Download - Makalah Pneumotoraks Dan Hemotoraks
MAKALAH KEPERAWATAN KLINIK VI
(KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH)
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX DAN HEMOTHORAX
Disusun Oleh Kelompok 6 Program A 2010
DEDE RENOVALDI
RIZKY IKA WINDA
TRI SASMI IRVA
Dosen Pembimbing : Siti Rahmalia Hairani. D, MNS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat dengan waktunya.
Kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Rahmalia Hairani. D,
MNS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dalam menyelesaikan makalah ini.
Serta kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak ada kekurangan baik
dari isi materi maupun penyusunan kalimat. Namun demikian, perbaikan merupakan hal yang
berlanjut sehingga kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini sangat penulis
harapkan.
Akhirnya penulis menyampaika terimakasih kepada pembaca dan teman-teman sekalia
yang telah membaca dan mempelajari makalah ini.
Pekanbaru, September 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………..i
Daftar Isi……………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………….…………………………1
B. Rumusan Masalah……………………………………..…………………………..2
C. Tujuan……………………………………………………………………………..2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologis Paru-paru………………………………………………. 3
B. Pneumotoraks……………………………………………………………………. 4
C. Hemotoraks………………………………………………………………………10
Lampiran……………………………………………………………………………..20
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Kasus 1 (Pneumotoraks)………………………………………………………….24
B. Kasus 2 (Hemotoraks)……………………………………………………………34
C. Penatalaksanaan Farmakologis Pneumotoraks dan Hemotoraks………………...40
D. Health Education………………………………………………………………....41
E. Tujuan Pembelajaran…………………………………………………………..…42
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….43
Lampiran WSD ……………………………………………………………………………………..…44
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia karena saat
bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat berfungsi sebagai gas kehidupan
pada sel dan membuang karbondioksida yang merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena
itu, gangguan apapun yang terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada
sistem-sistem tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan terjadi pada
system pernapasan, diantaranya yaitu Pneumotoraks dan Hemotoraks.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.
Sedangkan Hemotoraks adalah terdapatnya darah dalam rongga pleura. (Price & Wilson,
1995). Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, gas, cairan ataupun darah,
karena paru-paru membutuhkan pleura agar dapat leluasa mengembang terhadap rongga
dada. Sehingga jika terdapat benda asing pada pleura ini akan mengakibatkan paru-paru akan
sulit berelaksasi dirongga dada dan mengalami kesulitan untuk mendapatkan asupan oksigen
yang cukup bagi tubuh.
Insiden pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya yang acak penyebabnya.
Namun diketahui berdasarkan penelitian Seaton dkk. Menyebutkan bahwa pria lebih banyak
mengidap pneumotoraks daripada wanita dengan perbandingan 5:1 dan sekitar 81% kasus
pneumotoraks berada pada rentang umur dibawah 45 tahun. Di Olmested Country,
Minessota, Amerika, Melton et al melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974)
pada pasien yang terdiagnosa pneumotoraks , didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien
karena iatrogenic dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan (terjadi tiba-tiba
tanpa ada penyebab). Pada kasus pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi yaitu 7,4-
8,6/100.000 pertahun untuk pria dan 1,2/100.000 pertahun untuk wanita. (loddenkemper,
2003)
Sedangkan untuk Hemotoraks sangat jarang terjadi untuk etiologi spontan karena
kebanyakan kasus terdapatnya darah pada rongga pleura diakibatkan oleh cedera atau trauma
pada dada kecuali ada komplikasi lainnya. Menurut epidemiologinya, angka kejadian
4
hemotoraks terkait trauma atau cedera di Amerika Serikat adalah sebanyak 300.000 kasus
pertahun.
Berdasarkan prevalensi dan angka kejadian yang cukup tinggi untuk pneumotoraks dan
hemotoraks inilah yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu
makalah, sehingga akan ditemui konsep mendalam dan asuhan keperawatan mengenai
gangguan system pernapasan ini.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan pneumotoraks dan hemotoraks ?
