Download - MAKALAH KELOMPOK (1)
A. Konsep Bimbingan dan Konseling Remaja
1. Konsep perkembangan remaja
Perkembangan remaja merupakan konsep perubahan remaja yang
mengarah kepada kualitas substansi perilakunya, akibat proses perubahan
fisik maupun proses pembelajaran.
Prinsip-prinsip perkembangan itu adalah:
a. Prinsip kematangan
Kematangan remaja terdiri dari taraf kematangan kognitif,
sosial dan emosional serta moral. Remaja yang matang secara
kognitif mampu memahami konsep-konsep abstrak, seperti nilai
kebenaran yang murni menghubungkan peristiwa sekarang dengan
peristiwa yang akan datang. Demikian juga dengan kematangan
sosial, emosional dan moral.
b. Prinsip kesatuan organisasi
Pada prinsip ini anak merupakan suatu kesatuan antara fisik
dan psikis dan ketentuan komponen dari kedua unsur tersebut.
Perkembangan aspek fisik atau psikis berkaitan satu sama lain dan
saling mempengaruhi. Setiap aspek tidak berkembang secara
sendiri-sendiri tetapi perkembangan satu aspek berpengaruh
terhadap aspek yang lain.
c. Prinsip tempo dan irama perkembangan
Prinsip ini menyatakan bahwa remaja berkembang dengan
tempo dan irama perkembangan sendiri-sendiri. Setiap remaja
memiliki tempo dan irama perkembangan yang berbeda dengan
remaja lain. Ada remaja yang cepat dan ada pula remaja yang
lambat pertumbuhannya.
d. Prinsip kesamaan pola
Prinsip ini mengemukakan bahwa anak sebagai manusia
mengikuti pola umum yang sama dalam perkembangannya. Prinsip
ini mempunyai beberepa implikasi dalam pelaksanaan pendidikan,
yaitu sebagai berikut:
1) Pada umumnya pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal
terhadap remaja yang berumur kronologis sama.
2) Dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak
tingkat umur kronologis tertentu.
3) Dapat disediakan alat-alat permainan tertentu yang dapat
digunakan dari generasi ke generasi berikutnya untuk anak
sebaya.
e. Prinsip kontinuitas
Menurut prinsip kontinuitas, perkembangan berlangsung
secara terus menerus dan berkesinambungan. Perkembangan pada
periode awal mempengaruhi pencapaian perkembangan periode
berikutnya. Jika pada periode awal dapat dicapai dengan sempurna
maka periode berikutnya dapat diselesaikan dengan baik. Pada
prinsip ini periode awal menentukan hasil pada periode
selanjutnya.
2. Aspek Perkembangan Remaja
Ada 8 aspek perkembangan manusia di antaranya: perkembangan
fisik (kinestetik), perkembangan intelegensi, perkembangan emosi,
perkembangan bahasa, perkembangan psikososial, perkembangan
kepribadian, perkembangan moral, dan perkembangan beragama.
Kedelapan aspek perkembangan tersebut memiliki keterkaitan dan
hubungan yang saling mempengaruhi apabila salah satu atau beberapa
aspek-aspek itu tidak dimiliki manusia maka hasilnya kurang maksimal.
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik sudah di mulai pada masa praremaja
dan terjadi cepat pada masa remaja awal yang akan makin
sempurna pada masa remaja pertengahan dan remaja akhir.
Perkembangan fisik merupakan dasar dari perkembangan aspek
lain yang mencakup perkembangan psikis dan sosialis. Artinya jika
perkembangan fisik berjalan secara baik dan lancar, maka
perkembangan psikis dan sosial juga akan lancar. Jika
perkembangan fisik terhambat sulit untuk mendapat tempat yang
wajar dalam kehidupan masyarakat dewasa.
b. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif remaja menurut Piaget (dalam
Elisabet,1999:117) menjelaskan bahwa selama tahap operasi
formal yang terjadi sekiyar usia 11-15 tahun. Seorang anak
mengalami perkembangan penalaran dan kemampuan berfikir
untuk memecahkan persoalan yang dihadapinya berdasarkan
pengalaman langsung. Struktur kognitif anak mencapai
pematangan pada tahap ini. Potensi kualitas penalaran dan berfikir
(reasoning dan thinking) berkembang secara maksimum. Setelah
potensi perkembangan maksimum ini terjadi, seorang anak tidak
lagi mengalami perbaikan struktural dalam kualitas penalaran pada
tahap perkembangan selanjutnya.
Remaja yang sudah mencapai perkembangan operasi
formal secara maksimum mempunyai kelengkapan struktural
kognitif sebagai mana halnya orang dewasa. Namun, hal itu tidak
berarti bahwa pemikiran (thinking) remaja dengan penalaran
formal (formal reasoning) sama baiknya dengan pemikiran aktual
orang dewasa karena hanya secara potensial sudah tercapai.
c. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia
dalam ranah efektif. Aspek psikologis ini sangat berperan penting
dalam kehidupan manusia pada umumnya, dan dalam
hubungannya dengan orang lain pada khususnya. Keseimbangan
antar ketiga ranah psikologis sangat di butuhkan sehingga manusia
dapat berfungsi dengan tepat sesuai dengan stimulus yang di
hadapinya.
Pada masa remaja, ekspresi emosi yang nampak kadang-
kadang tidak mengembangkan kondisi emosi yang sebenarnya,
misalnya orang yang marah, ia akan diam. Ekspresi emosi sifatnya
sangat individual atau subjektif, tergantung pada kondisi pribadi
masing-masing orang.
d. Perkembangan Psikososial
Perkembangan psikososial terdiri dari (a) proses individuasi
dan identitas, (b) Perkembangan hubungan dengan orangtua, (c)
Perkembangan dengan teman sebaya, (d) Perkembangan
seksualitas, (e)Perkembangan proaktivitas dan (f) Perkembangan
resiliensi.
Perkembangan identitas pada masa remaja menjadi
landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal
pada masa dewasa. Karena kehidupan atau perilaku remaja sangat
berperan penting pada masa dewasa seseorang. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan psikososial remaja adalah
perkembangan idividuasi dan identitas ,hubungannya dengan orang
tua, hubungannya dengan teman sebaya, perkembangan
seksualitas, perkembangan proaktivitas dan kemampuan resiliensi.
e. Perkembangan bahasa
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
yaitu umur, kondisi lingkungan, kecerdasan, kondisi fisik dan
status sosial ekonomi keluarga. Bertambah umur akan semakin
matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan
meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang
sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya.
Sedangkan kondisi ingkungan tempat anak tumbuh dan
berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa.
Misalnya perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan
berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula
perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-
daerah terpencil dan di kelompok sosial lain.
Adapun kecerdasan dalam perkembangan bahasa yakni
adanya proses peniruan misalnya meniru lingkungan tentang bunyi
atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-tanda, memerlukan
kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik seseorang
berkolerasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat
berpikir. Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-
kata yang diingat, kemampuan menyusun kalimat dengan baik, dan
memahami atau menangkap maksud pernyataan pihak lain, amat
dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak.
Status sosial dan ekonomi keluarga berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa karena keluarga yang berstatus sosial
ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi
perkembangan bahasa anak-anak dan anggota keluarganya.
Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota
keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan tampak
perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup didalam
keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan
keluarga pengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.
Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak.
Seseorang yang cacat yang terganggu kemapuannya untuk
berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, atau organ suara tidak
sempurna akan menggangu perkembangan berkomunikasi dan
tentu saja akan mengganggu perkembangannya dalam berbahasa.
f. Perkembangan moral
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku
orang tersebut sesuai dengan nilai-nilai moral yang dijunjung
tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh
kelompok daripadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya
agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi,
didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-
anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang
berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang
akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
g. Perkembangan agama
Latar belakang kehidupan keagamaan remaja dan ajaran
agamanya berkenaan dengan hakekat dan nasib manusia,
memainkan peranan penting dalam menentukan konsepsinya
tentang apa dan siapa dia, dan akan menjadi apa dia.
