Download - MAKALAH MTHT KEL XIII finall.doc
SEORANG WANITA DENGAN MATA TENANG
PENGLIHATAN BURAM
KELOMPOK XIII
030.08. 307 Syarifah Zawani Bt Tuan S 030.08.241 Timothea Stephanie
030.08.230 Stanley Permana 030.08.242 Tri Mustikawati
030.08.231 Stefanry 030.08.243 Tri Novia Maulani
030.08.232 Stephanie M C 030.08.244 Tri Wahyuni ngsih
030.08.235 Suryo Nugroho S 030.08.247 Valdilla Arcie Gayatri
030.08.236 Syahreza Manefo
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
18 Maret 2011
1
BAB I
PENDAHULUAN
Retinopati Diabetika merupakan salah satu dari empat kasus kebutaan yang paling
banyak terjadi di Amerika. Dari semua penderita diabetes mellitus, ditemukan 25%
mempunyai tipe Retinopati Diabetika yang lebih ringan dan 5% menderita tipe yang lebih
berat (retinopati proliferatif). Retinopati Diabetika merupakan penyulit yang penting. Hal ini
disebabkan oleh insidennya yang cukup tinggi (10-32,4%) dan prognosisnya yang tidak baik
terhadap penglihatan. Penderita diabetes mempunyai kecenderungan 25 kali lebih besar
mengalami kebutaan, dibandingkan penderita non diabetes mellitus. Di Amerika, Retinopati
Diabetika menjadi penyebab kebutaan tersering pada penduduk usia 20-64 tahun. Di Inggris,
Retinopati Diabetika juga menjadi penyebab kebutaan tersering pada pasien berumur 30-60
tahun.
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Sejak tahun 1990, beberapa
penelitian epidemiologi telah dilakukan pada sekelompok populasi penduduk yang
menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan didapatkan bahwa kelainan ini banyak
ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-
15%. Data ini berbeda dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye
Study yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%.
Katarak adalah hilangnya kejernihan lensa kristalin dari mata. Berdasarkan WHO, di
negara berkembang 1 - 3 % penduduk mengalami kebutaan dan 50 % penyebabnya adalah
katarak. Sedangkan untuk negara maju perbandingannya adalah 1,2 % penyebab kebutaan
adalah katarak.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Data Pasien
Nama : Ny. Suwati
Usia : 53 tahun
Pekerjaan : Guru
Status : Menikah
Alamat : Jl. Jambu no. 10 Jakarta Barat
Keluhan Utama
Penglihatan buram dengan mata tenang
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan keluhan penglihatan buram dikedua mata sudah
berlangsung selama 6 bulan, dan semakin lama semakin parah. Buram dirasakan bila melihat
jauh dan dekat. Mata kiri lebih parah daripada mata kanan. Kadang-kadang mata silau bila
pasien melihat cahaya yang terlalu terang, tetapi saat malam hari juga pasien merasa tambah
buram.
Pasien pernah ke optik untuk mencoba menggunakan kacamata, tetapi tidak ada
ukuran yang cocok untuknya. Sejak muda pasien tidak pernah menderita gangguan
penglihatan mata
Riwayat Diabetes melitus yang kurang terkontrol sejak 8 tahun yang lalu. Hipertensi 1
tahun terakhir. Pemeriksaan gula darah 1 minggu yang lalu 165 mg/dl.
3
Hasil Pemeriksaan
Status Generalisata
Keadaaan umum : baik, composmentis
TB/BB : 158 cm/70 kg
TV :Suhu : Afebris
TD :140/90 mmHg
RR : 18x/menit
Nadi :76x/menit
Kepala : status oftamologis
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Status Oftamologis
OD OS
6/15, tidak dapat dikoreksi Visus 1/60, tidak dapat dikoreksi
Normal Palpebra Normal
Normal Konjungtiva Normal
Jernih Kornea Jernih
Bulat, diameter 3 mm, refleks
cahaya direk indirek +/+Iris/Pupil
Neovaskularisasi (+),
diameter 3 mm, refleks
cahaya direk indirek +/+
Keruh, tipis Lensa Keruh, tipis
Jernih Fundus Perdarahan vitreous (+)
4
Bulat, CD 0,3, a/v:1/3, vena
berkelok-kelok
Papil Bulat, neovaskularisasi (+),
CD 0,3, a/v:1/3, vena
berkelok-kelok
Hard exudate sedikit, Edema- Makula Hard exudate, edema (+)
Soft exudate, flame shaped
hemorrhages, dot, blot
Retina Soft exudate, flame shaped
hemorrhages dot, blot,
neovaskularisasi
15mm Hg TIO 17 mmHg
Normal Gerak bola mata Tidak ada hambatan
Normal Lapang pandang Tidak bisa dinilai
5
BAB III
PEMBAHASAN
Data Pasien
Nama : Ny. Suwati
Usia : 53 tahun
Pekerjaan : Guru
Status : Menikah
Alamat : Jl. Jambu no. 10 Jakarta Barat
Keluhan Utama
Penglihatan buram dengan mata tenang
Masalah:
Visus turun dengan mata tenang
Berdasarkan masalah pasien, hipotesis yang dapat dipikirkan berdasarkan klasifikasi mata
tenang dengan visus turun antara lain:
1. Visus turun mendadak:
Ablasio retina
Perdarahan badan kaca
Oklusi arteri retina centralis
Oklusi vena retina centralis
Neuritis optika
Iskemik optik neuropati akut
Gangguan jalur penglihatan
6
2. Visus turun perlahan
Glaukoma
Katarak
Retinopati
Korioretinitis
Degenerasi macula
Retinitis pigmentosa
3. Visus turun karena kelainan refraksi
Miopia
Hipermetropi
Afakia
Astigmatisma
Presbiopia
Anamnesis yang perlu ditambahkan antara lain berdasarkan hipotesa diatas yaitu:
1. Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan keluhan penglihatan buram mulai dirasakan? Bagaimana
perjalanan keluhan tersebut? Apakah bertambah parah, sudah membaik
menetap atau hilang timbul? Penglihatan buram kalau melihat jauh atau dekat?
