Download - Makalah Kmb III Okee
MAKALAH GLOMERULONEFRITIS AKUT DAN
GLOMERULONEFRITIS KRONIK
Oleh:
Kelompok I
Sri Untari I1B110004 Chairunnisa Astari I1B110030Nur Annisa Fitri I1B110005 Havita Nirmala S. I1B110032Nisya Andesita I1B110007 Nor Afifah Alfiana I1B110036Reza S. Pratama I1B110013 M. Syaqib A. I1B110038Resvia Arwinda I1B110014 Citra Irawan I1B110040Tony Cahyono A. I1B110015 Firyal A. Juanda I1B110203Tia Nurcahyani I1B110016 Alfiannur I1B11020-Elmi I1B110017 Tomy Agus I. I1B11020-Tussy Indrawati I1B110023 Wahyu Wanabakti I1B110213Istia Arisandy I1B110024 Tity Riezka R. I1B110214Kurnia Yulianti I1B110025 Bambang S. Budi I1B110217Henny Aulia F. I1B110026
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru, 2012
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis. Lapisan luar
terdapat korteks renalis dan lapisan sebelah dalam disebut medula renalis. Didalam
ginjal terdapat nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal. Nefron terbentuk
dari 2 komponen utama yaitu :
1) Glomerulus dan kapsula Bowman’s sebagai tempat air dan larutan difiltrasi
dari darah.
2) Tubulus yaitu tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distalis dan tubulus
kolagentes yang mereabsorpsi material penting dari filtrat yang
memungkinkan bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan
untuk tetap dalam filtrat dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urin.
Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap protein
plasma yang lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih
kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus
mengalami kenaikan tekanan darah (90 mmHg vs 10-30 mmHg). Kenaikan ini terjadi
karena arteriole aferen yang mengarah ke kapiler glomerulus mempunyai diameter
yang lebih besar dan memberikan sedikit tahanan daripada kapiler yang lain. Secara
proporsional arteriole aferen lebih besar diameternya dari arteriole eferen. Berliter-
liter darah didorong keruang yang lebih kecil , mendorong air dan partikel kecil
terlarut dari plasma masuk kedalam kapsula Bowman’s. Tekanan darah terhadap
dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuk kedalam
kapsula Bowman’s disebut filtrasi glomerulus dan materi yang masuk kedalam
kapsula Bowman’s disebut filtrat . Tiga faktor lain yang ikut serta dalam filtrasi : TH
dan tekanan osmotik (TO) dari filtrat dalam kapsula Bowman’s dan TO plasma.
Tekanan osmotik adalah tekanan yang dikeluarkan oleh air (pelarut lain) pada
membran semipermeable sebagai usaha untuk menembus membran kedalam area
2
yang mengandung lebih banyak molekul yang tidak dapat melewati membran
semipermeable.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Glamerulonefritis adalah peradangan dan kerusakan pada alat penyaring darah
sekaligus kapiler ginjal. Glomerulonefritis adalah sindrom yang ditadai oleh
peradangan dari glemerulus diikuti pembentukan beberapa antigen.
Secara umum glomerulonefritis dibagi menjadi dua,yaitu:
1. Glomerulonefritis akut
2. Glomerulonefritis kronik
Glomerulus memegang peranan utama dalam anatomi dan fisiologi ginjal.
Dan penyakit glomeruler merupakan salah satu masalah terpenting yang dihadapi
dalam bidang nefrologi.
Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit yang sering dijumpai dalam praktik
klinik sehari-hari dan merupakan penyebab penting penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA). Beradasarkan sumber terjadinya kelainan, GN dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal
sendiri sedangkan GN sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus eritematosus sistemik (LES), myeloma
multiple, atau amilodosis.
Di Indonesia GN masih merupakan penyebab utma (PGTA) yang menjalani
terapi pengganti dialysis walaupun data US Renal Data System menunjukkan bahwa
diabetes mellitus merupakan penyebab (PGTA) yang tersering. Manifestasi klinik GN
sangat bervariasi mualai dari kelainan urin seperti proteinuria atau hematuria saja
sampai dengan GN progresif cepat.
Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin sama seperti glomerulonefritis
akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-
kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini,
ukuran ginjal sedikitnya berkurang seperlima dari ukuran normal, dan terdiri dari
jaringan fibrosa yang luas/ korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm
atau kurang. Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan
3
ginjal kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi
jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan
glomerulus yang parah, menghasilkan penyakit gagal ginjal tahap akhir (ESRD)[1].
