Download - Makalah CPOB Kelompok 3
MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL
CPOB SEDIAAN STERIL
DOSEN : IKA RISTYA RAHMAN,S.Farm.,Apt
DISUSUN OLEH :
HESTI NURLITA
HANY WULANDARI
I GUSTI AYU RETMA
IGHA MAUDIA PUTRI A.
INDAH SARI SAFITRI
IMAM PRATAMA
KARTIKA
LEA FITRIANA
LINDA RABAYANI
MARIA MILAWATI
AKADEMI FARMASI YARSI PONTIANAK
TAHUN 2015/2016
BAB l
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Obat adalah suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin tersedianya obat yang bermutu, aman dan berkhasiat yaitu dengan mengharuskan setiap industri untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Industri farmasi saat ini sudah berkembang pesat dalam rangka memenuhi obat-obatan secara nasional. Perusahaan farmasi sebagai perusahaan pada umumnya melakukan kegiatan usaha yang meliputi proses menghasilkan barang yaitu obat-obatan. CPOB merupakan suatu konsep dalam industri farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi. CPOB bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan Validasi.
2.RUMUSAN MASALAH
1.Apa pengertian CPOB?
2.Apakah contoh sediaan CPOB sediaan steril?
3.Bagaimana evaluasi sediaan CPOB sediaan steril?
BAB II
DASAR TEORI
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri
farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan produk
akhir saja, melainkan harus dibentuk kedalam produk selama keseluruhan proses
pembuatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi mulai dari personalia, dokumentasi,
bangunan, peralatan, manajemen mutu, produksi, sanitasi dan higiene, pengawasan mutu,
penanganan keluhan, penarikan obat dan obat kembalian, analisis kontrak serta validasi dan
kualifikasi.
Industri obat-obat tradisional juga memiliki CPOB, yang biasa disebut CPOTB (Cara
Pembuatan Obat Tradisional Baik). CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang
memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam
izin edar dan Spesifikasi produk. Salah satu cakupan dari CPOTB adalah pengawasan
mutu.Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah
dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang
belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhi syarat. Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai fungsi pengawasan
mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi Pengawasan Mutu dapat
dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.Obat tradisional merupakan warisan
budaya bangsa perlu terus dilestarikan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan
kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Pada produksi, peredaran
dan penggunaan obat tradisional, di sisi lain dicemari oleh beredarnya obat tradisional yang
tidak terdaftar, obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat atau mengandung
bahan-bahan berbahaya lainnya serta obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan
mutu, sehingga perlu diadakan pengawasan mutu pada pembuatan obat tradisional.
Pengawasan mutu produk dilaksanakan secara ketat oleh bagian Quality Control (QC) dan
juga dilakukan oleh In Process Control pada setiap proses produksi.
BAB III
PEMBAHASAN
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara
konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
UMUM
1. Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat esensial untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
2. Tidaklah cukup bila produk jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi
yang lebih penting adalah mutu harus dibentuk ke dalam produk tersebut. Mutu obat
tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu,
bangunan, peralatan yang dipakai dan personil yang terlibat.
3. Pemastian mutu suatu obat tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian
tertentu saja, namun obat hendaklah dibuat dalam kondisi yang dikendalikan dan dipantau
secara cermat.
4. CPOB bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai persyaratan
dan tujuan penggunaannya, bila perlu dilakukan penyesuaian pedoman dengan syarat
bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan telah dicapai.
5. Otoritas pengawasan obat hendaklah menggunakan pedoman ini sebagai acuan dalam
penilaian penerapan CPOB, dan semua peraturan lain yang berkaitan dengan CPOB
hendaklah dibuat minimal sejalan dengan pedoman in.
6. Pedoman ini dimaksukan untuk digunakan oleh industry farmasi sebagai dasar
pengembangan aturan internal sesuai kebutuhan.
7.Selain aspek umum yang tercakup dalam pedoman ini, dipadukan juga serangkaian
pedoman suplemen untuk aspek tertentu yang hanya berlaku untuk industry farmasi yang
aktivitasnya berkaitan.
8. Pedoman ini berlaku terhadap pembuatan obat dan produksi jenis yang digunakan
manusia.
9. Cara lain selain tercantum di dalam pedoman ini dapat diterima sepanjang memenuhi
prinsip pedoman ini. Pedoman ini bukanlah bermaksud untuk membatasi pengembangan
konsep baru, atau teknologi baru yang telah di validasi dan memberikan tingkat pemastian
mutu sekurang-kurangnya ekuivalen dengan cara yang tercantum dalam pedoman ini.
Salah satu contoh sediaan obat
INJEKSI INFUS RINGER LAKTAT
ASERING
Indikasi:Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah dengue (DHF), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.
