Download - Makalah Batu Empedu kholil
-
MAKALAH DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS BATU
EMPEDU
Ns. Ana Fitria Nusantara, S.Kep
Kelompok : 1
1; A.risky2; Ageng Tirtayasa
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN PROBOLINGGO
2012-2013
Kata Pengantar
1
-
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur Alhamdulillah pada Allah swt atas bimbingan dan
pertolongan-Nya sehingga ini laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada penyakit Batu Empedu dapat disusun. Dan semoga sholawat dan salam
tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw, yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman terang akan
pengetahuan seperti saat ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada :1; Ketua Yayasan Pesantren Zainul Hasan Genggong KH. Moch. Hasan
Mutawakkil Alaallah, SH. MM.2; Direktur STIKES Hafshawati Zainul Hasan Genggong yaitu: Ns.Iin
Aini Isnawati S.Kep.M.Kes3; Ketua program studi S1 Keperawatan STIKES Hafshawati Zainul
Hasan genggong yaitu: Achmad Kusairi.S.Kep.Ns.,M.Kep4; Dosen pembimbing mata kuliah Sistem pencernaan yaitu: Ns. Ana
Fitria Nusantara, S.Kep.
5; Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telahmemberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dengan disusunnya laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada penyaki Batu Empedu diharapkan dapat membantu dalam proses
pembelajaran dan menambah pengetahuan bagi pembaca. Makalah ini
masih jauh dalam kesempurnaan, untuk itu kami mengharap kritik dan
saran dari pembaca terutamanya dosen pembimbing.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Daftar IsiJudul.................................................................................................................iKata Pengantar..................................................................................................2Daftar Isi...........................................................................................................3BAB 1 PENDAHULUAN
2
-
1.1 Latar Belakang............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................5
1.3 Tujuan Makalah..........................................................................................5
1.4 Manfaat.......................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN2.1 Pengertian..................................................................................................62.3 Etiologi......................................................................................................62.4 Patofisiologi...............................................................................................92.5 Manifestasi Klinis......................................................................................112.6 Pemeriksaan penunjang.............................................................................142.7 Penatalaksanaan.........................................................................................182.8 Komplikasi.................................................................................................24BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN3.1 Pengkajian...................................................................................................283.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................293.3 Intervensi Keperawatan..............................................................................303.4 Implementasi Keperawatan........................................................................313.5 Evaluasi Keperawatan................................................................................33BAB 4 PENUTUP4.1 Kesimpulan................................................................................................344.2 Saran..........................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di
negaraBarat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis,
sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.Sebagian besar pasien
dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu
untuk mengalami gejala dan komplikasi realtif kecil. Walaupun demikian, sekali
batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik makarisiko
untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. Batu empedu
umumnyaditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat
bermigrasi melalui duktussistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran
empedu dan disebut sebagai batusaluran empedu sekunder.
3
-
Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban finansial maupun
beban sosial bagi masyarakat. Sampai saat ini di Indonesia belum ada data resmi
angka kejadian penyakit ini. Di Inggris lebih dari 40.000 kolesistektomi dilakukan
setiap tahun sedangkan di Amerika dilakukan kolesistektomi lebih dari
500.000setiap tahun. Insiden batu pada saluran empedu 12% yang ditemukan
sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan
pembersihan batu saluran empedu. Batu empedu dan saluran empedu terutama
ditemukan di Barat, namun frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus
meningkat selama abad ke 20. Di Tokyo angka k ejadian penyakit ini telah
meningkat menjadi dua kali lipat sejak tahun 1940. Batu empedu mengandung
komponen asam empedu yang sukar larut, yang mengendap pada matriks tiga
dimensi musin dan protein. Dalam endapan ini terkandung juga kolesterol,
calcium bilirubinates serta garam kalsium fosfat,karbonat atau palmitat.
Sedangkan matriksnya terutama terdiri dari polymeric mucin glycoproteindan
sejumlah kecil polipeptida.
1.2 Rumusan Masalah
1; Jelaskan tentang penyakit kantung empedu beserta asuhan keperawatanpada penyakit tersebut?
1.3; Tujuan 1.3.1; Tujuan Umum1; Mampu Memahami tentang batu kantung empedu dan asuhan keperawatan
pada pasien batu kantung empedu1.3.2; Tujuan Khusus1; Mengetahui tentang pengertian batu kantung empedu2; Mengetahui tentang etiologi batu kantung empedu3; Memahami tentang patofisiologi batu kantung empedu4; Memahami tentang manifiestasi batu kantung empedu5; Memahami pemeriksaan penunjang pada pasien batu kantung empedu 6; Memahami penatalaksanaan pada pasien batu kantung empedu7; Mengetahui komplikasi pada pasien batu kantung empedu8; Memahami asuhan keperawatan pada pasien batu kantung empedu
1.4; Manfaat
4
-
1.4.1 Manfaat Teoritis1; Mampu memahami tentang penyakit batu kantung empedu
1.4.2;Manfaat Klinik1; Dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan dan meng
aplikasikannya pada penyakit batu kantung empedu.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1; Pengertian
Batu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu
ataudi dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis,sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis.
