Download - Majalah NUN Q. A52-1
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
1/72
1
santren menjadi kurang begitu terasa
dalam denyut akademik intelektual In-
donesia. Suatu institusi yang kental di
dalamnya dengan tradisi baca, tradisi
menulis, tradisi sastra, tradisi berde-
bat, dan tradisi menghaluskan budi le-
wat lantunan musik-musik tradisional.
Kesadaran ini yang ingin kita ban-
gun. Omong punya omong, banyak
masukan dari teman-teman yang pedu-
li dengan dunia intelektual pesantren.
Mengapa banyak hal tentang karya
pesantren yang terlupakan. Fenomena
tentang khasanah intelektual pesant-
ren secara global maupun lokal dalam
khasanahnya telah banyak
diperbincangkan, tapi
masih banyak celah-celah
kosong yang tidak tergali
dan terlupakan.
Iktiar ini bertujuan un-
tuk memancing segala potensi
Intelektual yang sebelumnya tertidur
menjadi bergairah. Diharapkan akan
muncul lagi penulis-penulis berbakat,
sastrawan, seniman, budayawan dari
pesantren, khususnya.
Berdasarkan itulah kita ingin
mengajak berdialaog dan mengajak
berinteraksi secara kongkret dalam
pengembangan dunia tulis-menulis
di pesantren. Sebagai tema pembuka
dalam edisi perdana majalah nun_Q,
yaitu Membangkitkan Kembali Tradisi
Intelektualsme Pesantren.Redaksi..
Wassalam.
Assalamu’alaikum Warahmatulahi
Wabarakatuh
Pasti ada pertanyaan besar bagi
siapapun yang membaca nama
nun_Q, sebuah majalah pesantren. Apa
maksud dan tujuan majalah nun_Q
sebagai sebuah majalah pesantren?
Mengapa yang diangkat pesantren?
Pertanyaan itu terus diberondongkan
bak mitraliur yang tidak pernah ber-
henti ditembakkan. Dan masih meng-
hantam kita menjelang hari H terbitan
edisi perdana nun_Q.
Hasrat yang berangkat dari kepri-
hatinan. Mengapa satu institu-
si pendidikan tertua yang
mengakar dari khasa-
nah pendidikan Arab yang
berkembang di Indonesia
sebagai salah satu tempat
pendidikan anak bangsa ‘ter-
lantarkan’ dan kurang mampu
menghasilkan ‘penulis’ dan karya-kay-
anya.
Kita sadari bahwa peran pesant-
ren sebagai salah satu bagian penting
dari khasanah intelektual anak bangsa yang tidak mungkin dipisahkan ke-
beradaannya. Namun keberadaanya
terpinggirkan, kurang subur, nyaris
mati. Ini yang menyebabkan sumban-
gan yang diberikan dunia intelektual
pesantren terhadap khasanah intelek-
tual di Indonesia menjadi kurang op-
timal, kontribusi estetik, tematik dan
etik yang merupakan potensi khas pe-
salam
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
2/72
2 daftar isi
FADOIL
- Santri Hidup, Santri Menulis
KITABAH
- Semarak Apel Tahunan ke 17
Pondok Pesantren Al-Azhaar
dengan tema “MEMBANGUN
GENERASI QUR’ANI DI ERA
TEKNOLOGI”
- Santri Baris, Ngaji Oke,Nasionalisme Yes.
- Sebuah Ikhtiar: INDAHNYA
MEWUJUDKAN ANAK
SHALEH.
TARBIYAH
- Konsep Pendidikan dalam Al-
Qur’an- Pendidikan Pesantren
adalah Menyiapkan Generasi
Mendidik Diri Sendiri Seumur
Hidup
IBRAH
- Tokoh Intelektual Pesantren
K.H HASYIM ASY’ARI
Pelindung: KH. Mansoeri Adam, SE., M.Pd.I., Penasehat: Zuhri,
S.Sos.I., M.Pd.I Pemimpin Umum: Adib Belaria Abadi Wakil Pemimpin
Umum: Supriyadi, S.E.I., Pemimpin Redaksi: Adib Belaria Abadi
Redaktur: Maya Mashita Rahmi layuot/Cover: Budi Setyawan,
Kurniawan, Kamil Bahtimi Alamat Redaksi: Jl. Pelita No. 364 RT 07
Kelurahan Pelita Jaya Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan 31614Telp. (0733) 322559 email: [email protected]
MAKALAH
- Membangkitkan Kembali
TRADISI INTELEKTUAL
PESANTREN
RISALAH
- Cara Belajar yang baik dan
menghilangkan malas.
- Panduan Menulis Puisi
SASTRA
Cerpen:
- “teddy bear”
- IZINKAN AKU BERTAUBAT
PUISI
HUMOR: Nasehat ABU NAWAS
kepada RAJA
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
3/72
3fadoil
S H, S M
Santri sekarang harus menya-dari bahwa kitab kuning yangmereka baca sekarang adalah karya
santri-santri terdahulu. Mereka
tetap hidup hingga saat ini dengan
tulisan. Pertanyaannya, apakah
santri masa depan akan memba-
ca karya santri masa ini? Apakahsantri masa ini akan hidup hingga
masa-masa yang akan datang?
Santri Hidup, Santri Menulis..!!!
Sudah berabad-abad lamanya
dari “perut” pondok pesantren la-
hir tokoh-tokoh penting yang me-
mainkan peranan peting dalam
khazanah intelektualisme Islam.Tapi sampai kini, masih sangat
sedikit perhatian yang dicurahkan
generasi sekarang untuk mengupas
tuntas perihal kontribusi mereka di
dalam pengembangan pemikiran
Islam. Jadinya, diskursus tentang
intelektualisme pesantren ibarat
garapan yang terlantar.
Ciri khas yang paling meny-olok dalam tradisi intelektual pe-
santren adalah jaringan, silsilah,
sanad, ataupun geneologi yang be-
sifat musalsal (berkesinambungan)
untuk menentukan tingkat eso-
terisitas dan kualitas keulamaan se-
orang intelektual. Hal ini pula yang
membedakan tradisi intelektualpesantren dengan-misalnya-tradisi
intelektual di lingkungan kampus,
dan bahkan lembaga-lembaga
pendidikan Islam lainnya. Tradisi
Intelektual pesantren seperti ini
boleh dibilang melampaui lineari-
tas eksotologis pengetahuan Islam,
yang biasa disebut ‘ilm jally dalamperspektif Ibn Qayyim Al-Jauzy.
Satu kata bernama tulisan
akan mendukung berkembang-
nya sebuah inovasi. Sebuah teori
pernah mengungkapkan bahwa
salah satu cara yang jitu untuk me-
nampakkan eksistensi diri adalah
tulisan. Dengan tulisan, manusiamampu berkomunikasi dan me-
nyampaikan berbagai informasi.
Terlebih seiring dengan berkem-
bangnya inovasi, kebutuhan akan
dunia tulis menulis pun semakin
meningkat. Inovasi tersebut tidak
akan diterapkan bahkan dikenal
jika tidak ada difusi dan pemub-likasiannya.
3
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
4/72
November 2013 NUN_Q4
Sehingga kini dunia ini tidak
hanya milik mereka yang berpro-
fesi sebagai pemburu berita, atau
pun mereka yang bekerja di me-
dia. Siapa pun dituntut untuk bisa
berkecimpung di dalamnya, tanpa
memandang usia, latar belakang
pendidikan, agama, maupun bu-
daya. Bahkan, dewasa ini jurnal-
isme sudah mulai digandrungi oleh
remaja, terutama santri.
Kemampuan di bidang jurnal-
istik kiranya adalah suatu potensi
yang harus senantiasa menjadi
perhatian dalam proses pendidi-
kan di pesantren. Budaya bertutur
dalam bahasa lisan maupun tulisan
merupakan budaya turun menu-
run yang tidak bisa dipisahkan dari
sejarah perkembangan pe-
santren. Banyak penulis dan
praktisi sastra yang muncul
dari dunia pesantren, seperti
Cak Nun, Emha Ainun Najib,
Gus Dur, Jamaldi Rahman,
dan penulis-penulis terbaik
lainnya. Bahkan penulis leg-
endaris W.S. Rendra pun
sangat akrab dengan dunia pesant-
ren. Selain itu, dari segi keilmuan
pun pada dasarnya santri memiliki
keilmuan yang lebih dibandingkan
dengan yang lain.
Adanya integrasi ilmu agama
dan ilmu umum menjadi nilai
lebih bagi pesantren. Sehingga
meningkatnya keintelektualan
santri akan dibarengi pula dengan
meningkatnya akhlak dan moral-
nya. Permasalahannya mengerti
tidakkah masyarakat akan hal itu?
Pada kenyataannya masyarakat
masih menganggap bahwa pesant-
ren akan mencetak orang-orang
yang kolot, kuper dan tidak memi-
liki keilmuan yang berarti.
Maka, di sinilah pentingnyasebuah tulisan. Tulisan akan men-
jadi bukti keeksistensian diri dan
keberadaan pesantren. Pesantren
menjadi dikenal pada kalangan
masyarakat sebagai pusat pengem-
bangan keilmuan. Sebuah perkem-
bangan yang baik, belakangan ini
dunia jurnalistik mulai banyak di-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
5/72
November 2013 NUN_Q 5
minati orang-orang dari kalangan
pesantren sebagai salah satu profe-
si yang dapat memberikan manfaat
bagi dirinya dan orang lain.
Pesantren telah melahirkan
banyak praktisi sastra dan jurnalis.
Diantaranya, Pondok Pesantren
Al-Amien di Sumenep Madura,
Pondok Modern Gontor Ponorogo,
Pondok Pesantren Darul Ulum
Jombang, PPMI Assalaam Surakar-
ta, dan beberapa pesantren lainnya.
Ke depannya, berharap pesantren
yang lainpun akan ikut menyusul.
Yakinlah!! pesantren tidak akan
kekurangan stok penulis. Karena
seperti yang kita tahu setiap kali
dan setiap waktu kehidupan santri
hanya diisi dengan ibadah, menulis
dan belajar.
Apalagi umumnya pesantren
menyediakan tempat khusus bagi
santri untuk mengenal jurnalis-
tik lebih dalam, misalnya dengan
wadah majalah, buletin, mading
dan lain-lain. Majalah merupakan
media jurnalistik yang paling ban-
yak keberadaannya di kalangan
masyarakat.
Majalah sebagai terbitan berka-
la yg isinya meliputi berbagai lipu-
tan jurnalistik dan pandangan ter-
tentu mengenai topik aktual yang
patut diketahui pembaca memiliki
pengkhususan dalam penggolon-
gannya berdasarkan isi, dibedakan
atas majalah berita, wanita, remaja,
olahraga, sastra, ilmu pengetahuan
tertentu. Begitu pula pengadaan
majalah SANTRI sebagai wadah
para Santri Berprestasi yang ingin
berkecimpung dalam bidang jur-
nalistik dan penerbitan diharapkan
dapat memberi manfaat yang mak-
simal.
Dapat mengembangkan in-
telektualitas ilmu dan teknologi,
menyajikan informasi aktual yang
berbobot dan orisinil tentang dun-
ia keilmuan, pesantren, kemaha-
siswaan dan kemasyarakatan.
