1
MAKALAH FARMAKOLOGI I
DIGOKSIN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah : Farmakologi I
Dosen Pengampu: Anita Mursiany,M.Sc.,Apt.
Disusun Oleh :
Nama : Analistiana
Npm : 0540017912
Semester/Kelas : III/A
Prodi : Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Pekalongan
Jl. Sriwijaya No. 3 Pekalongan Telp (0285) 421 096
2014/2015
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah swt, atas berkat, rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Digoksin” dengan baik.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Farmakologi 1, Ibu Anita Mursiany, M.Sc,.Apt. Makalah ini saya tulis
disamping tugas mata kuliah tersebut, juga diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
rekan-rekan mahasiswa.
Namun demikian, saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada
dosen pembimbing saya Ibu Anita Mursiany, M.Sc,.Apt. yang telah membimbing saya.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
meridhoi segala usaha saya ini .Aamiin.
Pekalongan, 25 Desember 2014
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul ....................................................................................................... 1
Kata Pengantar.........................................................................................................2
Daftar Isi................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 5
1.3 Tujuan............................................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Gambaran Umum Digoksin....................................................................... 7
2.2 Deskripsi ................................................................................................... 7
2.3 Golongan/kelas Terapi Digoksin............................................................... 8
2.4 Nama Dagang Digoksin ........................................................................... 8
2.5 Indikasi Digoksin..........................................................................................9
2.6 Cara pemberian dan Dosis Digoksin.............................................................9
2.7 Mekanisme Kerja Digoksin......................................................................... 14
2.8 Farmakologi .............................................................................................. 16
2.9 Kontra Indikasi ......................................................................................... 17
2.10 Efek samping Digoksin.............................................................................. 17
2.11 Interaksi .................................................................................................... 17
2.12 Peringatan....................................................................................................19
2.13 Toksisitas Digoksin.....................................................................................19
2.14 Imunoterapi Digoksin.................................................................................20
2.15 Kekurangan Digoksin.................................................................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 21
3.2 Kritik dan Saran..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22
LAMPIRAN.........................................................................................................23
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian
volume diastolic secara abnormal.
Gagal jantung merupakan komplikasi yang paling sering dijumpai dari segala
jenis penyakit jantung congenital (bawaan) maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel; dan
beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta dan hipertensi
sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dam
kardiomiopati.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja
jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium,
baik secara sendiri-sendiri maupun secara gabungan dari : 1). beban awal, 2)
.kontraktilitas, dan 3). beban akhir.
Prinsip penatalaksanaan gagal jantung :
1. Menigkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat/pembatasan aktivitas.
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
Obat inotropik positif bekerja dengan meningkatkan kontraksi otot jantung
(miokardium) dan digunakan untuk gagal jantung, yakni keadaan dimana jantung gagal
untuk memompa darah dalam volume yang dibutuhkan tubuh. Keadaan tersebut terjadi
karena jantung bekerja terlalu berat atau karena suatu hal otot jantung menjadi lemah.
Beban yang berat dapat disebabkan oleh kebocoran katup jantung, kekakuan katub, atau
kelainan sejak lahir dimana sekat jantung tidak terbentuk dengan sempurna.
5
Ada 2 jenis obat inotropik positif, yaitu
a. Glikosida jantung
Glkosida jantung adalah alkaloid yang berasal dari tanaman Digitalis purpurea
yang kemudian diketahui berisi digoksin dan digitoksin. Keduanya bekerja sebagai
inotropik positif pada gagal jantung.
b. Penghambat fosfodiesterase
Obat-obat dalam golongan ini merupakan penghambat enzim fosfodiesterase
yang selektif bekerja pada jantung. Hambatan enzim ini menyebabkan peningkatan kadar
siklik AMP (cAMP) dalam sel miokard yang akan meningkatkan kadar kalsium intrasel.
Diantaranya adalah Milrinon dan Aminiron.
Makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang digoksin sebagai salah satu
pilihan obat untuk terapi gagal jantung yaitu Glikosida jantung (Digoksin).
1.1 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diketahui, maka dapat diambil rumusan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan Digoksin ?
b. Bagaimana golongan/kelas terapi dari Digoksin?
c. Apa saja indikasi Digoksin ?
d. Bagaimana cara pemberian dan dosis untuk Digoksin?
e. Bagaimana mekanisme kerja obat Digoksin?
f. Apa efek samping pemberian Digoksin?
g. Bagaimana interaksi Digoksin dengan makanan?
h. Bagaimana toksisitas Digoksin?