Agama, seperti yang kita temukan dalam kehidupan sehari-
hari, terdiri atas suatu sistem tentang keyakinan-keyakinan, sikap-
sikap danpraktek-praktek yang kita anut, pada umumnya berpusat
sekitar pemujaan. Dibandingkan dengan masa awal anak-anak
misalnya, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan
yang cukup berarti. Kalau pada masa awal anak-anak ketika
mereka baru memiliki kemampuan berpikir simbolik. Tuhan
dibayangkan sebagai person yang berada diawan, maka pada masa
remajamereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang
lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan
pemahaman remaja terhadap keyakinan agama ini sangat
dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh karena itu meskipun pada masa awal anak-anak ia
telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada
masa remaja mereka mengalami kemajuann dalam perkembangan
kognitif, mereka mungkin mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Havigrust dalam Hurlock, 1973 mendefinisikan tugas perkembangan adalah
tugas yang muncul pada saat atau sekitar satu periode tertentu dari kehidupan
individu dan jika berhasil akan menimbulkan fase bahagia dan membawa
keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya. Akan tetapi kalau
gagal akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi
tugas-tugas berikutnya.
Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan sikap
dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan
bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan
remaja menurut Havighurst dalam Hurlock, 1973 :
a) Mencapai hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya
baik sesama jenis maupun lawan jenis, pada tahap ini remaja sudah
mulai mampu berinteraksi dengan orang lain selain dari keluarganya.
Remaja akan belajar bagaimana ia berinteraksi dengan orang lain. Di
tahap ini remaja sudah mampu memilih mana pilihan yang baik dan
mana pilihan yang tidak baik.
b) Mencapai peran sosial Laki laki dan Perempuan. pada masa ini remaja
sudah mulai mengetahui peran hidupnya apakah dia laki – laki atau dia
perempuan. Ini bisa dilihat dari bagaimana ia berperilaku. Ketika dia
tahu bahwa dia adalah laki – laki ia akan berperilaku seperti laki – laki
seperti bermain bola, berpakaian layaknya seorang laki – laki, berbadan
tegap, dan lain – lain. dan ketika dia tahu bahwa dia adalah perempuan
ia akan berperilaku layaknya perempuan seperti memakai rok, memakai
jepit, berperilaku lemah lembut dan lain – lain.
c) Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif.
Tahap dimana remaja sudah menerima diri dan mengakui kekurangan
maupun kelebihan yang dimilikinya.
d) Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya. Tahapan dimana remaja sudah memliki rasa tanggung
jawab dan belajar hidup secara mandiri.
e) Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi. Tahapan ini adalah
tahapan dimana remaja sudah mampu mengatur untuk kebutuhan
hidupnya. Tahap ini juga bisa dikatakan tahapan dimana remaja sudah
mulai bertanggung jawab dengan dirinya sendiri untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
f) Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja. Tahapan
dimana remaja sudah siap untuk memiliki pekerjaan yang baik. Ini
bertujuan untuk dia bisa hidup mandiri dan bisa mengatur hidupnya
sendiri.
g) Mempersiapkan diri untuk memasuki tahap pernikahan dan kehidupan
keluarga. Ini adalah tahapan dimana remaja sudah siap untuk memiliki
keluarga barunya sendiri. Tahapan ini biasanya terjadi pada remaja
akhir. Dimana remaja sudah siap untuk hidup dan memulai mencari
pasangan hidupnya.
h) Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk
tercapainya kompetensi sebagai warga negara. Tahapan dimana remaja
sudah memiliki tanggung jawab. Baik saat dia bertindak maupun ketika
dia memilih sebuah keputusan. Ini adalah tahapan yang dimiliki oleh
remaja akhir.
i) Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial. Tahapan dimana remaja sudah
mulai mengetahui hasil dari sikap yang ia pilih dan mampu
mempertanggung jawabkan pilihan yang menurut dia lebih baik.
j) Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman
perilaku. Yang terkhir adalah tahapan dimana remaja sudah mulai
memiliki sistem nilai dan etika dalam berperilaku. ini adalah tahapan
dimana remaja sudah tidak boleh lagi bertingkah seperti anak – anak.
Remaja harus sudah tahu bagaimana ia harus bersikap yaitu memiliki
sopan santun, berperilaku sewasa, berpikir positif dan lain – lain.
4. Kompetensi Kemandirian
a. Landasan Hidup Religius
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengenal arti dan tujuan ibadah. Mempelajari hal ihwal ibadah.
2. Akomodasi Berminat dan mempelajari arti
dan tujuan setiap bentuk ibadah.
Mengembangkan pemikiran
tentang kehidupan beragama.
3. Tindakan Melakukan berbagai kegiatan
ibadah dengan kemauan sendiri.
Melaksanakan ibadah atas
keyakinan sendirin disertai sikap
toleransi.
b. Landasan Perilaku Etis
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengenal alas an perlunya
menaati aturan atau norma
berperilaku.
Mengenal keragaman sumber
norma yang berlaku di
masyarakat.
2. Akomodasi Memahami keragaman aturan
atau patokan berperilaku dalam
konteks budaya.
Menghargai keragaman sumber
norma sebagai rujukan
pengambilan keputusan.
3. Tindakan Bertindak atas pertimbangan diri
terhadap norma yang berlaku.
Berperilaku atas dasar keputusan
yang mempertimbangkan aspek-
aspek etis.
c. Kematangan Emosi
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengenal cara-cara
mengekspresikan perasaan
secara wajar.
Menghindari cara-cara
menghindari konflik dengan
orang lain.
2. Akomodasi Memahami keragaman ekspresi
perasaan diri dan orang lain.
Bersifat toleran terhadap ragam
ekspresi perasaan diri sendiri
dan orang lain.
3. Tindakan Mengekspresikan perasaan atas
dasar pertimbangan kontekstual.
Mengekspresikan perasaan
dalam cara-cara yang bebas,
terbuka dan tidak menimbulkan
konflik.
d. Kematangan Intelektual
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mempelajari cara-cara
pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah.
Mempelajari cara-cara
pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah secara
objektif.
2. Akomodasi Menyadari adanya resiko dari
pengambilan keputusan.
Menyadari akan keragaman
alternative keputusan dan
konsekuensi yang dihadapinya.
3. Tindakan Mengambil keputusan
berdasarkan resiko yang
mungkin terjadi.
Mengambil keputusan dan
pemecahan masalah atas dasar
informasi atau data secara
objektif.
e. Kesadaran Tanggung Jawab Sosial
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mempelajari cara-cara
memperoleh hak dan
melaksanakan kewajiban dalam
kehidupan lingkungan sehari-
hari.
Mempelajari keragaman
interaksi social.
2. Akomodasi Menghargai nilai-nilai
persahabatan dan keharmonisan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menyadari nilai-nilai
persahabatan dan keharmonisan
dalam konteks keragaman
interaksi social.
3. Tindakan Berinteraksi dengan orang lain
atas dasar nilai-nilai
persahabatan dan keharmonisan
hidup.
Berinteraksi dengan orang lain
atas dasar kesamaan (equality).
f. Kesadaran Gender
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengenal peran-peran social
sebagai laki-laki atau
perempuan.
Mempelajari perilaku kolaborasi
antar jenis dalam ragam
kehidupan.
2. Akomodasi Menghargai peranan diri dan
orang lian sebagai laki-laki atau
perempuan dalam kehidupan
sehari-hari.
Menghargai peran laki-laki atau
perempuan sebagai asset
kolaborasi dan keharmonisan
hidup.
3. Tindakan Berinteraksi dengan lain jenis
secara kolaboratif dalam
memerankan peran jenis.
Berkolaborasi secara harmonis
dengan lain jenis dalam
keragaman peran.
g. Pengembangan Pribadi
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengenal kemampuan dan
keinginan diri.
Mempelajari keunikan diri
dalam konteks kehidupan social.
2. Akomodasi Menerima keadaan diri secara
positif.
Menerima kaunika diri dengan
segala kelebihan dan
kekurangannya.
3. Tindakan Menampilkan perilaku yang
merefleksikan keragaman diri
dalam lingkungannya.
Menampilkan keunikan diri
secara harmonis dalam
keragaman.
h. Perilaku Kewirausahaan
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengenal nilai-nilai perilaku
hemat, ulet, sungguh-sungguh,
dan kompetitif dalam kehidupan
sehari-hari.
Mempelajari strategi dan
peluang untuk berperilaku
hemat, ulet, sungguh-sungguh,
dan keompetitif dalam
keragaman kehidupan.
2. Akomodasi Menyadari manfaat perilaku
hemat, ulet, sungguh-sungguh
dan kompetitif dalaam
kehidupan sehari-hari.
Menerima nilai-nilai hidup
hemat, ulet, sungguh-sungguh
dan kompetitif sebagai asset
untuk mencapai hidup mandiri.
3. Tindakan Membiasakan diri hidup hemat,
ulet, sungguh-sungguh dan
kompetitif dalaam kehidupan
sehari-hari.