Selain itu, dapat menjadi media
penyaluran aspirasi dan pemikiran
mahasantri serta mewujudkanbudaya tulis dan baca di kalan-
gan mahasantri. Yang terpenting
adalah dapat mengenalkan pada
masyarakat bahwa santri itu ada
dan dapat menjadi motivasi bagi
lainnya untuk mengembangkan
keilmuannya serta sebagai sarana
memperkenalkan dunia pesantren
melalui tulisan. Sehingga pesant-
ren sebagai pusat pengembangan
keilmuan dapat terealisasi, dian-
taranya dengan lahirnya penulis-
penulis dan praktisi sastra yang se-
lanjutnya dapat memberi gamba-
ran historis dalam pengembangan
pesantren. REDAKSI.
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
6/72
6
Suasana hikmat begitu terasa saat Apel yang diiku oleh Seluruh Santri dan Ustadz Ustadzah
Pondok Pesantren Al-Azhaar Lubuklinggau.
Pada usianya yang ke-17, PondokPesantren (selanjutnya akandisebut:PP) Al-Azhaar melaksana-kan serangkain kegiatan yang ber-
tujuan mengenang kembali sejarah
sebagai bagian penting dari sebuah
perkembangan lembaga pendidi-
kan Islam.
PP Al-Azhaar telah mengalami
berbagai macam peristiwa yang
sangat perlu dikenang oleh semua
civitas akademika untuk mem-
bangkitkan kembali semangat
yang telah melahirkan sebuah lem-baga pendidikan Islam dirintis oleh
beliau Al-Mukarom KH. Mansoeri
Adam M,Pd.I,
Yayasan Darul Ishlah berdiri
pada juli 1996, kemudian pada 16
september 1997 berubah nama
menjadi Ponpes Al-Azhaar yang
diresmiakan oleh Drs. H. Radjab
SEMARAK APEL TAHUNAN KE-17
PONDOK PESANTREN AL-AZHAAR DENGAN TEMA
“MEMBANGUN GENERASI QUR’ANI
DI ERA TEKNOLOGI”
kitabah
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
7/72
November 2013 NUN_Q 7
Semendawai, SH., selaku Bu-
pati Musi Rawas pada saat itu,
Yayasan ini dibawah naungan
Yayasan Permata Nusantara.
Kemudian setelah dibukan-
nya Ponpes Darul Ishlah, tidak
perlu waktu lama untuk ber-
adaptasi dengan lingkungan
pendidikan, pada tahun 1996
berdirilah MTs Darul Ishlah, ke-
mudian pada tahun 1997 Berdiri
MA Darul Ishlah, tahun 1999 MI
Darul Ishlah, selanjutnya pada
tahun 2006 Bediri SMP IT Al-
Azhaar, 2007 Taman Kanak-Ka-
nak Al-Azhaar, kemudian pada
tahun 2008 berdirilah STAI Al-
Azhaar.
Pelepasan Balon Udara sebagai simbol dan hara-
pan mengangkasanya PP Al-Azhaar di kancahDunia pendidikan Islam Modern.
Doa penutup yang dipimpin oleh Ust. Zuhri, M.Pd.I
Dan alumni dari Ponpes pun
tidak sedikit yang meneruskan
perjuangan di bidang pendidi-
kan keislaman hingga mereka-
pun tersebar di berbagai lembaga
pendidikan baik Lokal maupun
Internasional.
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
8/72
8
Untuk memperingati HUT RIke-68 Pemkot Lubuklinggaumengadakan berbagai macam keg-iatan yang melibatkan peran serta
pelajar untuk memeriahkanya.
Salah satunya adalah kegiatan gerak
jalan yang diikuti santriwan dan
santriwati Ponpes Al-Azhaar, baik
kelas 1, 2 dan 3 (setingkat SMP) atau
kelas 4, 5 dan 6 (setingkat SMA).
Acara yang dilaksanakan pada hariselasa 27 Agustus itu direspon an-
tusias oleh para santri, baik putra
maupun putri, itu bisa dilihat dari
keseriusan mereka dalam mengiku-
ti gerak jalan seperti terlihat dalam
foto diatas.
Kegiatan ini diikuti oleh hampir
semua sekolah yang berkedudukan
di Wilayah Pemkot Lubuklinggau
ini berlangsung cukup meriah. Rasa
Nasionalisme yang dirasa semakinmenipis, dengan adanya acara ini
seolah semua itu terbantahkan, se-
tiap peserta berlomba-lomba untuk
menampilkan yang terbaik dalam
baris-berbaris. Disamping itu untuk
mengusir lelah, mereka menyanyi-
kan lagu-lagu perjuangan dengan
semangat sambil bertepuk tangan.
Paradigma masyarakat yang
selama ini meng-identikan Pesant-
ren dengan kegiatan keagamaan
saja yang kurang dalam mengi-
kuti perkembangan zaman tidak
berlaku lagi sekarang!, kata ustad
Awalludin sebagai pembimbing
sekaligus pelatih baris-berbaris
Santri Baris,
Ngaji Oke,
NASIONALISME YES
kitabah
Wajah memberi harapan akan in-dahnya sebuah proses pendidikan.
Gagahnya Para santri Pondok Pe-
santren Al-Azhaar dalam mengiku
kegiatan gerak jalan.
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
9/72
November 2013 NUN_Q 9
santri yang sempat kami wawanca-
rai, pernyataan ini bukanlah isapan
jempol belaka, ini terbukti dengan
tumbuh kembangnya Ponpes Al-
Azhaar dalam setiap geraknya un-
tuk terus mau berbenah dari berba-
gai lini pengembangan pendidikan
yang ada di dalamnya, termasuk da-
lam strategi pembelajarannya yang
menggunakan sistem SKS sebagai
sitem yang diterapkan di tingkatan
SMP dan SMA.
Dengan diikutinya acara ini
diharapkan para santri, khusunya
santri Ponpes Al-Azhaar dapat me-
mahami arti Nasionalisme dan Cin-
ta Tanah Air disamping mendalami
ilmu-ilmu Agama dan keterampilan
sebagai bekal mereka kelak dimasa
mendatang. Karena bagaimanapun
dunia berubah, pesantren Al-Azhaar
akan tetap menjunjung tinggi nilai-
nilai Moral dan Nasionalisme yang
terkandung dalam nilai-nilai ke-
Islam-an yang termuat dalam isi
kandungan Al-Quran dan Al-Hadits
yang (mau diakui atau tidak) sudah
mulai luntur bahkan dikalangan
pesantren itu sendiri.
Semoga di HUT Kemerdekaan
yang kesekian kali kita peringati
bukan hanya menjadi kegiatan ser-
emonial belaka yang miskin makna,
akibat dari degradasi moral yang
melanda pada diri anak bangsa
yang diakibatkan dari hibridasi bu-
daya yang tanpa mengenal waktu
dan tanpa seleksi : yang dimakan
mentah-mentah oleh mereka yang
sedang belajar melalui berbagai
media, TV, Koran, Majalah, Inter-
net dan fasilitas modern lainnya.
Semangat kemerdekaan Negara
patut kita tiru dalam kehidupan,
setidaknya kita semua tahu bangsa
ini belum merdeka dari korupsi
dan belum merdeka dari kemiski-
nan. Setidaknya Al-Azhaar berusa-
ha memberikan sumbangsih pada
bangsa ini dengan memberikan
semangat pendidikan yang manu-
siawi dan memanusiakan manusia
dengan menitik beratkan pendidi-
kan ahlak sebagai sumber keilmuan
yang harus dikuasai dan dipadukan
dengan berbagai macam profesi dankeahlian setiap orang. Wallauhu
a’lam bish showab. (adib)
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
10/72
10
Nilai-nilai paling baik diajarkandalam keluarga. Karena orangtua adalah guru yang utama (Linda
dan Ricgard Eyre: 1993). Oleh kar-
ena itu, lingkungan keluarga adalah
tempat dimana pertama kali pena-
naman nilai-nilai kesalehan (ahlak)
pada seorang anak. Demikian pula
yang diajarkan nabi penyeru Islam;
rahasia keagungan-Nya terletak
pada ahlaknya yang mulia.
Setiap orang tua pasti meng-
harapkan anaknya menjadi anak
yang shaleh. Karena bagi orang Is-
lam memiliki anak shaleh adalah
rahmat. Sedangkan Islam sendiri
membawa mandat pada setiap pe-
meluknya agar menjadi individu
yang rahmatan lil ‘alamin, bukan
hanya sekedar rahmatan lil muslim-
in, sama halnya dengan eksistensi
diturunkanya Islam di muka bumi.
Walaupun setiap anak akan
tumbuh dengan mengembangkan
keshalehan yang berbeda disesuai-
kan dengan konteks zaman dan
lingkungan dimana dia akan men-
etap kelak, tetapi paling tidak mer-
eka akan melangkah dengan sadar,
menggunakan nilai-nilai kesalehan
yang ditanamkan orang tuanya se-
bagai pembanding dan titik tolak
untuk tinggal landas.
Karena shaleh menyangkut ahl-
ak seseorang atau amal perbuatan
keseharian seorang muslim yang
disebut dalam etika Islam sebagai
sumber moral tentang suatu penge-
tahuan dan tindakan yang “baik dan
benar” berdasarkan ajaran Allah
(Al-Qur’an) dan Rasul-Nya (Sunah)
(Widyastini, 1991: 22).
Dengan proses pendidikan yang
”benar” sesuai perspektif Islam yang
berkeadilan (tekstual dan kontek-
stual) diharapkan setiap individu
muslim mampu melaksanakan tu-gasnya dIbumi. Dengan menggu-
nakan akal pikiran dan bertingkah
laku shaleh untuk perkembangan
dan perbaikan dalam kehidupan se-
bagai bekal hidupnya di dunia dan
alam akhirat.
Sebagai agama yang rahmatan
kitabah
Sebuah Ikhtiar: INDAHNYA MEWUJUDKAN
A N A K S H A L E H
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
11/72
November 2013 NUN_Q 11
lil ‘alamin, misi Islam adalah mem-
bebaskan manusia dari segala ben-
tuk diskriminasi, penindasan, atau
penghambaan manusia selain pada
Allah SWT. Oleh karenanya, penu-
lis berpendapat bahwa upaya untuk
mewujudkan anak yang shaleh hen-
daklah dilakukan tidak dengan cara
memposisikan pihak tertentu se-
bagai yang dominan dan yang lain-
nya dalam posisi sub ordinasi. Akan
tetapi semua pihak haruslah dipo-
sisikan sebagai subyek yang harus
memiliki kesadaran yang jernih
tentang kondisi sosial yang ada.
Banyak orang tua cemas atau
khawatir dalam memikirkan masa
depan anaknya. Ada kalanya keha-
watiran itu kecil, tidak berarti dan
kemudian hilang dengan sendirin-
ya; namun adakalanya kehawatiran
itu lebih serius sifatnya. Mungkin
terasa melegakan bila orang tua ini
mengetahui bahwa anak-anak lain
pun mengalami masalah yang sama
seperti anaknya, dan bahwa orang
tua lain pun mengalami kehawati-
ran yang sama.
Tapi kadang karena besarnya
kehawatiran tersebut, dimasa seka-
rang ini banyak orang tua yang tan-
pa disadari ketika mereka menga-
rahkan dengan cara yang mereka
inginkan malah medorong gaya
hidup yang justru “menghambat”
proses belajar dengan berlaku tidak
adil pada sang anak. Padahal setiap
anak mempunyai “gaya hidup” dan
“gaya belajar” sendiri, yang menen-
tukan sikap sang anak terhadap
lingkungannya. Hal itu terbukti
dari banyaknya berita baik di televi-
si maupun media masa lainnya ten-
tang kejadian-kejadian yang meng-
indikasikan kegagalan dalam pen-
didikan dirumah semisal tawuran
pelajar, narkoba samapai pada seks
bebas yang sudah sampai pada titik
sangat menghawatirkan.