C. Tujuan
Untuk mengetahui informasi mengenai pneumotoraks dan hemotoraks mulai dari
definisi, penyebab, penatalaksanaan, hingga asuhan keperawatan dan akhirnya mampu
mengaplikasikannya saat di lapangan.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Anatomi dan Fisiologi Paru-paru
Pleura merupakan membran tipis pembungkus paru yang terdiri dari 2 lapisan yaitu
pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan
mengadakan penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf
dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan
ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. (Syaifuddin, 2009)
Normalnya rongga pleura selalu ada cairan serosa yang berfungsi untuk mencegah
melekatnya pleura viseralis dan pleura parietalis, sehingga gerakan paru dapat mengembang
dan mengecil dengan mulus tanpa terjadinya friksi. Cairan pleura merupakan filtrate dari
plasma yang terus-menerus direabsorbsi sehingga selalu dalam keadaan yang tetap. Cairan
fisiologis ini disekresi oleh pleura parietalis dan diabsorbsi kembali oleh pleura viseralis.
Dalam keadaan normal cairan pleura berkisar antara kurang dari 5 ml – 15 ml dan setiap
peningkatan jumlah cairan di atas nilai ini dianggap sebagai efusi pleura (Syaifuddin, 2009).
Normalnya cairan pleura terbentuk karena tekanan hidrostatis pada pleura parietalis lebih
besar dari tekanan onkotik, fitrat masuk rongga pleura.
6
B. Pneumotoraks
1. Definisi
Pneumothoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura
(Harrison, 2000). Luka tembus dada merupakan penyebab umum dari pneumotoraks
traumatik pengumpulan udara dalam ruang potensial. Pneumotoraks adalah cedera dada
hebat yang disebabkan karena adanya udara yang keluar dari paru kedalam ruang pleura
(Brunner & Suddart, 2010).
Pada pneumotoraks udara atau gas terakumulasi antara pleura parietal dan viseral.
Banyaknya udara yang terjebak dalam ruangan intrapleura menentukan tingkat kolaps
paru. Pneumotoraks diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik, spontan,
dan terapeutik (Harrison, 2000).
2. Etiologi
Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabrokhial,
sehingga paru-paru akan berkembang mengikuti dinding toraks dan udara dari luar yang
tekanannya nol akan masuk ke bronkus hingga sampai alveoli. Saat ekspirasi, dinding
dada menekan rongga dada sehingga tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari tekanan di
alveolus ataupun dibronkus sehingga udara ditekan keluar melalui bronkus. Tekanan intra
bronchial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan inrabronkhial akan lebih
meningkat lagi pada waktu batuk, bersin, mengedan karena pada keadaan ini glottis
menutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah,
bronchus atau alveolus itu akan pecah atau robek.
Pneumotoraks terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara
melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkhus.
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian membentuk suatu bulla yang
disebut granulomatous fibrosis. Granulomatous fibrosis adalah salah satu penyebab sering
terjadinya pneumotoraks karena bulla tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi
empiema.
Pneumotoraks diklasifikasikan sesuai dengan penyebabnya yaitu traumatik, spontan,
dan terapeutik. (Harrison, 2000)
7
a. Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma,
baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding
dada maupun paru.
Berdasarkan kejadiannya pneumotoraks traumatik dibagi 2 jenis yaitu :
1). Pneumotoraks Traumatik bukan Iatrogenik, adalah pneumotoraks yang terjadi
karena jejas pada dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotrauma.
2). Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik, adalah pneumotoraks yang terjadi akibat
komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini dibedakan menjadi 2 yaitu :
Pneumotoraks traumatik Iatogenik Aksidental, adalah pneumotoraks yang
terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi tindakan
tersebut, misalnya pada tindakan parenthesis dada, biopsi dada, biopsi pleura,
biopsy transbronkial, biopsi/aspirasi paru perkutaneus, kanulasi vena sentral,
barotrauma (ventilasi mekanik).
Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik Artifisial, adalah pneumotoraks yang
sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam rongga pleura melalui
jarum dengan suatu alat Maxwell box. Biasanya untuk terapi tuberkulosis atau
untuk menilai permukaan paru.
b. Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks spontan adalah pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak
terduga dengan atau tanpa penyakit paru-paru yang mendasarinya. Pneumotoraks
akan terjadi apabila ada hubungan antara bronkus atau alveolus dengan rongga pleura,
sehingga udara dapat masuk ke rongga pleura melalui kerusakan yang ada,
menyebabkan pneumotoraks terbuka, tertutup, dan tekanan.
Pneumotoraks spontan terbagi 2 yaitu :
1). Pneumotoraks Spontan Primer
Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantong udara
dekat pleura viseralis.Penelitian secara patologis membuktikan bahwa pasien
8
pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang
berisi udara dalam bentuk bleb dan bulla.Bulla merupakan suatu kantong yang
dibatasi sebagian oleh pleura fibrotikyang menebal.
2). Pneumotoraks Spontan Sekunder
Pneumotoraks spontan sekunder terjadi karena pecahnya bleb viseralis atau
bulla subpleura dan sering berhubungan dengan penyakit paru yang
mendasarinya.Patogenesis pneumototaks spontan sekunder umumnya terjadi akibat
komplikasi penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), asma, fibrosis kistik,
tuberculosis paru, penyakit-penyakit paru lainnya.
Pneumotoraks Terbuka, yaitu terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara
rongga pleura dan bronkus dengan lingkungan luar. Terjadi karena luka terbuka
pada dinding dada sehingga pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka
tersebut.
Pneumotoraks Tertutup, yaitu rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan
dengan lingkungan luar. Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan
positif) karena direasorpsi dan tidak ada hubungan lagi dengan lingkungan luar
maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif. Tetapi paru belum bisa
berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun
tekanannya sudah normal.
Pneumotoraks Ventil, terjadi selama melakukan ventilasi mekanis atau upaya
resusitatif. Tekanan pleura positif bersifat mengancam jiwa karena ventilasi sangat
menurun dan juga karena tekanan positif diteruskan ke mediastinum, yang
mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena kejantung dan turunnya curah
jantung.
3. Manifestasi Klinis (LWW, 2011)
Pneumotoraks Tanda dan Gejala
Tertutup Pneumotoraks yang luas dan cepat menimbulkan:
- Nyeri tajam saat ekspirasi terutama pada paru yang
sakit.
- Peningkatan frekuensi napas
9
- Kecemasan meningkat
- Produksi keringat berlebihan
- Penurunan tekanan darah
- Takikardi
- Inspeksi dan palpasi: penurunan sampai hilangnya
pergerakan dada pada sisi yang sakit.
- Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit
- Auskultasi: penurunan suara napas.
spontanNapas pendek dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma
dari paru.
Ventil
- Inspeksi dan sesak napas berat, penurunan pergerakan
dada.
- Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit
- Auskultasi: penurunan suara napas.
Terbuka
- Terlihat ada luka terbuka dan suara mengisap di
tempat luka.
- Perkusi: hiperresonan pada sisi sakit
- Auskultasi: penurunan suara napas.
4. Evaluasi Diagnostik (PDIPDI, 2009)
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang kolaps tidak
membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus paru.
Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperti massa yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali.
Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas yang
dikeluhkan. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada pendorongan
jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah terjadi
pneumotoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
b. Saturasi oksigen
Saturasi oksigen harus diukur biasanya normal kecuali adanya penyakit paru.
c. Ultrasonografi atau CT 10
Keduanya lebih baik dari poto toraks dalam mendeteksi pneumotoraks kecil dan
biasanya digunakan setelah biopsi perkutan.
