Download - Makalah Pbl Blok 17
Hepatitis Virus A Akut
Kelly
102012078
C 9
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
kelly [email protected]
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, kita banyak menemukan berbagai macam penyakit
khususnya hepatitis. Hepatitis adalah suatu penyakit yang dapat menimbulkan peradangan
hati. Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi atau toksin termasuk alkohol dan dijumpai
pada kanker hati. Gejala dan tanda masing-masing jenis hepatitis serupa namun cara
penularan dan hasil akhirnya mungkin berbeda.
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik ytang dominan menyerang hati.
Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV), virus
hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E
(HEV). Hepatitis virus akut merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting
tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan data
yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus
hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar dari 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV
yang berhubungan dengan umur mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi
kesehatan di bawah standar.
1
Pembahasan
A. Anamnesis
Anamnesis yaitu pemeriksaan yang pertama kali dilakukan yaitu berupa rekam
medik pasien yang dapat dilakukan pada pasiennya sendiri (auto) atau pada keluarga
terdekat (allo). Rekam medik yang dilakukan meliputi:
a. Identitas : nama, umur, alamat, jenis kelamin, pemberi informasi (misalnya
pasien, keluarga,dan lain-lain) dan keandalan pemberi informasi.
b. Keluhan utama : keluhan yang dirasakan pasien tentang permasalahan yang
sedang dihadapinya.
c. Keluhan penyerta : keluhan lain yang menyertai keluhan utama.
d. Riwayat penyakit dahulu (RPD) : bertanya apakah pasien pernah mengalami
penyakit seperti saat ini atau tidak.
e. Riwayat penyakit sekarang (RPS) : cerita kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat.
f. Riwayat penyakit keluarga : umur, status anggota keluarga (hidup/meninggal)
dan masalah kesehatan pada anggota keluarga.
g. Riwayat obat : riwayat penggunaan obat yang telah dikonsumsi sebelumnya.
h. Riwayat sosial : stressor (lingkungan kerja atau sekolah, tempat tinggal),
faktor resiko gaya hidup (makan makanan sembarangan).1
Dari kasus yang diperoleh, didapatkan anamnesis sebagai berikut:
a) Identitas
- Jenis kelamin : laki-laki.
- Umur : 29 tahun.
b) Keluhan utama
- Laki-laki 29 tahun mengeluh mual muntah tidak bisa makan sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit.
c) Keluhan penyerta
- Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien demam ringan selama 3
hari. Satu hari sebelum masuk rumah sakit BAK seperti teh pekat. Tiga
2
minggu sebelum masuk rumah sakit pasien makan di tempat yang kurang
bersih.
d) Riwayat penyakit dahulu
- Bertanya apakah pasien pernah mengalami penyakit seperti ini atau tidak
sebelumnya, apakah ada riwayat ikterus, riwayat penyakit hati kronis atau
keganasan.
e) Riwayat penyakit sekarang
- Laki-laki 29 tahun mengeluh mual muntah tidak bisa makan dan BAK
seperti teh pekat.
f) Riwayat penyakit keluarga
- Bertanya apakah di dalam anggota keluarga ada yang pernah mengalami
penyakit seperti ini atau tidak.
g) Riwayat obat
- Bertanya tentang obat apa saja yang telah dikonsumsi sebelumnya.
h) Riwayat sosial
- Bertanya tentang pola makannya sehari-hari di lingkungan tempat tinggal
dan kerjanya, makan makanan di pinggir jalan atau tidak.
