Download - Macro Ekonomi
1.Nuhfil Hanani
TEORI EKONOMI MAKRO Pendekatan Grafis dan Matematis
Edisi Pertama Nuhfil Hanani
Kardono
2.Nuhfil Hanani
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Y.M.E. atas ijin Nya buku ini dapat diselesaikan. Buku ini
disusun sebagai bahan pendukung perkuliahan bagi mahasiswa S-1 baik pada Fakultas
Ekonomi maupun Jurusan Sosial-Ekonomi pada Fakultas yang terkait dengan ilmu-ilmu
pertanian seperti Pertanian, Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan. Dalam buku ini
dijelaskan konsep-konsep atau dalil-dalil ekonomi makro dengan menggunkan analisis grafis
dan matematis. Analisis matematis sangat diperlukan untuk menjelaskan hubungan antar
variabel ekonomi terutama yang lebih dari dua variabel. Buku ini dirancang untuk mahasiswa
semester III atau IV setara dengan 2 SKS setelah mereka mempelajari pengantar teori
ekonomi pada semester sebelumnya. Oleh karena itu analisis dan penjelasan dalam buku ini
sengaja disusun secara ringkas dengan harapan para mahasiswa dapat mengembangkannya
melalui buku-buku lain yang telah banyak tersedia di perpustakaan-perpustakaan dan di toko-
toko buku setelah mengikuti perkuliahan di kelas.
Materi dalam buku ini dapat dikatakan berupa cuplikan dari beberapa buku teks yang
dianggap penting sebagai bahan perkuliahan. Oleh karena itu penulis menyadari bahwa buku
ini masih banyak kekurangannya. Saran dan kritik dari para mahasiswa, para dosen dan siapa
saja yang berminat pada ekonomi makro sangat penulis harapkan agar pada edisi berikutnya
buku ini menjadi lebih baik dan lengkap. Akhirnya semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca , khususnya para mahasiswa.
Malang, Juli 2004
Penulis
3.Nuhfil Hanani
DAFTAR ISI
Halaman PENGANTAR ………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. ii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. iii
BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………….... 1 1.1. Pengertian Teori Ekonomi …………………………….. 2 1.2. Teori dan Model Ekonomi Makro …………………….. 2
1.3. Masalah, Tujuan dan Kebijakan Ekonomi Makro …… 4 1.4. Pelaku dan Pasar Ekonomi Makro ……………………. 7
BAB II: TEORI EKONOMI MAKRO KLASIK ………………….… 12 2.1. Dasar Filsafat Nazhab Klasik ………………………….. 12 2.2. Pasar Barang ……………………………………………. 13 2.3. Pasar tenaga Kerja ……………………………………… 15 2.4. Pasar Uang ………………………………………………. 16 2.5. Pasar Luar Negeri ………………………………………. 18 BAB III: TEORI EKONOMI MAKRO KEYNES …………………… 20 3.1. Dasar Filsafat Teori Keynes ……………………………. 20 3.2. Pasar Tenaga Kerja ……………………………………. 21 3.3. Pasar Barang……………………………………………. . 29 3.4. Pasar Uang ………………………………………………. 44 3.5. Perbandingan Antara Teori Klasik dan Keynes ………. 46 BAB IV: MODEL ANALISIS IS-LM …………………………………. 48 4.1. Pasar Barang dan Kurve IS …………………………….. 48 4.2. Pasar Uang dan kurve LM ……………………………… 53 4.3. Keseimbangan Dalam Analisis IS-LM …………………. 58 BAB V: TEORI INFLASI …………………………………………….. 63 5.1. Pengertian Inflasi ……………………………………….. 63 5.2. Jenis-Jenis inflasi …………………………………….…. 63 5.3. Teori-Teori Inflasi ………………………………………. 65 BAB VI : TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI ……………………. 74 6.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi …………………………. 74 6.2. Teori Pertumbuhan Adan Smith ………………………. 75 6.3. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar …………………... 77 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 81
4.Nuhfil Hanani
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1.1 Kurve Penawaran dan Permintaan pada Pasar Barang 7 1.2 Kurve Penawaran dan Permintaan pada Pasar Uang 8 1.3 Kurve Penawaran dan Permintaan pada Pasar Tenaga Kerja 8 1.4 Kurve Penawaran dan Permintaan pada Pasar Luar Negeri 9 1.5 Kaitan antar pelaku dan pasar dalam ekonomi makro 10 2.1 Proses terjadinya posisi keseimbangan pasar barang 14 2.2 Proses terjadinya pengangguran sukarela 15 2.3 Fungsi produksi perusahaan 22 2.4 Fungsi produksi : Q = f (K/N) 22 3.3 Hubungan MPPL dan N dengan K tetap 23 3.4 Kurve permintaan tenaga kerja 23 3.5 Kurve utility individual 25 3.6 Maksimisasi utility 26 3.7 Hubungan waktu kerja dan upah riel yang berbeda 26 3.8 Kurve penawaran tenaga kerja 27 3.9 Kurve TK “backward-bending” 27 3.10 Konsisi keseimbangan pasar tenaga kerja 28 3.11 Hubungan TK dengan output agregat 32 3.12.a Kurve tenaga kerja 32 3.12.b Kurve produksi 32 3.12.c Kurve penawaran agregat 33 3.13 Kurve konsumsi dan tabungan 36 3.14 Kurve MEC 40 3.15 Kurve proses pelipatan (multiplier effect) 42 3.16 Keseimbangan pada pasar barang 43 3.17 Kurve Liquidity Preference 46 4.1 Kurve permintaan investasi 49 4.2 Kurve IS 51 4.3 Penurunan kurve IS secara grafis 52 4.4 Kurve permintaan uang untuk berjaga-jaga dan transaksi 53 4.5 Kurve permintaan uang untuk spekulasi 54 4.6 Kurve LM 56 4.7 Penurunan kurve LM secara grafis 57 4.8 Kurve keseimbangan IS-LM 59
4.9 Keseimbangan umum dan nilai-nilai keseimbangan Variable-variabel endogen 60
5.1 Demand inflation 64 5.2 Cost inflation 64 5.3 Proses terjadinya inflationary gap 68 5.4 Proses inflasi semakin mengecil 69 5.5 Kurve Phillips dalam bentuk asli 71 5.6 Kurve Phillips dalam bentuk direvisi 72
5.Nuhfil Hanani
I. PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Teori Ekonomi
Ilmu ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana manusia dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya mengadakan pemilihan
diantara berbagai alternatif pemakaian atas alat-alat pemuas kebutuhan yang tersedianya
relatif terbatas (Soediyono,1981:1). Samuelson dan Nordhaus (1997 : 4) mengem-bangkan
definisi ilmu ekonomi berdasarkan beberapa definisi sebagai berikut : Ilmu ekonomi
merupakan suatu studi tentang perilaku masyarakat dalam menggunakan sumberdaya yang
langka dalam rangka memproduksi berbagai komoditi, untuk kemudian menyalurkannya
kepada berbagai individu dan kelompok yang ada dalam suatu masyarakat.
Dari definisi diatas, terlihat ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama,
adalah masalah pemilihan ( problem of choice), yaitu pemilihan diantara berbagai alternatif
penggunaan sumberdaya untuk memproduksi berbagai komoditi. Artinya, setiap sumberdaya
tidak hanya mempunyai satu penggunaan saja, tetapi bisa dua, tiga, atau bahkan lebih.
Diantara beberapa alternatif tersebut hanya dapat dipilih satu penggunaan saja. Misalnya,
dari sebidang tanah harus dilakukan pemilihan, untuk ditanami, dijual, atau didirikan gedung
di atasnya. Dalam hal ini tentu tidak mungkin ketiga pilihan tersebut dapat dilaksanakan
sekaligus. Jadi, harus dipilih salah satu diantaranya. Dalam ilmu ekonomi, pilihan tersebut
didasarkan pada pencapaian keuntungan yang maksimum. Kedua, ketersediaan sumberdaya
adalah terbatas atau langka. Tidak seperti air di lautan, udara, atau pasir di padang pasir, yang
jumlahnya dapat dikatakan tidak terbatas atau berlimpah-limpah. Konsekuensi dari sifat
sumberdaya demikian adalah perlunya pengelolaan sumberdaya secara efektif dan efisien.
Ketiga, produk yang dihasilkan dan pendistribusiannya kepada para anggota masyarakat
untuk konsumsi.
Ketiga hal penting tersebut sesuai dengan apa yang dikenal sebagai the three
fundamental and interdependent economic problem (tiga masalah fundamental ekonomi
yang saling terkait) , yaitu : (1) what commodities shall be produced and what quantities (
komoditi apa yang akan diproduksi dan berapa kuantitasnya ?, (2) how shall goods be
produced? ( bagaimana cara barang-barang harus diproduksi) ? dan (3) for whom shall
goods be produced ( untuk siapa barang-barang diproduksi)? (Suherman, R., 2000 : 10).
Ditinjau dari perannya, ilmu ekonomi dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu
kelompok ekonomi deskriptif ( descriptive economics), kelompok teori ekonomi ( economic
theory atau economic analysis), dan kelompok ekonomi terapan (applied economic).
6.Nuhfil Hanani
Ekonomi deskriptif bertugas mengumpulkan keterangan-keterangan faktual yang relevan
tentang masalah ekonomi. Teori ekonomi tugas utamanya adalah mencoba menerangkan
bekerjanya sistem-sistem ekonomi tersebut. Teori ekonomi umumnya dipecah menjadi dua
kelompok besar, yaitu teori ekonomi mikro dan teori ekonomi makro. Ekonomi terapan
menggunakan hasil-hasil pemikiran yang terkumpul dalam teori ekonomi untuk menerangkan
diskripsi fakta-fakta yang dikumpulkan oleh ekonomi deskriprif ( Soediyono, 1983 :1).
1.2. Teori dan Model Ekonomi Makro
Menurut Crouch (1972 : 1) tidak terdapat perbedaan yang prinsip antara ekonomi
makro dan ekonomi mikro. Bedanya, ekonomi makro berhubungan dengan variabel-
variabel yang bersifat agregat ( keseluruhan), sedangkan ekonomi mikro berhubungan
dengan variabel-variabel yang bersifat individual. Jadi hanya berbeda dalam tingkat
agregasinya. Kedua cabang ekonomi ini memusatkan perhatian pada interaksi transaktor
dalam pasar, yaitu rumah-tangga, perusahaan , dan pemerintah. Dengan demikian alat yang
digunakan untuk analisis dalam kedua ekonomi tersebut adalah sama. Samuelson dan
Nordhaus (1997 : 77) menyatakan bahwa ilmu ekonomi makro adalah studi tentang perilaku
perekonomian secara keseluruhan. Ilmu ini mempelajari output nasional, kesempatan kerja,
harga dan perdagangan internasional. Sebaliknya ilmu ekonomi mikro mempelajari tentang
harga, kuantitas, dan pasar secara sendiri-sendiri ( individu). Glahe (1977 : 1)
mengemukakan bahwa ilmu ekonomi makro adalah cabang ilmu ekonomi yang mencari
jawaban pertanyaan-pertanyaan berikut : Faktor-faktor apa yang menentukan tingkat
pengangguran?; Bagaimana tingkat harga umum ditentukan dan faktor-faktor apa yang relatif
penting mempengaruhinya?; Faktor-faktor apa yang menentukan tingkat aktivitas dan
pertumbuhan ekonomi?. Sebaliknya, ilmu ekonomi mikro mencari jawaban pertanyaan-
pertanyaan seperti : Bagaimana perilaku konsumen secara individual dipengaruhi oleh harga
dari komoditi?; Bagaimana perusahaan menentukan kuantitas sumberdaya yang dibeli dan
bagaimana sumberdaya tersebut dikombinasikan untuk memproduksi barang-barang dan
jasa?; Bagaimana menentukan pola distribusi barang-barang dan jasa yang diproduksi?.
Menurut Soediyono (1983 : 2) variabel-variabel agregatif yang banyak dipersoalkan dalam
ekonomi makro adalah : tingkat pendapatan nasional, tingkat kesempatan kerja, tabungan,
investasi nasional, jumlah uang beredar, tingkat harga, tingkat bunga, neraca pembayaran
internasional, stok kapital nasional, hutang pemerintah. Dengan mengetahui hubungan-
hubungan diantara variabel-variabel tersebut diharapkan kita dapat lebih mampu dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh suatu perekonomian.
7.Nuhfil Hanani
Untuk menjelaskan hubungan-hubungan diantara variabel-variabel ekonomi tersebut
dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu pendekatan oral ( cerita), pendekatan
matematis, dan pendekatan grafis atau gambar. Pendekatan mana yang harus digunakan
tergantung dari masalah dan tujuan pemecahan masalah ekonomi yang diinginkan. Misalnya,
jika kita hanya ingin mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat konsumsi,
maka berdasarkan teori ekonomi kita bisa menjelaskan secara lisan bahwa tingkat konsumsi
ditentukan oleh besarnya pendapatan. Namun jika kita selanjutnya ingin mengetahui berapa
besar pengaruh pendapatan tersebut, kita tidak bisa lagi menjelaskan secara lisan, namun
harus menggunakan pendekatan grafis atau matematis. Pendekatan matematis dalam ekonomi
dikenal sebagai ekonometrika. Dengan ekonometrika dapat dilakukan analisis dan prediksi.
Analisis menyatakan penjelasan perilaku unit-unit ekonomi. Sedangkan prediksi menyatakan
kemungkinan perkiraan pengaruh perubahan variabel-variabel ekonomi. Sebagai contoh,
untuk mengadakan analisis dan prediksi hubungan antara tingkat konsumsi dan pendapatan,
dapat disusun model ekonometrika : C = α + βY +µ di mana C = tingkat konsumsi, Y =
tingkat pendapatan, dan µ = variabel pengganggu (error term). Model adalah representasi
yang disederhanakan dari situasi nyata. Melalui model ini dapat dilakukan analisis dan
prediksi. Validitas model dapat dinilai dari beberapa kriteria, yaitu : kekuatan prediksinya,
konsistensi dan realisme asumsinya, tingkat informasi yang diberikan, generalisasinya, dan
simplisitinya ( Koutsoyiannis, 1985 : 3-5).
1.3. Masalah, Tujuan dan Kebijakan Ekonomi Makro
Hasil analisis dan prediksi berdasarkan teori ekonomi berguna sebagai pedoman
pembuatan kebijakan untuk memecahkan masalah-masalah perekonomian tertentu.
Permasalahan pokok dalam ekonomi makro dapat digolongkan ke dalam dua macam
( Boediono, 1994 :1) :
a) Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana
“menyetir” perekonomian nasional dari bulan ke bulan, dari triwulan ke triwulan atau dari
tahun ke tahun, agar terhindar dari tiga penyakit makro, yaitu, (1) inflasi, (2)
pengangguran, dan (3) ketimpangan dalam neraca pembayaran.
b) Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah bagaimana kita
menyetir perekonomian agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk, pertambahan
kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada dasarnya masalahnya juga
8.Nuhfil Hanani
berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit makro di atas, tetapi perspektif
waktunya lebih panjang ( lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun).
Sehubungan dengan masalah-masalah tersebut, apabila kita ingin memecahkan
masalah jangka pendek maka harus disusun dan diterapkan kebijakan-kebijakan jangka
pendek, misalnya dengan menambah jumlah uang yang beredar, menurunkan tingkat bunga,
mengenakan pajak impor, menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan, menambah
pengeluaran pemerintah, mengeluarkan obligasi pemerintah dan sebagainya. Sedangkan jika
ingin memecahkan masalah jangka panjang, tentu juga harus menerapkan kebijakan yang
berkaitan dengan masalah jangka panjang, seperti kebijakan yang berkaitan dengan kapasitas
total perekonomian, jumlah penduduk dan angkatan kerja, serta lembaga-lembaga sosial-
politik-ekonomi yang ada. Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan pengeluaran
pemerintah dan perpajakan dikenal sebagai kebijakan fiskal. Kebijakan yang berkaitan
dengan penawaran dan permintaan uang dikenal dengan kebijakan moneter.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1997 : 78-88) , untuk mengevaluasi keberhasilan
suatu perekonomian secara keseluruhan, para ekonom memandangnya dari empat bidang
yaitu : output, kesempatan kerja, stabilitas harga, dan perdagangan internasional.
Dengan demikian tujuan utama ekonomi makro suatu negara adalah :
1. Mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan cepat. Tujuan akhir kegiatan
ekonomi adalah menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat
( pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dsb). Ukuran besarnya output
perekonomian yang paling komprehensif adalah Produk Nasional Bruto ( Gross
National Product = GNP), yaitu nilai pasar atas semua produk akhir barang dan jasa yang
dihasilkan suatu negara selama satu tahun. Jadi, yang dihitung dalam GNP adalah
barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh warga negara dan milik warga negara.
Barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh WNA yang perusahaannya beroperasi
di Indonesia tidak termasuk GNP Indonesia. Sebaliknya barang-barang dan jasa-jasa
yang dihasilkan oleh WNI di luar negeri harus dimasukkan ke dalam GNP Indonesia.
2. Kesempatan kerja tinggi, Pengangguran rendah. Tujuan kebijakan ekonomi makro
berikutnya adalah kesempatan kerja setinggi mungkin dan pengangguran serendah
mungkin. Setiap penduduk pasti menginginkan pekerjaan yang baik dan diberi upah yang
cukup besar, tanpa harus menunggunya terlalu lama.
3. Kestabilan harga. Tujuan selanjutnya adalah mempertahankan kestabilan harga di pasar
bebas. Dalam pasar bebas, harga-harga sepenuhnya ditentukan oleh penawaran dan
9.Nuhfil Hanani
permintaan, pemerintah tidak campur tangan mengawasi harga barang tertentu. Cara yang
paling umum untuk mengukur tingkat harga keseluruhan adalah indek harga konsumen
(IHK) atau consumer price index (CPI). Perubahan tingkat harga dinyatakan sebagai laju
inflasi. Laju inflasi dari IHK dapat dirumuskan sebagai berikut :
IHK tahun ini – IHK tahun lalu Laju inflasi dari IHK = -------------------------------------------- × 100% IHK tahun lalu
Kebalikan dari inflasi adalah deflasi yaitu terjadi ketika harga turun ( laju inflasi negatif).
4. Perdangangan internasional. Tujuan terakhir kebijakan ekonomi makro sebagian besar
negara adalah mencapai keseimbangan impor dan ekspornya. Selisih antara nilai ekspor
dan nilai impor disebut ekspor bersih atau ekspor neto. Bila nilai ekspor neto positif
disebut surplus perdagangan. Sebaliknya jika nilai ekspor negatif disebut defisit
perdagangan. Disamping itu juga diupayakan agar nilai tukar uang (kurs) berlangsung
stabil.
Instrumen kebijakan ekonomi makro yang digunakan untuk mencapai tujuan diatas
meliputi :
1) Kebijakan fiskal. Kebijakan ini berisi dua kebijakan pakok, yaitu belanja negara (
government expenditure) dan sistem perpajakan. Yang termasuk belanja negara adalah
seluruh pembayaran atau pembelian barang-barang dan jasa untuk kepentingan nasional,
misal : pembelian persenjataan dan alat kantor, pembangunan gedung, gaji pegawai, dan
sebagainya. Kebijakan perpajakan mempunyai dua peran, pertama, pajak akan cenderung
mengurangi konsumsi, menurunkan permintaan agregat, dan akhirnya menurunkan GNP
aktual. Kedua, pajak akan berpengaruh pada harga pasar.