Batu empedu adalah penyakit yang paling sering ditemukan dalam
saluran bilier. Beberapa keadaan lain yang menjadi predisposisi,diantaranya
obesitas,kehamilan,factor diet, penyakit crohns,resek ileum terminal,
kelainan hematologis seperti anemiasel sabit dan thalassemia. Wanita
dibanding laki-laki adalah 2 : 1, dan bila terdapat riwayat anggota keluarga
yang terkena dengan penyakit ini maka anggota keluarga lainnya memiliki
risiko dua kali lipat untuk mengalami penyakit ini.
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam kandung
empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau keduanya (Muttaqin
dan Sari, 2011).
2.2; Etiologi
Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti. Kolelitiasis
dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin
banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:
2.2.1; Jenis Kelamin
5
-
Wanita mempunyai resiko 2-3 kali lipat untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon
esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi
dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam
kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung
empedu.
2.2.2; Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung
untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang
lebih muda.
2.2.3; Obesitas
Kondisi obesitas akan meningkatkan metabolism umum,
resistensi insulin, diabetes militus tipe II, hipertensi dan
hyperlipidemia berhubungan dengan peningkatan sekresi kolesterol
hepatica dan merupakan faktor resiko utama untuk pengembangan
batu empedu kolesterol.
2.2.4; Statis Bilier
Kondisi statis bilier menyebabkan peningkatan risiko batu
empedu. Kondisi yang bisa meningkatkan kondisi statis, seperti cedera
tulang belakan (medulla spinalis), puasa berkepanjangan, atau
pemberian diet nutrisi total parenteral (TPN), dan penurunan berat
badan yang berhubungan dengan kalori dan pembatasan lemak
(misalnya: diet rendah lemak, operasi bypass lambung). Kondisi statis
bilier akan menurunkan produksi garam empedu, serta meningkatkan
kehilangan garam empedu ke intestinal.
6
-
2.2.5; Obat-obatan
Estrogen yang diberikan untuk kontrasepsi atau untuk
pengobatan kanker prostat meningkatkan risiko batu empedu
kolesterol. Clofibrate dan obat fibrat hipolipidemik meningkatkan
pengeluaran kolesterol hepatic melalui sekresi bilier dan tampaknya
meningkatkan resiko batu empedu kolesterol. Analog somatostatin
muncul sebagai faktor predisposisi untuk batu empedu dengan
mengurangi pengosongan kantung empedu.
2.2.6; Diet
Diet rendah serat akan meningkatkan asam empedu sekunder
(seperti asam desoksikolat) dalam empedu dan membuat empedu lebih
litogenik. Karbohidrat dalam bentuk murni meningkatkan saturasi
kolesterol empedu. Diet tinggi kolesterol meningkatkan kolesterol
empedu.
2.2.7; Keturunan
Sekitar 25% dari batu empedu kolesterol, faktor predisposisi
tampaknya adalah turun temurun, seperti yang dinilai dari penelitian
terhadap kembar identik fraternal.
2.2.8; Infeksi Bilier
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat memgang peranan
sebagian pada pembentukan batu dengan meningkatkan deskuamasi
seluler dan pembentukan mucus. Mukus meningkatkan viskositas dan
unsur seluler sebagai pusat presipitasi.
2.2.9; Gangguan Intestinal
Pasien pasca reseksi usus dan penyakit crohn memiliki risiko
penurunan atau kehilangan garam empedu dari intestinal. Garam
empedu merupakan agen pengikat kolesterol, penurunan garam
7
-
pempedu jelas akan meningkatkan konsentrasi kolesterol dan
meningkatkan resiko batu empedu.
2.2.10; Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan
resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung
empedu lebih sedikit berkontraksi.
2.2.11; Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu
tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/
nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya
batu menjadi meningkat dalam kandung empedu
2.3; Epidimeologi
Penyakit batu empedu saat ini menjadi masalah kesehatan masyarakat
karena frekuensi kejadiannya yang tinggi yang menyebabkan beban finansial
maupun beban sosial bagi masyarakat. Sampai saat ini di Indonesia belum
ada data resmi angka kejadian penyakit ini. Di Inggris lebih dari 40.000
kolesistektomi dilakukan setiap tahun sedangkan di Amerika dilakukan
kolesistektomi lebih dari 500.000setiap tahun. Insiden batu pada saluran
empedu 12% yang ditemukan sebelum atau pada saat kolesistektomi. Di
Inggris sekitar 4000 pasien dilakukan pembersihan batu saluran empedu. Batu
empedu dan saluran empedu terutama ditemukan di Barat, namun
frekuensinya di negara-negara Afrika dan Asia terus meningkat selama abad
ke 20. Di Tokyo angka k ejadian penyakit ini telah meningkat menjadi dua
kali lipat sejak tahun 1940.
