Download - Makalah Influenza
BAB I
PENDAHULUAN
Kata influenza berasal dari bahasa Italia yang berarti “pengaruh” hal ini merujuk pada
penyebab penyakit, pada awalnya penyakit ini disebabkan oleh pengaruh astrologis yang
kurang baik. Perubahan pendapat medis menyebabkan modifikasi nama menjadi influenza del
freddo, yang berarti “pengaruh dingin”. Kata influenza pertama kali dipergunakan dalam
bahasa Inggris untuk menyebut penyakit yang kita ketahui saat ini pada tahun 1703 oleh J
Hugger dari Universitas Edinburgh dalam thesisnya yang berjudul "De Catarrho epidemio,
vel influenza, prout in India occidentali sese ostendit". Istilah lama yang dipergunakan untuk
influenza adalah epidemic catarrh, grippe (dari bahasa Perancis, pertama kali dipergunakan
oleh Molyneaux pada tahun 1694), sweating sickness, dan demam Spanyol (terutama pada
galur flu pandemi 1918).
Influenza, yang lebih dikenal dengan sebutan flu, merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh virus RNA dari famili Orthomyxoviridae (virus influenza). Virus adalah
parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus hanya dapat
bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk
hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.Virus
Influenza merupakan suatu virus RNA beruntai tunggal yang mempunyai envelope dengan
delapan segmen, berpolaritas negatif dan berbentuk bulat atau filamen dengan diameter 50 –
120 nm x 200– 300 nm. Berdasarkan perbedaan antigen nukleoprotein dan matrik yang
menyusunnya, virus ini diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu virus Influenza tipe A, B dan
C. Virus Infuenza A ditemukan pada unggas, manusia, babi, kuda dan kadang-kadang pada
mamalia lain, misalnya anjing laut dan ikan paus. Sedangkan virus Influenza B dan C hanya
ditemukan pada manusia (OIE, 2004).
Gejala umum dari penyakit ini adalah menggigil, demam, nyeri tenggorok, nyeri otot,
nyeri kepala berat, batuk, kelemahan dan rasa tidak nyaman. Influenza dapat menimbulkan
mual, dan muntah, terutama pada anak-anak, namun gejala tersebut lebih sering terdapat pada
penyakit gastroenteritis, yang sama sekali tidak berhubungan, yang juga kadangkala secara
tidak tepat disebut sebagai “flu perut.” Flu kadangkala dapat menimbulkan pneumonia viral
secara langsung maupun menimbulkan pneumonia bakterial sekunder. Influenza ditularkan
1
melalui udara lewat batuk atau bersin, influenza juga dapat ditularkan melalui kontak
langsung dengan tinja burung atau ingus, atau melalui kontak dengan permukaan yang telah
terkontaminasi.Virus influenza dapat diinaktivasi oleh sinar matahari, disinfektan, dan
deterjen. Sering mencuci tangan akan mengurangi risiko infeksi karena virus dapat
diinaktivasi dengan sabun.
Vaksinasi terhadap influenza dengan vaksin influenza sering direkomendasikan pada
kelompok risiko tinggi, seperti anak-anak dan lansia, atau pada penderita asma, diabetes,
penyakit jantung, atau orang-orang yang mengalami gangguan imun. Efektivitas dari vaksin
influenza beragam. Karena tingkat mutasi virus yang sangat tinggi, vaksin influenza tertentu
biasanya memberikan perlindungan selama tidak lebih dari beberapa hari.
Gambar 1. Virus Influenza
2
BAB II
ISI
A. EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO, influenza mencapai prevalensi puncak pada musim dingin,
terdapat tiga sampai lima juta kasus berat dan sampai 500.000 kematian di seluruh
dunia, yang memenuhi kriteria epidemi influenza tahunan.Walaupun insidensi
influenza dapat sangat beragam dari tahun-ke-tahun, kurang lebih 36.000 kematian
dan lebih dari 200.000 rawat inap berhubungan secara langsung dengan influenza tiap
tahunnya di Amerika Serikat. Kurang lebih tiga kali dalam satu abad, terjadi pandemi,
yang akan menginfeksi sebagian besar populasi dunia dan dapat menyebabkan
kematian jutaan orang.
