Download - Longcase Meningioma SARAF( Updated ) FIX
MENINGIOMA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Jaena Said
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Alamat : Perintis daya khatulistiwa paccerakkang
MR : 572569
MRS : 16 Oktober 2012
Status MRS : Jamkesmas
Ruangan : Lontara 3 THT kamar 2 Bed 6
II. ANAMNESIS
KU : Nyeri kepala
AT : Dialami sejak ± 1 tahun yang lalu dan bertambah berat sejak 7 bulan. Nyeri
terasa hilang timbul dan dirasakan terutama dibagian kepala sebelah kiri. Nyeri
terasa berdenyut – denyut dan tegang hingga leher. Nyeri dirasakan bertambah
berat bila pasien mengedan dan pada saat mengangkat beban berat. Pasien juga
mengeluh pendengaran pada telinga kiri mulai berkurang sejak sejak ± 6 bulan
yang lalu disertai nyeri pada telinga kiri dan berdengung, penglihatan mata kiri
juga berkurang sejak sejak ± 6 bulan yang lalu dan semakin memberat hingga
sekarang. Mual (-), Muntah (-), Gangguan daya ingat (-). Riwayat kejang (-),
riwayat sering meras lemas tiba-tiba seperti ingin pingsan (+). Riwayat penurunan
berat badan (-). Riwayat penggunaan kontrasepsi (pil KB + suntikan KB) selama
± 7 bulan. Riwayat HT (-) Riwayat DM (-)
Riwayat Trauma tahun 1989, pasien dipukul dengan menggunakan balok sampai
kepala pasien robek. Riwayat pingsan pada saat itu (+)
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-)
Riwayat pengobatan sebelumnya (+), di dokter spesialis saraf di Ternate dan
dirujuk ke RS. Wahidin Sudirohusodo.
1
III. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis : sakit sedang/ gizi lebih / compos mentis
BB = 75 kg TB = 162cm IMT = 28,5 kg/m2
Status vitalis :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,90C
Status Mental:
Orientasi : dalam batas normal
Intelegensi : dalam batas normal
Affektifitas : dalam batas normal
Status Neurologis :
1. Kepala :
- Posisi : central
- Bentuk : normocephal
- Penonjolan: (-)
2. Leher :
- Rangsangan meninx : kaku kuduk (-), Kernig sign (-)/(-)
3. Columna vertebralis/badan :
- Inspeksi : Skoliosis (-), gibbus (-)
- Pergerakan : dalam batas normal
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
- Perkusi : Nyeri ketok (-)
4. Nervi craniales :
- N I (Olfactorius) : Penciuman dalam batas normal
- N II (optikus) : Visus OS 1/60
: lapangan pandang : dalam batas normal
- N III ( okulomotorius) / N IV (Troklearis) / N VI (abdusen) :
Ptosis : (-)
2
Posisi bola mata : central
Nystagmus : (-)
Pupil : isokor ø 2,5 mm/2,5 mm, RCL +/+, RCTL +/+
Pergerakan bola mata : kesegala arah
- N V (Trigeminus) :
Sensibilitas : N V1 : dalam batas normal
N V2 : dalam batas normal
N V3 : dalam batas normal
- N VII (facialis) : dahi dalam batas normal, tutup mata dalam batas
normal, bibir dalam batas normal
- N VIII (Vestibulokoklearis) : Pendengaran : terganggu
- N IX (Glossofaringeus) /N X (Vagus) :
Inspeksi arcus pharynx : dalam batas normal
Reflex telan : dalam batas normal
Suara : dalam batas normal
- N XI (Aksessorius) : memalingkan kepala dengan tahanan +/+
- N XII (Hipoglossus) : Lidah deviasi : (-)
5. Ekstremitas Superior Kanan Kiri
a. Motorik:
Pergerakan N N
Kekuatan 5 5
b. Tonus N N
