Download - Lapsus Peb
1
BAB I
LAPORAN KASUS
I.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. SS Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Usia : 36 tahun Status Pernikahan : Menikah
Jenis Kelamin : Perempuan No. CM : 060032
Agama : Islam Tanggal MRS : 11 Juni 2014
Alamat : Ds Jimbaran ½ Bandungan
I.2. Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesa di bangsal Bougenvile pukul 15.30 wib.
Keluhan Utama : pasien rujukan bidan dengan G3P2A0 hamil 39 minggu dengan
tekanan darah tinggi
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien belum merasakan kencang-kencang, belum keluar lendir darah dan belum ada
rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia kehamilan 7
bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi buang air
kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya.
Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-).
Riwayat Operasi :
2
Belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
HPHT : 3 September 2014
HPL : 10 Juni 2014
Riwayat Haid :
Menarche usia 12 tahun, siklus haid 28 hari dengan lama haid selama 5-7 hari
Riwayat KB :
Menggunakan KB suntik selama 1 tahun
Riwayat Kelahiran :
Anak I : aterm, laki-laki, lahir spontan, 3600 gr, bidan, sekarang berusia 10 tahun
Anak II : aterm, perempuan, lahir spontan, 3600 gr, bidan, sekarang 7,5 tahun
Riwayat Pernikahan :
Menikah 1x selama 18 tahun
Riwayat ANC :
ANC (Antenatal Care) dilakukan di bidan sebulan sekali, rutin
Riwayat Pengobatan :
Tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu
I.3. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)
c. Tinggi Badan : 152 cm
d. Berat Badan : 79 kg
e. Tanda vital :
TD : 180/100 mmHg RR : 22 x/min
3
Nadi : 80 x/min, regular, kuat angkat Suhu : 36,30
f. Kepala : mesocephal, rambut hitam, tidak mudah dicabut
� Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks cahaya (+)
� Telinga : bentuk normal, sekret (-), luka (-)
� Hidung : deviasi septum (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)
� Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil (T1/T1)
g. Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
h. Thoraks : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
� Cor : BJ I,II regular, Murmur (-), Gallop (-)
� Pulmo : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-
i. Abdomen : hepar dan lien sulit dinilai, bising usus (+) normal
j. Ekstremitas : edema (+) pada ekstremitas inferior, sianosis (-), akral hangat,
capillary refill time < 2”
Pemeriksaan Obstetrik
� Tinggi Fundus Uteri : 31 cm
� Leopold I : teraba bulat lunak (bokong)
� Leopold II : teraba bagian keras panjang (punggung) pada daerah kanan ibu
� Leopold III : teraba bulat keras (kepala)
� Leopold IV : belum masuk PAP
� His : (-)
� Detak Jantung Janin : 152 x/min
I.4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 11,4 12,5-15,5 gr/dl
Leukosit 11,3 4-10 ribu
Eritrosit 3,97 3,8-5,4 juta
Hematokrit 35,7
MCV 89,9 82-98 mikro m3
4
MCH 28,7 ≥ 27 pg
MCHC 31,9 32-36 g/dl
RDW 12,8 10-16 %
Trombosit 219 150-400 ribu
PDW 13,2 10-18 %
MPV 7,8 7-11 mikro m3
Limfosit 0,9 1,0 - 4,5 103/mikro
Monosit 0,8 0,2 -1,0 103/mikro
Granulosit 9,7 2-4 103/mikro
Limfosit% 7,7 25-40 %
Monosit% 6,7 2-8 %
Granulosit% 85,6 50-80%
PCT 0,171 0,2-0,5 %
Clotting Time 3 : 00 3-5 (menit:detik)
Bleeding Time 2 : 00 1-3(menit:detik)
Serologi
HbSag
Non reaktif Non reaktif
b. Sekresi dan Ekskresi : protein urin +2
I.5. Diagnosis Kerja
G3P2A0 hamil 39 minggu dengan Pre Eklamsi Berat
I.6. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
� Rawat inap (pengawasan & observasi)
� Pasang Dyspossible Catether (DC)
b. Farmakologi
� IVFD RL 20 tpm
� MgSO4 40 % 10 cc IM boka boki
� Nifedipin 3x10 mg sublingual
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Hipertensi Dalam Kehamilan
Hipertensi merupakan penyulit kehamilan sering dijumpai dan termasuk salah satu dari
tiga penyebab morbiditas dan mortalitas ibu bersalin. Hipertensi dalam kehamilan terjadi
sebanyak 5-15 % pada kehamilan dan masih merupakan salah satu masalah yang signifikan
dalam ilmu kebidanan sampai saat ini.1
Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup
tinggi. Hal ini disebabkan selain etiologi Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK) tidak jelas,
juga disebabkan perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan
sistim rujukan yang belum sempurna. HDK dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil,
sehingga pengetahuan tentang pengelolaan HDK harus benar-benar dipahami oleh semua
tenaga medis baik dipusat maupun di daerah.1
II.2. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Report of the National High Blood Pressure Education Program
Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001 adalah : 2