Nama Pandemi
Waktu Kematian Tingkat
kematian
Subtipe yang
berperan
Flu(Rusia)
Asia
1889–1890 1juta 0,15% H3N8
Flu Spayol 1918–1920 20 hingga
100 juta
2% H1N1
Flu Asia 1957–1958 1 hingga 1,5
juta
0,13% H2N2
Flu
Hongkong
1968–1969 0,75 hingga 1
juta
<0,1% H3N2
Flu 2009 2009-2010 18.000 0,03% H1N1
3
Gambar 2. Perkembangan mutasi virus influensa
B. ETIOLOGI
Etiologi influenza, famili virus Orthomyxoviridae, pertama kali ditemukan
pada babi oleh Richard Shope pada tahun 1931. Virus ini diklasifikasikan menjadi
tiga tipe yaitu virus Influenza tipe A, B dan C. Virus Infuenza A ditemukan pada
unggas, manusia, babi, kuda dan kadang-kadang pada mamalia lain, misalnya anjing
laut dan ikan paus. Sedangkan virus Influenza B dan C hanya ditemukan pada
manusia.
Klasifikasi virus influenza :
Virus influenza A
Virus tipe A merupakan patogen manusia paling virulen di antara ketiga
tipe influenza dan menimbulkan penyakit yang paling berat. Virus influenza A
dapat dibagi lagi menjadi subdivisi berupa serotipe-serotipe yang berbeda
berdasarkan tanggapan antibodi terhadap virus ini. Serotipe yang telah
dikonfirmasi pada manusia, diurutkan berdasarkan jumlah kematian pandemi pada
manusia, adalah: H1N1 yang menimbulkan Flu Spanyol pada tahun 1918, dan Flu
Babi pada tahun 2009, H2N2 yang menimbulkan Flu Asia pada tahun 1957, H3N2
yang menimbulkan Flu Hongkong pada tahun 1968, H5N1 menimbulkan Flu
Burung pada tahun 2004, H7N7 yang memiliki potensi zoonotik yang tidak biasa,
4
H1N2, endemik pada manusia, babi, dan unggas, H9N2, H7N2, H7N3 dan
H10N7.
Gambar 3. Struktur virus influensa A
Virus influenza B
Genus ini memiliki satu spesies, yaitu virus influenza B. influenza B
hampir secara eksklusif hanya menyerang manusia dan lebih jarang dibandingkan
dengan influenza A. Hewan lain yang diketahui dapat terinfeksi oleh infeksi
influenza B adalah anjing laut dan musang. Jenis influenza ini mengalami mutasi
2-3 kali lebih lambat dibandingkan tipe A dan oleh karenanya keragaman
genetiknya lebih sedikit, hanya terdapat satu serotipe influenza B.
Virus Influenza C
Genus ini memiliki satu spesies, virus influenza C, yang menginfeksi
manusia, anjing, dan babi, kadangkala menimbulkan penyakit yang berat dan
epidemi lokal. Namun, influenza C lebih jarang terjadi dibandingkan dengan jenis
lain dan biasanya hanya menimbulkan penyakit ringan pada anak-anak.
Sifat Virus Influenza
Virus influenza mempunyai sifat dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari
pada suhu 220C dan lebih dari 30 hari pada suhu 00C. Mati pada pemanasan 60C
selama 30 menit atau 560C selama 3 jam dan pemanasan 800C selama 1 jam. Virus
5
akan mati dengan deterjen, disinfektan misalnya formalin, cairan yang mengandung
iodin dan alkohol 70%.
Struktur antigenik virus influenza meliputi antara lain 3 bagian utama berupa:
antigen S (atau soluble antigen), hemaglutinin dan neuramidase. Antigen S
merupakan suatu inti partikel virus yang terdiri atas ribonukleoprotein. Antigen ini
spesifik untuk masing-masing tipe. Hemaglutinin menonjol keluar dari selubung virus
dan memegang peran pada imunitas terhadap virus. Neuramidase juga menonjol
keluar dari selubung virus dan hanya memegang peran yang minim 8 pada imunitas.
Selubung inti virus berlapis matriks protein sebelah dalam dan membran lemak
disebelah luarnya.
Salah satu ciri penting dari virus influenza adalah kemampuannya untuk
mengubah antigen permukaannya (H dan N) baik secara cepat atau mendadak
maupun lambat. Peristiwa terjadinya perubahan besar dari struktur antigen permukaan
yang terjadi secara singkat disebut antigenic shift.
Bila perubahan antigen permukaan yang terjadi hanya sedikit, disebut
antigenic drift. Antigenic shift hanya terjadi pada virus influenza A dan antigenic drift
hanya terjadi pada virus influenza B, sedangkan virus influenza C relatif stabil. Teori
yang mendasari terjadinya antigenic shift adalah adanya penyusunan kembali dari
gen-gen pada H dan N diantara human dan avian influenza virus melalui perantara
host ketiga. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa adanya proses antigenic shift
akan memungkinkan terbentuknya virus yang lebih ganas, sehingga keadaan ini
menyebabkan terjadinya infeksi sistemik yang berat karena sistem imun host baik
seluler maupun humoral belum sempat terbentuk. Sejak dulu diduga kondisi yang
memudahkan terjadinya antigenic shift adalah adanya penduduk yang bermukim
didekat daerah peternakan unggas dan babi. Karena babi bersifat rentan terhadap
infeksi baik oleh avian maupun human virus makan hewan tersebut dapat berperan
sebagai lahan pencampur (mixing vesel) untuk penyusunan kembali gen-gen yang
berasal dari kedua virus tersebut, sehingga menyebabkan terbentuknya subtiper virus
baru.
