Download - Lp Trauma Kepala
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TRAUMA KEPALA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur
tengkorak, komusio (gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan
perdarahan serebral (subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral,
batang otak). (Doenges, 2000: 270)
Cedera kepala mengacu pada trauma kepala. Hal ini mungkin atau
mungkin tidak termasuk trauma pada otak. Namun, istilah cedera otak
dan cedera kepala sering digunakan secara bergantian dalam literatur
kedokteran. (Wikipedia, 2009)
Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan dalam
fungsi mental atau fisik yang berkaitan dengan pukulan ke kepala.
(Medscape, 2009)
Gambar 1. Fraktur tengkorak pada trauma kepala
2. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan, dan morfologi cedera (Mansjoer, 2000: 3)
a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
1) Trauma Tumpul
Contohnya : Trauma akibat kecepatan tinggi (tabrakan mobil)
dan kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
2) Trauma Tembus
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Contohnya : luka tembus peluru, dan cedera tembus lainnya
b. Keparahan Cedera : berdasarkan skala koma Glasgow (GCS)
1) Ringan : GCS 14-15
2) Sedang : GCS 9-13
3) Berat : GCS 3-8
c. Morfologi
1) Fraktur Tengkorak
a) Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi;
terbuka/tertutup.
b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal;
dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII
2) Lesi Intrakranial
a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral
b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal
difus
Menurut Doenges (2000: 270) klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi
2 yaitu:
a. Trauma otak primer terjadi karena benturan langsung atau tak
langsung (akselerasi/deselerasi otak).
b. Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui
akson) yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea
atau hipotensi sistemik.
Sementara menurut Price (2003:1174) cedera kepala diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Hematoma Epidural
Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal
akibat robekan arterial mengineal media. Tanda dan gejala tampak
bervariasi, penderita hematoepidural yang khas memiliki riwayat
cedera kepala dengan periode tidak sadar dalam jangka waktu
pendek, diikuti periode lusid.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Gambar 2. Hematoma epidural dalam fosa temporalis (Price, 2006:1174)
b. Hematoma Subdural
Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma
ini timbul akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural.
Hematoma subdural dibagi lagi menjadi tipe akut, subakut dan
kronik yang memiliki gejala dan prognosis yang berbeda-beda.
Gambar 3. Hematoma subdural (Price, 2006: 1174)
1) Hematoma subdural akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang
penting dan serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Hematoma
subdural akut terjadi pada pasien yang meminum obat
antikoagulan terus menerus yang tampaknya mengalami trauma
kepala minor dan sering kali berkaitan dengan cedera deselerasi
akibat kecelakaan bermotor. Defisit neurologik progresif
disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang
otak ke dalam foramen magnum yang selanjutnya
menimbulkan tekanan. Keadaan ini cepat menimbulkan henti
nafas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan
darah.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
2) Hematoma subdural subakut
Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik
bermakna dalam jangka waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang
dari 2 minggu setelah cedera. Hematoma ini disebabkan oleh
pendarahan vena kedalam ruang subdural. Riwayat klinis yang
khas pada penderita hemotoma subdural subakut adalah adanya
trauma kepala yang menyebabkan ketidakkesadaran,
selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang bertahap.
3) Hematoma subdural kronik
Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau
terlupakan dan sering kali akibat cedera ringan. Tanda dan
gejala dari Hematoma subdural kronik biasanya tidak spesifik,
tidak terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh banyak proses
penyakit lain.
Gambar 4. Brain Hematoma (Wikipedia, 2009)
3. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah tabrakan lalu lintas kendaraan
bermotor, rumah dan kecelakaan kerja, jatuh, dan serangan.
Kecelakaan sepeda juga merupakan penyebab umum cedera kepala
yang berhubungan dengan kematian dan cacat, terutama di kalangan
anak-anak. (Wikipedia, 2009)
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi pada
kecelakaan lalu lintas. (Mansjoer, 2000:3)
4. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya trauma kepala yang terjadi. Ada 2 mekanisme
cedera yang bisa terjadi, yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera
perlambatan (deselerasi). Cedera percepatan (aselerasi) terjadi ketika
benda yang bergerak membentur kepala yang diam. Sedangkan, cedera
perlambatan (deselerasi) terjadi ketika kepala membentur objek yang
relatif tidak bergerak, misalnya tanah (Gallo, 1996:226).