1.2 Tujuan Penulisan
a. Dapat mengetahui apa itu Digoksin.
b. Dapat mengetahui kelas terapi dari obat Digoksin.
c. Dapat mengetahui apa saja indikasi obat Digoksin.
d. Dapat mengetahui bagaimana cara pemberian dan dosis Digoksin.
6
e. Dapat mengetahui bagaimana mekanisme kerja Digoksin.
f. Dapat mengetahui efek samping pemberian Digoksin.
g. Dapat mengetahui bagaimana interaksi Digoksin dengan makanan.
h. Dapat mengetahui toksisitas Digoksin.
7
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Gambaran Umum
Digoksin merupakan glikosida jantung yang berasal dari digitalis lanata yang
memiliki efek inotropik positif (meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung). Selain
itu, digoksin juga mempunyai efek tak langsung terhadap aktivitas syaraf otonom dan
sensitivitas jantung terhadap neurotransmiter.
Digoksin digunakan terutama untuk meningkatkan kemampuan memompa
(kemampuan kontraksi) jantung dalam keadaan kegagalan jantung/congestive heart
failure (CHF). Obat ini juga digunakan untuk membantu menormalkan beberapa
dysrhythmias ( jenis abnormal denyut jantung). Obat ini termasuk obat dengan
Therapeutic Window sempit (jarak antara MTC [Minimum Toxic Concentration] dan
MEC [Minimum Effectiv Concentration] mempunyai jarak yang sempit. Artinya
rentang antara kadar dalam darah yang dapat menimbulkan efek terapi dan yang dapat
menimbulkan efek toksik sempit. Sehingga kadar obat dalam plasma harus tepat agar
tidak melebihi batas MTC yang dapat menimbulkan efek toksik. Efek samping pada
pemakaian dosis tinggi, gangguan susunan syaraf pusat: bingung, tidak nafsu makan,
disorientasi, gangguan saluran cerna: mual, muntah dan gangguan ritme jantung. Reaksi
alergi kulit seperti gatal-gatal, biduran dan juga terjadinya ginekomastia (jarang) yaitu
membesarnya payudara pria) mungkin terjadi.
2.2. Deskripsi
Struktur Kimia
Digoksin memiliki rumus molekul C41H64O14 dengan bobot molekul 780,938 g/mol.
Rumus struktur digoksin adalah sebagai berikut:
8
Sinonim :
Digoxinum; Digoxosidum.
Sifat Fisikokimia :
Digoksin merupakan kristal putih tidak berbau. Obat ini praktis tidak larut dalam air
dan dalam eter, sedikit larut dalam alkohol dan dalam kloroform dan sangat larut
dalam piridin.
Keterangan :
Digoksin adalah salah satu glikosida jantung (digitalis), suatu kelompok senyawa
yang mempunyai efek khusus pada miokardium. Digoksin diekstraksi dari daun
Digitalis lanata.
2.3. Golongan/Kelas Terapi
Digoksin merupakan Obat Kardiovaskuler.
2.4. Nama Dagang
- Fargoxin
- Lanoxin
9
- Digoksin Sandoz, dan lain sebagainya.
2.5. Indikasi
Gagal jantung, aritmia supraventrikular (terutama atrial fibrilasi). Digoksin sebagai
glikosida jantung digunakan untuk digitalisasi dan terapi pemeliharaan. Digoksin juga
digunakan secara intravena (IV) untuk digitalisasi cepat pada kondisi darurat.
2.6. Cara Pemberian dan Dosis
Cara Pemberian
Digoksin umumnya diberikan secara oral sebagai dosis harian tunggal.
Sedangkan untuk bayi dan anak kurang dari 10 tahun, dosis harian sebaiknya diberikan
dalam dosis terbagi. Guna tercapainya konsentrasi serum puncak yang lebih tinggi yang
belum terbentuk, maka dosis harian terbagi direkomendasikan bagi pasien dengan
kriteria berikut:
1. Bayi dan anak dengan umur kurang dari 10 tahun
2. Pasien yang memerlukan dosis harian 300 mcg atau lebih
3. Pasien dengan riwayat atau beresiko terhadap toksisitas dalam penggunaan
glikosida jantung
4. Pasien tanpa masalah kepatuhan terapi, jika pasien cenderung melanggar
kepatuhan maka dosis harian tunggal lebih direkomendasikan
Jika terapi oral kurang efektif atau karena diperlukannya efek terapi yang cepat,
maka digoksin dapat diberikan melalui injeksi IV. Namun terapi oral harus segera
menggantikan injeksi IV bila telah memungkinkan. Untuk injeksi IV, digoksin harus
dilarutkan terlebih dahulu setidaknya 5 menit atau dilarutkan dengan 4 kali lipat atau
lebih besar dari volume dengan menggunakan air untuk injeksi, dekstrosa 5%, atau
NaCl 0,9% dengan lama pemberian sekurang-kurangnya 5 menit. Penyuntikan digoksin
dengan volume pengenceran kurang dari 4 kali volume awal dapat menyebabkan
presipitasi digoksin. Pelarutan digoksin harus dilakukan secara perlahan. Infus
intravena lambat lebih direkomendasikan daripada pemberian secara cepat. Infus IV
cepat digoksin dapat menyebabkan penyempitan arteriolar sistemik dan koroner, yang
dapat berakibat fatal, pemberian digoksin ini harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang sudah terlatih. Jika pengukuran dosis digoksin yang sangat kecil dengan
10
menggunakan jarum suntik tuberkulin, maka ini akan berpotensi overdosis.