B. Pemeriksaan
Setelah anamnesis selesai, dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diawali dengan pemeriksaan obyektif tentang hal-hal
yang terukur yaitu tekanan darah, nadi, frekuensi pernapasan, suhu, dan tingkat
kesadaran.1
Pada kasus didapatkan hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut:
a. Tanda-tanda vital : normal
b. Keadaan umum : compos mentis, tampak sakit sedang
c. Inspeksi : kulit dan sklera ikterik
d. Palpasi
Dengan posisi pasien berbaring terlentang kedua kaki ditekuk pada
lutut, taruhlah tangan kiri anda di belakang pasien, menyanggah iga ke-11
dan 12. Mintalah pasien untuk relaks pada saat tangan kanan anda
3
melakukan palpasi. Dengan tangan kiri menekan ke atas, hati akan lebih
mudah teraba dengan tangan kanan anda.1
Mintalah pasien untuk tarik nafas dalam, cobalah meraba tepi
bawah hati dengan tepi jari kedua tangan kanan anda, pada saat hati
turun karena diafragma bergerak turun pada saat nafas dalam. Bila anda
merasakannya, ringankan tekanan pada perabaan, sehingga hati akan
terasa bergulir di bawah jari-jari anda dan akan terasa bagian permukaan
anterior hati, perhatikan ada/tidaknya rasa nyeri. Pada keadaan
normal, hati sukar diraba, tetapi bila teraba tepi bawah hati, umumnya
lunak, tajam, regular dengan permukaan licin, tidak nyeri tekan. Bila hati
teraba keras dan kenyal, tepi bulat dan tumpul, danpermukaannya kasar,
berbenjol-benjol, mengarah pada kondisi hati yang abnormal (hematoma
atau sirosis). Pada kasus, didapatkan palpasi abdomen hati 1 jari di bawah
arcus costae, 2 jari di bawah processus xiphoideus, tajam, rata, nyeri tekan
positif dan lunak.1
2) Pemeriksaan Penunjang
Kelainan darah perifer yang ditemukan pada fase preikterik yaitu terlihat
leukopeni, limfopeni, dan netropeni, merupakan gambaran umum infeksi virus.
Di samping itu terlihat LED meningkat, kemudian pada fase ikterik kembali
normal, dan terdapat kenaikan lagi jika ikterusnya berkurang, yang kembali
normal lagi pada fase penyembuhan yang sempurna. Selain itu, dari darah dapat
dilakukan pemeriksaan antibodi spesifik sesuai dengan hepatitis virus yang
diderita.2
Pemeriksaan laboratorium lain yang perlu diamati adalah serum bilirubin,
SGOT, SGPT, dan asam empedu, seminggu sekali selama diawat di RS. Pada
masa preikterik hanya ditemukan kenaikan dari bilirubin terkonjugasi (bilirubin
direk), walaupun bilirubin total masih dalam batas normal.2
Pada minggu pertama dari fase ikterik, terdapat kenaikan kadar serum
bilirubin total (baik yang terkonjugasi maupun yang tidak terkonjugasi).
Kenaikan kadar bilirubin bervariasi antara 6-12 mg%, tergantung dari berat
ringannya penyakit. Kenaikan bilirubin total terus meningkat selama 7-10 hari.
Umumnya kadar bilirubin mulai menurun setelah minggu kedua dan fase
ikterik, dan mencapai batas normal pada masa penyembuhan.2
4
Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan enzim hati, SGOT dan SGPT.
Pada fase akut yaitu pada permulaan fase ikterik terdapat kenaikan yang
menyolok dari SGOT dan SGPT, kenaikannya sampai sepuluh kali nilai normal,
dan pada keadaan berat dapat seratus kalinya. Pada minggu kedua dari fase
ikterik mulai terdapat penurunan 50% dari serum transaminase tetapi pada fase
penyembuhan nilainya belum mencapai nilai normal. Nilai normal baru dicapai
sekitar 2-3 bulan setelah timbulnya penyakit. Oleh karena itu, serum
transaminase digunakan untuk memantau perkembangan penyakit penderita,
dan sebaiknya diperiksa 1-2 bulan sekali selama berobat jalan. Bila hasilnya
setelah 6 bulan tetap meninggi maka perlu dipikikan kemungkinan menjadi
kronis. Pada hepatitis akut, rasio SGOT/SGPT adalah 0,4-0,8 sedangkan pada
hepatitis kronis rasio SGOT/SGPT adalah sekitar 1 atau lebih.2
Pemeriksaan lainnya yaitu terdapat sedikit kenaikan fosfatase alkali, yang
bersifat sementara yaitu pada fase akut, selanjutnya kembali pada batas normal.