c. Refleks fisiologis
Biceps N N
Triceps N N
Radius N N
Ulna N N
d. Refleks Patologis
Hoffman Tromner (-) (-)
e. Sensibilitas
Nyeri / Suhu dbn dbn
3
Taktil dbn dbn
Diskriminasi dbn dbn
Proprioceptif dbn dbn
6. Ekstremitas Inferior Kanan Kiri
a. Motorik
Pergerakan N N
Kekuatan N N
b. Tonus N N
c. Reflex fisiologis
KPR N N
APR N N
d. Refleks Patologis
Babinski (-) (-)
Chaddock (-) (-)
Gordon (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
e. Sensibilitas
Nyeri/Suhu dbn dbn
Tactil dbn dbn
Diskriminasi dbn dbn
Proprioceptif dbn dbn
7. Gait:
8. Pergerakan abnormal yang spontan
9. Gangguan koordinasi:
Test Romberg : dbn
Tes jari hidung : dbn
Tes tumit lutut : dbn
Tes pegang jari : dbn
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
4
WBC : 15,48
RBC : 5,73
HGB : 14,1
HCT : 43,1
PLT : 306
GDS : 137
Ur/Cr : 36/0,7
GOT/GPT :10/15
Asam urat : 5,1
Na/K/Cl : 147/3,1/107
HbsAg : Negatif
PT : 10,5
APTT : 22,0
CT / BT :8’00/3’00
Foto Thorax AP (20/10/2012)
- Corakan bronkovaskuler dalam batas normal
- Tidak tampak proses spesifik dan lesi noduler pada kedua paru
- Cor: membesar dengan CTI 0,59
- Kedua sinus dan diafrgama baik
- Tulang-tulang intak
Kesan:
- Cardiomegaly
5
Foto CT-Scan (08/10/2012)
- Tampak massa homogen, bentuk bulat, batas tegas ukuran 5x3,7 cm,
menyangat post kontras ( 49 HU) pada region frontotemporoparietal kiri
yang mendesak dan menyempitkan ventrikel lateralis kiri dan cornu
anterior ventrikel lateralis kanan serta midline shift ke kanan sejauh 1 cm
diserta perifokal edema disekitarnya
- Sulcy dan gyri dalam batas normal
- System ventrikel lainnya dan ruang subarachnoid dalam batas normal
- Kedua orbita, ruang retso orbita, sinus paranasalis dan air cell mastoid
yang terscan dalam batas normal
- Tulang-tulang intak
Kesan ; meningioma
V. RESUME
Seorang perempuan, usia 38 tahun datang ke Poliklinik RSWS
dengan keluhan cefalgia kronik yang dialami sejak ± 1 tahun yang lalu dan
bertambah berat sejak 7 bulan. Nyeri terasa hilang timbul dan dirasakan
terutama dibagian kepala sebelah kiri. Nyeri terasa berdenyut – denyut dan
tegang hingga leher. Nyeri dirasakan bertambah berat bila pasien
mengedan dan pada saat mengangkat beban berat. Pasien juga mengeluh
6
pendengaran pada telinga kiri mulai berkurang sejak sejak ± 6 bulan yang
lalu disertai nyeri pada telinga kiri dan berdengung serta penglihatan mata
kiri berkurang. Riwayat sering meras lemas tiba-tiba seperti ingin pingsan
(+). Riwayat penggunaan kontrasepsi (pil KB + suntikan KB) selama ± 7
bulan. Riwayat HT (-) Riwayat DM (-.) Riwayat Trauma tahun 1989,
pasien dipukul dengan menggunakan balok sampai kepala pasien robek.
Riwayat pingsan pada saat itu (+) . Riwayat pengobatan sebelumnya (+),
di dokter spesialis saraf di Ternate dan dirujuk ke RS. Wahidin
Sudirohusodo.
Dari pemeriksaan fisis ditemukan status generalis sakit sedang/ gizi
cukup/ sadar, status vitalis dalam batas normal. Pemeriksaan internis
dalam batas normal. Sedangkan pemeriksaan neurologis ditemukan adanya
gangguan pendengaran telinga kiri, gangguan penglihatan mata kiri, serta
pemeriksaan neurologis lainnya dalam batas normal.