Menampilkan hidup hemat, ulet,
sungguh-sungguh dan kompetitif
atas dasar kesadaran sendiri.
i. Wawasan dan Kesiapan Karir
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mengekspresikan ragam
pekerjaan, pendidikan dan
aktivitas dalam kaitan dengan
kemampuan diri.
Mempelajari kemampuan diri,
peluang dan ragam pekerjaan,
pendidikan dan aktifitas yang
terfokus pada pengembangan
alternative karir yang lebih
terarah.
2. Akomodasi Menyadari keragaman nilai dan
persyaratan dan aktivitas yang
menuntut pemenuhan
kemampuan tertentu.
Internalisasi nilai-nilai yang
melandasi pertimbangan
pemilihan alternative karir.
3. Tindakan Mengidentifikasi ragam
alternative pekerjaan, pendidikan
Mengembangkan alternative
perencanaan karir dengan
dan aktivitas yang mengandung
relevansi dengan kemampuan
diri.
mempertimbangkan
kemampuan, peluang dan ragam
karir.
j. Kematangan Hubungan dengan Teman Sebaya
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan Mempelajari norma-norma
pergaulan dengan teman sebaya
yang beragam latar belakangnya.
Mempelajari cara-cara membina
kerjasama dan toleransi dalam
pergaulan dengan teman sebaya.
2. Akomodasi Menyadari keragaman latar
belakang teman sebaya ynag
melandasi pergaulan.
Menghargai nilai-nilai kerjasama
dan toleransi sebagai dasar untuk
menjalin persahabatan denagn
teman sebaya.
3. Tindakan Bekerjasama dengan teman
sebaya yang beragam latar
belakngnya.
Mempererat jalinan
persahabatan yang lebih akrab
dengan memerhatikan norma
yang berlaku.
k. Kesiapan Diri untuk Menikah dan Berkeluarga
No TATARAN/
INTERNALISASI TUJUAN
SLTP SLTA
1. Pengenalan - Mengenal norma-norma
pernikahan dan berkeluarga.
2. Akomodasi - Menghargai norma-norma
pernikahan dan berkeluarga
sebagai landasan bagi
terciptanya kehidupan
masyarakat yang harmonis.
3. Tindakan - Mengekspresikan keinginannya
untuk mempelajari lebih intensif
tentang norma pernikahan dan
berkeluarga.
B. Masalah yang Dihadapi Remaja
1. Perkembangan Kognitif
Pada masa remaja seharusnya individu harus sudah dapat berpikir
secara abstrak, namun pada kenyataannya, masih banyak sekali remaja
yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki pola pikir
yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem belajar yang salah
sehingga daya kritis belajar individu kurang terasah. Bisa juga karena pola
asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti
anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
Remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar karena reamaja berada
pada perkembangan kognitif yang fleksibel, tapi banyak remaja yang
menyalurkan rasa ingin tahu dengan cara yang negatif maka hal itu bisa
merusak dirinya sendiri. Para remaja belum dapat menerima informasi apa
adanya, mereka tidak memproses informasi itu serta tidak
mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri.
2. Perkembangan emosi
Ditilik dari bahasa Inggris, emosi yaitu “emotion” merujuk pada
sesuatu dan perasaan yang sangat menyenangkan atau
mengganggu.Sementara itu, Chaplin (1989) dalam Dictionary of
Psychology mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang
dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan
emosi dengan perasaan dan mendifinisikan persaan (feelings) adalah
pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal
maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
Meskipun emosi itu sedemikian kompleksnya, namun Daniel
Goleman (1995) mengidentifikasi sejumlah kelompok emosi, yaitu sebagai
berikut :
a) Amarah, di dalamnya meliputi brutal, mangamuk, benci,
marah besar, jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit,
berang, tersinggung, bermusuhan, tindak kekerasan, dan
kebencian patologis.
b) Kesedihan, di dalamnya meliputi pedih, sedih, muram,
suram, melankolis, mengasihani diri, kesepian, ditolak,
putus asa, dan depresi.
c) Rasa takut, di dalamnya meliputi cemas, takut, gugup,
khawatir, was-was, perasaan takut sekali, sedih , waspada,
tidak tenang, ngeri, kecut, panik, dan fobia.
d) Kenikmatan, di dalamnya meliputi bahagia, gembira,
ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan
indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang,
senang sekali, dan mania.
e) Cinta, di dalamnya meliputi peneriamaan, persahabatan,
kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat,
kasmaran, dan kasih sayang.
f) Terkejut, di dalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan
terpana.
g) Jengkel, di dalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual,
benci, tidak suka, dan mau muntah.
h) Malu, di dalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal
hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil
dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat
cepat. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kematangan hormon yang
terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik
yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Menurut Havighurst remaja bertugas mencapai kemandirian emosional
dari orangtua dan orang-orang dewasa lainnya. Hal ini bisa membuat remaja
melawan keinginan atau bertentangan pendapat dengan orangtuanya. Dengan ciri
khas remaja yang penuh gejolak dan emosional, pertentangan pendapat ini
seringkali membuat remaja menjadi pemberontak di rumah. Apabila masalah ini
tidak terselesaikan, terutama orangtua bersikap otoriter, remaja cenderung
mencari jalan keluar di luar rumah, yaitu dengan cara bergabung dengan teman-
teman sebaya yang senasib. Seringkali karena yang dihadapi adalah remaja yang
seusia yang punya masalah yang kurang lebih sama dan sama-sama belum
berhasil mengerjakan tugas perkembangan yang sama, bisa jadi solusi yang
ditawarkan kurang bijaksana. Kehadiran problem emosional tersebut bervariasi
pada setiap remaja.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi remaja
antara lain :
a. Perubahan Jasmani
Perubahan jasmani yang ditunjukkan dengan danya pertumbuhan yang
sangat cepat dari anggota tubuh.Pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya
terbatas pada bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh
menjadi tidak seimbang.Ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat
tak terduga pada perkembangan emosi remaja.Tidak setiap remaja dapat
menerima perubahan kulit yang menjadi kasar dan penuh jerawat.Hormon-
hormon tertentu mulai berfungsi sejalan dengan perkembangan alat kelaminnya
sehingga dapat menyebabkan rangsangan di dalam tubuh remaja dan seringkali
menimbulkan masalah dalam perkembangan emosinya.
b. Perubahan pola interaksi dengan orang tua
Pola asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi.
Ada yang pola asuhnya menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri
saja sehingga ada yang bersifat otoriter, memanjakan annank, acuh tak acuh,
tetapi ada juga yang dengan penuh cinta kasih. Perbedaan pola asuh orang tua
seperti ini dapat berpengaruh terhadap perbedaan kematangan emosi remaja. Cara
memberikan hukuman misalnya, kalu dulu anak dipukul karena nakal, pada masa
remaja cara semacam itu justru dapat menimbulkan ketegangan yang lebih berat
antara remaja dengan orang tuanya. Dalam konteks ini Gardner (1992)
mengibaratkan dengan kalimat Too Big to Spank yang maknanya bahwa remaja
itu sudah terlalu besar untuk dipukul.
Pemberontakan terhadap orang tua menunjukkan bahwa mereka dalam
konflik dan ingin melepaskan diri dari pengawasan orang tua. Mereka tidak
merasa puas kalu tidak pernah sama sekali menunjukkan perlawanan terhadap
orang tua karena ingin menunjukkan seberapa jauh dirinya telah berhasil menjadi
orang yang lebih dewasa. Jika mereka berhasil dalam perlawanan terhadap orang
tua sehingga menjadi marah, mereka pun belum puas karena orang tua tidak
menunjukkan pengertian yang mereka inginkan.Keadaan semacam ini sangat
berpengaruh terhadap kematangan emosi remaja.
c. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
Remaja sering kali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara
khas dengan cara berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama denan
membentuk semacam geng. Interaksi antaranggota dalam suatu kelompok geng
biasanya sangat intens serta memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat
tinggi. Pembentukan kelompok dalam bentuk geng seperti sebaiknya diusahakan
terjadi pada masa remaja awal saja karena biasanya bertujuan positif, yaitu untuk
memenuhi minat mereka bersama. Usahakan dapat menghindarkan pembentukan
kelompok geng itu ketika sudah memasuki masa remaja tengah atau remaja
akhir.Pada masa ini para anggotanya biasanya membutuhkan teman-teman untuk
melawan otoritas atau melakukan perbuatan yang tidak baik atau bahkan
kejahatan bersama.