2.4; Patofisiologi
8
-
Batu ginjal terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang hadir
konsebtrasi yang mendekati batas ke larutan mereka .bila empedu tr
konsentrasi di kandung empedu, larutan akan menjadi jenuh dengan bahan-
bahan tersebut,kemudian endapan dari larutan akan membentuk kristal
mikroskopis .kristal terperangkap dalm mukosa libier, akan menghasilkan
suatu endapan .oklusi dari saluran endapan dan batu menghasilkan
komplikasi penyakit batu empedu .
padakondisi normal kolestrol tidak mengendap pada empedu
mengandung garam empedu terkonjungsi dan kosfatidikolin (lesitin )dalam
jumlah cukup agar kolesrtol berada dalam larutan misel .jika rasio konsentrasi
kolestrol berbanding garam empedu dan lesitin ,maka larutan misel menjadi
sangat jenuh. Kondisi yang sangat jenuh ini mungkin karena hati
memproduksi kolesrtol dalam bentuk konsentrasi .zat ini kemudian
mengendap pada lindungan cairan dalam bentuk kristal kolesrtol .kristal ini
merupakan prekursor batu empedu.b
bilirubin,pikmen kuning yang berasal dari pecahan heme ,secara aktif
di sekresi ke dalam empedu oleh sel hati .sebagian besar bilirubin dalam
empedu adalah berada dalam bentuk konjukgat glukolorida yang larut dalm
air dan setabil,tetapi sebagian kecil terdiri atas bilirubin tak ter konjungasi
bilirubin konjungasi ,seperti asm lemak, fosfat,karbonat dan onion
lain,cenderung untuk membentuk presipitat tak larut dengan kalsium.
Kalsium memasuki empedu secara pasif bersama elokrolit lain.dalam situasi
pergantian heme tinggi seperti hemolitis kronis atau sirosis,bilirubin tak
terkonjungasi mungkin barada adalam empedu pada konsentrasi yang lebih
tinggi dari biasanya.kalsium bilirubinate mungkin kemudian mengkristal dari
larutan dan akhgirnaya membentuk batu seiring waktu,berbagai oksidasi
menyebabkan bilirubi presipitat untuk mengambil jet warna hitam.batu yang
di bentuk dengan cara ini yang di sebut batu pikmen hitam.Empedu biasnaya
steril,tetapi dalam beberapa kondisi yang tidak bisa (misalnya di atas striktur
bilinier ),mungkin terkolonisasi dengan bakteri bilirubin ter konjungasi dan
hasil peningatan bilirubin tak ter konjungasi dapat menyebabkan prisipitasi
terbentuknya kristal kalsium bilirubin.bakteri hidrolisis lesitin menyababkan
9
-
pelepasan asam lemak yang komplek dengan kalsium dan endapan dari
larutan.konkresi yang di hasilkan memiliki konstensi di sebut batu pigmen
coklat.tidak seperti kolestrol atau pigmen hitam batu,yang membentuk secara
ekslusif di kandung empedu, batu pigmaen coklat kering bentuk de novo
dalam saluran batu empedu.
Batu empedu kolestrol dapat terkoloni dengan bakteri dan dapat
menimbulkan mukosa kandung empedu .enzim dari bakteri dan leokosit
menghidrolisis bilirubi konjungasi dean asam lemak .akibatnya,dari waktu ke
waktu batu kolestrol bisa mengumpulkan proporsi kalsim bilirubinnate dan
garam kalsium,lalau menghasilkan batu empedu .
Kondisi batu kandung batu empedu memberikan berbagai manifestasi
keluhan pada pasien dan menimbulkan berbagai masal keperawatan
jika.tedapat batu yang menyumbat dektus sistikus atau diktus biliaris komunis
untuk sementara waktu tekana di duktus akan meningkat dan peningkatan
kontraksi pristaltik di tempat penyumbatan mengakibatkan nyeri visera di
daerah pigastrium,mungkin yang penjalaran di punggung.keluhan muntah
dapat memberikan masal keperawatan nyeri dan resiko ketidak seimbangan
cairan.respon cairan gangguan gastrointestinal akan miningkatkan penurunan
intake nutrisi ,sedangkan anoreksia memberikan masalah keperawatan resiko
ke tidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Respon komplikasi akut dengan peradangan akan manifestasi
peningkatan suhu tubuh .respon kolik bilier sacara kronisakan meningkatkan
kebutuhan metabolisme sehingga pasien cenderung mengalamai kelelahan
memberikan masalah intorelansi aktifitas.respon adanya batu akan di
lakuakan interfensi medis pembedahan.intrfensi litotripsi,atau interfensi
endoskopik memberikan respon psikologis kecemasan dan pemenuhan
informasi.(arif muttaqin,kumala sari 2011)
2.5; Pathway
2.6; Maniefestasi Klinis
10
-
Sebagian besar batu empedu dalam jangka waktu yang lama tidak
menimbulkan gejala, terutama bila batu menetap di kandung empedu.
Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap akan mengikis dinding
kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar, dan menyebabkan
penyumbatan usus (ileus batu empedu). Gejala yang timbul yaitu:
(Soeparman. 1990)
2.6.1; Asimtomatik
Sampai 50% dari semua pasien dengan batu empedu, tanpa
mempertimbangkan jenisnya, adalah asimtomatik. Kurang dari
25% pasien yang benar-benar mempunyai batu asimtomatik, akan
merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah lima
tahun. Batu Empedu bisa terjadi secara tersembunyi karena tidak
menimbulkan rasa nyeri dan hanya menyebabkan gejala
gastrointestinal yang ringan. Batu itu mungkin ditemukan secara
kebetulan pada saat dilakukan pembedahan atau evaluasi untuk
gangguan yang tidak berhubungan sama sekali.
Penderita penyakit kandung empedu akibat batu empedu
dapat mengalami dua jenis gejala, yaitu gejala yang disebabkan
oleh penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang
terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu.
Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrum,
seperti rasa penuh, distensi abdomen, dan nyeri yang samar pada
kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi.
2.6.2; Rasa Nyeri dan Kolik Bilier
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung
empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan
menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada abdomen.
Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas. Nyeri pascaprandial kuadran kanan
atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60
menit setelah makan, berahir setelah beberapa jam dan kemudian
11
-
pulih. Rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual dan muntah,
dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam setelah memakan
makanan dalam jumlah besar. Sekali serangan kolik biliaris
dimulai, serangan ini cenderung meningkat frekuansi dan
intensitasnya. Pasien akan membolak-balik tubuhnya dengan
gelisah karena tidak mampu menemukan posisi yang nyaman
baginya. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan bersifat kolik
melainkan presisten.
Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh
kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu
keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta Sembilan dan sepuluh bagian
kanan. Sentuhan ini akan menimbulkan nyeri tekan yang mencolok
pada kuadran kanan atas ketika pasien melakukan inspirasi dalam,
dam menghambat pengembangan rongga dada.
Nyeri pada kolisistisi akut dapat berlangsung sangat hebat
sehingga membutuhkan preparat analgesic yang kuat seperti
meperdin. Pemberian morfin dianggap dapat meningkatkan spasme
spingter oddi sehingga perlu dihindari.
2.6.3; Ikterus
Ikterus dapat dijumpai diantara penderita penyakit kandung
empedu dengan presentase yang kecil dan biasanya terjadi pada
obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu ke
dalam duodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu getah
empedu yang tidak lagi dibawa ke duodenum akan diserap oleh
darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membran
mukosa berwarna kuning. Keadaan ini sering disertai dengan
gejala gatal-gatal yang mencolok pada kulit.
2.6.4; Prubahan Warna Urin dan Feses
12
-
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urin
berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen
empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut
dengan clay-colored.
2.6.5; Defisiensi Vitamin
Obstruksi aliran empedu juga mempengaruhi absorbsi
vitamin A, D, E, K yang larut lemak. Karena itu, pasien dapat
menunjukkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika defisiensi
bilier berjalan lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
proses pembekuan darah normal.
Bilamana batu empedu terlepas dan tidak lagi menyumbat
duktus sistikus, kandung empedu akan mengalirkan isinya keluar
dan proses inflamasi segera mereda dalam waktu yang relatif
singkat. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut,
penyumbatan ini dapat mengakibatkan abses, nekrosis dan
perforasi disertai peritonitis generalisata.
2.7; Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada penyakit batu nkantung empedu
antara lain:
2.7.1; Pemeriksaan Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila
terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi
sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum
akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin
serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar
amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi
serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak
13
-
meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran
empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.
2.7.2; Pemeriksaan sinar-X abdomen
Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada
kecurigaan akan penyakit kandung empedu dan untuk
menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya
15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk
dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.
2.7.3; Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu
yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang
mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun
teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab
nilai diagnostiknya rendah.
2.7.4; Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral
sebagai prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada
prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan
USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini
akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa
pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan
distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang
suara yang dipantulkan kembali.
14
-
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan
sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu
dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik.
Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang
menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh
peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus
koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara
didalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada
batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada di
palpasi biasa.
USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat
bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi
kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria batu kandung
empedu pada US yaitu dengan acoustic shadowing dari gambaran
opasitas dalam kandung empedu. Walaupun demikian, manfaat US
untuk mendiagnosis BSE relatif rendah. Pada penelitian kami yang
mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas US didapatkan
sebesar 40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam mendeteksi
BSE disebabkan :
a) bagian distal saluran empedu tempat umumnya batu
terletak sering sulit diamati akibat tertutup gas duodenum
dan kolon
b) saluran empedu yang tidka melebar pada sejumlah kasus
BSE
.
2.7.5; Kolesistografi
Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan
utama, namun untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan
kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup
akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk
mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung
15
-
empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang
mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan
dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu
yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat
batu empedu, bayangannya akan Nampak pada foto rontgen.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi
pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidak dapat
mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna
pada penilaian fungsi kandung empedu. Cara ini juga memerlukan
lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi.