Apakah penglihatan buram dikedua mata atau salah satu mata saja?
Apakah ada gejala lain yang menyertai seperti mual muntah, pusing?
Apakah ada pandangan seperti berkabut?
Bila melihat ke samping ke kanan dan kiri kelihatan tidak?
Apakah penglihatan ada perbaikan setelah pakai kacamata?
7
Bagaimana penglihatan saat malam hari?
Apakah ada silau saat melihat cahaya terang?
2. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pernah mengalami penyakit mata yang sama?
Apakah pernah mengalami trauma?
Apakah ada riwayat penyakit sistemik seperti DM, Hipertensi, infeksi,
keganasan?
Apakah ada riwayat operasi mata
3. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga yang mengalami hal seperti ini sebelumnya?
Apakah ada riwayat penyakit sistemik seperti DM, Hipertensi, infeksi,
keganasan?
4. Riwayat pengobatan
Apakah sebelumnya pernah mendapat pengobatan? Obat apa yang
dikonsumsi?
Hasil anamnesis tambahan:
Riwayat penyakit sekarang
Penglihatan buram dikedua mata sudah berlangsung selama 6 bulan, dan
semakin lama semakin parah →menunjukkan adanya progresifitas yang buruk
sehinggadapat disimpulkan visus turun perlahan
Buram dirasakan bila melihat jauh dan dekat. Mata kiri lebih parah daripada
mata kanan.
Kadang-kadang mata silau bila pasien melihat cahaya yang terlalu terang,
tetapi saat malam hari juga pasien merasa tambah buram.
8
Pasien pernah ke optik untuk mencoba menggunakan kacamata, tetapi tidak
ada ukuran yang cocok untuknya. Sejak muda pasien tidak pernah menderita
gangguan penglihatan mata→ menunjukkan bukan adanya kelainan refraksi
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Diabetes melitus yang kurang terkontrol sejak 8 tahun yang lalu.
Hipertensi 1 tahun terakhir.
Pemeriksaan gula darah 1 minggu yang lalu 165 mg/dl.
Berdasarkan hasil anamnesis tambahan yang diperoleh dari pasien ini, hipotesis yang paling
memungkinkan adalah menurut klasifikasi visus menurun perlahan dengan mata tenang:
Glaukoma kronik
Kelainan mata glaukoma ditandai dengan:
o peninggian tekanan intraokular
o penggaungan dan atrofi papil n.opticus
o defek lapang pandang
Faktor resiko glaukoma: Usia >40 tahun, herediter, riwayat DM dan hipertensi.
Ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengaliran aqueous humour
TIO meningkat
Menekan papil n opticus
Gangguan nutrisi papil n. opticus
Degenerasi papil n. Opticus
Gangguan penglihatan dan defek lapang pandang
Katarak
Keadaaan kekeruhan lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa dan
denaturasi protein atau kedua-duanya. 9
Gejala pasien katarak:
o Penglihatan seperti asap
o Penglihatan menurun secara progresif
o Silau bila melihat cahaya terang.
Faktor resiko: Usia, riwayat DM, trauma, bahan kimia, herediter
Pada katarak jenis senilis ditemukan kapsul dari lensa yang menebal dan
kurang elastis, densitas sel epitel menurun, serat lensa irreguler, transparansi
menurun sehingga timbul kekeruhan lensa.
Konsentrasi hiperglikemia
Air di lensa<<
Kadar glukosa di aqueous humor meningkat
Glukosa menarik air di lensa
Kekeruhan lensa denaturasi protein
Katarak
Retinopati diabetik
Kelainan retina yang ditemukan pada penderita diabetes mellitus.