Komposisi:Setiap liter asering mengandung:
Na 130 mEq
K 4 mEq
Cl 109 mEq
Ca 3 mEq
Asetat (garam) 28 mEq
Keunggulan:Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan hati
Pada pemberian sebelum operasi sesar, RA mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding RL pada neonatus
Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan isofluran
Mempunyai efek vasodilator
Pada kasus stroke akut, penambahan MgSO4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml RA, dapat meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral
Indikasi:
1.Sebagai larutan awal bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal pada kasus emergensi (dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam)< 24 jam pasca operasi2.Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara IV. Kecepatan sebaiknya 300-500 ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anakBayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam
Penjelasan di atas dapat di bahas mengenai secara umum
Berikut pembahasan
Formulasi Umum sediaan INFUS
R/ Zat Aktif
Antibakteri
Pengisotonis
Antioksidan
Pendapar
1. Zat Aktif
Zat aktif merupakan bahan yang diharapkan memberikan efek terapetik atau efek lain yang diharapkan. Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan injeksi bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air.
Data zat aktif yang diperlukan, meliputi :
Kelarutan. Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih pada pembuatan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak. Kelarutan obat akan berpengaruh pada volume injeksi, jika mudah larut maka volume yang diberikan kecil. Sedangkan zat tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspense atau dengan kosolven. Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya.
pH Stabilita. pH Stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer, basa lemah atau dapar.
2. Stabilitas Zat Aktif
Beberapa faktor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah :
a. Oksigen (Oksidasi). Pada kasus ini, setelah air didihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan antioksidan.
b. Air (Hidrolisis). Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif : Dibuat pH stabilitanya dengan penambahan asam basa atau buffer. Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya. Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
c. Suhu. Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
d. Cahaya. Pengaruh cahaya matahari dihindari dari penggunaan wadah berwarna coklat.
e. Tak tersatukannya zat aktif. Dapat ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
f. Dosis. Data ini dapat menentukan tonsisitas larutan dan cara pemberian.
g. Rute Pemberian. Rute formulasi yang akan digunakan dapat berpengaruh pada formulasi, dalam hal : Volume maksimal sediaan yang dapat dibrikan pada rute tersebut. Pemilihan pelarut dapat disesuaikan dengan rute pemberian. Isotonisitas dri sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena iotonisitas menjadi kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan “adjust” oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.
3. Bahan Pelarut dan Pembawa Obat Suntik
Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air
a. Pelarut dan Pembawa Air untuk Obat Suntik
Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompabilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konsta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan hidrogen yang terjadi akan memfalitasi pelrut dari alkohol, aldehid, keton dan amin.
Syarat air untuk injeksi menurut USP, yaitu : Harus dibuat segar dan bebas pirogen. Tidak mengandung lebih dari 10 ppm dari total zat padat. pH antara 5-7. Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida dan kandungan logm berat serta meterial organik (tanin, lignnin). Partikel berada pada batas yang diperbolehkan. Jenis pelarut dan pembawa air yang dapat digunakan untuk obat suntik adalah WFI (Water for Injection)
Pelarut yang paling sering digunakan dalam obat suntik secara besar– besaran adalah air untuk injeksi atau disebut WFI (Water for Injection). Persyaratan WFI menurut standar BP (2001) dan EP (2002) tidak boleh mengandung : Total karbonorganik tidak boleh lebih dari 0,5 mg per liter. Klorin tidak boleh lebih dari 0,5 ppm. Ammonia tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Nitrat tidak noleh lebih dari 0,2 ppm.Logam berat (Cu, Fe, Pb) tidak boleh lebih dari 0,1 ppm. Oksidator tidak boleh lebih dari 5 ppm. Bebas pirogen. pH 5,0– 7,0.
Penyimpanan air untuk injeksi (WFI) harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperature dibawah atau diatas kisaran temperature ideal mikroba dapat tumbuh. Air untuk obat suntik bertujuan dalam waktu 24 jam sesudah penampungan
Air Pro Injeksi. Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal, besi, tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Ck, NO3, SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril pro injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilkan dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya.
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu didinginkan.
Air Pro Injeksi Bebas CO2. CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organik seperti barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap. Cara pembuatan : mendidihkan air selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan.
Air Pro Injeksi Bebas O2. Dibuat untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfenoiramin, klorpromazin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin, promazin, promestatin, HCL, sulfamidin, turbokukarin. Cara pembuatan : mendidihkan air selama 20-30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen.
Bacteriostatic Water for Injection. Merupakan air steril untuk obat suntik yag mengandungsatu atau lebih zat antimikroba yang sesuai.
Sodium Chloride Injection. Merupakan larutan steril dan isotonic natrium klorida dalamair untuk obat suntik. Larutan tidak mengandung zat antimikroba.
Bacteriostatic Sodium Chloride Injection. Merupakan larutan steril dan isotonic natriumklorida dalam air untuk obat suntik. Larutan mengandung satu atau lebih zatantimikroba yang sesuai dan harus tertera dalam etiket.