Gambar 6: Hasil pemeriksaan kolesistografi
2.7.6; Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)
Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur
secara langsung yang hanya dapat dilihat pada saat melakukan
laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik
yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum
pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus
koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras
disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan
visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga
memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan
akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil
batu empedu.
16
-
Gambar 7: hasil ERCP pada kolelitiasis
2.7.7; Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)
Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan
kontras secara langsung ke dalam percabangan bilier. Karena
konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan relative besar, maka
semua komponen dalam system bilier tersebut, yang mencakup
duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang doktus
koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis
bentuknya dengan jelas.
2.7.8; Computed Tomografi (CT)
CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat
untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu
dan koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih
mahal dibanding US.
2.7.9; Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic
resonance cholangiopancreatography (MRCP)
17
-
2.8; Penatalaksanaan
2.8.1; Penatalaksanaan Non-Pembedahan
Sasaran utama terapi medikal adalah untuk mengurangi
insiden serangan akut nyeri kandung empedu dan kolesistitis
dengan penatalaksanaan suportif dan diit, dan jika memungkinkan,
untuk menyingkirkan penyebab dengan farmakoterapi, prosedur-
prosedur endoskopi, atau intervensi pembedahan.
2.8.1.1; Penatalaksanaan Supotif dan Diet
Sekitar 80% pasien dengan inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, pengisapan
nasogastric, analgesic dan antibiotik. Intervensi bedah harus
ditunda sampai gejala akut mereda dan evaluasi yang lengkap
dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien semakin
memburuk
2.8.1.2; Farmakoterapi
18
-
Asam Kenodeoksikolat. Dosisnya 12-15 mg/kg/hari
pada orang yang tidak mengalami kegemukan. Kegemukan
jelas telah meningkatkan kolesterol bilier, sehingga diperlukan
dosis 18-20 mg/kg/hari. Dosis harus ditingkatkan bertahap
yang dimulai dari 500 mg/hari. Efek samping pada pemberian
asam kenodeoksikolat adalah diare. Asam ursodeoksikolat.
Berasal dari beruang jepang berleher putih. Doasisnya 8-10
mg/kg/hari, dengan lebih banyak diperlikan jika pasien
mengalami kegemukan. Asam ursodeoksikolat melarutkan
sekitar 30% batu radiolusen secara lengkap dan lebih cepat
daripada menggunakan asam kenodeoksikolat. Efek
sampingnya tidak ada. Kemungkinan kombinasi asam
ursodeoksikolat 6,5 mg/kg/hari dangan 7,5 mg/kg/hari asam
kenodeoksikolat lebih murah dan sama efektif.
Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat
(chenodiol, chenofalk) telah digunakan untuk mmelarutkan
batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama
tersusun dari kolesterol. Asam ursodeoksikolat dibandingkan
dengan kenodeoksikolat jarang menimbulkan efek samping dan
dapat diberikan dengan dosis yang lebih rendah untuk
mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya adalah
menhambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya
sehingga terjadi desaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dapat dikurangi besarnya, batu yang kecil dilarutkan dan batu
yang baru dicegah pembentukannya. Padabanyak pasien
diperlukan pengobatan selama 6 hingga 12 bulan untuk
melarutkan batu empedu, dan selama terapi keadaan pasien
dipantau. Dosis yang efektif bergantung pada berat badan
pasien. Terapi ini dilakukan pada pasien yang menolak terapi
pembedahan atau dianggap terlalu beresiko untuk menjalani
pembedahan.
19
-
Pembentukan kembali batu empedu telah dilaporkan
pada 20-50% pasien sesudah terapi dihentikan, dengan
demikian pemberian obat ini dengan dosis rendah dapat
dilanjutkan untuk mencegah kekambuhan tersebut. Jika gejala
akut kolesistisis berlanjut atau timbul kembali, intervensi bedah
atau litotropis merupakan indikasi.
2.8.1.3; Pengangkatan batu tanpa pembedahan
Beberapa metode telah digunakan untuk melarutkan
batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut
(monooktanoin atau metil tertier butyl eter [MTBE]) ke dalam
kandung empedu. Pelarut tersebut dapat diinfuskan melalui
selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung ke dalam
kandung empedu, atau melalui selang atau drain yang
dimasukkan melaui T-tube untuk melarutkan batu yang belum
dikeluarkan pada saat pembedahan, atau bisa juga melalui
endoskop ERCP, atau kateter bilier transnasal.
Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL).
Prosedur noninvasif ini menggunakan gelombang kejut
berulang (repeated shock waves) yang diarahkan pada batu
empedu di dalam kandung empedu atau duktus koledokus
dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi
sejumlah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media
cairan oleh percikan listrik, yaitu piezoelektrik, atau muatan
elektromagnetik. Energi ini disalurkan ke dalam tubuh lewat
rendaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut
yang dkonvergensikan tersebut dialirkan kepada batu empedu
yang akan dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap,
pecahannya akan bergerak spontan dari kandung empedu atau
duktus koledokus dan dikeluatkan melalui endoscop atau
dilarutkan dengan pelarut asam empedu yang diberikan per
oral.Litotripsi Intracorporeal. Batu yang ada dalam kandung
20
-
empedu atau duktus koledokus dapat dipecah dengan
menggunakan gelombang ultrasound, laser berpulsa atau
litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoscop, dan diarahkan
langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau debris
dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi.