Sejumlah besar penderita penyakit ginjal mengalami suatu keadaan yang
disebut dengan sindroma nefrotik, yang terutama ditandai dengan hilangnya sejumlah
besar protein plasma ke dalam urin. Penyebab hilangnya protein ke dalam urin ini
adalah meningkatnya permeabilitas membran glomerulus. Oleh karena itu, keadaan
penyakit apa pun yang dapat meningkatkan permeabilitas membran ini dapat
menyebabkan sindroma nefrotik. Salah satu penyakit tersebut adalah
glomerulonefritis kronik, dikatakan bahwa penyakit ini terutama menyerang
glomerulus dan menyebabkan sangat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus tersebut
.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dikemukakan rumusan masalah :
1. Apa pengertian dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
2. Apa penyebab dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
3. Apa saja manifestasi klinik dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
4. Bagaimana patofisiologi dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
5. Bagaimana prognosis dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui Glomerulonefritis akut
dan kronik?
7. Bagaimana pengobatan dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari Glomerulonefritis akut dan kronik?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
2. Memahami penyebab dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
3. Memahami manifestasi klinik dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
4. Memahami patofisiologi dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
4
5. Memahami prognosis dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
6. Memahami pemeriksaan diagnostik untuk mengetahui Glomerulonefritis akut
dan kronik.
7. Memahami pengobatan dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
8. Memahami asuhan keperawatan dari Glomerulonefritis akut dan kronik.
5
BAB II
ISI
A. Pengertian
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam glomerolus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan
atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada
akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang
mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui
merupakan kumpulan banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon
imun agaknya menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Glomerulonefritis akut
Glomerulusnefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
Pada hampir semua tipe glomerulonefritis, imunoglobulin utama, IgG (antibodi) yang
ditemukan di serum manusia, dapat dideteksi pada dinding kapiler glomerular. Akibat
dari reaksi antigen-antibodi, agregat molekul (kompleks0 dibentuk dan beredar ke
seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian
penyaring di ginjal, dan mencetuskan respons inflamasi.
Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan lama di sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah
cedera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan. Glomerulonefritis kronis
ialah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria yang
menetap.
Glomerulonefritis kronik adalah glomerulonefritis progresif yang berkembang
lambat, yang pada umumnya menyebabkan gagal ginjal yang irreversibel. Ini dapat
6
merupakan penyakit primer, terjadi setelah glomerulonefritis akut, atau sekunder
terhadap penyakit sistemik. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi.
B. Epidemiologi
Glomerulonefritis poststreptokokus akut (GNPSA) merupakan salah satu
penyakit ginjal yang sering menyerang pada anak-anak. Penyakit GNPSA ini ditandai
dengan hematuria, proteinuria, adanya silinder sel darah merah, edema dan hipertensi
yang dapat disertai dengan oliguria. Penyakit ini terjadi setelah didahului oleh infeksi
akut kuman streptokokus. Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur
antara 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan
jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Hasil penelitian multisenter
diIndonesiapada tahun 1988, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah
sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat diSurabaya (26,5%),
kemudian disusul berturut-turut diJakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang
(8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak
usia antara 6-8 tahun (40,6%).
C. Etiologi
Glomerulonefritis akut
Pada kebanyakan kasus, stimulus reaksi ini berasal dari infeksi streptokokus
grup A dikerongkongan, yang biasanya mencetuskan awitan glomerulonefritis dengan
interval 2 sampai 3 minggu. Produk streptokokkus, berlaku sebagai antigen,
menstimulasi sirkulasi antibodi dan menghasilkan endapan kompleks di glomerulus,
menyebabkan cedera pada ginjal. Glomerulonefritis juga dapat disertai demam
Scarlet dan impetigo (infeksi pada kulit) dan infeksi virus akut ( infeksi pernapasan
atas, gondongan varicella, Eptsein Barr, hepatitis B, dan infeksi HIV).
Glomerulus nefritis akut
1. Kuman streptococus.
2. Perhubungan dengan penyakit auto imun lain.
7
3. Reaksi obat.
4. Bakteri.
5. Virus.
Glomerulonefritis kronik
Penyebabnya sering kali adalah diabetes melitus dan hipertensi kronis. Kedua
penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan berulang. Hasil
akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan menuruunnya
fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrifu tubulus. Para
pengidap glomerulonefritis kronis yang disertai diabetes atau yang mungkin
mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang
kurang baik. Glomerulonefritis kronis juga dapat menyertai lupus eritematosus
sistemik sekunder.
Glomerulus nefritis kronis
1. Glomerulonefritis akut
2. Pielonefritis
3. Diabetes mellitus
4. Hipertensi yang tidak terkontrol
5. Obstruksi saluran kemih
6. Penyakit ginjal polikistik
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
10. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemui pada stadium lanjut.
D. Manifestasi Klinis
Glomerulonefritis akut
Glomerulonefritis mungkin ringan sehingga dapat di ketahui secara insidental
melalui urinalisis rutin atau riwayat mungkin menunjukkan episode faringitis atau
tonsilitis sebelumnya, di sertai demam. Pada bentuk penyakit yang lebih parah, pasien
8
menngeluh adanya sakit kepala, malaise, edema wajah, dan nyeri panggul. Hipertensi
ringan sampai berat dapat di jumpai, dan nyeri tekan dapat di temukan di seluruh
sudut kosae pertebral umumnya terjadi (sudut kostae vertebral di gunakan sebai
penanda, merupakan sudit di seluruh sisi tubuh yang di bentuk oleh tulang rusuk
terbawah dari susunan tulang rusuk dengan volumna vetebral). Penyebab lain
meliputi : Faringitis atau tansiktis, anoreksi, muntah, edema akut, oliguri, proteinuria
urin berwarna cokelat.
