Download - Makalah Blok 22 Ora Handen
MAKALAH PRIBADI
BLOK 22
Neurology & Behaviour Science
INSOMNIA
OLEH :
Kristina Aurora Handen
10 . 2009 . 136
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA 2011
PENDAHULUAN
Istirahat dan tidur sama pentingnya bagi kesehatan yang baik dengan nutrisi yang baik
dan olahraga yang cukup. Tiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk istirahat
dan tidur. Kesehatan fisik dan emosi tergantung pada kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia. Tanpa jumlah istirahat dan tidur yang cukup, kemampuan untuk
berkonsentrasi, membuat keputusan, dan berpartisipasi dalam aktivitas sehari - hari akan
menurun. Gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati akan menyebabkan
gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya insomnia.
Insomnia merupakan ganggguan tidur yang paling sering dikeluhkan. Penelitian
menunjukkan bahwa kurang lebih 1/3 dari orang dewasa pernah menderita insomnia setiap
tahunnya. Gangguan tidur ini sangat dapat mempengaruhi pekerjaan, aktifitas sosial dan
status kesehatan yang menderitanya.
Kesulitan untuk memulai tidur ( initiating sleep ) lebih sering dijumpai pada wanita,
sedangkan kesulitan mempertahankan tidur dan terbangun pada pagi hari memiliki prevalensi
yang sama antara wanita dan pria . Keluhan insomnia lebih sering didapat pada orang yang
mudah cemas atau depresi, orang dengan sosial ekonomi yang rendah, bercerai , mereka
dengan penyakit kronis, dan pada peminum alkohol berat.
ISI
Insomnia
(Gangguan Tidur)
DEFINISI
Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur. Biasanya
disebabkan oleh gangguan di dalam waktu dan mekanisme tidur, hal ini biasanya diperberat
dengan perilaku yang tidak sehat, seperti tidak teratur jam tidur, seringnya bergadang dan
penggunaan kafein. Insomnia adalah sebagian dari gangguan tidur, tetapi keluhan ini adalah
keluhan yang paling sering dari gangguan tidur.1
Insomnia dikelompokkan menjadi:
Insomnia primer, yaitu insomnia menahun dengan sedikit atau sama sekali tidak
berhubungan dengan berbagai stres maupun kejadian
Insomnia sekunder, yaitu suatu keadaan yang disebabkan oleh nyeri, kecemasan, obat,
depresi atau stres yang hebat.
Insomnia bisa disebabkan oleh sejumlah alasan yang berbeda. Penyebab ini dapat dibagi
menjadi faktor-faktor situasional, kondisi-kondisi medis atau psikiatris, atau masalah tidur
utama.1
Banyak penyebab insomnia sementara dan jangka pendek yang sama dan mereka
termasuk2:
Jet lag, perubahan dalam kerja shift, kebisingan yang berlebihan atau tidak
menyenangkan, suhu ruangan tidak nyaman (terlalu panas atau terlalu dingin), stres
situasi kehidupan (persiapan ujian, kehilangan orang yang dicintai, pengangguran,
perceraian, atau perpisahan), akibat penyakit medis, bedah yang akut atau rumah
sakit, efek samping dari obat, alkohol, obat penenang, atau obat perangsang, Insomnia
yang berhubungan dengan ketinggian tinggi (gunung).
Insomnia jangka panjang atau kronis. Mayoritas penyebab insomnia jangka panjang
atau kronis biasanya dikaitkan dengan kondisi jiwa yang mendasari atau fisiologis (medis) .2
Insomnia terkait Psikologis.
Masalah-masalah psikologis yang paling umum yang dapat menyebabkan insomnia
mencakup: kecemasan, stres, skizofrenia, mania (bipolar disorder), dan depresi.
Bahkan, insomnia mungkin merupakan indikator depresi. Banyak orang akan
memiliki insomnia selama fase penyakit mental akut.
Insomnia terkait Fisiologis.
Span fisiologis dari gangguan ritme sirkadian (gangguan terhadap jam biologis),
ketidakseimbangan tidur-bangun, untuk berbagai kondisi medis. Berikut ini adalah
kondisi medis yang paling umum yang memicu insomnia: Sindrom nyeri
kronik, sindrom kelelahan kronis, gagal jantung kongestif, angina (nyeri dada) waktu
malam dari penyakit jantung, Acid reflux disease (GERD), Penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK), Asma Nokturnal (asma dengan gejala pernapasan waktu
malam), Apnea tidur obstruktif, penyakit degeneratif, seperti penyakit Parkinson dan
penyakit Alzheimer (sering insomnia merupakan faktor penentu untuk penempatan
panti jompo), Tumor otak, stroke, atau trauma pada otak.
Kelompok berisiko tinggi untuk insomnia.
Selain kondisi-kondisi medis di atas, kelompok-kelompok tertentu mungkin pada
risiko tinggi untuk mengembangkan insomnia, seperti : pelancong, pekerja shift yang
sering berubah, manula, siswa dewasa muda atau remaja, wanita hamil, dan wanita
menopause.
Insomnia terkait Obat.
Obat-obatan tertentu juga telah dikaitkan dengan insomnia, diantaranya adalah:
o Preparat pencegah asma dan flu.
o Resep obat tertentu yang mungkin juga mengandung stimulan, dengan
demikian menghasilkan efek yang sama pada tidur.
o Pengobatan tekanan darah tinggi tertentu yang juga dikaitkan dengan kurang
tidur.
o Beberapa obat yang dipakai untuk mengobati depresi, kecemasan, dan
skizofrenia.
Insomnia karena penyebab lain.5
o Stimulan umum yang terkait dengan kurang tidur termasuk kafein dan nikotin.