4. Pelarut dan Pembawa Non Air
a. Minyak
Merupakan lemak tidak berba uatau hampir tidak berbau, tidak tengik. Harus memenuhi persyaratan uji paraffin padat seperti yang tertera pada minyak mineral, tangas pendingin, dipertahankan suhu 10oC, bilangan penyabunan antara 185-200, bilangan iodium 79-128 seperti tertera pada lemak dan minyak lemak dan memenuhi persyaratan sebagaiberikut :
Bahan tak tersabunkan : Memenuhi syarat Bahan Tak Tersabunkan seperti tertera dalam lemak dan minyak lemak.
a) Asam lemak bebas : Tidak lebih dari 2,0 mL NaOH 0,002 N LV diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 10 gram minyak lemak.
b) Monogliserida dan gliserida sintetik dari asam lemak : Dapat digunakan jika berupa cairan dan tetap jernih kalau didinginkan pada suhu 10o C dan bilangan iodium tidak lebih dari 140.
Olea neutralisata ad injectionem. Setiap Farmakope mencantumkan jenis minyak tumbuhan (nabati) yang berbeda – beda. Minyak kacang (Oleum Arachidis), minyak zaitun (Oleum Olivarum), minyak mendel, minyak bunga matahari, minyak kedelai, minyak biji kapuk,dan minyak wijen (Oleum Sesami)adalah beberapa jenis minyak yang digunakan sebagai pembawa injeksi. Minyak harus netral secara fisiologis dan dapat diterima tubuh dengan baik. Persyaratan untuk tingkat ini adalah tingkat kemurnian yang tinggi dan menunjukkan bilangan asam dan bilangan peroksida yang rendah. Minyak setelah disterilkan disebut Olea netralisata ad injectionem.
b. Bukan minyak
Pelarut dan pembawa bukan minyak yaitu : Alcohol, Propylenglycol, Glycerine, dan lain – lain dicampur air dapat dipakai sebagai pelarut obat suntik, di samping melarutkan, ternyata mempertinggi stabilitasobat dan larutannya pula.
Pembawa non air digunakan jika :
a) Zat aktif tidak larut dalam air
b) Zat aktif terurai dalam air
c) Diinginkan kerja depo dalam sediaan
Syarat umum pembawa non air :
a) Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan sesitisasi
b) Dapat tersatukan dengan zat aktif
c) Inert secara farmakologi
d) Stabil dalam kondisi dimana sediaan tersebut biasa digunakan
e) Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikkan dengan mudah
f) Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
g) Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
h) Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
Jenis pelarut non air dan air yang dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah
a) Pelarut non air yang dapat bercampur dengan air. Pelarut organik yang dapat bercampur dengan air dapat dijadikan kosolven dalam sediaan injeksi. Bertujuan untuk meningkatkan kelarutan suatu zat aktif yang kurang larut dalam air serta meningkatkan stbilitas zat tertentu yang mudah terhidrolisis. Pelarut yang dapat digunakan adalah etanol, propilenglikol dan gliserin. Campuran pelarut yang dapat menyebabkan iritasi atau peningkatan toksisitas, terutama jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Larutan yang mengandung etanol dengan konsentrsi tinggi dapat menimbulkan rasa sakit ketika disuntikkan. Beberapa produk yang dapt diberikan secara intravena dengan kecepatan injeksi yang terlalu cepat dapat menyebabkan pengendapan obat di dalam pembuluh darah.
b) Pelarut air yang tidak dapat bercampur dengan air. Penggunaan pelarut minyak bertujuan untuk meningkatkan kelarutan zat aktif dan untuk membuat sediaan lepas lambat. Injeki pembawa minyak hanya diberikan secara intra muskular. Salah satu persyaratan minyak untuk parenteral adalah harus tetap jernih bila didinginkan sampai 10oC untuk menjamin kestabilan dan kejernihan selama disimpan di lemari pendingin.
Jenis pembawa non air yang tidak dapat bercampur dengan air dan dapat digunakan sebagai pembawa sediaan injeksi adalah Minyak lemak. Karena : Campuran ester asam lemak dan gliserol. Minyak berasal dari tumbuhan, seperti minyak kacang, biji kapas, jagung, wijen, kenari, jarak dan zaitun. Pada label sediaan harus dicantumkan jenis pembawa minyak yang digunakan karena pada beberapa orang dapat menimbulkan reaksi alergi.
Minyak mineral tidak dapat digunakan karena tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh. Minyak yang digunakan harus berbentuk cair pada suhu kamar dan tidak boleh menjadi tengik. Untuh mencegah ketengikan akibat oksidasi maka dalam formulas dapat ditambahkan antioksidan seperti : BHA, BHT, tokoferol, propilgalat, dll. Minyak wijen (sesame oil) lebih
banyak digunakan untuk sebagian besar injeksi pembawa minyak, karena merupakan minyak yang paling stabil dibandingkan minyak tumbuhan lain (kecuali terhadap cahaya) dan didalamnya sudah mengandung antioksidan alami.
Minyak tumbuhan sering menimbiulkan rasa nyeri sehingga perlu penambahan benzil alkohol 5% sebagai anastetik lokal. Tidak boleh mengandung minyak mineral atau parrafin cair (karena tidak dapat dimetabolisme dal tubuh dan dapat menimbulkan rekasi terhadap jaringan atau tumor). Minyak nabati yang banyak digunakan : Ol. Arachidis (minyak kacang), Ol. Gossypii, Ol. Sesami (minyak wijen), Ol. Terebinthinae, Ol. Maydis, Ol. Olivarium Netral, Ol. Amigdalarum.