Glomerulonefritis kronik
Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal: lemah, lesu, nyeri kepala,
gelisah, mual, koma, dan kejang pada stadium akhir. Edema sedikit, suhu subfebril.
Bila pasien memasuki fase nefrotik dari glomerulonefritis kronis, maka edema
bertambah jelas, perbandingan albumin-globulis terbalik, dan anemia bertambah
berat, diikuti tekanan darah yang mendadak meninggi. Kadang-kadang terjadi
enselofati hipertensif dab gagal jantung yang berakhir dengan kematian.
Gejala glomerulonefritis kronik bervariasi. Banyak klien dengan penyakit
yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa
tahun. Kondisi klien secara insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau
peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika
perubahan vaskuler atau perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata.
Indikasi pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke, atau kejang yang
terjadi secara mendadak. Beberapa klien hanya memberitahukan bahwa tungkai klien
agak sedikit bengkak di malam hari. Mayoritas klien juga mengalami gejala umum,
seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan irritabilitas, dan
peningkatan berkemih di malam hari (nokturia). Sakit kepala, pusing, dan gangguan
pencernaan umumnya terjadi.
Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan gejala
insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Klien tampak kurus, pigmen
kulit tampak kuning keabu-abuan, dan terjadi edema perifer (dependen) dan
periorbital. Tekanan darah mungkin normal atau naik dengan tajam. Temuan pada
retina mencakup hemoragi, adanya eksudat, ateriol menyempit, dan berliku-liku, serta
9
papailedema. Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena mengalami
distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, iram galop, dan tanda gagal
jantung kongest lain dapat terjadi. Bunyi krekel dapat didengar di paru.
Neuropati perifer disertai hilangnya refleks tendon dan perubahan
neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi dan
memperlihatkan rentang perhatian yang menyempit. Temuan lain mencakup
perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus (perbedaan tekanan darah
lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan ekspirasi).
1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema periorbital
e. Friction rub pericardial
2. Pulmoner
a. Nafas dangkal
b. Krekels
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
3. Gastrointestinal
a. Konstipasi / diare
b. Anoreksia, mual dan
muntah
c. Nafas berbau amonia
d. Perdarahan saluran GI
e. Ulserasi dan
perdarahan pada mulut
4. Muskuloskeletal
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. Fraktur tulang
5. Integumen
a. Kulit kering, bersisik
b. Warna kulit abu-abu
mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Rambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis
10
6. Reproduksi
a. Atrofi testis
b. Amenore
.
E. Patofisiologi
Glomerulonefritis akut
Kasus glomerulonefritis akut terjadi setelah infeksi streptokokus pada
tenggorokan atau kadang-kadang pada kulit sesudah masa laten 1 sampai 2 minggu.
Organisme penyebab lazim adalah streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 12 atau
4 dan 1,jarang oleh penyebab lainnya. Namun sebenarnya bukan streptokukus yang
menyebabkan kerusakan pada ginjal. Di duga terdapat suatu antibodi yang ditujukan
terhadap antigen khusus yang merupakan membran plasma streptokokal spesifik.
Terbentuk kompleks antigen-antibodi dalam darah bersikulasi ke dalam glomerulus
tempat kompleks tersebut secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.
Selanjutnya komplemen akan terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang
menarik leukosit polimerfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi.
Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak endotel dan membran basalis
glomerulus (GBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi , timbul poliferasi sel-
sel endotel yang di ikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler glomerulus menyebabkan protein dan sel darah
merah dapat keluar ke dalam urin yang sedang di bentuk oleh ginjal, mengakibatkan
proteinuria dan hematuria. Agaknya, kompleks komplemen antigen-antibodi inilah
yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel(atau sebagai bungkusan
epimembanosa)pada mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan
berbungkah-bungkah pada mikroskop imunofluoresensi,pada pemeriksaan mikroskop
cahaya glomerulus tampak membengkak dan hiperselular di sertai invasi PMN.
Ploriferasi selular (peningkatan sekresi sel endotelial yang melapisi
glomerulus), infiltrasi leukosit ke glomerulus dan penebalan membran filtrasi
glomerulus atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan
permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak, dan
11
kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus, tubulus dan pembuluh darah di
pengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan type glomerulonefritis akut
yang ada.
Pada banyak pasien, antigen di luar tubuh (misalnya medikasi, serum asing)
mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di glomerulus pada pasien
yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai antgen penyerang. Elektron
mikroskopis dan analisis imunofluoresen mekanisme imun membantu identifikasi
asal lesi. Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai jenis
glomerulonefritis akut.