6
C. PATOGENESIS
Transmisi virus influenza lewat partikel udara dan lokalisasinya pada traktus
respiratorius. Penularan bergantung pada ukuran partikel (droplet) yang membawa
virus tersebut masuk ke dalam saluran napas. Pada dosis infeksius, 10 virus/droplet,
maka 50% orang-orang yang terserang dosis ini akan menderita influenza. Virus akan
melekat pada epitel sel di hidung dan bronkus. Setelah virus berhasil menerobos
masuk kedalam sel, dalam beberapa jam sudah mengalami replikasi. Partikel-partikel
virus baru ini kemudian akan menggabungkan diri dekat permukaan sel, dan langsung
dapat meninggalkan sel untuk pindah ke sel lain.
Virus influenza dapat mengakibatkan demam tetapi tidak sehebat efek pirogen
lipopoli-sakarida kuman Gram-negatif. Masa inkubasi dari penyakit ini yakni satu
hingga empat hari (rata-rata dua hari). Pada orang dewasa, sudah mulai terinfeksi
sejak satu hari sebelum timbulnya gejala influenza hingga lima hari setelah mulainya
penyakit ini. Anak-anak dapat menyebarkan virus ini sampai lebih dari sepuluh hari
dan anak-anak yang lebih kecil dapat menyebarkan virus influenza kira-kira enam
hari sebelum tampak gejala pertama penyakit ini. Para penderita imunocompromise
dapat menebarkan virus ini hingga berminggu-minggu dan bahkan berbulan-bulan.
Pada avian influenza (AI) juga terjadi penularan melalui droplet, dimana virus
dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung
memasuki alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Virus selanjutnya akan melekat
pada epitel permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel
tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu 10 singkat
virus dapat menyebar ke sel-sel di dekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam sampai 4
hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang
terinfeksi akan membengkak dan intinya mengkerut dan kemudian mengalami
piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya
akan terbentuk badan inklusi. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada
membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat
mengadakan replikasi secara efisien pada manusia.
7
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme bagaimana infeksi influenza dapat menimbulkan gejala pada
manusia telah dipelajari secara intensif. Salah satu mekanismenya adalah dengan
inhibisi hormon adrenokortikotropik (ACTH/Adrenocorticotropic Hormone) yang
menimbulkan penurunan kadar hormon kortisol. Mengetahui gen mana yang
terkandung dalam galur virus tertentu dapat membantu memprediksi bagaimana virus
tersebut dapat menular dan seberat apa infeksi yang akan terjadi (memprediksi
patofisiologi dari suatu galur virus).
Contohnya, bagian dari proses yang memungkinkan virus influenza
menginvasi suatu sel adalah penguraian dari protein hemagglutinin virus oleh salah
satu enzim protease manusia. Pada virus yang infeksinya bersifat ringan dan avirulen,
struktur hemagglutinin yang ada hanya dapat diurai oleh protease yang ditemukan
dalam tenggorok dan paru, sehingga virus ini tidak dapat menginfeksi jaringan lain.
Namun, pada galur yang sangat virulen, seperti H5N1, hemagglutinin yang
terkandung dalam virus dapat diurai oleh varietas protease yang beragam, sehingga
memungkinkan virus menyebar ke seluruh tubuh.
Protein hemagglutinin virus bertanggung jawab baik dalam menentukan
spesies mana yang dapat diinfeksi oleh suatu galur virus maupun lokasi saluran
pernapasan mana yang dapat berikatan dengan suatu galur virus influenza. Galur yang
dapat ditularkan dengan mudah dari manusia-ke-manusia memiliki protein
hemagglutinin yang berikatan dengan reseptor pada saluran pernapasan bagian atas,
seperti pada hidung, tenggorok, dan mulut. Sebaliknya, strain H5N1 yang sangat
berbahaya berikatan dengan reseptor yang paling banyak ditemukan di dalam paru.
Perbedaan pada tempat infeksi ini mungkin merupakan bagian dari alasan mengapa
galur H5N1 menimbulkan pneumonia virus yang berat pada paru, namun tidak
ditularkan dengan mudah melalui batuk dan bersin.