Isopropil miristat. Ester asam lemak yang mempunyai viskositas rendah. Sebagai pembawa tunggal atau kombinasi dengan minyak lemak. Digunakan jenis yang bebas peroksida karena mencegh teroksidasinya bahan berkhasiat dan minyak yang digunakan.
Benzil benzoate. Merupakan cairan berminyak yang tidak berwarna dan bau yang khas. Biasanya digunakan bersama dengan pembawa lain (sebagai kosolven) misal pada injeksi dimerkapol dan hidroksiprogesteron.
Etil oleat. Viskositas lebih rendah dan lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan dibandingkan dengan minyak lemak. Sebagai pembawa tunggal atau kosolven dalam injeksi hormon seperti injeksi dioksikortison asetat, estradiol monobenzoat, progesterondan testosteron propinoat.
5. Zat Tambahan
Zat tambahan pada sediaan steril digunakan untuk :
a) Meningkatkan kelarutan zat aktif
b) Menjaga stabilitas zat aktif
c) Menjaga sterilitas untuk sediaan multiple dose
d) Mempermudah dan menjaga keamanan pemberian
Syarat bahan tambahan :
a) Inert secara farmakologi , fisika, maupunkimia
b) Tidak toksik dalam jumlah yang diberikan
c) Tidak mempengaruhi pemeriksaan obat
a. Pengatur Tonisitas
Isotonis
Jika suatu larutan konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya, maka larutan tersebut dikatakan isotonis (ekivalen dengan 0,9% NaCl).
Sel darah merah dalam larutan :
Hipotonis : mengembang kemudian pecah, karena air berdifusi ke dalam sel (hemolysis). Keadaan hipotonis kurang dapat ditoleransi, karena pecahnya sel bersifat irreversible
Hipertonis : kehilangan air dan mengkerut (krenasi), keadaan ini cukup dapat ditoleransi.
Larutan perlu isotonis agar : Mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi. Mengurangi hemolisis sel darah. Mencegah ketidakseimbangan elektrolit. Mengurangi sakit pada daerah injeksi
Larutan isotonis tidak selalu mungkin karena : Konsentrasi obat tinggi, tetapi batas volume injeksi kecil. Variasi dosis pemberian.Metode pemberian. Pertimbangan stabilitas produk
Isoosmotik
Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan osmose serum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik.
Hipotonis
Turunnya titik beku kecil, yaitu tekanan osmosenya lebih rendah dari serumdarah, sehingga menyebabkan air akan melintasi membrane sel darah merah yang semi permeabel memperbesar volume sel darah merah dan menyebabkan peningkatan tekanan dalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnyasel– sel darah merah, yang disebut Hemolisa.
Hipertonis
Turunnya titik beku besar, yaitu tekanan osmosenya lebih tinggi dari serum darah,sehingga menyebabkan air keluar dari sel darah merah melintasi membranesemipermeabel dan mengakibatkan terjadinya penciutan sel– sel darah merah, yangdisebut Plasmolisa.
Beberapa cara dapat menjadikan larutan isotonis :
a) Penurunan titik beku
W = (0,52– a) / b
W = jumlah (g) bahan pembantu isotonic dalam 100 ml larutan
a = turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung denganmemperbanyak nilai untuk larutann 1% b/v.
b = turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1% b/v bahan pembantuisotonis.
b) Kesetaraan dengan garam natrium klorida. Ekivalensi natrium klorida memberikan jumlah natrium klorida (g) yang menghasilkan tekanan osmotic sama seperti 1 gram bahan obat dnegan syarat bahwa baik natrium klorida maupun bahan obat berada dalam larutan bervolume sama. Maka, 1 gram bahan obat ekuivalen dengan tekanan osmoticdari x gram natrium klorida. Dengan bantuan ekuivalensi natrium klorida, kitadapat menghitung volume air yang dibutuhkan untuk membuat larutan bahanobat isotonik.
c) Kesetaraan volume isotonic. Perhitungan didasarkan pada kenyataan bahwa larutan isotonic ditambahlarutan isotonic hasilnya larutan isotonic.
Rumus : V = w x E x 111,1
V = volume larutan bahan obat isotonic yang dicari (ml)
w = masa bahan obat (g) dan larutan yang dibuat
E = ekuivalensi natrium klorida
111,1 = volume larutan isotonic (ml) yang mengandung 1 gram natriumklorida = 111,1 ml
Perhitungan dengan tetapan Liso
Rumus : Dt f = Liso. C
Berlaku bila tidak ada data pada tabel penurunan titik beku.Tahapan perhitungan : Cari bahan molekul obat. Berdasarkan struktur kimia senyawa, tentukan tipe isotoniknya. Cari harga Liso dari tabel berdasarkan tipe isotonic.Hitung dengan rumus Dt f = Liso. C penurunan titik beku.