2) Kebijakan moneter. Melalui kebijakan ini pemerintah melakukan pengetatan terhadap
uang beredar nasional, kredit serta perbankan. Dengan mengurangi jumlah uang beredar
akan meningkatkan suku bunga serta mengurangi investasi, yang berarti menurunkan
GNP dan inflasi. Terjadi sebaliknya jika jumlah uang beredar ditambah. Kebijakan
penambahan uang beredar dilakukan jika dunia usaha sedang lesu. Pengendalian jumlah
uang beredar menjadi tanggung jawab Bank Sentral.
3) Kebijakan Ekonomi Internasional. Kebijakan ekonomi internasional dapat dibagi ke
dalam dua kategori. Pertama, kebijakan perdagangan meliputi tarif, quota, dan kebijakan
lain yang menghambat atau mendorong impor atau ekspor. Kedua, pengelolaan pasar
valuta asing. Suatu negara dapat menganut sistem nilai tukar baku atau nilai tukar
mengambang.
10.Nuhfil Hanani
4) Kebijakan Pendapatan. Merupakan usaha pemerintah untuk secara langsung
mempengaruhi kecenderungan upah dan harga guna menekan laju inflasi.
1.4. Pelaku dan Pasar Ekonomi Makro
Menurut Boediono (1994 :5-15), dalam ekonomi makro terdapat empat pasar yang saling
berubungan dan terdapat lima pelaku ekonomi. Empat pasar tersebut adalah :
1) Pasar Barang 3). Pasar Tenaga Kerja
2) Pasar Uang 4). Pasar Luar Negeri.
Sejalan dengan pengertian pasar dalam ekonomi mikro, maka masing-masing pasar dalam
ekonomi makro juga merupakan pertemuan antara permintaan (demand) dan penawaran
(supply). Masing-masing pasar tersebut juga akan mempelajari dua aspek utama pasar , apa
yang terjadi dengan harga (P) dan kuantitas yang ditransaksikan (Q). Secara grafis masing-
masing pasar diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
a) Pasar Barang : Di pasar barang, permintaan total masyarakat akan barang-barang dan
jasa-jasa bertemu dengan seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi ( dan di
tawarkan) oleh seluruh produsen yang ada di masyarakat dalam suatu periode. Di pasar
ini kita ingin mengetahui apa yang terjadi dengan tingkat harga umum (P) dan kuantitas
total barang-barang dan jasa-jasa (Q) ( lihat Gb. 1.1.). Dengan demikian dengan
mempelajari pasar barang kita bisa mengetahui (a) tinggi rendahnya tingkat inflasi, dan
(2) naik turunnya GDP ( Gross Domestic Product).
Harga Umum (P) S = kurva penawaran barang/jasa D = kurva permintaan narang/jasa S P0 = harga keseimbangan Q0 = kuantitas barang/jasa keseimbangan P0 E D O Q0 GDP Gb.1.1. Pasar Barang
11.Nuhfil Hanani
b). Pasar Uang : Di pasar uang, permintaan ( atau kebutuhan) masyarakat akan uang (
kartal dan giral) bertemu dengan jumlah uang (kartal dan giral) yang beredar. Pertemuan
antara permintaan dan penawaran uang akan menentukan harga uang , yang tidak lain
adalah tingkat bunga ( lihat Gb. 1.2.).
c). Pasar Tenaga Kerja : Di pasar tenaga kerja, permintaan ( kebutuhan) total akan tenaga
kerja dari sektor swasta dan pemerintah bertemu dengan jumlah angkatan kerja yang
tersedia pada waktu itu. Pertemuan permintaan dan penawaran tenaga kerja tersebut akan
menentukan harga tenaga kerja , yaitu tingkat upah (lihat Gb.1.3).
d). Pasar Luar Negeri : Di pasar luar negeri, permintaan dunia akan barang-barang ekspor
dalam negeri bertemu dengan penawaran barang-barang tersebut yang dapat disediakan
oleh para eksportir. Sebaliknya, permintaan barang-barang impor untuk dalam negeri
Tingkat Bunga MS MS = kurva penawaran uang MD = kurva permintaan uang r 0 = tingkat bunga yang berlaku Kurva MS berupa garis tegak karena jumlah- nya ditentukan oleh Pemerintah. Jadi MS me- rupakan variabel eksogen. r0 MD O MS Uang Beredar Gb.1.2. Pasar Uang
Tingkat upah (W) NS Gb.1.3. Pasar Tenaga Kerja
W ND
0 N Jumlah orang yang bekerja
12.Nuhfil Hanani
bertemu dengan penawaran barang-barang tersebut yang dapat ditawarkan pihak luar
negeri. Pertemuan antara permintaan barang-barang ekspor dan penawaran barang-
barang tersebut menentukan harga rata-rata ekspor. Harga rata-rata ekspor dikalikan
dengan volume ekspor memberikan penerimaan devisa dari ekspor. Pertemuan antara
permintaan impor dan penawaran barang-barang tersebut dari luar negeri menentukan
harga rata-rata impor. Harga rata-rata impor dikalikan dengan volume impor
memberikan pengeluaran devisa untuk impor. Penerimaan devisa dikurangi pengeluaran
devisa tersebut disebut neraca perdagangan . Harga rata-rata ekspor dibagi dengan
harga rata-rata impor disebut “dasar penukaran luar negeri” ( terms of trade).
Lima Pelaku Pasar Makro: Dalam ekonomi makro kita menggolongkan orang-orang atau
lembaga-lembaga yang melakukan kegitan ekonomi menjadi lima kelompok besar, yaitu :
1) Rumah Tangga 2) Produsen 3) Pemerintah 4) Lembaga-lembaga keuangan 5) Negara-negara lain.
Harga impor Harga ekspor Si SE
Pi PE
Di DE
O Q Jumlah Impor O QE Jumlah Ekspor Gb. 1.4. Pasar Luar Negeri
13.Nuhfil Hanani
Kegiatan pelaku pasar dengan keempat pasar diatas dapat digambarkan secara skematis
dalam Gb.1.5. berikut.
Keterangan :
Aliran permintaan Aliran penawaran
Aliran tidak melewati pasar Permintaan : Penawaran : 1. Pengeluaran konsumsi oleh rumah tangga 10. Hasil produksi dalam negeri 2. Belanja barang oleh pemerintah 12. Impor dari luar negeri 3. Investasi oleh perusahaan 13. Tenaga kerja yang disediakan oleh RT. 4. Ekspor ke luar negeri 14. Tabunan RT. 5. Kebutuhan tenaga kerja oleh pemerintah 15. Suplai uang giral 6. Kebutuhan tenaga kerja oleh perusahaan 16. Suplai dana luar negeri. 7. Kebutuhan uang tunai dan kredit 8. Kebutuhan rumah tangaan akan uang tunai 9. Kebutuhan perusahaan-perusahaan asing akan uang dalam negeri Kelompok Rumah Tangga melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa :
1) Menerima penghasilan dari dari para produsen dari penjualan tenaga kerja mereka ( upah), deviden, dan dari menyewakan tanah hak milik mereka. 2) Menerima penghasilan dari lenbaga-lembaga keuangan berupa bunga. 3) Membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang ( sebagai konsumen). 4) Menyisihkan sisa penghasilannya untuk ditabung pada lembaga-lembaga keuangan.
5) Membayar pajak kepada pemerintah.
6) Masuk dalam pasar uang sebagai peminta ( demander) karena kebutuhan mereka akan uang tunai untuk misalnya transaksi sehari-hari.
Pajak 11 2 4 9 16 13 Pajak 5 3 10
1 6 7 14 12 8 15
Gb. 1.5. Kaitan antara pelaku dan pasar dalam ekonomi makro
Pemerintah Negara-negara lain
Produsen Pasar Barang
Pasar Uang
Pasar Tenaga Kerja
Rumah Tangga
Lembaga Keuangan
14.Nuhfil Hanani
Kelompok Produsen melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa : 1) Memproduksi dan menjual barang dan jasa ( sebagai suplaier dalam pasar barang), 2) Menyewa faktor-faktor produksi yang dimiliki rumah-tangga untuk proses produksi, 3) Menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain ( selaku
demander dalam pasar barang), 4) Meminta kredit dari lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka ( sebagai
demander dalam pasat uang), 5) Membayar pajak kepada pemerintah.
Kelompok Lembaga-lembaga Keuangan mencakup semua bank dan lembaga keuangan lainnya kecuali Bank Sentral ( BI) melakukan kegiatan : 1) Menerima simpanan/deposito dari rumah tangga,
2) Menyediakan kredit dan uang giral ( sebagai suplaier dalam pasar uang).
Pemerintah melakukan kegiatan : 1) Menarik pajak langsung dan tak langsung, 2) Membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan pemerintah
( sebagai demander dalam pasar barang), 3) Meminjam uang dari luar negeri, 4) Menyewa tenaga kerja ( sebagai demander dalam pasar tenaga kerja), 5) Menyediakan kebutuhan uang ( kartal ) bagi masyarakat ( sebagai suplaier di pasar uang). Negara-negara lain melakukan kegiatan : 1) Menyediakan kebutuhan barang impor ( suplaier di pasar barang), 2) Membeli hasil-hasil ekspor kita (demander di pasar barang), 3) Menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri, 4) Membeli barang di pasar barang untuk perusahaannya yang ada di dalam negeri . 5) Masuk dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang dari luar negeri (devisa)
dan sebagai peminta kredit dan uang kartal dalam negeri untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaannya yang ada di dalam negeri ( misal : Indonesia). Jadi , negara-negara lain tersebut dapat sebagai suplaier uang maupun sebagai demander uang.
Nuhfil Hanani 1
II. TEORI EKONOMI MAKRO KLASIK
2.1. Dasar Filsafat Mazhab Klasik
Mazhab Klasik yang dipelopori oleh Adam Smith ( 1732-1790) yang tercermin
dalam bukunya yang diterbitkan th. 1776 dengan judul An Inquary into the Nature and
Causes of the Wealth of Nation, dianggap sebagai ibu dari kelahiran ilmu ekonomi. Prinsip
utama dalam mazhab Klasik adalah kepentingan pribadi (self interest) dan semangat
individualisme ( laissez faire). Kepentingan pribadi merupakan kekuatan pendorong
pertumbuhan ekonomi dan kekuatan untuk mengatur kesejahteraannya sendiri. Berdasarkan
prinsip tersebut para penganut mazhab Klasik percaya bahwa sistem ekonomi liberal atau
sistem dimana setiap orang betul-betul bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi apa saja
bisa mencapai kesejahteraan masyarakat secara otomatis.
Sistem ekonomi liberal, dimana campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi
sangat kecil ( dapat dianggap tidak ada) , menurut mazhab Klasik dapat menjamin
tercapainya :
1). Tingkat kegiatan ekonomi nasional optimal ( full employment level of activity).
2). Alokasi sumberdaya, baik sumberdaya alam maupun faktor-faktor produksi lainnya di
dalam berbagai kegiatan ekonomi, secara efisien.
Dengan demikian peranan pemerintah harus dibatasi seminimal mungkin, karena apa
yang bisa dikerjakan oleh pemerintah bisa dikerjakan oleh swasta dengan lebih efisien.
Pemerintah diharapkan hanya mengerjakan kegiatan yang betul-betul tidak dapat dilakukan
oleh swasta secara efisien, seperti di bidang pertahanan, hukum, kepamongprajaan, dan
sebagainya. Esensi teori ekonomi makro Klasik adalah bahwa : suatu perekonomian liberal
(laissez faire) mempunyai kemampuan untuk menghasilkan tingkat kegiatan (GDP= Gross
Domestic Product) yang full employment secara otomatis, yang juga dikenal sebagai self
regulating (mengatur sendiri secara otomatis). Pada suatu waktu tertentu GDP mungkin saja
berada di bawah atau di atas tingkat full employment, tetapi akan segera kembali ke tingkat
full employment semula. Siapa yang mengatur sehingga tingkat full employment tersebut
selalu dicapai ? Kaum Klasik mengatakan bahwa yang mengatur adalah “tangan
pengendali yang tidak kentara” atau “ tangan gaib” ( the invisible hand).
2.2. Pasar Barang
Seperti dinyatakan di muka, di pasar barang bertemu penawaran agregat dengan
permintaan agregat Menurut kaum Klasik di pasar barang tidak mungkin akan kekurangan
Nuhfil Hanani 2
produksi atau kelebihan produksi dalam jangka waktu lama, sehingga selalu terjadi pasar
bersih ( clearing market) atau pasar dalam kondisi ekuilibrium. Jika pada suatu waktu terjadi
kelebihan atau kekurangan produksi, maka mekanisme pasar akan secara otomatis
mendorong kembali perekonomian tersebut pada kondisi di mana tingkat produksi total
masyarakat ( penawaran agregat) akan memenuhi permintaan total masyarakat secara tepat (
full employment level of activity). Pendapat ini dilandasi adanya kepercayaan di kalangan
kaum Klasik bahwa di dunia nyata ini :
1. Berlaku hukum Say ( Say’s Law) yang mengatakan bahwa “ setiap barang yang
diproduksikan selalu ada yang membutuhkannya” ( “ supply creates its own demand”),
dan
2. Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa-jasa adalah fleksibel, yaitu bisa
dengan mudah berubah ( naik atau turun) sesuai dengan daya tarik-menarik antara
permintaan dan penawaran.
Logika hukum Say tersebut adalah sebagai berikut : Setiap proses produksi barang-barang
atau jasa-jasa mempunyai dua akibat : (1) menghasilkan barang-barang atau jasa-jasa
sebagai hasil produksi, dan (2 ) memberikan penghasilan kepada pemilik faktor-faktor
produksi yang digunakan dalam proses produksi tersebut, yang jumlahnya senilai dengan
nilai hasil produksi tersebut. Dengan demikian di dalam masyarakat selalu terdapat cukup
penghasilan ( berarti daya beli , juga permintaan) untuk dibelanjakan pada hasil-hasil
produksi. Kekurangan produksi akan suatu barang tertentu masih bisa terjadi, tetapi secara
agregat ( total /keseluruhan) permintaan masyarakat akan hasil-hasil produksi selalu ada. Ini
berarti bahwa secara umum tidak mungkin akan terjadi kelebihan produksi di dalam
masyarakat.
Apabila seandainya pada suatu waktu barang tertentu yang telah diproduksi tidak bisa
terjual ( kelebihan produksi) maka melalui mekanisme harga ( harga bersifat fleksibel) harga
barang tersebut akan turun, selanjutnya akan mengakibatkan barang tersebut lebih banyak
diminta oleh konsumen ( sesuai hukum permintaan) sampai kelebihan barang tersebut habis
terjual. Pada akhirnya perekonomian akan kembali pada posisi kseimbangan ( full
employment). Demikian pula sebaliknya jika terjadi kekurangan produksi, melalui
mekanisme harga, harga barang akan naik, selanjutnya harga naik akan mengakibatkan
produksi meningkat sampai terpenuhinya permintaan, sehingga terjadi keseimbangan. Suatu
perekonomian di luar posisi keseimbangan ini selalu hanya dalam keadaan sementara saja.
Nuhfil Hanani 3
Ditinjau dari segi kebijakan ekonomi, berarti bahwa pemerintah tidak perlu
melakukan campur tangan atau intervensi apapun. Kalau terjadi resesi atau depresi (GDP
menurun dan terjadi pengangguran) kita cukup menunggu saja sampai perekonomian
tersebut melakukan proses penyesuaian, dan keadaan keseimbangan pasti akan kembali
terjadi. Dalam hal ini pemerintah bisa mempercepat proses penyesuaian dengan cara membuat
sedemikian rupa sehingga harga-harga dapat turun- naik dengan fleksibel. Secara grafis posisi
keseimbangan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut ( Gb.2.1)
Apabila terjadi excess supply, produsen akan menawarkan produknya dengan harga yang
lebih murah agar produknya dapat terjual. Produsen akan menurunkan harga jualnya sampai
pada harga keseimbangan. Demikian pula sebaliknya, jika terjadi excess demand, konsumen
berani membeli produk dengan harga yang lebih tinggi. Mereka berani terus meningkatkan
harga belinya sampai kebutuhannya terpenuhi, yaitu pada saat harga keseimbangan tercapai.
2.3. Pasar Tenaga Kerja
Kaum klasik menganggap bahwa di pasar tenaga kerja, seperti halnya di pasar
barang, apabila harga tenaga kerja ( upah) cukup fleksibel maka permintaan tenaga kerja
selalu seimbang dengan penawaran tenaga kerja. Per definisi, tidak ada kemungkinan
timbulnya pengangguran sukarela. Artinya pada tingkat upah riel yang berlaku di pasar
tenaga kerja semua orang yang bersedia bekerja pada tingkat upah tersebut akan memperoleh
P S (Supply) Excess supply P2
P0 P1
Excess Demand D (Demand) 0 Q2 Q0 Q1 Q Gb.2.1. Proses Terjadinya Posisi Keseimbangan
Nuhfil Hanani 4
pekerjaan. Dengan demikian, mereka yang menganggur adalah mereka yang tidak bersedia
bekerja pada tingkat upah yang berlaku. Jadi mereka ini adalah penganggur yang sukarela.
Bagaimana proses terjadinya pengangguran sukarela tersebut, dapat ditunjukkan
dalam Gb. 2.2. berikut.
Sumbu vertikal menunjukkan tingkat upah riel, sumbu horizontal menunjukkan jumlah
angkatan kerja di dalam suatu masyarakat. D1 adalah kurva permintaan tenaga kerja ( total
tenaga kerja yang dibutuhkan oleh produsen-produsen dan pemerintah pada berbagai tingkat
upah riel). S adalah kurva penawaran tenaga kerja, yang menunjukkan jumlah tenaga kerja
yang bersedia bekerja pada berbagai tingkat upah riel. F ( kurva tegak) adalah kurva yang
menunjukkan jumlah angkatan kerja. Pada posisi dimana seluruh angkatan kerja yang
bersedia bekerja dapat bekerja maka perekonomian di suatu negara dikatakan pada posisi “
full employment”. Kalau pada suatu waktu produsen mengurangi produksinya ( karena
misalnya barang-barangnya banyak yang belum laku), maka kurva permintaan tenaga
kerjanya akan bergeser ke kiri menjadi, misalnya, D2. Tingkat upah yang berlaku turun dari
W1 ke W2 dan jumlah orang yang bekerja turun dari NF ke NU. Menurut definisi (NF ke NU )
adalah jumlah orang yang tidak bekerja. Tetapi jumlah orang yang tidak bekerja ini bukan
penganggur yang tidak sukarela. Mereka menganggur karena tidak mau bekerja dengan
tingkat upah yang baru, yaitu W2. Jadi mereka adalah penganggur yang sukarela.
Pengangguran sukarela itu berlangsung hanya sementara saja. Sejalan dengan proses
penyesuaian dalam pasar barang, dimana jumlah barang akan berada pada posisi
keseimbangan, maka kurva D2 akan kembali ke D1. Akibatnya posisi full employment
Rp. F S W1 W2 D1 D2 0 NU NF Orang Gb. 2.2. Proses Terjadinya Pengangguran Sukarela
Nuhfil Hanani 5
tercapai kembali, di mana semua angkatan kerja bisa bekerja pada tingkat upah riel yang
lama, W1 (Boediono, 1994 : 20-21).