Faktor yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah
hubungan cinta dengan lawan jenis.Pada masa remaja tengah, biasanya remaja
benar-benar mulai jatuh cinta dengan teman lawan jenisnya.Gejala ini sebenarnya
sehat bagi remaja, tetapi tidak jarang juga menimbulkan konflik atau gangguan
emosi pada remaja jika tidak diikuti dengan bimbingan dari orang tua atau orang
yang lebih dewasa.Oleh sebab itu, tidak jarang orang tua justru merasa tidak
gembira atau bahkan cemas ketika anak remajanya jatuh cinta.Gangguan
emosional yang mendalam dapat terjadi ketika cinta remaja tidak terjawab atau
karena pemutusan hubungan cinta ddadri satu pihak sehingga dapat menimbulkan
kecemasan bagi orang tua dan bagi remaja itu sendiri.
d. Perubahan pandangan luar
Faktor penting yang dapat mempengaruhi kematangan emosi remaja selain
perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri remaja itu sendiri adalah pandangan
dunia luar dirinya.
Ada sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan
konflik-konflik emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut.
- Sikap dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten. Kadang-kadang
mereka dianggap sudah dewasa, tetapi mereka tidak mendapat kebebasan
penuh atau peran yang wajar sebagaimana orang dewasa. Seringkali
mereka masih dianggap anak kecil sehingga menimbulkan kejengkelan
pada diri remaja. Kejengkelan yang mendalam dapat berubah menjadi
tingkah laku emosional.
- Dunia luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda
untuk remaja laki-laki dan perempuan. Kalau remaja laki-laki memiliki
banyak teman perempuan, mereka mendapat predikat popular dan
mendatangkan kebanggaan.Sebaliknya, apabila remaja putrid mempunyai
banyak teman laki-laki sering dianggap tidak baik atau bahkan mendapat
predikat yang kurang baik. Penerapan nilai yang berbeda semacam ini jika
tidak disertai pemberian pengertian secara bijaksana dapat menyebabkan
remaja bertingkah laku emosional.
- Seringkali kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak
bertanggung jawab, yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut ke
dalam kegiatan-kegiatan yang merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai
moral. Misalnya, penyalahgunaan obat terlarang, minum minuman
keras.Serta tindak kriminal dan kekerasan. Perlakuan dunia luar semacam
ini akan sangat merugikan perkembangan emosional remaja.
- Perubahan interaksi dengan sekolah. Pada masa anak-anak, sebelum
menginjak masa remaja, sekolah merupakan tempat pendidikan yang
diidealkan oleh mereka. Para guru merupakan tokoh yang sangat penting
dalam kehidupan mereka selain tokoh intelektual, guru juga merupakan
otoritas bagi para peserta didiknya.Oleh karena itu, tidak jarang anak-anak
lebih percaya, lebih patuh, bahkan lebih takut kepada guru daripada
kepada orang tuanya.Posisi guru semacam ini sangat strategis apabila
digunakan untuk mengembnagkan emosi anak melalui penyampaian
materi-materi yang positif dan kontruktif.
Untuk mencapai kematangan emosi, remaja haruslah dapat :
a. Belajar pada situasi-situasi yang mana dapat menyebabkan emosinya
bereaksi. Seorang individu pada khususnya remaja harus bisa
mengikutsertakan dirinya pada kegiatan-kegiatan social karena dengan
begitu remaja dapat merasakan atau berempati terhadap permasalahan
kehidupan orang lain yang kemungkinan hal tersebut akan menjadikan
emosi remaja menjadi lebih matang. Lain halnya jika seorang remaja tidak
mau merasakan permasalahan atau kesulitan oranglain di sekelilingnya,
remaja akan bersikap angkuh dan egois, gaya hidupnya hedonis dan
kematangan emosinya akan berjalan lambat.
b. Menceritakan berbagai permasalahan yang di alaminya kepada orang tua,
keluarga, guru, teman atau orang-orang-orang yang dapat dipercaya lainnya.
Keterbukaan terhadap orang lain ini dipengaruhi oleh rasa aman dalam
hubungan social dan sebagian oleh tingkat kesukaannya kepada seseorang
yang dimana kepada orang tersebut remaja dapat mengutarakan apa yang
menjadi kesulitannya (orang sasaran) dan oleh penerimaan orang sasaran
tersebut. Jika remaja dapat mengutarakan kesulitannya kepada orang yang
dipercaya dan pemikirannya lebih dewasa maka remaja tersebut akan dapat
menghadapi kesulitan tersebut dengan sikap yang dewasa sehingga
emosinyapun akan menjadi lebih matang karena input-input yang
diterimanya dari orang dewasa di sekelilingnya.
c. Belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun
cara yang dapat dilakukan adalah latihan fisik yang berat, bermain atau
bekerja, tertawa atau menangis. Emosi remaja akan menjadi lebih matang
jika misalnya saja sedang mengalami kekecewaan remaja tersebut
menyalurkannya kepada hal-hal atau kegiatan yang positif.
3. Perkembangan Sosial
Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja
memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi
mengandung maksud untuk disimpulkan bahwa pengertian perkembangan
sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia sehubungan
dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia. Syamsu Yusuf (2007)
menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-
norma kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-
remaja untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat
penganut aliran kontemporer memasukan mereka dalam kategori remaja.
Adanya peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan
sekolah atau mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat
individu yang berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan
remaja, dengan pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja
masih terus berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga
kelompok, yaitu:
a. Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
b. Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c. Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.
Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Pada jenjang ini, kebutuhan remaja telah cukup kompleks, cakrawala interaksi
sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Anak mulai memiliki kesanggupan
menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja
sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain). Dalam
penyesuaian diri terhadap lingkungannya, remaja telah mulai memperlihatkan dan
mengenal berbagai norma pergaulan, yang berbeda dengan norma yang berlaku
sebelumnya di dalam keluarganya.
1. Pada masa remaja, anak mulai memperhatikan dan mengenal berbagai
norma pergaulan. Pergaulan sesama teman lawan jenis dirasakan sangat
penting, tetapi cukup sulit, karena di samping harus memperhatikan norma
pergaulan sesama remaja juga terselip pemikiran adanya kebutuhan masa
depan untuk memilih teman hidup.
2. Pada masa remaja berkembang ”sosial cognition”, yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Ramaja memahami orang lain sebagi individu yang
unik, baik menyangkut sifat pribadi, minat,nilai-nilai, maupun
perasaannya.
3. Menurut “Erick Erison” Bahwa masa remaja terjadi masa krisis, masa
pencarian jati diri. Dia berpendapat bahwa penemuan jati diri seseorang
didorong oleh sosiokultural. Sedangkan menurut Freud, Kehidupan sosial
remaja didorong oleh dan berorientasi pada kepentingan seksual.
4. Pada masa ini juga berkembang sikap ”conformity”, yaitu kcenderungan
untuk menyerah atau megikuti opini, pendapat, nilai, kebiasaan,
kegemaran atau keinginan orang lain (teman sebaya). Apabila kelompok
teman sebaya yang diikuti menampilkan sikap dan perilaku yang secara
moral dan agama dapat dipertanggungjawabkan maka kemungkinan besar
remaja tersebut akan menampilkan pribadinya yang baik. Sebaliknya,
apabila kelompoknya itu menampilkan sikap dan perilaku yang
melecehkan nilai-nilai moral maka sangat dimungkinkan remaja akan
melakukan perilaku seperti kelompoknya tersebut.
5. Kehidupan sosial remaja ditandai dengan menonjolnya fungsi intelektual
dan emosional. Remaja sering mengalami sikap hubungan sosial yang
tertutup sehubungan dengan masalah yang dialaminya.
6. Pergaulan remaja banyak diwujudkan dalam bentuk kelompok –
kelompok, baik kelompok besar maupun klelompok kecil.
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih
luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa
dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan
tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang
lebih muda. Perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan fisik dan
kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh
peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga,
lingkungan, dan pekerjaan. Berkat perkembangan sosial, anak dapat
menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebayanya maupun dengan
lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar di sekolah,
kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai
dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta
didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling
menghormati dan betanggung jawab.