Hitung selisih penurunan titik beku. Hitung kekurangan tonisitas. Dengan melihat tabel, hitung kekurangan zat untuk mencapai isotonic.
Cara faktor disosiasi (Farmakope Belanda VI)
Telah ditetapkan bahwa larutan NaCl 0,9% b/v isotonis dengan cairan tubuh. Tekanan osmosis larutan sebanding dengan jumlah bagian-bagian dalam larutan. Dalam larutan encer, dapat dikatakan bahwa garam-garam terdisosiasi sempurna.
NaCl Na+ + Cl-
Dari sebuah molekul NaCl terbentuk 2 (dua) ion. Jadi faktor disosiasi NaCl = 2; lebih tepat sebetulnya 1,8 karena ada sedikit kesetimbangan reaksi. Jadi faktor isotonisnya adalah:
fa = faktor disosiasi zat-zat yang mendekati keadan yang sebenarnya; untuk zat-zat yang tidak terdisosiasi seperti glukosa dan gliserin = 1 ; untuk asam lemah dan basa lemah = 1,5 dan untuk asam kuat dan basa kuat =1,8
Ma= bobot molekul zat.
a, b, c,.... dan seterusnya adalah kadar zat dalam larutan dalam satuan g/liter.
Jadi larutan isotonis dapat dihitug dari NaCl 0,9% b/v tersebut, yaitu :
= (f.NaCl/M.NaCl)x kadar NaCl ( dalam satuan gram/liter)
= (1,8/ 58,5)x9 = 0,28 (berarti setiap larutan yang mempunyai faktor isontonis
= 0,28 adalah isotonis).
Dapat kita turunkan rumus sebagai berikut
Rumus :
Untuk menghitung banyaknya zat penambah (h) dalam membuat larutan isotonis dapat dirumuskan sebagai berikut:
(fa/Ma )x a + (fb/Mb)x b ............dst + (fh/Mh)x h = 0,28.
(fh/Mh)x h ={ 0,28- [(fa/Ma )x a]+[ (fb/Mb)x b]+ ......dst}
h= (Mh/fh)x { 0,28-[(fa/Ma )x a] + [(fb/Mb)x b]+.....dst}
b. Pengatur pH (dapar)
Isohidris : kondisi suatu larutan zat yang pH nya sesuai dengan pH fisiologis tubuhsekitar 7,4.
Euhidris : usaha pendekatan larutan suatu zat secara teknis ke arah pH fisiologistubuh dilakukan pada zat yang tidak stabil pada pH fisiologis seperti garam alkaloid,vitamin C.
Menurut BP :
a) Dalam pembuatan obat suntik, kita perlu menetapkan pH obat suntik.
b) Beberapa obat suntik harus dibuat dalam jarak pH tertentu.
c) Untuk memperoleh pH tertentu, kita menggunakan bantuan dapar.
Fungsi larutan dapar dalam obat suntik adalah :
a) Meningkatkan stabilitas obat, misalnya : injeksi vitamin C dan injeksi luminal.
b) Mengurangi rasa nyeri dan iritasi.
c) Dapat pula menghambat pertumbuhan bakteri (bukan tujuan sebenarnya).
d) Meningkatkan aktivitas fisiologis obat.
Pengaturan pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu adjust pH dan pemakaian dapar.
a. Dapar
Perubahan pH pada penyimpanan dapat disebabkan :
a) Reaksi degradasi produk
b) Interaksi dengan komponen wadah (kaca atau tutup karet)
c) Pelarutan gas dan uap
b. Tujuan Dapar :
a) Meningkatkan stabilitas obat. Ket : pada pH tertentu penguraian obat menjadi minimal, misalnya pada zat aktif berikut : antibiotic (penisilin, tetrasiklin), basasintetis (adrenalin), polipeptida) (insulin, oksitocin, vasoprein), alkaloida (senyawa ergot), vitamin (B12, vit C).
b) Mengurangi rasa nyeri, iritasi, nekrosis, saat penggunaannya. Ket : penambahan larutan dapar dalam larutan ini hanya dilakukan untuk larutan obat suntik dengan pH 5,5 – 7,5. Untuk pH <3 atau> I sebaiknya tidak didapar karena sulit dinetralisasi. Peringatan ini ditujukan terutama untuk injeksi i.m. dan s.c.
c) Menghambat pertumbuhan mikrooganisme. Ket : bukan tujuan dapar yang sebenarnya, tetapi larutan dalam suasana sangat asam atau sangat basa dapat digunakan untuk mencapai maksut-maksut tersebut, misalnya injeksi insulin yang pHnya diatur antara 3 -3,5 tidak membutuhkan penambahan antimikroba.
d) Meningkatkan aktifitas fisiologi sobat. Ket : sebagai contoh dapat diketengahkan misalnya campuran kering dan steril dapar pH basa dengan zat aktif atau obat yang sifatnya asam (prokain adrenalin). Campuran kering tersebut baru dilarutkan dalam air pro injeksi secara aseptis sesaat sebelum digunakan. Jadi tampak bahwa peningkatan bahwa
peningkatan pH dilakukan sampai batas waktu tertentu dimana zat aktif masih stabil dengan aktifitas fisiologis yang maksimal.