Glomerulonefritis kronik
Glomerulonefritis kronis, awalnya seperti glomerulonefritis akut atau tampak
sebagai tipe reaksi antigen/antibody yang lebih ringan,kadang-kadang sangat
ringan,sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulang infeksi ini, ukuran ginjal
sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan
fibrosa yang luas, korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau
kurang. Berkas jaringan parut merusak sistem korteks,menyebabkan permukaan
ginjal kasar dan ireguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi
jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi perusakan
glomerulo yang parah, menghasilkan penyakit ginjal tahap akhir (ESRD).
Pada GNK lanjut maka ginjal tampak mengkerut, kadang-kadang beratnya
hanya tinggal 50 gram dan permukaannya bergranula. Perubahan-perubahan ini
terjadi akibat berkurangnya jumlah nefron karena iskemia dan hilangnya nefron. Pada
pemeriksaan mikroskop tampak sebagian besar glomerulus telah mengalami
perubahan. Mungkin terdapat campuran antara perubahan membranosa dan
proliferative dan pembentukan epitel berbentuk sabit. Akhirnya tubulus mengalami
atrofi, fibrosis interstisialis, dan penebalan dinding arteria. Bila semua organ
strukturnya telah mengalami kerusakan hebat, organ ini disebut ginjal stadium akhir,
dan mungkin sulit menentukan apakah lesi asalnya terjadi pada glomerulus,
interstisial, dan disebabkan oleh pielonefritis kronik, atau vaskular.
12
F. Komplikasi
Glomerulus nefritis akut
1. Hipertensi.
2. Dekopensasi jantung
3. GGA (Gagal Ginjal Akut)
4. Oliguri sampai anuria sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus.
5. Esefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena
hipertensi.
6. Terdapat gejala berupa gangguan pada penglihatan, pusing, muntah,
dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan spasme pembuluh darah local
dengan anoksia dan edema otak.
7. Gangguan sirkulasi berupa dispneu, orthopneu, terdapat ronchi basah,
pembesaran jantung dan meningkatnya TD yang bukan saja
disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh
bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi
Gagal Jantung akibat HT yang menetap dan kelainan di miocardium.
8. Anemia karena adanya hipervolemia disamping adanya sintesis
eritropoetik yang menurun.
Glomerulus nefritis kronis
1. Hipertensi, hiperkalemia
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung
3. Anemia, penyakit tulang
4. Malnutrisi, infeksi sekunder
5. Gangguan koagulasi
6. Akselerasi aterosklerosis
13
G. Diagnosa Banding
Glomerulonefritis akut
- Glomerulonefritis kronik
Hematuria makroskopis akut, sembab, hipertensi dan gagal
ginjal yang dalam perjalanan penyakitnya lebih lambat kearah
perbaikan.Dapat berupa glomerulonefritis membranoproliferatif,
nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresenik.
- Nefropati IgA
Hematuria nyata mendadak segera setelah infeksi saluran napas
atas terjadi bersamaan pada saat faringitis, sedang hipertensi dan
sembab jarang terjadi.
Glomerulusnefritis kronik
- Gagal ginjal kronik :
Anemia, penurunan kalsium dan peningkatan posfat dapat terjadi
dalam beberapa hari dan tampilan tersebut tidak diperlukan dalam
membantu membedakan GGA dengan GGK, tetapi adanya hal tersebut
menujukkan GGA.
Membuat perbedaan antara gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik
sangatlah sulit. Riwayat gejala-gejala kelelahan yang kronik, berat
badan menurun, anoreksia, nokturia, dan pruritus menunjukkan gagal
ginjal kronik. Tes darah yang abnormal sebelumnya dapat juga
menunjukkan gagal ginjal akut.
Renal ultrasound: pada gagal ginjal akut dan kronik, keabnormalan
ginjal, seperti ginjal berukuran kecil pada glomerulonefritis kronik
atau kistik ginjal yang besar pada penyakit ginjal polikistik orang
dewasa, hampir selalu ada.
- Gagal ginjal kronik yang akut
14
H. Prognosis
Glomerulonefritis akut
Prognosis penyakit ini ditemukan pada semua usia, tetapi sering terjadi pada
usia awal sekolah dan jarang pada anak yang lebih muda dari 2 tahun, lebih banyak
pria dari pada wanita (2 : 1).
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptokokkus beta hemolitikus gol A.
Faktor lain yang dapat menyebabkan adalah factor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan faktor alergi.
Glomerulonefritis kronik
Menurunnya fungsi ginjal dapat berlangsung perlahan-lahan, tetapi kadang-
kadang dapat berlangsung cepat dan berakhir dengan kematian akibat uremia dalam
beberapa bulan. Sering kematian terjadi dalam waktu 5-10 tahun bergantung kepada
kerusakan ginjal.