Tingkah Laku Sosial Pada Periode Remaja
Masa remaja adalah saat mencoba melakukan peranan sosial yang baru
yang menuntut cara-cara bertingkah laku sosial tertentu. Dalam suasana mencoba
melaksanakan peranan sosial dan tingkah laku sosial yang baru ini, remaja dapat
saja mengalami berbagai rintangan dan kegagalan. Ada berbagai macam
kekhususan tingkah laku sosial remaja yang penting untuk dipahami, yaitu :
1. Ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini merupakan suatu perubahan
hubungn sosial yang menonjol pada periode remaja. Ketertarikan terhadap
lawan jenis dapat dilihat dari kegembiraan dalam kelompok anggota yang
yang kelompok anggotanya heterogan, yaitu terdiri dari pria dan wanita
yang sebelumnya remaja menyukai berkelompok dengan anggota
kelompok yang homogen, yaitu terdiri wanita sama wanita pria sama pria.
Adda beberapa criteria yang harus dimiliki remaja untuk dapat menjadi
popular diantaranya penampilan fisik yang menarik ( pria dengan bentuk
tubuh gagah dan wanita dengan wajah yang menawan dan tubuh yang
seimbang, sikap yang tenang namun periang, dan penuh perhatian)
( Hurlock, 1980).
2. Kemandirian bertingkah laku sosial. Tingkah laku lainnya yang
berkembang pada priode remaja adalah tingkah laku sosial yang mandiri,
artinya remaja memilih dan menentukan sendiri dengan siapa dia akan
berteman. Karena remaja berusaha mandiri dalam bersosialisasi maka
diharpkan remaja dapat mengambil keputusan tingkah laku yang tepat
dalam menghadapi orang-orang yang baru dalam situasi yang baru, dan
semua ini memerlukan proses belajar.
3. Kesenangan berkelompok. Hidup berkelompok teman sebaya merupakan
kebutuhan pada masa remaja. (Hurlock, 1980).
a. Kelompok temen dekat. Kelompok ini muncul pada masa remaja awal
atau puber yang terdiri dari dua atau tiga orang teman dekat dengan
jenis kelain yang sama. Dalam kelompok terjadi saling membantu
pemecahan masalah, berbagai rasa aman namun tidak jarang terjadi
pertengkaran, tapi mereka akan rukun kembali.
b. Kelompok kecil. Teman yang dipilih cenderung yang sama minat dan
sama pandangan dalam memahami permasalahan hidup.
c. Kelompok besar. Kelompok ini terbentuk sejalan dengn peningkatan
aktivitas remaja itu seperti kegiatan rekreasi, acara-acara kesenian,
olah raga, dll.
d. Kelompok terorganisasi. Merupakan kelompok pemuda yang
terorganisir oleh orang dewasa untuk tujuan pembinaan terhadap
remaja. Kegiatannya diarahkan kepada kegiatan yang bermanfaat bagi
perkembangan remaja itu sendiri maupun masyarakat.
e. Kelompok Geng. Kelompok ini beranggotakan remaja yang ditolak
atau tidak puas dalam kelompok terorganisasi, lalu menggabungkan
diri menjadi kelompok yang disebut geng.
Fungsi teman sangat penting bagi remaja terutama sebagai tempat berbagi
rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan serta belajar cara-cara
menghadapi masalah yang banyak timbul karena tugas-tugas
perkembangan yang harus mereka kuasai. Pada masa remaja akhir teman
lawan jenis sangat penting walaupun teman sesama jenis tetap dibutuhkan.
Teman yang dipilih cenderung yang sama pandangan dan memahami
permasalahan kehidupan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan
kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan
sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada
dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya anak. Proses
pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih
banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana
norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas
ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga. Faktor – faktor keluarga yang
mempengaruhi perkembangan sosial remaja:
a. Keberfungsian Keluarga
Keluarga yang fungsional (normal) yaitu keluarga yang telah
mampu melaksanakan fungsinya sebagaimana yang telah
dijelaskan. ditandai oleh karakteristik: Saling memperhatikan dan
mencintai, bersikap terbuka dan jujur, orangtua mau mendengar
anak, menerima perasaannya dan menghargai pendapatnya, ada
“Sharing” masalah atau pendapat diantara keluarga, mampu
berjuang mengatasi masalah hidupnya, saling menyesuaikan
dirinya dan mengakomodasi, orang tua melindungi (mengayomi)
anak, komunikasi antar anggota berlangsung dengan baik, keluarga
memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai – nilai
budaya, dan mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau
melaksanakan fungsi – fungsi seperti diatas, keluarga tersebut
berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada
gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut
(khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak).
Adapun ciri – ciri keluarga yang mengalami disfungsi yaitu:
Kematian salah satu atau kedua orangtua, kedua orangtua
bercerai(Divorce), hubungan kedua orangtua tidak baik (por
marriage), hubungan orangtua dengan anak tidak baik (por parent –
child relationship), suasana rumah tangga yang tegang tanpa
kehangatan (high tensión and low warmth), orangtua sibuk dan
jarang di rumah (parent’s absence), dan salah satu atau kedua
orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan
(personality or psychological disorder).
b. Pola Hubungan Keluarga
Peck (Loree, 1970: 144) telah meneliti hubungan antara
karakteristik emocional dan pola perlakuan keluarga dengan
elemen – elemen Struktur kepribadian remaja. yaitu sebagai
berikut:
a) Remaja yang memiliki “ego strenght” secara konsisten
berkaitan erat dengan pengalamannya dilingkungan keluarga
yang saling mempercayai dan menerima.
b) Remaja yang memiliki “super ego strenght”, sangat berkaitan
erat dengan keteraturan dan konsistensi kehidupan
keluarganya.
c) Remaja yang “friendliness” dan “spontanetty”, berhubungan
erat dengan iklim keluarga yang demokratis.
d) Remaja yang bersikap bermusuhan dan memiliki perasaan
gelisah atau cemas terhadap dorongan – dorongan dari dalam,
berkaitan dengan keluarga yang otoriter.
c. Kelas Sosial dan Status Ekonomi
Pikunas (1976: 72) mengemukakan pendapat Becker, Deutsch,
Kohn dan Sheldon, tentang kaitan antara kelas sosial dengan cara
atau teknik orangtua dalam mengatur (mengelola/memperlakukan)
anak, yaitu bahwa:
a) Kelas Bawah (Lower Class) cenderung lebih keras dalam
“toilet training” dan lebih sering meggunakan hukuman fisik,
dibandingkan dengan kelas menengah.
b) Kelas Menengah (Middle Class) cenderung lebih memberikan
pengawasan, dan perhatiannya sebagai orangtua.
c) Kelas Atas (Upper Class) cenderung lebih memanfaatkan
waktu luangnya dengan kegiatan – kegiatan tertentu, lebih
memiliki latar belakang Pendidikan yang reputesinya tinggi,
dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.
2. Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan resmi yang bertanggung
jawab untuk memberikan pendidikan untuk siapapun yang berhak.
Oleh karena itu remaja banyak menghabiskan waktunya di sekolah
semenjak berumur empat tahun. Dengan demikian sekolah
mempengaruhi tingkah laku remaja khususnya tingkah laku sosialnya.
3. Pengaruh teman sebaya
Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan
sosial, mengembangkan minat yang sama dan saling membantu dalam
mengatasi kesulitan dalam rangka mencapai kemandirian. Teman
sebaya dijadikan tempat memperoleh sokongan dan kekuatan, guna
melepaskan diri dari ketergantungan terhadap orang tua. Begitu
pentingnya peran teman sebaya bagi perkembangan sosial remaja,
maka apabila terjadi penolakan dari kelompok teman sebaya dapat
menghambat kemajuan dalam hubungn sosial. Penolakan sosial dapat
menghancurkan kehidupan remaja yang sedang mencari identitas diri.
(Campbel, 1969)
4. Kematangan anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu
mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima
pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula
menentukan. Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan
baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah
mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
5. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat
akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan
tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga
anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial
anak, masyarakat dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang
berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan
dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga”
status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud
“menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan
dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat
lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat
lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
6. Kapasitas Mental, Emosi, dan Integensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang
berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa
secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi,
kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara
seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial
anak.Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan
dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual
tinggi.
Dari beberapa factor-faktor yang mempengaruhi tingkah laku remaja
diatas, tiga factor pertama merupakan factor penting yang sangat
mempengaruhi tingkah laku sosial remaja.
Permasalahan Sosial Yang Sering Muncul Pada Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan antara anak dan masa dewasa. Pada
masa remaja biasanya sering timbul gejala emosi, menarik diri dari orang tua,
serta banyak mengalami masalah baik di rumah, sekolah, dan lingkungannya
seperti tawuran, kenakalan remaja, kecemasan, menarik diri, kesulitan belajar,
depresi dll. Permasalahan sosial pada remaja yang sering terjadi karena adanya
penyimpangan sosial. Definisi-definisi penyimpangan sosial menurut para pakar :
a. James W. Van Der Zanden:
Penyimpangan perilaku merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar
orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.
b. Robert M. Z. Lawang:
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari
norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari
mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku
menyimpang.