Anda harus mempertimbangkan tidak hanya membatasi penggunaan kafein
dan nikotin dalam jam segera sebelum tidur, tetapi juga membatasi asupan
harian total.
o Orang sering menggunakan alkohol untuk membantu mendorong tidur,
sebagai minuman, namun, itu adalah pilihan yang buruk. Alkohol
berhubungan dengan gangguan tidur dan menciptakan rasa tidur yang tidak
segar di pagi hari.
o Partner tempat tidur yang mendengkur keras atau gerakan kaki secara
berkala yang dapat mengganggu kemampuan Anda untuk mendapatkan tidur
malam yang baik.
A. PEMERIKSAAN
1. ANAMNESIS
1. Tegakkan diagnosis gangguan yang mengawali dan mempertahankan tidur
2. Catat riwayat penggunaan obat pasien, termasuk alkohol, kafein dan stimulansia
lain, hipnotika sedatif, dan zat adiktif
3. Berapa lama gejala itu sudah dialaminya, dan akibatnya?
4. Adakah suatu perubahan di lingkungannya?
5. Hanya terjadi di rumah sendiri atau hanya pada hari kerja?
6. Gejala ikutan? Seperti mengorok, refluks gastroesofageal, kaki goyang (restless
legs), dan kejutan mioklonik. Apakah pasien jadi nokturia sebagai akibat sekunder
dari minum terlalu banyak semalam sebelumnya atau patologi saluran kemih?
7. Higiene tidur? Apakah kamar tidur cukup menyenangkan dan tenang? Tempat
tidur bersih?
8. Apakah pasien berbuat sesuatu yang mengarahkan perhatian ke tempat lain seperti
menonton televisi, makan dan membaca?
9. Adakah keadaan yang secara psikologik merangsang saat mau tidur?
10. Makan banyak, latihan fisik yang melelahkan, dan minuman alkohol lebih dari
satu macam harus dihindarkan sebelum tidur.
11. Apakah pasien tidur larut malam pada akhir minggu, sehingga tidak bisa tidur sore
pada hari minggunya?
2. FISIK
Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk untuk komorbiditas insomnia.
Leher besar ukuran dari 18 inci atau lebih besar pada laki-laki, peningkatan BMI dari
30 kg/m2, pembesaran amandel, Mallampati Airway skor 3 atau 4 (lihat Media file 2),
langit-langit lunak berbaring rendah terutama pada pasien dengan hipertensi atau
penyakit jantung, dan apnea tidur obstruktif / hypopnea sindrom harus
dipertimbangkan. Fitur lain termasuk diperbesar lidah, retrognathia, micrognathia,
atau sudut rahang yang curam.
Jika pasien memiliki neuropati perifer bukti (yaitu, distribusi stok hilangnya sensasi
suhu) dengan atau tanpa perubahan trophic, mereka harus bertanya tentang gejala
yang menyakitkan (yaitu, sensasi terbakar) di kaki mereka, dan sejarah diabetes,
penyalahgunaan alkohol, dan neurologis konsultasi harus diminta.
Jika pasien mengeluhkan gejala sindrom kaki gelisah atau gejala dari suatu kelainan
neurologis, seperti kejang malam hari, penyakit Parkinson, atau gangguan
neuromuskuler, konsultasi saraf harus diminta.
Pada pasien dengan sindrom rasa sakit kronis atau sindrom rheumatologic, rujukan ke
spesialis manajemen rasa sakit dan / atau rheumatologist harus dipertimbangkan.
Jika dada pemeriksaan menunjukkan suara napas berkurang; clubbing atau mengi
dalam pengaturan tanda-tanda klinis dan gejala dari penyakit paru obstruktif kronik,
asma, atau sindrom hipoventilasi obesitas, paru konsultasi harus diminta.
3. PENUNJANG
Polysomnography
Memberikan informasi mengenai tidur / bangun otak, dan merupakan 'standar emas'
untuk penilaian diagnostik. Kendali polysomnography (PSG) terdiri electroencephalography
(EEG), electrooculography (EOG), dagu dan tibialis anterior Elektromiografi (EMG), upaya
pernapasan, aliran udara, oksimetri dan elektrokardiografi (EKG). Sebagian besar penilaian
adalah berbasis laboratorium dan malam pertama rekaman biasanya dibuang sebagai artefak
yang terdiri dari hal-hal baru karena prosedur dan lingkungan. Anda mungkin mengatakan
prinsip-prinsip kontrol stimulus diakui dalam praktek. Karena orang-orang tidur dengan cara
yang berbeda di laboratorium, dan mungkin attributions berbeda tentang tidur mereka, rumah
PSG telah dikembangkan sebagai naturalistik alternatif. PSG portabel pertama rekaman
digambarkan pada 1970-an tapi sejak itu rumah perekaman telah menjadi lebih sederhana dan
lebih handal. Dalam penelitian insomnia, sangat penting bahwa orang tidur di / tempat
tidurnya sendiri (Edinger et al., 1997). PSG adalah penting untuk diagnosis dalam kasus-
kasus yang kompleks, dan untuk memantau dampak intervensi, seperti hidung tekanan udara
kontinu (nCPAP), dimana tingkat kejenuhan oksigen / desaturation, kejadian apnea dan
arousal dari tidur sering harus dinilai sebelum dan selama pengobatan.
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan riwayat penyakit
Hipnosomnografi (elektroensefalogram, eletromiogram, analisa laboratonum untuk tidur)
jarang diperlukan
DIAGNOSA
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:
- pola tidur penderita
- pemakaian obat-obatan, alkohol atau obat terlarang
- tingkatan stres psikis
- riwayat medis
- aktivitas fisik.
Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari gangguan tidur biasanya dibagi menjadi 3 kondisi, yakni kondisi
medis, kondisi psikiatri dan kondisi lingkungan.