Faktor resiko:
o Lama menderita DM
o Metabolisme yang tidak terkontrol
o Hamil
10
Usia + DM
o Hipertensi
o Nefropati
Patogenesis terjadi retinopati diabetik:
Kelemahan dinding kapiler microaneurisma
Permeabilitas kapiler meningkat
Perdarahan intraretinal oedem infiltrasi
Peningkatan agregasi platelet lipid
Transport O2 ke retina terganggu
Iskemik hard exudate
Hipoksia
Av shunt proliferasi sel endotel pembuluh darah macula
Neovaskularisasi visus turun
Hipertensi terjadi vascular leakage perdarahan
Vasokonstriksi arteri retina odem hard exudate
Degenerasi otot dinding pembuluh darah
Merusak endotel
Infiltrasi plasma dan fibrin
Transport O2 ke retina terganggu
iskemik11
Kerusakan struktur dari kapiler:
*hilang perisit
* penebalan dari membran basalis
*kerusakan endotel dan proliferasi
hipoksia
terbentuk sklerosis berubah warna perak
Av crossing
Degenerasi macula
Terjadi akibat senilitas terjadi degenerasi sekitar macula sehingga visus turun.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah:
1. Status generalisata: tanda vital dan keadaan umum
2. Status lokalis:
Pemeriksaan visus
Pemeriksaan TIO dengan manual (palpasi) dan schiotz
Oftalmoskopi
Pemeriksaan lapang pandang dengan perimeter/ campimeter
Pemeriksaan refleks cahaya
Pemeriksaan gerak bola mata
Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin
Hasil Pemeriksaan
Status Generalisata
Keadaaan umum : baik, composmentis
TB/BB : 158 cm/70 kg → BMI:28 (obese klas 1)
TV :Suhu : Afebris
TD :140/90 mmHg → hipertensi grade 1
12
RR : 18x/menit
Nadi :76x/menit
Kepala : status oftamologis
Thorax : Normal
Abdomen : Normal
Interpretasi hasil pemeriksaan status oftamologis:
OD:
Visus 6/15, tidak dapat dikoreksi: menunjukkan pasien hanya dapat baca huruf pada
jarak 6 meter, yang oleh orang normal dapat membaca pada jarak 15 meter. Tidak
dapat dikoreksi berarti bukan disebabkan hanya kelainan refraksi tetapi mungkin
adanya kelainan sistemik.
Palpebra, konjungtiva, kornea, iris/pupil dalam keadaan normal
Lensa keruh, tipis: kemngkinan hipotesis katarak
Fundus media jernih: normal
Papil bulat: normal
CD 0,3 : normal, dengan ini dapat menyingkirkan hipotesis adanya glaukoma
a/v ratio 1/3: menunjukkan adanya oklusi. Hipotesis yang memungkinkan adalah
retinopati diabetik dan retinopati hipertensif
Vena berkelok-kelok: hipotesis yang memungkinkan retinopati diabetik
Hard exudate sedikit pada makula: menunjukkan adanya kebocoran lipid. Hipotesis
yang memungkinkan retinopati diabetik dan retinopati hipertensif.
Retina terdapat soft exudate menunjukkan adanya iskemik. Hipotesis: retinopati
diabetik
Flame shapped hemorrages, dot, blot menunjukkan adanya pecah kapiler atau
permeabilitas yang meningkat. Hipotesis: retinopati diabetik
13
TIO normal menunjukkan tidak adanya glaukoma, gerakan bola mata dan lapang
pandang normal
OS:
Visus 1/60, tidak dapat dikoreksi: menunjukkan pasien dapat menyebutkan jumlah jari
dari jarak 1 meter. Tidak dapat dikoreksi berarti bukan disebabkan hanya kelainan
refraksi tetapi mungkin adanya kelainan sistemik.
Palpebra, konjungtiva, kornea dalam keadaan normal
Iris/pupil: neovaskularisasi (+) menunjukkan adanya proliferasi sel endotel pembuluh
darah. Diameter dan refleks cahaya dalam batas normal.
Lensa keruh, tipis: kemngkinan hipotesis katarak
Fundus media: perdarahan vitreous (+) disebabkan oleh pecahnya neovaskularisasi
Papil bulat: normal
Papil: neovaskularisasi (+) menunjukkan adanya proliferasi sel endotel pembuluh
darah.
CD 0,3 : normal, dengan ini dapat menyingkirkan hipotesis adanya glaukoma
a/v ratio 1/3: menunjukkan adanya oklusi. Hipotesis yang memungkinkan adalah
retinopati diabetik dan retinopati hipertensif
Vena berkelok-kelok: hipotesis yang memungkinkan retinopati diabetik
Hard exudate pada makula: menunjukkan adanya kebocoran lipid. Hipotesis yang
memungkinkan retinopati diabetik dan retinopati hipertensif.
Edema makula: menunjukkan adanya kebocoran air. Hipotesis: retinopati diabetik dan
retinopati hipertensif.
Retina: soft exudate menunjukkan adanya iskemik. Hipotesis: retinopati diabetik dan
hipertensif
Retina: Flame shapped hemorrages, dot, blot menunjukkan adanya pecah kapiler atau
permeabilitas yang meningkat. Hipotesis: retinopati diabetik dan hipertensif
14
Retina: Neovaskularisasi(+) menunjukkan proliferasi sel endotel pembuluh darah
TIO normal: menunjukkan tidak adanya glaukoma, gerakan bola mata dalam batas
normal
Lapang pandang tidak bisa dinilai karena visus pasien 1/60
Diagnosis kerja
OD:
1. Non Proliferatif Retinopati Diabetik, berdasarkan:
Faktor resiko pada pasien: Usia, Riwayat penyakit DM tidak tekontrol,
hipertensi, lamanya terkena DM, obese.
Keluhan pasien: ada penurunan visus yang perlahan sejak 6 bulan lalu.
Pemeriksaan fisik: adanya hipertensi stage 1, BMI: 28 termasuk dalam
kategori obese kelas 1
Status oftamologi: Visus 6/15 dan tidak dapat dikoreksi, Flame
shapped hemorrages, dot, blot, hard exudate, soft exudate, Vena
berkelok-kelok
2. Retinopati hipertensif, berdasarkan:
Faktor resiko pada pasien: Usia, Riwayat penyakit DM tidak tekontrol,
hipertensi, lamanya terkena DM, obese.