VI. DIAGNOSIS:
Meningioma
VII. PENATALAKSANAAN
- Head up 30 º
- IVFD RL 16 tts/mnt
- Dexamethasone 2 amp IV lanjut 1 amp / 6 jam IV
- Ranitidine 1 amp / 12 jam
- PDAK 3x1
- Eksisi meningioma
7
DISKUSI
MENINGIOMA
I. DEFINISI
Meningioma adalah tumor yang berasal dari meninges yang
berfungsi sebagai membran pelindung yang menutupi otak. Meningioma
berasal dari sel induk arachnoid yang terletak di lapisan arachnoid yang
menutupi permukaan dari otak yang dapat terjadi intrakranial atau antara
saluran spinal. Tumbuhnva meningioma kebanyakan di tempat yang
ditemukan banyak villi arachnoid. Meningioma dapat timbul pada tempat
manapun di bagian otak maupun medulla spinalis, tetapi, umumnya terjadi
di hemisfer otak di semua lobusnya. Kebanyakan meningioma bersifat
jinak (benign). Meningioma malignant jarang terjadi.1,2
II. EPIDEMIOLOGI
Meningioma merupakan neoplasma intrakranial nomor 2 dalam
urutan frekuensinya yaitu mencapai angka 20% dan 12 % dari semua
tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi dapat kambuh
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan
biasanya muncul pada usia 50-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan
muncul pada masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut, dan
memperlihatkan kecenderungan untuk ditemukan pada beberapa anggota
di satu keluarga. Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan
10 % malignan. Perbandingan antara wanita dan laki-laki adalah 3 : 2 ,
namun ada pula sumber yang menyebutkan 7 : 2. 2
Tempat predileksi di ruang kranium supratentorial ialah daerah
parasagital yang terletak di krista sphenoid, parasellar, dan baso-frontal
biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak
infratentorial, kebanyakan didapati di samping medial os petrosum di
dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai
kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8.
11
Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang
tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis. 3
Tabel 1. Tumor Otak yang berasal dari saraf.2
Meningioma dapat tumbuh di mana saja di sepanjang meningen
dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai
dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di
lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis.
Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan
12
mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, defisit memori dan
atensi, disfungsi eksekutif, dan ketidakmampuan mengatur mood. 3
III. ANATOMI
Menings adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus
ensefalon dam medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan
piamater, yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Bersama-
sama, araknoid dan piamater disebut leptomening 4
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih,
terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla
spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding canalis vertebralis,
menjadi endosteum (periosteum), sehingga di antara lamina meningialis
dan lamina endostealis terdapat spatium extraduralis (spatium epiduralis)
yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara dura
mater dan archnoid terdapat spatium subdurale yang berisi cairan limfe.
Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior
cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital
magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan
dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu 4;
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragm sellae
13
Gambar 1. Lapisan Meningen.3
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeninges.
Kedua lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula
arachnoideae. Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium
subdurale dengan duramater. Antara archnoid dan piamater terdapat
spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid
yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang
membungkus facies superior serebri tipis dan transparant. Arachnoid
membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulatio arachnoidea, masuk
kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior 4.
Lapisan disebelah profunda, meluas ke dalam gyrus cerebri dan
diantara folia cerebri.Membentuk tela chorioidea ventriculi. Dibentuk oleh
serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh
darah cerebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti
endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini ini menutupi
semua permukaan otak dan medulla spinalis. 4
IV. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum
diketahui. Berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan penyebab
meningioma. Penyebab yang tersering adalah paparan radiasi antara 132-
14
315 rontgen, dimana dosis ini sama dengan 1-3 Gy. Karakteristik dari
radiasi adalah radiasi yang memiliki periode laten 36-38 tahun bagi pasien
yang mendapatkan dosis radiasi yang rendah pada kepala, dimana pasien
yang menderita meningioma setelah terpapar dosis radiasi tinggi akan
menimbulkan tanda paling cepat 5 tahun sesudahnya. Meningioma yang
terjadi akibat adanya paparan radiasi lebih sering terjadi, dimana angka
kejadiannya mencapai 80%.5
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma,
namun beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa
kromoson yang jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para
peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul
meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningiomas berisi kromosom
22 yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2
merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada
40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2
sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma
multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen
yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma. 5
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan
tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering
memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan
(PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang
mungkin memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Berbagai
macam jaringan normal dan neoplastik mengekspresikan EGFR,
overekspresi dari EGFR ditemukan pada sejumlah tumor termasuk
payudara, paru-paru, kepala, leher, glioblastoma, dan karsinoma
kolorektal. Baru-baru ini, sebuah dugaan muncul dalam menilai ekspresi
EGFR dalam sejumlah keganasan SSP seperti meningioma dan glioma.