1. Faktor biologik dan psikologik
Dilihat dari segi anatomi, fisiologi dan biokimia dari otak dapat dikemukakan bahwa proses
tidur dan bangun sangat erat hubungannya, bahkan diatur oleh sistem bangun (arousal
system) dan sistem tidur (hypnagogic system) yang terdapat dalam otak. Pada umumnya
dianggap bahwa dalam formatio reticularis terdapat pengaturan tidur dan bangun. Bila
formatio reticularis (ascending reticular system) berada dalam keadaan aktif, maka
dikirimkannya isyarat-isyarat ke korteks yang menyebabkan sese-orang bangun. Sebaliknya
apabila dalam sistem retikuler terdapat keadaan yang kurang aktif,maka impuls yang dikirim
ke korteks dan pusat-pusat lain dan otak kurang, sehingga seseorang men-jadi mengantuk.
Kedua sistem bangun dan tidur bersama-sama bekerja untuk mencapai keseimbangan yang
wajar. Namun, pada beberapa individu terdapat predisposisi, yaitu adanya sistem bangun
yang lebih peka atau sistem hipnagogik yang kurang sempuma, sehingga padanya ada
kecenderungan untuk bangun pada rangsang yang sedikit saja. Diduga pada orang dengan
insomnia kronik terdapat predisposisi individual ini. Sistem bangunnya berada dalam kedaan
keaktifan berlebih yang kronik. Pada mereka dengan ciri-ciri ini tampak adanya denyutan
jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan orang lain, begitupun suhu badannya yang
lebih tinggi. Seseorang yang menderita ke-adaan keaktifan fisiologik yang berlebihan ini,
dapat terangsang pula keadaan mentalnya menjadi cemas, tegang, frustrasi, se-hingga dapat
memperkuat ketidakmampuan tidur. Di samping predisposisi fisiologik ini terdapat pula
kondisi-kondisi atau penyakit fisik yang mempengaruhi tidur. Sebagai contoh dapat disebut:
(1) Rasa nyeri yang hebat dan terus menerus.
Setiap jenis pe-rasaan nyeri dapat menjadikan seseorang mengalami insomnia
pada siang hari seseorang dapat melupakannya dan tidak merasa-kan nyeri, tetapi di
malam hari mulailah dirasakan nyeri tersebut, sehingga terganggulah tidurnya.
Perasaan nyeri yang meng-ganggu dapat terjadi pada penyakit neuritis post-herpes,
tumor pada organ dalam, luka atau infèksi postoperatif, dan sebagainya.
(2) Apnoe sewaktu tidur.
Ini adalah kondisi dimana sewaktu tidur seseorang mendadak berhenti
bernapas. Karena penderita dengan gangguan ini sering tidak tahu bahwa dia
menderita kondisi ini, maka diagnosis sebenarnya hanya dapat ditegakkan dengan
observasi dalam laboratorium tidur. Tetapi dalam pemeriksaan anamnestis dapat
diperoleh informasi bahwa penderita merasa ngantuk yang ber-lebihan pada siang hari
dan mendengkur berlebihan sewaktu tidur. Dengkuran ini sering mendadak berhenti
karena ada pe-nyumbatan pada alat pernapasan. Untuk menghindari ini pen-derita
bergerak banyak, kadang-kadang sampai bangun duduk dan setelah dapat bernapas
lagi, tidur kembali. Selama peng-alaman ini pasien bisa saja tetap tidak sadar.
Gangguan ini sering terjadi dan dapat berulang sampai puluhan kali semalam. Akibat-
nya penderita tidak sempat mencapai stadium dan fase tidur yang dalam. Apnoe
sewaktu tidur ini dapat disebabkan oleh kelainan patologik pada jalan pernapasan
yang menyebabkan obstruksi. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya ke-
gemukan yang berlebihan atau kelainan-kelainan endokrin se-perti hipertiroidi dan
akromegali.
(3) Mioklonus nokturnal.
Keadaan ini ditandai dengan adanya kontraksi-kontraksi otot mendadak,
berulang dan yang biasanya terjadi pada kaki atau lengan. Lama kontraksi-kontraksi
ini tidak melebihi 10 detik dan dapat berulang-ulang beberapa puluh kali selama
beberapa menit sampai beberapa jam. Kontraksi-kontraksi ini hanya terjadi se-lama
tidur. Bila sewaktu jaga terjadi kontraksi sejenis juga, maka perlu dipikirkan adanya
gangguan lain. Dalam keadaan ini pun penderita tidak dapat mencapai fase tidur yang
dalam karena sering terbangun.
(4) Faktor dietetik.
Salah satu penyebab insomnia adalah malnutrisi. Dalam keadaan malnutrisi,
zat-zat penting dalam tubuh tidak berada dalam keadaan keseimbangan yang optimal,
sehingga dapat mem-pengaruhi metabolisme neurotransmitters dalam otak. Makanan
yang terlalu monoton, seperti makan jagung yang kurang di-variasi dengan lauk lain
dapat mengakibatkan insomnia. Dengan diet yang tidak seimbang ini maka sedikit
sekali triptofan di-kirim ke otak dan ini mempengaruhi intesis dan serotonin.
Kurangnya produksi serotonin akan mengganggu proses tidur dan terjadilah insomnia.
Diduga bahwa mineralpun mempunyai pengaruh terhadap proses tidur, tetapi hal ini
masih dalam penyelidikan.
(5) Efek obat dan efek putus obat.
Telah terbukti bahwa beberapa obat dapat mengubah pola tidur. ini dapat
direkam dengan EEG dan diskematisasi dalam hipno-gram. Obat-obatan seperti
monoaminoxydase inhibitors (MAO 1) atau zat-zat seperti alkohol, kopi dan teh, bisa
mengakibatkan insomnia. Seorang yang menderita insomnia cenderung minum
alkohol sebelum tidur, dengan maksud agar proses masuk tidur mudah. Akan tetapi
tidur yang dialaminya adalah tidur kurang nyaman, hal mana dapat dilihat dari
hipnogram. Orang tersebut mengalami tidur yang sangat dangkal, sehingga pada
waktu bangun pagi hari dia kurang segar, dan bahkan mengantuk pada siang harinya.
Jadi. penggunaan bir atau minuman alkohol lain sebagai zat untuk mempermudah
masuk tidur bukan merupakan tindakan yang bijaksana.
