Download - makalah penyakit
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia,
namun belum banyak masyarakat yang mampu mengambil keputusan
tentang perawatan kesehatan yang mereka butuhkan, dan tanggung jawab
untuk menjaga kesehatannya secara optimal. Betapa pentingnya kesehatan,
akan tetapi banyak orang yang mengabaikannya. Mereka tidak menyadari
bahwa gaya hidup, pola hidup, dan aktivitas keseharian bisa mempengaruhi
kesehatan. Mereka merasa sehat ketika tidak mengalami batuk, flu, atau
penyakit menular lainnya. Padahal, ada bahaya yang mengancam apabila
pola hidup yang sehat tidak diterapkan dalam keseharian.
Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman, virus,
atau bakteri tetapi lebih disebabkan oleh kebiasaan atau pola hidup tidak
sehat. Penyebaran kasus penyakit banyak sekali terjadi contohnya di kota
cirebon ada bebearapa penyakit yang sering terjadi diantaranya yaitu, DBD,
Hipertensi, HIV-AIDS, TBC dan ISPA.
2. Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk:
1. Memenuhi tugas Masa Bimbingan Mahasiswa Baru.
2. Menambah pengetahuan dan informasi mengenai penyakit yang sering
terjadi di Cirebon
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Demam Berdarah
1.1. Definisi
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot,
dan/ atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD)
terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan
dengue (dengue shock sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh
renjatan/shock.1,2
1.2. Etiologi
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue, yang termasuk dalam genus
Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan
Flavivirus lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis, dan West Nile
virus.1
1.3. PATOGENESIS
Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue( DBD)
disebabkan oleh virus yangsama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang
berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaanyang utama adalah pada
peristiwa renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan
2
karenakebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam
dengue hal ini tidak terjadi.3
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akanberkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2hari sebelum timbul
gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan
segerabereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC(AntigenPresenting Cell). Antigen yang menempel di
makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarikmakrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik
yangakan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan
sel B yang akan melepasantibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu
antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,antibodi fiksasi komplemen.3
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang
merangsang terjadinya gejalasistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise
dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahankarena terjadi aggregasi
trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini
bersifatringan.3
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis
infeksidengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous
infectiotheory) dan hipotesis immune enhancementMenurut hipotesis infeksi
sekunder yang diajukan oleh Suvatte,1997, sebagai akibat infeksi sekunder
oleh tipe virus dengueyang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan
terpicu,menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan
menghasilkantiter tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit,
proliferasilimfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus
dengue.Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi
yangselanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5amenyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darahdan
merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti denganpeningkatan
3
kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnyacairan dalam rongga
serosa.4
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secaratidak
langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virusheterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderitaDBD berat. Antibodi
herterolog yang telah ada akan mengenali viruslain kemudian membentuk
kompleks antigen-antibodi yang berikatandengan Fc reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagaitanggapan dari proses ini, akan terjadi
sekresi mediator vasoaktif yangkemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah,sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia
dan syok.4
Gambar 1 : secondary heterologous dengue infection
1.4. Patologi
Pada autopsi, semua pasien yang telah mati karena DBD menunjukkan suatu
tingkatan hemoragi, berdasarkan frekuensi hemoragi ditemukan pada kulit dan
jaringan subkutan, pada mukosa saluran gastrointestinal, dan pada jantung serta
hati. Hemoragi gastrointestinal mungkin hebat, tetapi hemoragi subarachnoid
atau serebral jarang terjadi. Efusi serosa dengan kandungan protein tinggi
(kebanyakan albumin) umumnya terdapat pada rongga pleural dan abdomen,
tetapi jarang terjadi pada rongga perikardial.
4
Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan
aktifitas system limfosit B, dengan priliferasi aktif sel-sel plasma dan sel-sel
limfablastoid, dan pusat germinal aktif. Pada hati, terdapat nekrosis fokal dari sel-
sel hepar, pembengkakan, adanya Councilman dan nekrosis hialin dari sel-sel
Kupfer. Pemeriksaan patologis terhadap sumsum tulang, ginjal, dan kulit telah
dilakukan pada pasien yang mengalami DBD non-fatal. Pada sumsum tulang,
tampak depresi semua sel-sel hematopoetik, yang secara cepat membaik dengan
penurunan demam. Studi pada ginjal telah menunjukkan tipe glomerulus
kompleks imun yang ringan, yang akan membaik setelah kira-kira 3 minggu
dengan tidak ada perubahan residual. Biopsi terhadap ruam kulit telah
menunjukkan edema perivaskular dan mikrovaskular terminal papilla dermal dan
infiltrasi limfosit dan monosit. Fagosit mononuclear pembawa antigen telah
ditemukan pada sekitar edema ini. Deposisi komplemen serum, immunoglobulin,
dan fibrinogen pada dinding pembuluh darah juga telah ditemukan. 3
1.5. Manifestasi Klinis
Demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak
selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini
pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadi renjatan
jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Pasien juga mengeluh sakit
kepala hebat,rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan,
mual-mual danruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam
tinggi yang bisa mencapaisuhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh hari, wajah
kemerahan, dan gelaja lainnyayang menyertai demam berdarah ringan.