Penyimpangan yang sering dibicarakan pada saat – saat ini pada remaja
diantaranya geng motor, narkoba, tawuran, merokok dan masih banyak lagi
penyimpangan sosial remaja lainnya. Ini terjadi karena kurangnya perhatian dari
orang tua, serta kurangnya kasih sayang, minimnya pemahaman tentang
keagamaan, dan pengaruh dari lingkungan sekitar, pengaruh budaya barat serta
pergaulan dengan teman sebaya yang sering mempengaruhinya untuk mencoba
dan akhirnya terjadilah penyimpangan sosial.
Upaya Pengembangan Hubungan Sosial Remaja dan Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya
memiliki sikap yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknyha. Mereka
belum mamahami benar tentang norma-norma sosial yang berlaku didalam
kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan sosial yang
kurang serasi, karena mereka sukar untuk menerima norma seksual dengan
kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung
dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan
adanya upaya pengembangan hubungan sosial remaja yang diawali dari
lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Orang tua hendaknya mengikuti kedewasaan remaja dengan jalan
memberikan kebebasan terbimbing untuk menghambil keputusan dan
tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan
kesempatan secara maksimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak akan dapat membantu anak memiliki kebiasaan psikologis untuk
mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian remaja akan merasa
bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai, dan dihormati sebagai manusia
oelh orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dalam konteks bimbingan
orang tua terhadap remaja Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola
asuh orang tua yaitu:
a. Pola Asuh Bina Kasih (Induction) Yaitu pola asuh yang diterapkan
orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa memberikan
penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan
yang diambil oleh anaknya.
b. Pola Asuh Unjuk Kuasa (Power Acsertion) Yaitu pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak
tidak dapat menerimanya.
c. Pola Asuh Lepas Kasih (Love Withdrawai) Yaitu pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam medidik anaknya dengan cara menarik
sementara kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang
dikehendaki orang tuanya. Akan tetapi jika anak sudah mau
melaksanakan apa yang dikehendaki orang tuanya maka cinta kasihnya
itu akan dikembalikan seperti sedia kala.Dalam konteks
pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya
perkembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh
Hoffman (1989) untuk diterapkan adalah pola asuh bina kasih
(induction). Artinya setiap keputusan yang diambil oleh orang tua
tentang anak remajanya atau setiap pelakuan yang diberikan orang tua
terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan
atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat
mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan
mengikuti atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya.
2. Lingkungan Sekolah
Didalam mengembankan hubungan sosial remaja, guru juga harus
mampu mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis.
Guru harus berupaya agar pelajaran yang diberikan selalu cukup
menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap pelajaran
yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru
tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya,
selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer
pengetahuan kepada peserta didik, juga harus membina para peserta
didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Dengan
demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat
berkembangsecara maksimal.
3. Lingkungan Masyarakat
a. Penciptaan kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk
memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang
bermanfaat.
b. Perlu sering diadakan kegiatan kerja bakti, bakti karya untuk dapat
mempelajari remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.
4. Perkembangan Fisik dan Motorik
Berikut ada beberapa cirri perkembangan fisik dan motorik pada
masa remaja:
1) Perkembangan Fisik Remaja
a) Perempuan
Pertumbuhan payudara.
Pertumbuhan rambut pubis/kemaluan.
Pertumbuhan badan.
Menstruasi.
Pertumbuhan bulu ketiak.
Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (sama dengan
tumbuhnya bulu ketiak).
b) Laki-laki
Pertumbuhan testis.
Pertumbuhan rambut pubis atau kemaluan.
Pembesaran badan.
Pembesaran penis.
Perubahan suara karena pertumbuhan pita suara (Sama
dengan pembesaran penis).
Tumbuhnya rambut di wajah dan ketiak (2 tahun setelah
rambut pubis).
Kelenjar menghasilkan minyak dan keringat (Sama dengan
tumbuhnya bulu ketiak).
Berejakulasi.
2) Perkembangan fisik Otak Remaha
Pada masa remaja, struktur otak semakin sempurna dan
meningkatkan kemampuan kognitif, seperti: Mulai berfikir logis
tentang suatu gagasan yang abstrak, mulai bisa membuat rencana,
strategi, membuat keputusan, memecahkan masalah, serta mulai
memikirkan massa depan, belajar berinstrospeksi diri, dan
wawasan semakin luas tentang segala hal.
3) Perkembangan Kapasitas sensoris
Perubahan pada kapasitas sensoris remaja ditandai dengan
semakin pekanya fungsi panca indera terhadap rangsangan dari luar.
4) Perkembangan Motorik Remaja
Pada tahap ini, perubahan yang terjadi ditandai dengan
pekerjaan bisa dilakukan dengan lebih cepat dan tangkas.
Namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidak
sesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan beberapa
masalah, seperti rasa tidak puas dan kurang percaya diri. Begitu juga,
perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada
masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh
norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
C. Dimensi/Aspek dan Faktor
1. Pertumbuhan
a) Pengertian Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai Perubahan yang bersifat
kuantitatif baik perubahan secara alamiah ataupun hasil belajar.
Pertumbuhan juga merupakan perubahan secara fiologis sebagai hasil
dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik, yang berlangsung secara
normal pada diri anak yang sehat.
b) Aspek-aspek Pertumbuhan
1) Pertumbuhan sebelum lahir.
Masa sebelum lahir merupakan pertumbuhan dan
perkembangan manusia yang sangat kompleks, karena pada masa itu
merupakan awal terbentuknya organ-organ tubuh dan susunan jaringan
syarap membentuk system yang lengkap. Kelahiran pada dasarnya
merupakan pertanda kematangan biologis dan jaringan syaraf masing-
masing komponen biologis mampu berfungsi secara sendiri.
2) Pertumbuhan setelah lahir
Pertumbuhan fisik manusia setelah lahir merupakan lanjutan
pertumbuhannya sebelum lahir dan berlangsung sampai masa dewasa.
Pertumbuhan fisik anak di bagi menjadi empat periode utama, dua
periode di tandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode
lainnya di cirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Faktor-faktor
pertumbuhan individu
c) Faktor-faktor pertumbuhan
1) Faktor Internal yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
individu. seperti: Sifat jasmani, dan kematangan.
2) Faktor Eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri. seperti:
Kesehatan fisik, Makanan yang bergizi, dan Lingkungan.
d) Konsep perkembangan remaja
Perkembangan remaja merupakan konsep perubahan remaja yang
mengarah kepada kualitas substansi perilakunya, akibat proses
perubahan fisik maupun proses pembelajaran.
Prinsip-prinsip perkembangan itu adalah:
1. Prinsip kematangan
Kematangan remaja terdiri dari taraf kematangan kognitif, sosial
dan emosional serta moral. Remaja yang matang secara kognitif mampu
memahami konsep-konsep abstrak, seperti nilai kebenaran yang murni
menghubungkan peristiwa sekarang dengan peristiwa yang akan datang.
Demikian juga dengan kematangan sosial, emosional dan moral
2. Prinsip kesatuan organisasi
Pada prinsip ini anak merupakan suatu kesatuan antara fisik dan
psikis dan ketentuan komponen dari kedua unsur tersebut. Perkembangan
aspek fisik atau psikis berkaitan satu sama lain dan saling mempengaruhi.
Setiap aspek tidak berkembang secara sendiri-sendiri tetapi
perkembangan satu aspek berpengaruh terhadap aspek yang lain.
3. Prinsip tempo dan irama perkembangan
Prinsip ini menyatakan bahwa remaja berkembang dengan tempo
dan irama perkembangan sendiri-sendiri. Setiap remaja memiliki tempo
dan irama perkembangan yang berbeda dengan remaja lain. Ada remaja
yang cepat dan ada pula remaja yang lambat pertumbuhannya.
4. Prinsip kesamaan pola
Prinsip ini mengemukakan bahwa anak sebagai manusia mengikuti
pola umum yang sama dalam perkembangannya. Prinsip ini mempunyai
beberepa implikasi dalam pelaksanaan pendidikan, yaitu sebagai berikut:
a. Pada umumnya pendidikan dapat dilaksanakan secara klasikal terhadap
remaja yang berumur kronologis sama.
b. Dapat dilaksanakan keseragaman pendidikan untuk anak tingkat umur
kronologis tertentu.
c. Dapat disediakan alat-alat permainan tertentu yang dapat digunakan
dari generasi ke generasi berikutnya untuk anak sebaya.