(6) Faktor psikologik.
Dalam kategori ini dapat dimasukkan problem psikologik yang menjadi dasar
dari adanya insomnia. Mereka yang menderita ansietas biasanya sukar masuk tidur,
sedangkan mereka yang menderita depresi acapkali bangun tengah malam dan tidak
dapat tidur lagi, atau bangun terlalu pagi dengan perasaan yang tidak segar. Di
samping itu beberapa gangguan jiwa yang serius dapat pula menyebabkan terjadinya
gangguan tidur, seperti gangguan kepribadian dan skizofrenia.
2. Faktor penyalahgunaan zat/obat adiktif intoksikasi
Penderita insomnia sering berusaha mengobati diri sendiri dengan meng-gunakan
alkohol atau obat-obat penenang, dengan akibat keter-gantungan terhadap obat-obat itu.
Walaupun pada mulanya alkohol memperbaiki masuknya tidur, tetapi kualitas tidur itu
sendiri adalah kurang dalam, sehingga mereka yang mengguna-kan alkohol untuk tidur pada
pagi harinya sering bangun dengan perasaan kurang segar. Pada penggunaan obat-obat
penenang perlu diperhatikan adanya rebound phenomena yang dirasakan oleh yang
bersangkutan sebagai sesuatu yang tidak enak. Untuk menghilangkan efek samping dari obat
penenang, maka diguna-kan obat penenang lagi dan seterusnya, sehingga timbul ke-
tergantungan psikik yang dapat menjadi ketergantungan fisik. Perlu dipikirkan pula
kemungkinan bahwa para penyalahguna obat atau zat yang menimbulkan ketergantungan,
ada kalanya melakukannya untuk mengobati diri sendiri, yaitu pada penyakit fisik atau
gangguan psikiatrik. Ada pula obat-obat tertentu yang dapat menimbulkan insomnia, seperti
derivat-derivat amfetamin, MAO inhibitors dan obat-obat untuk menguruskan tubuh.
3. Faktor Iingkungan atau kebiasaan kurang baik
Dalam kategori etiologik di sini dapat disebut tempat tidur yang kurang nyaman,
kamar tidur terlalu terang atau terlalu berisik, iklim yang terlalu panas, dan sebagainya. Di
samping itu dapat pula disebut makan atau minum hal-hal yang me-rangsang sebelum tidur,
seperti kopi atau teh kental, makan ter-lalu banyak sebelum tidur, tidur terlalu lama pada hal-
hal besar, sehingga terjadi insomnia pada malam harinya yang juga dikenal dengan Sunday
night insomnia melakukan usaha yang memerlu-kan pikiran yang intensif sebelum tidur,
seperti main bridge, catur, membuat hitungan akuntansi yang ruwet, dan sebagainya.
4. Pengkondisian negatif
Keadaan ini terjadi apabila seseorang mengalami ketakutan untuk tidak bisa tidur dan
untuk keperluan itu ia melakukan ritual-ritual atau perbuatan-perbuatan tertentu dengan
maksud bisa tidur. Namun ini mempunyai akibat sebaliknya, yaitu tidak bisa tidur. Penderita
dengan gangguan ini begitu takut untuk tidak bisa tidur, sehingga akhimya apa yang
ditakutkan itu ter-laksana benar-benar (self-fulfilling prophecy).
Beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan gangguan tidur;
Gangguan pada jantung seperti gagal jantung dan iskemia pada pembuluh koroner
Stroke, kondisi degenerative, demensia, gangguan tidur karena gangguan CNS
Hipotiroid, menopause, siklus menstruasi, kehamilan, dan hipogonadism
Gangguan paru obstruktif, asma, Pickwikian sindrom (Obstructive sleep apnea
syndrome).
Penyakit muntahan cairan lambung
Gangguan pada darah
Penggunaan obat seperti dekongestan, koritokosteroid, dan bronkodilator
Kondisi lainnya seperti Demam, nyeri dan infeksi
Beberapa kondisi psikologis yang dapat menyebabkan gangguan tidur
Depresi dapat menyebabkan gangguan dalam REM (rapid eye movement)
Sindrom Post Trauma
Obat-obatan psikotropika
Pikiran yang membebani atau stress
Tegang-cemas
Beberapa kondisi lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan tidur
Kejadian yang mengancam nyawa atau kejadian yang memiliki stress tinggi
Gangguan siklus tidur akibat waktu kerja yang tidak tetap (malam dan pagi)
Lingkungan yang bising, dingin, ataupun terlalu panas.
C. EPIDEMIOLOGI
Di amerika serikat kurang lebih sepertiga penduduknya memiliki gangguan tidur. Di
Indonesia gangguan tidur bervariasi, tergantung pekerjaan yang dimiliki, pekerjaan-
pekerjaan yang terganggunya siklus tidur seperti perawat, dokter, satpam sangat besar
menimbulkan gangguan tidur pada individu tersebut. Ada penelitian yang
membuktikan bahwa 70% dari perawat di Jakarta mengalami insomnia. Insomnia
lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria dengan rasio 3 : 2.
Dengan bertambahnya usia bertambah pula angka.
D. PATOFISIOLOGI
Penelitian tidur di laboratorium dengan alat EEG menunjukkan adanya perbedaan
antara sukarelawan yang normal dengan penderita depresi dan ansietas. Pada penderita
depresi, ditemukan adanya Sleep Latency yang bertambah atau dapat juga normal. Sedangkan
REM Latency jelas menjadi lebih pendek. Tidur Delta yang pada orang normal ditemukan
sejumlah 20 - 30%, pada penderita depresi menjadi jauh berkurang. Hal ini yang
menyebabkan penderita depresi mengeluh tidurnya kurang pulas.