Berikutnya dapat muncul kecenderunganpendarahan, seperti memar, hidung dan
gusi berdarah, dan juga pendarahan dalamtubuh. Pada kasus yang sangat parah,
mungkin berlanjut pada kegagalan saluranpernapasan, shock dan kematian.1,2,3,4,5
1.6. Diagnosa
5
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul
gejala prodromal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tulang belakang, dan
perasaan lelah.1
Demam dengue merupakan demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan
dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut :1,2,6
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro orbital
3. Mialgia/ artralgia
4. Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bending positif)
5. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan
pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang
sama.
Demam Berdarah Dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997
diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini dipenuhi : 1,2,6
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
Uji bending positif
Ptekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain.
Hematemesis atau melena.
1. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
2. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau
hipoproteinemia.
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan
DBD adalah pada DBD ditemukan kebocoran plasma.
6
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:2,4-7
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit danperdarahan
lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,sianosis di sekitar mulut
kulit dingin dan lembab, tampakgelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidakterukur.
2.Hipertensi
2.1. Definisi
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terpenting pada penyakit
jantung koroner dan kecelakaan serebrovaskular, selain itu hipertensi juga dapat
menyebabkan hipertrofi jantung dan gagal jantung (penyakit jantung hipertensi),
diseksi aorta, dan gagal ginjal 12. Gejala-gejala hipertensi adalah: sakit kepala,
jantung berdebar-debar, sulit bernapas setelah bekerja keras atau mengangkat
berat dan mudah lelah. Penyebab hipertensi ada 2, yaitu:
a. Hipertensi essensial (hipertensi primer)
Adalah hipertensi yang penyebabnya belum diketahui dan merupakan penyebab
paling sering yaitu sekitar 90-95%. Penderita hipertensi ini banyak dipengaruhi
oleh pola hidup, misalnya makan-makanan tidak sehat, kurang olah raga, dan
sering minum alkohol.
b. Hipertensi sekunder
Adalah hipertensi yang penyebabnya diketahui seperti pada penyakit ginjal
(contoh glomerulonefritis akut) atau kardiovaskular (contoh peningkatan curah
jantung).
7
2.2. Patofisiologi Hipertensi
Berbagai hipertensi merupakan penyimpangan dari pengendalian
fisiologi normal tekanan darah.
Pengendalian tekanan darah normal adalah tingkatan tekanan darah
merupakan suatu sifat kompleks yang dibentuk oleh interaksi berbagai
faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi dua
variabel hemodinamik: curah jantung dan resistensi perifer total.
Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume
darah sangat bergantung pada homeostatis natrium. Resistensi perifer
total terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek
saraf dan hormon. Peningakatn aliran darah memicu peningakatn
vasokontriksi agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Ginjal berperan
penting dalam pengendalian tekanan darah, sebagai berikut:
1. Melalui sistem renin-angiotensin, ginjal memengaruhi resistensi
perifer dan homeostatis natrium. Renin yang dikeluarkan
mengubah angiotensi plasma menjadi angiotensi I, kemudian
diubah menjadi angiotensi II oleh bantuan enzim konverting
angiotensin (ACE). Angiotensin II meningkatkan tekanan darah
dengan meningkatakan resistensi perifer (efek langsung pada sel
otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi aldosteron,
peningkatan reabsorpsi natrium dalam tubulus ginjal).
2. Ginjal menghasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi
yang mungkin melawan efek vasopresor angiotensin.
3. Bila volume darah berkurang, laju filtrasi glomerulus menurun
sehingga meningkatkan reabsorpsi natrium oleh tubulus proksimal
sehingga natrium ditahan dan volume darah meningkat.