pH ideal sediaan adalah 7,4 yang sesuai dengan pH darah, tetapi hal tersebut tidak selalu dapat dilakukan karena sediaan harus dibuat pada pH yang mendukung stabilitas dari sediaan (disesuaikan dengan pH stabilitas zat aktif bukan pH larutan). Dapar yang ideal memiliki kapasitas dapar yang cukup untuk menjaga pH sediaan selama penyimpanan, namun memungkinkan cairan tubuh beradaptasi dengan mudah. Rentang pH yang tidak dapat ditolernsi oleh tubuh:
pH > 9 menyebabkan kematian jaringan
pH < 3 sanagat menyakitkan dan menyebabkan flebitis
Untuk sediaan parenteral volume kecil (<100mL), dapar dapat dibuat bila pH stabilitas sediaan berada di dalam range :
a) IV (SVP) = pH 3 – 10,5
b) Rute lain = pH 4 – 9
c. Cara penentuan pH:
a) Memakai indicator ketasatau indicator larutan universal baik secara langsung maupun kolorimetri
b) Potensiometri, digunakan untuk larutan berwarna
c) Dengan perhitungan
d. Contoh dapar :
- Dapar fosfat, dapar sitrat, asam asetat / garam pH 3,5 – 5, 7; asam sitrat / garam pH 2,5 – 6; asam glutamate pH 8,2 – 10,2.
6. Pengawet
a. Pengawet yang ideal :
a) Mempunyai aktivitas antimikroba yang tinggi dan spektrumnya luas, bekerja pada temperatur dan pH yang luas
b) Mempunyai stabilitas yang tinggi pada range temperature dan pH yang digunakan
c) Tidak toksik pada konsentrasi yang digunakan
d) Tersatukan dengan komponen lain dalam sediaan
e) Cepat larut pada konsentrasi yang digunakan
f) Bebas dari bau, rasa, warna
g) Tidak menyebabkan keracunan, karsiogenik, iritan, dan menyebabkan sensitisasi pada konsentrasi yang digunakan.
b. Stabilisasi
USP mengijinkan penambahan zat– zat yang sesuai ke dalam sediaan yang resmidigunakan sebagai obat suntik. Tujuannya adalah meningkatkan kestabilan asal
sesuiadengan monografi masing – masing, tidak berbahaya dalam jumlah yang diberikan, dantidak mengganggu efek terapi sediaan. Senyawa – senyawa penambah kebanyakan adalah pengawet antimikroba, dapar, penambah kelarutan, antioksidan, dan zat – zat pembantu farmasi lainnya. Zat pewarna dilarang keras diberikan dalam sediaanparenteral.
Agar sediaan obat injeksi tetap stabil, maka kita perlu memperhatikan hal – hal berikut :
a) Untuk mencegah reaksi oksidasi, kita hendaknya mengupayakan agar obat tidak kontak dengan oksigen.
b) Bila oksidasi dikatalisis oleh logam berat, maka penawarnya dilakukan reaksikomplekson dengan penambahan garam dinatrium EDTA.
c) Bila ada rangsangan akibat cahaya terhadap proses oksidasi, maka pembuatan dan penyimpanan larutan injeksi sebaiknya terlindung dari cahaya.
d) Bila bahan obat tidak dapat disterilisasi dengan panas, maka tersedia penyaring bebaskuman.
e) Bila bahan obat rusak karena hidrolisis, maka lebih baik kita meraciknya dalamampul kering.
f) Untuk menghindari kontaminasi bakteri ke dalam preparat injeksi, kita memerlukanpenambahan bahan pengawet.
7. Volume Obat Suntik
Volume yang disiapkan untuk obat suntik tergantung pada kelarutan zat aktif,tetapi juga dipengaruhi oleh cara pemberian. Larutan jejak presipitation dari thiocrom atau chloroflafin terjadidengan benzilpenicillin kompatibel dengan suntikan dekstrosa atau addictive containingmetabisulfit.
1. Penetapan pH
Bertujuan untuk menetapkan pH suatu sediaan larutan agar sesuai dengan
monografi. Nilai pH dalam darah normal 7,35 – 7,45.
Cara kerja : Larutan dapar untuk pembakuan buat menurut petunjuk sesuai tabel. Simpan
dalam wadah tahan bahan bahan kimia, tertutup rapat, sebaiknya dari kaca tipe 1. Larutan
segar sebaiknya dibuat dengan interval tidak lebih dari 3 bulan. Tabel berikut menunjukkan
pH dari larutan dapar sebagai fungsi dari suhu. Petunjuk ini digunakan untuk pembuatan
larutan dapar dengan kadar molal sebagaimana disebutkan. Untuk memudahkan, petunjuk
diberikan dengan pengenceran hingga volume 1000 ml. bukan dengan menyebutkan
penggunaan 1000 g pelarut yang merupakan dasar system molalitas dari kadar larutan.