8
Gambar 4. Infeksi virus masuk melalui hidung
E. GEJALA KLINIS
Gejala influenza dapat dimulai dengan cepat, satu sampai dua hari setelah infeksi.
Biasanya gejala pertama adalah menggigil atau perasaan dingin, namun demam juga
sering terjadi pada awal infeksi, dengan temperatur tubuh berkisar 38-39 °C (kurang lebih
100-103 °F). Banyak orang merasa begitu sakit sehingga mereka tidak dapat bangun dari
tempati tidur selama beberapa hari, dengan rasa sakit dan nyeri sekujur tubuh, yang terasa
lebih berat pada daerah punggung dan kaki. Gejala influenza dapat meliputi:
Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)
Batuk
Hidung tersumbat
Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok
Kelelahan
Nyeri kepala
Iritasi mata, mata berair
Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut, tenggorok,
dan hidung
9
Pada anak, gejala gastrointestinal seperti diare dan nyeri abdomen,(dapat menjadi
parah pada anak dengan influenza B).
F. MEKANISME PENULARAN
Shedding virus influenza (waktu di mana seseorang dapat menularkan virus
pada orang lain) dimulai satu hari sebelum gejala muncul dan virus akan dilepaskan
selama antara 5 sampai 7 hari, walaupun sebagian orang mungkin melepaskan virus
selama periode yang lebih lama. Orang yang tertular influenza paling infektif pada
hari kedua dan ketiga setelah infeksi. Jumlah virus yang dilepaskan nampaknya
berhubungan dengan demam, jumlah virus yang dilepaskan lebih besar saat
temperaturnya lebih tinggi. Anak-anak jauh lebih infeksius dibandingkan orang
dewasa dan mereka melepaskan virus sebelum mengalami gejala hingga dua minggu
setelah infeksi.
Influenza dapat disebarkan dalam tiga cara utama, yaitu melalui penularan
langsung (saat orang yang terinfeksi bersin, terdapat lendir hidung yang masuk secara
langsung pada mata, hidung, dan mulut dari orang lain), melalui udara (saat seseorang
menghirup aerosol (butiran cairan kecil dalam udara) yang dihasilkan saat orang yang
terinfeksi batuk, bersin, atau meludah) dan melalui penularan tangan-ke-mata, tangan-
ke-hidung, atau tangan-ke-mulut, baik dari permukaan yang terkontaminasi atau dari
kontak personal langsung seperti bersalaman.
Pada rute penularan udara, ukuran droplet yang cukup kecil untuk dihirup
berdiameter 0,5 sampai 5 μm dan inhalasi satu droplet mungkin cukup untuk
menimbulkan infeksi. Seberapa lama virus influenza dapat bertahan dalam droplet
udara nampaknya dipengaruhi oleh kadar kelembaban dan radiasi ultraviolet,
kelembaban rendah dan kurangnya cahaya matahari pada musim dingin membantu
kebertahanan virus ini.
Virus influenza dapat bertahan di luar tubuh, virus ini juga dapat ditularkan
lewat permukaan yang terkontaminasi seperti lembaran uang, gagang pintu, saklar
lampu, dan benda-benda rumah tangga lainnya. Lamanya waktu virus dapat bertahan
10
pada suatu permukaan beragam, virus dapat bertahan selama satu atau dua hari pada
permukaan yang keras dan tidak berpori seperti plastik atau metal, selama kurang
lebih lima belas menit pada kertas tissue kering, dan hanya lima menit pada kulit.
Namun, apabila virus terdapat dalam mukus/lendir, lendir tersebut dapat melindungi
virus sehingga bertahan dalam waktu yang lama (sampai 17 hari pada uang kertas).
Virus flu burung dapat bertahan dalam waktu yang belum diketahui saat berada dalam
keadaan beku. Virus mengalami inaktivasi oleh pemanasan sampai 56 °C (133 °F)
selama minimun 60 menit, dan juga oleh asam (pada pH <2).
11
BAB III
PENATALAKSANAAN TERAPI
A. TUJUAN DAN SASARAN TERAPI
1. Untuk mengurangi angka kematian akibat virus influensa
2. Mengobati penyakit akibat virus
3. Mencegah penularan penyakit
B. TERAPI
a. Terapi Non Farmakologi
Orang yang menderita flu disarankan untuk banyak beristirahat, meminum
banyak cairan, menghindari penggunaan alkohol dan rokok.