4. Faktor natriuretik yang tidak bergantung pada laju filtrasi
glomerulus, termasuk peptida natriumetik atrium yang disekresikan
oleh atrium jantung sebagai respon terhadap ekspansi volume,
menghambat reabsorpsi natrium di tubulus distal dan menyebabkan
vasodilatasi.
8
5. Bila fungsi ekskresi ginjal terganggu, mekanisme kompensasi yang
membantu memulihkan keseimbangan elektrolit dan cairan adalah
peningkatan tekanan arteri 12.
a. Hipertensi Primer
Hipertensi essensial atau hipertensi primer disebakan oleh berbagai
variasi genetik yang secara sendiri-sendiri tidak menimbulkan
konsekuensi bermakna. Namun, perlu dicatat bahwa walaupun efek
genetik penting, faktor lingkungan juga penting dan mempngaruhi curah
jantung, dan/atau resistensi perifer. Oleh karena itu beberapa faktor dapat
diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi essensial dan
mencakup baik pengaruh genetik maupun lingkungan. Stadium pertama
dari hipertensi essensil adalah kenaikan tonus dari arteriol sehingga
tahanan bertambah. Tahanan akan sangat mempengaruhi terhadap
tingginya desakan darah. Tahanan ini terjadi pada pembuluh darah perifer.
Tahanan terbesar dialami oleh arteriole sehingga perbedaan desakan disini
besar (60mmHg), bila arteriole menyempit akan menaikan desakan. Saat-
saat berikutnya, hipertensi akan menyebabkan penebalan intima dan
hipertropi tunica medi perubahan-perubahan ini akan menyebakan
kenaikan desakan pembuluh darah akibat penyempitan lumen atreirole.
Meknaismenya, yaitu 12:
1. Penurunan ekskresi natrium pada keadaan tekanan arteri normal
mungkin merupakan peristiwa awal dalam hipertensi essensial.
Penurunan ekskresi natrium dapat menyebabkan meningkatnya
volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi perifer sehingga
tekanan darah meningkat.12
2. Faktor lingkungan memungkinkan moemodifikasi ekspresi gen pada
peningkatan tekanan. Stres, kegemukan, merokok, aktivitas fisik
kurang dan konsumsi daram dalam julah besar dianggap sebagai
faktor eksogen dalam hipertensi 12. Pada orang normal yang emosi,
9
maka tekanan darahnya akan naik. Kenaikan ini pada penderita
hipertensi essensil akan lebih tinggi.
Secara singkat bahwa hipertensi essensil merupakan penyakit
multifaktorial kompleks. Faktor lingkungan (misal; stres, asupan garam)
mempengaruhi variabel yang mengendalikan tekana darah pada orang
yang secara genetis sangat rentan.
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder berbeda dengan hipertensi essensial.
Hipertensi sekunder terjadi sebanyak 10%. Pada umunya kasus yang
menyebabkan hipertensi sekunder adalah kasus yang disebabkan oleh
penyakit ginjal kronik atau renovascular. Kondisi lain yang dapat
menyebakan hipertensi sekunder antara lain pheochromocytoma, sindrom
cushing, hipertiroid, aldosteron primer, kehamilan, obstruksif sleep apnea,
dan kerusakan aorta. Hipertensi sekunder ini paling sering terjadi akibat
proses penyakit seperti penyakit parenkim ginjal yang mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal dan penyakit renovaskular yang menyebabkan
hipertensi akibat lesi pada arteri ginjal sehingga terjadi hipoperfusi ginjal.
2.3. Diagnosis Hipertensi
Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum
check up, atau kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain -
kadang-kadang seseorang mungkin didiagnosis mengalami stroke atau
serangan jantung dan kemudian ditemukan memiliki tekanan darah
tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan menggunakan alat yang
disebut sphygmomanometer, yang memiliki manset karet yang
dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui bola
karet yang berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset
mendapat cukup tinggi, itu memotong aliran darah pada arteri utama
dari lengan atas - udara ini kemudian perlahan-lahan dilepaskan dari
manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam manset turun suara
10
darah mengalir deras melalui arteri didengar melalui stetoskop
ditempatkan di atas arteri. Tekanan di mana pertama kali mendengar
suara seperti manset dilepaskan adalah tekanan sistolik dan tekanan di
mana suara terakhir adalah mendengar seperti darah kembali ke
alirannya diam, tanpa hambatan - adalah tekanan diastolik. Otomatis
alat ukur elektronik melakukan hal yang sama tetapi lebih akurat, lebih
mudah digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk pemantauan
tekanan darah di rumah.