1. Hipertensi kronis
2. Preeklamsia-eklamsia
3. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia
4. Hipertensi gestasional
II.3. Definisi
Definisi dari klasifikasi HDK adalah : 1
1. Hipertensi kronis : hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosa setelah umur kehamilan 20 minggu dan
hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan
2. Preeklamsia : hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria
3. Eklamsia : preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan atau koma
6
4. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklamsia : hipertensi kronik disertai
tanda-tanda preeclampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria
5. Hipertensi gestasional : hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai
proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia namun tanpa proteinuria
II.4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian HDK adalah : 1,3
1. Primigravida
2. Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, bayi besar, hidrops fetalis
3. Usia > 35 tahun
4. Obesitas
5. Riwayat keluarga pernah mengalami preeklamsi/eklamsia
6. Riwayat diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal sebelum hamil
II.5. Patofisiologi
Penyebab HDK hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah
dikemukakan tentang terjadinya HDK namun tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah : 1,3
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Pada HDK tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri
spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri
spiralis relatif mengalami vasokonstriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia
plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedang
pada preeclampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri
spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero plasenta.
2. Teori Iskemia plasenta, Radikal bebas dan Disfungsi endotel
a. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada HDK terjadi kegagalan
“remodeling arteri spirales“ yang menyebabkan iskemia plasenta. Plasenta yang
7
mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Oksidan
atau radikal bebas merupakan senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang
memiliki elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap
membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia
adalah proses normal karena dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya bahan toxin
yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut “toxaemia”.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran
sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel. Produksi oksidan dalam tubuh
yang bersifat toksis selalu diimbangi dengan produksi antioksidan. Anti-oksidan dibagi
menjadi:
� Antioksidan pencegah terbentuknya oksidan atau antioksidan enzymatik, misalnya:
transferin, seruloplasmin, katalase, peroksidase glutation
� Antioksidan pemutus rantai oksidan atau antioksidan non enzymatik misalnya :
vitamin E, vitamin C, dan β (beta) karotin.
b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada HDK
Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat
sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi
dominasi kadar oksidant peroksida lemak yag relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai
oksidant yang sangat toksis ini, akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah, dan
akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah mengalami
kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran
darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
sangat rentan terhadap oksidant radikal hodidroksil yang akan merubah menjadi
peroksida lemak.
c. Disfungsi sel endotel
Akibat terpapar peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel yang
kerusakannya dimulai dari membran sel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endothel. Keadaan ini
8
disebut “disfungsi endothel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan sel
endothel yang mengakibatkan disfungsi sel endothel, maka akan terjadi:
� Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endothel adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)
� Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endothl yang mengalami kerusakan.
� Agregasi sel thrombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endothel
yang mengalami kerusakan. Agregrasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)
yang merupakan suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan
kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi
vasodilator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin
sehinga terjadi vasokonstriksi dan terjadi kenaikan tekanan darah.
� Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis)
� Meningkatnya permeabilitas kapiler
� Meningkatnya produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endothelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun sedangkan endhotelin (vasokonstriktor) meningkat
� Rangsangan faktor koagulasi
3. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya HDK terbukti dengan fakta
sebagai berikut :
a. Primigravida mempunyai risiko lebih besar dibanding dengan multigravida.
b. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi, mempunyai risiko lebih besar terjadinya
HDK dibandingkan dengan suami yang sebelumnya.
c. Seks oral : mempunyai resiko lebih rendah terjadinya HDK
d. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil terjadinya HDK
Pada wanita hamil normal, respon imun tidak menolak adanya ”hasil konsepsi” yang
bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya “human leukocyte antigen protein G ” (HLA)
yang berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Pada plasenta HDK terjadi penurunan “human leukocyte antigen
protein G ” atau placenta memproduksi “human leukocyte antigen protein G ” dalam
bentuk lain sehingga terjadi intoleransi ibu terhadap plasenta.
9
Pada HDK didapatkan kadar sitokin dalam plasenta maupun sirkulasi darah yang
meningkat. Demikian juga didapatkan “natural killer cells” dan aktivasi neutrofil yang
meningkat. Kemungkinan terjadi “Immune-Maladaptation” pada preeklampsia. Pada awal
trimester kedua kehamilan, wanita yang mempunyai kecenderungan terjadi preeklampsia,
ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
4. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada HDK , terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor. Terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor, artinya daya refrakter pembuluh
darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka
terhadap bahan vasopressor. Banyak peneliti telah membuktikan, bahwa peningkatan
kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor pada HDK sudah terjadi pada trimester I
(pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi HDK, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi
akan terjadinya HDK.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gene-single. Genotip ibu lebih
menentukan terjadinya HDK secara familial dibanding dengan genotip janin. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia, 26% anak wanitanya akan
mengalami preeklampsia pula, sedangkankan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
6. Teori Defisiensi Gizi (Teori Diet)
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
HDK. Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu sebelum pecahnya perang dunia ke II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden HDK. Penelitian terakhir membuktikan, bahwa konsumsi minyak ikan,
termasuk minyak hati halibut dapat mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan dan aktivasi trombosit, serta mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
10
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak
ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeckampsia.
Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan mungkin dapat
dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin.
Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet wanita hamil
mengakibatkan resiko terjadinya preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Equador Andes
dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian calcium
dan placebo.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen
kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklampsia adalah 14% sedang yang diberi
glukosa 17%.
7. Teori Stimulus Inflamasi
Redman (1999) menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia disebabkan
“kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravaskuler pada kehamilan” yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh. Keadaan ini disebabkan oleh “akivitas leukosit yang
sangat tinggi” pada sirkulasi ibu.
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya HDK
11
II.6. Preeklamsia Ringan (PER)
II.6.1. Definisi
Preeklampsia ringan adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.1
II.6.2. Diagnosis
Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan :
a. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg
b. Proteinuri ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ +1
c. Edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata (anasarka)
d. Timbul setelah 20 minggu kehamilan
II.6.3. Penatalaksanaan
a. Rawat Jalan
� Tirah baring dengan posisi miring
Tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada vena
cava inferior sehingga meningkatkan aliran darah balik. Berarti pula
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Selain itu, tirah baring
meningkatkan pula aliran darah rahim sehingga mengurangi vasospasme dan
memperbaiki kondisi janin di dalam rahim.
� Diet : cukup protein, rendah karbohidrat, kemak, garam secukupnya
� Roboransia
� Tidak diberikan obat diuretik, antihipertensi, sedatif
� Kunjungan ulang tiap 1 minggu
� Pemeriksaan laboratorium : hb, ht, trombosit, fungsi ginjal, fungsi hepar, urin
lengkap
b. Rawat Inap
Kriteria PER dirawat di rumah sakit adalah : 1
� Tidak ada perbaikan tekanan darah dan proteinuria setelah 2 minggu rawat jalan
� Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat
� Pertumbuhan janin terhambat
12
II.6.4. Perawatan Obstetrik
a. Pada kehamilan Preterm ( <37 minggu )
Bila tekanan darah mencapai normotensif, selama perawatan, persalinannya
ditunggu sampai aterm
b. Pada kehamilan Aterm ( 37 – 40 minggu )
Persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan pada “Taksiran Tanggal Persalinan”.
c. Bila pasien sudah inpartu, perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman
atau Partograf WHO
d. Cara persalinan
Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II
dengan cara pertus dengan bantuan forcep sehingga ibu tidak perlu mengejan.