Penelitian dari Zung menunjukkan bahwa pada sukarelawan normal yang diberi
rangsang suara-suara pada stadium Delta, tidak terbangun oleh hal itu. Tetapi pada penderita
depresi sangat mudah terbangun. Karena itu penderita depresi mudah sekali terbangun oleh
adanya perubahan suhu di dini hari, perubahan sinar dan suara-suara hewan di pagi hari. Pada
fase awal penyakit, penderita. depresi akan mengalami penurunan dari Tidur REM nya
sebanyak 10%. REM menunjukkan bahwa orang itu sedang bermimpi. Di laboratorium tidur,
85% dan mereka yang dibangunkan pada waktu tidur REM, mengaku sedang bermimpi.
Penderita depresi biasanya mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan sehingga
mereka terbangun karenanya. Dengan demikian tidur REM pun berkurang karena seringnya
terbangun di malam hari. Di samping itu, telah diterangkan bahwa pada mereka yang
menderita depresi, tidur REM lebih cepat datangnya. Secara fisiologik kekurangan tidur
REM itu harus dibayar kembali. Dengan begitu, selang beberapa waktu, penderita depresi
akan mengalami tidur REM yang berlebihan, dan penderita akan lebih sering terbangun dan
bermimpi buruk. Jadi jelaslah mengapa di laboratorium tidur, ditemukan gambaran
hipnogram yang “acak-acakan” atau iregular dari perpindahan satu stadium ke stadium yang
lain pada penderita depresi; dan sering terbangun di malam hari. Pada penderita ansietas, dan
hipnogram ditemukan Sleep Latency yang memanjang. Sedangkan REM Latency dapat
normal atau lebih panjang dari pada sukarelawan normal. Berbeda dengan penderita depresi,
pada penderita ansietas, tidur delta biasanya normal (20-30%), sedangkan tidur REM menjadi
bertambah, terutama pada fase akhir dari tidur (di dini hari). Pada hipnogram juga ditemukan
adanya gambaran yang ireguler dari perpindahan satu stadium tidur ke stadium tidur yang
lain. Di bawah ini, digambarkan suatu skema perbedaan dari insomnia karena kondisi depresi
dan ansietas, dilihat dari keluhan subyektif dan gambaran obyektif menurut hipnogramnya.
E. GEJALA DAN TANDA
Gejala insomnia adalah susahnya seorang individu untuk jatuh kedalam tidur, sehingga
terjadi peningkatan waktu antara tidur. Sulitnya mempertahankan tidur dan tidak dapat tidur
secukupnya, hal ini mengakibatkan seorang pasien terbangun sebelum dia mendapatkan tidur
yang cukup. Gangguan dari siklus tidur dapat disebabkan oleh irama sikardian (gannguan
dalam irama tidur bangun) yang terganggu oleh karena jet-lag atau pekerjaan. Hipersomnia
atau tidur yang berlebih adalah gejala dari kurangnya kualitas dari tidur seseorang sehingga
seringkali dibutuhkan waktu tidur yang lebih lama dari normal. Beberapa gejala lain dari
gangguan tidur adalah Sonambulisme atau tidur berjalan, dan Mimpi buruk (nightmares)
Kriteria Diagnostik untuk insomnia
Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai tidur atau mempertahankan
tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan selama sekurang-kurangnya satu bulan
Kelelahan di siang hari yang menyertai menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting
lainnya.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang diperlukan Hemoglobin dan hematokrit, Gas darah,
fungsi tiroid dan screening obat dan alcohol.
F. KOMPLIKASI
Efek fisiologis karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress,
terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol,
juga penurunan produksi melatonin.
Efek psikologis dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi ,
irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya.
Efek fisik/somatik dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan
sebagainya.
Efek sosial dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah
mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati
hubungan sosial dan keluarga.
Kematian orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan
hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin disebabkan
karena penyakit yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau
karena high arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau
mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia
memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika
dibandingkan dengan orang normal
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia. Orang tua yang
mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak memerlukan
pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal. Penderita insomnia hendaknya tetap
tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba dan menciptakan suasana yang
nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik. Jika penyebabnya adalah stres
emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika penyebabnya adalah depresi,
diberikan obat anti-depresi. Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal
penderita dan penderita merasa sehat, bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu.8
Medikamentosa
Bila terdapat indikasi terapi dengan obat-obatan, pilihan obat tergantung pada
penyebab. Bila ansietas merupakan penyebab utama, pengobatan dengan antiansietas
dengan rasio potensi sedatif tinggi merupakan indikasi Obati insomnia yang
menyertai depresi dengan sedatif antidepresan .Gunakan penginduksi tidur 'short-
acting' pada insomnia tahap permulaan .Gunakan obat tidur pada gangguan yang telah
lebih lama .Karena hipnotik long-acting' mungkin menyehabkan efek pusing
('hangover') dan gangguan penampilan, maka hanya boleh digunakan bila ansietas
terjadi pada siang hari. Hipnotika baru diberikan sesingkat mungkin untuk
memecahkan masalah .Terdapat kemungkinan penyalahgunaan obat yang potensial
walaupun kecil dengan kebanyakan sedatif hipnotik dan masalah peracunan obat
sendiri yang potensial .Obat hipnotik mungkin memperburuk gejala kilnik penderita
dengan apne waktu tidur ('sleep apnea') .Mulailah dari penggunaan obat non-
benzodiazepin seperti obat antiinsomnia yang alami atau yang merupakan sintetik
melatonin (merek dagang Rozerem). Ada juga pasien yang bisa menggunakan obat
antiinsomnia non-benzodiazepin seperti zolpidem (merk dagang Zolmia/Stilnox).7
Obat ini tidak seperti golongan benzodizepin, tidak menimbulkan risiko
ketergantungan, toleransi dosis ataupun efek putus zat. Penggunaan benzodiazepin
seringkali diberikan kepada pasien oleh dokter umum atau spesialis bila pengobatan
di atas tidak membantu banyak. Golongan obat yang sering diberikan adalah
estazolam (Esilgan), alprazolam (Xanax, Zypraz,Alganax) dan Diazepam (Valium).