Seorang dokter tidak akan mendiagnosa hipertensi berdasarkan
satu membaca abnormal karena tekanan darah berfluktuasi dan biasanya
memakan waktu tiga bacaan abnormal tinggi berturut-turut, yang
diambil pada kesempatan yang berbeda, sebelum diagnosis hipertensi
dapat dibuat. Titik di mana pembacaan tekanan darah tinggi dianggap
abnormal akan tergantung pada usia seseorang - ahli menyarankan
bahwa orang di bawah usia 65 tahun harus memiliki tekanan darah pada
sisa tidak lebih dari 130/85 mm Hg - dan mereka lebih dari 65 tahun
harus bertujuan untuk pembacaan tekanan darah tidak lebih dari 140/90
mm Hg. Ketika tekanan darah seseorang dipandang tinggi secara
konsisten, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa
apakah ada penyakit yang mendasarinya bisa pelakunya dan juga
memeriksa apakah ada tanda-tanda kerusakan pada organ-organ tubuh
seperti pulsa absen di anggota badan, bukti dari penyakit arteri di retina
mata, atau jejak mikroskopis darah dalam urin (tanda penyakit ginjal).
Bahkan jika tekanan darah menjadi normal ditemukan setelah
tiga cek itu masih harus diperiksa secara teratur karena dapat berubah
dan hipertensi sebelumnya didiagnosa dan dikendalikan, semakin
sedikit kerusakan akan ada pada, otak jantung, ginjal dan organ lainnya.
Mereka yang tidak memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari
kondisi harus memiliki memeriksa setiap dua tahun dan selama
kunjungan rutin ke dokter - mereka yang memiliki riwayat pribadi atau
11
keluarga tekanan darah tinggi, Stroke, atau serangan jantung harus
diperiksa lebih sering.
Untuk anak-anak, tekanan darah tinggi ditentukan dengan
membandingkan tekanan darah anak dengan distribusi tekanan darah
untuk anak-anak yang sama, usia jenis kelamin dan tinggi.
2.4. Etiologi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring
dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung.
Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada
pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah
yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa
terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.
Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan
stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik
( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri
dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang
dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding
pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan
kolesterol yang akan terakumulasi pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga
meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi
adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi. Hal ini
terjadi pada sekitar 7 dari 1000 orang.2
3. HIV- AIDS
3 .1 DEFINISI
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau
penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya
infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili
retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. 15
12
3 .2 EPIDEMIOLOGI
Laporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari
25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009,
jumlah odha diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian besar
penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan dan 2,5
juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta jiwa.
Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada anak-
anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena AIDS.
(WHO,2010 )16
Peningkatan jumlah orang hidup dengan HIV sungguh mengesankan. Pada
tahun 1990, jumlah odha baru berkisar pada angka delapan juta sedangkan saat
ini, jumlahnya sudah mencapai 33,2 juta orang. Dari keseluruhan jumlah ini, 67%
diantaranya disumbangkan oleh odha di kawasan sub Sahara, Afrika. 16
Sejak 1985 sampai tahun 1996 kasus AIDS masih jarang ditemukan di
Indonesia. Sebagian ODHA pada periode itu berasal dari kalangan homoseksual.
Kemudian jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak
pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama
disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik. 15
Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat
di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-
populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika
suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa propinsi
seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai
daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic).
Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized
epidemic). 17
Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan
kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana
terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15
13
tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju
peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352
kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110 kasus. 17
Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada
Desember 2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan.
Berdasarkan cara penularan, dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada
pengguna narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan 2,2% pada transmisi
perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok
homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus pada
kelompok penasun hingga akhir tahun 2008 mencapai 1.255 orang. Kumulatif
kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 20–29 tahun (50,82%),
disusul kelompok usia 30–39 tahun.18
Dari 33 propinsi seluruh Indonesia yang melaporkan, peringkat pertama
jumlah kumulatif kasus AIDS berasal dari propinsi Jawa Barat sebesar 2.888
kasus, disusul DKI Jakarta dengan 2.781 kasus, kemudian diikuti oleh Jawa
Timur, Papua, dan Bali dengan masing-masing jumlah kasus secara berurutan
sebesar 2.591 kasus, 2.382 kasus, dan 1.177 kasus AIDS. 18
Rate kumulatif nasional kasus AIDS per 100.000 penduduk hingga akhir
Desember 2008 adalah sebesar 7,12 per 100.000 penduduk (dengan jumlah
penduduk Indonesia 227.132.350 jiwa berdasarkan data BPS tahun 2005).
Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi
oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare
kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata
1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus.18
3 .3 ETIOLOGI
14
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis
yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1). Strukturnya tersusun
atas beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120
yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi
terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit dan monosit atau
makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV
dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim
transkriptase reverse (reverse transcriptase enzyme). 19
Gambar 1: struktur virus HIV-1
Sumber : Fauci AS at al, 2005
Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV
global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas
penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan
beberapa negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat.19
3 .4 MODE PENULARAN
15
Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui
mukosa genital (hubungan seksual) transmisi langsung ke peredaran darah melalui
jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang
terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan
adanya penularan HIV pada petugas kesehatan.
Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh
.
Risiko tinggi Risiko masih sulit
ditentukan
Risiko rendah selama
tidak terkontaminasi
darah
Darah, serum
Semen
Sputum
Sekresi vagina
Cairan amnion
Cairan
serebrospinal
Cairan pleura
Cairan peritoneal
Cairan perikardial
Cairan synovial
Mukosa seriks
Muntah
Feses
Saliva
Keringat
Air mata
Urin
Sumber : Djauzi S, 2002
Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan cairan
darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat
tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar
0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh yang tercemar HIV
pada mukosa sebesar 0,09%. 20
3 .5 PATOGENESIS
16
Limfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena
virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+
berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga
bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun
yang progresif. 15
Namun beberapa sel lainnya yang dapat terinfeksi yang ditemukan secara
in vitro dan invivo adalah megakariosit, epidermal langerhans, peripheral
dendritik, folikular dendritik, mukosa rectal, mukosa saluran cerna, sel serviks,
mikrogilia, astrosit, sel trofoblast, limfosit CD8, sel retina dan epitel ginjal. 19
Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama
HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui
kompleks molekul adhesi pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal
sebagai dendritic-cell specific intercellular adhesion molecule-grabbing
nonintegrin (DC-SIGN). Akhir-akhir ini diketahui bahwa selain molekul CD4 dan
ko-reseptor kemokin, terdapat integrin 47 sebagai reseptor penting lainnya
untuk HIV. Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan
dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CXCR5, dan dengan mediasi
antigen gp41 virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4,
sampul HIV akan terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA
dengan bantuan enzim transkriptase reversi. Selanjutnya salinan DNA ini akan
berintegrasi dengan DNA pejamu dengan bantuan enzim integrase. DNA virus
yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi, provirus ini
akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi
mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur
sampai terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus.
Genomik RNA dan protein virus ini akan membentuk partikel virus yang
nantinya akan menempel pada bagian luar sel. Melalui proses budding pada
permukaan membran sel, virion akan dikeluarkan dari sel inang dalam keadaan
matang. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di
peredaran darah tepi. 15
17
Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.
Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV
Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat
defisiensi imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio
CD4-CD8 dan hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus
18
HIV dibentuk terhada berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul
virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah
infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3 bulan
setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela. Antigen gp120 dan
bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk
antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut
tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek.
Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T
sitolitik yang sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas
sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV. 15
4.ISPA
4.1. Definisi
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang
berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang
bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-
sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan
infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan
berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit 21
4.2. Etiologi
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi
lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah
frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung,
nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan
oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh
bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari
300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut.WHO (1986), juga
mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus
dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan
distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak
ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah
19
Respiratory Syncytial Virus(RSV), adenovirus, parainfluenza, dan virus
influenza A & B. 22
4.3. Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan
umur 2 bulan sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2
bulan 21
1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun
a) Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik
napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang,
tidak menangis/meronta).
b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah
untuk umur 2 bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali
permenit atau lebih, untuk umur 1-5 tahun sama dengan 40 kali
permenit atau lebih.
c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan
tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2
bulan
4.3.1.1.Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding
dada bagian bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk
golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu 60 kali permenit atau
lebih.
4.3.1.2.Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan
tanda tarikan kuat dinding dada bagia bawah atau napas cepat.