II.7. Preeklamsi Berat (PEB)
II.7.1. Definisi
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.1
II.7.2. Diagnosis
Diagnosis PER ditegakkan berdasarkan kriteria berikut :
� Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit
dan sudah menjalani tirah baring
� Proteinuria lebih 5 gr/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif
� Oliguria (produksi urine kurang dari 500 cc/ 24 jam)
� Kenaikan kadar kreatinin plasma.
� Gangguan visus dan cerebal: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur
� Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadrant kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
� Edema paru-paru dan sianosis.
� Trombositopenia berat.
� Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler)
13
� Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat.
� Sindrom HELLP
II.7.3. Klasifikasi PEB
PEB terbagi menjadi 2 : 1,4
a. PEB tanpa impending eclamsia
b. PEB dengan impending eclamsia : PEB dengan gejala nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah, nyeri epigastrium, dan peningkatan progresif tekanan
darah
II.7.4. Penatalaksaanaan
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan
saat yang tepat untuk persalinan.
a. Terapi medisinal (terhadap penyakitnya)
1. Segera rawat inap di rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
3. Pemberian cairan intravena
� Cairan yang diberikan adalah 5 % Ringer-dextrose atau cairan garam faal, jumlah
tetesan : < 125 cc/jam
� Atau Infuse Dextrose 5% Yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus RL (60-125
cc/jam) 500 cc.
4. Pasang DC : untuk mengukur output urin, oliguria terjadi bila produksi urin < 30
cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam
5. Diet : cukup protein; rendah karbohidrat, lemak dan garam
6. Pemberian obat anti kejang
� Golongan MgSO4 (Magnesium sulfat)
a. Loading dose : 4 gram MgSO4 : IV (20% dalam 10 cc) selama 10 menit
b. Maintenance dose : diberikan 4 atau 5 gram IM, 40% setelah 6 jam pemberian
loading dose. Selanjutnya “maintenance dose” diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.
c. Syarat-syarat pemberian MgSO4:
Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium gluconas 10% = 1 gr (10%
dalam 10 cc) diberikan IV, 3 menit
14
Refleks patella (+) kuat.
Frekuensi pernafasan > 16 + / menit, dan tidak ada tanda2 distress nafas.
Produksi urine > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya. (0,5 cc/kgbb/jam)
d. Magnesium sulfat dihentikan bila:
Ada tanda-tanda intoxikasi
Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam setelah kejang berakhir
� Contoh obat lain yang dipakai untuk anti kejang-kejang : diazepam dan fenitoin. Obat
anti kejang yang banyak dipakai di Indonesia adalah Magnesium sulfat.
7. Pemberian diuretik : bila terdapat edema paru, payah jantung kengestif, atau anasarka.
Pemberian diuretik dapat merugikan karena memperberat hipovolemia, memperburuk
perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada
janin dan menurunkan berat janin.
8. Pemberian antihipertensi
Antihipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik ≥ 180 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg. Contohnya adalah nifedipin. Dosis awal : 10 -20 mg, ulangi 30
menit bila perlu, dosis maksimum 120 mg per 24 jam
b. Sikap terhadap kehamilannya
Sikap terhadap kehamilannya dapat berupa :
1. Konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medikamentosa
2. Aktif : kehamilan diakhiri (terminasi) bersamaan dengan pemberian pengobatan
medikamentosa
15
BAB III
ANALISA KASUS
III.1. S (Subjektif)
Pasien rujukan bidan dengan G3P2A0 hamil 39 minggu dengan tekanan darah tinggi.
Pasien belum merasakan kencang-kencang, belum keluar lendir darah dan belum ada
rembesan air ketuban. Tekanan darah pasien mulai meningkat sejak usia kehamilan 7
bulan. Sekitar 2 bulan terakhir kaki pasien mulai bengkak-bengkak. Frekuensi buang air
kecil lebih sering tapi sedikit-sedikit. Buang air besar lancar. Pasien belum pernah
mengalami keluhan yang sama pada kehamilan sebelumnya. Riwayat hipertensi (-),
riwayat DM (-), riwayat asma (-), riwayat alergi (-). HPHT tanggal 3 September 2014
dan HPLnya tanggal 10 Juni 2014.