Bila ditemukan tetap meninggi, maka perlu dipikirkan adanya kolestasis. Pada
umumnya kadar serum protein masih dalam batas-batas normal. Bila terjadi
perubahan serum protein yaitu mulai tampak menurunnya albumin dan
meningkatnya globulin berarti penyakitnya menjadi kronis. Selain itu, waktu
protrombin dapat digunakan untuk memantau perkembangan hepatitis virus
akut, yang biasanya memiliki nilai normal atau sedikit meningkat. Bila hasil
waktu protrombin tetap sangat memanjang walaupun telah diberikan suntikan
vitamin K berarti telah menjadi hepatitis fulminan.2
Gambaran pada USG terlihat hati membesar dengan permukaan yang licin
atau rata dan tepi hati yang normal. Echotexture atau echodensitas dari
parenkim hati pada umumnya menurun dan terlihat lebih gelap (echolusen)
dibanding echo jaringan hati yang normal. Pembuluh darah terutama cabang-
cabang vena porta di dalam hati, dindingnya lebih tebal atau menonjol
(prominent) dengan cabang-cabang pembuluh darah yang lebih melebar
dibanding keadaan normal. Gambaran CT-Scan biasanya hanya menunjukkan
perbesaran hati.2
5
C. Working Diagnosis (WD)
Hepatitis virus A akut adalah infeksi sistemik yang menyerang hati. Virus
penyebabnya yaitu hepatitis virus A (HAV). Hepatitis virus A adalah nonenveloped
virus, dari famili picornavirus, terdiri dari 1 serotipe, 3 atau lebih genotipe, bereplikasi
di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi. Hepatitis A ditransmisikan melalui fecal-oral
dan sangat berhubungan dengan kebersihan lingkungan dan kepadatan penduduk.
Faktor resiko infeksi HAV adalah di pusat perawatan seharian untuk anak kecil,
bepergian ke negara berkembang, perilaku oral anal sex dan intra vena drug user
(IVDU). Jarang ditransfusi melalui jalur transfusi.3
Hepatitis A adalah penyakit yang dapat sembuh secara spontan. Penyakit ini
bersifat akut, hanya menyebabkan sakit sekitar 1-2 minggu. Virus Hepatitis A (HAV)
yang menjadi penyebabnya sangat mudah menular, terutama melalui makanan dan air
yang terkontaminasi oleh tinja orang yang terinfeksi. Kebersihan yang buruk pada saat
menyiapkan dan menyantap makanan memudahkan penularan virus ini. Karena itu,
penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang kesadaran kebersihannya rendah.
Hepatitis A dapat menyebabkan pembengkakan hati, tetapi jarang menyebabkan
kerusakan permanen.3
D. Differential Diagnosis (DD)
1) Hepatitis Virus B Akut
Hepatitis virus B adalah anggota famili hepadnavirus, kelompok virus
DNA. Permukaan virus termasuk dua partikel ditandai dengan antigen hepatitis B
(HbsAg), bagian dalam virion yang berisi antigen core hepatitis B (HbcAg) dan
anti gen nonstruktural disebut hepatitis B e antigen (HbeAg). Replikasi HBV
terutama dalam hati tetapi dapat juga terjadi dalam limfosit, limpa, ginjal dan
pankreas. Epidemiologi tertinggi terdapat di Afrika subsahara, Cina, bagian
Timur Tengah, lembah Amazon dan kepulauan Pasifik.4
Hepatitis ini disebabkan oleh virus hepatitis B yang banyak ditularkan
melalui tusukan jarum suntik, hubungan seksual, dan dari seorang ibu kepada
bayi yang dilahirkannya. Virus hepatitis B dapat ditemukan pada hampir semua
cairan tubuh seperti air ludah, air mata, cairan semen, cairan otak bahkan ASI.4
6
Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap
individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya
virus hepatitis B dari tubuh hospes. Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita
dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis pada hepatitis virus B akut
yaitu, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri di daerah hati disertai perubahan