Hal tersebut harus segera dice-
gah! Bagaimana caranya? Salah sa-
tunya dengan menanamkan nilai-
nilai keshalehan sejak dini, ataupun
merekonstruksi dengan cara arif
dan bijak segala macam bentuk
teori dan praktek mendidik di da-
lam lingkungan rumah tangga yang
dianggap belum mampu mengh-
adapi kemajuan zaman yang me-
lesat mendahului dari apa yang kita
rencanakan dan kirkan.
Melatih anak-anak menjadi
anak shaleh adalah suatu hal yang
sangat penting, karena anak meru-
pakan amanat bagi orang tuanya.
Sementara itu, bagi keluarga Islam
dan khususnya para Ayah dan Ibu di
setiap harinya hampir disIbukkan
oleh pekerjaan-pekerjaan untuk
mencari naah yang memungkink-
an terjadinya stagnasi pendidikan
ke-shaleh-an, kemunduran atau
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
12/72
November 2013 NUN_Q12
bahkan terjadinya kegagalan dalam
mendidik anak shaleh.
Mengembangkan nilai kesale-
han semisal kejujuran, disiplin dan
kesetiaan merupakan “alat” terbaik
untuk melindungi mereka dari pen-
garuh teman dan godaan budaya
konsumerisme. Dengan nilai-nilai
yang mereka miliki yang terdenisi
secar jelas, anak akan berani mem-
buat keputusanya sendiri, bukan
hanya meniru teman-temannya
atau karena takut ketinggalan za-
man.
Oleh karena hal tersebut, se-
REDAKSI MAJALAH SANTRI
NUN-Q MENERIMA TULISAN
Diharapkan Ustadz/dzah/
Santiwan/wati, dapat memberikan
sumbangan berupa Artikel, Esai,
Cerpen, Wacana, Puisi Liris, atau
Karya Ilmiah dengan tema, “Santri
di Era Modern” dengan ketentuan
sebagai berikut:
Hasil karya sendiri (bukan1.
Plagiat)
Ditulis dengan format Times New2.
Roman 12 diketik 2 spasi
Minimal 3500 karakter (tiga3.
setengah halaman kuarto spasi
kiranya upaya orang tua dalam
mewujudkan anak shaleh perspek-
tif Islam ini dapat menjadi alterna--
tif solusi guna menjaga dan menga-
rahkan masadepan anak dalam
membentengi pribadi anak dan da-
lamrangka menjalankan amaliyah
sehari-harinya agar nantinya men--
jadi anak shaleh: menjadi manusia
yang mandiri, bertanggung jawab,
berkepribadian luhur, dan berguna
bagi masyarakat, nusa bangsa, neg-
ara, dan agama demi tercapainya
keluarga yang diridhoi Allah SAW.
REDAKSI
2 kecuali Puisi)
Diserahkan kepada redaksi4.
(Ustadzah Maya, Ustadz
Supriyadi, Ustadz Adib) atau
di ruang Perpustakkan dalam
bentuk soft copy
Sertakan daftar riwayat hidup,5.
identitas dan foto diri.
Dewan Redaksi menyadari
akan segala kekurangan dan
keterbatasan. Oleh karena itu saran
dan kritik yang bersifat membangun
selalu kami harapkan. Semoga
Ikhtiar ini selalu mendapatkan ridlo
Allah S.wt. dan bermanfaat. Amin
PENGUMUMAN
KEPADA: USTADZ / USTADZAH, SANTRIWAN / SANTRIWATI
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
13/72
13
A l-Qur’an merupakan rman Allah yang selanjutnya dijadi-kan pedoman hidup (way of life)
kaum muslim yang tidak ada lagi
keraguan di dalamnya. Di dalamnyaterkandung ajaran-ajaran pokok
(prinsip dasar) menyangkut segala
aspek kehidupan manusia yang se-
lanjutnya dapat dikembangkan se-
suai dengan nalar masing-masing
bangsa, kapanpun masanya dan
hadir secara fungsional memecah-
kan problem kemanusiaan. Salahsatu permasalahan yang tidak sepi
dari perbincangan umat adalah
masalah pendidikan.
KONSEP PENDIDIKANdalam Al-Qur’anOleh: AH. Mansur, SE., M.Pd.I*)
Dalam al-Qur’an sendiri telah
memberi isyarat bahwa permasala-
han pendidikan sangat penting,
jika al-Qur’an dikaji lebih menda-
lam maka kita akan menemukanbeberapa prinsip dasar pendidikan,
yang selanjutnya bisa kita jadikan
inspirasi untuk dikembangkan da-
lam rangka membangun pendidi-
____________
Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi
Agama Islam Al-Azhaar Lubuklinggau dan
kandidat Doktor Pendidikan Islam pada
Sekolah Pascasarjana Universitas IbnKhaldun Bogor.
Pendidikan Islam adalah;
proses transformasi dan
internalisasi ilmu pengeta-
huan dan nilai-nilai Islam
pada peserta didik melalui
pe-numbuhan dan pengem-
bangan potensi fitrahnya un-
tuk mencapai keseimbangan
dan kesempurnaan hidup
dalam segala aspeknya
tarbiyah
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
14/72
November 2013 NUN_Q14
kan yang bermutu. Ada beberapa
indikasi yang terdapat dalam al-
Qur’an yang berkaitan dengan pen-
didikan antara lain; Menghormati
akal manusia, bimbingan ilmiah,
trah manusia, penggunaan cerita
(kisah).
Analisis pengantar tulisan ini
mengupas tentang pengertian
pendidikan, istilah-istilah pendidi-
kan dalam al-Qur’an, hakikat dan
prinsip dasar, serta analisis prob-
lem di dunia pendidikan Islam
terutama di Indonesia, bagaimana
konsep ideal pendidikan Islam?
dan bagaimana realitas pendidikan
Islam di Indonesia? serta bagaima-
na mewujudkan pendidikan Islam
yang bermutu?
KONSEP PENDIDIKAN
dalam al-Qur’an
Istilah pendidikan bisa ditemu-
kan dalam al-Qur’an dengan istilah
‘at-Tarbiyah’, ‘at-Ta’lim’, dan ‘at-
Ta’dhib’ , tetapi lebih banyak kita
temukan dengan ungkapan kata
‘rabbi’, kata at-Tarbiyah adalah ben-
tuk masdar dari ’il madhi rabba ,
yang mempunyai pengertian yang
sama dengan kata ‘rabb’ yang be-
rarti nama Allah. Dalam al-Qur’an
tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’ ,
tetapi ada istilah yang senada den-
gan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani,
murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebai-
knya dalam hadis digunakan isti-
lah rabbani. Semua fonem tersebut
mempunyai konotasi makna yang
berbeda-beda.
Beberapa ahli tafsir berbeda
pendapat dalam mengartikan kata-
kata di atas. Sebagaimana dikutip
dari Ahmad Tafsir bahwa pendidi-
kan merupakan arti dari kata ‘Tar-
biyah’ kata tersebut berasal dari
tiga kata yaitu; rabba-yarbu yang
bertambah, tumbuh, dan ‘rabbi-
ya- yarbaa’ berarti menjadi besar,
serta ‘rabba-yarubbu’ yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga, memelihara.
Konferensi pendidikan Is-
lam yang pertama tahun 1977,
ternyata tidak berhasil meny-usun denisi pendidikan yang
dapat disepakati, hal ini dikarena-
kan; 1) banyaknya jenis kegiatan
yang dapat disebut sebagai keg-
iatan pendidikan, 2) luasnya as-
pek yang dikaji oleh pendidikan.
Para ahli memberikan denisi at-
Tarbiyah, bila diidentikan dengan
‘arrab’ sebagai berikut;
Pertama, Menurut al-Qurtubi,
bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemi-
lik, tuan, maha memperbaiki, yang
maha pengatur, yang maha men-
gubah, dan yang maha menunai-
kan.
Kedua, Menurut Louis al-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
15/72
November 2013 NUN_Q 15
Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemi-
lik, memperbaiki, perawatan, tam-
bah dan mengumpulkan.
Ketiga, Menurut Fahrur Razi,
ar-rabb merupakan fonem yang
seakar dengan al-Tarbiyah, yang
mempunyai arti at-Tanwiyah yang
berarti (pertumbuhan dan perkem-
bangan).
Keempat, al-Jauhari yang di-
kutip oleh al-Abrasy memberi artikata at-Tarbiyah dengan rabban
dan rabba dengan memberi ma-
kan, memelihara dan mengasuh.
Dari pandangan beberapa pa-
kar tafsir ini maka kata dasar ar-
rabb, yang mempunyai arti yang
luas antara lain; memilki, men-
guasai, mengatur, memelihara,memberi makan, menumbuhkan,
mengembangkan dan berarti pula
mendidik.
Apabila pendidikan Islam dii-
dentikkan dengan at-ta’lim, para
ahli memberikan pengertian seba-
gai berikut;
Pertama, Abdul Fattah Jalal,mendenisikan at-ta’lim sebagai
proses pemberian pengetahuan,
pemahaman, pengertian, tang-
gung jawab, dan penanaman ama-
nah, sehingga penyucian atau
pembersihan manusia dari segala
kotoran dan menjadikan diri ma-
nusia berada dalam kondisi yang
memungkinkan untuk menerima
al-hikmah serta mempelajari apa
yang bermanfaat baginya dan yang
tidak diketahuinya. At-ta’lim me-
nyangkut aspek pengetahuan dan
keterampilan yang dIbutuhkan
seseorang dalam hidup serta pedo-
man prilaku yang baik. At-ta’lim
merupakan proses yang terus
menerus diusahakan semenjak di-
lahirkan, sebab manusia dilahirkan
tidak mengetahui apa-apa, tetapi
dia dibekali dengan berbagai po-
tensi yang mempersiapkannya un-
tuk meraih dan memahami ilmu
pengetahuan serta memanfaatkan-
ya dalam kehidupan.
Kedua, Munurut Rasyid Ridho,
at-ta’lim adalah proses transmisi
berbagai ilmu pengetahuan pada
jiwa individu tanpa adanya batasan
dan ketentuan tertentu. Denisi
ini berpijak pada rman Allah al-
Baqarah: 31
(
Artinya : “Dan dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (ben-
da-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para
malaikat lalu berrman: “Sebut-
kanlah kepada-Ku nama benda-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
16/72
November 2013 NUN_Q16
benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!”
Rasyid Ridho memahami kata
‘allama’ Allah kepada Nabi Adam
as, sebagai proses tranmisi yang
dilakukan secara bertahap seba-
gaimana Adam menyaksikan dan
menganalisis asma-asma yang
diajarkan Allah kepadanya. Dari
penjelasan ini disimpulkan bahwa
pengertian at-ta’lim lebih luas atau
lebih umum sifatnya daripada is-
tilah at-tarbiyah yang khusus ber-
laku pada anak-anak. Hal ini kar-
ena at-ta’lim mencakup fase bayi,
anak-anak, remaja, dan orang dew-
asa, sedangkan at-tarbiyah, khusus
pendidikan dan pengajaran fase
bayi dan anak-anak.
Ketiga, Sayed Muhammad an
Naquid al-Atas, mengartikan at-
ta’lim disinonimkan dengan pen-
gajaran tanpa adanya pengenalan
secara mendasar, namun bila at-
ta’lim disinonimkan dengan at-
tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti
pengenalan tempat segala sesuatu
dalam sebuah sistem.