GNK merupakan stadium terminal (end-stage) berbagai macam
glomerulonefritis yang sering ditemukan; persentil berikut ini menunjukkan risiko
bahwa suatu kelompok kelainan glomerulus tertentu akan berlanjut menjadi GN
kronik:
- GN pascastreptokokus (1%-2%)
- RPGN/GN progresif cepat (90%)
- Glomerulosklerosis fokal (50%-80%)
- MPGN/GN membranoproliperatif (50%)
- Nefropati IgA (30%-50%)
Sebagian GNK timbul secara misterius tanpa riwayat precursor yang
diketahui dengan jelas. Seluruh glomerulus pada GN kronik digantikan oleh jaringan
ikat dengan hialinasasi sehingga kita tidak dapat mengenali penyebab lesi yang terjadi
sebelumnya.
15
I. Pemeriksaan Diagnostik
Glomerulus nefritis akut
1. Urinalisis (UA) menunjukkan hematnya gross, protein dismonfik dan
(bentuk tidak serasi) SDm, leusit, dan gips hialin.
2. Lajur filtrasi glomeruslus (IFG) menurun, klerins kreatinin pada unrin
digunakan sebagai pengukur dan LFG spesine urin 24 jam
dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan
cara arus tegah (midstream).
3. Nitrogen urea darah (BUN) da kreatinin serum meningkat bila fungsi
ginjal mulai menurun.
4. Albumin serum dan protein total mungkin normal atau agak turun
(karena hemodilusi).
5. Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifilaasi jenis
protein urin yang dikeluarkan dalam urin.
6. Elektrolit seru menunjukkan peningkatan natrium dan peningkatan
atau normal kadar-kadar kalium dan klorida.
7. Biopsi ginjal untuk menunjukkan obstruksi kapiler glomerular dan
memastikan diagnosis.
Glomerulus nefritis kronis
1. Urin
a. Warna: secara abnormal warna urin keruh kemungkinan disebabkan
oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau uratsedimen. Warna urine kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin
b. Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada
urine (anuria)
c. Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
d. Osmolalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular dan rasio urin/serum sering 1:1
e. Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada
16
f. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun
g. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
2. Darah
a. Ht : menurun karena adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8
gr/dl
b. BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap
akhir
c. SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
d. GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7,2
e. Protein (albumin) : menurun
f. Natrium serum : rendah
g. Kalium: meningkat
h. Magnesium: meningkat
i. Kalsium ; menurun
3. Osmolalitas serum : Lebih dari 285 mOsm/kg
4. Pelogram Retrograd : Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5. Ultrasonografi Ginjal : Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa
, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
6. Endoskopi Ginjal, Nefroskopi : Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
7. Arteriogram Ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskular, masa
8. EKG : Ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
Sejumlah nilai laboratorium abnormal muncul. Urinalisis menunjukkan
gravitasi spesifik mendekati 1.010, berbagai proteinuria, dan endapan urinarius (butir-
butir protein yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak. Pemeriksaan sinar-x pada
dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema pulmoner. Elektrokardiogram
mungkin normal tetapi dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi
17
ventrikel kiri dan gangguan elektrolit, seperti: hiperkalemia dan puncak gelombang T
yang tinggi.
J. Penatalaksanaan
Glomerulonefritis akut
Tujuan penatalaksanaan glomerulonefritis akut adalah untuk melindungi
fungsi ginjal dan menangani komplikasi dengan tepat. Jika diduga terdapat infeksi
streptokokkus sisa, kondisi penisilin dapan diresepkan. Tirah baring dianjurkan
selama fase akut sampai urin berwarna jernih dan kadar BUN, kreatinin, dan tekanan
darah kembali ke normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan mengkaji urin
pasien, aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan proteinuria dan hematuria.
Pengobatan yang dilakukan dapat berupa :
1. Medik :
a) Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
b) Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
c) Pengawasan hipertenasi antihipertensi.
d) Pemberian antibiotik untuk infeksi.
e) Dialisis berulang untuk memperpanjang harapan hidup pasien.
f) Terapi Antibiotik Long Term Penicillin, dan pasien harus terhindar dari
infeksi, karena dapat menimbulkan nefritis
2. Keperawatan :
a) Pasien harus bed-rest sampai manifestasi klinik hilang
b) Disesuaikan dengan keadaan pasien.
c) Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
d) Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
e) Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai
kemampuannya.
f) Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke
sindrom nefrotik atau GGK.
18
3. Diet
a) Rendah protein jika kadar BUN dan Creatinin dalam serum meningkat
b) Tinggi Karbohidrat
c) Rendah Garam
d) Intake dan Out-put harus diukur, kontrol cairan & hypertensi,
e) Berikan obat antihipertensi jika diperlukan
f) Kaji edema dan timbang BB setiap hari jika over load berikan diuretik
g) Observasi tanda-tanda vital waspada terhadap adanya CHF
h) Jika sudah ambulasi,monitor proteinure dan hematuria jika meningkat
bedrest tetap dijalankan,jika ambulasi dapat ditolelir pasien boleh pulang.