warna urin menjadi gelap (coklat tua). Pemeriksaan laboratorium mulai tampak
kelainan hati, fase ikterik, gejala demam dan gastrointestinal mulai tambah hebat,
disertai hepatomegali dan splenomegali. Timbulnya ikterus makin hebat dengan
puncak pada minggu ke dua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan
pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal dan fase penyembuhan,
ditandai dengan menurunya kadar enzim aminotransferase, pembesaran hati
masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.4
Proses perjalanan infeksi HVB tergantung pada aktivitas terpadu sistem
pertahanan tubuh yang terdiri dari interferon dan respon imun. Jika aktivitas
sistem pertahanan ini baik, infeksi HVB akut akan terjadi penyembuhan,
sebaliknya jika salah satu sistem pertahanan ini terganggu akan terjadi proses
infeksi HVB kronik.4
Pada infeksi HVB akut, reaksi imunologi di dalam tubuh dapat bersifat
humoral maupun seluler. Reaksi humural dapat dilihat dengan timbulnya anti
HBc dan anti HBe. Reaksi seluler ditandai dengan aktivasi sel sitotoksik yang
dapat menghancurkan HBcAg atau HBsAg yang terdapat pada dinding sel hati
yang telah dikenal dengan bantuan MHC kelas I (Mayor Histo Comtability).4
Pada infeksi akut, sel hati memproduksi MHC dalam jumlah banyak
bersamaan dengan produksi interferon alfa (IFN α). Interferon dapat
mengaktifkan enzim 2-5 asam oligoadenilat yang mempunyai peran menghambat
sintesa protein, virus dan diduga melindungi sel hati yang masih sehat terhadap
HVB. Sel hati yang terinfeksi HVB memproduksi protein LSP (Liver Specific
Protein) yang bersifat antigenik. LSP menempel pada dinding sel hati dan dapat
berperan sebagai antigen sasaran oleh sel T sitotoksik.4
7
Tabel 1. Uji Serologi Hepatits B.4
2) Hepatitis Virus E
Hepatitis virus E merupakan virus RNA yang tidak terbungkus, bentuk
bulat dengan tonjolan dan termasuk dalam famili calicivirus. Infeksi disertai
dengan pelepasan partikel 27-34 nm dalam tinja. Infeksi ditularkan secara enterik.
Rata-rata masa inkubasi sekitar 40 hari (kira-kira 15-60 hari). Gejala klinis
hepatitis E serupa dengan gejala klinis hepatitis A, virus yang ditularkan secara
enterik, tetapi sering lebih berat. Hepatitis E mengenai penderita yang lebih tua
dengan insiden puncak antara 15-34 tahun. Perbedaan klinis yang lain adalah
bahwa HEV mempunyai angka fatalitas tinggi pada wanita hamil.5
RNA virus hepatitis E terdapat dalam serum dan tinja selama fase
akut. Hepatitis sporadik sering terjadi pada anak dan dewasa muda di
negara sedang berkembang. Penyakit ini epidemi dengan sumber penularan
melalui air. Pernah dilaporkan adanya tranmisi maternal-neonatal dan di negara
maju sering berasal dari orang yang kembali pulang setelah melakukan
perjalanan, atau imigran baru dari daerah endemik. Viremia yang
memanjang atau pengeluaran di tinja merupakan kondisi yang tidak sering
dijumpai. Penyebaran virus ini diduga disebarkan juga oleh unggas, babi,
binatang buas dan binatang peliharaan yang mengidap virus ini. Kekebalan
sepanjang hidup terjadi setelah fase pemulihan.5
8
E. Etiologi
HAV adalah virus yang mengandung RNA berdiameter 27 nm yang merupakan
anggota famili picornavirus. Virus ini diisolasi pada mulanya dari tinja penderita yang
terinfeksi. Strain HAV laboratorium telah diperbanyak pada biakan jaringan. Infeksi
akut didiagnosis dengan mendeteksi IgM anti HAV dengan radioimunoassay.5
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A yang menular dengan kontak
langsung misalnya dari tangan yang kotor sehingga terkontaminasi pada makanan dan
menyebar ke orang lain.5
F. Epidemiologi
Infeksi HAV terjadi di seluruh dunia tetapi paling sering di negara berkembang.