Menurutnya ada hal yang
membedakan antara at-tarbiyah
dengan at-ta’lim, yaitu ruang ling-
kup at-ta’lim lebih umum daripada
at-tarbiyah, karena at-tarbiyah
tidak mencakup segi pengetahuan
dan hanya mengacu pada kondisi
eksistensial dan juga at-tarbiyah
merupakan terjemahan dari baha-
sa latin education, yang keduanya
mengacu kepada segala sesuatu
yang bersifat sik-mental, tetapi
sumbernya bukan dari wahyu.
Keempat, Pengunaan at-ta’dib,
menurut Naquib al-Attas lebih co-
cok untuk digunakan dalam pen-
didikan Islam, konsep inilah yang
diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib be-
rarti pengenalan, pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanam-
kan kepada manusia tentang tem-
pat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu dalam tatanan penciptaan
sedimikian rupa, sehingga mem-
bimbing kearah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagun-
gan Tuhan dalam tatanan wujud
dan keberadaanya .
Kata ‘addaba’ yang juga berarti
.... bahwa tujuan pen-
didikan Islam adalah
membentuk manusia
yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang
tinggi, untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan
akherat, baik sebagai
makhluk individu mau-
pun sebagai anggota
masyarakat.
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
17/72
November 2013 NUN_Q 17
mendidik dan kata ‘ta’dib’ yang
berarti pendidikan adalah diambil
dari hadits Nabi “Tuhanku telah
mendidikku dan dengan demikian
menjadikan pendidikanku yang
terbaik”.
Kelima, Menurut Muhammad
Athiyah al-Abrasy, pengertian at-
ta’lim berbeda dengan pendapat
diatas, beliau mengatakan bahwa;
at-ta’lim lebih khusus dibanding-
kan dengan at-tarbiyah, karena
at-ta’lim hanya merupakan upaya
menyiapkan individu dengan men-
gacu pada aspek-aspek tertentu
saja, sedangkan at-tarbiyah men-
cakuip keseluruhan aspek-aspek
pendidikan.
Masih lagi pengertian pen-didikan Islam dari berbagai tokoh
pemikir Islam, tetapi cukuplah
pendapat diatas untuk mewakili
pemahaman kita tentang konsep
pendidikan Islam (al-Qur’an).
Konsep losos pendidikan Islam
adalah bersumber dari hablum min
Allah (hubungan dengan Allah) dan
hablum min al-nas (hubungan den-
gan sesama manusia) dan hablum
min al-alam (hubungan dengan
manusia dengan alam sekitar ) yang
selanjutnya berkembang ke berba-
gai teori yang ada seperti sekarang
ini. Inprirasi dasar yaitu berasal
dari al-Qur’an.
Setelah denisi dari beberapa
pakar pendidikan kita ketengahkan
mengenai ‘term’ pendidikan menu-
rut al-Qur`an, maka pertanyaan
kemudian apa tujuan pendidikan
Islam, Tujuan yang dimaksudkan
dalam tulisan ini adalah suatu yang
diharapakan tercapai setelah ses-
uatu kegiatan selesai atau tujuan
adalah cita, yakni suasana ideal itu
nampak yang ingin diwujudkan.
Dalam tujuan pendidikan, suasana
ideal itu tampak pada tujuan akhir
(ultimate aims of education)
Tujuan pendidikan adalah pe-
rubahan yang diharapkan pada
subjek didik setelah mengalamai
proses pendidikan, baik pada ting-
kah laku individu dan kehidupan
pribadinya maupun kehidupan
masyarakat dan alam sekitarnya
dimana individu hidup, selain se-
bagai arah atau petunjuk dalam
pelaksanaan pendidikan, juga ber-
fungsi sebagai pengontrol maupun
mengevaluasi keberhasilan proses
pendidikan.
Sebagai pendidikan yang nota
benenya Islam, maka tentunya da-
lam merumuskan tujuan harus se-
laras dengan syari’at Islam. Adapun
rumusan tujuan pendidikan Islam
yang disampaikan beberapa tokoh
adalah bisa diuraikan sebagai beri-
kut;
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
18/72
November 2013 NUN_Q18
Pertama, Ahmad D Marimba;
tujuan pendidikan Islam adalah;
identik dengan tujuan hidup orang
muslim. Tujuan hidup manusia mu-
nurut Islam adalah untuk menjadi
hamba Allah. Hal ini mengandung
implikasi kepercayaan dan peny-
erahan diri kepada-Nya.
Kedua, Dr. Ali Ashraf; ‘tujuan
akhir pendidikan Islam adalah
manusia yang menyerahkan diri
secara mutlak kepada Allah pada
tingkat individu, masyarakat dan
kemanusiaan pada umunya”
Ketiga, Muhammad Athiyah
al-Abrasy. “the st and highest goal
of Islamic is moral renment and
spiritual, training” (tujuan pertama
dan tertinggi dari pendidikan Islamadalah kehalusan budi pekerti dan
pendidikan jiwa)”
Keempat, Syahminan Zaini;
“Tujuan Pendidikan Islam adalah
membentuk manusia yang berjas-
mani kuat dan sehat dan trampil,
berotak cerdas dan berilmu ban-
yak, berhati tunduk kepada Allahserta mempunyai semangat kerja
yang hebat, disiplin yang tinggi
dan berpendirian teguh”.
Dari berbagai pendapat ten-
tang tujuan pendidikan Islam
diatas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah
membentuk manusia yang sehat
jasmani dan rohani serta moral
yang tinggi, untuk mencapai ke-
bahagiaan dunia dan akherat, baik
sebagai makhluk individu maupun
sebagai anggota masyarakat.
Setelah kita mengetahui apa
tujuan pendidikan menurut al-
Qur`an, sekarang kita akan men-
gupas mengenai apa hakekat pen-
didikan dalam al-Qur’an Hakekat
atau nilai merupakan esensi yang
melekat pada sesuatu yang sangat
berarti bagi kehidupan manusia.
Nilai bersifat praktis dan efektif
dalam jiwa dan tindakan manusia
dan melembaga secara objektif di
dalam masyrakat. Nilai ini meru-
pakan suatu realita yang sah seba-
gai suatu cita-cita yang benar dan
berlawanan dengan cita-cita palsu
yang bersifat khayal.
Dari beberapa pengertian dia-
tas bisa ditarik kesimpulan bahwa
pengertian pendidikan Islam ada-
lah; proses transformasi dan in-
ternalisasi ilmu pengetahuan dan
nilai-nilai Islam pada peserta didik
melalui penumbuhan dan pengem-
bangan potensi trahnya untuk
mencapai keseimbangan dan kes-
empurnaan hidup dalam segala as-
peknya. Sehingga dapat dijabarkan
pada enam pokok pikiran hakekat
pendidikan Islam yaitu;
Pertama, Proses tranformasi
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
19/72
November 2013 NUN_Q 19
dan internalisasi, yaitu upaya pen-
didikan Islam harus dilakukan se-
cara berangsur-angsur, berjenjang
dan Istiqomah, penanaman nilai
atau ilmu, pengarahan, pengajaran
dan pembimbingan kepada anak
didik dilakukan secara terencana,
sistematis dan terstuktur dengan
menggunakan pola, pendekatan
dan metode/sistem tertentu.
Kedua, Kecintaan kepada Ilmu
pengetahuan, yaitu upaya yang
diarahkan pada pemberian dan
pengahayatan, pengamalan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan
yang dimaksud adalah pengeta-
huan yang bercirikhas Islam, den-
gan disandarkan kepada peran dia
sebagai khalifah l ardhi dengan
pola hubungan dengan Allah (hab-
lum min Allah), sesama manusia
(hablum minannas) dan hubungan
dengan alam sekitas (hablum min
al-alam).
Ketiga, Nilai-nilai Islam, mak-
sudnya adalah nilai-nilai yang ter-
kandung dalam praktek pendidikan
harus mengandung nilai Insaniah
dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang
bersumber dari sifat-sifat Allah se-
banyak 99 yang tertuang dalam “al
Asmaul Husna” yakni nama-nama
yang indah yang sebenarnya kara-
kter idealitas manusia yang selan-
jutnya disebut trah, inilah yang
harus dikembangkan. b) Nilai yang
bersumber dari hukum-hukum Al-
lah, yang selanjutnya di dialogkan
pada nilai insaniah. Nilai ini mer-
upakan nilai yang terpancar dari
daya cipta, rasa dan karsa manusia
yang tumbuh sesuai dengan kebu-
tuhan manusia.
Keempat, Pada diri peserta
didik, maksudnya pendidikan ini
diberikan kepada peserta didik
yang mempunyai potensi-potensi
rohani. Potensi ini memmung-
kinkan manusia untuk dididik dan
selanjutnya juga bisa mendidik.
Kelima, Melalui pertumbuhan
dan pengembangan potensi trah-
nya, tugas pokok pendidikan Islam
adalah menumbuhkan, mengem-
bangkan, memelihara, dan men- jaga potensi manusia, sehingga
tercipta dan terbentuklah kualitas
generasi Islam yang cerdas, kreatif
dan produktif.
Keenam, Menciptakan kes-
eimbangan dan kesempurnaan
hidup, dengan kata lain ‘insan
kamil’ yaitu manusia yang mampumengoptimalkan potensinya dan
mampu menyeimbangkan kebutu-
han jasmani dan rohani, dunia dan
akherat. Proses pendidikan yang
telah dijalani menjadikan peserta
didik bahagia dan sejahtera, ber-
predikat khalifah l ardhi.
Prinsip diatas adalah pikiran
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
20/72
November 2013 NUN_Q20
idealitas pendidikan Islam teru-
tama di Indonesia, tetapi dalam
mewujudkan cita-cita tersebut
banyak sekali permasalahan yang
telah menghambat pencapaian
cita-cita tersebut malah terkadang
membelokkan tujuan utama dari
pendidikan Islam. Problem pen-
didikan Islam harus menjadi tang-
gung jawab bersama baik dari pen-
didik, pemerintah, orang tua didik
dan anak didik itu sendiri, jadi kes-
adaran dari semua pihak sangatlah
diharapkan.
Melengkapi uraian menge-
nai hakekat pendidikan dalam al-
Qur`an, kemudian akan dikupas
mengenai apa saja prinsip-prinsip
Pendidikan Islam. Kata ‘ prinsip’
adalah akar kata dari principia
yang diartikan sebagai permulaan,
yang dengan suatu cara tertentu
melahirkan hal-hal lain, yang ke-
beradaannya tergantung dari pem-
ula itu’ . jadi kalau berbicara men-
genai prinsip pendidikan Islam,
maka pelaksanaan pendidikan ini
telah digariskan oleh prinsip atau
konsep dalam ajaran Islam. Prin-
sip-prinsip tersebut adalah;
Pertama, Pendidikan Islam se-
bagai suatu proses pengembangan
diri, manusia adalah makhluk pae-
dagogik, yaitu makhluk Allah yang
dapat dididik dan dapat mendidik.
Potensi itu ada dengan adanya
pemberian Allah berupa akal-
pikiran, perasaan, nurani, yang
akan dijalani manusia baik sebagai
makhluk individu maupun seba-
gai makhluk yang bermasyarakat.
Potensi yang besar tidak akan bisa
kita manfaatkan jika kita tidak
berusaha untuk mengaktian,
mengembangkan dan melatihnya.
Hal itu membutuhkan sebuah
proses yang akan memakan waktu,
tenaga bahkan biaya, tetapi meng-
ingat potensi yang luar biasa yang
kita akan raih hal itu tidak ada
artinya apa-apa. Jadi pendidikan
adalah proses untuk mengemban-
gakan potensi diri.