Kombinasi mekanisme ini mengakibatkan terjadinya cedera pada
jaringan otak dan menimbulkan kerusakan pada sawar darah otak (Blood
Brain Barrier). Cedera jaringan tersebut mengakibatkan degranulasi sel-
sel mast yang terdapat dalam jaringan otak. Degranulasi ini memacu
pelepasan histamin yang menimbulkan efek vaskuler berupa peningkatan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler (Price, 2005:62).
Peningkatan permeabilitas kapiler memicu terjadinya eksudasi
cairan dari intravaskuler ke jaringan interstisiil otak dan menimbulkan
edema serebral (Price, 2005:1168).
Selain itu, trauma yang terjadi menimbulkan destruksi pada
vaskuler di daerah kepala. Destruksi ini menimbulkan hematoma.
Hematoma dan edema serebral dapat berpengaruh pada peningkatan TIK.
Peningkatan TIK didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga
kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak (1400 gram),
darah (sekitar 75ml), dan cairan serebrospinal (sekitar 75ml). Keseluruhan
volume tersebut menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal sebesar
4-15 mmHg. Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga komponen
ini mengakibatkan desakan pada ruang dan menaikkan tekanan
intrakranial (Price, 2005:1167).
Peningkatan TIK yang terjadi mempengaruhi kecepatan aliran
darah ke otak dan penekanan pada pusat pernafasan medulla oblongata dan
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
pons. Penurunan kecepatan aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow)
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke otak, sehingga
memunculkan masalah perfusi jaringan serebral tidak efektif (Nanda,
2005:233). Sedangkan, penekanan pada medulla oblongata dan pons
menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi pernafasan (Guyton,
2007:539). Gangguan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa pola
nafas tidak efektif (Nanda, 2005:27). Kombinasi antara gangguan suplai
O2 ke otak dan gangguan pada fungsi pernafasan akibat penekanan fungsi
pernafasan membutuhkan tindakan pemasangan intubasi ETT dan mayo
yang bertujuan untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas dan
membantu pemenuhan kebutuhan oksigen secara adekuat. Keadaan ini
dapat mengurangi respon batuk pada pasien, dan membuat sekret
menumpuk pada saluran pernafasan. Penumpukan sekret ini menimbulkan
masalah keperawatan berupa bersihan jalan nafas tidak efektif (Nanda,
2005:4).
Selain itu, trauma kepala juga mengakibatkan terjadinya destruksi
vaskuler. Destruksi ini mengakibatkan hilangnya/ berkurangnya cairan
dalam intravaskuler. Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan
berupa kekurangan volume cairan tubuh (Nanda, 2005:89). Selain itu,
trauma kepala juga menimbulkan lesi pada daerah kepala. Lesi ini dapat
menjadi pintu masuk bagi agen infeksius untuk menyerang pertahanan
tubuh. Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa risiko
infeksi (Nanda, 2005:121).
5. Manifestasi Klinik
Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian,
menurunnya kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif
yang tinggi, hemiparesis, kelainan pupil, pusing menetap, sakit kepala,
gangguan tidur, gangguan bicara, hipoksia, hipotensi sistemik,
hilangnya autoregulasi aliran darah, inflamsi, edema, peningkatan
tekanan intrakranial yang terjadi dalam waktu singkat (Price.
2003:1177 ).
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Menurut Doengoes (2000: 270-272) tanda dan gejala dari cedera
kepala yaitu:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang
ditimbulkan oleh kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan
involunter. Kelemahan secara umum, keterbatasan
dalam rentang gerak, hipotonia.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis,
beberapa penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan
nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan
pengaruh pada pusat vasomotor). Takikardi, disritmia
(pada fase akut).
