Download - Lapsus Non Psikotik Gsangguan Somatofm
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama :Tn. Y
Umur :47 Tahun
Agama :Kristen
Suku :Toraja
Status Pernikahan :Menikah
Pendidikan Terakhir :S1
Pekerjaan :Pendeta
Alamat : Mamasa
Masuk RS Wahidin Sudirohusodo Provinsi Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya
pada tanggal
21 Juli 2015, diantar oleh istri pasien.
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama :Ny. A
Umur :43 Tahun
Jenis kelamin :Perempuan
Agama :Kristen
Status :Menikah
Pendidikan Terakhir :SMA
Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
Alamat :Mamasa
Hubungan dengan pasien :Istri pasien
A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
- Keluhan dan gejala
Seorang pasien laki-laki berusia 47 tahun datang ke Pakis RS Wahidin
Sudirohusodo untuk yang pertama kali diantar oleh istri dengan keluhan utama
gelisah . Gelisah dialami sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengaku sulit tidur di
malam hari, cepat lapar dan ada rasa tidak nyaman pada perut. Pasien merasakan
keluhan tersebut sejak2 tahun lalu. 2 tahun lalu,awalnya pasien masuk RS di
1
Mamasa karena tekanan darahnya 180/100 kemudian pasien di konsul ke
penyakit dalam kerena ada keluhan baru yaitu nyeri pada lengan kiri dan kanan .
Kemudia dokter penyakit dalam melakukan pemeriksaan darah lengkap dan
didapatkan hasil yang normal . Merasa tidak puas, pasien pergi ke RS Awal Bross
dengan keluhan cepat lapar dan rasa tidak nyaman pada perut lalu pasien dirawat
selama 9 hari serta dilakukan sejumlah pemeriksaan(Darah, Foto toraks dan
USG) dan hasilnya normal .Pasien meminta untuk dilakukan pemeriksaan
endoscopy namun tidak indikatif . Pasien kemudian berobat ke psikiater dan
diberikan Alprazolam selama 6 bulan ini dan mengakui keluhan susah tidurnya
sudah mulai berkurang namun tetap mengeluh rasa tidak nyaman pada perutnya.
Saat ini pasien dirawat di pakis dan menginginkan pemeriksaan endoscopy.
Hendaya/disfungsi :
Hendaya sosial (+)
Hendaya pekerjaan (+)
Hendaya waktu senggang (-)
- Faktor stressor/psikososial
Pasien merasa cepat lapar di malam hari sehingga menyebabkan pasein susah
tidur dan mengurangi pelayanan di gereja esok harinya
- Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis
sebelumnya
Infeksi (-), trauma (-), kejang (-), merokok (-), alkohol (-), obat-obatan (-)
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik seperti infeksi, trauma kapitis,
ataupun kejang.
2. Riwayat Penggunaan NAPZA
Pasien merokok namun tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan
terlarang,
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Pasien tidak pernah mengalami gangguan psikiatri sebelumnya.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal di rumah, ditolong oleh dukun, cukup bulan, langsung
menangis dan tidak terdapat kelainan. Berat badan lahir tidak
diketahui.Selama hamil ibu pasien dalam keadaan sehat dan tidak
2
mengkonsumsi obat-obatan. Pada saat bayi, pasien tidak pernah mengalami
panas tinggi dan kejang.
2.Riwayat Masa Kanak Awal (Usia 1-3 tahun)
Pasien diasuh oleh kedua orangtua pasien. Pertumbuhan dan perkembangan
pasien pada masa anak-anak awal sesuai dengan perkembangan anak
seusianya. Tidak ada masalah perilaku yang menonjol. Waktu kecil mampu
bermain bersama kakak, adik dan teman sebayanya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (Usia 4-11 tahun)
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya dan cukup mendapat perhatian dan
kasih sayang. Pada usia 7 tahun pasien mulai masuk SD. Selama sekolah
prestasi pasien biasa-biasa saja.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (Usia 12-18 tahun)
Tamat dari SD pasien melanjutkan ke SMP. Dan setelah lulus dari SMP, pasien
melanjutkan ke SMA. Hingga akhirnya pasien melanjtkan kuliah. Selama
sekolah, prestasi pasien biasa-biasa saja.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
pasien merupakan seorang pendeta yang gemar memberikan pelayanan
terhadap jemaatnya namun pelayanan dikurangi semenjak mengalami
keluhan susah tidur, cepat lapar dan rasa tidak nyaman pada perutnya karena
pasien merasa cenderung cepat lelah.
b. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah dengan wanita pilihannya sendiri. Istri pasien berasal dari
Mamasa dan seorang ibu rumah tangga. Pasien dan suaminya tinggal di
rumah sendiri berupa rumah yang cukup layak. Istri pasien adalah seorang
perempuan yang baik dan cukup sabar, selama menikah pasien jarang
bertengkar.
c. Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Kristen dan menjalankan kewajiban agama dengan
cukup baik.
d. Riwayat Pelanggaran Hukum
Selama ini pasien tidak pernah terlibat dengan masalah hukum.
e.Aktivitas Sosial
Pasien bergaul dengan teman sebaya, tetangga dan para jemaatnya serta
aktif mengikuti kegiatan sosial di lingkungan sekitar rumah.