Sayangnya terkadang pasien terus menerus menggunakan obat ini untuk membantu
tidurnya tanpa melakukan proses terapi untuk keluhan dasarnya, yaitu kecemasan atau
depresi, sehingga seringkali ditemukan pasien memakan obat ini sampai bertahun-
tahun. Apalagi seringkali mereka tidak kontrol atau membeli sendiri obat tersebut di
pasar gelap yang menjual obat seperti ini. Penggunaan obat tidur yang biasanya
merupakan golongan benzodiazepine haruslah hati-hati dan atas pengawasan ahli
seperti seorang psikiater. Jika tidak perlu tidak perlu sampai menggunakan obat
golongan tersebut. Jangan lupa pula untuk mengobati dasar dari gangguan ini.
Biasanya jika gangguan dasarnya diobati maka insomnianya juga akan membaik
sehingga tidak lagi memerlukan obat. Pesan saya terakhir adalah jangan makan obat
tidur sembarangan, konsulkan dengan ahlinya jika mendapatkan obat tidur dari dokter
umum atau spesialis non-psikiatri dalam jangka waktu yang cukup lama (lebih dari 3
bulan) dan usahakan untuk mengobati gangguan dasarnya bukan hanya gejalanya
saja.7
Terapi Psikologi :
Konsultan psikolog biasanya dapat mengajarkan teknik relaksasi mudah yang dapat
membantu mengatasi insomnia. Mereka juga biasanya menyediakan jasa konsultasi
bicara (psikoterapi) yang dapat membantu orang-orang untuk menghadapi kejadian-
kejadian seperti kehilangan orang terdekat ataupun masalah rumah tangga yang dapat
menyebabkan terjadinya susah tidur atau insomnia.
Selain hal di atas, ada juga terapi tentang tidur, yang termasuk di dalamnya cognitive
behaviour therapy (CBT) yang dapat mengatasi masalah kecemasan yang menganggu
tidur dan juga membantu membangun pandangan positif mengenai tidur.2
Terapi cognitive behaviour :
o Pengetahuan mengenai kebiasaan tidur yang baik. Kebersihan saat tidur yang
dijadikan kebiasaan dapat membantu untuk meningkatkan kualitas tidur.
o Teknik relaksasi, seperti latihan pelemasan otot dan latihan pernafasan dapat
digunakan untuk mengatasi kecemasan menjelang tidur. Teknik ini membuat
kita dapat mengontrol pernafasan, detak jantung, ketegangan otot serta suasana
hati.
o Terapi kognitif, ini termasuk dengan menggantikan kecemasan mengenai tidak
bisa tidur dengan hal lain yang positif.
o Kontrol stimulus, termasuk di dalamnya untuk membatasi aktivitas yang
dilakukan di dalam kamar tidur hanya untuk istirahat saja.
Pembatasan tidur, terapi ini membatasi waktu anda di tempat tidur, sehingga
menjadi tidur pun berkurang dan menjadi lebih lelah keesokan malamnya. Begitu
kualitas tidur sudah meningkat, maka waktu tidur pun akan meningkat kembali
secara bertahap.
H. DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Tidur tidak hanya Insomnia
Keluhan gangguan tidur disebabkan terutama oleh ‘kondisi kurang tidur’ (sleep deprivation.)
Kondisi kurang tidur disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang atau kualitas tidur yang
kurang. Sehingga keluhan pasien dengan ‘kondisi kurang tidur’ bisa luas sekali, mulai dari
sulit tidur, tidur-tidur ayam, tidur tidak dalam, bangun tidak segar, selalu mengantuk, cepat
lelah, mudah tertidur, sakit kepala yang menetap, vertigo, depresi, hipertensi hingga berbagai
gangguan jantung.Sayangnya di Indonesia frasa gangguan tidur terlanjur identik dengan
insomnia. Sementara keluhan kantuk berlebih, juga biasa disebut hipersomnia, kurang
diperhatikan. Padahal kantuk berlebih amat mengganggu produktivitas bahkan menyimpan
potensi bahaya yang tidak kecil.5
Persentase penderita gangguan tidur amat bervariasi. Di klinik gangguan tidur kami, yang
terbanyak adalah kasus sleep apnea (henti nafas saat tidur,) diikuti dengan insomnia,
sindroma tungkai gelisah, parasomnia baru lalu narkolepsi. Penderita sleep apnea terbanyak
adalah pria dengan perbandingan 90% pria dan 10% wanita. Padahal berdasarkan penelitian
di luar negri penderita pria dan wanita sama besarnya. Penyebabnya adalah gejala sleep
apnea pada wanita tidak sejelas pada pria. Jika pria mendengkur keras, wanita mempunyai
dengkuran yang lebih ‘sopan’. Dan lagi wanita lebih tahan kantuk dibanding pria, sehingga
jika pada pria jelas terdapat kantuk berlebih, pada wanita hanyalah keluhan cepat lelah atau
kesulitan berkonsentrasi. Di negara-negara maju, penanganan sleep apnea sudah menjadi
bagian dari tata laksana hipertensi. Bahkan International Diabetes Federation, sejak Februari
2008 sudah menyarankan agar pasien diabetes diperiksakan kemungkinannya menderita sleep
apnea.5
Penderita dengan diagnosa insomnia dua pertiga-nya adalah wanita dengan sebaran usia
terbanyak pada usia 40 tahunan. Patut diwaspadai juga, bahwa banyak remaja / dewasa muda
yang mengeluhkan kesulitan tidur namun sebenarnya masih dalam batas normal. Begini,
dalam tubuh kita ada jam biologis yang mengatur segala denyut kehidupan seperti rasa lapar,
menstruasi dan kantuk. Usia dewasa muda mempunyai jam biologis yang unik, dimana
mereka butuh tidur selama 8,5 jam – 9,25 jam seharinya dengan jam kantuk baru lewat
tengah malam. Tak heran, jika banyak orang muda yang merasa sulit tidur pada jam-jam 10
malam sementara orang lain di rumahnya sudah terlelap. Ini juga sebabnya banyak orang
muda yang betah ‘gaul’ hingga larut malam, dan tertidur di kampus atau kantor. Ini akan
berlangsung hingga letupan-letupan hormon mereda di usia mendekati 30 tahun. Nah, banyak
pasien di usia ini yang datang dengan keluhan sulit tidur namun akhirnya dinyatakan normal
dan tidak menderita insomnia. Banyak juga pasien wanita yang datang dengan keluhan sulit
tidur, ternyata terdiagnosa menderita sleep apnea atau sindroma tungkai gelisah. Mereka
biasanya merasakan kualitas tidur yang buruk sehingga cepat merasa lelah di siang hari.