Kedua, Pendidikan Islam; pen-
didikan yang bebas; Kebebasan
yang dimaksud adalah kebebasan
berkehendak dan berbuat yang
diberikan Allah kepada manusia,
kebebasan ini tentunya terikat
dengan hukum syara’. Kebebasan
disini berarti manusia bebas memi-
lih prosesnya masing-masing dari
prinsip ini seorang pendidik tidak
bisa memaksa anak didik untuk
menentukan pilihan yang harus
dijalani anak didik. Pendidik hanya
mengarahkan kemana potensi yang
dominan yang bisa dikembangkan
oleh peserta didik tersebut.
Ketiga, Pendidikan Islam
penuh dengan nilai insaniah dan
ilahiyah; Agama Islam adalah sum-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
21/72
November 2013 NUN_Q 21
ber akhlak, kedudukan akhlak san-
gatlah penting sebagai pelengkap
dalam menjalankan fungsi kema-
nusiaan di bumi. Pendidikan mer-
upakan proses pembinaan akhlak
pada jiwa. Meletakkan nilai-nilai
moral pada anak didik harus diuta-
makan. Nilai-nilai ketuhanan harus
dikedepankan, pendidikan Islam
haruslah memperhatikan pendidi-
kan akhlak atau nilai dalam setiap
pelajaran dari tingkat dasar sampai
tingkat tertinggi dan mengutama-
kan fadhilah dan sendi moral yang
sempurna .
Keempat, Prinsip Keseimban-
gan hidup; Dalam pendidikan Is-
lam prinsip keseimbangan meli-
puti;
1. Keseimbangan antara kehidu-
pan dunia dan akhirat
2. Keseimbangan antara kebutu-
han jasmanai dan rohani
3. Keseimbangan antara kepent-
ingan individu dan sosial
4. Keseimbangan antara ilmu
pengetahuan dan amal
Prinsip ini telah ditegaskan da-
lam al-Qur’an (Al-Qashas;77);
() Artinya : “Dan carilah pada apa yang Telah dianugerahkan Allah ke-
padamu (kebahagiaan) negeri akhi-
rat, dan janganlah kamu melupa-
kan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepa-
da orang lain) sebagaimana Allah
Telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi. Sesungguhnya Al-
lah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan”
Kelima, Prinsip persamaan;
Kesempatan belajar dalam Islam
sama antara laki-laki dan perem-
puan, oleh karena itu kewajibanuntuk menuntut ilmu juga sama.
Sistem pendidikan tidak mengenal
perbedaan dan tidak membeda-be-
dakan latar belakang orang itu jika
dia mau menuntut ilmu. Semua
punya potensi yang sama untuk di
didik dan punya kesempatan yang
sama untuk memproses diri dalampendidikan.
Keenam, Prinsip seumur hidup,
sepanjang masa; Pendidikan yang
dianjurkan tidak mengenal batas
waktu, tidak mengenal umur. Seu-
mur hidup manusia harusnya ter-
didik, mulai dari lahir sampai ke
liang lahat. Seluruh kehidupan kita
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
22/72
November 2013 NUN_Q22
digunakan sebagai proses pendidi-
kan, sebagai proses untuk menjadi
hamba yang baik, menjadi insan
kamil.
Ketujuh, Prinsip percaya pada
diri sendiri; Orang telah kehilan-
gan kepercayaan kepada diri send-
iri. Sebenarnya sudah mati sebe-
lum mereka hidup, sebab tidak
bisa melihat dunia dengan potensi
panca indranya sendiri. Manusia
adalah makhluk yang sempurna
dengan berbekal akal, perasaan
yang bisa dikembangkan. dengan
inilah harkat manusia lebih tinggi
di banding makhluk lainya. Atau
bahkan karena akalnya pun manu-
sia bisa unggul dari manusia satu
dengan manusia lainya.
Hal diatas merupakan kon-
sep pendidikan Islam yang ideal,
tetapi bagaimana realitas pendidi-
kan Islam sekarang? Problem pen-
didikan Nasional kita tidak bisa di
anggap pemasalahan yang ringan,
prestasi pendidikan kita jauh tert-
inggal dari bangsa-bangsa lain.
Ketertinggalan pembanguanan
pendidikan Indonesia tercermin
dalam Human Development index
Report (1999), yang menempatkan
Indonesia pada urutan ke-105 se-
Asia Tenggara, sungguh prestasi
yang tidak membanggakan. Prob-
lem pendidikan kita adalah prob-
lem sistemik pendidikan artinya;
permasalahan menyangkut kes-
eluruhan komponen pendidikan,
mulai dari pemerintah sebagai
pengambil kebijakan sistem pen-
didikan nasional, manajerial pe-
merintah, kompetensi guru/dos-
en, sarana-prasarana, kurikulum,
dukungan masyarakat dan lain
sebagainya. Oleh karena itu pen-
angannya juga harus melibatkan
berbagai pihak, dan sudah sehar-
usnya permasahan ini merupa-
kan tanggung jawab kita bersama.
Paradigma Pendidikan Islam dan
Pengembangannya
Bertolak dari asumsi bahwa
‘life is education and education
is life’ dalam arti pendidikan
merupakan persoalan hidup dan
kehidupan, dan seluruh proses
hidup dan kehidupan manusia
adalah proses pendidikan maka
pendidikan Islam pada dasarnya
hendak mengembangkan pan-
dangan hidup Islami, yang di-
harapakan tercermin dalam sikap
hidup dan keterampilan hidup
orang Islam. Namun pertanyaan
selanjutnya; apa saja aspek-aspek
kehidupan itu? Jawaban pertan-
yaan ini setidaknya muncul be-
berapa paradigma pengembangan
pendidikan Islam yaitu: pertama;
paradigma Formisme; kedua;
paradigma mekanisme dan ketiga
paradigma organism;
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
23/72
November 2013 NUN_Q 23
Pertama; paradigma Form-
isme; dalam paradigma ini aspek
kehidupan dipandang dengan san-
gat sederhana, dan kata kuncinya
adalah dikotomi atau district. Se-
gala sesuatu hanya dilihat dari dua
sisi yang berlawanan seperti; laki-
laki dan perempuan, STAIN/IAIN
dan Non STAIN/IAIN, madrasah
dan non Madrasah, pendidikan
keagamaan dan non keagamaan,
demikian seterusnya, pandangan
ini berlanjut pada cara meman-
dang aspek kehidupan dunia dan
akherat. Kehidupan jasmani dan
rohani sehingga pendidikan Islam
hanya dietakkan pada kehidupan
akherat saja atau kehidupan rohani
saja. Oleh kerena itu pengemban-
gannya (PAI) hanya berkisar padaaspek kehidupan ukhrawi yang
terpisah dengan kehidupan dun-
iawi, pendidikan (agama) Islam
hanya berkutat mengurusi perso-
alan ritual dan priritual, sementara
kehidupan sosial ekonomi politik,
ilmu pengetahuan, teknologi dan
lainya dianggap sebagai bidangduniawi yang menjadi bidang
garap pendidikan umum. Istilah
pendidikan agama dan pendidikan
umum sebenarnya muncul dari
paradigma formisme tersebut.
Kedua; paradigma mekan-
isme, paradigma ini memandang
kehidupan terdiri atas berbagai
aspek, dan pendidikan dipandang
sebagai penanaman dan pengem-
bangan seperangkat nilai kehidu-
pan, yang terdiri atas nilai agama,
nilai individu, nilai sosial, nila
politik, nilai ekonomi, nilai rasion-
al dan sebagainya.sebagai implik-
sinya, pengembangan pendidikan
Islam tersebut bergantung pada
kemauan, kemampuan, dan polit-
ical-will dari para pembinaya dan
sekalius pimpinan dari lembaga
tersebut. Terutama dalam mem-
bangun kerjasama dengan mata
pelajaran/kuliah lain. Hubungan
antara pendidikan agama dengan
beberapa metapelajaran dapat
bersifat horisontal lateral (Indip-
endent), lateral-sekuensial, atau
bahkan vertikal linear.
Ketiga paradigma organisme,
paradigma ini memandang bahwa
Islam adalah kesatuan atau seba-
gai sistem (yang terdiri atas ber-
bagai komponen) yang berusaha
mengembangkan pandangan/
semangat hidup (weltanschanau-
ung) Islam, yang dimanifestasikan
pada sikap hidup dan keterampi-
lan hidup yang Islami melalui up-
aya ini maka sistem pendidikan Is-
lam diharapkan dapat diintegrasi-
kan nilai-nilai Ilmu pengetahuan,
ilmu agama dan etik, serta mampu
melahirkan manusia-manusia yang
menguasai ilmu pengetahuan dan
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
24/72
November 2013 NUN_Q24
teknologi, memiliki pematangan
profesional, dan sekaligus hidup
dalam nilai-nilai agama.
Dari ketiga paradigma diatas,
berkembang pemahaman diten-
gah masyarakat yang cengderung
lebih memilih lembaga pendidi-
kan umum dari pada lembaga Is-
lam, karena pertimbangan kuali-
tas lembaga Islam yang setingkat
dibawah lembaga pendidikan
umum, hal ini perlu disikapi
dengan positif dengan semangat
memajukan lembaga pendidikan
agama Islam.
Dalam khazanah pemikiran
pendidikan Islam, pada umumnya
para ulama berpendapat bahwa
tujuan akhir pendidikan Islamadalah ”untuk beribadah kepada
Allah SWT” Kalau dalam sistem
pendidikan nasional, pendidikan
diarahkan untuk mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa, maka
dalam konteks pendidikan Islam
justru harus lebih dari itu, dalam
arti, pendidikan Islam bukan seke-
dar diarahkan untuk mengem-
bangkan manusia yang beriman
dan bertaqwa, tetapi justru beru-
saha mengembangkan manusia
menjadi Imam atau pemimpin
bagi orang beriman dan bertaqwa
(waj’alna li al-muttaqina imaama)
. Untuk memahami prol imam
atau pemimpin bagi orang yang
bertaqwa, maka kita perlu meng-
kaji makna takwa itu sendiri. Inti
dari makna takwa ada dua macam
yaitu; itba’ syariatillah (mengikuti
ajaran Allah yang tertuang dalam
al-qur’an dan Hadits) dan sekali-
gus itiba’ sunnatullah (mengikuti
aturan-aturan Allah, yang ber-
lalu di alam ini), orang yang itiba’
sunnatullah adalah orang-orang
yang memiliki keluasan ilmu dan
kematangan profesionalisme se-
suai dengan bidang keahliannya.
Imam bagi orang-orang yang ber-
taqwa, artinya disamping dia seba-
gai orang yang memiki prol seba-
gai itba’ syaria’tillah sekaligus itba’
sunnahtilah, juga mampu menjadi
pemimpin, penggerak, pendorong,inovator dan teladang bagi orang-
orang yang bertaqwa
Menyadari bahwa pendidi-
kan, sebagaimana dinyatakan oleh
salah seorang ahli pendidikan,
Christoper J. Lucas, seperti dikutip
oleh Steeinbrink adalah sebagai
basis penyimpanan kekuatan yang
luar biasa. Yakni memiliki akses ke
seluruh aspek kehidupan, mem-
beri informasi yang paling ber-
harga mengenai pegangan hidup
di masa depan serta membantu
generasi dalam mempersiapkan
kebutuhan esensialnya dalam
menghadapi perubahan, maka
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
25/72
November 2013 NUN_Q 25
ke depan reorientasi pendidikan
Islam perlu diarahkan pada pem-
berian ruang gerak yang seluas-
luasnya pada fungsi esensial dari
pendidikan. Dengan demikian
lembaga pendidikan Islam tidak
sekedar mendapatkan pengakuan
peran kualitatif, melainkan yang
lebih penting lagi adalah untuk
merebut pengakuan kualitatif dari
masyarakat atau pemerintah
Ini memang merupakan suatu
pekerjaan yang besar yang perlu
mendapat dukungan dari segenap
unsur dan kelompok baik dari
penyelenggara maupun pemikir
pendidikan. Akan tetapi apapun
perubahan yang ingin diraih, ke-
bijakan-kebijakan dalam pengem-
bangan pendidikan Islam perlu
mengakomodasi tiga kepentingan
, yaitu:
Pertama, kebijakan itu harus
memberi ruang tumbuh bagi aspi-
rasi umat Islam, yakni menjadikan
lembaga pendidikan Islam sebagai
wahana untuk membina ruh atau
praktek hidup yang Islami.