Wernicke dkk melaporkan tingginya ekspresi EGFR pada penderita
meningioma. Overekspresi EGFR diduga terlibat dalam proliferasi dan
diferensiasi meningothelial sel. 3
15
Meningioma memiliki reseptor yang berhubungan dengan hormone
estrogen, progesteron, dan androgen, yang juga dihubungkan dengan
kaknker payudara. Hal ini dibuktikan dengan adanya perubahan ukuran
tumor pada fase luteal siklus haid dan kehamilan. Ekspresi progesteron
reseptor dilihat paling sering pada jinak meningiomas, baik pada pria dan
wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, dan demikian,
sering kali menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan
mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki sejarah suatu
meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan
meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-
kadang mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan 3
Pada umumnya meningioma dianggap sebagai neoplasma yang
berasal dari glioblas di sekitar vili arachnoid. Sel di medulla spinalis yang
sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada tempat
pertemuan antara arachnoid dengan dura yang menutupi radiks. 3
V. FAKTOR RESIKO
Selain peningkatan usia, faktor lain yang dinilai konsisten
berhubungan dengan risiko terjadinya meningioma adalah sinar radiasi
pengion; faktor lingkungan berupa gaya hidup dan genetik telah dipelajari
namunnya perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti
yaitu penggunaan hormon endogen dan eksogen, penggunaan elepon
genggam, dan variasi genetik atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai
berperan adalah keadaan penyakit yang sudah ada seperti diabetes
mellitus, hipertensi, dan epilepsi; pajanan timbale, pemakaian pewarna
rambut; pajanan gelombang micro atau medan magnt, merokok; trauma
kepala; dan alergi. Sebagian faktor risiko diatas dinilai tidak signifikan
atau tidak konsisten bila dihubungkan dengan risiko yang ditemukan pada
pasien meningioma, hal ini dapat disebabkan jumlah sampel penelitian
16
yang sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan kriteria
dan pajanan.6
Radiasi pengion
Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam
meningkatkan risiko kejadian meningioma adalah pajanan radiasi pengion.
Penelitian mengenai radiasi pengion sebagai faktor resiko dilakukan pada
kohort tinea capitis di Israel, korban bom atom yang masih hidup, dan
pasien dengan pajanan radiasi terapeutik atau diagnostik. Bukti terkuat
radiasi pengion dosis tinggi mempengaruhi insidensi meningioma
ditemukan pada indiviu yang mendapatkan pajanan radiasi dosis tinggi
dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi
pengion dosis rendah sebagai faktor risiko meningioma dapat diketahui
dalam penilitian kohort tinea kapitis. 6
Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi
pengion bergantung pada dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis
rendah, 26,1 tahun untuk dosis menengah, dan 19,5 tahun untuk radiasi
pengion dosis tinggi. Dengan kata lain, usia saat ditemukannya
meningioma pada seseorang semakin rendah bila dosis pajanan radiasi
pengion semakin besar; selain itu dosis radiasi yang semakin tinggi memili
kecendrungan akan munculnya tumor multipel atau sifat meningioma yang
atipikal atau malignan.6
Hormon
Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita
dibanding pria, adanya ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu,
kemungkinan adanya hubungan dengan kanker payudara dan laporan
perubahan ukuran tumor saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan
menopause; beberapa peneleti menyatakan adanya hubungan antara
hormone sebagai faktor risiko meningioma.3
Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara
pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone pada wanita pre-
menopause dan post-menopause untuk melihat risiko kemungkinan
17
meningioma; secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti yang
kuat bahwa kontrasepsi oral sebagai faktor risiko meningioma namun
sebaliknya pemakaian terapi pengganti hormone mengindikasikan
kemungkinan hubungan sebagai faktor risiko. Wigertz dan kawan-kawan
menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan risiko meningioma
pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah menggunakan terapi
pengganti hormone (OR [95% CI] 1.7 [1.0–2.8]), hasil ini mengkonfirmasi
penemuan Jhawar dan kawan-kawan dalam penelitian Nurse health study.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penelitian menunjukkan hubungan
antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan meningioma.6
Pemakaian telepon genggam
Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat
menyebabkan meningioma sangat marak di masyarakat namun sampai
sekarang bukti yang menunjukkan hal tersebut masih sedikit. Berbagai
penelitian kasus kontrol sudah dilakukan di populasi Amerika Serikat,
Eropa, dan Israel untuk mencari hubungan pemakaian telepon genggam
dengan risiko tumor otak; semua penelitian di atas tidak menunjukkan
hubungan yang signifikan. Namun demikian beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang (> 10
tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe
glioma high grade.