Penderita sindroma tungkai gelisah tidak mengenal gender. Mereka mengeluhkan sulit tidur,
akibat rasa tidak nyaman pada kaki yang mendorong mereka untuk menggerak-gerakkan
kaki. Rasa tak nyaman ini digambarkan sebagai rasa pegal, sakit, keram atau sekedar
kesemutan. Gangguan ini biasanya disebabkan oleh penyakit syaraf degeneratif (parkinson,
alzheimer), tingginya kadar ureum dalam darah atau malah kekurangan zat besi.
Parasomnia adalah gerakan yang tidak diinginkan selama tidur. Bisa berjalan dalam tidur,
berbicara, atau bahkan makan dalam tidur! Jumlah penderitanya tidaklah banyak dan tidak
memerlukan tindakan khusus. Terutama pada anak-anak, gangguan ini bisa hilang dengan
sendirinya. Yang diperlukan adalah edukasi pada keluarga penderita agar memahami
gangguan tidur yang dialami. Salah satu parasomnia yang menakutkan adalah night
terrors/pavor nocturnus dimana seorang anak, ditengah malam seolah duduk terbangun,
dengan pandangan mata terfiksasi pada satu sudut, menangis keras tanpa bisa ditenangkan.
Ketika ditenangkan ia malah menangis semakin keras. Tapi setelah beberapa menit, ia akan
diam lalu kembali tidur atau terbangun dalam kondisi bingung. Si anak biasanya tidak ingat
sama sekali episode ini, karena memang tidak terjadi pada tahap tidur mimpi.Narkolepsi tidak
banyak diderita, hanya beberapa orang saja. Gangguan tidur ini ditandai dengan serangan
kantuk tak tertahankan, otot lemas tiba-tiba setelah emosi kuat, dan fenomena 'tindihan.3,5
Skizofrenia
Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang ditandai
oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas. Distorsi persepsi dapat mempengaruhi
semua lima indera, termasuk penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan sentuhan, tapi paling
sering bermanifestasi sebagai halusinasi pendengaran, delusi paranoid atau aneh, atau pidato
teratur dan berpikir dengan disfungsi sosial atau pekerjaan yang signifikan. Timbulnya gejala
biasanya terjadi pada dewasa muda, dengan sekitar 0,4-0,6% dari populasi yang terkena.
Diagnosa didasarkan pada yang dilaporkan sendiri pasien pengalaman dan perilaku yang
diamati. Tidak ada tes laboratorium untuk skizofrenia saat ini ada.3,6
Studi menunjukkan bahwa genetika, lingkungan awal, neurobiologi, proses psikologis dan
sosial merupakan faktor penyumbang penting; beberapa obat rekreasi dan resep tampak
menyebabkan atau memperburuk gejala. Penelitian psikiatri saat ini difokuskan pada peran
neurobiologi, tapi tidak ada penyebab organik tunggal telah ditemukan. Sebagai hasil dari
kombinasi banyak kemungkinan gejala, ada perdebatan tentang apakah diagnosis merupakan
suatu kelainan tunggal atau sejumlah sindrom diskrit. Untuk alasan ini, Eugen Bleuler disebut
penyakit schizophrenias (jamak) ketika ia menciptakan nama itu. Meskipun etimologinya,
skizofrenia adalah tidak sama dengan gangguan identitas disosiatif, sebelumnya dikenal
sebagai gangguan kepribadian ganda atau kepribadian ganda, yang telah keliru bingung.6
Peningkatan dopamin aktivitas di jalur mesolimbic otak secara konsisten ditemukan pada
individu skizofrenia. Andalan pengobatan obat antipsikotik, obat jenis ini terutama bekerja
dengan menekan aktivitas dopamin. Dosis antipsikotik yang umumnya lebih rendah daripada
di dekade awal penggunaan mereka. Psikoterapi, dan rehabilitasi kejuruan dan sosial juga
penting. Dalam kasus yang lebih serius - di mana ada resiko untuk diri dan orang lain - rawat
inap paksa mungkin diperlukan, walaupun tetap rumah sakit kurang sering dan untuk waktu
yang lebih pendek daripada mereka di masa sebelumnya. Kelainan ini diduga terutama
mempengaruhi kognisi, tetapi juga biasanya memberikan kontribusi untuk masalah kronis
dengan perilaku dan emosi. Orang dengan skizofrenia cenderung memiliki tambahan
(komorbiditas) kondisi, termasuk depresi mayor dan gangguan kecemasan; terjadinya
penyalahgunaan zat seumur hidup adalah sekitar 40%. Masalah sosial, seperti jangka
panjang, kemiskinan pengangguran dan tunawisma, yang umum. Selanjutnya, rata-rata
harapan hidup orang dengan gangguan tersebut adalah 10 sampai 12 tahun kurang daripada
mereka yang tidak, karena meningkatnya masalah kesehatan fisik dan tingkat bunuh diri lebih
tinggi.3,6
- Gejala
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain
1. ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum,
acuh tak acuh.
2. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang
menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).
3. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau
memindahkan atensi.
4. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa
menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.
Gejala-gejala skizofrenia pada umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas:
1. Gejala-gejala Positif
Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran (kognitif). Gejala-gejala ini disebut
positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain.