Pencampuran digoksin dengan obat lain dalam satu jarum suntik, atau dengan
pemberian simultan sangat tidak direkomendasikan.
Meskipun digoksin dapat juga diberikan melalui injeksi intramuskular (IM),
namun cara pemberian ini kurang direkomendasikan karena sering menyebabkan iritasi
lokal yang parah disamping timbulnya rasa nyeri, disamping itu pemberian secara IV
dapat menghasilkan efek yang lebih cepat dan dapat diprediksi. Pemberian injeksi IM
tidak memberikan keuntungan dibanding injeksi IV, kecuali jika injeksi IV
dikontraindikasikan. Jika terpaksa obat harus diberikan melalui injeksi IM, maka obat
harus diberikan jauh ke dalam otot dengan disertai pijatan dari tempat suntikan, dengan
volume penyuntikan tidak boleh lebih dari 2 mL pada satu sisi tempat penyuntikan.
Terapi digoksin oral seyogyanya segera menggantikan terapi injeksi tersebut.
Dosis
a. Pertimbangan Umum
Pedoman dosis yang diberikan didasarkan pada respon rata-rata pasien dan
berbagai variabel substansial yang dapat diamati pada pasien. Penentuan dosis
harus didasarkan pada kondisi klinis masing-masing pasien. Dokter umumnya
mendasarkan pemilihan dosis berdasarkan konsentrasi serum digoksin.
Radioimmunoassay dapat digunakan untuk memantau efek khasiat dan toksisitas
dari digoksin.
Digoksin memiliki indeks terapi sempit, sehingga penentuan dosis harus
sangat berhati-hati. Dosis biasa adalah dosis rata-rata yang pada beberapa pasien
memerlukan modifikasi dengan memperhatikan kebutuhan dan respon tiap
individu, kondisi umum, status kardiovaskular, fungsi ginjal, berat badan dan usia
pasien, kondisi penyakit penyerta, obat-obatan lain, dan faktor-faktor lain yang
mungkin mengubah farmakodinamika dan farmakokinetika digoksin, dan
konsentrasi plasma digoksin. Perbedaan ketersediaan hayati digoksin pada
pemberian oral, IV atau IM harus diperhatikan saat pasien beralih dari satu rute
pemberian ke rute pemberian lainnya. Tidak ada perbedaan yang berarti pada
ketersediaan hayati sediaan oral digoksin baik yang berbentuk tablet maupun
eliksir, kedua bentuk sediaan tersebut dapat digunakan secara bergantian. Namun
11
saat rute pemberian digoksin diubah dari oral atau IM ke IV, maka dosis digoksin
harus dikurangi sekitar 20-25%.
b. Pertimbangan Pengurangan Dosis pada Pasien dengan Pemantauan EKG
Pemantauan fungsi jantung dengan EKG harus dilakukan selama terapi
digoksin pada kondisi:
1. Terapi digoksin diberikan secara intravena
2. Terapi digoksin diberikan secara oral dalam waktu lama
3. Bila terapi digoksin diberikan pada pasien dengan resiko reaksi negatif
terhadap digoksin seperti pada pasien dengan penyakit jantung atau
ginjal yang berat.
Dosis glikosida jantung, termasuk digoksin harus dikurangi pada kelompok
pasien-pasien berikut:
1. Pasien dengan hipokalemia
2. Pasien dengan hipotiroid
3. Pasien dengan kerusakan miokard yang luas
4. Pasien dengan gangguan konduksi
5. Pasien geriatri, terutama bila disertai penyakit arteri koroner
6. Dosis digoksin individual harus diberikan pada pasien yang juga
menerima terapi quinidin, karena eliminasi dan volume distribusi
digoksin kemungkinan akan menurun
c. Dosis bagi Pasien Gagal Jantung Kongestif
Pada kondisi ini digoksin dapat diberikan baik secara digitalisasi cepat
ataupun digitalisasi lambat yang berfrekuensi pada dosis maupun frekuensi
pemberiannya.