Genetik
Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadik; pasien
dengan lesi sporadic tidak memilii riwayat tumor otak pada keluarganya.
Sindrom genetik yang diketahui menjadi faktor risiko pertumbuhan
meningioma hanya sedikit dan jarang. Meningioma dapat ditemukan pada
pasien dengan NF2, sebuah kelainan autosom dominan yang disebabkan
oleh mutasi pada gen NF2 di 22q12; kelainan ini memiliki insidensi 1 per
30.000 – 40.000 di Amerika Serikat.3 Namun demikian, terdapat
kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam meningioma
familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia tanpa
18
ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis
meningioma dengan riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06
[1.84–4.79]).3 Penelitian kohort tinea capitis, pasien meningioma yang
sebelumnya mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada
pasien yang memliki orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion;
hal ini menggambarkan kerentanan genetik. Selain itu, sekitar 50% pasien
meningioma sporadic juga memiliki mutasi pada gen NF2 atau mutasi gen
lain yang melibatkan lengan kromosom 22q12.6
VI. PATOFISIOLOGI
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang
belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini
secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid
cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi
terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade
eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan
perkembangan edema peritumoral. 3
Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti
halnya faktor etiologi lainnya mekanisme hormon sex hingga memicu
meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada sekitar 2/3
kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya
progesteron, reseptor hormon lain juga ditemukan pada tumor ini
termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet
derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh
meningioma. Dengan teknik imunohistokimia yang spesifik dan teknik
biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan dalam
konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam
sitosol dari meningioma. Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten
pada meningioma.2
Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi
dibandingkan pada meningioma soliter. Reseptor progesteron yang
19
ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada
karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara
bermakna tidak berhubungan dengan karsinoma mammae, tapi beberapa
penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae dengan
meningioma.2
Meningioma merupakan tumor otak yang pertumbuhannya lambat
dan tidak menginvasi otak maupun medulla spinalis. Stimulus hormon
merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma.
Pertumbuhan meningioma dapat menjadi cepat selama periode
peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan kehamilan.2
Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma
telah diteliti, tapi belum didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan
virus sebagai penyebab meningioma. Philips et al melaporkan adanya
sedikit peningkatan kasus meningioma setelah trauma kepala.
VII. KLASIFIKASI
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor
yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan
melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah
mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.7
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat
direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan
bedah dan observasi yang berkesinambungan.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atipical. Jenis ini tumbuh lebih
cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang
20
lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah
pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung
kurang dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah
penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuri dengan terapi radiasi.
Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Tabel 2. Tipe meningioma berdasarkan pengelompokan WHO8
21
Tabel 3. Kriteria grading secara histologi menurut WHO8
Gambar 2. Histologi meningioma grade 1 WHO8
22
Gambar 3. Histologi meningioma grade 2 WHO8
Korelasi histologi yang paling dipercaya berhubungan dengan
kekambuhan adalah ditemukannya peningkatan aktivitas mitotik. Namun
demikian, jika tidak ditemukan gambaran peningkatan aktivitas mitosis,
gambaran histologi lain berhubungan dengan kemungkinan kekambuhan
dan dengan demikian memiliki implikasi juga. Menurut definisi dari WHO
pada tahun 2000, ditemukannya 3 dari 5 kriteria berikut mengarah pada
diagnosis meningioma atipikal, yakni peningkatan selularitas,
perbandingan yang tinggi antara inti dengan sitoplasma, nukleolus yang
menonjol, pertumbuhan tidak berpola, dan fokus nekrosis spontan (bukan
karena emboli). Masalah invasi otak kurang diperjelas dalam skema WHO,
meskipun implikasi klinis yang sama menunjukan bahwa hal ini dapat
digunakan sebagai kriteria lain untuk meningioma atipikal. Tipe
meningioma clear-cell dan kordoid dihubungkan dengan angka
kekambuhan yang lebih besar meskipun tidak memenuhi kriteria di atas.