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering.
d. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan
diri (pada periode akut).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan
biasanya berat), parestesia, terasa kaku pada semua
pernafasan yang terkena, kehilangan sensasi (kerusakan
pada saraf kranial), gangguan dalam penglihatan seperti
diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai
kebingungan yang berat sehingga menjadi koma, delusi
dan halusinasi/psikosis organik (ensefalitis).
f. Nyeri/kenyamanan
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin
akan diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku,
nyeri pada gerakan okular, fotosensitivitas, sakit
tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah,
menangis/ mengaduh/ mengeluh.
g. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan
mental (letargi sampai koma) dan gelisah.
Gambar 5. Tanda dan Gejala Cedera Kepala
6. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras.
Angiografi serebral menunujukan kelainan serkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
EEG untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
Sinar X mendeteksi adanya perubahaan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema)
adanya fragmen tulang.
Pungsi lumba, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah arteri atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
Kimia/Elaktrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam meningkatkan TIK/perubahan mental.
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung
jawab terhadap penurunan kesadaran. (Doenges, 2000:272)
7. Penatalaksanaan
Pasien harus diberikan 100% oksigen, dan monitoring jantung serta 2
IV line harus diberikan bagi pasien dengan TBI (trauma brain injury)
berat, intubasi endotracheal (melalui intubasi cepat) untuk
mengamankan jalan napas dan mencegah hipoksemia. Jika
dilaksanakan dengan tepat, intubasi cepat akan mencegah peningkatan
TIK dan mengurangi terjadinya komplikasi. Saat melakukan intubasi
cepat, sangat penting untuk mengimobilisasi tulang leher dengan
adekuat dan menggunakan sedasi kuat atau agen induksi.
Karena hipotensi dapat mengakibatkan menurunnya perfusi serebral,
sangatlah penting untuk dilakukan pengontrolan tekanan darah.
Pemberian resusitasi cairan dengan cairan kristaloid. CT scan juga
dilakukan dengan berkonsultasi dengan bagian medis neurologi untuk
menentukan dilakukannya suatu operasi. Semua pasien dengan
indikasi trauma intrakranial, posisi tempat tidur harus ditinggikan
sebesar 30°.(Jhon: 2004;778)
Penatalaksanaan cedera kepala menurut Plantz (1998;526)
Jika pasien dengan GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi.
Dengan diberikan tekanan PCO2 sebanyak 25-30 mmHg dapat
mengakibatkan vasokontriksi cerebral dan membantu menurunkan
TIK. Namun bila hiperventilasi ini diberikan secara berlebihan dapat
mengakibatkan penurunan perfusi cerebral
Penanganan kejang : kejang biasanya diberikan phenytoin dengan atau
tanpa benzoidiazepines
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Penanganan luka pada kulit kepala: berikan irigasi yang berlebih,
penekanan harus diberikan untuk mengontrol perdarahan dan luka
ditutup dengan jaritan.
8. Komplikasi
Komplikasi cedera kepala berat menurut Mansjoer (2000:7) sebagai
berikut:
Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknya
leptomeningen dan terjadi pada 2-6 pasien dengan cedera kepala
tertutup.
Fistel karotis kavernosus ditandai oleh trias gejala: eksolftalmos,
kemosis dan bruit orbital, dapat timbul segera atau beberapa hari
setelah cedera.
Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada
tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian sekresi hormon
antideuretik.
Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini
(minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu). Kejang segera
tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini
menunjukan resiko meningkat untuk kejang lanjut dan pasien ini harus
dipertahankan dengan antikonvulsan.
9. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,
terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah
sakit memiliki nilai prognostik yang besar. Skor pasien 3-4
memungkinkan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif,
sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal hanya 5-10%. Sindrom pasca konkusi berhubungan dengan
sindrom kronis nyeri kepala, keletihan, pusing, ketidakmampuan
berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan kepribadian yang banyak
berkembang pada pasien cedera kepala.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian Berdasarkan Persistem
PengkajianData
MasalahObjektif Subjektif
Breathing Adanya Suara nafas
tambahan : terdengar
adanya suara snoring (+)
Perubahan frekuensi nafas
Irama nafas abnormal
(cepat dan dangkal).