5. Prinsip kontinuitas
Menurut prinsip kontinuitas, perkembangan berlangsung secara terus
menerus dan berkesinambungan. Perkembangan pada periode awal
mempengaruhi pencapaian perkembangan periode berikutnya. Jika pada
periode awal dapat dicapai dengan sempurna maka periode berikutnya
dapat diselesaikan dengan baik. Pada prinsip ini periode awal menentukan
hasil pada periode selanjutnya.
2. Perkembangan Remaja
a) Dimensi/ Aspek perkembangan
Ada 8 aspek perkembangan manusia di antaranya:
perkembangan fisik (kinestetik), perkembangan intelegensi,
perkembangan emosi, perkembangan bahasa, perkembangan
psikososial, perkembangan kepribadian, perkembangan moral, dan
perkembangan beragama. Kedelapan aspek perkembangan tersebut
memiliki keterkaitan dan hubungan yang saling mempengaruhi
apabila salah satu atau beberapa aspek-aspek itu tidak dimiliki
manusia maka hasilnya kurang maksimal.
b) Faktor perkembangan
1. Fisik
Perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada
tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik.
Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan
berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ
seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari
tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi
tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan
fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan
kemampuan kognitif.
Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada saat
masa puber berakhir dan juga belum sepenuhnya sempurna pada
akhir masa awal remaja. Terdapat penurunan dalam laju
pertumbuhan dan perkembangan internal lebuh menonjol dari
pada perkembangan eksternal. Hal ini tidak mudah diamati dan
diketahui sebagaimana halnya pertumbuhan tinggi dan berat tubuh
atau seperti perkembangan ciri-ciri seks skunder.
2. Motorik
Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor
yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara
keseluruhan.Kecakapan motorik yaitu kemampuan melakuakan
koordinasi kerja system syaraf motorik yang menimbulkan reaksi
dalam bentuk gerakan-gerakan atau kegiatan secara tepat, sesuai
antara rangsangan dan responnya.Dalam perkembangan masa
remaja, perkembangan aspek motorik bukanlah aspek yang
mengalami banyak perubahan, atau tidak terlihat ciri-ciri yang
menonjol. Sebagaimana pertumbuhan internal lebih menonjol
pada pribadi remaja dibandingkan dengan pertumbuhan eksternal,
perkembangan fisik, emosi dan sosial pun pada masa ini jauh
lebih menonjol dibandingkan dengan perkembangan motoriknya.
3. Kognitif
Kemampuan berfikir pada usia remaja disebabkan oleh
meningkatnya ketersediaan sumberdaya kognitif. Peningkatan ini
disebabkan oleh automaticity atau kecepatan pemrosesan,
pengetahuan lintas bidang yang makin luas, meningkatnya
kemampuan dalam menggabungkan informasi abstrak dan
menggunakan argumen-argumen logisserta makin banyaknya
strategi yang dimiliki dalam mendapatkan dan menggunakan
informasi.
4. Bahasa
Dapat diidentifikasi faktor perkembangan bahasa yakni
faktor kognisi, pola komunikasi dalam keluarga, jumlah anak atau
anggota keluarga, posisi anak dalam keluarga, kedwibahasaan.
Kognisi menurut kamus bahasa Indonesia adalah kegiatan
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
sendiri(kemampuan berfikir seseorang). Tinggi rendahnya
kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat
lambatnya perkembangan bahasa individu.
Pola komunikasi dalam keluarga yakni jika dalam suatu
keluarga memiliki pola komunikasi yang banyak arah atau
interaksinya relative demokratis akan mempercepat
perkembangan bahasa anggota keluarganya dibandingkan yang
menerapkan pola komunikasi yang sebaliknya.
Suatu keluarga yamg memiliki banyak anak atau banyak
anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat
dibandingkan dengan anak tunggal dan tidak ada anggota keluarga
lain selain keluarga inti. Hal ini dikarenakan terjadi komunikasi
yang bervariasi.
Kemudian posisi anak dalam keluarga yakni anak yang
dilahirkan ditengah lebih cepar perkembangan bahasanya
dibandingkan dengan si sulung atau si bungsu. Hal ini desebabkan
karena si sulung atau si bungsu hanya berkomunikasi 1 arah,
maksudnya dalah jika sisulung hanya berkomunikasi kebawah (ke
adik-adiknya) dan si bungsu hanya berkomunikasi ke atas(dengan
kakaknya), namun tidak bagi yang ada ditengah, ia dapat
berkomunikasi keatas maupun kebawah(kakak dan adiknya).
Terkait kedwibahasaan (bilingualism)yakni anak yang
dibesarkan dikeluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu
akan lebih cepat perkembangan bahasnya dibandingak dengan
yang dikeluarganya hanya menggunakan satu bahasa saja, hal ini
karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi.
Sebagai contoh didalam rumah ia menggunakan bahasa Madura
dan diluar rumah menggunakan bahasa Indonesia
5. Emosi
Pada tingkat emosional pada masa remaja dianggap sebagai
periode “badai dan tekanan”, suatu masa di mana ketegangan
emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang
tidak stabil dan penuh gejolak.Pada masa ini mood (suasana hati)
bisa berubah dengan sangat cepat. Seorang remaja dikatakan
emosinya telah mencapai kematangan ketika dia memahami waktu
dan tempat yang tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan
cara-cara yang efektif, dan dapat mengontrol emosinya di hadapan
orang lain.
Oleh karena itu semua orang dewasa yang ada di sekitar
remaja harus dapat mengawasi dan membimbing remaja agar dapat
memiliki psikososial dan emosi yang sehat.
6. Sosial / interaksi dengan lingkungan
Perkembangan identitas pada masa remaja menjadi
landasan bagi perkembangan psikososial dan relasi interpersonal
pada masa dewasa. Karena kehidupan atau perilaku remaja sangat
berperan penting pada masa dewasa seseorang. Hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan psikososial remaja adalah
perkembangan idividuasi dan identitas , hubungannya dengan
orang tua, hubungannya dengan teman sebaya, perkembangan
seksualitas, perkembangan proaktivitas dan kemampuan resiliensi.
Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosial yang terjadi
dalam perkembangan remaja mempunyai pengaruh besar terhadap
hubungan dengan lingkungan. Salah satunya dengan orang tua,
keterikatan dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi
adaptif, menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat
menjelajahi dan menguasai lingkungan-lingkungan baru dan suatu
dunia sosial yang luas dengan cara-cara yang sehat secara
psikologis.
3. Pembelajaran
Dimensi belajar ini terdiri atas lima tipe berpikir yang bersifat
interaktif, yaitu sikap dan persepsi positif terhadap belajar, pemerolehan
dan pengitegrasian pengetahuan, perluasan dan penghalusan pengetahuan,
penggunaan pengetahuan secara bermakna, dan kebiasaan berpikir
produktif. Dimensi belajar dalam Adi Rahmat pertama kali diperkenalkan
oleh Robert J Marzano tahun 1992 dalam bukunya yang berjudul A
different kind of classroom. Ada 5 dimensi belajar yaitu :
a. Mengembangkan Sikap dan Persepsi Positif.
Mudah untuk dipahami bahwa sikap dan persepsi si belajar sangat
mempengaruhi proses belajar. Sikap dapat mempengaruhi belajar
secara positif, sehingga belajar menjadi mudah, sebaliknya sikap juga
dapat membuat belajar menjadi sangat sulit. Ada dua kategori sikap
dan persepsi yang mempengaruhi belajar:
a) sikap dan persepsi tentang iklim (suasana) belajar,
b) sikap dan persepsi terhadap tugas-tugas kelas.
Guru yang efektif memberikan penguatan terhadap kedua kategori itu
dengan teknik yang jelas dan sesuai.Guru seyogyanya membantu
menumbuhkan sikap dan persepsi siswa yang positif terhadap iklim
belajar dengan menekankan aspek-aspek internal siswa (suasana
mental yang kondusif) daripada aspek-aspek eksternal. Guru dapat
membantu menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap
tugas-tugas kelas dengan cara memberikan pemahaman akan nilai
tugas, kejelasan tugas, dan kejelasan sumber.
b. Belajar untuk Pemerolehan dan Pengintegrasian Pengetahuan
Ahli psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses interaksi
yang tinggi dalam membangun makna secara personal dari informasi
yang diperoleh dengan pengetahuan yang sudah ada menjadi
pengetahuan baru. Menerima pengetahuan melibatkan proses interaksi
antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dipelajari, dan
setelah itu mengintegrasikan informasi tersebut menjadi langkah-
langkah sederhana yang mudah digunakan.
