pada kasus ini, faktor yang paling berperan dalam penularan diare ialah faktor
perilaku dan lingkungan. Pasien tidak membiasakan dirinya mencuci tangan dengan sabun
sebelum makan dan setelah buang air. Selain itu kebiasaan pasien sendiri adalah makan tidak
teratur dan kebiasaan masyarakat sering makan pedas-pedas yang bisa menyebabkan diare.
Musim terjadinya penyakit diare ini umumnya terjadi di saat musim penghujan,
dimana lalat mulai banyak tumbuh dan menghinggapi kotoran bergantian dengan
menghinggapi makanan membawa kontaminan dari orang yang sebelumnya terinfeksi bakteri
atau virus. Hal ini memudahkan penularan penyakit dari satu orang ke orang lainnya.
Untuk itu, selain menatalaksanai pasien dengan terapi sesuai tatalaksana diare tanpa
dehidrasi, keluarga pasien juga diberi informasi mengenai cara penularan diare melalui
perilaku mereka yang salah selama ini serta cara mencegahnya muncul lagi dikemudian hari.
Dari pengamatan yang dilakukan selama tiga tahun terakhir, tampak angka kejadian
diare secara keseluruhan berkurang. Hal ini mungkin disebabkan karena kesadaran orang
mengenai cara penularan serta cara mencegah penularan diare semakin baik. Namun, angka
kejadian diare ini menunjukkan peningkatan di bulan tertentu dalan suatu tahun.
Bulan-bulan ini adalah saat musim penghujan tiba, dimana lalat sebagai vektor kuman
mulai banyak tumbuh dan mengkontaminasi makanan dan minuman di sekeliling kita, oleh
karenanya, sangat penting bagi kita untuk waspada dengan jalan menjaga perilaku hidup
bersih dan sehat untuk meminimalisir resiko tertular diare.
Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang
diperkenalkan oleh H. L. Bloom mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku
37
(gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan
faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya), namun yang paling berperan
dalam terjadinya diare adalah faktor prilaku, lingkungan serta pelayanan kesehatan. Diare
menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
1. Faktor Lingkungan
Sosio-ekonomi menengah
Pasien termasuk dalam keluarga dengan sosio-ekonomi yang menengah ke bawah.
Walaupun dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pasien terkadang tidak memikirkan
kualitas makanan yang dipilih. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh budaya setempat
yang hanya mencuci dengan air yang menggenang, kemudian tidak memakai sabun
khusus, terkadang hanya terkena air dianggap sudah bersih. Dari segi pengetahuan
cukup baik sebab masing-masing orang butuh perhatian dan usaha yang lebih untuk
memperhatikan bagaimana pencegahan diare tersebut.
Lalat
Lalat adalah salah satu vektor yang dapat menyebabkan penyebaran penyakit.
Penularan penyakit ini terjadi secara mekanis, dimana kulit tubuh dan kaki-kaki lalat
yang kotor merupakan tempat menempelnya mikrorganisme penyakit yang kemudian
hinggap pada makanan sehingga makanan tersebut menjadi sumber penyakit. Oleh
karena itu perlu dilakukan pengendalian lalat dengan cermat. Pengelolaan sampah
buruk karena tidak dibuang pada tempatnya. Kemudian musim hujan bisa
mendatangkan lalat yang tidak diperhatikan oleh pasien. Ditambah lagi , rumah pasien
dekat dengan got dimana airnya menggenang dan berbau.
2. Perilaku
Kebiasaan tidak mencuci tangan menggunakan sabun
Keefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan, sebelum
mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada pasien masih kurang, pasien
tetap melakukan rutinitas cuci tangan, namun pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini
dapat memudahkan penyebaran penyakit. Budaya cuci tangan yang benar adalah
kegiatan terpenting. Kegiatan ini sangat penting baik bagi pasien, penyaji makanan,
atau warung serta orang-orang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak
dengan feses, urin atau dubur harus dicuci dengan sabun dan kalau perlu disikat, hal ini
diperlukan untuk memutuskan rute transmisi penyakit
38
Pengolah makanan dan minuman yang tidak higienis
Pengolaham makanan dan minuman yang tidak higienis berperan dalam penularan
diare misalnya makanan yang tercemar dengan debu, sampah, dihinggapi lalat, air
minum yang tidak dimasak. Sumber air minum pasien ini adalah sumur dimana air
untuk diminum dan memasak selalu dimasak. Sedangkan jarak minimal septik tank
dengan sumur adalah 10 meter.