4.4. Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan 22:
1) Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a) Batuk
20
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan
suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 C. ⁰
2) Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-
gejala sebagai berikut :
a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih dan kelompok umur 2 bulan - <5 tahun :
frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk umur 2 – <12 bulan dan
40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan – <5 tahun.
b) Suhu lebih dari 39 C (diukur dengan termometer).⁰
c) Tenggorokan berwarna merah.
d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
3) Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika
dijumpai gejal-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru.
b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
f) Tenggorokan berwarna merah.
4.3. Diagnosis
21
Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan
yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara
langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan
dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Diagnosis etiologi pnemonia pada balita sulit untuk ditegakkan
karena dahak biasanya sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan
imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan
adanya bakteri sebagai penyebab pnemonia, hanya biakan spesimen fungsi
atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat
diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis etiologi pnemonia.
Pemeriksaan cara ini sangat efektif untuk mendapatkan dan
menentukan jenis bakteri penyebab pnemonia pada balita, namun disisi
lain dianggap prosedur yang berbahaya dan bertentangan dengan etika
(terutama jika semata untuk tujuan penelitian). Dengan pertimbangan
tersebut, diagnosa bakteri penyebab pnemonia bagi balita di Indonesia
mendasarkan pada hasil penelitian asing (melalui publikasi WHO), bahwa
Streptococcus, Pnemonia dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri
yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara berkembang. Di
negara maju pnemonia pada balita disebabkan oleh virus.
Diagnosis pnemonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan
atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat)
sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung
frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat
adalah :
a. Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali
permenit atau lebih.
b. Pada anak usia 2 bulan - <1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50
kali per menit atau lebih.
c. Pada anak usia 1 tahun - <5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40
kali per menit atau lebih.
22
Diagnosis pneumonia berat untuk kelompok umur kurang 2 bulan
ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak
60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding
dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pnemonia berat
dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai
adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan
pneumonia maka diagnosisnya adalah batuk pilek biasa (common cold),
pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit non-pnemonia lainnya.
5. TBC
5.1. Definisi
Tuberculosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan hewan
yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan
pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Spesies
penyebab yang paling sering adalah M. tuberculosis dan M. bovis.
Tuberkulosis bervariasi secara luas dalam hal manifestasinya dan mempunyai
kecenderungan kronisitas yang besar. Berbagai organ dapat terkena, walaupun
pada manusia paru adalah tempat utama penyakit ini dan biasanya merupakan
pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai organ lainnya.26 Jika diterapi
dengan benar, tubekulosis yang disebabkan drug-susceptible strain dapat
diobati pada semua kasus. Tanpa terapi, penyakit ini dapat berakibat fatal
dalam 5 tahun pada lebih dari setengah kasus tuberkulosis. Transmisi adalah
secara air-bourne yaitu dari droplet nuclei penderita tuberkulosis aktif.
5.2. Etiologi
Mycobacteria tergolong dalam famili Mycobacteriaceae dan order
Actinomycetales. Dari spesies patologis kompleks M. tuberculosis, agen yang
23
paling penting dan sering menyerang manusia adalah M. tuberculosis sendiri.
Kompleks tersebut terdiri dari M. bovis, M. africanum dan M.microti.
M. tuberculosis berbentuk batang, tidak membentuk spora, bakteri
anaerob tipis yang berukuran 0.5 x 3.0μm. Bakteri ini tidak dapat diwarnai
dengan pewarnaan Gram tetapi dapat diwarnai dengan asam alkohol ( bakteri
tahan asam ). Permeabilitas dinding sel sangat rendah, menyebabkan banyak
antibiotik yang tidak efektif terhadap bakteri tersebut.
Molekul lain pada dinding sel M. tuberculosis adalah protein
lipoarabinomannan yang berperan pada interaksi patogen-host dan
memfasilitasi survival bakteri di dalam makrofag.25
Kuman Tuberkulosis
Kuman ini berbentuk batang (basil), aerob, mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Pertumbuhan lambat, dapat hidup
intraselular dalam makrofag, atau extrasellular pada kavitas. Kuman TB cepat
mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat
dormant (tertidur lama) selama beberapa tahun.
5.3. Diagnosis
Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti
tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium
tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua
pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan
paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa
membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit
berlanjut sekali.25
Diagnosis tuberculosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan
kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup
24
banyak sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya
tidak diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberculosis paru sebaiknya
dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status
kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberculosis paru :
Pasien dengan sputum BTA positif :
1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis
ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan, atau
2. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai
dengan gambaran TB aktif, atau
3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.