Nafas spontan tetapi tidak
adekuat
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
Ketidakefektifan
pola nafas
Blood Perubahan tekanan darah
Perubahan kedalaman dan
irama nadi
Perubahan frekuensi
jantung (takikardia)
Akral dingin
Hidung dan mulut
mengeluarkan darah atau
perdarahan massif
Anemis (+)
Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
(seberal)
Risiko
kekurangan
volume cairan
Pk Shok
hipovolemi
Brain Kepala terdapat lesi
CT Scan Kepala : cedera
otak berat
Penurunan GCS
Peningkatan TIK
Kerusakan system saraf
pusat atau neuromuskular
Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
(seberal)
Nyeri akut
Mual
Gangguan
mobilitas fisik
Gangguan
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
komunikasi verbal
Gangguan
persepsi sensori
Risiko infeksi
Risiko cedera
Bladder -
Bowel -
Bone -
b. Pengkajian Terus Menerus
Dikaji saat perawatan pada pasien secara kontinu
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
pembentukan lendir/sekret
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfungsi
neuromuscular karena penurunan aliran darah otak dan penekanan
pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons
c. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
kerusakan transportasi oksigen melewati membran kapiler atau
alveolar karena peningkatan TIK
d. Risiko Kekurangan volume cairan berhubungan dengan dengan
kehilangan volume cairan tubuh secara aktif
e. PK: Shock hipovolemi
f. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial
g. Mual berhubungan dengan depresi sistem saraf pusat/ trauma kepala
h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
i. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan fungsi
motoris otot-otot bicara
j. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan kesalahan interpretasi
sekunder tehadap cedera serebrovaskular
k. Risiko infeksi brehubungan dengan tempat masuknya organisme
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
sekunder terhadap trauma
l. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder
akibat hipoksia
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
3. Perencanaan
NO.DIAGNOSA
KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
TUJUAN &
KRITERIA HASILINTERVENSI RASIONAL
1 Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan
dengan pembentukan
lendir/sekret
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 X 15 menit
diharapkan pasien dapat
mempertahankan kepatenan jalan
nafas dengan kriteria hasil :
Tidak terdapat suara nafas
tambahan (rales, ronchi,
wheezing, crakels, snoring)
Frekuensi nafas dalam
batas normal (RR
16-24x/menit)
Irama nafas regular
Tidak terdapat produksi
sekret/sputum
Ekspansi dada simetris,
Mandiri :
1. Kaji kepatenan jalan nafas
2. Evaluasi gerakan dada dan
auskultasi untuk bunyi nafas
bilateral
Mandiri :
1. Obstruksi dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, perlengketan
mukosa, perdarahan, spasme
bronkus, dan/atau masalah dengan
posisi trakeostomi/selang
endotrakeal
2. Gerakan dada simetris dengan
bunyi nafas melalui area paru
menunjukkan letak selang tepat/
tak menutup jalan nafas. Obstruksi
jalan nafas bawah (mis.