3. Pelayanan Kesehatan
Kurangnya data surveillance diare yang menunjukkan orang yang terserang/ kelompok
populasi yang terkena diare serta informasi tempat dan waktu kejadian diare di
masyarakat sehingga para pengambil keputusan di bidang kesehatan dapat menetapkan
cara penanganan yang tepat dan dapat menelaah efikasi cara yang telah dan akan
diterapkan.
Kuman penyebab penyakit diare, keluar dari tubuh penderita bersama tinja atau
muntahan dan menular dengan perantaraan makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
oleh bibit penyakitnya. Pengotoran (kontaminasi) ini dapat terjadi karena:
1. Makanan / minuman dimasak kurang matang atau sengaja dimakan mentah misalnya sayur
2. Makanan / alat-alat makan dihinggapi lalat yang memindahkan bibit penyakitnya (vektor)
3. Tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum makan.
Pada pasien ini tempat memasak tidak higienis karena dapur berhadapan langsung
dengan kamar mandi.Penyimpanan alat-alat makan kurang baik, karena ada beberapa alat
makan yang disimpan di bawah lantai. Penyimpanan makanan kurang baik, karena sisa
makanan tidak ditutup dengan penutup makanan sehingga dihinggapi lalat.
Pada kasus ini, pasien mengkonsumsi air sumur yang dimasak terlebih dahulu. Akan
tetapi, letak air sumur bersebelahan dari jamban umum.
Pasien mengaku selalu mencuci tangan sesudah buang air besar namun jarang
menggunakan sabun. Begitu pula pada saat sebelum makan, pasien mencuci tangan namun
jarang menggunakan sabun.
39
Pada kasus ini, keluarga pasien memakai jamban jongkok. Lantai cukup bersih,
namun dinding jamban tampak kotor.
Rumah pasien belum memenuhi kriteria rumah sehat dimana rumah tinggal pasien
terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu sekaligus sebagai ruang keluarga, 1 dapur. Luas
rumah pasien ± 6x4 meter, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga mepet tembok, tanpa
pekarangan. Sinar matahari yang masuk cukup namun tidak mencapai masing-masing kamar.
Pada kamar juga tidak terdapat ventilasi, walaupun terdapat jendela tetapi jarang dibuka.
Lantai rumah terbuat dari semen, dinding rumah berupa tembok dan atap rumah terbuat dari
seng. Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Rumah pasien
yang berukuran 6x4 m2 dihuni oleh 5 orang anggota keluarga.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Diare merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah di Puskesmas Kediri
terlihat pada tahun 2012, diare menduduki peringkat keenam dari sepuluh penyakit
terbanyak rawat jalan, dan peringkat pertama penyakit pada rawat inap di Puskesmas
Kediri
2. Munculnya diare pada pasien ini disebabkan oleh perilaku hidup bersih dan sehat yang
berupa mencuci tangan, sarana air bersih dan matang, serta pengelolaan sampah yang
kurang sehingga masih perlu dibina.
Saran
1. Koordinasi antara bagian konseling dengan bagian pelayanan kesehatan agar lebih
ditingkatkan terutama dalam melakukan sosialisasi berupa penyuluhan yang berkaitan
dengan sanitasi lingkungan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
2. Mendorong keluarga untuk mengoptimalkan fasilitas jamban keluarga.
3. Mencuci tangan serta makanan dengan air mengalir dan dengan sabun secara benar agar
kotoran yang menempel ikut terbuang bersama air.
4. Memakan makanan yang bergizi, tidak berlebihan dan buah-buahan yang bersih agar
terhindar dari diare.
5. Menganjurkan agar tidak terlalu banyak makan makanan yang terlalu pedas karena iritatif
terhadap lambung
6. Mendorong keluarga untuk mengupayakan selalu tersedianya air masak di dalam
keluarganya.
41
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, R. I., 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Ditjen
PPM dan PL.
Depkes, R.I., 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Depkes, R.I., 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta : Ditjen PPM dan
PL.
Hendarwanto. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Khalid, Zein dkk. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera
Utara
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Soewondo ES. 2002. Seri Penyakit Tropik Infeksi Perkembangan Terkini Dalam
Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi. Surabaya : Airlangga University
Press.
Sosroamidjojo, 1981, Diare dan Profil Lingkungan, Jakarta : Dian Rakyat.
Sudoyo, Aru W. dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta : x
Interna Publishing.
Tim Penyusun, 2012, Laporan Tahunan Puskesmas Kediri Tahun 2012. Dinas
Kesehatan Kabupaten Lombok Barat.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
43