Hepatitis A hanya menyebabkan hepatitis akut. Penularan HAV hampir selalu dengan
kontak dari orang ke orang. Penyebaran terutama dengan rute fecal-oral yaitu makan
makanan yang terkontaminasi misalnya tiram mentah. Di Amerika serikat, kenaikan
infeksi ditemukan pada rumah tangga, pusat-pusat perawatan harian untuk anak, dan
populasi homoseksual. Virus dikeluarkan bersama feses 2-3 minggu sebelum ikterus
dan 8-10 minggu setelah ikterus. Virus tahan terhadap lingkungan luar sampai
berminggu-minggu. Angka kematian pada pasien yang terinfeksi HAV yaitu < 0,1 %.5
Di Indonesia berdasarkan data yang berasal dari rumah sakit, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu berkisar
dari 39,8-68,3%. Peningkatan prevalensi anti HAV yang berhubungan dengan umur
mulai terjadi dan lebih nyata di daerah dengan kondisi kesehatan di bawah standar.
Lebih dari 75% anak dari berbagai benua Asia, Afrika, dan India, menunjukkan sudah
memiliki antibodi anti-HAV pada usia 5 tahun. Sebagian besar infeksi HAV didapat
pada awal kehidupan dan bersifat asimtomatik.5
G. Patofisiologi
Patofisiologi hepatitis virus A dimulai dengan masuknya virus melalui mulut dan
tertelan. Selanjutnya, virus akan diabsorpsi oleh saluran gastrointestinal dan masuk ke
sirkulasi darah dan hati. Setelah itu, virus akan bereplikasi di dalam hepatosit dan sel-
sel epitel saluran cerna yang nantinya akan masuk ke dalam sirkulasi darah dan
disekresikan melalui cairan empedu. Virus ini kemudian akan direabsorpsi oleh saluran
9
gastrointestinal masuk ke sirkulasi darah dan hati atau keluar melaui feses. Kerusakan
sel hati diduga disebabkan oleh limfosit T cytotoxic.6
Gambar 1. Patofisiologi Hepatitis Virus A.6
H. Gejala Klinis
Gejala dan perjalanan klinis hepatitis virus akut secara umum dapat dibedakan
dalam 4 stadium:
1) Fase inkubasi
Masuknya virus sampai timbulnya gejala.7
2) Fase prodromal
Keluhan umumnya tidak spesifik, dapat berlangsung 2-7 hari, gambaran
sangat bervariasi secara individual seperti ikterik, urin berwarna gelap,
lelah/lemas, hilangnya nafsu makan, nyeri dan rasa tidak enak di epigastrium,
tinja berwarna pucat, mual dan muntah, demam kadang-kadang menggigil,
sakit kepala, nyeri pada sendi, pegal-pegal pada otot, diare dan rasa tidak
enak di tenggorokan. Dengan keluhan yang beraneka ragam ini sering
menimbulkan kekeliruan pada waktu mendiagnosis, sering diduga sebagai
penderita influenza, gastritis maupun arthritis.7
3) Fase ikterik
10
Fase ini pada awalnya disadari oleh penderita, biasanya setelah demam turun,
penderita menyadari bahwa urinnya berwarna kuning pekat seperti air teh
ataupun tanpa disadari, orang lain yang melihat sklera mata dan kulitnya
berwarna kekuning-kuningan. Pada fase ini kuningnya akan meningkat,
menetap, kemudian menurun secara perlahan-lahan. Hal ini bisa berlangsung
sekitar 10-14 hari. Pada fase ini, gejala klinis sudah mulai berkurang dan
pasien merasa lebih baik. Pada usia lebih tua dapat terjadi gejala kolestasis
dengan kuning yang nyata dan bisa berlangsung lama.7
4) Fase konvalesen
Fase ini dimulai dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah
lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Pada hepatitis A, perbaikan klinis
lengkap terjadi dalam 9 minggu dan 16 minggu untuk hepatitis B.7
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita hepatitis virus A akut dapat melalui berbagai
cara sebagai berikut:
a. Rawat jalan kecuali pasien yang mengalami mual dan anoreksia yang berat akan
menyebabkan dehidrasi.
b. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Tidak ada rekomendasi diet khusus
Makan pagi dengan porsi yang cukup besar merupakan makanan yang
paling baik untuk ditoleransi
Menghindari konsumsi alkohol selama fase akut
c. Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dibatasi
d. Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan dan malaise
e. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A,E, dan D. Peran lamivudin atau
adefovir pada hepatitis B akut masih belum jelas, kortikostreroid tidak
bermanfaat.
f. Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan,
yaitu bila diperlukan dapat diberikan obat golongan hepatoprotektor (ekstrak
curcuma rhizoma, silymarin phytosome) yang bersifat melindungi hati,
antiemetik golongan fenotiazin pada mual dan muntah yang berat dan tablet
antipiretik parasetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot dan sendi.7
11
J. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari hepatitis virus akut yaitu:
1) Gagal hati akut
- Tanda-tanda ensefalopati: letargi, mengantuk, koma, perubahan pola tidur,
perubahan kepribadian.