1. Digitalisasi cepat (hanya jika diperlukan secara medis), loading dose digoksin
harus diberikan dengan memperhatikan proyeksi penyimpanan digoksin dalam
tubuh. Dosis pemeliharaan harian harus mengikuti loading dose, dan dihitung
sebagai prosentase dari loading dose. Puncak penyimpanan digoksin dalam
tubuh umumnya sebesar 8-12 mcg/Kg BB yang akan memberikan efek terapi
12
dengan resiko toksisitas mimimum pada pasien dengan gagal jantung
kongestif, irama sinus normal, dan fungsi ginjal yang normal.
2. Digitalisasi lambat, terapi ini harus dimulai dengan dosis pemeliharaan harian
yang tepat yang memungkinkan penyimpanan digoksin dalam tubuh secara
perlahan. Konsentrasi steady-state umumnya akan dicapai dalam waktu 5 kali
waktu paruh obat pada setiap pasien tergantung pada kondisi ginjal pasien.
Umumnya memerlukan waktu 1-3 minggu.
d. Loading Dose (Untuk Digitalisasi Cepat)
Loading dose adalah pemberian obat dalam dosis terbagi dengan pemberian
awal sekitar 50% dari total dosis, dan diikuti dengan fase pemberian berikutnya
sebesar 25% pada interval 6-8 jam setelah pemberian pertama baik pada pemberian
secara oral, IM maupun IV. Loading dose ini harus disertai dengan pemantauan
klinis pasien terlebih bila dilakukan penambahan dosis. Jika berdasarkan respon
klinisnya pasien memerlukan perubahan dosis, maka dosis pemeliharaannya
dihitung berdasarkan jumlah loading dose yang sebenarnya, yaitu dosis totalnya.
Biasanya dosis inisiasi oral sebesar 500-750 mcg (0,5-0,75 mg) digoksin
tablet, atau 400-600 mcg (0,4-0,6 mg) digoksin kapsul cair menghasilkan efek
terdeteksi setelah 0,5-2 jam dan terjadi efek maksimal pada waktu 2-6 jam. Dosis
tambahan sekitar 125-375 mcg tablet digoksin atau 100-300 mcg digoksin kapsul
cair bila perlu dapat diberikan secara hati-hati pada 6-8 jam setelah pemberian dosis
inisiasi hingga diperoleh respon klinis yang memadai. Pasien dengan berat badan 70
Kg umumnya mendapatkan respon klinis yang memadai pada dosis 750-1250 mcg
digoksin tablet atau setara dengan 600-1000 mcg digoksin kapsul cair.
Dosis inisiasi IV umumnya adalah 400-600 mcg (0,4-0,6 mg) yang segera
akan menghasilkan efek terdeteksi setelah 5-30 menit pemberian dan mencapai
efek maksimum setelah 1-4 jam setelah pemberian pada pasien dewasa. Dosis
tambahan 100-300 mcg digoksin dapat diberikan secara hati-hati setelah 6-8 jam
setelah pemberian dosis inisiasi hingga diperoleh respon klinis yang memadai.
Dosis IV digoksin pada pasien dewasa dengan berat badan 70 Kg adalah sekitar
600-1000 mcg.
13
e. Dosis Pemeliharaan
Dosis pemeliharaan harian berfungsi untuk menggantikan digoksin yang
tereliminasi dari tubuh pasien, maka dosis tersebut dapat diperkirakan dengan
mengalikan prosentase eliminasi dengan penyimpanan tubuh (loading dose) yang
menghasilkan respon klinis memadai. Pasien dengan fungsi ginjal normal
umumnya mengeliminasikan sekitar 30% dosis harian total, sedangkan pasien
anurik umumnya mengeliminasikan sekitar 14% dari total dosis harian digoksin.
Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa umumnya adalah 125-500
mcg sekali sehari, dosis harus dititrasi sesuai umur, berat badan, dan fungsi ginjal.