Menurut E.D. Gagne (1985), pengetahuan dapat dikategorikan menjadi
dua, yakni pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural. Banyak
ahli yakin bahwa pemerolehan tipe pengetahuan yang berbeda
memerlukan proses yang berbeda pula.
c. Perluasan dan Penghalusan Pengetahuan
Pada dimensi ini aspek-aspek belajar melibatkan pengujian apa yang
diketahui agar mencapai tingkat yang lebih dalam dan analitis.
Kegiatan memperluas dan memperhalus pengetahuan ini dilakukan
dengan:
a) comparing (identifikasi dan artikulasi hal-hal atau benda-benda
yang mirip dan berbeda),
b) classifying (pengelompokan jenis-jenis benda ke dalam kategori
berdasarkan atribut dasarnya),
c) inducing (pendugaan prinsip-prinsip atau generalisasi yang belum
diketahui dari observasi atau analisis),
d) deducing (pendugaan kondisi yang belum ternyatakan dari prinsip-
prinsip atau generalisasi tertentu),
e) analyzing error (identifikasi dan artikulasi kesalahan di dalam
pikiran sendiri maupun orang lain),
f) constructing support (pengkostruksian sistem dukungan kebenaran
atau bukti untuk suatu pernyataan yang tegas),
g) abstracting (identifikasi dan artikulasi tema penting atau pola
umum suatu informasi), dan
h) analyzing perspetive (identifikasi dan artikulasi perspektif personal
tentang berbagai macam isu).
d. Belajar Menggunakan Pengetahuan secara Bermakna.
Pada umumnya kita belajar dengan baik jika pengetahuan yang kita
pelajari itu diperlukan untuk mencapai suatu tujuan. Keberadaan
tujuan umum akan dicapai dengan cara-cara umum di mana kita
menggunakan pengetahuan itu secara bermakna. Cara guru membantu
siswa agar dapat menggunakan pengetahuan secara bermakna
dilakukan dengan:
a) Decision making, yaitu suatu proses menjawab pertanyaan .
b) Investigation; ada tiga tipe dasar investigasi, yakni definitional
investigation yang meliputi pemerolehan jawaban atas pertanyaan,
historical investigation meliputi pemerolehan jawaban atas
pertanyaan, dan projective investigation yang meliputi
pemerolehan jawaban atas pertanyaan.
c) Experimental inquiry, yaitu proses memperoleh jawaban atas
pertanyaan
d) Problem solving, yaitu menjawab pertanyaan
e) Invention, yaitu proses penciptaan sesuatu untuk memenuhi
kebutuhan;
e. Mengembangkan Kebiasaan Berpikir Produktif.
Dimensi ini menumbuhkan kebiasaan mental untuk dapat berpikir
secara produktif yang ditandai dengan:
a) self-regulated thinking and learning, yakni kebiasaan mengetahui
apa yang sedang dipikirkannya, tindakan yang terencana,
mengetahui sumber-sumber yang penting, sensitif terhadap umpan
balik, dan evaluatif terhadap keefektifan tindakan;
b) critical thinking and learning, yang dicirikan oleh tindakan yang
cermat, jelas, terbuka, bisa mengendalikan diri, sensitif terhadap
tingkat pengetahuan; dan
c) creative thinking and learning, yang ditandai oleh semangat tinggi,
berusaha sebatas kemampuan, percaya diri, teguh, dan
menciptakan hal-hal atau cara-cara baru.
Cara membantu siswa mengembangkan dan memelihara kebiasaan
berpikir produktif adalah dilakukan dengan: menumbuhkan sikap
kebiasaan berpikir produktif, kebiasaan berpikir yang diantarkan
dengan mengintegrasikan ke dalam tugas-tugas di kelas.
a) Aspek – aspek Pembelajaran
Aspek-aspek yang terlibat dalam pembelajaran yang meliputi
a. sikap guru,
b. bahan pelajaran,
c. media pembelajaran dan
d. hasil belajar siswa dalam belajar.
Sikap atau tingkah laku guru dijadikan model oleh siswa-siswanya. Para
siswa meniru sikap atau tingkah laku guru, yang baik maupun yang buruk.
Gaya guru dalam memberi pelajaran juga mempengaruhi suasana kelas
dan kegiatan siswa dalam belajar. Ada beberapa aspek dari hasil belajar
yaitu
a. Kognitif
b. Psikomotorik
c. Afektif
Diantara ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris, maka ranah kognitif
paling banyak digunakan oleh guru dalam pembelajaran di sekolah. Hal
ini, karena ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan siswa dalam
menguasai isi bahan pengajaran. Hasil belajar aspek pengetahuan termasuk
tingkat kognitif yang paling rendah, meliputi pengetahuan faktual dan
pengetahuan hafalan atau untuk diingat. Namun, tipe hasil belajar
pengetahuan menjadi prasarat bagi pemahaman.
Aspek hasil belajar pemahaman meliputi tiga katagori, yakni 1)
pemahaman terjemahan, 2) pemahaman penafsiran, dan 3) pemahaman
ekstrapolasi. Pemahaman terjemahan menyangkut terjemahan atau arti dari
suatu konsep. Pemahaman penafsiran, menyangkut kemampuan
menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan pengetahuan berikutnya,
atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian, atau
membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. Sedangkan
pemahaman ekstrapolasi menyangkut kemampuan melihat dibalik yang
tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuesi atau dapat
memperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun
masalahnya.
b) Faktor – faktor Pembelajaran
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu pembelajaran.
Menurut Rasyad (2003: 103) faktor-faktor itu adalah sebagai berikut.
a. Faktor endogen, antara lain seperti minat belajar, kesehatan, perhatian,
ketenangan jiwa sewaktu belajar, motivasi, kegairahan diri, cita-cita,
kebugaran jasmani, kepekaan alat-alat indra dalam belajar. Dengan kata
lain alat-alat indra berfungsi dengan baik atau sebaliknya seperti mata
sakit, pendengarannya terganggu dan lain-lain.
b. Faktor eksogen yang mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik
antara lain seperti keadaan lingkungan belajar (suasana kelas), cuaca, letak
sekolah ( di tempat yang ramai/tidak), faktor interaksi sosial dengan teman
sebangku, interaksi peserta didik dengan pendidiknya.
Muhibbin Syah (2001: 130) menyebutkan, bahwa secara global faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam,
yakni sebagai berikut.
a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani
dan rohani siswa.
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa.
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya keberhasilan belajar siswa
dipengaruhi oleh dua jenis faktor, yaitu dari dalam dan dari luar. Kedua faktor
tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Positif, artinya mendukung
keberhasilan belajar. Sedangkan negatif, artinya menghambat keberhasilan
belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent Development. Tokyo : McGraw Hill Inc.
Supriatna, M. (2011). Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Muhibbin Syah, (2001). Psikologi belajar. Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu.
Rasyad, A. (2003). Teori belajar dan pembelajaran. Jakarta: Uhamka Press.
Rahmat, Adi, (2007), lerning dimension Based teaching, Balitbang : Depdiknas
Admin, (2012), Aspek hasil belajar ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik,
(Online) tersedia : http://elearning.milaulas.com/mod/page/view.php?id=23
(16 September 2012).
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Caesar, Arihdya. (2010). Resume perkembangan kognitif dan bahasa pada masa
remaja. [online]. Tersedia di:http://arihdyacaesar.wordpress.com/.../resume
perkembangan-kognitif-dan-bahasa-masa-remaja/ -Tembolok.[12 Maret
2011]
Ahmad, Haris. (2010). Perkembangan Kognitif Remaja. [online]. Tersedia di:
http://harisahmad.blogspot.com/.../perkembangan-kognitif-remaja.html.
Tembolok. [12 Maret 2011].
KONSEP-KONSEP DASAR BIMBINGAN BELAJAR REMAJA
Tugas Kelompok
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Belajar remaja yang diampu oleh dosen Dr. Suherman, M.Pd.
Oleh
Langgeng wening Puji 1001465
Intan ayu Anjarwati 1002931
Lilis Rani Nur’aeni 1004566
Mira Dwi Rahayu 1005656
JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012