2.4. Pasar Uang
Di pasar uang, permintaan akan uang bertemu dengan penawaran uang. Dalam
bahasan ini penawaran uang atau jumlah uang yang beredar, ditentukan oleh Pemerintah dan
Lembaga Keuangan tertentu untuk uang giral. Uang dapat terdiri dari uang kartal dan uang
giral. Uang kartal adalah uang kertas dan logam yang dikeluarkan oleh pemerintah. Uang
giral adalah deposito yang dapat diuangkan setiap waktu, biasanya dalam bentik cek.
Kaum Klasik memiliki teori permintaan akan uang yang cukup terkenal, yaitu “
teori kuantitas”. Teori kuantitas mengatakan bahwa masyarakat memerlukan uang tunai
untuk keperluan transaksi tukar-menukar ( misal : jual-beli barang dan jasa), bukan untuk
tujuan lain. Menurut kaum Klasik karena uang tidak bisa menghasilkan apa-apa kecuali
hanya untuk mempermudah transaksi, maka uang yang diminta oleh masyarakat hanya
sebanyak jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk “membiayai” proses transaksi
mereka. Jadi, semakin banyak transaksi yang dilakukan oleh masyarakat, semakain banyak
pula uang tunai yang dibutuhkan oleh masyarakat tersebut.
Volume transaksi di dalam masyarakat tergantung pada dua hal, yaitu : (1) volume
barang /jasa yang diproduksi masyarakat ( yang diukur dengan GDP riel atau GDP pada
harga konstan) dan (2) tingkat harga umum. Semakain besar GDP diharapkan semakin
banyak transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Dan semakin tinggi harga umum semakin
banyak uang tunai yang dibutuhkan untuk menutup setiap transaksi.
Jadi, penawaran uang ( MS) ditentukan oleh kebijakan moneter. Oleh karenanya, variabel
ini disebut variabel eksogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh unsur diluar sistem
persamaan.. Permintaan uang, MD = k PQ, di mana k = suatu konstanta; Q = GDP riel; P =
harga umum. Dalam jangka pendek k tidak berubah. Q atau GDP riel ditentukan di pasar
barang, dan tingat Q yang normal adalah Q pada tingkat full employment. Dengan demikian
Q ditentukan di luar pasar uang, sehingga dapat dianggap sesuatu yang mendekati suatu
konstanta ( ditentukan sebelumnya). Ini berarti bahwa penawaran uang tidak mempengaruhi
tingkat output nasional.
Mekanisme pasar akan menyamakan penawaran uang dengan permintaan uang.
Sehingga dapat ditulis dalam persamaan :
Nuhfil Hanani 6
Persamaan ini dapat ditafsirkan sebagai berikut : jika MD ditambah, misalnya, 10%, maka
tinghat harga umum (P) akan naik 10% pula, karena k dan Q dianggap konstan. Dan jika
uang yang beredar naik, misalnya, 10%, setiap triwulan, maka tingkat harga umum akan naik
pula sebesar 10% setiap triwulan, dan kita mengatakan bahwa laju inflasi adalah 10% setiap
triwulan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa permintaan dan penawaran uang ini
akan menentukan tingkat harga umum.
2.5. Pasar Luar Negeri
Di pasar luar negeri, kaum klasik juga menganut pandangan bahwa dunia dapat secara
otomatis mengoreksi ketidakseimbangan. Implikasi dari pandangan ini adalah bahwa suatu
perekonomian nasional tidak perlu merepotkan diri untuk menyeimbangkan neraca
perdagangan mereka dengan kebijakan-kebijakan khusus, asal saja pemerintah mau memakai
salah satu dari sistem pembayaran luar negeri di bawah ini :
1) Sistem standar emas : yaitu sistem di mana uang dalam negeri ( misalnya rupiah) dijamin
penuh dengan emas. Artinya setiap satuan uang tersebut ( misalnya, satu rupiah) selalu
bisa ditukar dengan emas murni seberat x gram di Bank Sentral.
2) Standar kertas dan Kurs devisa yang fleksibel: yaitu sistem keuangan dalam negeri dapat
menggunakan “standar kertas” atau menggunakan uang kertas yang tidak dijamin dengan
emas, dan harus menganut sistem kurs devisa “mengambang”.
Asalkan semua negara memakai sistem standar emas maka setiap perekonomian
nasional akan mempunyai suatu sistem neraca perdagangan yang bisa mengoreksi
ketidakseimbangan secara otomatis. Proses koreksi ini berlangsung sebagai berikut. Bila
misalnya negara kita (dianggap menggunakan standar emas) mengalami defisit neraca
perdagangan, maka cadangan emas Bank Sentral kita akan menurun karena negara kita harus
membayar (mengirim emas) kepada negara-negara lain sejumlah defisit neraca perdagangan
tersebut. Ini berarti bahwa jumlah uang yang beredar di dalam negeri (MS) juga terpaksa
harus dikurangi karena rupiah dijamin dengan emas. Berkurang emas berarti juga berkurang
rupiah. Akibat selanjutnya adalah turunnya harga barang-barang di dalam negeri (P turun).
Hal ini sesuai dengan teori kuantitas. Akibat selanjutnya ekspor kita naik karena harga
barang-barang dalam negeri kita lebih murah bagi orang-orang luar negeri, dan bersamaan
dengan itu impor kita akan turun karena harga barang-barang luar negeri lebih mahal dari
MS = MD = k PQ
Nuhfil Hanani 7
barang-barang buatan dalam negeri. Ingat, bahwa harga di dalam negeri turun, harga di luar
negeri cenderung naik karena bertambahnya emas yang beredar di luar negeri dari adanya
pembayaran dengan emas dari negara kita. Proses ini dikenal dengan mekanisme Hume,
yang pada akhirnya membawa neraca perdagangan kita kearah keseimbangan lagi.
Jika kita menggunakan kurs devisa mengambang, proses penyeimbangan yang serupa
dengan diatas akan terjadi. Anggap pada suatu waktu jumlah uang yang beredar di dalam
negeri adalah tertentu, misalnya sebesar Y milyar rupiah. Kalau kita mengalami defisit
neraca perdagangan, maka cadangan devisa kita menurun. Ini berarti bahwa devisa
selanjutnya yang tersedia ( untuk impor) akan lebih kecil dibanding dengan permintaan akan
devisa tersebut. Akibatnya “harga” mata uang asing ( yang dinyatakan dalam rupiah) naik,
yang berarti kurs devisa kita akan berubah, misalnya dari Rp. 8000,- per dolar menjadi Rp.
9000,- per-dolar. Akibat selanjutnya impor kita akan turun karena barang-barang impor
menjadi lebih mahal, dan ekspor kita akan naik karena ekportir dapat memperoleh rupiah
yang lebih banyak untuk setiap dolar yang mereka terima dari luar negeri. Dengan demikian
neraca perdagangan akan kembali seimbang, walaupun pada kurs devisa yang berbeda.
Konsep-Konsep Penting Dalam Bab Ini ♦ Ideologi Laissez-Faire
♦ Liberalisme
♦ Kapitalisme
♦ Hukum Say
♦ Mekanisme otomatis menuju Full Employment
♦ The invisible hand
♦ Teori Kuantitas
♦ Sistem standar emas
♦ Sistem kurs devisa yang fleksibel
♦ Mekanisme Hume
Nuhfil Hanani 1
III. TEORI EKONOMI MAKRO KEYNES
3.1. Dasar Filsafat Teori Keynes
Pada mulanya, selama lebih dari 100 tahun setelah revolusi industri yang dimulai di
Inggris, negara-negara barat mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Keberhasilan ini
merupakan keberhasilan penerapan teori klasik yang mengandalkan sistem laissez-faire.
Namun, pada tahun 1930-an, negara-negara tersebut mengalami depresi dan
pengangguran yang hebat dan berkepanjangan. Dalam keadaan demikian kaum Klasik dan
Neo-Klasik tidak berdaya untuk memberi pemecahan permasalahan yang dihadapai dalam
perekonomian masyarakat Kaum sosialis di negara tersebut mengatakan bahwa penyebab
depresi itu adalah kesalahan pada sistem perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire
atau liberalisme atau kapitalisme . Kaum sosialis berpandangan, selama suatu negara
mempercayakan pengelolaan perekonomian pada para produsen swasta yang per definisi
hanya bertujuan mengejar keuntungan sebesar-besarnya untuk mereka pribadi, maka depresi,
pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui
dari waktu ke waktu. Oleh karenanya kaum sosialis mengusulkan perombakan sistem
perekonomian menjadi sistem sosialis, yaitu sistem di mana faktor-faktor produksi tidak bisa
dimiliki oleh pengusaha swasta, tetapi hanya dimiliki oleh masyarakat (negara). Semua
kegiatan produksi dikuasai negara, yang secara teoritis, akan mengutamakan kepentingan
masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan tidak lagi
sebagai motif utama seperti pada sistem kapitalis.
“Obat” semacam itu ternyata dianggap terlalu radikal, sehingga orang-orang di
negara-negara Barat yang telah lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak dapat
menerima begitu saja. Mengubah sistem seperti itu berarti mengubah kebiasaan dan cara
hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Mereka menghendaki obat yang tidak
terlalu pahit yang dapat menolong memecahlan masalah perekonomian mereka. Dalam
situasi demikian John Maynard Keynes (1883-1946) muncul menawarkan suatu pemecahan
yang merupakan “jalan tengah”. Keynes menawarkan untuk meninggalkan pemikiran kaum
Klasik murni. Keynes berpendapat, untuk mengatasi masalah krisis ekonomi tersebut,
Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan secara aktif dalam mengendalikan
perekonomian nasional. Kegiatan produksi dan pemilikan faktor-faktor produksi masih dapat
dipercayakan kepada swasta, tetapi Pemerintah wajib melakukan kebijakan-kebijakan untuk
mempengaruhi perekonomian. Misalnya, dalam masa depresi Pemerintah harus bersedia
melakukan kegiatan-kegiatan yang langsung dapat menyerap tenaga kerja yang tidak dapat
Nuhfil Hanani 2
bekerja pada swasta, walaupun hal ini dapat menyebabkan defisit dalam anggaran belanja
negara. Dalam hal ini Keynes tidak percaya pada sistem liberalisme yang mengoreksi diri
sendiri, untuk kembali pada posisi full employment secara otomatis. Full employment hanya
bisa dicapai dengan tindakan-tindakan tertencana, bukan datang dengan sendirinya. Inilah inti
dari ideologi “keynesianisme”. Pemikiran-pemikiran Keynes tersebut dituangkan dalam
bukunya yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest, and Money
(1936)”.
3.2. Pasar Tenaga Kerja
Dalam bagian ini dibahas tentang bagaimana proses menurunkan kurva permintaan
dan penawaran tenaga kerja. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1. Permintaan Tenaga kerja
Dalam analisis permintaan tenaga kerja diasumsikan bahwa pembeli tenaga kerja
adalah perusahaan dan penjual tenaga kerja adalah rumah-tangga. Oleh karena itu kurva
permintaan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi perusahaan tersebut. Untuk analisis
ini pembahasan fungsi produksi didasarkan pada asumsi, (1) perusahaan-perusahaan
menghasilkan satu macam komoditas, (2) perusahaan-perusahaan bersifat homogen (
manajemen dan teknologi sama), dan (3) perusahaan-perusahaan dalam pasar bersaing
sempurna. Secara grafis, fingsi produksi perusahaan dapat ditunjukkan dalam Gb. 3.1
berikut. Sumbu vertikal menunjukkan jumlah kapital dan sumbu horizontal menunjukkan
jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk proses produksi dalam perusahaan. Kurva Q
adalah kurva iso-quant , yaitu tingkat produksi yang sama yang dihasilkan oleh berbagai
kombinasi kapital dan tenaga kerja.
Nuhfil Hanani 3
Anggap bahwa produk (Q) hanya dipengaruhi oleh tenaga kerja (N) dan kapital (K) dianggap
tetap. Secara matematis di tulis, Q = f (K / N). Secara grafis dapat digambarkan seperti pada
Gb. 3.2.
Gb. 3.2 menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang dikombinasikan dengan
kapital yang tetap untuk meningkatkan produksi, dalam hal ini dari Q1 ke Q3. Ini berarti
bahwa jika tenaga kerja semakin banyak digunakan maka setiap pekerja akan disertai dengan
kapital yang semakin sedikit. Jadi, tambahan output yang diperoleh dari tambahan “satu
K ∆ Q = ∆ N x MPPL ……….. 1) ∆ Q = ∆ K x MPPK ……….. 2) Dari 1) dan 2) diperoleh : K1 R3 ∆ N x MPPL = ∆ K x MPPK …. 3) ∆ N MPPL R2 ------ = ---------- ……………... 4) K2 R1 ∆ K MPPK
Q2 MPPL Q1 - -------- = slope isoquant ( -) MPPK 0 N1 N2 N Gb. 3.1 Fungsi Produksi Perusahaan
K MPPL
- -------- = slope isoquat MPPK K K Q3 Pada KK, slope isoquant Q1> Q2 > Q3 Q2 Q1 0 N1 N2 N3 N
Gb. 3.2. Grafik Q = F (K/N)
Nuhfil Hanani 4
tenaga kerja lagi” menurun sejalan dengan tambahan tenaga kerjanya. Dengan kata lain
dapat dinyatakan bahwa marginal physical product (MPPL) menurun sejalan dengan
penambahan tenaga kerja. Apabila MPPL ini diplot sebagai fungsi dari tingkat tenaga kerja,
akan diperoleh kurva ber-slope negatif (downward-sloping) seperti ditunjukkan pada GB. 3.3.
Dari Gb.3.3 terlihat, jika dipekerjakan N1 maka produk phisik marjinal dari tenaga kerja
adalah MPPL.1. Jika dipekerjakan N2 maka produk phisik marjinalnya turun menjadi MPPL.2.
Dari berbagai alternatif output yang dapat diproduksi, mana yang harus dipilih agar
diperoleh keuntungan maksimum? Telah diketahui bahwa keuntungan maksimum diperoleh
ketika tingkat output diproduksi pada saat marginal cost (MC) = marginal revenue (MR).
Dalam pasar persaingan sempurna MR = P (harga). Jadi dalam perusahaan persaingan
sempurna , keuntungan maksimum diperoleh ketika memproduksi output di mana MC = P.
Per-definisi, MC adalah besarnya tambahan biaya yang diperlukan untuk menambah output
satu unit.
Dalam hal ini, perusahaan hanya menggunakan satu faktor variabel, yaitu tenaga
kerja. Dengan demikian jika ada tambahan satu unit tenaga kerja, maka biaya akan naik
sebesar harga per unit jasa tenaga kerja tersebut – yang dinamakan tingkat upah nominal, W.
Output akan naik sebesar MPPL. Hal ini berarti bahwa, jika ditambahkan satu tenaga kerja
lagi maka biaya akan naik sebesar W dan output naik sebesar MPPL. Jadi, MC = W/MPPL.
Sekarang kita dapat menulis kembali syarat maksimisasi keuntungan sebagai berikut :
W/MPPL = P atau W/P = MPPL.
MPPL MPPL= W/P
MPPL.1 (W/P)1
MPPL.2 (W/P)2 MPPL.3 (W/P)3 Nd
’ Nd 0 N1 N2 N3 N 0 N1 N2 N3 N Gb. 3.3 Hubungan MPPL dan N dengan K tetap. Gb. 3.4 Kurva Permintaan N Nd = Nd (W/P, K 1) ; Nd
’ = Nd (W/P, K 2)
Nuhfil Hanani 5
W/P dikenal sebagai tingkat upah riel, dengan satuan “komodities per man per time
period”. Satuan ini berasal dari :
$/man W time ------ = ------------------- = commodity/man/time period. P $ / commodity Satuan ini menunjukkan daya beli komoditi dari upah dalam bentuk uang ( commodity-
puschasing power of the money wage).
Berdasarkan persamaan syarat maksimisasi diatas, Gb. 3.3 dapat diubah ke dalam
Gb.3.4. Gb. 3.4 menunjukkan hubungan antara harga tenaga kerja dengan jumlah tenaga
kerja yang diminta. Oleh karena itu kurva yang menunjukkan hubungan tersebut disebut
kurva permintaan tenaga kerja. Kurva tersebut ternyata terletak sepanjang kurva MPPL.
Perusahaan yang beroperasi berdasarkan kurva ini berarti memenuhi syarat maksimisasi
profit. Kurva garis putus menunjukkan kombinasi N dan K dengan K yang lebih banyak.
3.2.2. Penawaran Tenaga Kerja
Dalam analisis penawaran tenaga kerja, diasumsikan rumah tangga sebagai unit
fungsional ekonomi, harus membuat keputusan tentang :
1. Waktu kerja (work) dan waktu senggang (leisure) : rumah tangga harus memutuskan
berapa banyak waktu yang akan digunakan untuk bekerja dan berapa banyak waktu yang
akan digunakan untuk beristirahat/senang-senang.
2. Konsumsi dan tabungan : rumah tangga harus memutuskan berapa banyak pendapatannya
yang akan digunakan untuk konsumsi dan berapa yang akan ditabung.
3. Portfolio balance : dari uang yang ditabung berapa banyak yang berupa obligasi dan
berapa banyak yang berupa tabungan tunai.
4. Pola konsumsi : berapa banyak tiap komoditi dikonsumsi
Dalam bagian ini akan dikonsentrasikan pada bahasan keputusan rumah tangga
tentang work/leisure. Setiap individu diasumsikan memperoleh utiliti dari pendapatan dan
waktu senggang. Fungsi utiliti individual tersebut dapat ditunjukkan dalam Gb3.5 berikut.
Nuhfil Hanani 6
Nuhfil Hanani 7
Dalam upaya memaksimumkan utiliti seseorang dibatasi dua hal, (1) W (tingkat
upah) dan (2) jumlah tenaga-kerja yang tertentu. Proses maksimisasi utiliti tersebut dapat
ditunjukkan dalam Gb. 3.6 berikut. Pada titik T, seseorang memperoleh utiliti maksimum,
dengan pendapatan Y1 ( hasil kerja sebanyak ML1) dan waktu istirahat L1.
Komoditi per periode waktu Y Y1 R1
U2 R2 Y2 U1 U0 0 L1 L2 L ( jam per periode waktu) Gb. 3.5 Fungsi Utiliti Individual
Y M = waktu (jam) dalam satu minggu = 168 jam Y = pendapatan Y’ L = waktu senggang Slope Y’M = tg α = W/P (upah riel) α T OL1 = waktu senggang Y1 ML1 = waktu kerja
U1
0 L1 M L Gb. 3.6. Maksimisasi utiliti
Nuhfil Hanani 8
Pada titik-titik disebelah kiri atau kanan T, seseorang memperoleh utiliti yang lebih rendah.
Pada Gb.3.6 ini, upah riel (W/P) dianggap tetap. Bagaimana sekarang jika tingkat upah
riel berubah? Apa yang terjadi pada penawaran tenaga kerja? Hal ini dapat diilustrasikan
pada Gb. 3.7 berikut.
Kurva M T1 T2 T3 = menunjukkan utiliti maksimum dengan tingkat upah riel yang berbeda.