Dosis pemeliharaan umumnya dimulai dengan dosis 250 mcg sekali perhari pada
pasien dewasa dengan usia kurang dari 70 tahun dengan fungsi ginjal normal, dosis
dapat ditingkatkan setiap 2 minggu sesuai dengan respon klinis. Sedangkan dosis
pemeliharaan oral dengan kapsul cair umumnya sebesar 150-350 mcg setiap hari
pada pasien dengan bersihan kreatinin lebih dari 50 ml/menit. Dosis pemeliharan
digoksin IV biasanya 125-350 mcg sekali perhari pada pasien dengan bersihan
kreatinin 50 ml/menit atau lebih.
f. Dosis pada Pasien Dewasa dengan Fibrilasi Atrial
Penyimpanan digoksin tubuh lebih dari 8-12 mcg/Kg diperlukan untuk
sebagian besar pasien gagal jantung koroner dan irama sinus normal untuk
mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan fibrilasi atrial. Dalam pengobatan
pasien dengan fibrilasi atrial kronis, dosis digoksin harus dititrasi ke dosis minimum
untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada ventrikel.
g. Dosis Pediatrik
Dosis pada neonatus terutama bayi prematur harus dititrasi secara sangat
berhati-hati karena kemungkinan klirensnya menurun. Bayi dan anak umur dibawah
10 tahun umumnya secara proporsional memerlukan dosis yang lebih besar dari
anak umur lebih dari 10 tahun dan orang dewasa yang dihitung berdasarkan berat
badan atau luas permukaan tubuh. Anak usia lebih dari 10 tahun memerlukan dosis
dewasa dengan perhitungan berat badan anak-anak. Kapsul cair tidak
14
direkomendasikan penggunaannya pada neonatus dan anak-anak.
Dosis pemeliharaan pada anak usia 2-5 tahun dengan fungsi ginjal normal
adalah 10-15 mcg/Kg BB, anak usia 5-10 tahun dengan fungsi ginjal normal adalah
7-10 mcg/Kg BB, sedangkan anak usia lebih dari 10 tahun dengan fungsi ginjal
normal adalah 3-5 mcg/Kg BB. Dosis digitalisasi IV umumnya adalah 80% dari
dosis tablet atau eliksir.
h. Dosis Geriatrik
Pada pasien geriatrik dosis harus dikurangi terlebih bila pasien menderita
penyakit jantung koroner. Usia lanjut dapat menjadi indikator adanya penurunan
fungsi ginjal. Dosis pemeliharaan pada pasien dengan usia lebih dari 70 tahun
umumnya dimulai dengan dosis 125 mcg sekali sehari peroral (daam bnetuk tablet).
i. Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Hati
Tak ada penyesuaian dosis untuk pasien dengan penurunan fungsi hati
j. Dosis pada Pasien dengan Penurunan Fungsi Ginjal
Dosis digoksin pada pasien dengan insufisiensi ginjal (bersihan kreatinin
kurang dari 10 ml/menit, maka penyesuaian dosis ditentukan berdasarkan
konsentrasi puncak penyimpanan digoksin dalam tubuh (6-10 mcg/Kg BB) karena
penurunan fungsi ginjal ini akan mempengaruhi pola distribusi dan eliminasi
digoksin.
Dosis pemeliharaan digoksin pada pasien dewasa dengan gangguan fungsi
ginjal dapat dimulai dengan 125 mcg sekali sehari (tablet) atau 62,5 mcg pada pasien
yang ditandai mengalami kerusakan ginjal, dosis dapat ditingkatkan setiap 2 minggu
sesuai dengan respon klinis.
2.7. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja digoksin yaitu dengan menghambat pompa Na-K ATPase yang
menghasilkan peningkatan natrium intracellular yang menyebabkan lemahnya
pertukaran natrium/kalium dan meningkatkan kalsium intracellular. Hal tersebut dapat
meningkatkan penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot
15
jantung, dan dapat meningkatkan cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan
kontraksi otot.
Ion Na+ dan Ca
2+ memasuki sel otot jantung selama/setiap kali depolarisasi. Ca
2+
yang memasuki sel melalui kanal Ca2+
jenis L selama depolarisasi memicu pelepasan
Ca2+
intraseluler ke dalam sitosol dari retikulum sarkoplasma melalui reseptor
ryanodine (RyR). Ion ini menginduksi pelepasan Ca2+
sehingga meningkatkan kadar
Ca2+
sitosol yang tersedia untuk berinteraksi dengan protein kontraktil, sehingga
kekuatan kontraksi dapat ditingkatkan. Selama repolarisasi myocyte dan relaksasi, Ca2+
dalam selular kembali terpisahkan oleh Ca2+
sarkoplasma retikuler -ATPase
(SERCA2), dan juga akan dikeluarkan dari sel oleh penukar Na+- Ca
2+ (NCX) dan oleh
Ca2+
sarcolemmal -ATPase. Kapasitas dari penukar untuk mengeluarkan Ca2+
dari sel
tergantung pada konsentrasi Na+ intrasel.