3
6. Riwayat Keluarga
Pasien anak ke-2 dari 6 bersaudara (♂, ♂, ♂, ♀, ♀,♀, ♀,Jarak usia pasien
dengan saudara-saudaranya tidak berbeda jauh. Semua saudara pasien telah
menikah. Dua kakak pasien telah meninggal dunia. Kedua orang tua pasiensudah
meninggal. Tidak ada anggota keluarga yang diketahui menderita penyakit
gangguan jiwa.
7. Situasi Kehidupan Sekarang
Sebelum dibawa ke RSKD pasien tinggal dengan istri dan anak-anaknya di
sebuah rumah yang cukup layak. Sehari-harinya pasien bekerja sebagai pendeta
di Mamasa
III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI
A. Status Internus
Keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran komposmentis, tekanan darah
130/100 mmHg, nadi 88kali/menit, frekuensi pernafasan 22kali/menit, suhu tubuh
36,8°C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan
abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
B. Status Neurologi
Gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), Kernig’s sign (-)/(-), pupil bulat
dan isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik
keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis.
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki-laki mengenakan kaos strip coklat putih, celana kain hitam
wajah sesuai umur, perawatan diri baik
2. Kesadaran
Baik
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Tenang
4. Pembicaraan
Pasien menjawab pertanyaan dengan spontan, lancar, dan intonasi biasa
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
4
B. Keadaan Afektif
1. Mood :Cemas
2. Afek :appropriate
3. Keserasian : serasi
4. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf Pendidikan
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan tingkat
pendidikannya.
2. Orientasi
a. Waktu : Baik
b. Tempat : Baik
c. Orang : Baik
3. Daya Ingat
a. Jangka Panjang : Baik
b. Jangka Sedang : Baik
c. Jangka Pendek : Baik
d. Jangka Segera : Baik
4. Konsentrasi dan Perhatian :Baik
5. Pikiran Abstrak :Baik
6. Bakat Kreatif :Tidak ada
7. Kemampuan Menolong Diri Sendiri :Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi
Tidak ada
2. Ilusi
Tidak ada
3. Depersonalisasi dan Derealisasi
Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
Produktivitas cukup, kontinuitas relevan dan koheren, hendaya berbahasa
tidak ada.
5
2. Isi Pikiran
tidakada
F. Pengendalian Impuls
Baik
G. Daya Nilai dan Tilikan
1. Norma Sosial : Baik
2. Uji Daya Nilai : Baik
3. Penilaian Realitas : Baik
4. Tilikan : Derajat IV ( Pemahaman bahwa dirinya sakit tapi
tidak mengetahui penyebabnya
H. Taraf Dapat Dipercaya
Dapat dipercaya
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang pasien laki-laki berusia 47 tahun datang ke Pakis RS Wahidin
Sudirohusodo untuk yang pertama kali diantar oleh istri dengan keluhan utama
gelisah . Gelisah dialami sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengaku sulit tidur di malam
hari, cepat lapar dan ada rasa tidak nyaman pada perut. Pasien merasakan keluhan
tersebut sejak2 tahun lalu. 2 tahun lalu,awalnya pasien masuk RS di Mamasa karena
tekanan darahnya 180/100 kemudian pasien di konsul ke penyakit dalam kerena ada
keluhan baru yaitu lengan kiri dan kanan . Kemudia dokter penyakit dalam
melakukan pemeriksaan darah lengkap dan didapatkan hasil yang normal . Merasa
tidak puas, pasien pergi ke RS Awal Bross dengan keluhan cepat lapar dan rasa tidak
nyaman pada perut lalu pasien dirawat selama 9 hari serta dilakukan pemeriksaan dan
hasilnya normal .Pasien meminta untuk dilakukan pemeriksaan endoscopy namun
tidak indikatif . Pasien kemudian berobat ke psikiater dan diberikan Alprazolam
selama 6 bulan ini dan mengakui keluhan susah tidurnya sudah mulai berkurang
namun tetap mengeluh rasa tidak nyaman pada perutnya. Saat ini pasien dirawat di
pakis dan menginginkan pemeriksaan endoscopy.