Keluhan pasien: ada penurunan visus yang perlahan sejak 6 bulan lalu
Pemeriksaan fisik: adanya hipertensi stage 1, BMI: 28 termasuk dalam
kategori obese kelas 1
Status oftamologi: Visus 6/15 dan tidak dapat dikoreksi, flame
shapped hemorrages, dot, blot, hard exudate, soft exudate, Vena
berkelok-kelok, a/v 1/3
3. Katarak diabetik, berdasarkan:
15
Faktor resiko pada pasien: Usia, Riwayat penyakit DM tidak tekontrol,
hipertensi, lamanya terkena DM, obese.
Keluhan pasien: ada penurunan visus yang perlahan sejak 6 bulan lalu,
adanya penglihatan buram pada malam hari, silau apabila melihat
cahaya terang, tidak dapat dikoreksi dengan kacamata
Status oftamologi: lensa yang keruh
OS:
1. Proliferatif Retinopati diabetik, berdasarkan:
Faktor resiko pada pasien: Usia, Riwayat penyakit DM tidak tekontrol,
hipertensi, lamanya terkena DM, obese.
Keluhan pasien: ada penurunan visus yang perlahan sejak 6 bulan lalu.
Pemeriksaan fisik: adanya hipertensi stage 1, BMI: 28 termasuk dalam
kategori obese kelas 1
Status oftamologi: Visus 6/15 dan tidak dapat dikoreksi, Flame
shapped hemorrages, dot, blot, hard exudate, soft exudate, Vena
berkelok-kelok. Edema macula, perdarahan vitreous, neovaskularisasi
pada retina, papil dan iris.
2. Retinopati hipertensif. Alasan ditegakkan diagnosis sama dengan mata
kanan(OD)
3. Katarak diabetik. Alasan ditegakkan diagnosis sama dengan mata kanan(OD)
Penatalaksanaan
1. Kontrol tekanan darah dan gula darah
2. Memperbaiki pola hidup: diet rendah lemak, rendah garam, olahraga, batasi
karbohidrat
3. OD: fotokoagulasi laser
OS:
16
Perdarahan vitreus: tunggu penyerapan sendiri dulu, jika tidak berhasil
vitrektomi.
Foto koagulasi laser
Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad malam (OS)
Dubia ad bonam (OD)
Ad sanationam : Dubia ad malam
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. RETINOPATI DIABETIKA
Diabetes mellitus merupakan gangguan dari metabolisme karbohidrat, dimana tepung
dan gula tidak disimpan atau dipakai dengan semestinya. Hal ini menimbulkan gangguan pula
17
pada nutrisi jaringan diseluruh tubuh, termasuk mata. Pengobatannya dengan diit dan insulin,
dapat memperpanjang umur penderita diabetes mellitus, sehingga proses degenerasi dimata
menjadi bertambah penting. Yang paling khas adalah penyulitnya di retina.
Retinopati diabetika merupakan suatu gangguan pada mata yang disebabkan akibat
penyakit diabetes mellitus yang diderita dalam waktu yang relatif lama. Jumlah insidens
penderitanya yang cukup tinggi ditambah pula dengan manifestasi klinis tahap akhir berupa
kebutaan.
Patogenesa
Beberapa teori dikatakan dapat menyebabkan terjadinya retinopati diabetika. Namun
terdapat 2 buah teori yang paling banyak menarik perhatian para pakar, yaitu :
1. Teori Enzim katalisis aldose reduktase.
Enzim ini akan mengkatalisa perubahan glukosa menjadi sorbitol. Bila kadar glukosa
intraselular meningkat, hal ini akan meningkatkan pula kadar sorbitor intraselular,
yang kemudian akan menghambat sintesis mio-inositol yang terdapat pada glomerular
dan jaringan saraf. Penurunan kadar mio-inositol ini akan menurunkan metabolisme
fosfo-inositidin, yang kemudian akan menurunkan aktivitas dari Na-K-ATPase dan
memperburuk kerusakan mikrovaskular.
2. Teori protein Aminoguanidin.
Aminoguanidin ( suatu fraksi dari protein esensial ) , melalui mekanisme yang masih
terus diselidiki, pada tikus tikus percobaan ternyata dapat memperlambat pertambahan
mikroaneurisma dan penumpukan deposit protein pada kapiler kapiler di retina.
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati, sebagai akibat dari gangguan
metabolik, yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi. Peningkatan gula darah sampai
ketinggian tertentu, mengakibatkan keracunan sel sel tubuh, terutama darah dan dinding
pembuluh darah, yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini merupakan penggabungan
irreversibel dari molekul glukosa dengan protein yang disebut proses glikosilase protein.
Dalam keadaan normal, proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9%, sedang pada
penderita diabetes mencapai 20%. Glikosilase ini dapat mengenai isi dan dinding pembuluh
darah, yang secara keseluruhan dapat menyebabkan meningkatnya viskositas darah, gangguan
aliran darah, yang dimulai pada aliran didaerah sirkulasi kecil, kemudian disusul dengan
18
gangguan pada daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan yang diurusnya.