Kurva tersebut merupakan kurva penawaran tenaga kerja yang berupa fungsi “upah riel” yang
meningkat secara monotonik. Untuk memudahkan membaca Gb. 3.7, gambar tersebut dapat
dirubah menjadi Gb. 3.8 berikut.
Y Y’’’ ML = tenaga kerja yang ditawarkan
T Y’’
T3 U3 Y’ T2 U2 T1 U1 0 L3 L2 L1 M L Gb. 3.7 Hubungan waktu kerja dengan upah riel yang berbeda.
W/P (W/P)3 N
S = NS (W/P) (W/P)2 (W/P)1 M L1 L2 L3 L Gb. 3.8 Kurva Penawaran Tenaga Kerja.
Nuhfil Hanani 9
Kurva penawaran tenaga kerja dapat berbentuk “backward –bending” tergantung pada W/P
yang telah dicapai ( lihat Gb. 3.9).
Gb. 3.9 menunjukkan bahwa pada upah riel (W/P)2 pekerja siap bekerja dengan waktu
ML3, tetapi ketika upah riel dinaikkan menjadi (W/P)3 pekerja justru mengurangi waktu
kerjanya menjadi ML2. Hal ini menunjukkan bahwa pekerja memperhitungkan waktu
senggang (leisure) untuk kegiatan-kegiatan seperti istirahat, rekreasi, dan sebagainya.
3.2.3. Keseimbangan Pasar tenaga Kerja
NS = NS (W/P) (W/P)3 (W/P)2 (W/P)1 0 M L1 L2 L3 L Gb.3.9 Kurva Penawaran Tenaga Kerja “backward-bending”
Nuhfil Hanani 10
Secara grafis kondisi keseimbangan pasar tenaga kerja dapat digambarkan dalam Gb.
3.10 berikut:
♦ Pada upah riel, (W/P)1, banyak orang mencari pekerjaan pada tingkat upah tersebut tetapi
tidak menemukan, sehingga terjadi kelebihan penawaran. Akhirnya pekerja mau bekerja
dengan tingkat upah yang lebih rendah dan kembali ke tingkat upah keseimbangan,
(W/P)*.
♦ Pada upah riel, (W/P)2, perusahaan mencari pekerja tetapi tidak menemukan sehingga
terjadi kelebihan permintaan. Akhirnya perusahaan bersedia membayar upah yang lebih
tinggi dan kembali ke (W/P)*.
♦ Pada tingkat upah riel, (W/P)* , dicapai keseimbangan pasar tenaga kerja.
Dalam mazhab Klasik, semua harga (termasuk harga tenaga kerja, yaitu upah)
bergerak fleksibel ke atas maupun ke bawah dan semua pelaku ekonomi bereaksi secara cepat
dan rasional terhadap perubahan harga tersebut. Dalam hal ini Kaum Keynes berpendapat
bahwa anggapan-anggapan dasar Kaum Klasik tersebut tidak selalu cocok dengan dunia
nyata. Proses menuju keseimbangan baru, menurut Keynes, kadang-kadang memakan waktu
yang cukup lama, tergantung pada berapa besar hambatan-hambatan yang merintangi proses
tersebut. Hambatan-hambatan tersebut termasuk : (a) ketegaran dan fleksibilitas yang tidak
sempurna dari harga-harga dan upah, meskipun terjadi pengangguran yang besar, dan (b)
kelambatan reaksi para pelaku ekonomi (produsen, konsumen, buruh) terhadap kondisi
ekonomi yang baru karena , misalnya, tidak diperolehnya informasi yang cukup mengenai
kondisi ekonomi yang baru tersebut. Jadi menurut Keynes, walaupun terjadi keadaan depresi
dan pengangguran yang besar, tingkat upah bersifat tegar (tidak mudah turun), sehingga
proses menuju keseimbangan dapat berlangsung lama, bahkan bisa terjadi unequilibrium
(W/P) NS = NS (W/P) Excess Supply (W/P)1 Gb. 3.10 Kondisi Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja (W/P)* (W/P)2 Excess demand ND = ND (W/P, K) 0 ND=NS= N
Nuhfil Hanani 11
(ketidakseimbangan). Artinya, bisa terjadi excess supply atau excess demand dalam pasar
tenaga kerja.
3.3. Pasar Barang
Kemungkinan Kelebihan Produksi. Keynes menolak hukum Say. Menurut Keynes
kelebihan produksi secara umum bisa terjadi. Kelebihan produksi terjadi karena permintaan
masyarakat terhadap barang-barang dan jasa tidak cukup kuat. Permintaan yang ada tidak
cukup untuk menyerap barang dan jasa yang dirawarkan. Bagaimana keadaan ini bisa
terjadi? Keynes, dalam hal ini masih menerima pendapat Say, bahwa setiap proses
produksi berakibat ganda , yaitu : (1) menghasilkan output dan (2) menghasilkan
penghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut. Dengan demikian jika semua
penghasilan tersebut dibelanjakan untuk membeli barang dan jasa yang diproduksi maka
tidak akan ada kelebihan produksi. Namun, pada kenyataannya, penghasilan masyarakat
tidak seluruhnya dibelanjakan di pasar barang, melainkan sebahagian di tabung. Jumlah yang
ditabung ini bukan merupakan permintaan efektif di pasar barang.
Untuk dapat lebih jelas menerangkan pendapat Keynes kita anggap hanya ada dua
sektor : yaitu rumah-tangga dan perusahaan. Bagian penghasilan yang tidak dibelanjakan (
di tabung di Bank) oleh sektor rumah-tangga di pasar barang tidak merupakan permintaan
efektif. Hanya jika penghasilan yang ditabung tersebut dipinjamkan kepada perusahaan
untuk “investasi” oleh Bank , maka penghasilan tersebut akan menjadi permintaan efektif di
pasar barang. Jadi jelas bahwa tidak ada jaminan bahwa seluruh penghasilan masyarakat
yang ditabung dapat diterjemahkan sebagai permintaan efektif di pasar barang. Hal ini
tergantung pada perusahaan, mau atau tidak, meminjam uang di Bank untuk investasi. Jika
perusahaan hanya meminjam uang separoh dari jumlah tabungan yang ada maka berarti
hanya sebesar separoh dari jumlah tabungan tersebut yang dapat menjadi permintaan efektif
di pasar barang. Dengan demikian permintaan efektif di pasar barang lebih kecil dari nilai
seluruh output yang ditawarkan di pasar barang. Dengan kata lain akan terjadi kelebihan
produksi.
Apa akibatnya bila terjadi kelebihan produksi? Pertama, perusahaan akan
mengurangi produksinya pada periode berikutnya, berarti GDP periode berikutnya akan
menurun. Kedua, ini bisa terjadi bersamaan dengan kejadian pertama, yaitu harga-harga
barang dan jasa turun. Ini sesuai dengan hukum permintaan-penawaran, dimana jika
permintaan lebih kecil dari penawaran maka harga akan cenderung turun. Seberapa besar
Nuhfil Hanani 12
pengaruh kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP dan harga, tergantung pada
fleksibilitas harga untuk turun. Jika harga cukup fleksibel untuk turun maka pengaruh
kurangnya permintaan efektif terhadap turunnya GDP dan harga adalah kecil. Sebaliknya jika
harga cukup tegar (tidak fleksibel) untuk turun maka pengaruhnya juga cukup besar.
Kemungkinan Kekurangan Produksi. Menurut kaum Keynesian, kekurangan
produksi juga mungkin terjadi. Apabila perusahaan melakukan investasi lebih besar dari
jumlah tabungan masyarakat di Bank maka permintaan efektif di pasar barang akan lebih
besar dari jumlah barang / jasa yang ditawarkan. Perlu diingat disini bahwa besar kecilnya
permintaan efektif di pasar barang tergantung pada keputusan rumah-tangga untuk
konsumsi dan keputusan perusahaan untuk investasi. Menurut Keynes, umumnya keputusan
rumah-tangga untuk konsumsi cukup stabil. Jumlah konsumsi biasanya berubah ( naik) jika
pendapatan rumah-tangga naik. Sedangkan keputusan perusahaan untuk investasi biasanya
sukar diterka. Oleh karenanya, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan
gejolak GDP dan kesempatan kerja.
Apabila pengeluaran investasi oleh perusahaan lebih besar dari dana yang ditabung
oleh rumah-tangga di Bank maka berarti permintaan efektif di pasar barang lebih besar dari
tingkat output masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya GDP dan harga pada
periode berikutnya. Pengaruh kekurangan produksi terhadap kenaikan GDP dan harga sangat
tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai di masyarakat. Jika
kapasitas produksi masih tersedia maka kurangnya produksi di pasar barang akan
meningkatkan GDP tanpa meningkatkan harga. Namun, jika kapasitas produksi telah penuh
maka kurangnya produksi tersebut tidak akan meningkatkan GDP, melainkan hanya akan
meningkatkan harga atau inflasi.
Berikut ini akan kita bahas lebih mendalam tentang pasar barang tersebut. Faktor-
faktor apa yang menentukan penawaran dan permintaan agregat serta keseimbangan di pasar
barang akan dibahas satu per satu.
3.3.1. Penawaran Barang
Model penawaran barang lebih sederhana dibandingkan dengan model permintaan.
Oleh karenanya model penawaran kita bahas lebih dulu. Seperti telah didiskusikan dalam
bab terdahulu bahwa penawaran komoditi datang dari perusahaan. Dari Gb. 3.2 terlihat
bahwa output, Q, ditentukan oleh jumlah tenaga kerja, N, yang dikombinasikan dengan
Nuhfil Hanani 13
kapital yang tetap, K. Jumlah N yang diminta perusahaan ditentukan oleh tingkat upah riel,
W/P. Bagaimana hubungan antara output agregat dan jumlah tenaga kerja agregat dapat
ditunjukkan dalam Gb. 3.11 berikut. Pemberian simbol Y untuk output karena secara umum
pendapatan riel diberi simbol Y ( superskrip S menunjukkan penawaran), sedangkan secara
agregat pendapatan riel masyarakat sama dengan nilai output yang diproduksi masyarakat.
Dengan demikian, output, penawaran barang, dan pendapatan riel merupakan istilah yang
sama. Hubungan N dan YS atau fungsi produksi tersebut berbentuk konkaf yang
menunjukkan adanya phenomena “diminishing return”.
Bagaimana hubungan antara fungsi penawaran tenaga kerja dan fungsi penawaran barang
dapat ditunjukkan dalam Gb. 3.12 a dan Gb.3.12b.
YS YS = YS ( K/N) YS
3
YS
2
YS1
0 N1 N2 N3 N Gb. 3.11. Hubungan Tenaga Kerja dengan Output Agregat
Nuhfil Hanani 14
Pada posisi awal, pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangan dengan tingkat upah riel,
(W/P)*1, dan jumlah tenaga kerja, N1*. Jumlah tenaga kerja ini yang dikombinasikan dengan
stok kapital yang tetap,K, akan menghasilkan penawaran barang sejumlah YS*1. Sekarang
jika kurva penawaran tenaga kerja bergeser ke kanan ( misalnya, karena kebijakan imigrasi),
maka upah riel keseimbangan akan turun ke (W/P)*2 dan jumlah tenaga kerja naik ke N*
2.
Dengan jumlah tenaga kerja ini, penawaran barang akan meningkat menjadi YS*2.
W/P Gb. 3.12a . Fungsi Tnaga Kerja NS = NS (W/P) NS’ = NS’ (W/P) (W/P)*1 (W/P)*2 ND = ND (W/P, K) N*1 N
*2 N
YS YS = YS ( N,K) ∂ YS/ ∂ N > 0 YS*
2 YS*
1 Gb. 3.12b. Fungsi Produksi N*1 N
*2 N
Nuhfil Hanani 15
Penawaran agregat mempunyai kesamaan dengan penawaran pasar dalam ekonomi
mikro. Dalam jangka pendek , kurva penawaran seorang produsen adalah kurva marginal cost
(MC) nya. Kurva Penawaran Agregat merupakan penjumlahan dari semua kurva MC
produsen yang ada dalam suatu perekonomian. Bentuk umum kurva penawaran agregat
adalah sebagai berikut ( Gb. 3.12.c).
Terdapat tiga bagian kurva yang perlu dibedakan. Bagian A-B menunjukkan masih terdapat
kelebihan kapasitas produksi di pabrik-pabrik. Pada bagian ini penambahan produk tidak
meningkatkan MC sehingga tidak meningkatkan harga. Bagian B-C menunjukkan keadaan
kapasitas produksi yang sudah mulai ketat. Pada bagian ini berlaku The Law of Deminishing
Returns. Pada bagian ini produksi masih dapat ditingkatkan sampai pada QM dengan MC
yang meningkat. Output QM adalah yang maksimum dari kapasitas produksi yang terpasang.
Pada tingkat output ini berapapun input ditambahkan tidak bisa lagi menambah output. Atau
berapapun tingginya harga output di pasar tidak akan diikuti oleh kenaikan output.
3.3.2. Permintaan Barang
Untuk memudahkan pembahasan permintaan barang ini, kita anggap untuk sementara
bahwa perekonomian disuatu negara adalah perekonomian tertutup ( yaitu tidak melakukan
transaksi dengan luar negeri) dan pemerintahnya ikut berbelanja dalam pasar barang. Secara
keseluruhan Permintaan Agregat sama saja dengan Penawaran Agregat , yang selanjutnya
kita beri simbol Z. Di dalam perekonomian tertutup, permintaan agregat terdiri dari tiga
unsur, yaitu (1) permintaan efektif dari rumah-tangga akan barang-barang konsumsi, yang
diberi simbol C, (2) permintaan efektif dari perusahaan untuk investasi, yang diberi simbol I ,
P P = tingkat harga umum S Q = Output agregat/penawaran agregat C A B O QL QM Q Gb. 312c. Kurva Penawaran Agregat
Nuhfil Hanani 16
dan (3) permintaan efektif dari pemerintah, yang diberi simbol G. Permintaan agregat
tersebut dapat ditulis dalam bentuk persamaan identitas sebagai berikut .
Sekarang akan kita bahas faktor-faktor apa yang menentukan masing-masing unsur
permintaan efektif tersebut.
Faktor Yang Menentukan Permintaan Konsumsi, C.
Telah didiskusikan diatas bahwa proses produksi akan menghasilkan pendapatan
dalam masyarakat ( bagi rumah-tangga). Selanjutnya pendapatan tersebut menimbulkan
permintaan efektif di pasar barang, yaitu permintaan efektif untuk barang-barang konsumsi
oleh rumah-tangga, C. Namun, tidak semua pendapatan tersebut dibelanjakan di pasar
barang, melainkan ada yang ditabung. Bagian yang ditabung ini, umumnya diberi simbol S.
Hubungan antara pendapatan, output, tingkat konsumsi, dan tingkat tabungan dapat
ditunjukkan dalam persamaan identitas berikut.
Keynes menyatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai kebiasaan tertentu
mengenai berapa banyak dari pendapatan rumah-tangga yang dibelanjakan untuk barang-
barang dan jasa (C) dan berapa yang untuk ditabung (S). Untuk negara-negara
berpenghasilan tinggi, biasanya persentase penghasilan yang ditabung relatif tinggi, berarti
persentase yang dibelanjakan relatif rendah. Sebaliknya, untuk negara-negara berpenghasilan
rendah, persentase penghasilan yang ditabung umumnya juga rendah, berarti persentase yang
dibelanjakan relatif tinggi. Persentase penghasilan yang ditabung tersebut disebut propensity
to save (mps) ( kecenderungan untuk menabung dari masyarakat), yang diberi simbol huruf S
kecil, s. Sedangkan persentase penghasilan yang dibelanjakan disebut propensity to consume
(mpc) ( kecenderungan untuk berkonsumsi dari masyarakat) , yang diberi simbol huruf C
kecil, c. Sehingga secara matematis tingkat konsumsi dan tabungan tersebut dapat ditulis
sebagai berikut.
Z = C + I + G
Y = Q Y = C + S Q > C
Nuhfil Hanani 17
Fungsi konsumsi (consumption function) dan fungsi tabungan (saving function) diatas
merupakan bentuk fungsi yang paling sederhana. Fungsi konsumsi/tabungan tersebut dapat
dikembangkan, misalnya dengan memasukkan variabel lainnya seperti tingkat bunga dan
aset (kekayaan). Untuk analisis makro, dapat digunakan salah satu dari kedua persamaan
tersebut, karena persamaan yang satu dapat dicari dari persamaan lainnya. Bentuk fungsi
konsumsi sederhana lainnya adalah C = a + cYs, dimana a menunjukkan tingkat konsumsi
minimal. Bentuk fungsi ini sering disebut fungsi konsumsi jangka pendek. Sedangkan C = c
YS, disebut sebagai fungsi jangka panjang. Demikian pula untuk fungsi tabungan jangka
pendek, dapat berbentuk S = -a + s YS, dimana -a adalah jumlah tabungan pada saat
pendapatan nol. Untuk fungsi tabungan jangka panjang, ditulis : S = sYS.
S = s YS (fungsi tabungan) C = c YS (fungsi konsumsi) C + S = c YS + s YS = (c+s) YS c + s = 1
Nuhfil Hanani 18
Secara grafis fungsi konsumsi dan fungsi tabungan tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut (Gb. 3.13). Disamping mpc dan mps, untuk fungsi jangka pendek perlu diperhatikan
macam propensity yang lain, yaitu average propensity to consume ( apc) dan ( aps). Average
propensity to consume (apc) adalah proporsi dari penghasilan yang dibelanjakan untuk
konsumsi, yaitu C/Y = (a+cY)/Y = a/Y +c. Average propensity to save (aps) adalah
proporsi dari penghasilan yang ditabung, yaitu S/Y = (-a + sY)/Y =
-a/Y +s.
c = marginal propensity to consume (mpc) = ∂ C/∂Y
s = marginal propensity tosave (mps) = ∂ S/∂Y
Nilai c diasumsikan antara 0 dan 1 � 0 < c < 1
Per definisi maka s = 1-c.
Faktor Yang Menentukan Permintaan Perusahaan Untuk Investasi (I).
Investasi adalah pengeluaran sektor perusahaan untuk pembelian barang-barang/jasa
untuk tujuan investasi, yaitu berupa tambahan stok kapital, misalnya untuk pembelian mesin.
Berbeda dengan tujuan pengeluaran rumah-tangga, yaitu untuk konsumsi, pengeluaran
perusahaan bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jadi, pertimbangan-pertimbangan yang
diambil oleh perusahaan untuk memutuskan apakah membeli atau tidak barang-barang / jasa
C,S,Y Y =Y C = a + cY ∆C ∆C/ ∆Y = c ∆Y ∆S/ ∆Y = s a S = -a +sY 450 ∆Y ∆S Y -a
Gb. 3.13. Fungsi Konsumsi dan Fungsi Tabungan
Nuhfil Hanani 19
untuk investasi adalah besar kecilnya harapan keuntungan yang akan diperoleh dari
menanamkan investasi tersebut.
Untuk mendapatkan dana investasi, perusahaan mempunyai kemungkinan yang luas.