Kedua, kebijakan yang ditem-
puh harus lebih memperjelas dan
memperkukuh keberadaan Lem-
baga Pendidikan Islam sebagai
ajang pembinaan masyarakat seh-
ingga mampu melahirkan genera-
si yang cerdas, berpengetahuan,
berkepribadian serta produktif
sederajat dengan sistem sekolah.
Ini dimaksudkan agar Lembaga
Pendidikan Islam sanggup men-
gantarkan peserta didik mengua-
sai dasar-dasar pengetahuan se-
cara memadai, baik dalam bidang
bahasa, matematika, sika, kimia,
biologi, ilmu pengetahuan sosial
dan pengetahuan kewarganega-
raan serta sebagai tempat pengem-
blengan diri untuk menumbuhkan
kreativitas seni, mengembangkan
keterampilan dan etos kerja.
Ketiga, kebijakan yang di-
jalankan hendaknya harus bisa
dan mampu merespon tuntutan-
tuntutan masa depan. Untuk itu
Lembaga Pendidikan Islam seyo-
gyanya diarahkan untuk melahir-
kan sumber daya manusia memi-
liki kesiapan memasuki era glo-
balisasi, era industrialisasi dan era
informasi. Serta menjadi tumpuan
dalam memperbaiki bangsa ini.
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
26/72
26
a. Ph
Kalau boleh penulis katakan,
bahwa pesantren selama ini
mendidik para santri dalam se-
nyap, berkhidmah dalam sunyi
jauh dari liputan dan pupularitas
untuk ikut mencerdaskan kehidu-
pan anak bangsa serta mengabdi
kepada masyarakat secara ikhlash
tanpa mengharap pamrih danembel-embel apapun. Karena me-
mang pesantren didirikan hanya
dalam rangka beribadah kepada
Allah Swt. Untuk itu, semua aktivi-
tas, urat dan denyut nadi pesanren
adalah dalam bingkai pendidikan
dan semata-mata mengharapkan
ridha Allah Swt. Maka kemudian
sangat wajar dan pantas kalau dari
rahim pesantren lahirlah beberapatokoh nasional, regional, dan inte-
nasional yang berkontrIbusi positif
bagi bangsanya bahkan dalam
jangkauan yang lebih luas, yaitu
dunia internasional.
Meskipun pada awal-awal ke-
beradaannya, pesantren dipan-
dang sebelah mata oleh sebagianmasyarakat dan tidak diakui oleh
pemerintahnya sendiri. Pesantren
pada masa itu ditempatkan di luar
garis modernesasi, bahkan pernah
dipandang sebagai lembaga yang
identik dengan kaum sarungan,
tradisional, terbelakang, jumud,
kumuh, sampai ada yang menyebut
PENDIDIKAN PESANTREN
adalah Menyiapkan Generasi
Mendidik Diri Sendiri Seumur Hidup
Zuhri, S.Sos.I., M.Pd.I
Penulis adalah Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam(STAI) Al-Azhaar dan Pengurus LBM NU KotaLubuklinggau Sumatera Selatan
tarbiyah
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
27/72
November 2013 NUN_Q 27
fatalis dan lain sebagainya. Namun
pada dekade terakhir ini banyak
menjadi sorotan, terutama dari pe-
merintah itu sendiri, yang tujuan-
nya adalah untuk mencari format
alternatif sistem pendidikan. Hal
ini didasarkan pada asumsi bahwa
sistem pendidikan yang ada su-
dah tidak sesuai dengan tuntutan
zaman, bahkan dirasa tidak benar
sehingga perlu dicari sistem peng-
ganti dan perlu dicobanya, dan hal
tersebut ada dalam pesantren.1
Dan sejak tahun 2003, pesan-
tren sudah menjadi bagian yang
tidak bisa dipisahkan dari sistem
pendidikan Nasional dengan di-
berikannya ruang khusus dan di-
masukkan ke dalam sistem pen-
didikan Nasional. Sebagaimana
termaktub dalam Undang-Undang
1 Muhammad Subhan “Pola Penge -
bangan Kurikulum Pesantren Sebagai Al-
ternatif Peningkatan Kualitas Pendidikan”
artikel diakses pada 6 Mei 2011 dari
http://islami69. blogspot.com. /2010/10pengembangan kurikulum. html?
Republik Indonesia No: 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 30 ayat 4 yang ber-
bunyi : ”Pendidikan keagamaan
berbentuk pendidikan diniyah,
pesantren, pasraman, pabhaja
samanera, dan bentuk lain yang
sejenis”.2
Pengakuan yang datang ke-
pada pesantren sifatnya tidak ber-
sifat sekonyong-konyong. Artinya,
pengakuan tersebut benar-benar
didasarkan pada kenyataan riil di
lapangan bahwa pesantren memang
merupakan lembaga yang berkual-
itas dan menghasilkan ouput yang
berprestasi dan berkarakter serta
berakhlak karimah. Jebolan pe-
santren bukan hanya berkutat da-
lam bingkai keagamaan, tapi telah
merambah seluruh aspek kehidu-
pan; dari sejak menjadi ekonom,
2 Anwar Arifn, Memahami Par -
digma Baru Pendidikan Nasional Dalam
Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Ditjen
Kelembagaan Agama Islam Depag,2003), h. 47
“...bahwa pesantren merupakan pendidikan yang sejak awal su-
dah berorientasi pada Community Based Education dan sudah
menjadi praktek sehari-hari secara konsisten dan istiqômah. Ini
berarti bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang be-rasal dari, dikelola oleh, dan berkiprah untuk masyarakat.”
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
28/72
November 2013 NUN_Q28
pejabat pemerintah, politisi, dan
lain sebagainya. Dan menariknya,
pencapaian kualitas tersebut di-
dasarkan pada loso kemandirian
yang melekat dalam diri pesantren
sejak awal kelahirannya.
Maka kemudian tidaklah ber-
lebihan apa yang diungkapkan
oleh alm KH. Moh. Idris Jauhari
–beliau adalah salah satu pengasuh
Pondok Pesantren Al-Amien Pren-
duan Madura– bahwa pesantren
merupakan pendidikan yang sejak
awal sudah berorientasi pada Com-
munity Based Education dan sudah
menjadi praktek sehari-hari secara
konsisten dan istiqômah. Ini be-
rarti bahwa pesantren adalah lem-
baga pendidikan yang berasal dari,
dikelola oleh, dan berkiprah untuk
masyarakat.3
B. HAKEKAT PENDIDIKAN
PESANTREN
3 Muhammad Idris Jauhari, Sistem
Pendidikan Pesantren Mungkinkah Menjadi
Sistem Pendidikan Nasional Alternatif?,
(Prenduan: Mutiara, 2002), h. 22. Dengan
istilah lain bahwa pesantren dan lulusan-
nya di masyarakat telah menjadi agen
perubahan dan pemberdayaan masyar-
akat. Ia memiliki misi suci membantu
masyarakatnya untuk secara bersama-
sama menikmati kesejakteraan hidup
dan menegakkan kebenaran dan keadi-
lan. Lihat dalam Muhammad M.Basyuni,
Proyek Pengembangan Pesantren, dalam
Jurnal Pondok Pesantren Mihrab, Vol. IINo. 1, Maret, 2008, h. 41
1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan Islam atau dalam
bahasa Arab disebut al-Tarbiyah al-
Islâmiyah didenisikan secara ber-
beda-beda oleh para ahli. M. Ath-
hiyah al-Abrasyi dalam Ramayulis
mengatakan, bahwa “pendidikan
Islam adalah merupakan keseluru-
han upaya dalam rangka memper-
siapkan individu untuk kehidupan
yang lebih sempurna dalam etika,
sistematis dalam berkir, memi-
liki ketajaman intuisi, giat dalam
berkreasi, memiliki toleransi pada
orang lain, berkopetensi dalam
mengungkap bahasa lisan dan
tulisan, serta memiliki beberapa
keterampilan”.4
Sedangkan Yusuf al-Qardhawidalam buku Azyumardi Azra mem-
berikan pengertian, “pendidikan
Islam adalah pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, ro-
hani dan jasmani, akhlak dan ket-
erampilannya. Karena itu, pendidi-
kan Islam menyiapkan manusia
untuk hidup baik dalam keadaan
damai maupun perang, dan me-
nyiapkannya untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebai-
kan dan kejahatannya, manis dan
pahitnya”.5
4 H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 16
5 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam;Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tan-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
29/72
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
30/72
November 2013 NUN_Q30
terpreneurship dan yang lainnya di
pesantren sebagai pencapaian akh-
ir dari outputnya. Sebagai contoh,
Pondok Pesantren Islam Al-Muk-
min Ngruki mencantumkan salah
satu sasaran yang ingin dicapai
adalah Qâdiran ‘alâ al-Kasbi (Gen-
erasi yang mampu hidup mandiri
dan tidak menjadi beban orang
lain).6
Dalam proses kehidupan pe-
santren, santri harus menjalankan
semua aktivitas dan kegiatan se-
cara mandiri; dari sejak makan,
mencuci pakaian sampai mengatur
keuangan secara mandiri. Meskip-
un pada masa-masa awal kehidu-
pannya di pesantren bagi santri
baru, masih mendapat bimbingam
dari kakak seniornya. Seperti ba-
gaimana cara memakai sarung, di
mana mengambil nasi dan lain-
lain.
Dalam proses belajar mengajar,
pesantren lebih menekankan pada
metode-metode yang lebih fokus
pada bagaimana santri bisa mandi-
ri dalam belajar. Adagium Arab
yang amat kental “Wa’amalu al-
Mu’allim huwa Hamlu al-Talâmîdzi
‘alâ an Yata’allamû” 7 sudah menjadi
6 Badrus Sholeh, Budaya damai
Komunitas Pesantren, (Jakarta: Pustaka
LP3ES, 2007), h. 31
7 Mahmud Yunus dan MuhammadQasim Bakar, al-Tarbiyah wa al-Ta’lîm,
urat nadi dalam pembelajaran di
pesantren.
Keilmuan yang diberikan di pe-
santren, sifatnya hanya dasar-dasar
yang merupakan kunci untuk
membuka hazanah keilmuan yang
sangat luas.
Di beberapa pesantren, bah-
kan ada namanya program mandiri
yang dengan segaja diadakan un-
tuk memberikan pelatihan danpendidikan kemandirian kepada
para santri lebih mendalam dan
komprehensif.
Simpulan
Dari uraian di atas dapat dis-
impulkan, bahwa pesantren meru-
pakan lembaga Islam satu-satunya
yang amat kental dengan pendidi-kan kemandirian. Dari sejak tidur
sampai tidur lagi semua terbingkai
dalam pendidikan kemandirian.