Pengendalian infeksi
Cara yang cukup efektif untuk menurunkan penularan influenza salah
satunya adalah menjaga kesehatan pribadi dan kebiasaan higienis yang baik
seperti; tidak menyentuh mata, hidung dan mulut, sering mencuci tangan
(dengan air dan sabun, atau dengan cairan pencuci berbasis alkohol), menutup
mulut dan hidung saat batuk dan bersin, menghindari kontak dekat dengan
orang yang sakit, tidak meludah sembarangan juga disarankan karena
influenza menyebar melalui aerosol dan kontak dengan permukaan yang
terkontaminasi, pembersihan permukaan tersebut dapat membantu mencegah
sebagian dari infeksi.
Alkohol merupakan bahan sanitasi yang efektif terhadap virus
influenza, sementara senyawa amonium kuarterner dapat dipergunakan
bersamaan dengan alkohol sehingga efek sanitasi tersebut dapat bertahan lebih
lama. Di rumah sakit, senyawa amonium kuarterner dan bahan pemutih
12
dipergunakan untuk membersihkan ruangan dan peralatan yang sebelumnya
dipakai oleh pasien dengan gejala influenza. Di rumah, hal tersebut dapat
dilakukan dengan efektif dengan mempergunakan bahan pemutih chlorine
yang diencerkan.
b. Terapi farmakologi
13
14
Dua kelas obat antivirus yang dipergunakan terhadap influenza adalah
inhibitor neuraminidase dan inhibitor protein M2 (derivat adamantane). Inhibitor
neuraminidase saat ini lebih disukai terhadap infeksi virus karena kurang toksik
dan lebih efektif. Pada Konferensi Pers influenza H1N1 November 2009, WHO
merekomendasikan orang pada kelompok risiko tinggi, termasuk wanita hamil,
anak berusia kurang dari dua tahun dan orang dengan masalah pernapasan, agar
mulai mengkonsumsi obat-obat antivirus segera setelah mereka mengalami gejala
flu.
Inhibitor neuraminidase
Obat-obat antivirus seperti oseltamivir (merek dagang Tamiflu) dan
zanamivir (merek dagang Relenza) merupakan inhibitor neuraminidase yang
didesain untuk menghambat penyebaran virus pada tubuh. Obat-obatan ini
sering efektif terhadap influenza A dan B. Cochrane Collaboration meninjau
kembali obat-obat ini dan menyimpulkan bahwa obat-obat ini dapat
mengurangi gejala dan komplikasi. Strain-strain virus influenza yang berbeda-
beda memiliki tingkat daya tahan terhadap antiviral ini, dan adalah mustahil
bagi kita untuk bisa memprediksi tingkat perlawanan apa yang mungkin akan
muncul pada pandemi strain di masa mendatang.
15
Inhibitor M2 (adamantanes)
Obat-obat antivirus amantadine dan rimantadine akan memblokade
kanal ion virus (protein M2) dan mencegah virus untuk menginfeksi sel. Obat-
obatan tersebut kadangkala efektif terhadap influenza apabila diberikan dini
pada infeksi namun selalu tidak efektif terhadap influenza B karena virus
influenza B tidak memiliki molekul M2. Resistensi yang terukur terhadap
amantadine dan rimantadine dari H3N2 telah mengalami peningkatan sampai
91% pada tahun 2005. Tingginya tingkat resistensi ini mungkin disebabkan
oleh ketersediaan luas dari amantadine sebagai obat yang dijual tanpa resep
dokter untuk pengobatan selesma di negara-negara seperti Cina dan Rusia.
Pengobatan simptomatis
Simptomatis (hanya untuk mengatasi keluhan). Pada fase ini penderita
dianjurkan meminum obat flu sebagai pereda dini ketika gejala masih ringan.
Obat flu setidaknya harus mengandung:
1. Anti nyeri dan anti panas (analagetik/anti piretik) untuk mengatasi
gejala demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi.
2. Penurun bengkak (dekongestan) untuk gejala hidung tersumbat.
3. Anti Alergi (anti histamin) untuk gejala bersin dan gatal pada
hidung/tenggorokan.
Asetaminofen (parasetamol) dapat digunakan untuk meredakan gejala
demam dan nyeri otot yang berhubungan dengan flu. Anak-anak dan remaja
dengan gejala flu (terutama demam) sebaiknya menghindari penggunaan
aspirin pada saat infeksi influenza (terutama influenza tipe B), karena hal
tersebut dapat menimbulkan Sindrom Reye, suatu penyakit hati yang langka
namun memiliki potensi menimbulkan kematian.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada virus influenza adalah: Pneumonia
influenza primer, ditandai dengan batuk yang progresif, dispnea, dan sianosis
pada awal infeksi. Foto rongten menunjukkan gambaran infiltrat difus bilateral
16
tanpa konsolidasi, dimana menyerupai ARDS. Pneumonia bakterial sekunder,
dimana dapat terjadi infeksi beberapa bakteri (seperti Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza).