Dengan demikian, meningioma tipe ini digolongkan dalam grade 2 WHO
berdasarkan definisinya. Meningioma clear-cell disusun oleh lembaran sel
poligonal dengan sitoplasma jernih kaya glikogen, positif untuk asam
periodat Schiff, dan perivaskular yang padat serta kolagenisasi interstisial.
Meningioma kordoid memiliki daerah yang secara histologi mirip dengan
kordoma, dengan untaian sel-sel tumor epiteloid kecil yang mengandung
sitoplasma eosinofilik atau bervakuola yang tertanam dalam matrix
basofilik kaya musin. Meningioma clear-cell sering timbul pada medula
23
spinalis dan fossa posterior, sementara meningioma kordoid lebih sering
pada daerah supratentorial. Meskipun fitur genetik yang berkaitan dengan
meningioma clear-cell masih belum diketahui, suatu translokasi yang tidak
seimbang pada der(1)t(1;3)(p12-13;q11) diduga sebagai penanda
sitogenetik spesifik untuk tipe kordoid. Namun, penemuan ini masih harus
dibuktikan karena target gen dari translokasi tersebut masih belum
diketahui.8
Meningioma anaplastik (grade 3 WHO) terhitung sebanyak 1-3%
kasus dari keseluruhan kasus meningioma. Tumor ini memiliki
karakteristik klinik serupa dengan neoplasma ganas lainnya, yang dapat
menginfiltrasi jaringan sekitarnya secara luas dan membentuk deposit
metastasis. Meningioma anaplastik dikaitkan dengan angka kekambuhan
sekitar 50-80% setelah tindakan reseksi secara bedah dan nilai median
harapan hidup kurang dari 2 tahun. Secara histologis, meningioma
anaplastik memiliki gambaran keganasan dengan index mitosis sebesar 20
atau lebih mitosis per 10 lapang pandang mikroskopis. Beberapa
meningioma anaplastik sulit dikenali sebagai neoplasma meningotelial
karena mereka dapat menyerupai sarkoma, karsinoma atau bahkan
melanoma. Meningioma anaplastik biasanya memiliki daerah nekrosis
yang amat luas. Meskipun demikian, embolisasi terapeutik (iatrogenik)
harus dikecualikan sebagai penjelasan alternatif sebelum dilakukan
penilaian.8
Gambar 4. Histologi meningioma grade 3 WHO8
24
Beberapa tipe meningioma secara konsisten dikaitkan dengan
perilaku ganas dan karena itu sesuai dengan grade 3 WHO. Meningioma
papiler, yang biasanya menyerang anak-anak, menunjukan invasi ke otak
dan jaringan lokal pada 75% pasien, kekambuhan sekitar 55%, dan
metastasi pada 20% pasien. Meningioma papiler secara histologi dikenal
dari pertumbuhan diskohesif, yang menghasilkan bentuk perivaskuler
pseudopapiler dan struktur yang menyerupai pseudorosette yang mirip
dengan gambaran ependimoma. Meningioma agresif lainnya adalah
meningioma rabdoid, yang mengandung sel rabdoid dengan banyak
sitoplasma eosinofilik, nukleus yang terletak eksentris, dan inklusi
paranuklear yang secara ultrastruktur sesuai dengan bundel ulir dari
filamen intermediat. Gambaran rabdoid dan papiler keduanya dapat
terlihat sebagai perubahan yang berprogresi, karena keduanya biasanya
timbul pertama kali pada saat kambuh dan meningkat seiring perjalanan
waktu.8
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan
lokasi dari tumor 3
1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaputyang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan
kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital
meningioma terdapat di sekitar falx
2. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
3. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.
4. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah
bagian belakang otak.
6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary.