Pneumonia/atelektasis)
menghasilkan perubahan pada
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
tidak terdapat penggunaan
otot bantu pernafasan, tidak
ada retraksi dada
Tidak ada dispnea,
orthopnea
3. Awasi letak selang endotrakeal
4. Catat peningkatan dispnea, sekret
terlihat pada selang
endotrakeal/trakeostomi, suara nafas
tambahan (rales, ronchi, wheezing,
crakels, snoring)
5. Hisap sekret sesuai kebutuhan, batasi
penghisapan 15 detik atau kurang
bunyi nafas seperti ronchi, mengi
3. Selang endotrakeal dapat masuk ke
bronkus kanan, sehingga
menghambat aliran udara ke paru
kiri dan pasien berisiko untuk
pneumothorak tegangan
4. Pasien intubasi biasanya
mengalami reflek batuk tak efektif
atau pasien dapat mengalami
gangguan neuromuskuler atau
neurosensori
5. Penghisapan tidak harus rutin, dan
lamanya harus dibatasi untuk
menurunkan bahaya hipoksia.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
6. Ubah posisi/berikan cairan dalam
kemampuan individu
7. Ubah posisi/berikan cairan dalam
kemampuan individu
Kolaborasi :
8. Berikan bronkodilator IV dan
aerosol sesuai indikasi
6. Meningkatkan drainase sekret dan
ventilasi pada semua segmen paru,
menurunkan risiko atelektasis
7. Meningkatkan ventilasi pada
semua segmen paru dan alat
drainase sekret
Kolaborasi :
8. Meningkatkan ventilasi dan
membuang sekret dengan relaksasi
otot halus/spasme bronkus
2 Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan disfungsi
neuromuscular karena
penurunan aliran darah
otak dan penekanan pusat
pernafasan di medulla
oblongata dan pons
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 X 15 menit
diharapkan pola nafas pasien
efektif dengan kriteria hasil :
Tidak terdapat suara nafas
tambahan (rales, ronchi,
wheezing, crakels, snoring)
Frekuensi nafas dalam
Mandiri :
1. Pantau frekuensi, irama,
kedalaman pernapasan
Mandiri :
1. Intubasi, ventilasi mekanik
lama, ketidakmampuan umum,
malnutrisi, usia, dan prosedur
invansif adalah factor dimana
pasien potensial mengalami infeksi
dan lama sembuh
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
batas normal (RR
16-24x/menit)
Irama nafas regular
Refleks gag dan reflex
menelan (+)
2. Auskultasi suara napas dan
adanya suara-suara tambahan yang
tidak normal
3. Kaji reflex yang penting untuk
bernapas “gag” reflek dan reflex
menelan
4. Pertahankan ketinggian bagian
kepala tempat tidur
5. Pantau penggunaan dari obat-
obatan depresan pernapasan, seperti
sedative
2. Untuk mengidentifikasi adanya
masalah paru atau obstruksi jalan
napas yang membahayakan
oksigenasi serebral
3. Kemampuan memobilisasi
atau membersihkan sekresi penting
untuk pemeliharaan jalan napas.
4. Untuk memudahkan ekspansi
paru/ventilasi paru dan dapat
menurunkan adanya kemungkinan
lidah jatuh dan menyumbat saluran
pernapasan serta menghindari risiko
peningkatan TIK
5. Dapat meningkatkan
gangguan/ komplikasi pernapasan
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
3 Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan
kerusakan transportasi
oksigen melewati
membran kapiler atau
alveolar karena
peningkatan TIK
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 X 15 menit
diharapkan perfusi jaringan
serebral efektif dengan kriteria
hasil :
Reaksi pupil positif,
isokor
GCS 9 - 13
TTV normal (TD 120 -
90/ 90 - 70 mmHg; Nadi 80 -
100x/menit regular)
BGA dalam batas normal
(pH 7,35 – 7,40; PaCO2 35-
45mmHg; PaO2 95 -
100mmHg)
Saturasi O2 : 95 - 100%
Mandiri :
1. Kaji tanda-tanda vital :
Pantau tekanan darah, catat
adanya hipertensi sistolik dan
tekanan nadi
Frekuensi jantung, catat adanya
bradikardia, takikardia, atau
bentuk disritmia lainnya
2. Kaji tingkat kesadaran dengan
GCS
Mandiri :
1. Pengkajian tanda – tanda vital
mengindikasikan :
Peningkatan tekanan darah
sistemik yang diikuti oleh
penurunan tekanan darah
diastolik (nadi yang membesar)
merupakan tanda terjadinya
peningkatan TIK
Perubahan pada ritme (paling
sering bradikardia) dan
disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya
depresi/trauma batang otak pada
pasien yang tidak mempunyai
kelainan jantung sebelumnya
2. Mengkaji adanya
kecenderungan pada tingkat
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
3. Evaluasi keadaan pupil, catat
ukuran, ketajaman, kesamaan antara
kiri dan kanan, dan reaksinya
terhadap cahaya
4. Pertahakan kepala/leher pada
posisi tengah atau pada posisi netral,
kesadaran dan potensial
peningkatan TIK dan bermanfaat
dalam menentukan lokasi,
perluasan, dan perkembangan
kerusakan SSP.