Pencegahan
• Gunakan vaksinasi flu secara rutin tiap tahun.
Waktu yang tepat untuk vaksinasi adalah saat sebelum masa puncak
dari musim flu. Perlu dua minggu bagi tubuh untuk membangun sistem imun
tubuh mulai dari pemberian vaksin. Tanyakan pada dokter anda waktu yang
tepat.
Tetap ingat bahwa vaksin flu tidak akan menghilangkan risiko terkena
flu, khususnya pada orang dewasa. Tapi vaksin ini dapat mengurangi risiko
terkena flu. Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
bila saat pemberian vaksin flu dan sirkulasi wabah flu dekat, vaksin flu akan
efektif antara 70% sampai 90% untuk melindungi.
Hal ini lebih sedikit efektivitasnya pada orang dewasa. Para ahli
kesehatan merekomendasikan vaksinasi pada orang di atas 50 tahun karena
vaksin akan mengurangi risiko komplikasi flu, perawatan di RS dan
kematian.
• Cuci tangan
Mencuci tangan adalah cara terbaik dalam mencegah infeksi flu biasa.
Gosok telapak tangan anda sedikitnya 15 detik, sabuni dengan benar dan tutup
keran menggunakan tisu. Atau gunakan jel pembersih tangan berbahan dasar
alkohol paling sedikit berkadar alkohol 60 persen.
• Makan secara benar dan tidur secara teratur
Diet yang salah dan kurang tidur melemahkan imunitas anda dan
menyebabkan anda lebih rentan terinfeksi.Diet seimbang dengan buah segar
dan sayuran, gandum atau nasi, dan makanan yang mengandung protein
17
adalah yang terbaik untuk banyak orang. Tidur yang cukup dan teratur juga
perlu untuk kesehatan sistem imun. Secara umum, orang dewasa sangat baik
tidur malam selama 7 sampai 8 jam. Anak-anak dan remaja membutuhkan
tidur malam 9 sampai 10 jam.
• Berolahraga secara teratur
Melatih kardiovaskuler secara teratur – berjalan, bersepeda, aerobik –
meningkatkan sistem imun anda. Olahraga tidak dapat mencegah infeksi,
tetapi jika terkena flu, akan lebih sedikit kemungkinannya terkena dampak
yang parah dan sembuh lebih cepat daripada orang yang tidak fit.
• Hindari kerumunan orang saat musim flu
Flu menyebar dengan mudah dimanapun orang-orang banyak
berkumpul – pada care center, sekolah, kantor, auditorium dan alat
transportasi publik. Menghindari kerumunan orang pada saat musim flu akan
mengurangi kesempatan anda terinfeksi flu ( Kompas.com)
18
BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB APOTEKER
DALAM PHARMACEUTICAL CARE
Orientasi terhadap kepentingan pasien tanpa mengesampingkan jaminan kualitas
produk dikenal dengan konsep Pharmaceutical Care. Dengan banyak ditemukannya masalah
yang berkaitan dengan obat dan penggunaannya; semakin meningkatnya keadaan sosio-
ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat; serta adanya tuntutan dari masyarakat terhadap
pelayanan kefarmasian yang bermutu terutama di rumah sakit maupun di komunitas,
Pharmaceutical Care merupakan hal yang mutlak harus diterapkan.
Penekanan Pharmaceutical care terletak pada dua aspek utama, yaitu:
Apoteker memberikan pelayanan kefarmasian yang dibutuhkan pasien sesuai
dengan kondisi penyakit pasien.
Apoteker membuat komitmen bersama pasien dan/atau yang merawat untuk
melanjutkan secara berkesinambungan sehingga dapat dicapai tujuan pelayanan
kefarmasian yaitu maksimalisasi efek terapi obat, minimalisasi efek obat yang
tidak dikehendaki, efektivitas biaya pengobatan, dan penghargaan atas pilihan
pasien..
Secara prinsip, Pharmaceutical Care atau pelayanan kefarmasian terdiri dari beberapa
tahap yang harus dilaksanakan secara berurutan, yaitu:
1) Penggalian dan penyusunan informasi dasar atau data dasar pasien.
2) Evaluasi atau pengkajian (Assessment) riwayat penggunaan obat oleh pasien.
3) Penyusunan Rencana Pelayanan Kefarmasian (RPK).
4) Implementasi RPK.
5) Monitoring implementasi.
19
6) Tindak lanjut terhadap hasil monitoring.
Keseluruhan tahap pelayanan kefarmasian ini dilakukan dalam suatu proses
berkesinambungan yang disertai penyuluhan dan konseling kepada pasien mengenai penyakit
yang diderita dan pengobatannya.