2.8.2; Penatalaksanaan Pembedahan
2.8.2.1; Koleksistektomi Terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk
penanganan pasien dengan batu empedu simtomatik.
Komplikasi yang paling bermakna, cidera duktus biliaris,
terjadi dalam kurang dari 0,2% pasien. Angka mortalitas yang
dilaporkan untuk prosedur ini telah terlihat dalam penelitian
baru-baru ini, yaitu kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren,
diikuti oleh kolesistisi akut. Praktik pada saat ini mencakup
kolesistektomi segera dalam pasien dengan kolesistisi akut
dalam masa perawatan di rumah sakit yang sama. Jika tidak
ada bukti kemajuan setelah 24 jam penanganan medis, atau jika
ada tanda-tanda penurunan klinis, maka kolesistektomi darurat
harus dipertimbangkan.
1; Mini Kolesistektomi
Merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan
kandung empedu lewat luka insisi selebar 4cm. Jika
diperlukan, luka insisi dapat diperlebar untuk
mengeluarkan batu kandung empedu yang berukuran
lebih besar. Drain mungkin dapat atau tidak digunakan
pada mini kolasistektomi. Biaya yang ringan dan waktu
rawat yang singkat merupakan salah satu alasan untuk
meneruskan bentuk penanganan ini.
21
-
2; Kolesistektomi laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan batu empedu
simtomatik tanpa adanya kolesistisis akut. Karena
semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai untuk melakukan prosedur ini dalam pasien
dengan kolesistisis akut dan dalam pasien dengan batu
duktus koledokus. Keuntungan secara toritis dari
prosedur ini dibandingkan dengan konvensional,
kolesistektomi mengurangi perawatan di rumah sakit
serta biaaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat bisa
kembali bekerja, nyeri menurun, dan perbaikan
kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah
keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi mayor, seperti misalnya cidera duktus
biliaris, yang mungkin terjadi lebih sering selama
kolisistektomi laparoskopik. Frekuensi dari cidera
mungkin merupakan ukuran pengalaman ahli bedah dan
merupakan manifestasi dari kurva pelatihan yang
berkaitan dengan modalitas baru.
3; Bedah Kolesistotomi
Dikerjakan bila kondisi pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan operasi yang lebih luas,
atau bila reaksi inflamasi yang akut membuat system
bilier tidak jelas. Kndung empedu dibuka melalui
pembedahan, batu serta getah empedu atau cairan
drainase yang purulen dikeluarkan, dan kateter untuk
drainase diikat dengan jahitan kantung tembakau (purse-
string-suture). Kateter itu dihubungkan dengan sistem
drainase untuk mencegah kebocoran getah empedu
disekitar kateter atau perembesan getah empedu ke
dalam rongga peritoneal. Setelah sembuh dari serangan
22
-
akut, pasien dapat kembali lagi untuk menjalani
kolesistektomi. Maeskipu resikonya lebih rendah, bedah
kolesistotomi memiliki angka moertalitas yang tinggi
(yang dilaporkan sampai setinggi 20-30%) yang
disebabkan oleh proses penyakit pasien yang
mendasarinya.
4; Kolesistotomi Perkutan
Kolesistotomi perkutan telah dilakukan dalam
penanganan dan penegakan diagnosis kolesistisis akut
pada pasien-pasien yang beresiko jika harus menjalani
tindakan pembedahan atau anastesi umum. Pasie-pasien
ini mencakup para penderita sepsis atau gagal jantung
yang berat dan pasien-pasien gagal ginjal, paru atau hati.
Dibawah pengaruh anastesi local sebilah jarum yang
halus ditusukkan lewat dinding abdomen dan tepi hati ke
dalam kandung empedu dengan dipandu oleh USG atau
pemindai CT. Getah empedu diaspirasi untuk
memastikan bahwa penempatan jarum telah adekuat, dan
kemudian sebuah kateter dimasukkan ke dalam kandung
empedu tersebut untuk dekompresasi saluran empedu.
Dengan prosedur ini hampir selalu dilaporkan bahwa
rasa nyeri dan gejala serta tanda-tanda dari sepsis dan
kolesistisi berkurang atau menghilang dengan segera.
5; Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada
duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu
dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam
duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai
edema mereda. Kateter ini dihubungkan dengan selang
drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga
23
-
mngandung batu, dan umumnya koledokostomi
dilakukan bersama-sama kolesistektomi.
2.9; Komplikasi
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan/menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dna dapat menutupi duktus
sistikus, batu dapat menetap ataupun terlepas lagi. Apabila batu menutupi
duktus sistikus secara menetap makan mungkin dapat terjadi mukokel, bila
terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya
kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon,
omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesitoduodenal.
Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut
yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding
(dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel
kolesitoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang
berakibat terjadi peritonitis generalisata.Batu kandung empedu dapat maju
masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu.
Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap
asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di
duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis,
kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi. Berikut beberapa penjelasan tentang komplikasi
kolelitiasis: (Soeparman. 1990)
2.9.1; Hidrops
Hidrops biasanya disebabkan oleh stenosis atau obstruksi
duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi lagi oleh empedu. Dalam
keadaan ini tidak terdapat peradangan akut dan sindrom yang
24
-
berkaitan dengannya, tetapi ada bukti peradangan kronis dengan
adanya mukosa gundul. Kandung empedu berdinding tebal dan
terdistensi oleh materi steril mukoid. Sebagian besar pasien
mengeluh efek massa dalam kuadran kanan atas. Hidrops kandung
empedu dapat menyebabkan kolesistisi akut.
2.9.2; Kolesistitis akut
Hampir semua kolesistisi akut terjadi akibat sumbatan
duktus sistikus oleh batu yang terjebak dalam kantung empedu.
Trauma mukosa kantung empedu oleh batu dapat menyebabkan
pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin dalam empedu
menjadi lisolesitin yang bersifat toksik yang memperberat proses
peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteri sangat sedikit, tetapi
kemudian dapat terjadi supurasi. Komplikasi kolesistisis akut
adalah empiema, nekrosis, dan perforasi.
1; Empiema
Empiema adalah lanjutan dari kolisistisis akut.
Pada empiema atau kolesistisis supuratif, kandung empedu
berisi nanah. Penderita menjadi semakin toksik, demam
tinggi, menggigil dan leukositosis.
2; Nekrosis dan Perforasi
Kolesistisis akut bisa berlanjut ke nekrosis dinding
kantung empedu dan perforasi. Batu empedu yang tertahan
bias menggoresi dinding nekrotik, sinus Roktiansky-
Aschoff terinfeksi yang berdilatasi bias memberika titik
lemah bagi ruptura. Biasanya rupture terjadi pada fundus,
yang merupakan bagian vesica biliaris yang paling kurang
baik vaskularisasinya. Ruptur ke dalam cavitas peritonialis
bebas jarang terjadi dan lebih bias memungkinkan
terjadinya perlekatan dengan organ-organ yang berdekatan
25
-
dengan pembentukan abses local. Ruptura ke dalam organ
berdekatan menyebabkan fistula saluran empedu.
3; Pritonitis
Ruptura bebas empedu ke dalam cvitas peritonialis
menyebabkan syok parah. Karena efek iritan garam
empedu, peritoneum mengalami peradangan.
2.9.3; Kolesistitis kronis
1; Fistel bilioentrik
Apabila kandung empedu yang mengandung batu
besar menempel pada dinding organ di dekatnya seperti
lambung, duodenum, atau kolon transversum, dapat terjadi
nekrosis dinding kedua organ tersebut karena tekanan,
sehingga terjadi perforasi ke dalam lumen saluran cerna.
Selanjutnya terjadi fitsel antara kandung empedu dan organ-
organ tersebut.
2; Kolangitis
Kolangitis dapat berkembang bila ada obstruksi
duktus biliaris dan infeksi. Penyebab utama dari infeksi ini
adalah organisme gram negatif, dengan 54% disebebkan
oleh sepsis Klebesiella, dan 39% oleh Escherchia, serta
25% oleh organisme Enterokokal dan Bacteroides. Empedu
yang terkena infeksi akan berwarna coklat tua dan gelap.
Duktus koledokus menebal dan terjadi dilatasi dengan
diskuamasi atau mukosa yang ulseratif, terutama di daearah
ampula vetri.
3; Pankreatitis
26
-
Radang pankreas akibat autodigesti oleh enzim yang
keluar dari saluran pankreas. Ini disebebkan karena batu
yang berada di dalam duktus koledokus bergerak menutupi
ampula vetri.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MASALAH
GANGGUAN BATU EMPEDU
3.1; Pengkajian
3.1.1; Identitas
a; Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas klien
tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya
.
b; Identitas Penanggung Jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
27
-
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
3.2; Riwayat Kesehatan
a; Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh
klien saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan
adalah nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
b; Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui
metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu fokus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal dirasakan
oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar kemana, Safety (S)
yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal atau
klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan
nyeri/gatal tersebut.
(P): Nyeri setelah makan, terutama makanan yang berlemak
(Q): Nyeri dirasakan hebat
(R):Nyeri dirasakan pada abdomen kuadran kanan atas dan
menjalar ke punggung atau bahu kanan.
(S): Nyeri terasa saat melakukan inspirasi
(T): Nyeri dirasakan sejak dua hari yang lalu
c; Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
d; Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis.