5. WOC (Web of Caution) Teoritis
11
Kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini akan berhubungan dengan bronkus
Tekanan intrabrokhial meningkat
Pelebaran alveoli dan pecahnya septa alveoli
Membentuk bulla, kemudian pecah menembus pleura
Terjadi hubungan langsung antara rongga pleura dengan udara lain
Tekanan positif intra pleura menurun
Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak normal
Pola nafas tidak efektif
Terpasang bullow drainase/WSD
Tanda dan gejala:
- mual, - BB turun- Tidak bisa makan
akibat sesak- intake nutrisi
tidak adekuat,
Nyeri
Perubahan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Tanda-tanda:
Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri,
adanya luka pasca pemasangan bullow
drainase
Tanda dan gejala:
- Sesak napas
- Napas cuping hidung
- RR diatas 20x
- Irama nafas tidak teratur
Intervensi:
- Kaji skala nyeri
- Ajarkan tekhnik relaksasi
- Kolaborasi dengan penggunaan analgesik
Intervensi:
- Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan.
- Posisikan pasien (semifowler)
- Observasi TTV
Intervensi:
- Kaji kebiasaan makan
- Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering
- Hidangkan makanan yg
7. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumotoraks bergantung pada jenis pneumotoraks yang dialaminya,
derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat
melaksanakan pengobatan yang meliputi tindakan dekompresi yaitu membuat hubungan
antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara : (PDIPDI, 2009)
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah negatif. Hal ini
disebabkan karena udara keluar melalui jarum tersebut. Cara lainnya adalah
melakukan penusukan ke rongga pleura memakai transfusion set.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
Penggunaan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter toraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan
perantara troakar atau dengan bantuan klem penjepit (pen), memasukkan pipa
plastik (kateter toraks) dapat juga dillakukan melalui celah yang dibuat dengan
bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada garis aksila tengah atau pada garis
aksila belakang.Selain itu, dapat pula melalui sela iga ke-2 dari garis klavikula
tengah.Selanjutnya ujung selang plastic di dada dan pipa kaca WSD di
hubungkan melalui pipa plastic lainnya.Posisis ujung pipa kaca yang berada di
botol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Pengisapan Kontinu (continuous suction)
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetaap positif.
Pengisapan dilakukan dengan cara memberi tekanan negative sebesar 10-20
cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Pencabutan Drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intrapleura sudah
negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditututp dengan
cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang
penuh, drain dapat dicabut.
12
c. Tindakan Bedah
Pembukaan dinding toraks dengan cara operasi, maka dapat dicari lubang yang
menyebabkan terjadinya pneumotoraks, lalu lubang tersebut dijahit.
d. Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebabkan paru
tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan pengelupasan atau dekortisasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada
fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat
dipertahankan kembali.
C. Hemotoraks
1. Definisi
Hemotoraks merupakan suatu keadaan dimana darah terakumulasi pada rongga pleura
yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi terpenting
perembesan darah berkumpul dikantong pleura tidak bisa diserap oleh pleura (Muttaqin,
2008). Hemotoraks yaitu trauma pada rongga toraks yang berakibat pendarahan (Patrick,
2002). Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.
2. Etiologi
Hemothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya : (LWW, 2011)
a. Hemotoraks Spontan
Oleh kerena primer ( rupture blep), sekunder (Infeksi keganasan).
b. Hemotoraks yang didapat
Oleh karena iatrogenic, barotrauma, trauma.
Penyebab paling umumdari hemotoraks adalah trauma dada, misalnya :
a. Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada
b. Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemotoraks.
Penyebab dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah
intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cedera tajam atau
cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal juga dapat menyebabkan
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi
13
operasi. Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada. Dapat juga
terjadi pada pasien yang memiliki:
Kematian jaringan paru-paru (paru-paru infark )
Kanker paru-paru atau pleura.