Peran Apoteker
Sebagai seorang tenaga profesional, seorang Apoteker hendaknya berperan dalam
membantu upaya pemerintah dalam menciptakan masyarakat Indonesia yang sehat dan
mandiri. Apoteker khususnya harus berperan aktif dalam penanganan penyakit-penyakit yang
membutuhkan pengobatan segera maupun jangka panjang, memiliki
prevalensi yang tinggi atau juga yang membahayakan jiwa. Penyakit Influenza termasuk
penyakit yang sangat potensial membawa dampak penyebaran yang cepat dan mengancam
jiwa masyarakat Indonesia, kemampuan penyebarannya bisa sangat cepat, kemungkinan
penularan antar manusia sangat dikhawatirkan dan oleh karena itu membutuhkan penanganan
yang tepat dan segera. Peran serta Apoteker ini didasari dengan pengetahuan yang dimiliki
Apoteker tentang patofisiologi penyakit; obat-obatan yang diperlukan atau harus dihindari
oleh pasien dan hal-hal yang harus dipersiapkan dan dihindari oleh tenaga kesehatan
termasuk apoteker dalam melaksanakan tugasnya. Peran aktif Apoteker di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Memastikan bahwa prosedur pengendalian infeksi berada di tempat di dalam sistem
pelayanan kesehatan dan digunakan oleh semua yang terlibat dalam mengelola
penyakit hewan maupun manusia serta kasus dugaan. Dalam hal ini termasuk
perlindungan terhadap tenaga kesehatan maupun individu yang terlibat dalam
eradikasi virus influenza serta pasien yang terinfeksi dengan virus influenza.
2. Melakukan upaya pencegahan penyakit flu.
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien untuk mempercepat proses
penyembuhan, mencegah bertambah parah, atau mencegah kambuhnya penyakit
serta mencegah penularan. Hal ini dilakukan dengan cara:
Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya dan pengendalian
diri dan lingkungan dalam upaya mencegah penularan.
20
Menjelaskan obat-obat yang harus digunakan, indikasi, cara penggunaan, dosis,
dan waktu penggunaannya.
Melakukan konseling kepada pasien untuk melihat perkembangan terapinya dan
memonitor kemungkinan terjadinya efek samping obat.
Kompetensi Apoteker
Kompetensi yang diperlukan seorang Apoteker untuk dapat memberikan pelayanan
kefarmasian terhadap pasien di antaranya adalah:
Pemahaman prosedur pengendalian infeksi virus influenza
Pemahaman stratifikasi risiko keterpaparan kelompok individu terhadap virus
influenza
Pemahaman patofisiologi penyakit
Penguasaan farmakoterapi penyakit
Penguasaan farmakologi obat-obat yang digunakan pada pengobatan penyakit
Memiliki kemampuan komunikasi yang baik dalam pemberian konseling
kepada pasien ataupun ketika berdiskusi dengan tenaga kesehatan lain.
Memiliki keterampilan dalam mencari sumber literatur untuk Pelayanan
Informasi Obat penyakit
Monitoring terapi pengobatan yang telah dilakukan dan kemungkinan terjadinya
efek samping obat maupun resistensi.
Memiliki kemampuan menginterprestasikan hasil laboratorium.
Konseling
Tujuan pemberian konseling kepada pasien adalah untuk mengetahui sejauh mana
pengetahuan dan kemampuan pasien dalam menjalani pengobatannya serta untuk memantau
perkembangan terapi yang dijalani pasien. Ada tiga pertanyaan utama umum (Three Prime
21
Questions) yang dapat digunakan oleh Apoteker dalam membuka sesi konseling untuk
pertama kalinya. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Apa yang telah dokter katakan tentang obat anda?
2. Apa yang dokter jelaskan tentang harapan setelah minum obat ini?
3. Bagaimana penjelasan dokter tentang cara minum obat ini?
Pengajuan ketiga pertanyaan di atas dilakukan dengan tujuan agar tidak terjadi
pemberian informasi yang tumpang tindih (menghemat waktu); mencegah pemberian
informasi yang bertentangan dengan informasi yang telah disampaikan oleh dokter (misalnya
menyebutkan indikasi lain dari obat yang diberikan) sehingga pasien tidak akan meragukan
kompetensi dokter atau apoteker; dan juga untuk menggali informasi seluas-luasnya (dengan
tipe open ended question).
Tiga pertanyaan utama tersebut dapat dikembangkan dengan pertanyaan-pertanyaan
berikut sesuai dengan situasi dan kondisi pasien:
1) Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan anda?
Persoalan apa yang harus dibantu?
Apa yang harus dilakukan?
Persoalan apa yang menyebabkan anda ke dokter?
2) Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat anda?