Pengikatan glikosida jantung ke sarcolemmal Na+,K
+-ATPase dan penghambatan
aktivitas pompa Na+ seluler menghasikan pengurangan tingkat aktifitas ekstrusi Na
+
dan peningkatan sitosol Na+. Peningkatan Na
+ intraseluler mengurangi gradien
transmembran Na+ yang mendorong ekstrusi Ca
2+ intraseluler selama repolarisasi
myocyte. Dengan mengurangi pengeluaran Ca2+
dan masuknya kembali Ca2+
pada
setiap kali potensial aksi, maka Ca2+
terakumulasi dalam myocyte: serapan Ca2+
ke
dalam SR meningkat; ini juga meningkatkan Ca2+
sehingga dapat dilepaskan dari SR ke
troponin C dan protein Ca2+
-sensitif dari aparatus kontraktil lainnya selama siklus
berikutnya dari gabungan eksitasi-kontraksi, sehingga menambah kontraktilitas
myocyte. Peningkatan dalam pelepasan Ca2+
dari retikulum sarkoplasma adalah
merupakan substrat biologis di mana glikosida jantung meningkatkan kontraktilitas
miokard. Glikosida jantung berikatan secara khusus ke bentuk terfosforilasi dari a
subunit dari Na+, K
+-ATPase. Ekstraselular K
+ mendorong defosforilasii enzim sebagai
langkah awal dalam translokasi aktif kation ke dalam sitosol, dan juga dengan demikian
menurunkan afinitas enzim dari glikosida jantung. Hal ini menjelaskan sebagian
pengamatan bahwa dengan meningkatnya ekstraselular K+ dapat membalikkan
beberapa efek toksik dari glikosida jantung.
Selain itu, digoksin juga bekerja secara aksi langsung pada otot lunak vascular
dan efek tidak langsung yang umumnya dimediasi oleh system saraf otonom dan
16
peningkatan aktivitas vagal (refleks dari system saraf otonom yang menyebabkan
penurunan kerja jantung).
2.8. Farmakologi
Farmakodinamik/Farmakokinetik :
Onset of action (waktu onset) : oral : 1-2 jam; IV : 5-30 menit
Peak effect (waktu efek puncak) : oral : 2-8 jam; IV : 1-4 jam
Durasi : dewasa : 3-4 hari pada kedua sediaan
Absorpsi : melalui difusi pasif pada usus halus bagian atas, makanan dapat
menyebabkan absorpsi mengalami penundaan (delay), tetapi tidak mempengaruhi
jumlah yang diabsorpsi.
Distribusi :
Fungsi ginjal normal : 6-7 L/kg
Gagal ginjal kronik : 4-6 L/kg
Anak-anak : 16 L/kg
Dewasa : 7 L/kg menurun bila terdapat gangguan ginjal
Ikatan obat dengan protein (protein binding) : 30%
Metabolisme : melalui sequential sugar hydrolysis dalam lambung atau melalui
reduksi cincin lakton oleh bakteri di intestinal , metabolisme diturunkan dengan
adanya gagal jantung kongestif.
Bioavailabilitas:
T½ eliminasi (half-life elimination) berdasarkan umur, fungsi ginjal dan jantung
T½ eliminasi (half-life elimination): parent drug (obat asal ): 38 jam; metabolit:
digoxigenin: 4 jam ; monodigitoxoside : 3 – 12 jam
Waktu untuk mencapai kadar puncak, serum: oral ~ 1 jam
Ekskresi : urin (50% hingga 70% dalam bentuk obat yang tidak berubah )
Konsentrasi serum digoksin :
Gagal jantung kongestif : 0,5 -0,8 mg/ml. Aritmia : 0,8-2 ng/ml
17
Dewasa : < 0,5 mg/ml, kemungkinan menunjukkan underdigitalization,
kecuali jika terdapat hal-hal khusus
Toksik > 2,5 mg/ml
2.9. Kontraindikasi
Intermittent complete heart block ; Blok AV derajat II ; supraventricular
arrhytmias yang disebabkan oleh Wolff-Parkinson-White Syndrome ; takikardia
ventricular atau fibrilasi ; hypertropic obstructive cardiomyopathy.
2.10. Efek Samping
Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual ,
muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek,
mengantuk , bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang
terjadi rash, isckemia intestinal ; gynecomastia pada penggunaan jangka panjang ,
trombositopenia.