28
-
3.3; Diagnosa--NANDA 2012-2014
1; Nyeri Akut b.d Agen Cedera Biologis: Obstruksi Kandung Empedu
2; Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d
Ketidakmampuan Pemasukan Nutrisi
3; Mual b.d Iritasi Lambung
4; Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif
5; Hambatan Mobilitas Fisik b.d Nyeri
6; Ansietas b.d Ancaman Kematian
7; Kerusakan Integritas Kulit b.d Faktor mekanik
8; Risiko Infeksi b.d Kerusakan Integritas Kulit: Prosedur Invasif
3.4; Intervensi Keperawatan
1; Nyeri berhubungan dengan Obstruksi Kandung Empedu. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1X24 jam nyeri
dapat teratasiKriteria Hasil :
; pasien tidak merasakan nyeri; wajah pasien tampak relax dan tenang.
Intervensi1; Kaji nyeri dengan PQRST (monitoring)
Rasional: dapat mempermudah intervensi selanjutnya2; Lakukan teknik relaksasi dengan menyuruh klien berendam air
hangat (mandiri)Rasional: Rendam air hangat dapat mengurangi nyeri.
3; Bantu klien menggunakan alat bantu (mandiri)Rasional: Alat Bantu berguna untuk memindahkan beban tubuhpada daerah yang nyeri
4; Berikan obat analgesik (kolaborasi)Rasional: Dilakukan pemberian analgesik karena dapat
mengatasi nyeri2; Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d
Ketidakmampuan Pemasukan NutrisiTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
2X24 jam kebutuhan nutrisi terpenuhiKriteria hasil : Keadekuatan zat gizi yang dikonsumsi tubuh
29
-
Intervensi 1; Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
(Monitoring)2; Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.(Pend.kes)3; Tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi,
secara tepat jumlah kalori dan jenis zat gizi yangdibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnyauntuk pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasienpascoperasi dna luka bakar, trauma, demam, dan luka.(Kolaborasi)
4; Berikan pasien minuman dan camilan bergizi, tinggiprotein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bilamemungkinkan.(Kolaborasi)
3 Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan AktifTujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2X24 jam
pasien tidak kekurangan cairan (normal).Kriteria hasil : Elektrolit serum (misalnya, natrium, kaliun, kalsium, dan
magnesium) dalam batas normal, Serum dan pH urinedalam batas normal, Tidak memiliki konsentrasi urine yangberlebihan. BJ urine normal: 1003-1030.
Intervensi 1; Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
(misalnya, kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas
serum, dan berat jenis urine).(Monitoring)
2; Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus.
(Pend.Kes)
3; Berikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan haluaran,
sesuai dengan kebutuhan.(kolaborasi)
4; Pasang kateter urine, bila perlu.(Mandiri)
3.4; Implementasi
a; Nyeri berhubungan dengan inflamasi. 1; Mengkaji nyeri dengan PQRST (monitoring)2; Melakukan teknik relaksasi dengan menyuruh klien berendam
air hangat (mandiri)3; Membantu klien menggunakan alat bantu (mandiri)4; Memberikan obat analgesik (kolaborasi)
b; Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d
Ketidakmampuan Pemasukan Nutrisi
30
-
1; Memantau Kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.(Monitoring).
2; Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisidan bagaimana memenuhinya.(Pend.kes).
3; Menentukandengan melakukan kolaborasi bersama ahli gizi,secara tepatjumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkanuntuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya untuk pasiendengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pascoperasi dnaluka bakar, trauma, demam, dan luka.(Kolaborasi)
4; Memberikan pasien minuman dan camilan bergizi, tinggiprotein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bilamemungkinkan.(Kolaborasi)
c; Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Volume Cairan Aktif1; Memantau hasil laboratorium yang relevan dengan
keseimbangan cairan (misalnya, kadar hematokrit, BUN,albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenisurine).(monitoring)
2; Menganjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila
haus.(pend.kes)
3; Memberikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan
haluaran, sesuai dengan kebutuhan.(kolaborasi)
4; Memasang kateter urine, bila perlu.(mandiri)
1.5; Evaluasi1; Klien tidak merasakan nyeri lagi2; Volume cairan didalam tubuh seimbang3; Nutrsi sesuai kebutuhan
BAB 4
PENUTUP
4.1; KesimpulanBatu Empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu. Penyebab dari batu kantungempedu yaitu dari penumpukan batu kolesterol di dalam kantungempedu yang berasal dari peningkatan kolesterol padapasien.Komplikasi kolelitiasis yaitu bisa menjadi hidrobs,Kolangitisbahkan bisa menyebabkan peradangan pada pancreas.
Penatalaksanaan pada penyakit ini bisa menggunakanpembedahan kantung empedu dan non pembedahan kantung empedu.
4.2; SaranHendaknya para tenaga kesehatan khususnya perawat dapat
mengerti maupun memahami tentang penyakit batu kantung empedu
31
-
sehingga selain mampu untuk melakukan tindakan keperawatankepada pasien, juga mampu mengerti mengenai asuhan keperawatanpada pasien batu kantung empedu.
.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah.Edisi 3. Jakarta: EGC.Dangoes,Marilyn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3.Jakarta:EGC.
Lynda, Juall. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapis,.
Sylvia, Anderson Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Alih
Bahasa AdiDharma.Edisi II.P: 329-330.
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI.Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. P: 586-588.
Sjaifoellah, Noer. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta: Monica Ester.
32