3. Reaksi pupil diatur oleh saraf
kranial III (okulomotor) dan
berguna untuk menentukan apakah
batang otak masih baik.
Ukuran/kesamaan ditentukan oleh
keseimbangan antara persarafan
simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan
fungsi yang terkombinasi dari saraf
kranial optikus dan okulomotor.
4. Kepala yang miring pada
salah satu sisi menekan vena
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
hindari pemakaian bantal besar pada
kepala
5. Tinggikan kepala pasien 15-450
sesuai indikasi/yang dapat ditolerir
6. Monitor BGA dan/atau saturasi
O2
Kolaborasi :
7. Berikan obat sesuai indikasi :
jugularis menghambat aliran darah
vena, yang selanjutnya akan
meningkatkan TIK
5. Meningkatkan aliran balik
vena dari kepala sehingga akan
mengurangi kongesti dan edema
atau risiko terjadinya peningkatan
TIK
6. Menentukan kecukupan
pernapasan (kemunculan dari
hipoksia/asidosis) dan
mengindikasikan kebutuhan akan
terapi; adekuatnya oksigen sangat
penting dalam mempertahankan
metabolisme otak
Kolaborasi :
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Diuretik, mis. manitol, furosemid
Steroid, mis. deksametason,
metil prednisolon,
Antikonvulsan, mis. fenitoin
Analgesik
Sedatif
Antipiretik
7. Memberikan obat sesuai
indikasi :
Diuretik dapat digunakan pada
fase akut untuk menurunkan TIK
Menurunkan inflamasi
Obat pilihan untuk mengatasi
dan mencegah terjadinya
aktivitas kejang
Dapat diindikasikan untuk
menghilangkan nyeri dan dapat
berakibat negatif pada TIK tetapi
harus digunakan dengan hati-hati
untuk mencegah gangguan
pernapasan
Dapat digunakan untuk
mengendalikan kegelisahan,
agitasi
Menurunkan atau mengendalikan
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
8. Kolaborasi pemberian oksigen
demam dan meningkatakan
metabolisme serebral atau
peningkatan kebutuhan terhadap
oksigen
8. Menurunkan hipoksemia, yang
mana dapat meningkatkan
vasodilatasi dan volume darah
serebral yang meningkatkan TIK
4 Risiko kekurangan
volume cairan
berhubungan dengan
dengan kehilangan
volume cairan tubuh
secara aktif
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 X 6 jam
diharapkan volume cairan
adekuat dengan kriteria hasil :
TTV normal (TD 120-
90/90-70 mmHg, Nadi 80-
100x/menit)
GCS 8-13
Hematokrit : 42-50%
Hb : 13-18 gr/dl
Tidak terjadi tanda-tanda
Mandiri :
1. Kaji tanda-tanda vital (terutama
tekanan darah dan frekuensi
jantung/nadi)
2. Observasi demam, perubahan
tingkat kesadaran , turgor kulit buruk,
Mandiri :
1. Perubahan dapat menunjukkan
efek hipovolemia
(perdarahan/dehidrasi).
Penurunan sirkulasi darah dapat
terjadi dari peningkatan
kehilangan cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardia
2. Gejala-gejala tersebut
menunjukkkan
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
anemis
Turgor kulit normal/baik
(elastis)
Akral hangat
kulit dan membran mukosa kering,
akral dingin, konjungtiva pucat
3. Monitor dan pertahankan intake
dan output cairan
Kolaborasi:
4. Berikan cairan IV sesuai indikasi
5. Berikan tranfusi darah sesuai
dehidrasi/hemokonsentrasi dan
tanda – tanda anemis
3. Pamasukan pasien dapat
menurun selama periode krisis.