Menusuk dada ( ketika senjata seperti pisau atau memotong peluru paru-paru
Operasi jantung
Tuberkulosis
Sebuah cacat pembekuan darah
Trauma tumpul dada
Hematoraks masif adalah terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc
dalam rongga pleura. Penyebabnya adalah luka tembus yang merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Selain itu juga dapat disebabkan
cedera benda tumpul. Kehilangan darah dapat menyebabkan hipoksia.
c. Manifestasi Klinis (LWW, 2011)
Gangguan pengembangan dada
Perubahan kedalaman pernapasan
Sesak napas mendadak
Nyeri dada
Perkusi dada pekak
Perdarahan nyata (massif)
Sianosis
Hipoksia
Takikardi
Hipotensi
d. Evaluasi Diagnostik
a. Perkusi memperlihatkan bunyi napas yang samar dan saat auskultasi bunyi napas
berkurang atau tidak ada di sisi yang diserang.
b. Torasentesis menghasilkan darah atau cairan serosanguinosa
c. Sinar-X dada menunjukkan cairan pleural dengan atau tanpa pergeseran
mediastinal.
d. Analisis gas darah arterial bias mendokumentasikan gagal respiratorik.
14
e. Kadar hemoglobin bisa turun, tergantung pada darah yang hilang.
e. WOC Teoritis
f.
(Muttaqin, 2008)
6. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
15
Trauma pada Thoraks
Gangguan ventilasi: pengembangan paru tidak optimal, gangguan difusi, distribusi, dan transportasi oksigen
Akumulasi darah di kantong pleura
Pendarahan jaringan interstitium. Pendarahan intraalveolar, kolaps arteri dan kapiler-kapiler kecil, hingga tahanan perifer pembuluh darah
paru meningkat.
Reabsorpsi darah oleh pleura tidak memadai/ tidak optimal
Ketidakefektifan pola nafas
Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi tidak adekuat, malaise, kelemahan,
dan keletihan fisik, kecemasan, serta ketidaktahuan akan prognosis
Terpasang bullow drainase / WSD
Tanda-tandanya:
- Sesak napas
- Napas cuping hidung
- RR diatas 20x
- Irama nafas tidak teratur
Intervensi:
- Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan.
- Posisikan pasien (semifowler)
- Observasi TTV
Nyeri
Tanda-tanda:
Klien terlihat menahan nyeri,
Respon nyeri, adanya luka pasca
pemasangan bullow drainase
Intervensi:
- Kaji skala nyeri
- Ajarkan tekhnik relaksasi
- Kolaborasi dengan penggunaan analgesik
Tanda:
- mual, - BB turun- Tidak bisa makan akibat sesak
Perubahan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan.
Intervensi:
- Kaji kebiasaan makan
- Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering
- Hidangkan makanan yg hangat.
Diagnosa keperawatan Pneumotoraks dan Hemotoraks yang mungkin muncul secara teoritis :
(Doenges, 2000)
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
1. Ketidakefektifan pola pernapasan
yang berhubungan dengan gangguan
pertukaran gas
Kaji kualitas,
frekuensi, dan
kedalaman
pernapasan ,
laporkan setiap
perubahan yang
terjadi.
Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi,
dan kedalamn
pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh
mana perubahan
kondisi klien.
Baringkan klien
dalam posisi yang
nyaman, atau dalam
posisi duduk.
Penurunan diafragma
memperluas daerah
dada sehingga
ekspansi paru bias
maksimal.
Observasi tanda-
tanda vital (nadi,
RR).
Peningkatan RR dan
takikardi merupakan
indikasi adanya
penurunan fungsi
paru.
Lakukan auskultasi
suara napas tiap 2-4
jam.
Auskultasi dapat
menentukan kelainan
suara napas pada
bagian paru.
Kemungkinan akibat
dari berkurangnya
atau tidak
berfungsinya lobus,
segmen, dan salah
satu dari paru. Pada
16
daerah kolaps paru,
suara pernapasan
tidak terdengar tetapi
bila hanya sebagian
yang kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar dengan
jelas. Hal tersebut
dapat menentukan
fungsi paru yang baik
da nada tidaknya
atelectasis paru.
Bantu dan ajarkan
klien untuk batuk
dan napas dalam
yang efektif.