Kelainan kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina, yang dapat
diamati dengan melakukan
1. fundus fluorescein angiography
2. pemotretan dengan menggunakan film berwarna
3. oftalmoskop langsung dan tak langsung
4. biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang dindingnya menebal dan
mempunyai affinitas yang besar terhadap fluoresein. Keadaan ini menetap untuk waktu yang
lama tanpa mengganggu penglihatan. Dengan melemahnya dinding kapiler, maka akan
menonjol membentuk mikroaneurisma. Mula mula keadaan ini terlihat pada daerah kapiler
vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik titik merah pada oftalmoskop. Adanya 1-2
mikroaneurisma sudah cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika. Pada keadaan lanjut,
mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun arteri. Baik kapiler
yang abnormal maupun aneurisma menibulkan kebocoran, yang tampak sebagai edema,
eksudat, perdarahan, di sekitar kapiler dan mikroaneurisma.
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila terdapat di daerah
makula, edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi yang hebat dan berlangsung dalam waktu
relatif lama akan menyebabkan degenerasi kistoid. Bila hal ini terjadi di daerah makula,
ketajaman penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada keadaan semula
meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan.
Perdarahan selain akibat kebocoran juga dapat disebabkan oleh karena pecahnya
mikroaneurisma. Kebocoran lipoprotein, tampak sebagai eksudat keras, menyerupai lilin
berkelompok yang berbentuk lingkaran di daerah makula, yang disebut bentuk sirsiner
berwarna putih kekuning kuningan. Eksudat lemak ini didapatkan pada penderita yang gemuk
dengan kadar lemak darah yang tinggi.
Akibat perubahan isi dan dinding pembuluh darah, dapat menimbulkan penyumbatan
yang dimulai di kapiler, kearteriola, dan pembuluh darah besar ; karenanya timbul hipoksi,
disusul dengan daerah iskemik kecil dan timbulnya kolateral kolateral. Hipoksi mempercepat
timbulnya kebocoran, neovaskularisasi, dan mikroaneurisma yang baru. Akibat hipoksi timbul
eksudat lunat yang disebut cotton wool patch, yang merupakan bercak nekrose.
Pembuluh darah vena melebar dengan lumen dan diameter yang tidak teratur. Juga
disini terjadi kebocoran dan penyumbatan, sehingga didapatkan perdarahan sepanjang
19
pembuluh darah vena. Gangguan aliran darah vena juga merangsang timbulnya pembuluh
darah baru yang dapat timbul dari pembuluh darah yang ada di papil atau dimana saja.
Bentuknya dapat berupa gulungan atau rete mirabile. Letaknya intraretina dan menjalar
menjadi preretina. Neovaskularisasi ini diikuti kemudian diikuti dengan jaringan proliferasi.(5)
Bila jaringan fibrivaskular ini mengkerut dapat menimbulkan perdarahan dan tarikan pada
retina sehingga menyebabkan ablasi retina dengan atau tanpa robekan. Hal ini dapat
menimbulkan penurunan ketajaman penglihatan sampai kebutaan. Perdarahan yang timbul
didalam badan kaca dapat menyebabkan glaukoma hemoragik, yang sangat sakit dan
menimbulkan kebutaan. Perdarahan di dalam badan kaca juga diikuti dengan pembentukan
jaringan fibrotik yang disertai neovaskularisasi, yang juga dapat mengkerut dan menyebabkan
ablasi retina dan kebutaan. Dengan demikian, bila tidak diambil tindakan, retinopati diabetika
cepat atau lambat akan berakhir dengan kebutaan.
Neovaskularisasi juga timbul pada permukaan iris yang disebut rubeosis iris, yang
dapat menimbulkan glaukoma akibat tertutupnya sudut bilik mata oleh pembuluh darah baru
tersebut dan juga akibat perdarahan, karena pecahnya rubeosis iris.
Manifestasi klinis
Penurunan ketajaman pada penglihatan sentral berlangsung secara perlahan lahan,
tergantung dari lokalisasi, luas dan beratnya kelainan.
Timbulnya gangguan visus, pada masa sebelum dibentuk jaringan
fibrovaskuler, tergantung dari besar dan lokasi kelainan. Edema, eksudat, perdarahan yang
terdapat di daerah makula, yang disebut makulopati, cepat menimbulkan gangguan
penglihatan. Pada umumnya visus pada stadium ini masih baik, tetapi bila sudah terjadi
pembentukan jaringan fibrovaskuler, gangguan visus pasti menyusul.
Kelainan kelainan yang didapat pada retinopati diabetika :
1. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler retina.
2. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler. Merupakan tanda awal dari
retinopati diabetika
3. Eksudat berupa :
a. hard eksudat : berwarna kuning karena eksudasi plasma yang lama. Pada
angiografi fluoresin tampak sebagai kebocoran fluoresin diluar pembuluh
darah. Terutama terdiri dari lipid yang didapatkan pada hiperlipoproteinemia.
20
b. cotton wool patch : berwarna putih, tidak berbatas tegas, dihubungkan dengan
iskemik retina.
4. Shunt arteri vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi kapiler
5. Pelebaran vena, lumennya tidak teratur, berkelok kelok, terjadi akibat kelainan
sirkulasi. Dapat disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
6. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau karena pecahnya kapiler.
7. Akibat proliferasi sel sel endotel, timbul neovaskularisasi, tampak sebagai pembuluh
darah yang berkelok kelok, yang merupakan tanda awal dari penyakit yang berat.
Mula mula terdapat pada retina, kemudian menjalar ke preretina untuk kemudian
masuk kedalam badan kaca. Bila neovaskularisasi ini pecah dapat menimbulkan
perdarahan di retina, preretina, dan juga didalam badan kaca.