Selain dapat berasal dari penghasilan yang ada di kas perusahaan, mereka dapat meminjam
dana dari lembaga-lembaga keuangan. Asal saja perusahaan dapat meyakinkan lembaga
keuangan yang akan meminjami dana (biasanya melalui proposal) bahwa investasi yang
akan dilakukan dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar di masa mendatang, maka
lembaga keuangan tersebut sangat mungkin bersedia meminjami dana investasi tersebut.
Jadi, perusahaan tidak perlu mengandalkan dana milik sendiri untuk belanja barangnya,
seperti pada rumah-tangga. Dengan kata lain, besar kecilnya investasi (I), tidak tergantung
pada pendapatan (Y) seperti halnya konsumsi (C), melainkan tergantung pada faktor harapan
keuntungan.
Berikut ini akan dibahas lebih mendalam tentang kedua faktor ( kemungkinan
meminjam dana pihak lain dan harapan keuntungan) yang mempengaruhi keputusan
perusahaan untuk menentukan besarnya investasi (I).
1). Kemungkinan Meminjam Dana Pihak Lain .
Perusahaan-perusahaan dapat meminjam dana investasi dari pihak lain, baik dari
pasar uang tidak resmi ( informal money market), sektor perbankan, atau dari pasar surat
berharga (atau sering disebut pula dengan bursa efek-efek atau pasar modal). Baik dalam
pasar uang tidak resmi maupun dalam pasar uang resmi, seperti dalam pasar lainnya, terdapat
penawaran dan permintaan uang. Dari penawaran dan permintaan ini ditentukan volume
uang yang dipinjamkan dan “harga” uang , yang tidak lain adalah tingkat bunga. Tingkat
bunga ini merupakan biaya yang harus dibayar oleh perusahaan yang meminjam dana untuk
investasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa besarnya investasi (I) sangat tergantung pada
tingkat bunga (r).
2). Faktor Harapan Keuntungan.
Keuntungan yang diharapkan biasanya dinyatakan dalam dua dimensi : (1) dimensi
yang menunjukkan berapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari setiap unit uang (
misal, setiap rupiah) yang diinvestasikan, (2) dimensi waktu yang menunjukkan berapa lama
aliran keuntungan ini berlangsung.
Besarnya keuntungan bisa dinyatakan dalam “keuntungan kotor” dalam persentase
per-tahun ( atau satuan waktu lainnya). Keuntungan kotor adalah keuntungan bersih plus
bunga. Misalnya, keuntungan yang diharapkan 50%, berarti setiap rupiah dana yang
diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan 0,5 rupiah per-tahun. Dimensi waktu
Nuhfil Hanani 20
menunjukkan berapa lama aliran keuntungan 50% tersebut berlangsung, atau berapa lama
umur ekonomis dari barang investasi tersebut (misal, 10 tahun).
Dalam teori makro Keynes keputusan investasi tersebut tergantung pada
perbandingan antara harapan keuntungan dan tingkat bunga. Seandainya tingkat bunga yang
berlaku di pasar adalah 24% per-tahun, sedangkan harapan keuntungan dari investasi adalah
50%, maka investasi tersebut layak dilakukan karena bisa memperoleh keuntungan bersih
50% - 24% = 26% per-tahun selama umur ekonomis investasinya. Tingkat keuntungan yang
diharapkan tersebut dikenal dengan istilah Marginal Efficiency of Capital (MEC). Hubungan
antara MEC dan tingkat bunga (r) secara ringkas dapat dinyatakan :
Untuk analisis pengaruh MEC dan r terhadap besarnya I, biasanya diringkas dalam bentuk
suatu fungsi, yang disebut fungsi investasi, secara matematis dinyatakan sebagai :
Cara menurunkan fungsi investasi ini adalah sebagai berikut : Misalnya, terdapat 5 jenis
proyek investasi dengan masing-masing MEC sebagai berikut :
Proyek Nilai Investasi (Rp. Juta) MEC (%) A 100 50 B 200 40 C 50 35 D 150 20 E 75 15
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa jika tingat bunga = 48% per-tahun maka proyek
yang menguntungkan adalah A dengan jumlah investasi Rp.100 juta. Jika tingkat binga =
36%, maka proyek yang menguntungkan adalah proyek A dan B dengan jumlah investasi Rp.
300 juta. Selanjutnya dengan cara yang sama dapat dihitung untuk tingkat bunga 24% dan
12% per-tahun. Hasil perhitungan seperti ini dapat ditabulasikan menjadi sebagai berikut:
Bila MEC > r : investasi dapat dilakukan Bila MEC < r : investasi tidak dilakukan Bila MEC = r : investasi boleh dilakukan dan boleh tidak dilakukan
I = f(r)
Nuhfil Hanani 21
Tingkat bunga (%/bulan) Nilai Investasi (Rp.juta) 5 0 4 100 3 300 2 350 1 575
Tabel ini bisa digambarkan dalam bentuk kurva yang menghubungkan antara tingkat bunga
yang berlaku dengan pengeluaran investasi oleh para investor. Kurva ini (lihat Gb. 3.14)
dinamakan kurva fungsi investasi (atau fungsi MEC). Kurva ini terlihat patah-patah karena
jumlah proyek investasinya hanya terbatas, dalam hal ini hanya lima macam. Jika jumlah
proyek investasinya banyak sekali maka kurvanya akan berupa kurva yang “halus”.
Faktor Yang Menentukan Pengeluaran Pemerintah (G).
Pengeluaran pemerintah (G) adalah semua pembelian barang-barang dan jasa-jasa
oleh pemerintah. Yang dimaksud barang dan jasa dalam hal ini adalah barang dan jasa
produksi tahun yang bersangkutan. Barang-barang dan jasa-jasa produksi tahun lalu yang
dibeli tahun ini bukan merupakan bagian dari G tahun ini. Misalnya, pemerintah pada tahun
ini ( 2001) membeli mobil buatan tahun 2000, maka pengeluaran pemerintah ini tidak
Tingkat bunga (%/bulan) Tingkat bunga (%/ bulan) r (%) 4 3 2 1 100 300 350 575 I (Rp.juta) 0 I Gb. 3.14a. Kurve Patah Gb. 314b. Kurve Halus
Nuhfil Hanani 22
termasuk G tahun 2001, walaupun anggaran untuk membeli mobil tersebut tercatat dalam
APBN tahun 2001.
Disamping itu perlu diperhatikan bahwa yang dimaksud barang dan jasa di sini
adalah barang dan jasa hasil proses produksi. Pembelian tanah, pembayaran gaji pegawai ,
dan sebagainya tidak termasuk pengeluaran pemerintah (G), karena tanah dan gaji bukan
hasil proses produksi. Tanah dan gaji adalah faktor produksi. Jadi, pengeluaran pemerintah
ini dilakukan di pasar faktor produksi, bukan di pasar output (barang). Sedangkan G adalah
hanya pengeluaran pemerintah di pasar barang. Oleh karena itu tidak seluruh pos
pengeluaran dalam APBN adalah G. Kita harus meneliti pos-posnya. Hanya pos-pos
pengeluaran yang menyangkut pembelian barang/jasa hasil produksi tahun yang
bersangkutan yang dapat dimasukkan ke dalam unsur G.
Faktor-faktor apakah yang menentukan besarnya G dalam periode tertentu? Karena G
merupakan bagian dari APBN maka dapat dikatakan bahwa yang menentukan G adalah juga
faktor-faktor yang menentukan APBN. APBN kita dalam praktek ditentukan berdasarkan
pertimbangan yang komplek, terutama didasarkan atas pertimbangan sosial-ekonomi-politik.
Dalam teori ekonomi makro kita katakan bahwa G merupakan variabel eksogen 1.
Konsep Pelipat Atau Multiplier
Diatas telah dibahas faktor-faktor yang menentukan permintaan agregat (Y), yang
dalam ekonomi tertutup sama dengan pengeluaran agregat. Pertanyaan selanjutnya adalah
berapa besar perubahan Y apabila salah satu unsurnya ( apakah C, I, atau G) berubah?
Misalnya, jika investor meningkatkan investasinya sebesar ∆I, apa yang terjadi pada
permintaan agregat/pengeluaran agregat (Z) ? Apakah Z akan bertambah sebanyak ∆I ?.
Menurut Keynes, jawabannya tidak. Sebabnya adalah bahwa pengeluaran masyarakat sebesar
∆I akan mempunyai akibat berantai (multiplier effect).
Proses multiplier effect tersebut adalah sebagai berikut. Pada putaran pertama,
investor membelanjakan ∆I di pasar barang akan meningkatkan Y sebesar ∆I. Uang senilai
∆I tersebut diterima oleh penjual barang/jasa yang dibeli investor, sehingga menambah
pendapatannya sebesar ∆Y. Pada putaran kedua, tambahan pendapatan tersebut akan
meningkatkan pengeluaran konsumsi sebesar c∆Y yang sama dengan c∆I. Jumlah ini akan
dibelanjakan di pasar barang sehingga menambah lagi Z sebesar c∆I. Jadi pada akhir putaran
1) Variabel eksogen adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan oleh model ( ditentukan oleh faktor di luar model).
Nuhfil Hanani 23
kedua, Z akan bertambah sebesar ∆I + c∆I. Tambahan pengeluaran konsumsi pada tahap
putaran kedua ini akan diterima oleh para penjual barang/jasa sehingga menambah
pendapatannya sebesar ∆Y yang sama dengan c∆I. Pada putaran ketiga, tambahan
pendapatan tersebut akan dibelanjakan untuk barang/jasa konsumsi sebanyak c(c∆I) = c2∆I.
Proses ini akan berlangsung terus-menerus. Secara matematis proses multiplier effect
tersebut dapat ditulis sebagai berikut.
∆Z = ∆I + c∆I + c2∆I + c3∆I +…………
( 1+c+c2+c3+ …..) ∆I
1 1 Karena 0< c <1, maka 1+c+c2+c3+ ….. = ------- , sehingga ∆Z = ------ ∆I. 1 – c 1 - c Karena 1/(1-c) >1, maka tambahan investasi sebesar ∆I akan mengakibatkan tambahan Z
(=∆Z) lebih besar dari ∆I. Angka 1/(1-c) diatas disebut pelipat pendapatan (income
multiplier) atau pelipat pengeluaran (expenditure multiplier) atau dapat pula dikatakan
sebagai pelipat permintaan agregat ( aggregate demand multiplier).
Sekarang bagaimana pengaruh ∆G terhadap Z? Jawabannya sama dengan pengaruh
∆I yang telah dijelaskan diatas. Jadi ∆Z = 1/(1-c) ∆G. Sebagai contoh, jika c = 0,6 maka
kenaikan pengeluaran pemerintah (∆G) sebesar Rp.5 juta,- akan meningkatkan permintaan
agregat (∆Z) sebesar 1/(1-0,6) Rp.5 juta = Rp. 20 juta,-. Proses pelipatan tersebut dapat
digambarkan secara grafis sebagai berikut (Gb. 3.5.):
Z D B Z1 (C+I+G) + ∆ I C E (C+I+G) Z0 A C 450 0 Y0 Y1 Y Gb. 3.15 Proses Pelipatan
Nuhfil Hanani 24
Mula-mula perekonomian pada posisi A, dengan permintaan agregat 0Z0 dan pendapatan
agregat 0Y0. Kemudian ada kenaikan I sebesar ∆ I. Pada putaran pertama, Z akan
meningkat sebesar AC. Jumlah ini akan diterima oleh penjual barang yang dibeli investor
sebagai pendapatan tambahan sebesar CE ( =AC karena ACE adalah sama kaki). Pada
putaran kedua, pendapatan tambahan tersebut dibelanjakan oleh penerima pendapatan pada
putaran pertama untuk membeli barang-barang konsumsi. Jumlah yang dibelanjakan adalah
mpc (c) kali CE, yang besarnya sama dengan ED. Dan ED ini menambah Z. Demikian
seterusnya proses tersebut berjalan dan berhenti bila telah sampai pada titik B. Akhirnya Z
akan naik dari Z0 ke Z1 dan Y dari Y0 ke Y1.
3.3.3. Keseimbangan di Pasar Barang
Pada sisi permintaan, telah dibahas, bahwa permintaan agregat = pengeluaran agregat
= pendapatan agregat. Kondisi ini dikatakan sebagai posisi keseimbangan pada sisi
permintaan ( keseimbangan parsial). Keseimbangan ini belum berarti tercapai keseimbangan
di pasar barang. Keseimbangan di pasar barang tercapai jika permintaan agregat sama dengan
penawaran agregat. Keseimbangan ini merupakan keseimbangan yang sesungguhnya dari
suatu perekonomian. Secara grafis, keseimbangan ini dapat digambarkan sebagai berikut
(Gb. 3.16.).
P Gb. 3.16. Keseimbangan Pada Pasar Barang S P1 F P0
E Z1 Z0 0 Q0 Q1 Q
Nuhfil Hanani 25
Sebelum ada investasi keseimbangan ada pada titik E, dimana permintaan agregat =Z0,
penawaran agregat = Q0, dan harga umum = P0. Setelah ada investasi sebesar ∆ I, permintaan
agregat menjadi Z1, penawaran agregat menjadi Q1, harga naik menjadi P1 dan keseimbangan
menjadi titik F. Pada keseimbangan ini tidak ada kecenderungan bagi Z, P, maupun Q untuk
berubah. Dari proses keseimbangan ini kita sekarang dapat menjawab pertanyaan
bagaimana pengaruh perubahan permintaan agregat terhadap besarnya output agregat dan
perubahan harga.
3.4. Pasar Uang
Uang dapat didefinisikan sebagai suatu yang berfungsi :
a) Medium pertukaran untuk barang-barang, jasa-jasa, aset-aset, dan pembayaran kembali
utang ( medium of exnge for goods, services, assets, and repayment of debts)
a) Penyimpan kekayaan ( store of wealth)
b) Pengukur nilai (unit of account)
c) Standar pembayaran masa depan (standard for deffered payments) (Glahe,1977 : 133).
Di pasar uang, penawaran uang bertemu dengan permintaan uang dan menentukan
harga uang, yaitu tingkat bunga. Penawaran uang dianggap ditentukan oleh pemerintah,
sehingga identik dengan jumlah uang yang beredar. Permintaan uang, ditentukan oleh motif
penggunaan uang. Menurut Keynes, terdapat tiga motif seseorang memegang uang :
a) Motif transakasi
b) Motif berjaga-jaga
c) Motif spekulasi.
Keynes menerima pendapat Klasik bahwa orang memegang uang guna memenuhi dan
melancarkan transaksi-transaksi yang dilakukan, dan permintaan uang dari masyarakat untuk
tujuan ini dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional. Namun, Keynes berpendapat
bahwa selain untuk transaksi, orang memegang uang juga untuk pembayaran-pembayaran
yang tidak terencana, misalnya pembayaran pengobatan karena sakit, sumbangan sosial,
bepergian mendadak, dan sebagainya. Motif ini disebut motif berjaga-jaga (precautionary
motive). Permintaan uang untuk jaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor sama dengan faktor
yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi. Jadi, permintaan uang untuk transaksi
dan berjaga-jaga (MD.tj) = f (kY).
Pendapat Keynes yang berbeda dengan Klasik adalah adanya motif permintaan uang
untuk tujuan spekulasi. Motif pemegangan uang ini terutama bertujuan untuk memperoleh
Nuhfil Hanani 26
keuntungan jika seandainya si pemegang uang dapat memperkirakan keadaan yang akan
terjadi dengan benar. Teori Keynes membatasi bahwa pemilik kekayaan (asset holder) dapat
memilih apakah memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond).
Memegang uang dianggap tidak memperoleh penghasilan, sedangkan memegang obligasi
dianggap memperoleh penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Model
Keynes membahas khusus obligasi yang menghasilkan uang tertentu setiap periode selama
waktu yang tak terbatas (perpetuity). Harga Obligasi berbanding terbalik dengan tingkat
bunga. Hubungan harga obligasi dengan tingkat bunga dapat ditulis sebagai berikut:
Di mana K = hasil yang diperoleh per periode; P = harga pasar obligasi ; r =tingkat bunga.
Dengan demikian, seseorang akan memutuskan untuk membeli atau menjual obligasi sangat
ditentukan oleh ramalan atau harapan berapa tingkat bunga yang berlaku di masa mendatang.
Jika tingkat bunga di waktu mendatang diperkirakan naik, maka seseorang akan menjual
obligasinya dan memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai untuk menghindari
kerugian kapital (capital loss) yang mingkin terjadi. Sebaliknya jika di masa mendatang
tingkat bunga diperkirakan turun maka seseorang akan membeli obligasi, dengan harapan
memperoleh keuntungan kapital (capital gain). Dalam hal ini Keynes berpendapat bahwa
seseorang akan mempunyai anggapan adanya “tingkat bunga normal” pada suatu waktu.
K = rP atau P = K/r
Nuhfil Hanani 27
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan uang agregat dari teori Keynes dapat ditulis
sebagai : M D = [ kQ + ∅∅∅∅ ( r )] P atau MD/P = kQ + ∅∅∅∅ ( r ) , dimana MD/P = permintaan
uang riel; kQ = permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga;
∅ ( r ) = permintaan uang untuk spekulasi. Fungsi permintaan uang ini disebut juga sebagai
fungsi Liquidity Preference . Secara grafis penentuan tingkat bunga di pasar uang
digambarkan oleh perpotongan kurva Liquidity Preference dengan kurve penawaran uang (
Gb. 3.17.).
Bila uang yang beredar ditambah (dari MS ke Ms’ ), tingkat bunga cenderung turun ( dari r0
ke r1 ).
3.5. Perbandingan Antara Teori Ekonomi Klasik dan Keynesian
Dari uraian diatas, dapat diringkas bagaimana perbandingan antara teori ekonomi
makro Klasik dan Keynesian, sebagai berikut:
Teori Klasik Teori Keynesian 1. Pada Pasar Barang
♦ Tidak mungkin ada kelebihan/ kekurangan produksi.
♦ Produksi total masyarakat = kebutuhan total masyarakat ( full employment level of activity)
♦ Landasan berfikirnya : a). Hukum Say : supply creates its
own demand. b). Harga umum fleksibel
1. Pada Pasar Barang ♦ Dapat terjadi kelebihan/kekurangan
produksi ♦ Tidak selalu mencapai “full
employment” ♦ Tidak menerima hukum Say.
r MS MS
! Gb. 3.17. r0 r1 MD (Q,r) 0 M
Nuhfil Hanani 28
♦ Setiap proses produksi mempunyai dua akibat: a). Menghasilkan output b). Memberikan penghasilan kepa-da pemilik faktor produksi yang besarnya sama dengan nilai output.
♦ Semua penghasilannya dibelanja-kan di pasar barang.
♦ Tadak perlu canpur tangan pemerintah.
♦ Sama dengan pendapat Klasik.
♦ Tidak semua penghasilan dibelan-jakan, ada sebagian yang ditabung.
♦ Perlu campur tangan pemerintah.
2. Di pasar Uang ♦ Menganut prinsip teori Kuantitas
Uang : Uang hanya untuk transaksi.
♦ Penawaran uang ditentukan oleh Pemerintah.
♦ Keseimbangan dalam pasar uang: MS = MD = k PQ
2. Di Pasar Uang ♦ Terdapat tiga motif memegang
uang: (1) untuk transaksi, (2). jaga-jaga, dan (3) spekulasi.
♦ Penawaran uang ditentukan oleh pemerintah.