Diet protein dibatasi jika terjadi insufisiensi renal dan retensi nitrogen
(peningkatan BUN). Natrium dibatasi jika hipertensi, edema, dan gagal jantung
kongestif. Agen diuretik dan antihipertensi diresepkan untuk mengendalikan
hipertensi. Karbohidrat diberikan secara bebas untuk menyediakan energi dan
mengurangi katabolisme protein.
Jika pasien dirawat dirumah sakit, maka masukan dan haluaran diukur secara
cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat
badan harian. Cairan yang hilang melalui pernafasan dan saluran gastrointestinal
(500-1000ml) turut dilibatkan dalam menghitung cairan yang hilang. Deuretik
diberikan dalam 1-2 minggu setelah awitan gejala. Edema berkurang dan hipertensi
menurun. Namun demikian, proteinuria dan hematuria mikroskopik mungkin
menetap untuk beberapa bulan. Pada banyak pasien, penyakit ini dapat berkembang
menjadi glomerulus nefritis kronik.
Komplikasi mencakup hipertensi ensepalopati, gagal jantung kongestif, dan
edema pulmoner. Hipertensi encepalopati dianggap sebagai kondisi darurat medis,
dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu fungsi
renal.
Pada glomerulusnefritis progresif cepat, perubahan plasma dan penanganan
dengan menggunakan steroid dan agen sitotoksik telah digunakan untuk mengurangi
respons inflamasi. Pada bentuk glomerulusnefritis ini, resiko untuk berkembang
19
kepenyakit renal tahap akhir sangat tinggi jika tidak ditangani dengan agresif. Dialisis
dilakukan pada glomerulusnefritis akut jika manifestasi uremia sangat berat.
Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan di rumah. Instruksi kepada
pasien mencakup penjelasan dan penjadwalan evaluasi tindak lanjut terhadap tekanan
darah, tindakan urinalisis untuk protein, dan kadar BUN serta kreatinin untuk
menentukan perkembangan penyakit. Pasien diinstruksikan untuk memberitahu
dokter jika gejala gagal ginjal terjadi (misalnya : keletihan, mual-muantah, haluaran
urin berkurang). Setiap infeksi harus ditangani dengan tepat.
Rujukan ke perawat kesehatan komunitas dapat dibuat untuk memberi
kesempatan dilakukannya pengkajian yang cermat terhadap perkembangan pasien
dan untuk mendeteksi awitan dini gejala insufisiensi renal. Jika agen steroid dan
sitotoksik diresepkan, instruksi lisan dan tertulis mengenai dosis, cara kerja, efek
samping, dan kewaspadaan yang harus dipatuhi diberikan kepada pasien dan
keluarga.
Glomerulonefritis kronik
Pengobatan ditujukan untuk mengatasi gejala klinis, gangguan elektrolit. .
Lakukan pengawasan hipertensi dengan obat antihipertensi, koreksi anemia, obati
infeksi dengan antibiotik. Dialysis berulang merupakan cara efektif untuk
memperpanjang umur sipenderita.
Gejala yang muncul pada klien dengan glomerulonefritis kronik akan
menjadi pedoman penanganan rawat jalan. Jika terdapat hipertensi, tekanan darah
dapat diturunkan dengan natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai
biologis yang tinggi (produk susu, telur, daging) diberikan untuk mendukung status
nutrisi yang baik pada klien. Kalori yang adekuat juga penting unruk menyediakan
protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Infeksi traktus urinarius juga harus
ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut.
Jika edema berat terjadi, klien harus tirah baring. Kepala tempat tidur
dinaikkan untuk kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian dipantau, dan diuretik
digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan. Masukan natrium dan cairan
disesuaikan dengan kemampuan ginjal pasien untuk mengekskresi air dan natrium.
20
Dimulainya dialisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar
kondisi fisik klien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal. Rangkaian penanganan dialisis
sebelum klien menunjukkan komplikasi signifikan adalah lambat.
Pengobatan yang dilakukan dapat berupa :
1. Medik :
o Pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gangguan elektrolit.
o Pengobatan aktivitas sehari-hari sesuai batas kemampuan pasien.
o Pengawasan hipertenasi --> antihipertensi.
o Pemberian antibiotik untuk infeksi.
o Dialisis berulanguntuk memperpanjang harapan hidup pasien.
2. Keperawatan:
o Disesuaikan dengan keadaan pasien.
o Pasien dianjurkan secara teratur untuk senantiasa kontrol pada ahlinya.
o Program diet ketat tetapi cukup asupan gizinya.
o Penjelasan kepada pasien tentang pambatasan aktivitas sesuai kemampuannya.
o Anjuran kontrol ke dokter harus ditaati untuk mencegah berlanjut ke sindrom
nefrotik atau GGK.
K. Pencegahan
Pencegahan terhadap glomerulonefritis akut oleh streptokokus adalah
pengobatan yang tepat dari faringitis dan infeksi saluran pernapasan atas. Harus
dibuat kultur dan pemberian antibiotik yang tepat.
L. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan kepada pasien glomerulonefritis kronik dapat berupa;
a. Riwayat Keperawatan
Pola perkemihan. Perawat menanyakan pada klien mengenai pola berkemih
hariannya, termasuk frekuensi dan waktunya, volume normal urine yang
21
dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang terjadi baru-
baru ini. Klien yang sering berkemih pada malam hari kemungkinan
mengalami penyakit ginjal. Informasi mengenai pola berkemih merupakan
dasar yang tidak dapat dipungkiri untuk membuat suatu perbandingan.
Gejala perubahan perkemihan. Gejala tertentu yang khusus terkait dengan
perubahan perkemihan, dapat timbul dalam lebih dari satu gangguan. Selama
pengkajian, perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala seperti urgensi,
disuria, frekuensi, poliuria, oliguria, nokturia, dll. Perawat juga mengkaji
pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor presipitasi atau
memperburuk gejala tersebut.
b. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik memungkinkan perawat memperoleh data untuk menentukan
keberadaan dan tingkat keparahan masalah eliminasi urine.
Kulit. Perawat mengkaji kondisi kulit klien. Masalah eliminasi urine sering
dikaitkan dengan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat mengkaji
status hidrasi klien dengan mengakji turgor kulit dan mukosa mulut.
Ginjal. Apabila ginjal terinfeksi atau mengalami peradangan, biasanya akan
timbul nyeri di daerah pinggul. Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di
daerah pinggul pada awal penyakit pada saat memperkusi sudut
kostovertebrata (sudut yang dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk
ke-12). Peradangan ginjal menimbulkan nyeri selama perkusi dilakukan.
c. Pengkajian Urine
Asupan dan Haluaran. Perubahan dalam volume urine merupakan indikator
perubahan cairan atau penyakit ginjal yang signifikan. Sementara memberi
asuhan kepada klien, perawat mengkaji volume urine dengan mengukur
haluaran urine setiap kali klien berkemih. Perawat melaporkan setiap
peningkatan atau penurunan volume yang ekstrem.
Karakteristik Urine. Perawat menginspeksi warna, kejernihan, dan bau urine.
- Warna. Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan
sampai kuning-coklat, tergantung pada kepekatan urine.
22
- Kejernihan. Urine yang normal tampak transparansaat dikeluarkan. Urine
yang baru dikeluarkan oleh klien dengan penyakit ginjal dapat tampak
keruh atau berbusa akibat tingginya konsentrasi protein. Urine juga akan
tampak pekat dan keruh akibat adanya bakteri.
- Bau. Urine memiliki bau yang khas. Semakin pekat urine, semakin kuat
baunya. Urine yang dibiarkan dalam jangka waktu lama akan
mengeluarkan bau amonia.
Menurut Nursalam, hal-hal yang harus dikaji pada klien dengan glomerulonefritis
adalah:
1. Kaji riwayat kesehatan; pusatkan pada infeksi yang terakhir atau gejala gangguan
imunologis kronis (systemic lupus erythematosus dan skleroderma).
2. Kaji spesimen urine untuk mengetahui adanya darah, protein, warna, dan jumlah.
3. Lakukan pemeriksaan fisik, khususnya amati tanda edema, hipertensi,
hipovolemia (pembesaran vena leher dan peningkatan tekanan vena jugular),
pengembangan bunyi paru, dan kardiak aritmia.
4. Evaluasi status jantung dan laboratorium serum untuk ketidakseimbangan larutan
dan elektrolit.
1. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal yang b.d cedera pada fungsi
glomerulus
2. Kelebihan volume cairan b.d gangguan fungsi ginjal
3. Nyeri kronis b.d ketidakmampuan fisik kronik
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuan
mengabsobsi nutrisi (mual/muntah)
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
23
2. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosis NOC NIC1 Ketidakefektifan perfusi
jaringan ginjal yang b.d cedera pada fungsi glomerulusDitandai dengan: DS: terdapat darah dalam
urine DO: hipertensi, anemia,
diuresis, edema, proteinuria, albuminuria
Urinalisis : hematuria Pemeriksaan darah:
peningkatan BUN-kreatinin, albumin rendah, lipid meningkat, dan antitripsin meningkat
Biopsi dengan jarum: terdapat sumbatan pada kapiler glomerulus dari proliferasi sel endotel
Meningkatkan fungsi ginjal
1. Monitor tanda vital serta atur asupan dan pengeluaran diet selama fase kronis
2. Istirahat di tempat tidur (bedrest) selama fase kronis hingga BUN, kreatinin, dan tekanan darah normal (istirahat juga membantu diuresis)
3. Berikan obat sesuai resep dan evaluasi respons klien untuk mengantisipasi: diuretik, penghambat H2, agen pengikat fosfat, dan antibiotik (jika ada infeksi)
2. Kelebihan volume cairan b.d gangguan fungsi ginjalDitandai dengan: DS: badan bengkak-
bengkak DO: moon face, edema
ekstremitas, proteinuria, hipertensi, anemia, diuresis.