8. Neovaskularisasi preretina diikuti pula dengan proliferasi sel glia.
9. Edema makula, kondisi ini merupakan penyebab utama dari gangguan penglihatan
pada pasien pasien diabetes. Dalam setahunnya di Amerika, didapatkan 75.000 kasus
baru.
Berdasarkan kelainan diatas. Daniel Vaughan membagi klasifikasi retinopati dibaetikum
menjadi beberapa stadium :
I. Mikroaneurisma, yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan makula ; dengan vena sedikit melebar dan secara
histologis didapatkan mikroaneurisma di kapiler bagian vena dilapisan nuklear
luar.
II. Vena melebar ; tampak eksudat kecil kecil seperti lilin, tersebar, dan terletak
dilapisan pleksiform luar.
III. Stadium II + cotton wool patches, sebagai akibar iskemik pada arteriola
terminal.
IV. Vena vena melebar, sianosis, disertai sheating pembuluh darah. Perdarahan
nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan retina dan preretina.
V. Perdarahan besar di retina dan preretina, juga infiltrasi ke badan kaca.
Disusul dengan terjadinya retinitis proliferans, yang diakibarkan timbulnya
jaringan fibrotik dan neovaskularisasi.
21
Derajat retinopati ini berhubungan erat dengan lamanya diabetes melitus diderita.
Pengobatan yang baik dapat memperlambat timbulnya retinopati, namun sekali timbul,
tampaknya tidak ada satu obatpun yang mampu mempengaruhi jalannya keadaan ini.
Diabetes pada orang muda, dapat menyebabkan retinopati diabetes yang hebat dalam 20 tahun
meskipun dikontrol dengan baik.(2)
Beberapa keadaan yang dapat memperberat retinopati diabetes adalah
1. arteriosklerosis dan hipertensi arteri
2. hipoglikemi
3. hiperlipoproteinemi
4. kehamilan pada penderita diabetes juvenilis.
Adapun yang membagi stadium retinopati diabetikum menjadi dua (2) stadium yaitu:
Retinopati diabetik terdiri dari 2 stadium, yaitu :
Retinopati nonproliferatif.
Merupakan stadium awal dari proses penyakit ini. Selama menderita diabetes,
keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah kecil pada mata melemah. Timbul
tonjolan kecil pada pembuluh darah tersebut (mikroaneurisma) yang dapat pecah sehingga
membocorkan cairan dan protein ke dalam retina. Menurunnya aliran darah ke retina
menyebabkan pembentukan bercak berbentuk “cotton wool” berwarna abu-abu atau putih.
Endapan lemak protein yang berwarna putih kuning (eksudat yang keras) juga terbentuk
pada retina. Perubahan ini mungkin tidak mempengaruhi penglihatan kecuali cairan dan
protein dari pembuluh darah yang rusak menyebabkan pembengkakan pada pusat retina
(makula). Keadaan ini yang disebut makula edema, yang dapat memperparah pusat
penglihatan seseorang.
Retinopati proliferatif
Retinopati nonproliferatif dapat berkembang menjadi retinopati proliferatif yaitu
stadium yang lebih berat pada penyakit retinopati diabetik. Bentuk utama dari retinopati
proliferatif adalah pertumbuhan (proliferasi) dari pembuluh darah yang rapuh pada
permukaan retina. Pembuluh darah yang abnormal ini mudah pecah, terjadi perdarahan
pada pertengahan bola mata sehingga menghalangi penglihatan. Juga akan terbentuk
22
jaringan parut yang dapat menarik retina sehingga retina terlepas dari tempatnya. Jika
tidak diobati, retinopati proliferatif dapat merusak retina secara permanen serta bahagian-
bahagian lain dari mata sehingga mengakibatkan kehilangan penglihatan yang berat atau
kebutaan.(3)
Terapi
Pengobatan dari diabetes melitusnya sendiri dengan diit dan pemberian obat obat anti
diabetik. Kontrol gula yang ketat dapat menurunkan insidens dan perbutukan dari retinopati
diabetika ini, terutama pada penderita diabetes IDDM.
Fotokoagulasi dengan Xenon Arc Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator.
Dimana sinar dari alat tersebut ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan
jaringan parut di khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat
regresinya neovaskularisasi. Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran,
merangsang penyerapan cairan, mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya ablasi
retina, dengan harapan dapat menghambat menurunnya visus.
B. RETINOPATI HIPERTENSI
Hipertensi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas paling sering di
seluruh dunia. Kelainan pembuluh darah ini dapat berdampak langsung atau tidak langsung
terhadap sistem organ tubuh. Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik
perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi. Tanda-tanda pada
retina yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan
atau “nicking” arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape,
cotton-wool spots, dan edema papilla.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Terdapat teori
bahwa terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada
tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas
pembuluh darah.(4,5,6)
23
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara
generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme
autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi
akan kelihatan penyempitan arterioles retina secara generalisata.(4,5)
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan degenerasi hyalin. Pada tahap
ini akan terjadi penyempitan arteriolar yang lebih berat dan perubahan pada persilangan
arteri-vena yang dikenal sebagai ”arteriovenous nicking”. Terjadi juga perubahan pada refleks
cahaya arteriolar yaitu terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya sentral yang
dikenal sebagai ”copper wiring”.(4,5)
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan menimbulkan
kerusakan pada sawar darah-retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan
lipid, dan iskemik retina. Perubahan-perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai
gambaran mikroaneurisma, hemoragik, hard exudate dan infark pada lapisan serat saraf yang
dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini, dan
biasanya meripakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat berat.(4,5)
Akan tetapi, perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap hipertensi saja,
karena ia juga dapat terlihat pada pnyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain.