♦ Keseimbangannya : MS = MD = [kQ +∅ r] P
3. Di Pasar Tenaga Kerja ♦ Tingkat upah fleksibel ♦ Selalu full employment ♦ Tidak perlu campur tangan
pemerintah dalam mengatasi pengangguran.
3. Di Pasar Tenaga Kerja ♦ Tingkat upah rigit/tegar ♦ Tidak selalu full employment ♦ Perlu campur tangan pemerintah
dalam mengatasi pengangguran
Konsep Penting dalam bab Ini Keynesianisme Permintaan agregat Pengeluaran agregat Propensity to Consume Propensity to Save Marginal Effeciency of capital Proses multiplier Penawaran agregat Keseimbangan Pasar Barang dan Pasar Uang Tingkat upah rigit Fungsi Investasi Fungsi Konsumsi
Nuhfil Hanani 1
IV. MODEL ANALISIS IS-LM
4.1. Pasar Barang dan Kurve IS Dalam upaya sistematisasi pembahasan ekonomi makro, kita bedakan struktur
perekonomian menjadi dua, yaitu : (1) perekonomian tertutup : dimana perekonomian
dianggap tidak melakukan transakasi dengan pihak luar negeri, dan (2) perekonomian
terbuka : dimana perekonomian telah melakukan transaksi dengan pihak luar negeri.
Variabel-variabel ekonomi agregat yang perlu diperhatikan pada masing-masing struktur
perekonomian tersebut adalah sebagai berikut:
a). Variabel-variabel dalam perekonomian tertutup : C,S,I,G dan Y.
dimana : C = pengeluaran untuk konsumsi
S = saving atau tabungan
I = pengeluaran untuk investasi
G = pengeluaran pemerintah
Y = pendapatan nasional.
Persamaan keseimbangan di pasar barang : Y = C + I + G ; S =I.
b). Variabel-variabel dalam perekonomian tertutup dengan kebijakan fiskal: C,S,I,G,Y,Tx,
dan Tr, dimana Tx = pajak dan Tr = transfer pemerintah.
Keseimbangan di pasar barang : Y = C + I + G ; YD = Y +Tr - Tx ; Y = YD – Tr +Tx; YD
= C + S. Berarti I +G +T r = S +Tx.
c). Variabel-variabel dalam perekonomian terbuka : C,S,I,G,Y,X, dan M, dimana X =
ekspor dan M = impor.
Keseimbangan di pasar barang : Y =C + I + G + X – M.
d). Variabel-variabel dalam perekonomian terbuka dengan kebijakan fiskal: C,S,I,G,Y,X,M,
Tx, dan Tr.
Keseimbangan di pasar barang : YD = C + I + G – Tx + Tr +X – M.
4.1.1. Pengeluaran Investasi dalam model IS-LM
Analisis ekonomi yang hanya memperhatikan pasar barang saja, pada umumnya
investasi (I) diperlakukan sebagai variabel eksogen Namun, dalam model IS-LM, investasi
merupakan fungsi dari tingkat bunga atau dapat ditulis I = f( r ) , dimana ∂I/∂r < 0. Jadi,
investasi (I) merupakan variabel endogen (= variabel-variabel yang ditentukan oleh variabel-
variabel yang ada didalam model yang digunakan). Sebagai contoh, dipunyai fungsi
Nuhfil Hanani 2
investasi : I =80 –4r, dimana I = jumlah investasi per-tahun dalam milyar rupiah dan r =
tingkat bunga dalam persen per tahun. Dari persamaan tersebut dapat dihitung, jika tingkat
bunga yang berlaku adalah 15% maka jumlah investasi adalah Rp. 20 milyar, jika tingkat
bunga turun menjadi 10% maka investasi akan menjadi Rp. 40 milyar. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa jika tingkat bunga turun , investasi cenderung meningkat dan
sebaliknya jika tingkat bunga naik, investasi cenderung menurun. Secara grafis, fungsi
investasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut ( Gb.4.1).
4.1.2. Fungsi Saving dan Fungsi Konsumsi
Karena fungsi investasi sangat berkaitan erat dengan fungsi saving dan fungsi
konsumsi maka kedua fungsi ini perlu dibahas dalam rangka menurunkan fungsi IS. Pada
umumnya fungsi konsumsi diasumsikan mempunyai persamaan seperti berikut :
C = a + cY, dimana a = besarnya pengeluaran konsumsi pada pendapatan nasional sebesar
nol; c = ∂C/∂Y = MPC = marginal propensity to consume. Mengingat bahwa saving adalah
bagian pendapatan yang tidak dikonsumsi maka fungsi saving dapat di tulis : S = -a + sY,
dimana –a = besarnya tabungan pada pendapatan nasional sebesar nol; s = ∂S/∂Y = MPS =
marginal propensity to save . Nilai s = 1-c. Sebagai contoh, jika dipunyai persamaan fungsi
konsumsi : C = 40 + 0,6Y, dalam milyar rupih, maka perekonomian ini mempunyai
persamaan saving S = -40 + 0,4Y. Secara grafis, kedua fungsi tersebut dapat dilihat pada
GB. 3.13 terdahulu.
4.1.3. Menurunkan Kurve IS
r (%) Gb. 4.1. Fungsi Permintaan Investasi 25 20 15 Fungsi permintaan investasi ; I =80-4r 10 5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 I (Rp. Milyar)
Nuhfil Hanani 3
Kurve IS ( Investasi-Saving) adalah kurve yang menghubungkan tingkat-tingkat
pendapatan nasional dengan berbagai tingkat bunga dimana dipenuhi syarat keseimbangan di
pasar barang. Untuk memudahkan pembahasan, kita menggunakan struktur perekonomian
tertutup sederhana, dimana variabel-variabel yang perlu diperhatikan hanya C,S,I,Y. Oleh
karena dalam analisis IS-LM, investasi merupakan fungsi dari tingkat bunga ( r ), maka
variabel tingkat bunga ini perlu ditambahkan dalam keempat variabel tersebut.
Setelah variabel-variabel yang diperlukan dapat ditentukan, langkah selanjutnya
adalah menurunkan fungsi IS sebagai berikut.
♦ Menetapkan syarat keseimbangan di pasar barang: S = I …………………… a)
♦ Syarat ini dapat pula dipenuhi dengan : Y = C + I …………………………. .b)
♦ Jika fungsi konsumsi dan fungsi investasi masing-masing adalah :
C = a + cY, di mana 0 < c< 1, dan
I = b + ir, di mana i < 0.
Maka diperoleh :
Y = C + I = (a + cY) + (b + ir) = a+cY+b+ir
Y-cY = a + b + ir
(1-c)Y = a + b +ir
a + b +ir Y = ------------- ( fungsi IS) …………………………………………….. c) 1-c Contoh : Suatu perekonomian mempunyai fungsi konsumsi dan fungsi Investasi sebagai
berikut.
Fungsi Konsumsi : C = 40 + 0,6Y ( dalam milyar rupiah)
Fungsi Investasi : I = 80 – 4r
Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut akan diperoleh fungsi IS :
a) Menggunakan rumus b) :
Y = C + I
Y = 40 + 0,6Y +80 – 4r
0,4Y = 120 – 4r
Y = 300 - 10r
b) Menggunakan rumus c):
a + b + ir 40 + 80 + (-4r) 120 – 4r Y = -------------- = ------------------- = ------------ 1-c 1- 0,6 0,4
Nuhfil Hanani 4
Y = 300 – 10r
Secara grafis, fungsi IS tersebut dapat digambarkan seperti pada Gb. 4.2. di bawah ini.
Dari Gb.4.2. tersebut dapat dinyatakan bahwa dengan menurunnya tingkat bunga tingkat
pendapatan nasional riel yang memenuhi syarat keseimbangan di pasar barang meningkat.
Pada tingkat bunga 20% tingkat pendapatan nasional yang memenuhi syarat keseimbangan di
pasar barang adalah 100 milyar rupiah. Jika tingkat bunga menurun menjadi 10% maka
tingkat pendapatan nasional yang memenuhi syarat keseimbangan di pasar barang berubah
menjadi 200 milyar rupiah.
Selanjutnya bagaimana cara menurunkan kurve IS secara grafis?
Kembali kita gunakan fungsi matematis yang telah dibahas diatas, yaitu : C = 0,6Y +40 ; S =
0,4Y – 40; dan I = - 4r +80. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Gambar fungsi saving pada kuadran timur laut, sebagai kurve SS,
2) Gambar fungsi Investasi pada kuadran barat daya, sebagai fungsi II,
3) Gambar garis pertolongan bersudut 450 yang ditandai dengan I =I, dengan maksud agar
kurve IS yang akan digambar pada kuadran tenggara nanti benar-benar memenuhi syarat
S =I,
4) Pindahkan nilai I pada kuadran barat daya (tentukan dua titik) ke kuadran barat laut ,
kemudian bandingkan nilai I tersebut dengan nilai S pada kuadran timur laut, sehingga
diperoleh OC =OD =OE. Pengeluaran investasi OE berhubungan dengan tingkat bunga
OF. OF =OG =Hb.
5) Dengan menghubungkan titik b dan a diperoleh kurve IS.
r (%) 30 Gb. 4.2. Kurve IS
25
20 Fungsi IS : 300 – 10r
15
10
5
0 100 200 300 Y ( milyar rupiah)
Nuhfil Hanani 5
4.2. Pasar Uang dan Kurve LM Seperti telah didiskusikan di muka bahwa menurut Keynes kebutuhan masyarakat
akan uang didasari oleh tiga motif, yaitu (1) motif transaksi, (2) motif berjaga-jaga, dan (3)
motif spekulasi.
Gb.4.3. I I =I S S D C B 450 A 0 D I 0 100 200 Y - 40 S r r 30 Kurvr IS 20 a F G 10 10 b H 0 E 100 I 0 200 300 Y
Nuhfil Hanani 6
4.2.1. Kebutuhan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga
Kebutuhan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan. Jika kebutuhan uang untuk transaksi diberi simbol LT dan kebutuhan uang untuk
berjaga-jaga diberi simbol L J maka secara matematis dapat ditulis LT = f (Y) dan LJ = g (Y).
Walaupun pada kenyataannya fungsi permintaan uang agregat untuk transaksi dan berjaga-
jaga tidak dalam bentuk linear, namun untuk menghindari perhitungan yang rumit dalam
bahasan ini diambil contoh fungsi permintaan uang agregat tersebut dalam bentuk linear.
Misalnya, permintaan uang agregat untuk transaksi mempunyai persamaan fungsi LT = 0,25
Y dan untuk berjaga-jaga mempunyai persamaan LJ = 0,15 Y maka dapat digambarkan
dalam bentuk kurve sebagai berikut (Gb.4.4).
Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat ditulis menjadi L1 = LT + LJ = 0,25Y
+ 0,15Y = 0,4Y. Dengan bemikian bentuk umum L1 dapat ditulis L1 = k1(Y), dimana k1 =
∂L1/∂Y.
Pada Gb.4.4. terlihat bahwa kurve L1 memiliki sudut k1 yang merupakan penjumlahan
sudut kurve permintaan uang untuk transaksi dan sudut kurve permintaan uang untuk berjaga-
jaga. Terlihat pula AL = AJ + AT, dimana AL = permintaan uang untuk transaksi dan
berjaga-jaga, AJ = permintaan uang untuk berjaga-jaga, dan AT = permintaan uang untuk
transaksi.
4.2.2. Permintaan Uang Untuk Spekulasi
Permintaan uang untuk spekulasi dapat diartikan sebagai permintaan uang untuk
tujuan mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu permintaan uang tersebut ditentukan oleh
LT, LJ, L1 50 L1 = 0,4Y 40 L 30 T LT = 0,25Y 20 J LJ = 0,15Y 10 A 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 (Y) = pendapatan nasional riel Gb. 4.4. Permintaan Uang untuk Transaksi dan Berjaga-jaga
Nuhfil Hanani 7
tingkat bunga. Meningkatnya tingkat bunga menyebabkan kecenderungan menurunnya
permintaan uang untuk spekulasi dan sebaliknya menurunnya tingkat bunga mengakibatkan
meningkatnya permintaan uang untuk spekulasi. Dengan demikian secara matematis, jika
permintaan uang untuk spekulasi diberi simbol L2 maka dapat ditulis L2 = h ( r ), dimana
∂L2/∂r < 0. Fungsi permintaan uang untuk spekulasi ini dapat digambar dalam bentuk kurve
sebagai berikut (Gb.4.5).
Pada GB. 4.5. terlihat bahwa jika tingkat bunga =0a maka permintaan uang untuk spekulasi
=0A, jika tingkat bunga 0b maka permintaan uang untuk spekulasi menjadi 0B.
4.2.3. Penawaran Uang Dalam model IS-LM digunakan asumsi (1) bahwa yang dimaksud dengan penawaran
uang adalah jumlah uang kartal dan uang giral yang beredar di masyarakat, dan (2)
pemerintah dapat mempengaruhi jumlah uang yang beredar di masyarakat melalui kebijakan-
kebijakan moneter. Dengan demikian penawaran uang merupakan variabel eksogen.
4.2.4. Menurunkan Kurve LM
Kurve atau fungsi LM adalah kurve atau fungsi yang menunjukkan hubungan antara
tingkat-tingkat pendapatan nasional dengan berbagai kemungkinan tingkat bunga yang
memenuhi syarat ekuilibriumnya pasar uang. Syarat ekuilibrium pada pasar uang adalah
terpenuhinya kesamaan antara permintaan uang agregat dan penawaran uang agregat.
Berdasarkan bahasan diatas, berarti syarat ekuilibrium tersebut dapat ditulis : MS = L, dimana
MS = penawaran uang agregat dan L = permintaan uang agregat. Sebagaimana diketahui L =
L1 + L2, dimana L1 = LT + LJ. Oleh karena L1 = L1(Y) dan L2 = L2( r) maka L = L1 (Y) + L2
r Gb. 4.5. Kurve Permintaan Uang Untuk Spekulasi. a b L2 = h( r ) 0 A B L2
Nuhfil Hanani 8
( r ) atau L = L (Y, r). Dengan demikian syarat ekuilibrium di pasar uang dapat ditulis MS =
L (Y,r)
Kalau penawaran uang dan permintaan uang mempunyai persamaan-persamaan
sebagai berikut:
♦ Jumlah uang yang beredar ( penawaran uang) : MS = M
♦ Permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga : L1 = k1 (Y)
♦ Permintaan uang untuk spekulasi : L2 = k2 ( r ) + L20,
maka M = k1 Y + k2 r + L 20 � model ekuilibrium di pasar uang. Jika persamaan ini
diselesaikan untuk nilai Y maka akan diperoleh fungsi LM sebagai berikut:
k1 Y = M – k2 r – L2
0
M L20 k2
Y = ---- - ---- - ----- r � persamaan fungsi LM. k1 k1 k1
Untuk menunjukkan penerapan dari fungsi LM tersebut, berikut ini diberikan contoh
sederhana. Miasalnya, sebuah perekonomian mempunyai data sebagai berikut:
♦ Jumlah uang yang beredar ( penawaran uang ) : M = 200 milyar rupiah
♦ Permintaan uang untuk transaksi ( milyar Rp.) : LT = 0,25 Y
♦ Permintaan uang untuk berjaga-jaga ( milyar Rp.) : LJ = 0,15 Y
♦ Permintaan uang untuk spekulasi ( milyar Rp.) : L2 = 160 – 4r.
Atas dasar data diatas persamaan fungsi LM dapat ditemukan dengan dua cara :
A. Menggunakan rumus M = k1 Y + k2 r + L 20 :
200 = 0,4Y +160 – 4r
0,4Y = 200 – 160 + 4 r
Y = 100 + 10 r
B. Menggunakan rumus :
M L20 k2 200 160 - 4
Y = ---- - ---- - ----- r ; Y = ----- - ------ - ------ ; k1 k1 k1 0,4 0,4 0,4
Y = 500 – 400 + 10 r
Y = 100 + 10r
Nuhfil Hanani 9
Persamaan fungsi tersebut dapat digambar dalam bentuk grafik seperti pada Gb. 4.6 berikut.
Pada Gb. 4.6 terlihat jika tingkat bunga naik maka tingkat pendapatan nasional juga naik.
Selanjutnya berikut ini dibahas bagaimana menurunkan kurve LM secara grafis !
r Gb. 4.6. Kurve LM 25 LM 20 15 10 5 0 100 150 200 300 Y
r r L2
LM (A) A (B) B 0 Y 0 L2 M,L L1 M 450
L1
a E a C b F b D 0 Y 0 (a) (b) M M,L Gb. 4.7. Penurunan Kurva LM Secara Grafis
Nuhfil Hanani 10
Seperti halnya pada penurunan kurve IS, penurunan kurve LM mengikuti langkah-
langkah sebagai berikut :
1) Menentukan kuadran dimana kurve LM akan ditentukan. Dalam hal ini kurve LM
ditempatkan pada kuadran barat laut karena agar nantinya dapat dipertemukan dengan
kurve IS yang terletak pada kuadran tenggara.
2) Menentukan kurve permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga pada kuadran barat
daya.
3) Menentukan kurve permintaan uang untuk spekulasi pada kuadran timur laut.
4) Menentukan kurve bantuan yang menunjukkan syarat ekuilibrium, yaitu M = L, yaitu
kurve MM yang mempunyai sudut 450 pada kuadran tenggara.
5) Tentukan dua titik pada kurve L2, yaitu titik A dan B. Kedua titik tersebut tarik sampai
memotong kurve bantuan MM di titik C dan D. Kedua titik ini tarik ke kurve L1
ditemukan titik E dan F. Kedua titik ini tarik ke kuadran barat laut sampai berpotongan
dengan garis-garis yang ditarik dari titik A dan B ke kuadran barat laut. Pertemuan garis-
garis tersebut akan membentuk titik-titik (A) dan (B). Tarik garis yang menghubungkan
titik (A) dan (B) maka akan diperoleh kurve LM.
4.3. Keseimbangan Dalam Analisis IS-LM Setelah kita mengetahui bagaimana menurunkan kurva IS dan LM, sekarang kita
dapat membahas keadaan keseimbangan dalam perekonomian dengan menggunakan analisis
IS-LM. Kurva IS adalah kurva yang menghubungkan tingkat-tingkat pendapatan nasional
pada berbagai tingkat bunga di mana dipenuhi syarat keseimbangan pasar barang. Kurva
LM adalah kueva yang menghubungkan tingkat-tingkat pendapatan nasional pada berbagai
tingkat bunga di mana dipenuhi syarat keseimbangan pasar uang. Pada umumnya kurva IS
berslope negatif, sedangkan kurva LM berslope positif. Tingkat pendapatan nasional yang
memenuhi syarat keseimbangan baik pada pasar barang maupun pasar uang terletak pada titik
perpotongan antara kurva IS dan kurva LM. Dengan demikian keadaan perekonomian di
mana terpenuhi syarat keseimbangan pasar barang dan juga terpenuhi syarat keseimbangan
pasar uang dikatakan berada dalam keseimbangan umum (general equilibrium) dan titik
potong antara kurva IS dan LM disebut titik keseimbangan IS-LM.
Berikut ini dibahas bagaimana menurunkan titik keseimbangan IS-LM tersebut.