- Edema serebral tanpa edema papil
- Koagulopati dengan pemanjangan masa protrombin
- Multiple organ failure : acute respiratory distress syndrome (ARDS),
aritmia jantung, asidosis metabolik, sepsis, hipotensi, perdarahan GIT dan
sindrom hepatorenal
- Asites
- Frekuensi tinggi mencapai 10-20% pada wanita hamil trimester tiga dengan
infeksi hepatitis E.7
2) Hepatitis kolestasis
- Paling sering disebabkan infeksi HAV
- Ikterus disertai pruritus
- Pada beberapa pasien terjadi anoreksia dan diare persisten
- Prognosis baik.7
3) Hepatitis relaps
- Kemunculan kembali gejala dan abnormalitas tes hati setelah beberapa
minggu sampai beberapa bulan setelah perbaikan atau kesembuhan
- Paling sering terjadi pada infeksi HAV, IgM anti HAV tetap positif dan
dijumpai HAV di tinja
- Dapat dijumpai artritis, vaskulitis dan krioglobulinemia.
- Prognosis baik.7
K. Pencegahan
Upaya pencegahan mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak
sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan dampak
yang positif karena terbukti sangat efektif dalam memotong rantai penularan
hepatitis. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Perbaikan kebersihan makanan-minuman misalnya mencuci tangan yang baik
dan membuang air kotor yang benar
12
b. Imunisasi pasif dengan Human Normal Serum Imunoglobulin (HSIg) dosis
0,02 ml/kg, diberikan dalam waktu tidak lebih dari 1 minggu setelah kontak.
Perlindungan dari HSIg hanya untuk 2 bulan. Pemberian HSIg dianjurkan untuk
wisatawan yang akan berkunjung ke negara-negara endemis HAV. Pemberian
HSIg bersifat efektif dalam mencegah atau mengurangi keparahan infeksi
HAV.
c. Imunisasi aktif diberikan dengan vaksin yang dibuat dari virus hidup yang telah
dilemahkan. Vaksin untuk dewasa dapat diberikan Havrix (1440u) 2 dosis dengan
interval 6-12 bulan. Antibodi protektif (anti HAV total) terbentuk dalam 15 hari.
Vaksin dapat memproteksi hingga 20 tahun. Vaksinasi untuk profilaksis pasca
paparan harus diberi secepatnya.7
J. Prognosis
Prognosis hepatitis A sangat baik. Lebih dari 99 % pasien dengan hepatitis A
sembuh sendiri. Infeksi HVA sembuh komplit tanpa sekuel. Hanya 0,1 % pasien
berkembang menjadi nekrosis hepatik akut fatal.7
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka hipotesis diterima yaitu pasien menderita
hepatitis virus A akut. Transmisi dari penyakit ini secara fecal oral yaitu melalui makan
makanan yang terkontaminasi dan dikeluarkan melalui tinja. Gejala klinis hepatitis virus A
akut yaitu demam, anoreksia, mual, muntah, ikterus, hepatomegali, hiperbilirubinemia, urin
berwarna coklat tua dan feses berwarna pucat. Dari kasus yang diperoleh, dapat disimpulkan
bahwa penyebab pasien menderita penyakit ini yaitu terinfeksi virus hepatitis A.
Daftar Pustaka
1. Swartz, Mark H. Intisari buku ajar diagnostik fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005.h.2-8.
2. Grace PA, Norley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2007.h.85-6.
3. Cahyono SB. Hepatitis A. Yogyakarta: Penerbit Kanisius; 2009.h.47-9.
13
4. Soemoharjo S. Hepatitis virus B. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2007.h.35-8.
5. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi FK UKRIDA;
2012.h.129-34.
6. Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.h.432-4.
7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.h.647-50.
14