Perubahan yang terjadi juga tidak bersifat sequential. Contohnya perubahan tekanan darah
yang terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami
perubahan-perubahan lain terlebih dulu.
KLASIFIKASI
Klasifikasi tradisional retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh
Keith et al. Sejak itu, timbul bermacam-macam kritik yang mengkomentari sistem klasifikasi
yang dibuat oleh Keith dkk tentang relevansi sistem klasifikasi ini dalam praktek sehari-hari.
Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat tediri atas empat kelompok retinopati hipertensi
berdasarkan derajat keparahan. Namun kini terdapat tiga skema mayor yang disepakati
digunakan dalam praktek sehari-hari.(4)
Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)
24
Stadium Karakteristik
Stadium I Penyempitan ringan, sklerosis dan tortuosity arterioles retina;
hipertensi ringan, asimptomatis
Stadium II Penyempitan definitif, konstriksi fokal, sklerosis, dan nicking
arteriovenous; ekanan darah semakin meninggi, timbul beberapa
gejala dari hipertensi
Stadium III Retinopati (cotton-wool spot, arteriosclerosis, hemoragik); tekanan
darah terus meningkat dan bertahan, muncul gejala sakit kepala,
vertigo, kesemutan, kerusakan ringan organ jantung, otak dan fungsi
ginjal
Stadium IV Edema neuroretinal termasuk papiledema, garis Siegrist, Elschig spot;
peningkatan tekanan darah secara persisten, gejala sakit kepala,
asthenia, penurunan berat badan, dyspnea, gangguan penglihatan,
kerusakan organ jantung, otak dan fungsi ginjal
WHO membagikan stadium I dan II dari Keith dkk sebagai retinopati hipertensi dan
stadium III dan IV sebagai malignant hipertensi
Klasifikasi Scheie (1953)
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Ada diagnosis hipertensi tanpa abnormalitas pada retina
Stadium I Penyempitan arteriolar difus, tiada konstriksi fokal, pelebaran refleks
arterioler retina
Stadium II Penyempitan arteriolar yang lebih jelas disertai konstriksi fokal, tanda
penyilangan arteriovenous
Stadium III Penyempitan fokal dan difus disertai hemoragik, copper-wire arteries
Stadium IV Edema retina, hard eksudat, papiledema, silver-wire arteries
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology
Stadium Karakteristik
Stadium 0 Tiada perubahan
Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi
Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal25
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papiledema
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu table klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(5,6)
Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik
Mild Satu atau lebih dari tanda berikut :
Penyempitan arteioler menyeluruh
atau fokal, AV nicking, dinding
arterioler lebih padat (silver-wire)
Asosiasi ringan dengan
penyakit stroke, penyakit
jantung koroner dan
mortalitas kardiovaskuler
Moderate Retinopati mild dengan satu atau lebih
tanda berikut :
Perdarahan retina (blot, dot atau
flame-shape), microaneurysme,
cotton-wool, hard exudates
Asosiasi berat dengan
penyakit stroke, gagal
jantung, disfungsi renal dan
mortalitas kardiovaskuler
Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate
dengan edema papil : dapat disertai
dengan kebutaan
Asosiasi berat dengan
mortalitas dan gagal ginjal
Gambar 2. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah
hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).
26
Gambar 3. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam)
(A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)
Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema.
DIAGNOSIS
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi, pemeriksaan visus, pemeriksaan
tonometri terutama pada pasien lanjut usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat
kondisi di belakang lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti.
Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab lain retinopati selain
dari hipertensi.
Pasien dengan hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada
mata. Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau
stadium IV peubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis tidak memberikan
simptom pada mata.(4,5)
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui pemeriksaan
funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa didapatkan perubahan pada
vaskularisasi retina, infark koroid tetapi kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut
27
yang memberikan gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi
epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan, hipertensi akan
meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan terlihat sebagai gambaran copper wire
atau silver wire. Penebalan lapisan adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan
dibawah arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada bentuk
yang lebih ekstrem, kompresi ini dapat menimbulkan oklusi cabang vena retina (Branch
Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat
perdarahan intraretinal dalam bentuk flame shape yang mengindikasikan bahwa
perdarahannya berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant
hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalanan waktu akan terlihat
gambaran makula berbentuk bintang.(4,5)
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran mikroaneurisme yang
diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler yang paling lemah. Gambaran ini paling
jelas terlihat melalui pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat
menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga menimbulkan formasi
mikroanuerisma. Selain itu, perdarahan retina dapat terlihat. Ini akibat hilang atau
berkurangnya integritas endotel sehingga terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi
perdarahan. Bercak-bercak perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih
jelas dibandingkan dengan perdarahan yang terletak jauh dilapisan fleksiform luar. Edema
retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2 mekanisme. Hayreh membuat postulat bahwa
edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya
struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat
kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan
kapiler proksimal dengan transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen
plasma dari cairan edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein. Secara
histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang mengandung lipid.