2.11. Interaksi
Dengan Obat Lain :
Efek Cytochrome P450: substrat CYP3A4 (minor): Meningkatkan
efek/toksisitas : senyawa beta-blocking (propanolol), verapamil dan diltiazem
mempunyai efek aditif pada denyut jantung. Karvedilol mempunyai efek tambahan
pada denyut jantung dan menghambat metabolisme digoksin. Kadar digoksin
ditingkatkan oleh amiodaron (dosis digoksin diturunkan 50 %), bepridil, siklosporin,
diltiazem, indometasin, itrakonazol, beberapa makrolida (eritromisin, klaritromisin),
metimazol, nitrendipin, propafenon, propiltiourasil, kuinidin dosis digoksin
diturunkan 33 % hingga 50 % pada pengobatan awal), tetrasiklin dan verapamil.
Moricizine dapat meningkatkan toksisitas digoksin . Spironolakton dapat
mempengaruhi pemeriksaan digoksin, namun juga dapat meningkatkan kadar
digoksin secara langsung. Pemberian suksinilkolin pada pasien bersamaan dengan
digoksin dihubungkan dengan peningkatan risiko aritmia. Jarang terjadi kasus
toksisitas akut digoksin yang berhubungan dengan pemberian kalsium secara
parenteral (bolus). Obat-obat berikut dihubungkan dengan peningkatan kadar darah
18
digoksin yang menunjukkan signifikansi klinik : famciclovir, flecainid, ibuprofen,
fluoxetin, nefazodone, simetidein, famotidin, ranitidin, omeprazoe, trimethoprim.
Menurunkan efek : Amilorid dan spironolakton dapat menurunkan respon
inotropik digoksin. Kolestiramin, kolestipol, kaolin-pektin, dan metoklopramid dapat
menurunkan absorpsi digoksin. Levothyroxine (dan suplemen tiroid yang lain) dapat
menurunkan kadar digoksin dalam darah. Penicillamine dihubungkan dengan
penurunan kadar digoksin dalam darah.
Interaksi dengan obat-obat berikut dilaporkan menunjukkan signifikansi
klinik aminoglutetimid, asam aminosalisilat, antasida yang mengandung alumunium,
sukralfat, sulfasalazin, neomycin, ticlopidin.
Dengan Makanan :
Kadar serum puncak digoksin dapt diturunkan jika digunakan bersama dengan
makanan. Makanan yang mengandung serat (fiber) atau makanan yang kaya akan
pektin menurunkan absorpsi oral digoksin.
Hindari ephedra (risiko stimulasi kardiak)
Hindari natural licorice (menyebabkan retensi air dan natrium dan meningkatkan
hilangnya kalium dalam tubuh)
Interaksi Digoksin dengan suplemen Magnesium (Mg)
Penggunaan Digoksin dapat menurunkan Mg intraseluler dan meningkatkan
pengeluaran Mg dari tubuh melalui urin. Pemberian suplemen Mg akan sangat
menguntungkan. Dianjurkan konsumsi Mg adalah 30-500 mg per hari. Dari
makanan, juga dapat ditingkatkan konsumsinya (tanpa melalui suplemen Mg).
Sumber utama Mg adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian dan kacang-
kacangan, daging, coklat, susu dan hasil olahannya.
Interaksi Digoksin dengan Potassium (Kalium)
Digoksin mengganggu transport potassium dari darah menuju sel sehingga
Digoksin pada dosis yang cukup tinggi dapat menyebabkan hiperkalemia fatal.
Oleh karenanya pada saat mengkonsumsi / menggunakan Digoksin, hindari
konsumsi suplemen potassium atau makanan yang mengandung potassium dalam
jumlah besar seperti buah (pisang). Sumber utama potassium adalah buah, sayuran
19
dan kacang-kacangan. Namun banyak orang mengkonsumsi digoksin
menyebabkan diuretic. Pada kasus tersaebut, peningkatan intake potassium
dibutuhkan. Oleh karenanya harus dikomunikasikan dengan tim kesehatan yang
lain.
Interaksi Digoksin dengan Calcium(Ca)
Peningkatan Ca dalam plasma dapat meningkatakan toksisitas digoksin.
Oleh karenanya, hindari konsumsi makanan tinggi Ca terutama 2 jam
sebelum/sesudah minum obat ini. Sumber utama Ca adalah susu dan hasil
olahannya seperti keju.
Interaksi digooksin dengan Makanan Berserat
Serat larut air dalam makanan dapat menurunkan absorbsi digoksin.
Interaksi makanan dengan Herb (tanaman/jamu)
o Ginseng : mekanisme belum jelas, namun penggunaan bersama menyebabkan
Digoksin kurang berfungsi
o Teh Jawa : menyebabkan diuretik, jika dikonsumi dalam jumlah besar
mengakibatkan kehilangan potassium melalui urin.
o GFJ : menginduksi P.Glikogen transporter obat dan menurunkan AUC
Digoksin.