Untuk memperoleh titik potong kurva IS dan kurva LM, kita harus menggabungkan kedua
kurva tersebut ke dalam satu bidang kurva dengan sumbu tegak menunjukkan tingkat bunga
Nuhfil Hanani 11
dan sumbu datar menunjukkan tingkat pendapatan nasional. Hal ini berarti kita harus
menggabungkan proses penurunan kurva IS dan proses penurunan kurva LM. Agar kurva IS
dan LM dapat berpotongan maka jika kurva IS berada pada kuadran tenggara maka kurva LM
harus pada kuadran barat laut, seperti contoh pada Gb. 4.3 dan 4.7 atau sebaliknya.
Gabungan Gb. 4.3 dan 4.7 dalam rangka menentukan titik keseimbangan IS-LM dapat
disajikan pada Gb. 4.8 berikut.
Titik E pada Gb. 4.8 adalah titik keseimbangan umum. Sedangkan titik-titik baik pada kurva
IS maupun kurva LM selain titik potong (E) merupakan titik-titik keseimbangan semu. Ingat,
titik-titik pada kurva IS merupakan titik-titik keseimbangan pasar barang dan titik-titik pada
kurva LM merupakan titik-titik keseimbangan pasar uang. Nilai-nilai variabel-variabel
endogen yang berkaitan dengan titik keseimbangan umum merupakan nilai-nilai
keseimbangan variabel-variabel tersebut ( lihat Gb. 4.9)
I S I =I S 450 0 I 0 Y r r LM r IS I E L2
0 I I 0 Y 0 L2 L1 M,L L1 M LS 450 0 Y 0 M M, L
Gb. 4.8. Penggabungan Penurunan Kurva IS dan Kurva LM
Nuhfil Hanani 12
Keterangan :
• Titik E = titik keseimbangan umum • OY* = pendapatan nasional keseimbangan • OS* = tabungan nasional keseimbangan, besarnya sama dengan OI* • Or* = tingkat bunga keseimbangan • OL1
* = jumlah uang beredar untuk transaksi dan berjaga-jaga • OL2
* = jumlah uang beredar untuk spekulasi • OI* = Jumlah pengeluaran untuk investasi.
OY*,OS* ,Or* ,OL1* ,OL2
* , dan OI* adalah nilai-nilai keseimbangan variabel-variabel
endogen.
Setelah kita membahas bagaimana menurunkan titik keseimbangan umum dan nilai-
nilai keseimbangan variabel-variabel endogen secara grafis , sekarang kita membahas hal
I S I =I S I* S*
0 r* I 0 Y* Y
r r LM r IS I E r* r* r*
L2
0 I I 0 Y 0 L2 I* Y* L2
*
L1 M,L L1 M L1
* L1*
LS 0 Y* Y 0 L2
* M M, L
Gb. 4.9. Keseimbangan Umum dan Nilai-Nilai Keseimbangan Variabel-Variabel Endogen
Nuhfil Hanani 13
tersebut secara matematis. Dengan menggunakan ilustrasi fungsi-fungsi matematis yang
sama dengan yang disajikan pada subbab 4.1 dan 4.2, yaitu :
C = 40 + 0,6Y I = 80 - 4r IS : Y = 300 - 10r M = 200 LT = 0,25Y LJ = 0,15Y L2 = 160 - 4r Dapat ditemukan nilai-nilai keseimbangan variabel-variabel endogen seperti di bawah ini: LM : Y = 100 + 10r IS : Y = 300 - 10r --------------------- + 2Y = 400 Y* = 200 Y* = 100 + 10r � 200 = 100 + 10r � r * = 10 (tingkat bunga keseimbangan 10%).
C* = 40 + 0,6 Y* ���� C* == 40 + 0,6 (200) = 160
I* = 80 - 4r � I * = 80 - 40 (10) = 40
S* = Y* - C* = 200 - 160 = 40
LT* = 0,25Y* = 0,25 (200) = 50
LJ* = 0,25 Y* = 0,15 (200) = 30
L2* = 160 – 4r* = 160 – 4(10) = 120
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa syarat keseimbangan pasar barang
terpenuhi, di mana I* = S*, yaitu mempunyai nilai 40. Demikian pula, syarat keseimbangan
pasar uang juga terpenuhi, di mana : LT* + LJ
* + L2* = M , yaitu : 50 + 30 + 120 = 200.
Dengan terpenuhinya kedua syarat tersebut menunjukkan bahwa hasil perhitungan adalah
benar dan semua variabel dalam keadaan keseimbangan umum.
Konsep-Konsep Penting Dalam Bab Ini � Fungsi Investasi
� Fungsi Konsumsi
� Fungsi Saving
Nuhfil Hanani 14
� Pendapatan Nasional
� Fungsi IS
� Permintaan uang untuk Transaksi
� Permintaan uang untuk Berjaga-jaga
� Permintaan uang untuk Spekulasi
� Penawaran akan uang
� Kurve LM
� Keseimbangan Umum
Nuhfil Hanani 1
V. TEORI INFLASI
5.1. Pengertian Inflasi
Inflasi menunjukkan kenaikan dalam tingkat harga umum. Laju inflasi adalah tingkat
perubahan tingkat harga umum, dan diukur sebagai berikut:
tingkat harga (tahun t ) - tingkat harga (tahun t-1) Laju inflasi (tahun t) = ------------------------------------------------------------- x 100 Tingkat harga ( tahun t-1) Tingkat harga dalam definisi inflasi, secara konseptual adalah tingkat harga rata-rata
tertimbang dari barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian. Dalam prakteknya, tingkat
harga tersebut diukur dengan indek harga, baik indek harga konsumen (IHK) maupun indek
harga produsen (IHP). Lawan dari inflasi adalah deflasi, yaitu penurunan tingkat harga
umum (Samuelson dan Nordhaus, 1997 :306 )
Menurut Boediono (1994 : 155) definisi singkat dari inflasi adalah kecenderungan
dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu
atau dua barang saja tidak disebut inflasi. Syarat adanya kecenderungan menaik yang terus
menerus juga perlu digaris-bawahi. Kenaikan harga-harga karena, misalnya, musiman,
menjelang hari raya, bencana, dan sebagainya, yang sifatnya hanya sementara tidak disebut
inflasi.
5.2. Jenis-Jenis Inflasi
Jenis- jenis inflasi dapat dikelompokkan berdasarkan “parah-tidaknya” inflasi dan
berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi.
Berdasarkan “parah-tidaknya” , inflasi dapat dikelompokkan menjadi (Boediono, 1994 : 156): 1) Inflasi ringan ( di bawah 10% setahun)
2) Inflasi sedang ( antara 10 – 30% setahun)
3) Inflasi berat ( antara 30 – 100% setahun)
4) Hiperinflasi ( di atas 100% setahun).
Dalam hal ini Samuelson dan Nordhaus (1997 :311) , mengelompokkan inflasi menjadi tiga
jenis, yaitu : inflasi moderat (moderat inflation), inflasi ganas (galloping inflation), dan
hiperinflasi.
Nuhfil Hanani 2
Berdasarkan penyebab awal terjadinya inflasi, inflasi dapat dikelompokkan menjadi
(Boediono, 1994: 156)
1) Inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat.
Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
2) Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Ini disebut cost inflation.
Kedua jenis inflasi ini jarang sekali dijumpai dalam praktek dalam bentuk yang murni. Pada
umumnya, inflasi yang terjadi di berbagai negara di dunia adalah kombinasi dari kedua jenis
inflasi tersebut, dan seringkali keduanya saling memperkuat satu sama lain.
Perbedaan kedua jenis inflasi tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan gambar
berikut ( Gb. 5.1 dan 5.2)
Gb. 5.1 menunjukkan suatu demand inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-
barang ( permintaan agregat) bertambah, maka kurva permintaan agregat bergeser dari Z1 ke
Z2. Akibatnya harga umum naik dari P1 ke P2.
Gb. 5.2 menggambarkan cost inflation. Karena terjadi kenaikan biaya produksi, maka
penawaran agregat menurun yang ditandai oleh bergesernya kurva penawaran agregat dari S1
ke S2. Akibatnya, tingkat harga umum naik dari P3 ke P4.
Demikian pula Soediyono (1992 : 188) menggolongkan inflasi menjadi tiga, yaitu:
1) Inflasi permintaan. Istilah lain jenis inflasi ini adalah demand-pull inflation ( inflasi
tarikan permintaan) dan demand inflation.
2) Inflasi penawaran. Intilah lain jenis inflasi ini adalah cost-push inflation dan supply
inflation.
3) Inflasi campuran, yaitu inflasi yang mengandung unsur demand-pull dan cost-push.
Inflasi ini sering disebut mixed inflation.
Harga Harga S S2 S1 P2 P4 P1 Z2 P3 Z Z1 0 Q1 Q2 Output 0 Q3 Q4 Output Gb. 5.1. Demand Inflation Gb. 5.2. Cost Inflation
Nuhfil Hanani 3
5.3. Teori-Teori Inflasi
Boediono (1994: 161) menjelaskan tiga teori inflasi sebagai berikut:
1) Teori Kuantitas. Teori kuantitas merupakan teori yang paling tua mengenai inflasi. Teori
ini menyoroti peranan dalam proses inflasi dari (a) jumlah uang yang beredar, dan (b)
psikologi (harapan ) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Inti dari
teori ini adalah sebagai berikut:
(a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar ( uang
kartal atau uang giral). Penambahan jumlah uang ibarat “bahan bakar” bagi api inflasi.
Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun
sebab musabab awal terjadinya inflasi.
(b) Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh
psikologi ( harapan ) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.
Dalam hal ini ada tiga kemungkinan keadaan. Keadaan pertama, adalah bila masyarakat
tidak atau belum mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang.
Dalam keadaan ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang yang beredar akan
diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya (memperbesar pos Kas neraca
anggota masyarakat). Ini berarti, sebagian besar dari penambahan jumlah uang tidak
dibelanjakan untuk pembelian barang. Berarti, tidak akan ada kenaikan permintaan
barang, yang berarti pula tidak akan ada kenaikan harga barang. Jika ada kenaikan harga,
hanya relatif kecil. Misalnya, penambahan jumlah uang yang beredar sebesar 10%, hanya
akan diikuti oleh kenaikan harga-harga sebesar 1%. Keadaan ini biasanya dijumpai pada
waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang
berlangsung. Keadaan kedua, adalah keadaan di mana masyarakat mulai sadar adanya
inflasi. Masyarakat mulai mengharapkan adanya kenaikan harga. Penambahan jumlah
uang yang beredar, tidak lagi untuk menambah pos Kas-nya, tetapi untuk membeli barang
( memperbesar pos aktiva barang-barang di dalam neraca). Hal ini akan menyebabkan
meningkatnya permintaan barang. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga barang.
Dalam hal ini, penambahan jumlah uang yang beredar 10%, akan diikuti kenaikan harga-
harga sebesar 10% pula. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi sudah berjalan
cukup lama, dan masyarakat cukup waktu untuk menyesuaikan sikapnya terhadap situasi
yang baru. Keadaan ketiga, adalah keadaan di mana inflasi telah terjadi lebih parah
(hiperinflasi). Dalam keadaan ini masyarakat telah kehilangan kepercayaannya terhadap
Nuhfil Hanani 4
nilai mata uang. Masyarakat cenderung enggan memegang uang kas. Begitu menerima
uang kas, masyarakat cenderung langsung membelanjakannya. Masyarakat memiliki
harapan bahwa laju inflasi di bulan-bulan mendatang lebih besar dari laju bulan-bulan
sebelumnya. Keadaan ini ditandai dengan makin cepatnya peredaran uang. Dalam
keadaan ini penambahan jumlah uang sebesar 10% misalnya, akan menyebabkan
kenaikan harga-harga lebih besar dari 10%.
2). Teori Keynes. Teori ini menyatakan, bahwa inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin
hidup di luar batas kemampuan perekonomiannya. Proses inflasi menurut pandangan ini,
tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki di antara kelompok-kelompok sosial
yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh
masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan di
mana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang
yang tersedia sehingga timbul apa yang disebut dengan inflationary gap (celah inflasi).
Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil
menerjemahkan keinginan mereka menjadi permintaan efektif akan barang-barang.
Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah keinginannya
menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana. Golongan
masyarakat ini, mungkin adalah pemerintah sendiri yang menginginkan bagian yang
lebih besar dari output masyarakat dengan jalan melakukan defisit anggaran belanja yang
ditutup dengan mencetak uang baru. Golongan ini mungkin juga pihak swasta yang ingin
melakukan investasi baru dan memperoleh dana pembiayaannya dari kredit bank.
Golongan ini bisa juga dari serikat buruh yang berusaha memperoleh kenaikan gaji para
anggotanya melebihi kenaikan produktivitas kerja buruh. Apabila permintaan efektif dari
golongan-golongan masyarakat tersebut, pada harga-harga yang berlaku, melebihi
jumlah maksimum barang-barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka
inflationary gap akan timbul. Akibatnya, akan terjadi kenaikan harga-harga barang.
Dengan adanya kenaikan harga, sebagian dari rencana pembelian barang dari golongan-
golongan tadi tentu tidak bisa terpenuhi. Pada periode berikutnya, golongan-golongan
yang tidak bisa memenuhi rencana pembelian barang tadi, akan berusaha memperoleh
dana lagi ( baik dari pencetakan uang baru, kredit bank, atau kenaikan gaji). Tentunya
tidak semua golongan tersebut berhasil memperoleh tambahan dana yang diinginkan.
Golongan yang berhasil memperoleh tambahan dana lebih besar bisa memperoleh bagian
dari output yang lebih banyak. Mereka yang tidak bisa memperoleh tambahan dana
akan memperoleh bagian output yang lebih sedikit. Golongan yang kalah dalam
Nuhfil Hanani 5
perebutan ini adalah golongan yang berpenghasilan tetap atau yang penghasilannya
tidak naik secepat kenaikan laju inflasi ( pensiunan, PNS, petani, karyawan perusahaan
yang tidak mempunyai serikat buruh). Inflasi akan terus berlangsung selama jumlah
permintaan efektif masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat.
Inflasi akan berhenti jika permintaan efektif total tidak melebihi jumlah output yang
tersedia.
Proses timbulnya inflationary gap, dapat dijelaskan melalui Gb. 5.3 berikut. Disini
diasumsikan bahwa semua golongan masyarakat bisa memperoleh dana , pada tingkat
harga-harga yang berlaku, untuk membiayai rencana-rencana pembelian barang-barang.
Misal, pemerintah memperbesar pengeluaran dengan mencetak uang baru. Berarti terjadi
inflationary gap, dalam hal ini sebesar Q1Q2, yang ditandai bergesernya kurva
permintaan agregat dari Z1 ke Z2. Akibatnya harga naik dari P1 ke P2. Dengan kenaikan
harga ini, golongan masyarakat tersebut tidak dapat memenuhi permintaannya karena
jumlah barang-barang yang tersedia tidak dapat melebihi OQ1, sehingga yang terjadi
hanya realokasi barang-barang yang tersedia dari golongan-golongan lain dalam
masyarakat ke sektor pemerintah. Seandainya pada periode berikutnya, golongan
masyarakat lain bisa memperoleh dana untuk membiayai rencana-rencana pembeliannya
dengan harga yang baru, dan pemerintah juga tetap berbuat demikian maka inflationary
Harga S P4 P3 Z4 P2 Z3 P1
Z2 Z1 0 Q1 Q2 Output Gb. 5.3. Proses Terjadinya Inflationary Gap
Nuhfil Hanani 6
gap Q1Q2 akan tetap timbul. Harga akan naik dari P2 ke P3. Apabila golongan-golongan
masyarakat tetap berusaha memperoleh jumlah barang yang sama dan mereka berhasil
memperoleh dana untuk membiayai rencana-rencana pembelian tersebut pada tingkat
harga yang berlaku, maka inflationary gap akan tetap timbul pada periode-periode
selanjutnya. Dalam hal ini harga-harga akan terus naik. Inflasi akan berhenti hanya bila
salah satu golongan masyarakat tidak lagi ( atau tidak bisa lagi) memperoleh dana untuk
membiayai rencana-rencana pembelian barang-barang pada harga yang berlaku, sehingga
permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi jumlah barang-
barang yang tersedia.
Gambar 5.4 menunjukkan proses inflasi yang akhirnya berhenti karena inflationary gap
makin mengecil dan akhirnya hilang pada periode ke-5. pendapatan.
Harga menjadi stabil pada P5. Dalam kondisi demikian beberapa golongan masyarakat
menerima bagian output yang lebih kecil. Inflasi selalu diikuti dengan terjadinya
redistribusi
3) Teori Struturalis. Teori strukturalis adalah teori inflasi yang didasarkan atas pengalaman
di negara-negara Amerika Latin. Teori ini menekankan pada ketegaran (infleksibilitas)
dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan
dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian ( yang, menurut definisi faktor-faktor
ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang) , maka teori ini bisa
disebut teori inflasi “ jangka panjang”. Dengan kata lain yang dicari disini adalah :
Harga S P5 P4 P3 Z5 P2 Z4 Z3 P1 Z2 Z1
Output Gb. 5.4. Proses Inflasi Semakin Mengecil
Nuhfil Hanani 7
faktor-faktor jangka panjang manakah yang bisa mengakibatkan inflasi ( yang
berlangsung lama)? Menurut teori ini ada dua ketegaran dalam perekonomian negara-
negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu :
(1) Ketegaran yang pertama berupa “ ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai
ekspor yang tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain.
Kelambanan ini disebabkan oleh : (a) Harga di pasar dunia dari barang-barang ekspor
negara tersebut makin tidak menguntungkan ( dibanding dengan harga-harga barang
impor yang harus dibayar), atau sering disebut dengan istilah dasar penukaran (term of
trade) semakin memburuk. Dalam hal ini sering dianggap bahwa harga barang-barang
hasil alam, yang merupakan barang-barang ekspor dari negara-negara sedang
berkembang, dalam jangka panjang naik lebih lambat dari pada harga barang-barang
industri, yang merupakan barang-barang impor negara-negara sedang berkembang,
(b) Suplai atau produksi barang-barang ekspor tidak responsif terhadap kenaikan
harga ( tidak elastis). Kelambanan pertumbuhan ekspor berarti pula kelambanan
kemampuan untuk impor barang-barang yang dibutuhkan ( baik barang konsumsi
maupun investasi). Akibatnya negara yang bersangkutan mengambil kebijakan
pembangunan yang menekankan pada pengembangan produksi dalam negeri untuk
barang-barang yang sebelumnya diimpor ( import-substitution strategy) walaupun
harus sering dengan biaya produksi yang lebih tinggi dan kualitan yang lebih rendah.
Biaya yang lebih tinggi menyebabkan harga produk menjadi lebih tinggi. Dengan
demikian inflasi akan terjadi.
(2). Ketegaran kedua berkaitan dengan “ ketidakelastisan” dari suplai atau produksi bahan
makanan. Pertumbuhan bahan makanan tidak secepat pertumbuhan penduduk dan
penghasilan per kapita, sehingga harga bahan makanan di dalam negeri cenderung
naik melebihi kenaikan harga barang-barang lain. Akibat selanjutnya adalah
timbulnya tuntutan dari para karyawan di sektor industri untuk memperoleh kenaikan
gaji/upah. Kenaikan upah berarti kenaikan biaya produksi, yang berarti kenaikan
harga barang-barang produksi. Kenaikan barang-barang, mengakibatkan tuntutan
kenaikan upah lagi. Kenaikan upah akan diikuti oleh kenaikan harga produk. Dan
seterusnya. Proses ini akan berhenti dengan sendirinya apabila harga bahan makanan
tidak terus naik.