Walaupun deposit lipid ini ada dalam pelbagai bentuk dan terdapat dimana-mana di dalam
retina, gambaran macular star merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini
muncul akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier.(4,5)
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk pengukuran
tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap terutama kadar hematokrit, kadar gula
darah, pemeriksaan elektrolit darah terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama 28
kreatinin, profil lipid dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan
termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang mungkin bermanfaat
dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.(4)
PENATALAKSANAAN
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus
akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika telah
terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati
lagi. Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda
retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan darah. Masih tidak
jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi mempunyai efek langsung terhadap
struktur mikrovaskuler. Penggunaan obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan
dinding arteri retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun terhadap
pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Pasien
dinasehati untuk menurunkan berat badan jika sudah melewati standar berat badan ideal
seharusnya. Konsumsi makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake
lemak tak jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu dibatasi
dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.(4,5)
C. KATARAK DIABETIKUM
Katarak diabetika merupakan perubahan lensa subkapsular progresif, bilateral, pada
pasien dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Orang-orang yang menderita katarak
diabetika akan menderita presbiopia lebih cepat, penurunan kemampuan akomodasi, serta
perubahan refraksi transien (biasanya miopia) sebagai akibat penignkatan kadar glukosa
dalam humor akuos yang memasuki lensa melalui difusi, yang kemudian glukosa tersebut
dikonversikan menjadi sorbitol oleh aldose reduktase, yang tidak dimetabolisme, yang
menyebabkan masuknya air dan pembengkakan lensa.
Diabetes mellitus akan menyebabkan katarak pada kedua mata dengan bentuk yang
khusus seperti terdapatnya tebaran kapas atau salju di dalam lensa. Kekeruhan lensa dapat
berjalan progresif sehingga terjadi gangguan penglihatan yang berat. Katarak diabetes
merupakan katarak yang dapat terjadi pada orang muda akibat terjadinya gangguan
keseimbangan cairan di dalam kaca atau tubuh secara akut29
Katarak pada pasien diabetes mellitus dapat terjadi dalam 3 bentuk:
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada lensa akan terlihat
kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut. Bila dehidrasi lama akan terjadi
kekeruhan lensa, kekeruhan akan hilang bila terjadi rehidrasi dan kadaar gula darah
normal kembali.
2. Pasien diabetes juvenil dan tua yang tidak terkontrol, dimana terjadi katarak serentak
pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snowflake atau bentuk piring subkapsular.
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara histologik dan biokimia
sama dengan pasien katarak nondiabetika.
Adapun patogenesis katarak diabetika menurut Pollreisz (2009) adalah sebagai berikut.
Enzim Aldose reduktase (AR) mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur
poliol, proses yang terkait dengan perkembangan katarak diabetika. Telah terbukti bahwa
akumulasi sorbitol intraseluler menimbulkan perubahan osmotik yang menghasilkan serat
lensa hidropik berdegenerasi dan membentuk katarak diabetika. Di dalam lensa, sorbitol
diproduksi lebih cepat daaripada konversi menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol
dehidrogenase. Selain itu, kutub sorbitol memiliki karakter mencegah perubahan
intraselulernya melalui difusi. Peningkatan akumulasi sorbitol menciptakan efek hiperosmotik
yang mengakibatkan masuknya cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik.
Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraselular
menyebabkan kolaps dan pencairan serat lensa yang akhirnya menyebabkan kekeruhan
(opasitas) lensa. Temuan ini telah mengarah pada hipotesis osmotik pada pembentukan
katarak diabetika, yang menekankan bahwa peningkatan cairan intraselular dalam respon
terhadap akumulasi poliol yang dimediasi AR menyebabkan pembengkakan di lensa yang
berhubungan dengan perubahan kompleks biokimia yang akhirnya menyebabkan
pembentukan katarak. Selanjutnya, penelitian telah menunjukkan bahwa stres osmotik pada
lensa yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis sel lensa (LEC) yang
mengarah pada perkembangan katarak.
30
BAB V
Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien
tersebut menderita non proliferative retinopati diabetikum pada ophtalmica dextra,
proliferative retinopati diabetikum pada ophtalmica sinistra, serta katarak diabetikum dan
retinopati hipertensi pada kedua mata. Dibutuhkan penatalaksanaan secara terpadu untuk
31
menghambat progresivitas penyakit tersebut. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad
bonam untuk ad vitam, dubia ad malam untuk ad fungsionam OS , dubia ad bonam untuk ad
fungsionam OD, serta dubia ad malam untuk ad sanationam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas. S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. 2010. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. p.200-20
32
2. Usman FS. Retinopati diabetika. Available at :
http://www.freewebs.com/fsumantri/retinopatidiabetika.htm. Accessed on : 17th March
2010.
3. Penyakit Mata Retinopati Diabetes. Available at : http://www.f-buzz.com/2008/09/09/penyakit-mata-retinopati-diabetes/. Accessed on : 17th March 2010.
4. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New
England Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2008 May
21]: [8 screens]. Available from:
URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
5. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al, editors.
Hypertension. [Online]. 2007 Jan 4 [cited 2008 May 21]: [7 screens]. Available from:
URL:http://www.emedicine.com/oph/topic488.htm
6. Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors. Oftalmologi umum:
anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit Widya Merdeka; 1996. p. 7-9.
33