2. Gejala-gejala Negatif
Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri
khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu
menampakkan/mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya
dorongan untuk beraktivitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi
dan kurangnya kemampuan bicara (alogia).
Meski bayi dan anak-anak kecil dapat menderita skizofrenia atau penyakit psikotik yang
lainnya, keberadaan skizofrenia pada grup ini sangat sulit dibedakan dengan gangguan
kejiwaan seperti autisme, sindrom Asperger atau ADHD atau gangguan perilaku dan
gangguan Post Traumatic Stress Dissorder. Oleh sebab itu diagnosa penyakit psikotik atau
skizofrenia pada anak-anak kecil harus dilakukan dengan sangat berhati-hati oleh psikiater
atau psikolog yang bersangkutan.6
Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan
faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan
berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu
emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu
menyendiri. Pada gangguanskizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan
ganjil, afek sempit, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya,
persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samar-
samar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet atau stereotipik yang termanifestasi dalam
pembicaraan yang aneh dan inkoheren. Tidak semua orang yang memiliki indikator
premorbid pasti berkembang menjadi skizofrenia. Banyak faktor lain yang berperan untuk
munculnya gejala skizofrenia, misalnya stresorlingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya,
mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat
sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang
seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-
gejala psikosis.6
Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari
reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu
mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting dalam
menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang
dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis.
Axietas
Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu
dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa
reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan
ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit
kepala atau rasa mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah.
Anxietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang disebabkan oleh dugaan akan bahaya
atau frustrasi yang mengancam yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau
kehidupan seseorang individu atau kelompok biososialnya.
Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat
sebagai sindroma pada neurosis cemas dan dapat juga sebagai kondisi normal.
Anxietas normal sebenarnya sesuatu hal yang sehat, karena merupakan tanda bahaya tentang
keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri dan anxietas juga dapat
bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas,
maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang. Anxietas dapat
bersifat akut atau kronik. Pada anxietas akut serangan datang mendadak dan cepat
menghilang. Anxietas kronik biasanya berlalu untuk jangka waktu lama walaupun tidak
seintensif anxietas akut, pengalaman penderitaan dari gejala cemas ini oleh pasien biasanya
dirasakan cukup gawat untuk mempenganuhi prestasi kerjanya.5,6
- Gejala
o Gejala psikologik:
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati , takut ”gila”, takut
kehilangan kontrol dan sebagainya.
o Gejala fisik: Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing,
ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal, gangguan di
lambung dan lain-lain.
Keluhan yang dikemukakan pasien dengan anxietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa
sakit dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu yang menekan
dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki dan tangan merasa kesemutan; kaki dan
tangan tidak dapat diam ada perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah,
sehingga berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi keluhan yang
tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang dikemukakan disini tidak semua
terdapat pada pasien dengan gangguan anxietas kronik, melainkan seseorang dapat saja
mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman penderitaan dan gejata
ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya dirasakan cukup gawat.5
Tipe anxietaso Anxietas ringanAnxietas ringan Berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari –
hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati – hati dan
waspada.
Respon Fisiologis
Sesekali nafas pendek
Nada dan tekanan darah naik
Gejala ringan pada lambung
Muka berkerut dan bibir bergetar
Respon Kognitif
Mampu menerima rangsang yang kompleks
Konsentrasi pada masalah
Menyelesaikan masalah secara efektif
Respon Perilaku dan Emosi
Tidak dapat duduk tenang
Tremor halus pada tangan
Suara kadang – kadang meninggi
o Anxietas sedang
Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu lebih
memfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Respon fisiologik
Sering nafas pendek
Nadi dan tekanan darah naik
Mulut kering
Anorexia
Diare / konstipasi, gelisah
Respon kognitif
Lapang persepsi menyempit
Rangsang luar tidak mampu diterima
Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya
Respon perilaku dan emosi
Gerakan tersentak – sentak / meremas tangan
Bicara banyak dan lebih cepat
Susah tidur
Perasaan tidak aman
o Anxietas berat
Pada ansietas berat lahan persepsi menjadi sangat sempit kemudian tidak mampu
berfikir.
I. PROGNOSIS
Respon terhadap pengobatan tcrgantung pada etiologi insomnia "Rebound insomnia" dapat
terjadi pada penghentian tiba-tiba dan obat sedatif hipotik. Beberapa penderita mungkin
memberikan respon terhadap cara-cara tanpa obat setelah masalah didiskusikan dan
etiologinya ditemukan .
PENUTUP
Perempuan berusia 28 tahun, datang dengan keluhan sulit tidur sejak 2 bulan yang lalu,
keluhan itu juga disertai prasaan cemas setiap malam jika ingin tidur. Cemasnya adalah
pasien merasa jika malamnya pasti tidak bisa tidur, jika tertidurpun pasien bisa terbangun
tiba-tiba dan akhirnya tidak bsa melanjutkan tidurnya lagi, pasien diduga menderita
Insomnia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiguna I Made S. dkk. Synopsis psikiatri. Jilid 2. Ciputat – tangerang ; 2010.
2. Guze Barry, Richeimer S, Siegel DJ. Paikiatrik. Jakarta; EGC ; 1997
3. Maramis,Willy F. Gangguan psikiatrik lain yang khusus, Insomia. Surabaya :
Universitas Airlangga; 2009.
4. Sylvia A , Prince, Lorraine , et. al. Patofisiologi. 6th ed, vol. 1. Jakarta : EGC ; 2006
5. Rafknowledge. Insomnia dan gangguan tidur lainnya. Jakarta: PT. Gramedia;2004
6. Penyakit Susah Tidur (Insomnia) di unduh dari : http://organisasi.org/penyakit-susah-
tidur-insomnia-fungsi-manfaat-tidur-istirahat-jiwa-raga-untuk-kesehatan
7. Syarif A, Ari E, Arini S, dkk. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Balai penerbit
FKUI; 2001.
8. Comfort Ray. Overcoming insomnia. Jakarta: PT. Gunung Mulia; 2004.