Urinalisis: hematuria Pemeriksaan darah:
peningkatan BUN-kreatinin, albumin rendah, lipid meningkat, dan antitripsin meningkat
Biopsi dengan jarum: terdapat sumbatan pada kapiler glomerulus dari
Memperbaiki keseimbangan cairan
1. Monitor keseimbangan cairan secara seksama, ganti cairan sesuai cairan yang hilang (urine, respirasi, dan feses), dan ukur berat badan setiap hari
2. Monitor tekanan arteri pulmonal dan tekanan vena pusat (CPV), jika diindikasikan
3. Monitor tanda dan gejala CHF,
24
proliferasi sel endotel distensi vena leher, takikardia, irama gallop, pembesaran dan pengerasan liver, serta bunyi crackles di dasar paru
4. Observasi enselofati hipertensi dan berbagai kejadian saat beraktivitas.
3. Nyeri kronik b.d. ketidak-mampuan fisik kronik
Mendiskribkan
faktor
penyebab nyeri
secara
sederhana
Memakai
pengobatan
preventif
Memakai terapi
non-analgesik
Menggunakan
terapi analgesik
yang
terekomendasi
Melaporkan
perubahan
Manajemen nyeri
Definisi: mengurangi
atau me-ringankan
nyeri yang dirasa-kan
pasien.
1. Kaji lokasi nyeri:
lokasi,
karakteristik,
onset/ durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas
keparahan nye-ri,
dan presipitasi
nyeri.
2. Observasi keluhan
keti-daknyamanan
25
nyeri kepada
para medis
Melaporkan
gejala yang
tidak terkontrol
kepada para
medis
Melaporkan
nyeri terkontrol
Level nyeri (pain
level)
Definisi: observasi
atau melaporkan
keburukan nyeri
Melaporkan
keparahan
nyeri
Mengobservasi
tahapan nyeri
verbal, terutama
ketika tidak da-pat
berkomunikasi
secara efektif.
3. Gunakan starategi
komunikasi
terapeutik untuk
mengetahui
pengalaman nyeri
dan sampaikan
respon pasien
tentang nyeri
4. Eksplor
pengetahuan pasien
tentang nyeri.
5. Cari tau tentang
dampak nyeri
terhadap kualitas
hidup (mis. Tidur,
napsu makan,
aktifitas, kognitif,
suasana hati,
pekerjaan,
hubungan dengan
orang lain, )
6. Eksplor bersama
pasien tentang
faktor yang dapat
memperingan/
memperburuk
26
nyeri.
7. Evaluasi riwayat
penyakit terdahulu
tentang nyeri baik
dari pasien sendiri
atau keluarga yang
mempunyai
riwayat nyeri
ronik.
8. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri terdahulu
dengan pasien dan
tim kesehatan.
9. Dampingi pasien
dan keluarga ketika
memerlukan
dukungan.
10. Pilih implementasi
untuk penanganan
nyeri (farmakologi,
non farmakologi,
interpersonal)
11. Ajarkan untuk
memakai tehnik
non farmakologi
(mis. Hipnosisi,
relaksasi, terapi
musik, dan masase)
12. Pantau pasien
27
ketika mengunakan
metode
farmakologi
13. Ajarkan pasien
tentang metode
farmakologi
14. Periksa level
ketidaknyamanan
pada pasien, catat
perubahannya
dimedikal record.
15. Dorong pasien
untuk
menceritakan
perasaan nyerinya.
4. Evaluasi1. Pengeluaran urine adekuat dan tanda vital stabil
2. Tidak terdapat edema, sesak napas, serta suara paru dan suara jantung
tambahan.
BAB III
PENUTUP
28
Kesimpulan
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan lama di sel-sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah
cedera dan peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah
dalam urin) dan proteinuria (protein dalam urin) ringan.
Glomerulusnefritis akut adalah istilah yang secara luas digunakan yang
mengacu pada sekelompok penyakit ginjal dimana inflamasi terjadi di glomerulus.
Pada hampir semua tipe glomerulonefritis, imunoglobulin utama, IgG (antibodi) yang
ditemukan di serum manusia, dapat dideteksi pada dinding kapiler glomerular. Akibat
dari reaksi antigen-antibodi, agregat molekul (kompleks0 dibentuk dan beredar ke
seluruh tubuh. Beberapa dari kompleks ini terperangkap di glomerulus, suatu bagian
penyaring di ginjal, dan mencetuskan respons inflamasi.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FK UI.
2. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
3. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Jakarta: EGC.
4. Engram, Barbara. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan medikal-bedah. Jakarta:
EGC
5. Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak edisi 2.
Jakarta: EGC.
7. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 2 Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
8. Richard EB. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 3 edisi 15. Jakarta:
EGC.
30