Pendidikan kemandirian di pesant-
ren bukan hanya ditekankan kepa-
da bagaimana bisa mandiri secara
ekonomi dan nasial kelak setelah
santri keluar dari pesantren, akantetapi yang lebih fundamental dari
pada itu semua adalah bagaimana
santri-santri ouput pesantren bisa
mendidik diri mereka sendiri sepa-
njang hidup mereka.
Wallahu a’lam bi al-shawâb.
(Ponorogo: Dâru al-Salâm, 1991), h. 2
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
31/72
31ibrah
Tokoh Intelektual Pesantren
K.H. HASYIM ASY’ARI
Dua ulama besar: KH Hasyim Asy’ari dan
KH Mohammad Cholil terlibat dialog menge-
sankan. ”Dulu saya memang mengajar Tuan.
Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya ada-
lah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, panggi-
lan popular kiai dari Madura itu. Kiai Hasy-
im menjawab, ”Sungguh saya tidak menduga
kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-
kata yang demikian.
K yai Haji Mohammad Hasyim Asy’ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy’ari atau Ashari,
lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah
1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947;
dimakamkan di Tebu Ireng, Jom-bang, adalah pendiri Nahdlatul
Ulama, organisasi massa Islam
yang terbesar di Indonesia. KH
Hasyim Asy’ari adalah putra ketiga
dari 11 bersaudara. Ayahnya berna-
ma Kyai Asyari, pemimpin Pesant-
ren Keras yang berada di sebelah
selatan Jombang. Ibunya bernamaHalimah. Dari garis Ibu, Hasyim
merupakan keturunan kedelapan
dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang).
Hasyim adalah putra ketiga dari 11
bersaudara. Namun keluarga Hasy-
im adalah keluarga Kyai. Kakeknya,
Kyai Utsman memimpin Pesant-
ren Nggedang, sebelah utara Jom-
bang. Sedangkan Ayahnya sendiri,
Kyai Asy’ari, memimpin Pesantren
Keras yang berada di sebelah se-
latan Jombang. Dua orang inilah
yang menanamkan nilai dan dasar-
dasar Islam secara kokoh kepadaHasyim.
Jombang 1933. Dua ulama be-
sar: KH Hasyim Asy’ari dan KH
Mohammad Cholil terlibat dialog
mengesankan. ”Dulu saya memang
mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya
nyatakan bahwa saya adalah murid
Tuan,” kata Mbah Cholil, panggilanpopular kiai dari Madura itu. Kiai
Hasyim menjawab, ”Sungguh saya
tidak menduga kalau Tuan Guru
akan mengucapkan kata-kata yang
demikian. Tidakkah Tuan Guru
salah raba berguru pada saya, se-
orang murid Tuan sendiri, murid
Tuan Guru dulu, dan juga sekarang.
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
32/72
November 2013 NUN_Q32
Bahkan, akan tetap menjadi murid
Tuan Guru selama-lamanya.” Tan-
pa merasa tersanjung, Mbah Cholil
tetap bersikeras dengan niatnya.
”Keputusan dan kepastian hati
kami sudah tetap, tiada dapat di-
tawar dan diubah lagi, bahwa kami
akan turut belajar di sini, menam-
pung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru
kepada Tuan,” katanya. Karena su-
dah hafal dengan watak gurunya,
Kiai Hasyim tidak bisa berbuat lain
selain menerimanya sebagai santri.
Lucunya, ketika turun dari masjid
usai shalat berjamaah, keduanya
cepat-cepat menuju tempat sandal,
bahkan kadang saling mendahului,
karena hendak memasangkan ke
kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi
seorang murid akhirnya lebih pin-
tar ketimbang gurunya. Dan itu
banyak terjadi. Namun yang di-
tunjukkan Kiai Hasyim juga Kiai
Cholil; adalah kemuliaan akhlak.
Keduanya menunjukkan kerenda-
han hati dan saling menghormati,
dua hal yang sekarang semakin
sulit ditemukan pada para murid
dan guru-guru kita. Keturunan
Raja Pajang Lahir 24 Dzul Qaidah
1287 Hijriah atau 14 Februari l871
Masehi, Hasyim adalah putra ke-
tiga dari 11 bersaudara. Dari garis
Ibu, Halimah, Hasyim masih ter-
hitung keturunan ke delapan dari
Jaka Tingkir alias Sultan Pajang,
raja Pajang. Namun keluarga Hasy-
im adalah keluarga kiai. Kakeknya,
Kiai Utsman memimpin Pesantren
Nggedang, sebelah utara Jombang.
Sedangkan Ayahnya sendiri, Kiai
Asy’ari, memimpin Pesantren Keras
yang berada di sebelah selatan Jom-
bang. Dua orang inilah yang mena-
namkan nilai dan dasar-dasar Islam
secara kokoh kepada Hasyim.
Sejak anak-anak, bakat
kepemimpinan dan kecerdasan
Hasyim memang sudah nampak.
Di antara teman sepermainannya,
ia kerap tampil sebagai pemimpin.
Dalam usia 13 tahun, ia sudah mem-
bantu Ayahnya mengajar santri-
santri yang lebih besar ketimbang
dirinya. Usia 15 tahun Hasyim
meninggalkan kedua orang tuanya,
berkelana memperdalam ilmu dari
satu pesantren ke pesantren lain.
Mula-mula ia menjadi santri di Pe-
santren Wonokoyo, Probolinggo.
Kemudian pindah ke Pesantren
Langitan, Tuban. Pindah lagi Pe-
santren Trenggilis, Semarang. Be-
lum puas dengan berbagai ilmu
yang dikecapnya, ia melanjutkan di
Pesantren Kademangan, Bangkalan
di bawah asuhan Kiai Cholil. Tak
lama di sini, Hasyim pindah lagi
di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di
pesantren yang diasuh Kiai Ya’qub
inilah, agaknya, Hasyim merasa
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
33/72
November 2013 NUN_Q 33
benar-benar menemukan sumber
Islam yang diinginkan. Kiai Ya’qub
dikenal sebagai ulama yang ber-
pandangan luas dan alim dalam
ilmu agama. Cukup lama –lima
tahun– Hasyim menyerap ilmu di
Pesantren Siwalan. Dan rupanya
Kiai Ya’qub sendiri kesengsem be-
rat kepada pemuda yang cerdas
dan alim itu. Maka, Hasyim bukan
saja mendapat ilmu, melainkan
juga istri.
Ia, yang baru berumur 21 ta-
hun, dinikahkan dengan Chadi-
djah, salah satu puteri Kiai Ya’qub.
Tidak lama setelah menikah, Hasy-
im bersama istrinya berangkat ke
Mekkah guna menunaikan ibadah
haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim
kembali ke tanah air, sesudah istri
dan anaknya meninggal. Pulang ke
Indonesia tahun 1899, Kiai Hasyim
Asy’ari mendirikan pesantren di
Tebuireng yang kelak menjadi pe-
santren terbesar dan terpenting
di Jawa pada abad 20. Sejak tahun
1900, Kiai Hasyim Asy’ari memo-
sisikan Pesantren Tebuireng, men-
jadi pusat pembaruan bagi penga-
jaran Islam tradisional.
Cara yang dilakukannya itu
mendapat reaksi masyarakat sebab
dianggap bid’ah. Ia dikecam, tetapi
tidak mundur dari pendiriannya.
Baginya, mengajarkan agama be-
rarti memperbaiki manusia. Men-
didik para santri dan menyiapkan
mereka untuk terjun ke masyarakat,
adalah salah satu tujuan utama per-
juangan Kiai Hasyim Asy’ari.
Tanggal 31 Januari 1926, ber-
sama dengan tokoh-tokoh Islam
tradisional, Kiai Hasyim Asy’ari
mendirikan Nahdlatul Ulama, yang
berarti kebangkitan ulama. Or-
ganisasi ini pun berkembang dan
banyak anggotanya. Pengaruh Kiai
Hasyim Asy’ari pun semakin be-
sar dengan mendirikan organisasi
NU, bersama teman-temannya. Itu
dIbuktikan dengan dukungan dari
ulama di Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
Bahkan, para ulama di ber-
bagai daerah sangat menyeganikewibawaan Kiai Hasyim. Kini, NU
pun berkembang makin pesat. Or-
ganisasi ini telah menjadi penyalur
bagi pengembangan Islam ke desa-
desa maupun perkotaan di Jawa.
Meski sudah menjadi tokoh
penting dalam NU, ia tetap ber-
sikap toleran terhadap aliran lain. Yang paling dibencinya ialah per-
pecahan di kalangan umat Islam.
Pemerintah Belanda bersedia men-
gangkatnya menjadi pegawai neg-
eri dengan gaji yang cukup besar
asalkan mau bekerja sama, tetapi
ditolaknya.
Dengan alasan yang tidak dike-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
34/72
November 2013 NUN_Q34
tahui, pada masa awal pendudukan
Jepang, Hasyim Asy’ari ditangkap.
Berkat bantuan anaknya, K.H.
Wahid Hasyim, beberapa bulan
kemudian ia dibebaskan dan se-
sudah itu diangkat menjadi Kepala
Urusan Agama. Jabatan itu diteri-
manya karena terpaksa, tetapi ia
tetap mengasuh pesantrennya di
Tebuireng.
Kiai Hasyim bukan saja kiai
ternama, melainkan juga seorang
petani dan pedagang yang sukses.
Tanahnya puluhan hektar. Dua
hari dalam seminggu, biasanya Kiai
Hasyim istirahat tidak mengajar.
Saat itulah ia memeriksa sawah-
sawahnya. Kadang juga pergi Sura-
baya berdagang kuda, besi dan
menjual hasil pertaniannya. Dari
perkawinannya dengan Maqah,
putri Kiai Ilyas, Kiai Hasyim dikar-
unia 10 putra: Hannah, Khoriyah,
Aisyah, Ummu Abdul Hak (istri
Kiai Idris), Abdul Wahid, Abdul
Kholik, Abdul Karim, Ubaidillah,
Masrurah dan Muhammad Yusuf.
Ia meninggal dunia pada tanggal 25
Juli 1947 karena pendarahan otak
dan dimakamkan di Tebuireng.
Atas jasa-jasanya pemerintah men-
gangkatnya sebagai Pahlawan Na-
sional.
Kh T
Mengambil Cincin Gurunyadari Lubang WC
Salah satu rahasia seorang
murid bisa berhasil mendapatkan
ilmu dari gurunya adalah taat dan
hormat kepada gurunya. Guru ada
lah orang yang punya ilmu. Se-
dangkan murid adalah orang yang
mendapatkan ilmu dari sang guru.
Seorang murid harus berbakti ke-
pada gurunya. Dia tidak boleh
membantah apalagi menentang
perintah sang guru (kecuali jika
gurunya mengajarkan ajaran yang
tercela dan bertentangan dengan
syariat Islam maka sang murid wa-
jib tidak menurutinya). Kalau titah
guru baii, murid tidak boleh mem-
bantahnya.
Inilah yang dilakukan Kyai
Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul
‘Ulama). Beliau nyantri kepada
KH Cholil Bangkalan, Bangkalan.
Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai
Hasyim dididik akhlaknya. Saban
hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya
angon (merawat) sapi dan kamb-
ing. Kyai Hasyim disuruh mem-
bersihkan kandang dan mencari
rumput. Ilmu yang diberikan Kyai
Kholil kepada muridnya itu me-
mang bukan ilmu teoretis, me-
lainkan ilmu pragmatis. Langsung
penerapan.