Pada pemeriksaan status mental didapatkan seorang laki-laki mengenakan
kaos strip coklat putih, celana kain hitam wajah sesuai umur, perawatan diri baik
Kesadaran baik, perilaku dan aktivitas psikomotor tenang, pembicaraan spontan,
lancar, intonasi biasa, terhadap pemeriksa kooperatif. Keadaan afektif, mood sulit
dinilai, afek tumpul, empati tidak dapat dirabarasakan. Taraf pendidikan sesuai,
orientasi waktu, tempat dan orang baik, daya ingat jangka panjang, sedang, pendek,
6
dan segera baik. Konsentrasi dan perhatian baik, pikiran abstrak baik, kemampuan
menolong diri sendiri baik..Pada proses pikir produktivitas cukup, kontinuitas relevan
dan koheren dan tidak ditemukan adanya hendaya dalam berbahasa. Tidak terdapat
gangguan isi pikir Pengendalian impuls baik, uji daya nilai norma sosial dan
penilaianrealitas baik. Pasien merasa dirinya sakit. Secara umum yang diutarakan
oleh pasien dapat dipercaya.
VI. EVALUASI MULTI AKSIAL
Aksis I
Berdasarkan alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan
gejala klinis yang bermakna yaitu keluhan fisik yang bermaksa. Keadaan ini
menimbulkan penderitaan (distress) pada pasien dan keluarga serta terdapat hendaya
(disability) pada fungsi psikososial dan pekerjaan sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologik tidak ditemukan adanya kelainan,
sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat disingkirkan.
Dari alloanamnesis, autoanamnesis, dan pemeriksaan status mental.Pada pasien ini
sangat menonjol keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun .Pasien tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter
bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhanyasehingga
berdasarkan Pedoman Penggolongan Jiwa (PPDGJ III) diagnosis dapat diarahkan
pada Gangguan Somatoform-Gangguan somatisasi (PPDGJ III: F 45.0).
Aksis II
Dari informasi yang didapatkan, pasien seorang pendeta dan memiliki banyak teman
sehingga belum cukupuntuk menunjukan ke salah satu gangguan kepribadian
Aksis III
Tidak ada diagnosa
Aksis IV
Stressor psikososial gangguan saat ini adalah masalah kesehatan pasien
Aksis V
GAF Scale saat ini : 80-71
VII. DAFTAR MASALAH
-
VIII. PROGNOSIS
Dubia
7
Faktor pendukung :
- Tidak ada riwayat dengan keluhan yang sama dalam keluarga
- Keluarga memberi dukungan dalam terapi
- Factor stressor diketahui dengan jelas
Faktor penghambat :
- Tidak ada
Berdasarkan dari factor pendukung dan factor penghambat dapat disimpulkan
prognosis pasien dubia.
IX. RENCANA TERAPI
A. Psikofarmakoterapi :
Alprazolam 0,5 mg ½ tablet/12 jam. Oral
Fluoxetin 20 mg/24 jam/oral
B. Psikoterapi
Suportif :
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien sehingga dapat
membantu pasien dalam memahami dan cara menghadapi
penyakitnya,manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang
mungkin timbul selama pengobatan, serta memotivasi pasien agar minum
obat secara teratur.
Sosioterapi :
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien sehingga bisa
menerima keadaan pasien dan memberikan dukungan moral serta
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu proses
penyembuhan dan keteraturan pengobatan.
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain itu menilai
efektivitas dan kemungkinan efek samping.
XI. DISKUSI
Gangguan somatoform (somatoform disorder) adalah suatu kelompok gangguan
ditandai oleh keluhan tentang masalah atau simptom fisik yang tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab kerusakan fisik (Nevid, dkk, 2005). Pada gangguan somatoform, orang memiliki
simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik
yang dapat ditemukan sebagai penyebabnya. Gejala dan keluhan somatik menyebabkan
penderitaan emosional/gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan
8
sosial atau pekerjaan. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari
atau gangguan buatan.
Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang
mempunyai tujuan tertentu. Pada beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi
gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan adanya penurunan metabolism
(hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non dominan (Kapita
Selekta, 2001).
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut (Nevid,
dkk, 2005):
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada gangguan
somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran sakit” yang
dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari situasi yang
tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan sekunder).
Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau gangguan
dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan
dengan keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang
dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab ganda yang
terlibat adalah sebagai berikut:
Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda dari adanya
penyakit serius (hipokondriasis).
Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-impuls
yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik (gangguan konversi).
Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin merupakan suatu
strategi self-handicaping (hipokondriasis).
9
2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang
berulang disertai permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti
hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan dokternya bahwa tidak ada kelainan yang mendasari
keluhannya (Kapita Selekta, 2001). Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam
bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Masalah-masalah
seperti ini dapat merefleksikan aktivitas yang berlebihan dari cabang simpatis sistem saraf
otonomik, yang dapat dihubungkan dengan kecemasan. Kadang kala, sejumlah simtom
muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki
yang tidak konsisten dengan kerja sistem saraf. Dalam kasus-kasus lain, juga dapat ditemukan
manifestasi di mana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit
yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan (Nevid, dkk,
2005).
Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik),
terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima
bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang
lebih lanjut (PPDGJ III, 1993). Dalam kasus-kasus lain, orang berfokus pada keyakinan
bahwa mereka menderita penyakit serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang
dapat ditemukan.
Gambaran keluhan gejala somatoform :Neuropsikiatri:
“kedua bagian dari otak saya tidak dapat berfungsi dengan baik” ;
“ saya tidak dapat menyebutkan benda di sekitar rumah ketika ditanya”
Kardiopulmonal:
“ jantung saya terasa berdebar debar…. Saya kira saya akan mati”
Gastrointestinal:
“saya pernah dirawat karena sakit maag dan kandung empedu dan belum ada dokter
yang dapat menyembuhkannya”
Genitourinaria:
“saya mengalami kesulitan dalam mengontrol BAK, sudah dilakukan pemeriksaan
namun tidak di temukan apa-apa”
Musculoskeletal
“saya telah belajar untuk hidup dalam kelemahan dan kelelahan sepanjang waktu”
Sensoris:
“ pandangan saya kabur seperti berkabut, tetapi dokter mengatakan kacamata tidak
akan membantu”
10
Beberapa tipe utama dari gangguan somatoform adalah gangguan konversi,
hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan gangguan somatisasi.
2.4 Klasifikasi dan Diagnosis
Gangguan Somatoform berdasarkan PPDGJ III dibagi menjadi :
F.45.0 gangguan somatisasi
F.45.1 gangguan somatoform tak terperinci
F.45.2 gangguan hipokondriasis
F.45.3 disfungsi otonomik somatoform
F.45.4 gangguan nyeri somatoform menetap
F.45.5 gangguan somatoform lainnya
F.45.6 gangguan somayoform YTT
DSM-IV, ada tujuh kelompok, lima sama dengan klasifikasi awal dari PPDGJ
ditambah dengan gangguan konversi, dan gangguan dismorfik tubuh.
Pada bagian psikiatri, gangguan yang sering ditemukan di klinik adalah gangguian somatisasi
dan hipokondriasis
F. 45.0 Gangguan Somatisasi
Definisi
Gangguan somatisasi (somatization disorder) dicirikan dengan keluhan somatik yang
beragam dan berulang yang bermula sebelum usia 30 tahun (namun biasanya pada usia
remaja), bertahan paling tidak selama beberapa tahun, dan berakibat antara menuntut
perhatian medis atau mengalami hendaya yang berarti dalam memenuhi peran sosial atau
pekerjaan.
Keluhan-keluhan yang diutarakan biasanya mencakup sistem-sistem organ yang berbeda
seperti nyeri yang samar dan tidak dapat didefinisikan, problem menstruasi/seksual,
orgasme terhambat, penyakit-penyakit neurologik, gastrointestinal, genitourinaria,
kardiopulmonar, pergantian status kesadaran yang sulit ditandai dan lain sebagainya.
Jarang dalam setahun berlalu tanpa munculnya beberapa keluhan fisik yang mengawali
kunjungan ke dokter. Orang dengan gangguan somatisasi adalah orang yang sangat
sering memanfaatkan pelayanan medis. Keluhan-keluhannya tidak dapat dijelaskan oleh
penyebab fisik atau melebihi apa yang dapat diharapkan dari suatu masalah fisik yang
diketahui. Keluhan tersebut juga tampak meragukan atau dibesar-besarkan, dan orang itu
sering kali menerima perawatan medis dari sejumlah dokter, terkadang pada saat yang
sama.
11
Etiologi
Belum diketahui. Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk
mensomatisasikan dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan
perhatian dari keluarga dan orang lain
Epidemiologi wanita : pria = 10 :1, bermula pada masa remaja atau dewasa muda rasio tertinggi usia 20- 30 tahun pasien dengan riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (beresiko
10-20x > besar dibanding yang tidak ada riwayat).