25
7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pda medulla spinbalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat
menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
8. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pdaa atau di
sekitar mata cavum orbita.
9. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di
seluruh bagian otak.
Gambar 5. Lokasi Umum Meningioma.3
VIII. DIAGNOSIS
Gejala Klinis
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan
tumor pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus
(disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari
otak). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal 3.
Gejala umumnya seperti 3;
- Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi
hari.
- Perubahan mental
26
- Kejang
- Mual muntah
- Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi 3:
1. Lobus frontal
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral,
kejang fokal
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus parietal
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang
didahului dengan aura atau halusinasi
Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital
Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang
menjadi hemianopsia, objeckagnosia
5. Tumor di ventrikel ke III
Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan
obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan
intrakranial mendadak, pasen tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan
penurunan kesadaran
6. Tumor di cerebello pontin angie
27
Dapat dibedakan dengan tumor di daerah lain karena gejala awalnya berupa
gangguan fungsi pendengaran
Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin
angel
7. Tumor Hipotalamus
Menyebabkan gejala PTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
8. Tumor di cerebelum
Umumnya didapatkan gangguan berjalan dan gejala PTIK akan cepat terjadi
disertai dengan papil udem
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar keleher dan spasme dari
otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
Diketemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan
nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
Pemeriksaan Radiologi3
1. Foto polos.
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Diindikasikan untuk tumor pada menings. Tampak erosi
tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada
tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah menings
menggambarkan dilatasi arteri menings yang mensuplai darah ke tumor.
Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun
difus.
2. CT-Scan.
CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling
banyak meningioma. Tanpa kontras gambaran meninioma 75%
hiperdens dan14,4% isodens. Gambaran spesifik dari meningioma
berupa enchancement dari tumor dengan pemberian kontras. Meninioma
tampak sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi bulat
dan tegas. Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi
28
tulang, udem otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi
ventrikel.
Gambar 6. Hasil CT scan meningioma parasagital9
Gambar 7. Hasil CT scan meningioma konveksitas9
29
3. MRI
MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,
dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada.
4. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri
dan kapiler memperlihatkan gambaran vaskuler yang homogen dan
prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon.
IX. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan meningioma terganting dari lokasi dan ukuran
tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif
sebagai pilihan pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi
removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi,
vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi,
riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana
operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko, pola, dan
rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor
tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan
kejadian rekurensi. 2,3
Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk
meningioma. Tujuan utamanya adalah mengangkat jaringan tumor
sebanyak-banyaknya tanpa kehilangan fungsi otak.7 Eksisi komplit dapat
menyembuhkan kebanyakan meningioma. Faktor-faktor yang berperan
dalam pembedahan meliputi lokasi dari tumor, defisit nervus kranialis
preoperasi, vaskularitas, invasi dari sinus venosus, dan keterlibatan arteri.
Reseksi sebagian dapat menjadi pilihan jika pengangkatan seluruh tumor
dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.9
31
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma
digolongkan ke dalam 3 grup berdasarkan resiko pembedahannya. Cara
penggolongannya menggunakan algoritme CLASS, yakni Comorbidity
(komorbiditas), Location (lokasi), Age (umur pasien) Size (ukuran tumor),
Symptoms and signs (tanda dan gejala). Grup 1 dengan skor CLASS lebih
dari +1, memiliki angka keberhasilan yang tinggi, yakni pada 98,1%
kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1 memiliki hasil yang buruk pada
sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah -2 memiliki
hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.5
Teknik terbaru saat ini adalah dengan memanfaatkan rekonstruksi
3 dimensi dengan komputer untuk membantu ahli bedah dalam
merencanakan prosedur operasi. MRI intraoperasi dapat menunjukan
gambaran langsung selama pembedahan. Embolisasi preoperasi dilakukan
untuk mengurangi vaskularitas tumor, memfasilitasi pengangkatan tumor,
dan mengurangi resiko perdarahan. Embolisasi pada ekor dura dapat
mengurangi resiko kekambuhan. Namun prosedur ini tidak banyak
dilakukan mengingat tidak semua rumah sakit memiliki fasilitas maupun
personel yang terlatih dalam bidang ini.9
Tindakan pembedahan mampu menghilangkan beberapa gejala neurologis,
kecuali neuropati kranial yang seringkali sulit dihilangkan. Angka morbiditas
akibat pembedahan bervariasi antara 1-14%. Setelah reseksi komplit, angka
kekambuhan untuk meningioma grade rendah adalah sekitar 20% dalam 5 tahun
pertama dan 25% dalam 10 tahun. Jika tumor muncul kembali, harus
dipertimbangkan untuk dilakukan reseksi ulang. Secara umum, angka harapan
hidup 5 tahun untuk pasien berusia di bawah 65 tahun adalah sekitar 80%, dan
menurun mendekati 50% untuk pasien di atas 65 tahun.9
Rencana preoperative.