Dehidrasi dapat menurunkan
haluaran urin
Kolaborasi :
4. Mempertahankan
keseimbangan cairan/elektrolit
pada tak adanya pemasukan
melalui oral. Cairan harus
diberikan segera (khususnya pada
keterlibatan SSP) untuk
menurunkan hemokonsentrasi dan
mencegah infark
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
indikasi
6. Monitor hasil laboratorium
(pemeriksaan hematokrit, Hb,
elektrolit serum, dan urine)
5. Memperbaiki/menornalkan
kapasitas pembawa oksigen
untuk memperbaiki anemia, dan
berguna untuk mengatasi
perdarahan. Penggantian
cairan/darah tergantung pada
derajat hipovolemia dan lamanya
perdarahan (akut atau kronis)
6. Peningkatan menunjukkan
hemokonsentrasi. Kehilangan
kemampuan ginjal untuk
mengkonsentrasikan urine dapat
mengakibatkan penrunan
elektrolit serum.
5 Risiko infeksi
berhubungan dengan port
entry kuman (destruksi
jaringan di daerah frontal
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 X 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi
dengan kriteria hasil :
Mandiri :
1. Berikan perawatan aseptik dan
antiseptik, pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik
Mandiri :
1. Untuk menghindari terjadinya
infeksi nosokomial dari petugas
kesehatan kepada pasien
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
dan peningkatan paparan
lingkungan)
TTV normal (Tax 36,50 –
37,20C)
Hasil pemeriksaan
laboratorium normal
(Leukosit 5.000 – 10.000/ µl)
Tidak terjadi tanda – tanda
infeksi pada lesi/ luka (color,
dolor, rubor, dan tumor)
Tidak terdapat produksi
sekret/sputum
Mulut pasien tampak
bersih
2. Observasi daerah kulit yang
mengalami kerusakan, catat
karakteristik dari drainase dan
adanya inflamasi
3. Kaji tanda-tanda vital, terutama suhu
4. Batasi pengunjung yang dapat
menularkan infeksi
5. Lakukan perawatan luka pada lesi
2. Deteksi dini perkembangan
infeksi memungkinkan untuk
melakukan tindakan dengan
segera dan pencegahan terhadap
komplikasi selanjutnya.
3. Mengkaji keadaan umum
pasien; peningkatan suhu
merupakan salah satu indikator
terjadinya infeksi
4. Menurunkan pemajanan
terhadap pembawa kuman
penyebab infeksi
5. Menghindari terjadinya infeksi
yang lebih luas
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
6. Lakukan oral hygiene
Kolaborasi
7. Berikan antibiotik sesuai indikasi
8. Ambil bahan pemeriksaan
laboratorium sesuai indikasi
(khususnya leukosit)
6. Menurunkan kemungkinan
terjadinya pertumbuhan bakteri
pada mulut akibat penggunaan
ETT
Kolaborasi
7. Terapi profilaktik dapat
digunakan pada psien yang
mengalami trauma (perlukaan),
kebocoran CSS, atau setelah
dilakukan pembedahan untuk
menurunkan risioko terjadinya
infeksi nosokomial
8. Peningkatan/ penurunan nilai
leukosit mastikan adanya infeksi
dan mengidentifikasi organism
penyebab dan untuk menentukan
obat pilihan yang sesuai.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
4. Implementasi
Implementasi dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah dibuat dalam
rencana perawatan
5. Evaluasi
Evaluasi yang dibuat bisa dalam bentuk formatif dan sumatif (SOAP). Evaluasi
yang dilakukan berdasarkan pencapaian yang didapatkan sesuai dengan criteria
hasil/ kriteria evaluasi yang dibuat dalam rencana perawatan.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, J.E. 2004. BTLS: Basic Trauma Life Support for EMT-B and the First
Responden, 4th Ed. New Jersey: Pearson Education
Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta :
EGC
Gallo, Hudak. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC
Wikipedia, the Free Encyclopedia. 2009. Brain Injury. (Online).
(http://en.Wikipedia.org/wiki/braininjury, Diakses tanggal 26 Maret 2010).