Kriteria diagnostik untuk Gangguan SomatisasiUntuk gangguan somatisasi, diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
c) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya.
Atau :A. Keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun, terjadi selama periode beberapa tahun
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan,
4 gejala (G) nyeri: sekurangnya empat tempat atau fungsi yang berlainan
(misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama
menstruasi, selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2 G gastrointestinal: sekurangnya dua gejala selain nyeri (misalnya mual,
kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap
beberapa jenis makanan)
1 G seksual: sekurangnya satu gejala selain dari nyeri (misalnya indiferensi
seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan
menstruasi berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
1 G pseudoneurologis: sekurangnya satu gejala atau deficit yang mengarahkan
pada kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gangguan koordinasi
atau keseimbangan, paralisis, sulit menelan, retensi urin, halusinasi, hilangnya
sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala disosiatif
seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
C. Salah satu (1)atau (2):
12
Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek
langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau
pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan
atau pura-pura).
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA, Psikotik Akut dan Sementaradalam Kaplan&Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi Kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2010
2. Maslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III dan DSM – 5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta. 2013.
3. Arana G.W, Rosenbaurg, Antipsychotic Drugs in Handbook of Psychiatric Drug Therapy, Lippincot Williams &Wilkins, Philadelphia, USA, 2005
4. Benhard Rudyanto.R. Diagnosis Banding dalam Skizofrenia dan Diagnosis Banding, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia, 2007
5. Kaplan HI, BJ Sadock, JA Grebb, Gangguan Psikotik Lain dalam Sinopsis Psikiatri, Edisi Ketujuh, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997
6. Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto, Skizofrenia dalam Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
7. Willy F. Maramis, Albert A. Maramis, Skizofrenia dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2, Airlangga University Press, 2009
14
AUTOANAMNESA I
Seorang laki-laki mengenakan kaos strip coklat putih, celana kain hitam wajah sesuai umur,
perawatan diri baik
DM : Selamat malam sore pak, boleh tau siapa namata?
Y : Yasdin
DM : Bapak Pekerjaannya ? Sekarang aktivitasnya apa pak?
Y : Saya pendeta di mamasa . Hari-hari yang sy lakukan itu pelayanan terhadap jemaat sy
DM : Lalu apa pale yang kt rasakan pak ?
Y : Begini dokter,sy ini sudah lama sekali susah tidur , setiap malam kalau tidur sering-
seringka bangun terus setiap malam seringka cepat lapar . Dulu tiap jam selaluka
makan . makanya besar mi ini perutku dok
DM : Sejak kapan itu pak ?
Y : Sejak 2 tahun lalu , waktu masukka RS di mamasa tekananan darahku 180 dok. Sejak
itu macam-macammi sakitku
DM : Sakit bagaimana pak ?
Y : Pernah juga nyeri lengan kiriku sm kanan . bahuku juga suka sakit
DM : Kenapa bisa nyeri ?
Y : Kayaknya pengaruhnya peruktu ini dok, karena kalo datangki rasa tidak enaknya
perutku naik didadaku terus tidak enakmi lenganku sm bahuku
DM : pernah ki ke dokter penyakit dalam sebelumnya ?
Y : sudah mi , terus katanya normalji . Pernah ka juga ke RS Awal Bros terus dirawat
selama 9 hari terus diperiksa usg
DM : Terus hasilnya bagaimana pak ?
W : Normal katanya , tapi ada itu endoscopy mauka sy di periksa biar ditau kenapa
perutku soalnya cepat sy rasa capek jadinya sy kurangi kegiatan pelayanan di gereja
DM : Kenapa mauki endoscopy kalo normal ji hasil pemeriksaan sebelum ta ?
W : masalahnya dok masih seringka ini tidak enak perutku , baru sudahmi sy ke psikiater
juga dikasih alprazolam tidak berkurang sakit perutku Cuma bisami sy tidur
DM : Tapi endoscopy diperiksakan harus ada indikasinya pak , jadi sebaiknya sekrang kt
coba mi saja dulu obatnya yg diberikan dari dokter jiwa disini sapatau ada perubahan
pak , asalkan rajinki minum
W : iya mauji mmg begitu dok , tp kalo masih tidak enak perutku mauka minta
diendoscopy biar ditau kenapa perutku
DM : Kita liat mi saja dulu bagaimana pengobatannya pak , kalo memang perlu dilakukan
endoscopy itu akan di konsul di penyakit dalam
15