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian
antikonvulsan dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan
dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi
dilaksanakan. Pemberian antibiotik perioperatif digunakan sebagai
32
profilaksis pada semua pasien untuk organisme stafilokokkus, dan
pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap
organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organisme
anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan
melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.3.
Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma
intrakranial 3.
- Grade I Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
- Grade II Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
- Grade III Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura, atau mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
- Grade IV Reseksi parsial tumor
- Grade V Dekompresi sederhana (biopsi)
Radioterapi
Penggunaan external beam radiation pada meningioma semakin
banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000
cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma
reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi
sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat
dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada
pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih
belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi
external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus meningioma
yang agresif (atipical, malignan), tetapi informasi yang mendukung teori
ini belum banyak dikemukakan 3.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma.
Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi.
33
Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari
ataupun nekrosis akibat radioterapi. 3
Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton
beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak
dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat
melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar
foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife) atau linear accelerators
(LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua
teknik radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi,
terutama pada lesi dengan diameter kurang dari 2,5 cm. 3
Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum
banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun
maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma
atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi
terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial
cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil
yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen
tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari
Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide,
adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup
dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari
beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu
kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien
dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian
Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya
34
rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini
kurang menimbulkon toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. 3
X. PROGNOSIS
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena
pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang
permanen. Orang dewasa memiliki harapan hidup yang relatif lebih tinggi
dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah
75%. Pada anak-anak meningioma bersifat lebih agresif, perubahan
menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada
penelitian, lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan
kekambuhannya tinggi. 2,3
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan
bila letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan
tampak bila ada2:
- invasi dan kerusakan tulang
- tumor tidak berkapsul pada saat operasi
- invasi pada jaringan otak.
Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi jarang
dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli
bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan
(1957–1966) adalah8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan
yang terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak. 2
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunicardi , D. K., et. al. Schwartz's Principles of Surgery. 8th ed. USA:
McGraw Hill. 2004.
2. Fauiziah B, Widjaja D. Meningioma intrakranial in Cermin Dunia
Kedokteran. Vol.16. 1989.
3. Pamir M, Black P. Meningiomas: A comprehensive text. Philadelphia:
Saunders Elsevier. 2010.
4. Luhulima JW. Menings in Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2003.
5. Black, P., et al. Meningiomas: Science and Surgery in Clinical
Neurosurgery. Vol.54. Philadelphia: Saunders Elsevier. 2007.
6. Jill, S., et al. Meningiomas: causes and risk factors in Neurosurgery
Focus. Vol. 23. Oktober, 2007.
7. Newell F, Beaman T. Ocular Sign of Meningioma. Chicago: Departement
of Surgery University of Chicago. 1990.
8. Riemenschneider, Markus J, et al. Histological Classification and
Molecular Genetics of Meningiomas in The Lancet Neurology. 5th ed.
2006.
9. Rowland, L. P. Merritt’s Neurology. 11th ed. New York : Lippincott
Williams & Wilkins. 2005.
36
SUBDIVISI BEDAH SARAF
LONG CASE
BAGIAN ILMU BEDAH
OKTOBER 2012
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MENINGIOMA
Oleh :
TENGKU NURSHAHRIL C 111 07 351
RAZAN SYAZANA C 111 07 280
DIAN PRATIWI AKBAR C 111 07 225
PARAMITA C 111 06 093
ALBERTUS M. M. H. C 111 08 298
Pembimbing :
dr. Pasarella
Supervisor:
Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
37