Pasien dengan sputum BTA negatif :
1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sedikitpun pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran
radiologis sesuai dengan TB aktif, atau
2. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Disamping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan
kelainan histologis atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau
pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil
bakteri M. tuberculosae.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran
kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang
belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.23
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
25
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan
alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi,
foto toraks dan lain-lain.23
Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah cryptic tuberculosis.
Disini pemeriksaan radiologis dan laboratorium/sputum menunjukkan hasil
negatif dan kelainan klinisnya sangat minimal (biasanya demam saja dan
dianggap sebagai fever of unknown origin). Diagnosis diberikan berdasarkan
percobaan terapi dengan obat anti tuberculosis seperti INH+Etambutol selama
2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti tuberkulosis
diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat
diatas dihentikan.25
Standar diagnosis menurut International Standard of TB care :
Standar 1 : Setiap orang dengan batuk produktif selama 2 – 3 minggu
atau lebih, yang jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis.
Untuk pasien anak, selain gejala batuk, berat badan yang sulit naik dalam
waktu kurang lebih 2 bulan terakhir atau gizi buruk.23
Standar 2 : Semua pasien (dewasa, remaja, dan anak yang dapat
mengeluarkan dahak) yang diduga menderita tuberkulosis paru harus
menjalani pemeriksaan dahak mikroskopik minimal 2 dan sebaiknya 3
kali. Jika mungkin paling tidak satu spesimen harus berasal dari dahak
pagi hari.23
Standar 3 : Pada semua pasien yang diduga mendertia tuberkulosis
ekstraparu, spesimen dari bagian tubuh yang sakit seharusnya diambil
untuk pemeriksaan mikroskopik dan jika tersedia fasilitas dan sumber
daya, dilakukan pemeriksaan biakan dan histopatologi. Sebaiknya
dilakukan juga pemeriksaan foto toraks untuk mengetahui ada tidaknya
TB paru dan TB milier. Pemeriksaan dahak juga dialkukan, bila mungkin
pada anak.23
Standar 4 : Semua orang dengan temuan foto toraks diduga tuberkulosis
seharusnya menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.23
26
Standar 5 : Diagnosis tuberkulosis paru sediaan apus dahak negatif, harus
didasarkan kriteria berikut : minimal pemeriksaan dahak mikroskopik 3
kali negatif (termasuk minimal 1 kali dahak pagi hari); temuan foto
thoraks sesuai tuberkulosis dan tidak ada respons terhadap antibiotika
spektrum luas (catatan : fluorokuinolon harus dihindari karena aktif
terhadap M. Tuberculosis complex sehingga dapat menyebabkan perbaikan
sesaat pada penderita TB). Untuk pasien ini, jika tersedia fasilitas, biakan
dahak seharusnya dilakukan. Pada pasien yang diduga terinfeksi HIV
evaluasi diagnostik harus disegerakan.23
Standar 6 : diagnosis tuberkulosis intratoraks (yakni paru, pleura, dan
kelenjar getah bening hilus atau mediastinum) pada anak dengan gejala
namun sediaan apus dahak negatif seharusnya didasarkan atas kelainan
radiografi toraks sesuai tuberkulosis dan pajanan kepasa kasus TB yang
menular atau bukti infeksi TB (uji kulit tuberkulin positif atau interferon
gamma release assay). Untuk pasien seperti ini, bila tersedia fasilitas,
bahan daka seharusnya diambil untuk dibiakkan (dengan cara batuk, bilas
lambung, atau induksi dahak).23
5.4. Pencegahan
Penyakit TBC dapat dicegah dengan cara:
Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TBC aktif.
Menjaga standar hidup yang baik, dengan makanan bergizi, lingkungan
yang sehat, dan berolahraga.
Pemberian vaksin BCG (untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat).
Vaksin ini secara rutin diberikan pada semua bayi usia 3-14 bulan
Perlu diingat bahwa mereka yang sudah pernah terkena TBC dan diobati,
dapat kembali terkena penyakit yang sama jika tidak mencegahnya dan
menjaga kesehatan tubuhnya.
Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin
Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan
(air sabun)
27
Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan
Menghindari udara dingin
Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke
dalam tempat tidur
Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari
Peringatkan agar jangan terlewat meminum obat dan memeriksakan
sputum sesuai dengan yang telah dijadwalkan.