Berapa kali menurut dokter anda harus menggunakan obat tersebut?
Berapa banyak anda harus menggunakannya?
Berapa lama anda terus menggunakannya?
Apa yang dikatakan dokter bila anda lupa minum obat?
Bagaimana anda harus menyimpan obatnya?
22
Apa artinya ‘tiga kali sehari’ bagi anda?
3) Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan anda?
Pengaruh apa yang anda harapkan tampak?
Bagaimana anda tahu bahwa obatnya bekerja?
Pengaruh buruk apa yang dikatakan dokter kepada anda untuk diwaspadai?
Perhatian apa yang harus anda berikan selama dalam pengobatan ini?
Apa yang dikatakan dokter apabila anda merasa makin parah/buruk?
Bagaimana anda bisa tahu bila obatnya tidak bekerja?
Pada akhir konseling perlu dilakukan verifikasi akhir (tunjukkan dan katakan)
untuk lebih memastikan bahwa hal-hal yang dikonselingkan dipahami oleh pasien
terutama dalam hal penggunaan obatnya dapat dilakukan dengan menyampaikan
pernyataan sebagai berikut: “ sekedar untuk meyakinkan saya supaya tidak ada yang
kelupaan, silakan diulangi bagaimana Anda menggunakan obat Anda”. Salah satu ciri
khas konseling adalah lebih dari satu kali pertemuan. Pertemuan-pertemuan
selanjutnya dalam konseling dapat dimanfaatkan Apoteker dalam memonitoring
kondisi pasien. Pemantauan terhadap kondisi pasien dapat dilakukan Apoteker pada
saat pertemuan konsultasi rutin atau pada saat pasien menebus obat, atau dengan
melakukan komunikasi melalui telepon atau internet. Pemantauan kondisi pasien
sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi obat yang digunakan.
Apoteker harus mendorong pasien untuk melaporkan keluhan ataupun gangguan
kesehatan yang dirasakannya sesegera mungkin.
Penyuluhan
Penyuluhan tentang pencegahan penyebaran virus influenza perlu dilaksanakan secara
berkelanjutan mengingat sebagian besar penyebab penyakit adalah karena kurangnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam melindungi diri mereka terhadap penyakit-
23
penyakit virus tersebut. Penyuluhan dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung.
Penyuluhan langsung dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok; sedangkan
penyuluhan tidak langsung dapat dilakukan melalui penyampaian pesan-pesan penting dalam
bentuk brosur, leaflet atau tulisan dan gambar di dalam media cetak atau elektronik.
Apoteker diharapkan dapat memberikan penyuluhan secara personal dengan pasien.
Penyuluhan secara personal dapat meningkatkan upaya pencegahan penularan maupun
ketertularan serta kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatannya manakala terserang.
Hendaknya Apoteker memastikan bahwa pasien tahu tentang penyakit yang dideritanya,
pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan yang disarankan serta akibat dari ketidakpatuhan
atau kelalaian dalam menjalankan terapi pengobatannya. Keluarga pasien harus diberi
pengertian bahwa penyakit, dapat menimbulkan komplikasi. Swamedikasi tidak disarankan
tanpa keberadaan tenaga kesehatan yang mengerti tentang hal ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO), “WHO Current Phase of Pandemic Alert”,
http://www.who.gov diakses pada tanggal 27 Juni 2013
2. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and
Prevention, “CDC Recommends against the Use of Amantadine and Rimantadine
for the Treatment or Prophylaxis of Influenza in the United States during the
2005–06 Influenza Season”, http://www.cdc.gov/flu/diakses pada tanggal 28 Juni
2013
3. Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and
Prevention, http://www.cdc.gov/flu/ diakses pada tanggal 20 Juni 2013
4. Kate Farthing,PharmD, BCPS, et al, Drug Facts and Comparisons, Pocket Version
2007, Wolters Kluwer Health, Missouri, USA, 2007, halaman 1054-1058.
5. The Writing Commitee of the World Health Organization (WHO) Consultation on
Human Influenza A/H5. Avian Influenza A (H5N1) Infections in Humans. N Engl
J Med 2005 halaman 353, 1374-1385.
24
6. dwidjoseputro. 1998. Dasar-dasar mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
7. J.pelczar, Michael. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press
8. Rogers,M.A., Wright, J.G., Levy,B.D., The Health Care of Homeless Persons - Part I –
Influenza, hal 67-71
9. Harper, S.A., Bradley,J.S., Englund, J.A., 2009, Seasonal Influenza in Adults and
Children Diagnosis, Treatment, Chemoprophylaxis, and Institutional Outbreak
Management: Clinical Practice Guidelines of the Infectious Diseases Society of
America, New York
25