Sebagai murid, Kyai Hasyim
tidak pernah ngersulo (mengeluh)
disuruh gurunya angon sapi dan
kambing. Beliau terima titah guru-
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
35/72
November 2013 NUN_Q 35
nya itu sebagai khidmat (penghor-
matan) kepada guru. Beliau sadar
bahwa ilmu dari gurunya akan ber-
hasil diperoleh apabila sang guru
ridlo kepada muridnya. Inilah yang
dicari Kyai Hasyim, yakni keridoan
guru. Beliau tidak hanya berharap
ilmu teoretis dari Kyai Kholil tapi
lebih dari itu, yang diinginkan ada-
lah berkah dari KH Cholil Bangka-
lan.
Kalau anak santri sekarang di-
model seperti ini, mungkin tidak
tahan dan langsung keluar dari
pondok. Anak santri sekarang kan
lebih mengutamakan mencari
ilmu teoretis. Mencari ilmu kih,
ilmu hadits, ilmu nahwu shorof,
dan sebagainya. Sementara ilmu
“akhlak” terapannya malah kurang
diperhatikan.
Suatu hari, seperti biasa Kyai
Hasyim setelah memasukkan sapi
dan kambing ke kandangnya, Kyai
Hasyim langsung mandi dan sho-
lat Ashar. Sebelum sempat mandi,
Kyai Hasyim melihat gurunya, Kyai
Kholil termenung sendiri. Seperti
ada sesuatu yang mengganjal di
hati sang guru. Maka diberanikan-
lah oleh Kyai Hasyim untuk ber-
tanya kepada Kyai Kholil.
“Ada apa gerangan wahai guru
kok kelihatan sedih,” tanya Kyai
Hasyim kepada KH Cholil Bangka-lan.
” Bagaimana tidak sedih, wahai
muridku. Cincin pemberian istriku
jatuh di kamar mandi. Lalu masuk
ke lubang pembuangan akhir (sep-
tictank),” jawab Kyai Kholil dengan
nada sedih.
Mendengar jawaban sang guru,
Kyai Hasyim segera meminta ijin
untuk membantu mencarikan
cincin yang jatuh itu dan diijini.
Langsung saja Kyai Hasyim masuk
ke kamar mandi dan membongkar
septictank (kakus). Bisa dibayang-
kan, namanya kakus dalamnya ba-
gaimana dan isinya apa saja. Namun
Kyai Hasyim karena hormat dan
sayangnya kepada guru tidak pikir
panjang. Beliau langsung masuk
ke septictank itu dan dikeluarkan
isinya. Setelah dikuras seluruhnya,
dan badan Kyai Hasyim penuh den-
gan kotoran, akhirnya cincin milik
gurunya berhasil ditemukan.
Betapa riangnya sang guru
melihat muridnya telah berhasil
mencarikan cincinnya itu. Sampai
terucap doa: “Aku ridho padamu
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
36/72
November 2013 NUN_Q36
wahai Hasyim, Kudoakan dengan
pengabdianmu dan ketulusanmu,
derajatmu ditinggikan. Engkau
akan menjadi orang besar, tokoh
panutan, dan semua orang cinta
padamu”.
Demikianlah doa yang keluar
dari KH. Cholil Bangkalan Ka-
rena yang berdoa seorang wali, ya
mustajab. Tiada yang memung-
kiri bahwa di kemudian hari, Kyai
Hasyim menjadi ulama besar.
Mengapa bisa begitu? Disamping
karena Kyai Hasyim adalah pribadi
pilihan, beliau mendapat “berkah”
dari gurunya karena gurunya ridho
kepadanya. REDAKSI
MUTIARA HADITS
Keutamaan Ilmu
Firman Allah, “Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu penge-
tahuan beberapa derajat. Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan” (al-Mujaadilah: 11), dan, “Tuhanku, tambahkanlah ke-
padaku ilmu pengetahuan.”(‘Thaahaa: 114)
Seseorang yang ditanya mengenai ilmu pengetahuan, se-
dangkan ia masih sIbuk berbicara. Kemudian ia menyelesaikan
pembicaraannya, lalu menjawab orang yang bertanya.
Abu Hurairah r.a. berkata, “Ketika Rasulullah saw. di suatu
majelis sedang berbicara dengan suatu kaum, datanglah se-
orang kampung dan berkata, ‘Kapankah kiamat itu?’ Rasulullah
terus berbicara, lalu sebagian kaum berkata, ‘Beliau mendengar
apa yang dikatakan olehnya, namun beliau benci apa yang dika-takannya itu.’ Dan sebagian dari mereka berkata, ‘Beliau tidak
mendengarnya.’ Sehingga, ketika beliau selesai berbicara, maka
beliau bersabda, ‘Di manakah gerangan orang yang bertanya
tentang kiamat?’ Ia berkata, ‘Inilah saya, wahai Rasulullah.’ Be-
liau bersabda, ‘Apabila amanat itu telah disia-siakan, maka nan-
tikanlah kiamat.’ Ia berkata, ‘Bagaimana menyia-nyiakannya?’
Beliau bersabda, ‘Apabila perkara (urusan) diserahkan (pada
satu riwayat disebutkan dengan: disandarkan kepada selain ahl-inya, maka nantikanlah kiamat.”
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
37/72
37
Dunia intelektualitas men-ganggap bahwa orang yang
intelek akan terlihat dari bagaima-
na dia menghasilkan karya-karya,
produktif, dan aktif, baik dalam
karya-karya ilmiah maupun karya-
karya non ilmiah. Salah satunya
adalah karya berupa tulisan. Ten-
goklah para Ulama’ dan Ilmuan
MEMBANGKITKAN KEMBALI
TRADISI INTELEKTUAL PESANTREN
(dalam perspektif barat dan timur)terdahulu yang banyak menghasil-
kan banyak kitab dan buku hingga
mampu mentransfer ilmu pada
generasi-generasi jauh sesudahnya,
hingga sekarang, bahkan hingga
masa yang akan datang.
Bagaimanakah ilmu bisa sam-
pai pada manusia di dunia tanpa
Ilmu dunia tanpa akhirat adalah buta, dan ilmu akhirat tanpa
dunia adalah pincang. Santri tidaklah pincang, dan santri-
pun bisa berjalan dengan baik karena ia tidak buta, tidak
pincang dan berkesempatan besar untuk berlari dengan cepat.
makalah
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
38/72
November 2013 NUN_Q38
mengenal ruang
dan waktu jika ilmu
itu tidak ditulis oleh
yang punya ilmu?
Bagaimanakah ma-
nusia bisa menge-
tahui apa-apa yang
tidak ia ketahui
pada masa lam-
pau jika tidak ada
yang memberita-
hukan kepadanya?
Dampak ini begitu
besar pengaruhnya
terhadap dunia tentu saja, hanya
dengan ‘bayangkan bahwa’ orang-
orang yang punya ilmu tadi, pada
masa yang lalu, tidak menuliskan
ilmunya. Benar bahwa ilmu akan
dicabut dari dunia dengan men-cabut nyawa orang yang punya
ilmu. Ketika seorang alim mening-gal dunia dan ada ilmu yang belum
ia sampaikan pada manusia yang
lain, maka ilmu itu akan tercabut
seiring dengan dicabut pula nyawa
sang alim.
Jika sang alim tidak sempat
menuliskan ilmunya, maka ilmu
itu tidak akan pernah diketahui
oleh manusia-manusia yang lain.
Maka benar memang, hanya den-
gan tulisan, banyak hal yang mam-
pu dilakukan manusia, termasuk
memberikan ilmu pada dunia. Be-
nar kata Pramoedya Ananta Toer,
manusia boleh pandai setinggi
langit, tapi jika tidak menulis, dia
akan hilang ditelan masa.
Tulisan sebenarnya merupa-
kan media penyampai yang baik.
Tulisan merupakan bentuk komu-
nikasi nonverbal yang bobotnya
sama dengan media penyampai
yang lain. Tulisan pada akhirnya
menjadi media komunikasi yang
lebih baik ketika seseorang kurang
mampu menyampaikan apa-apa
yang hendak disampaikan pada
orang lain secara langsung. Ke-
tika seseorang akan menimbulkan
kondisi yang kurang baik dengan
menyampaikan sesuatu hal secara
langsung, maka tulisan akan secara
tidak langsung menyampaikan-
nya dengan labih baik, karena tu-
lisan dapat dibaca dan ditelaah lagi
sebelum sampai pada orang lain
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
39/72
November 2013 NUN_Q 39
yang membacanya, tidak seperti
halnya berbicara secara langsung
yang tidak bisa diedit namun har-
us dipersiapkan dengan baik ter-
lebih dahulu-sebelum sampai pada
orang lain.
Dengan tulisan, orang-orang
tidak hanya mampu berbicara da-
lam ruang dan waktu yang terba-
tas, tidak seperti hanya sekedar
berbicara dan menyampaikan se-
cara langsung. Bagi sebagian orang,
membaca dan berbicara merupak-
an hal yang mudah dilakukan, tapi
tidak dengan menulis, karena sebe-
lum menulis, ia harus lebih dahulu
membaca dan berkir. Merangkai
kata-kata, mencari diksi yang tepat
dan membuat rangkaian kata-kata
tersebut menjadi kalimat yang baik
membutuhkan pengetahuan dan
pembiasaan.
Belum lagi kemampuan me-
nyusun kalimat-kalimat tersebut
menjadi tulisan yang baik, bisa
dibaca oleh siapapun, dari kalan-
gan manapun dengan background
apapun, karena menulis pun perlu
berkir dalam berbagai sudut pan-
dang. Tidak semua orang mampu
dan mau melakukan hal tersebut,
karena menulis berada satu tingkat
diatas membaca (padahal mem-
baca kadang-kadang menjadi ting-
katan pertama yang sulit dilalui).
Orang yang bisa menulis banyak
hal tentu saja adalah orang yang
sudah membaca lebih banyak hal.
Belum banyak yang perduli
dengan paradigma tadi. Apa yang
dilakukan saat ini lebih banyak
dengan cukup mengetahui apa
yang disampaikan dalam tulisan-
tulisan, yakni mengkaji ilmu. Pa-
dahal tidaklah cukup sampai dis-
itu, kembali lagi pada paradigma
bahwa orang yang intelek akan
terlihat dari karya-karyanya. Santri
dalam hal ini pun menjadi subyek,
karena santri juga merupakan ele-
men masyarakat yang religius dan
intelek.
Namun belum banyak me-
mang yang menyadari kondisi ini.
Padahal santri juga banyak berge-lut dengan tulisan-tulisan para
Ulma’ dalam kitab-kitabnya, yang
menandakan bahwa para ulama’
pun adalah ahli kitab, menuliskan
ilmu yang ia miliki untuk disam-
paikan pada umat di dunia. Santri
pun harus memahami betul akan
hal ini. Ia tidak cukup hanya sam-
pai pada membaca, mengkaji dan
mengamalkan saja, tapi juga lebih
banyak lagi membaca dan meng-
kaji, hingga ia bisa lebih banyak
menulis.
Salah satu hal yang membuat
santri di mata orang kebanyakan
hanya terbatas pada tiga hal tadi;
-
8/15/2019 Majalah NUN Q. A52-1
40/72
November 2013 NUN_Q40
kultur kesantrian, religius dan tra-
disional, adalah karena belum ban-
yak orang dari kalangan pesantren
yang menggeluti dunia intelektu-
alitas dengan menghasilkan karya-
karya berupa tulisan.
Seperti dikatakan bahwa tu-
lisan merupakan media penyampai
yang baik, maka paradigma bahwa
intelektualitas belum beriringan
dengan dunia santri masih tetap
melekat dalam pikiran masyarakat.