Jumlah yang disebutkan tidak dapat secara sederhana diperhitungkan tanpa informasi
tambahan.
2. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
Bertujuan untuk menetapkan volume injeksi yang dimaksudkan dalam wadah agar
volume injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan (volume
injeksinya itu harus dilebihkan. Kelebihan volume yang dianjurkan dipersyaratkan dalam FI
IV).
Cara kerja
a. Pilih satu atau lebih wadah, bila volume 10 ml atau lebih,
b. 3 wadah atau lebih bila volume lebih dari 3 ml dan kurang dari 10 ml, atau 5 wadah atau
lebih bila volume 3 ml atau kurang.
c. Ambil isi tiap wadah dngan alat suntik hipodermik kering berukuran tidak lebih dari 3 kali
volume yang akan diukur dan dilengkapi dengan jarum suntik nomor 21, panjang tidak
kurang 2,5 cm.
d. Keluarkan gelembung udara dari dalam jarum dan alat suntik dan pindahkan isi dalam alat
suntik. Tanpa mengosongkan bagian jarum kedalam gelas ukur kering volume tertentu yang
telah dibakukan sehingga volume yang diukur memenuhi sekurang-kurangnya 40% volume
dari kapasitas tertera (garis-garis penunjuk volume gelas ukur menunjuk volume yang
ditampung, bukan yang dituang).
3. Bahan Partikulat dalam Injeksi
Bertujuan untuk larutan injeksi, termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat padat
steril untuk penggunaan parenteral, harus bebas dari partikel yang dapat diamati pada
pemeriksan secara visual.
Cara pengerjaan : Dua prosedur untuk penetapan bahan partikulat dicantumkan
berikut ini, berbeda sesuai dengan volume yang tertera pada etiket wadah. Semua injeksi
volume besar untuk infuse dosis tunggal, dan injeksi volume kecil yang ditetapkan dalam
persyaratan monografi, harus memenuhi batas bahan partikulat seperti yang tertera pada uji
yang digunakan.
4. Uji Kebocoran
Bertujuan untuk memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume
serta kestabilan sediaan.
Cara pembuatan : Pada pembuatan secara kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi dalam jumlah besar hal ini tidak mungkin bisa dikerjakan.
Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan
dimasukkan kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka
larutan metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam
tersebut. Sehingga cara ini tidak digunakan/dipakai untul larutan-larutan yang sudah
berwarna.
Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik yaitu dengan cara unjungnya di
bawah.ini digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika terjadi kebocoran maka
larutan ini akan keluar dari dalam wadah dan wadah menjadi kosong.
Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan
memasukkan wadah-wadah tersebut eksikator, yang kemudian divakumkan. Jika terjadi
kebocoran larutan akan diserap keluar. oleh karena itu, harus dijaga agar jangan sampai
larutan yang keluar, diisap kembali jika di vakum dihilangkan.
5. Uji Kejernihan dan Warna
Setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas dari kotoran sehingga diperlukan
uji kejernihan secara visual.
Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari
wadah dari samping. Dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya di cat
berwarna hitam dan separuhnya lagi di cat berwarna putih. Latar belakang berwarna hitam
dipakai untuk menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan yang berlatar putih
untuk kotoran-kotoran berwarna gelap. Jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan maka
larutan tersebut sudah memenuhi syarat.
6. Kejernihan Larutan
Bertujuan untuk sediaan infuse atau injeksi yang berupa larutan harus jernih dan
bebas dari kotoran, maka perlu dilakukan uji kejernihan secara visual.
Cara pengerjaan : Penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar berdiameter 15
mm hingga 25 mm, tidak berwarna, transparan, dan terbuat dari kaca netral. Masukkan
kedalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspense padanan yang
sesuai secukupnya. Setelah itu, bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembutan
suspense padanan, dengan dengan latar belakang hitam. Pengamatan dilakukan dibawah
cahaya yang terdifusi, tegal lurus kearah bawah tabung.
7. Uji Keseragaman Sediaan
Ada 2 metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan.
a. Keseragaman bobot. Sediaan pada steril untuk parenteral : timbang secara seksama 10
vial satu persatu, beri identitas tiap vial. Keluarkan isi dengan cara yang sesuai. Timbang
seksama tiap vial kosong, dan hitung bobot netto dari tiap isi vial dengan cara
mengurangkan bobot vial dari masing-masing bobot sediaan (bobot vial yang ada isinya).
b. Keseragaman kandungan. Sediaan pada steril dalam dosis tunggal : Tetapkan kadar 10
vial satu persatu, seperti pada penetapan kadar dalam masing-masing monografi kecuali
dinyatakan lain dalam uji keseragaman kandungan.
Indikasi Pemasangan Infus melalui Jalur Pembuluh Darah Vena (Peripheral Venous Cannulation) :
Pemberian cairan intravena (intravenous fluids).
Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah) dalam jumlah terbatas.
Pemberian kantong darah dan produk darah.
Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur (misalnya pada operasi besar dengan risiko perdarahan, dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat)
Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangan cairan) dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba), sehingga tidak dapat dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah Vena
Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus.
Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai dan kaki).
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus:
Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada pembuluh darah.
Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah.
Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh darah.
Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui infus:
• Rasa perih/sakit
• Reaksi alergi
Evaluasi Biologi
1. Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang ditambahkan
pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa air seperti
produk-produk parenteral, telinga, hidung, dan mata yang dicantumkan pada etiket produk
yang bersangkutan.
Cara pengerjaan : Jika wadah sediaan dapat ditembus secara aseptic
menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet. Lakukan pengujian pada 5 wadah asli
sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus secara aseptic, pindahkan 20 ml sampel
ke dalam masing-masing 5 tabung bakteriologik tertutup berukuran sesuai dan steril.
2. Uji Kandungan Zat Antimikroba
Bertujuan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera memang ada tetapi tidak lebih
dari 20% dari jumlah yang tertera pada etiket.Cara pengerjaan :
Benzyl alcohol. Larutan baku internal larutkan lebih kurang 380mg fenol p dalam 10
ml etnol p dalam labu ukur 200ml tambahkan air, sampai tanda.
Larutan baku. Timbang seksamalebih kurang 180mg benzyl alcohol p. larutkan
dalam 20 ml etanolP dalam labu ukur 100ml. tambahkan larutan baku internal sampai tanda.
Prosedur : suntikan secara terpisah sejumlah volum sama (lebih kurang 5 mikroliter),
larutan baku dan larutan uji, gunakan farameter oprasional pramatograf gas seperti yang
tertera pada table.Ukur luas puncak benzyl alcohol dan fenol larutan baku,tandai masing-
masing dengan p1 dan p2, dan luas puncak p1 dan p2 dari larutan uji.
3. Uji Sterilitas
Bertujuan untuk menetapkan apakah bahan farmakope yang harus steril memenuhi
persyaratan yang berhubungan dengan uji sterilisasi yang tertera pada masing-masing
monografi. Cara pengerjaan :
Uji fertilitas. Tetapkan sterilitas setiap lot media dengan mengikubasi sejumlah
wadah yang mewakili, pada suhu dan selama waktu yang tertera pada uji.
Uji sterilitas. Prosedur pengujian terdiri dari inokulasi langsung ke dalam media uji
dan teknik penyaringan membran.
4. Uji Pirogen
Bertujuan untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima
oleh pasien pada pemberian sediaan injeksi.
Cara pengerjaan: Lakukan pengujian dalam ruang terpisah yang khusus untuk uji
pirogan dan kondisi lingkungan yang sama dengan ruang pemeliharaan, bebas dari
keributan yang menyebabkan kegelisahan.
Kelinci tidak diberi makan selama waktu pengujian, apabila pengujian menggunakan
termistor, masukkan kelinci kedalam kotak penyekap, sehingga kelinci tertahan dengan letak
leher yang longgar. Tidak lebih dari 30 menit sebelum penyuntikan larutan uji, tentukan
“suhu awal” masing-masing kelinci yang merupakan dasar untuk menentukan kenaikan
suhu. Suhu tiap kelinci tidak boleh lebih dari 1°c dan suhu setiap kelinci tidak boleh > 39,8°.
5. Penetapan Potensi Antimikroba (untuk zat aktif antibiotik)
Bertujuan untuk mengetahui aktivitas (potensi) antibiotic
Metode : Lempeng silinder atau tabung.
Prinsip : Metode lempeng silinder berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang
dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri.sehingga mikroba yang di
tamabahkan di hambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau zona di
sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik.
6. Uji Endokrin Bakteri
Bertujuan untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada di
dalam atau pada bahan uji.
Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan limulus amebocyte lysate (LAL). Deteksi
dilakukan dengan metode turbidimetri atau kolorimetri, penetapan titik akhir reaksi dilakukan
dengan membandingkan langsung enceran dari zat uji dengan enceran endotosin baku, dan
jumlah endotoksin dinyatakan dalam unit endotoksin (UE).
Sebelum melakukan pengujian dilakukan persiapan: Uji konfirmasi kepekaan reaksi
LAL. Uji pengambatan atau pemacuan.Pengenceran maksimum yang absah (PMA)
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan pengambilan sempel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukanYa dan relefan telah dilakukan daan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipassok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhu syarat. Tujuan pokok dari pengendaian mutu itu sendiri adaah untuk mengetahui sampai seberapa jauh proses hasil produk dan jasa yang dibuat sesuai dengan standar yanag ditetapkan perusahaan. Inpeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan produk jadi dan penetapan tindakan perbaikan yang akan dilakukan sehingga seluruh aspek pembuatan Obat Tradisional dalam Industri Obat tersebut selalu memenuhi CPOB. Tujuan inspeksi diri adalah untuk
mengevaluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi kriteria CPOB. Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Tim inspeksi ditunjuk oleh manajemen perusahaan terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai CPOB. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
DAFTAR PUSTAKA
www.scribd.com/aspek/cpob www.ilmufarmasi.com/aspek-aspek-cpob