Dalam praktek, proses inflasi yang timbul karena dua ketegaran tersebut tidak berdiri
sendiri-sendiri. Kedua proses tersebut saling berkaitan dan bahkan saling memperkuat
satu sama lain.
Nuhfil Hanani 8
Disamping teori-teori tersebut, A.W. Phillips dari London School of Economics
berhasil menemukan hubungan yang erat antara tingkat pengangguran dan tingkat perubahan
upah nominal ( Soediyono, 1992 : 201 ; Samuelson dan Nordhaus, 1997 : 327). Penemuan
tersebut diperoleh dari hasil pengolahan data empirik perekonomian Inggris periode 1861-
1957 dan kemudian menghasilkan teori yang dikenal dengan Kurve Phillips. Cara
menurunkan kurva phillips ini dapat digambarkan secara singkat sebagai berikut ( Gb. 5.5).
Kurva WP adalah kurva Phillips yang merupakan garis regresi dari hubungan antara
persentase perubahan tingkat upah nominal dan tingkat pengangguran. Setiap titik dalam
gambar tersebut menunjukkan kombinasi nilai persentase perubahan tingkat upah nominal
dan persentase tingkat pengangguran pada tahun yang bersangkutan. Semua titik tersebut
membentuk diagram pencar. Dari diagram pencar ini ditarik garis regresi. Dari Gb. 5.5.
tersebut jelas bahwa antara persentase perubahan tingkat upah nominal dan persentase
pengangguran mempunyai hubungan yang negatif. Artinya, meningkatnya tingkat upah
nominal akan disertai oleh menurunnya tingkat pengangguran. Sebaliknya menurunnya
tingkat upah nominal akan disertai meningkatnya tingkat pengangguran. Kueva dalam Gb.
5.5. disebut kurva phillips dalam bentuk asli.
Persentase perubahan Tingkat upah nominal + W Tingkat pengangguran Dalam persen 0 - P
Gb. 5.5. Kurva Phillips dalam bentuk Asli dan Cara Menurunkannya
Nuhfil Hanani 9
Disamping yang asli ditemukan juga kurva phillips dalam bentuk yang sudah direvisi
(Gb. 5.6).
Sumbu vertikal Gb. 5.6. menunjukkan tingkat inflasi, bukan perubahan tingkat upah nominal.
Kurva ini ada hubungannya dengan yang asli, mengingat bahwa perubahan tingkat harga
tendensinya adalah setinggi tingkat kenaikan tingkat upah nominal dikurangi dengan tingkat
kenaikan produktivitas kerja.
Konsep-Konsep Penting dalam bab Ini
� Laju inflasi
� Hiperinflasi
� Demand Inflation
� Cost Inflation
� Inflationary Gap
� Ketegaran Struktural
� Import Substitution Strategy
� Kurve Phillips.
Persentase perubahan tingkat harga + H h1 h2
0 U1 U2 tingkat pengangguran dalam persen
- P Gb. 5.6. Kurva Phillips dalam bentuk direvisi
1. nuhfil Hananai
1
VI. TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI
6.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Secara singkat, pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses kenaikan
output per kapita dalam jangka panjang. Dalam pengertian itu terdapat tiga aspek yang
perlu digarisbawahi, yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Pertumbuhan
sebagai proses, berarti bahwa pertumbuhan ekonomi bukan gambaran perekonomian
pada suatu saat. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan output per kapita, berarti harus
memperhatikan dua hal, yaitu output total (GDP) dan jumlah penduduk, karena output per
kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Aspek jangka panjang,
mengandung arti bahwa kenaikan output per kapita harus dilihat dalam kurun waktu
yang cukup lama ( 10, 20, atau 50 tahun, bahkan bisa lebih lama lagi). Kenaikan output
per kapita dalam satu atau dua tahun kemudian diikuti penurunan bukan pertumbuhan
ekonomi.
Teori pertumbuhan ekonomi pada dasarnya adalah suatu “ceritera” logis mengenai
bagaimana proses pertumbuhan terjadi. Teori ini menjelaskan dua hal, yaitu (1)
mengenai faktor-faktor apa yang menentukan kenaikan output per kapita dalam jangka
panjang, dan (2) mengenai bagaimana faktor-faktor tersebut berinteraksi satu sama lain
sehingga terjadi proses pertumbuhan.
Satu hal yang perlu diingat bahwa dalam ilmu ekonomi tidak hanya terdapat satu
teori pertumbuhan, tetapi terdapat banyak teori pertumbuhan. Sampai sekarang tidak ada
suatu teori pertumbuhan yang bersifat menyeluruh dan lengkap dan merupakan satu-
satunya teori pertumbuhan yang baku. Para ahli ekonomi mempunyai pandangan yang
tidak selalu sama mengenai pertumbuhan ekonomi. Pandangan para ahli tersebut sering
dipengaruhi oleh keadaan atau peristiwa-pewristiwa yang terjadi pada zaman mereka
hidup dan oleh ideologi yang mereka anut.
Dalam bab ini hanya akan dibahas beberapa teori pertumbuhan, baik yang lama
( Klasik) maupun yang baru ( Modern).
(a) Teori-teori Klasik : Termasuk dalam teori Klasik adalah teori dari Adam Smith
(1723-1790), David Ricardo (1772- 1823), dan Arthur Lewis.
2. nuhfil Hananai
2
(b) Teori-teori Modern , mencakup empat sub-golongan, yaitu :
1). Teori Keynesian : meliputi teori pertumbuhan Harrod-Domar dan teori Kaldor.
2). Teori Neo-Klasik : diwakili oleh teori Robert Solow dan Trevor Swan.
3). Teori Pertumbuhan Optimum : meliputi teori “ Dalil Emas” ( Golden Rule) dan
teori “ Jalan raya” ( Turnpike).
4).Teori pertumbuhan dengan Uang : perkembangan teori Neo-Klasik dengan
tambahan uang sebagai alat tukar dan alat penyimpanan.
Dari teori-teori yang disebutkan diatas, hanya akan dibahas dua teori pertumbuhan saja,
yaitu teori Adam Smith dan teori Harrod-Domar.
6.2. Teori Pertumbuhan Adam smith
Untuk mewakili bahasan teori Klasik, dalam bab ini hanya dibahas teori dari
Smith. Menurut Smith terdapat dua aspek utama dari pertumbuhan ekonomi, yaitu :
a. pertumbuhan output (GDP) total, dan
b. pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan Output
Sistem produksi nasional suatu negara terdiri dari tiga unsur pokok, yaitu :
a. Sumberdaya alam ( = faktor produksi tanah)
b. Sumberdaya manusia ( = jumlah penduduk), dan
c. Stok kapital yang tersedia.
Sumberdaya alam merupakan faktor pembatas ( = batas atas) dari pertumbuhan
ekonomi. Selama sumberdaya alam belum sepenuhnya dimanfaatkan maka yang
memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi adalah sumberdaya manusia
( tenaga kerja) dan stok kapital. Namun, jika sumberdaya alam telah dimanfaatkan
sepenuhnya ( dieksploitir) atau dengan kata lain batas atas daya dukung sumberdaya alam
telah dicapai maka pertumbuhan ekonomi akan berhenti.
Sumberdaya manusia atau jumlah penduduk dianggap mempunyai peranan yang
pasif di dalam pertumbuhan output. Artinya, jumlah penduduk akan menyesuaikan diri
dengan kebutuhan tenaga kerja di suatu masyarakat. Misalnya, kebutuhan tenaga kerja
3. nuhfil Hananai
3
pada suatu saat mencapai 1 juta orang, tetapi pada saat itu hanya tersedia 900.000 orang,
maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat sampai mencapai 1 juta orang. Jadi,
berapapun tenaga kerja yang dibutuhkan akan dapat terpenuhi. Dengan demikian, faktor
tenaga kerja bukan kendala di dalam proses produksi nasional.
Faktor kapital merupakan faktor yang aktif dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu akumulasi kapital sangat berperanan dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Umtuk menjelaskan bagaimana peranan akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan,
Smith mengajukan sebuah teori yang sangat terkenal, yaitu mengenai spesialisasi dan
pembagian kerja. Stok kapital (K) mempunyai dua pengaruh terhadap tingkat output
total (Q), yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung.
K berpengaruh langsung terhadap Q karena pertambahan K ( yang diikuti
pertambahan tenaga kerja, L) akan meningkatkan Q. Secara matematis, dapat ditulis :
Q = f (K,L). Pengaruh tidak langsung dari K terhadap Q adalah berupa peningkatan
produktivitas per kapita melalui dimungkinkannya spesialisasi dan pembagian kerja
( specialization and devision of labor) yang lebih tinggi. Makin besar kapital (K) yang
digunakan, makin besar kemungkinan dilakukan spesialisasi dan pembagian kerja, dan
selanjutnya akan meningkatkan produktivitas per pekerja. Peningkatan produktivitas
tersebut bersumber dari tiga hal, (1) dengan spesialisasi akan meningkatkan ketrampilan
setiap pekerja dalam bidang pekerjaannya, (2) dengan sistem pembagian kerja akan
menghemat waktu dari waktu ketika pekerja beralih dari macam pekerjaan yang satu ke
pekerjaan yang lain, dan (3) ditemukannya mesin-mesin yang mempermudah dan
mempercepat pekerjaan.
Dari penjelasan di atas, dapat diartikan bahwa peningkatkan stok kapital (K)
secara terus menerus dengan menganggap tenaga kerja (L) selalu terpenuhi, juga akan
diikuti oleh peningkatan output total (Q) terus menerus sampai mencapai batas atas
sumberdaya alam. Di sini proses pertumbuhan ekonomi berhenti. Tahap di mana proses
pertumbuhan ekonomi telah berhenti disebut posisi stasioner ( stationary state). Pada
posisi ini, semua proses pertumbuhan berhenti: pertumbuhan kapital berhenti,
pertumbuhan penduduk berhenti, pertumbuhan output berhenti.
4. nuhfil Hananai
4
Pertumbuhan Penduduk
Menurut Smith, penduduk meningkat apabila tingkat upah yang berlaku lebih
tinggi daripada tingkat upah subsistensi, yaitu tingkat upah yang hanya dapat untuk
memenuhi kebutuhan sekedar untuk hidup ( upah pas-pasan). Jika tingkat upah lebih
tinggi daripada tingkat upah subsistensi maka banyak penduduk melaksanakan
perkawinan relatif muda sehingga jumlah kelahiran meningkat dan akhirnya jumlah
penduduk bertambah. Sekarang faktor apakah yang menentukan tingkat upah? Tingkat
upah ditentukan oleh jumlah permintaan tenaga kerja. Apabila permintaan tenaga kerja
lebih tinggi dari penawaran tenaga kerja (jumlah penduduk) maka tingkat upah akan
tinggi. Dan sebaliknya, jika permintaan tenaga kerja lebih rendah dari penawaran tenaga
kerja maka tingkat upah akan rendah.
6.3. Teori Pertumbuhan Harrod-Domar
Dalam bab ini untuk mewakili teori Modern hanya akan dibahas teori Harrod-
Domar. Kedua ekonom ini menekankan pentingnya peranan investasi (I). Mereka
berpendapat bahwa investasi (I) mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat (Z)
melalui proses multiplier, dan mempunyai pengaruh terhadap penawaran agregat (S)
melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Investasi (I) dapat diartikan sebagai
tambahan stok kapital (∆ K). Jadi I = ∆K.
Hubungan antara stok kapital (K) dan output total potensial (QP) dapat
dirumuskan sebagai :
QP = hK ……………………………………………………………………… (1)
Dimana h , menunjukkan berapa unit output yang dapat dihasilkan dari setiap unit
kapital. Koefisien ini disebut output-capital ratio, dan kebalikannya 1/h adalah capital-
output ratio. Hubungan antara K dan QP tersebut bersifat proporsional. Oleh karenanya,
K/QP = ∆K/∆QP = 1/h . ∆K/∆QP disebut incremental capital-output ratio (ICOR). Dari
hubungan ini, selanjutnya dapat dikatakan bahwa penambahan kapasitas tersebut akan
meningkatkan output potensial sebesar,
∆QP = h ∆K = h I …………………………………………………………… (2 )
5. nuhfil Hananai
5
Besar nilai h tergantung pada keadaan masing-masing negara, tetapi secara umum
berkisar antara 0,25-0,50. Misalnya, nilai h di suatu negara 0,5 maka ini berarti bahwa
investasi (I) Rp.2 juta diharapkan dapat menghasilkan output per tahun sebesar Rp.1 juta.
Peningkatan investasi ( I ) juga berpengaruh terhadap permintaan agregat (Z) melalui
proses multiplir. Berdasarkan teori multiplier, investasi (I) akan menimbulkan
permintaan agregat (Z) sebesar :
1 1 Z = -------- I = ------- I …………………………………………………. (3 ) 1 – c s Warranted Rate of Growth Syarat-syarat apakah yang harus dipenuhi agar perekonomian suatu negara selalu
menggunakan kapasitas pabrik-pabriknya secara penuh, di mana Z = QP? Jawabannya
adalah sebagai berikut. Dari persamaan (2 ) diketahui bahwa ∆QP = h I. Apabila syarat
Z = QP harus dipenuhi maka berarti ∆Z = h I. Jika persamaan ∆Z = h I dibagi dengan
persamaan (3 ) maka diperoleh :
∆Z/Z = s h = ∆QP/QP = gw ………………………………………………… (4 )
Syarat ini menyatakan bahwa apabila ingin agar stok kapital selalu digunakan
sepenuhnya, maka output potensial dan permintaan agregat harus tumbuh dengan laju
yang sama, yaitu sebesar s dikalikan h atau marginal propendity to save (MPS) dikalikan
output-capital ratio. Laju pertumbuhan yang menjamin keseimbangan antara output
potensial dan permintaan agregat ini ( atau keseimbangan di pasar barang), yaitu gw,
disebut warranted rate of growth.
Natural Rate of Growth
Output total potensial yang dibahas di atas hanya dikaitkan dengan stok kapital
saja. Sebenarnya, output tidak hanya dihasilkan oleh stok kapital saja, melainkan juga
oleh faktor-faktor yang lain, misalnya tenaga kerja. Dalam bahasan ini, output total
potensial (QP) akan dilihat dari sisi jumlah tenaga kerja yang tersedia. Dalam model
Harrod-Domar tingkat output potensial ( diberi simbol, Qn) dianggap mempunyai
6. nuhfil Hananai
6
hubungan proporsional sederhana dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia ( N ). Atau
dapat di tulis :
Qn = nN ……………………………………………………………………….. (5)
Di mana n adalah output-labor ratio. N disini adalah tenaga kerja yang dikaitkan dengan
produktivitas. Jadi, bukan jumlah orang semata tetapi termasuk keahliannya atau
kualitasnya. Oleh karena itu, di sini peranan kemajuan teknologi masuk dalam analisis.
Dengan demikian laju pertumbuhan tenaga kerja ( N ) dan juga laju pertumbuhan Qn
dapat ditulis sebagai :
gn = ∆N/N = ∆Qn/Qn = p + t, di mana p = laju pertumbuhan penduduk dan t =
laju pertumbuhan teknologi. Laju pertumbuhan Qn , yaitu gn, disebut natural rate of
growth. Natural rate of growth dapat diartikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi yang
disyaratkan oleh pasar tenaga kerja agar tidak ada tenaga kerja yang menganggur ( full
employment). Dengan kata lain dapat diartikan bahwa pada posisi natural rate of growth,
pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangan.
Dalam jangka panjang, keadaan yang paling ideal adalah apabila perekonomian
suatu negara tumbuh pada jalur warranted rate of growth dan sekaligus juga pada jalur
natural rate of growth. Pada posisi ini seluruh stok kapital dan juga seluruh tenaga kerja
dimanfaatkan secara penuh untuk proses produksi. Berarti, baik pasar barang maupun
pasar tenaga kerja dalam keadaan keseimbangannya. Posisi perekonomian demikian,
oleh Prof. Joan Robinson dari Universitas Cambridge disebut posisi “Zaman Keemasan”
atau “Golden Age”. Posisi Zaman Keemasan ini merupakan posisi keseimbangan jangka
panjang , atau posisi keseimbangan umum ( general equilibrium). Dalam teori
pertumbuhan, posisi keseimbangan jangka panjang ini disebut dengan istilah steady state
growth. Ciri dari steady state growth adalah semua variabel ( I,QP, Z,K,N,Qn) tumbuh
dengan laju yang sama, yaitu dengan laju gn = gw. Sedangkan ciri dari stationary state
( Klasik), gn = gw = 0. Ini berarti, semua variabel ( stok kapital, jumlah penduduk, dan
output potensial ) tidak mengalami pertumbuhan lagi.
7. nuhfil Hananai
7
Konsep-Konsep Penting Dalam bab Ini
� Pertumbuhan ekonomi
� Teori Pertumbuhan Ekonomi
� Batas Atas Pertumbuhan
� Akumulasi kapital
� Spesialisasi dan Pembagian Kerja
� Posisi Stationary state
� Tingkat upah subsistensi
� Permintaan Tenaga Kerja
� Output potensial dari segi stok kapital
� Output potensial dari segi tenaga kerja
� Output-capital ratio
� Warranted rate of growth
� Output-labor ratio
� Natural rate of growth
� Zaman keemaman dan steady state growth
8. nuhfil Hananai
8
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, Gardner. 1982. Teori ekonomi Makro. Terjemahan Paul Sitohang, UI-Press,
Jakarta. Boediono. 1994. Ekonomi Makro. Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, Edisi
ke-4, BPFE, Yogyakarta. Boediono. 1982. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Seri Sinopsisi Pengantar Ilmu Ekonomi
No.4, BPFE, Yogyakarta. Crouch, Robert L. 1972. Macroeconomics. Harcourt Brace Jovanovich, Inc , USA. Glahe, Fred R. 1977. MACROECONOMICS THEORY AND POLICY. Edisi II,
Harcourt Brace Jovanovich, Inc. , New-York – Chicago – San Fransisco – Atlanta McKenna, Joseph P. 1977. AGGREGATE ECONOMIC ANALYSIS. Edisi IV, The
Dryden Press, Hinsdale, Illinois. Lipsey,R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis, P.O. Steiner. 1995. Pengantar Makroekonomi.
Alih Bahasa: Wasana, Kirbrandoko, Budijanto, Edisi ke-10, Jilid I, Binarupa Aksara, Jakarta.
Reksoprayitno, Soediyono. 1992. Ekonomi Makro : Analisa IS-LM dan Permintaan-
Penawaran Agregatif. Edisi ke-3, Cetakan ke-4, Liberty, Yogyakarta. Rosyidi, Suherman. 2000. PENGANTAR TEORI EKONOMI : Pendekatan kepada
Teori Ekonomi Mikro dan Makro. Cetakan ke-4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Samuelson, P.A. dan W.D. Nordhaus. 1997. Makro Ekonomi. Edisi ke –14, Cetakan ke-4, Alih bahasa: Munandar, Saragih, dan Tambunan, PT. Gelora Aksara Pratama.