28
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/
atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemorragik. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg, dan
merupakan penyakit dengan julukan sebagai “The Silent Killer. AIDS adalah
kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan
tubuh akibat adanya infeksi oleh HIV. ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut yang berlangsung sampai 14 hari lamanya. Sedangkan yang
dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam
tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Tuberculosis adalah
setiap penyakit menular pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh spesies
Mycobacterium dan ditandai dengan pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa
pada jaringan-jaringan. Spesies penyebab yang paling sering adalah M.
tuberculosis dan M. bovis. Tuberkulosis bervariasi secara luas dalam hal
manifestasinya dan mempunyai kecenderungan kronisitas yang besar. Berbagai
organ dapat terkena, walaupun pada manusia paru adalah tempat utama penyakit
ini dan biasanya merupakan pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai
organ lainnya.
2. Saran
Sekarang ini banayak sekali penyakit yang mudah menyebar melalui
media dan cara apapun, untuk itu ada baiknya kita agar selalu menjaga kesehatan
dan kebersihan diri kita. Kita tak tahu kapan akan terjangkit penyakit maka
sebaiknya kita senantiasa mePmeriksakan kesehatan diri kita sebelum hal itu
terlambat dan akan mengakibatkan fatal.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI : 2006 : 1709-1713
2. Mansjoer Arif dkk. Demam Dengue. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran
Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius FKUI : 2004 : 428-433
3. WHO. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan,
dan Pengendalian. Jakarta : EGC : 1999
4. Chen Khie dkk. Diagnosis dan Terapi cairan pada Demam Berdarah
Dengue. Dalam : Medicinus. Edisi Maret-Mei. Jakarta : 2009
5. Isselbacher J Kurt dkk. Hemorrhagic Fever. Dalam : Harrison’s Principles
of Internal Medicine. 14th edition. United State of America : McGraw-Hill:
1998 : 1141-1143.
6. Mubin A Halim. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Panduan Praktis Ilmu
Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. 2001. 5-8
7. Murwani Arita. Perawatan Pasien Dengue Hemorrhagic Fever (Demam
Berdarah). Dalam : Perawatan Pasien Penyakit Dalam. Yogyakarta : Mitra
Cendikia Press. 2009. 125-132
8. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakata. FKUI: 2004
9. Katzung, betram. Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta. EGC:
1997
10. Laureen, Sheerwood. Fisiologi Manusia. EGC. Jakarta: 2011.
11. Price SA, Wilson LM. Fisiologi Sistem Kardiovaskular, Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. Jakarta. EGC:
2006.
12. Robbins, S.L, Kumar, V, Cotran, RS. Buku Ajar Patologi. Edisi ke-7.
Jakarta. EGC: 2007.
13. Robbins, S.L, Kumar, V, Cotran, RS. Dasar Patologi Penyakit Volume 2.
Edisi ke-5. Jakarta. EGC.
31
14. Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang., dkk. Ilmu Penyakit Dalam Edisi
5. Publishing Interna. Jakarta: 2006.
15. Djoerban Z, Djauzi S. HIV/AIDS di Indonesia. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI 2006
16. UNAIDS-WHO. Report on the global HIV/AIDS epidemic 2010:
executive summary. Geneva. 2010.
17. Mustikawati DE. Epidemiologi dan pengendalian HIV/AIDS. In: Akib
AA, Munasir Z, Windiastuti E, Endyarni B, Muktiarti D, editors. HIV
infection in infants and children in Indonesia: current challenges in
management. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM
2009
18. Pedoman Nasional Terapi Antiretroviral. “Panduan Tatalaksana Klinis
Infeksi HIV pada orang Dewasa dan Remaja” edisi ke-2, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan 2008
19. Merati TP, Djauzi S. Respon imun infeksi HIV. In: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S, eds. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI 2006
20. Djauzi S, Djoerban Z. Penatalaksanaan HIV/AIDS di pelayanan kesehatan
dasar. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 2002.
21. DepKes RI.Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta:2000
22. WHO. Pengenalan dini, pelaporan, dan manajemen pencegahan dan
pengendalian infeksi ISPA yang berpotensi menimbulkan
kekhawatiran:2008
32
23. Aditama TY, Kamso S, Surya A, & Basri C. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis 2006. Kementrian kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 2006.
24. Aditama TY, Kamso S, Surya A, & Basri C. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis 2007. Kementrian kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta. 2007.
25. Amin Z & Bahar A. Tuberkulosis Paru : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam;
jilid III, ed.1, hlm 2230 – 2239. Internal Publishing. Jakarta Pusat 2009.
26. Amin Z & Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam; jilid III, ed.1, hlm 2240 – 2247. Internal Publishing.
Jakarta Pusat. 2009
33