Tekanan darah tinggi yang dialami pasien mengarah pada pre-eklamsia karena
hipertensi terjadi umur kehamilan 20 minggu
Pasien belum dalam keadaan inpartu karena belum mengalami kencang-kencang,
keluar lendir darah, dan rembesan air ketuban
Bengkak pada kaki/edema terjadi akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah
pada pre-eklamsia sehingga terjadi penimbunan cairan yang berlebihan di ruang
interstisial
III.2. O (Objektif)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
TD : 180/100 mm Hg, tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg merupakan salah satu
tanda pre-eklamsi berat
Edema (+) pada ekstremitas inferior
Protein urin +2 : terjadi proteinuria
III.3. A (Assesment)
Diagnosis : G3P2A0 hamil 39 minggu dengan Pre Eklamsi Berat disertai edema
ekstremitas
Diagnosis preeklamsia berat ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi dengan tekanan
darahnya sistolik > 160 mmHg dimana tekanan darah pasien adalah 180/100 mmHg disertai
16
edema ekstremitas setelah kehamilan 20 minggu. Ditemukan pula edema pada ekstremitas
inferior dan hasil protein urin +2.
III.4. P (Planning)
Tujuan utama perawatan preeklamsia adalah mencegah kejang (terjadinya eklamsia),
perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.
Maka penatalaksanaan pada pasien ini adalah :
� Rawat inap
Bertujuan untuk memudahkan pengawasan terhadap pasien agar keadaan pasien tidak
semakin memburuk/berbahaya
� Pasang DC
Bertujuan untuk mengukur output urin karena pada pre-eklamsi berat dapat terjadi oliguria
� MgSO4 40 % 10 cc IM boka boki
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan
kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser
kalsium sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama
untuk antikejang pada preeklamsia atau eklamsia.
� Nifedipin 3x10 mg sublingual
Nifedipin merupakan antagonis kalsium yang menghambat influks kalsium pada sel otot
polos pembuluh darah dan miokard. Hal ini akan menyebabkan vasodilatasi yang akan
menurunkan tekanan darah.
Perjalanan penyakit pasien dan Follow up
Pada tanggal 12 Juni 2014 sekitar pukul 11.50 WIB dilakukan operasi secio caesarea dengan
anastesi spinal. Pukul 12.00 WIB bayi lahir, menangis, jenis kelamin laki-laki, BBL: 3100
gram, PB : 51 cm, LK : 33 cm, APGAR Score : 7,8,9
Pasien ke ruang perawatan dalam keadaan sadar penuh pada pukul 13.00 WIB
VS : TD: 160/110 mmHg RR : 24 kali/menit
N : 76 kali/menit T : 36,70 C
17
Tanggal 13 Juni 2014
S : mual (-), muntah (-), kentut (+)
O : TD: 150/100 mmHg RR : 22 kali/menit
N : 80 kali/menit T : 360 C
A : P3A0 post SC H1 dengan PE
Tanggal 14 Juni 2014
S : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), terasa nyeri pada daerah post operasi
O : TD: 150/90 mmHg RR : 22 kali/menit
N : 72 kali/menit T : 36,80 C
A : P3A0 post SC H2 dengan PE
P : Ciprofloxacin 500 mg 2x1
Asam Mefenamat 500 mg 3x1
Tanggal 15 Juni 2014
S : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri pada daerah post operasi
O : TD: 140/90 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 76 kali/menit T : 36 0 C
A : P3A0 post SC H3 dengan PE
P : terapi lanjut
Tanggal 16 Juni 2014
S : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri pada daerah post operasi berkurang
O : TD: 130/90 mmHg RR : 20 kali/menit
N : 76 kali/menit T : 36 0 C
A : P3A0 post SC H4 dengan PE
P : boleh pulang
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Saifuddin, Abdul B., Rachimnadhi, Triatmojo, dan Winkjosastro, Gulardi H. editors.
2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta : PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
2. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on
High Blood Pressure in Pregnancy.2001.American Family Physician, 64, pp : 263-270
3. Kee-Hak Lim. 2014. Preeclampsia. Diakses pada tanggal 16 Juni 2014. Available on
http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview#aw2aab6b2
4. Cunningham, F. Gary et al. 2006. Obstetri Williams. Edisi 21. Volume 1. Jakarta:
EGC