2.12. Peringatan
Infark jantung baru ; sick sinus syndrome; penyakit tiroid ; dosis dikurangi pada
penderita lanjut usia ; hindari hipokalemia ; hindari pemberian intravena secara cepat
(mual dan risiko arimia); kerusakan ginjal ; kehamilan
2.13. Toksisitas Digoksin
Insiden dan keparahan toksisitas digoksin telah menurun secara substansial
dalam dua dekade terakhir, karena adanya pengembangan obat alternatif untuk
pengobatan aritmia supraventrikuler dan gagal jantung, yaitu meningkatnya
pemahaman terhadap farmakokinetik digoksin, adanya monitoring kadar digoksin
serum , dan adanya identifikasi interaksi penting antara digoksin dan obat lainnya
yang diberikan bersamaan. Namun demikian, pengakuan toksisitas digoksin tetap
20
menjadi pertimbangan penting dalam diagnosis diferensial aritmia dan gejala
neurologis dan gastrointestinal pada pasien yang menggunakan glikosida jantung.
2.14. Imunoterapi Digoksin
Antidotum (penawar racun) efektif untuk toksisitas digoksin atau digitoksin
yang mengancam jiwa tersedia dalam bentuk imunoterapi antidigoksin dengan
fragmen Fab yang dimurnikan dari antiserum antidigoksin yang diperoleh dari domba
(DIGIBIND). Dosis penetralisirnya didasarkan atas perkiraan total dosis obat tertelan
atau beban total tubuh digoksin yang dapat diberikan secara intravena dalam larutan
garam lebih dari 30 sampai 60 menit.
2.15. Kekurangan digoksin
Peran yang tepat dari digoksin dalam terapi masih kontroversial terutama
karena perbedaan pendapat pada risiko versus keuntungan dari penggunaan obat ini
secara rutin pada pasien dengan gagal jantung sistolik. Digoksin terbukti menurunkan
jumlah pasien gagal jantung yang dirawat inap tetapi tidak menunjukkan kemajuan
atau peningkatan kelangsungan hidup bagi penderita gagal jantung. Selain itu,
digoksin dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk konsentrasi terkait toksisitas dan
efek samping yang banyak. Studi analisis Post-hoc menunjukkan hubungan yang jelas
antara konsentrasi plasma digoksin dengan hasil yang diperoleh. Konsentrasi di
bawah 1,2 mg / dL (1,5 nmol / L) dikaitkan dengan tidak jelasnya efek yang
merugikan terhadap kelangsungan hidup, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi
relatif meningkatkan risiko kematian.
21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Digoksin merupakan prototipe glikosida jantung yang berasal dari Digitalis
lanata. Obat ini biasa digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif dan
penyimpangan detak jantung tertentu. Mekanisme Digoksin melalui 2 cara yaitu efek
langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi
otot jantung (efek inotropik positif). Hal ini terjadi berdasarkan penghambatan enzim
Na+,K+ -ATPase dan peningkatan arus masuk ion kalsium ke inrtasel. Efek tidak
langsung yaitu pengaruh digoksin terhadap aktivitas saraf otonom dan sensitivitas
jantung terhadap neorotransmiter.
3.2. Kritik dan Saran
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang
budiman dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan–kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Laurence L.B., John S.L., Keith L.P. (2006). Goodman Gilman's The
Pharmacological Basis Of Therapeutics Eleventh Edition. New York. McGraw-Hill
Companies.
Marie, A.C. et al. (2008). Pharmacotherapy Principles & Practice. New York.
McGraw-Hill Companies.
Djamhuri, Dr.Agus. 1995. Farmakologi Dengan Terapan Khusus Di Klinik Dan
Perawatan. Jakarta: Hipokrates.
Gan, Sulistia. 1987. Farmakologi Dan Terapi Edisi Iii . Jakarta: FKUI.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar Dan Klinik Edisi Vi-Book I.. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mycek, Mary J. dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 11. Jakarta: Widya
Medika..
Syamsuir. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian 11. Jakarta: FKU Sriwijaya.
23
LAMPIRAN
Sediaan Digoksin tersedia dalam bentuk tablet, eliksir, kapsul cair, dan injeksi.
Contoh sediaan injeksi digoksin
Contoh sediaan tablet digoksin
Contoh sediaan eliksir drop digoksin untuk anak-anak dan bayi
24
Contoh sediaan eliksir digoksin
Contoh sediaan kapsul lunak digoksin