Menekan daerah yang
nyeri ketika batuk
atau napas dalam.
Penekanan otot-otot
dada serta abdomen
membuat batuk lebih
efektif.
Kolaborasi untuk
tindakan dekompresi
dengan pemasangan
WSD.
Dengan
memungkinkan udara
keluar dari rongga
pleura dan
mempertahankan agar
paru tetap
mengembang dengan
jalan
mempertahankan
tekanan negative pada
interpleura.
2. Nyeri berhubungan dengan batuk Tentukan Penggunaan skala/
17
menetap adanya selang dada,
ditandai dengan nyeri dada, gelisah,
keadaan umum lemah.
karakteristik nyeri rentang nyeri
membantu pasien
dalam mengkaji
tingkat nyeri,
meningkatkan kontrol
nyeri.
Kaji pernyataan
verbal dan non
verbal nyeri pasien
Ketidaksesuaian
antara petunjuk
verbal/ non verbal
dapat menunjukkan
derajat nyeri
Dorong pasien untuk
melakukan tehnik
relaksasi
Meningkatkan
relaksasi dan
penglihatan perhatian
Bantu aktivitas
perawatan diri,
pernapasan dan
latihan tangan
Mendorong dan
membantu fisik
diperlukan untuk
beberapa waktu
sebelum pasien
mampu untuk
kreativitas karena
nyeri/ takut nyeri.
Berikan periode
istirahat, berikan
lingkungan tenang
Penurunan
kelemahan,
menghemat energi
dan meningkatkan
koping.
18
Berikan analgesik
rutin sesuai indikasi
Mempertahankan
kadar obat lebih
konstan menghindari
puncak periode nyeri
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
Kaji kebiasaan
makan makanan
kesukaan atau
ketidaksukaan
Mengidentifikasi
defisiensi/kekurangan,
menduga
kemungkinan
intervensi.
Timbang berat badan
klien setelah sakit
Mengawasi
penurunan BB /
mengawasi efektifitas
intervensi.
Anjurkan klien
makan dalam porsi
kecil tapi sering
Makanan sedikit
dapat menurunkan
kelemahan dan
meningkatkan
masukan juga
mencegah distensi
gaste/ peregangan .
Beri motivasi klien
untuk menghabiskan
porsi makanannya
Dengan memotivasi
klien menghabiskan
makanannya, klien
lebih kuat untuk ingin
sembuh.
. Hidangkan makanan
selagi hangat
Menambah nafsu
makan klien.
19
Jelaskan pentingnya
nutrisi yang adekuat
untuk proses
penyembuhan
Nutrisi penting untuk
penyembuhan karna
mengembalikan
kestabilan sistem
tubuh.
Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
memberikan diit
makanan
Metode makan dan
kebutuhan dengan
upaya kalori
didasarkan pada
kebutuhan individu
untuk memberikan
nutrisi maksimal
dengan upaya
minimal pasien
/penggunaan energi.
Kolaborasi
pemberian obat anti
emetic
Obat antiemetik yaitu
obat yang mengatasi
mual dan muntah.
7. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (LWW, 2011)
a. Medis
1) Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian volume darah yang
dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan
infuse cairan kristaloid secara cepat dan kemudian pemberian darah dengan
golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga pleura dapat dikumpulkan
dalam penampungan yang cocok untuk autotranfusi, bersamaan dengan
pemberian infuse dipasang pula chest tube (WSD).
2) Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
20
WSD adalah suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura.
3) Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen supplemental.
4) Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri.
5) Terapi IV bisa digunakan untuk mngembalikan volume cairan.
6) Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yang signifikan (lebih
dari 1 liter)
7) Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien, untuk
mengevakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahan.
b. Penatalaksanaan Keperawatan Pneumotoraks dan Hemotoraks
Menurut LWW (2011), penatalaksanaan pneumotoraks dan hemotoraks umumnya
adalah sebagai berikut:
No Tindakan Rasional
1. Lihat apakah klien pucat dan terengah-
engah.
Klien akan terlihat pucat dan terengah-
engah saat mengalami nyeri
2. Pantau tanda vital setiap jam Untuk mengindikasikan syok, distress
respiratorik, Tekanan darah turun, nadi
naik dan tingkat respiratorik naik bisa
mengindikasikan tingkat keparahan
pneumotoraks.
3 Tempatkan pipa dada. Minta pasien
batuk dan bernapas dalam. Kemudian
beri analgesic.
Untuk mempermudah ekspansi dada.
Analgesic dapat mengurangi nyeri.
4. Pada pasien yang menjalani drainase
pipa dada, lihat adakan kebocoran.
Catat jumlah drainasenya.
Jika ada penggelembungan berarti
mengindikasikan kelainan paru gagal
menutup.
21
5. Lihat apakah klien mengenakan
ventilator. Lihat apakah klien sulit
bernapas.
Ventilator dapat membantu pasien
mendapatkan oksigen yang cukup.
6. Ganti pembalut disekitar masuknya
pipa dada seperlunya. Berhati-hatilah
untuk tidak memposisikan kembali
pipa.
Kebocoran pipa drainase dapat
memperburuk keadaan klien.
7. Bantu pasien berjalan semampunya
(biasanya sehari setelah operasi)
Untuk melatih inspirasi dalam dan
ekspansi paru-paru.
8. Beri keyakinan pada pasien dan
jelaskan mengenai pneumotoraks.
Menambah pengetahuan kesehatan pada
klien.
9. Posisikan klien senyaman mungkin. Biasanya klien pneumotoraks merasa
paling nyaman saat duduk tegak lurus.
Lampiran
22
Step I :
Terminologi (Kata Sulit) :
o Pneumotoraks
Suatu keadaan terdapatnya udara didalam rongga pleura.
o Hematoraks
Trauma pada rongga toraks yang berakibat pendarahan.
o Hematoraks massif
Terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc dalam rongga pleura.
o Pneumotoraks Traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan
yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
o Pneumotoraks Traumatik bukan Iatrogenik
Pneumotoraks yang terjadi karena jejas pada dinding dada baik terbuka maupun
tertutup, barotrauma.
Pneumotoraks Traumatik Iatrogenik
Pneumotoraks yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis.
o Pneumotoraks Spontan
Pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga dengan atau tanpa
penyakit paru-paru yang mendasarinya.
o Pneumotoraks Spontan Primer
Robeknya suatu kantong udara dekat pleura viseralis.
o Kolaps
Kelemahan anggota tubuh karena kegagalan peredaran darah.
o Bulla
Gelembung berisi cairan lebih besar dari pada vesikel.
o Pneumotoraks Spontan Sekunder
karena pecahnya bleb viseralis atau bulla subpleura dan sering berhubungan dengan
penyakit paru yang mendasarinya.
o Pneumotoraks Terbuka
Terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronkus dengan
lingkungan luar.
23
o Pneumotoraks Tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.
o Pneumotoraks Ventil
Terjadi selama melakukan ventilasi mekanis atau upaya resusitatif.
o Biopsi
Pengambilan sampel dengan menggunakan bagian tubuh.
o Pleura
Selaput yang menutupi permukaan paru-paru.
o Hilus
Tempat masuk dan keluar pembuluh-pembuluh darah dan saraf.
o Septa
Sekat atau dinding pembatas.
o Obstruksi
Penyumbatan atau keadaan tersumbat.
o Empiema
Penanahan rongga badan, biasanya dirongga dada.
o Predisposisi
Kepekaan tersembunyi terhadap suatu penyakit yang dapat dicetuskan oleh keadaan-
keadaan tertentu.
o Tuberkulosis
Penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
o Torasentesis
Tindakan mengaspirasi cairan pleural atau udara, dilakukan untuk menghilangkan
tekanan, nyeri atau dispnea.
o Serosanguinosa
Trauma tumpul dada.
o Bleb
Kista (struktur abnormal seperti kantung yang bisa ditemukan di manapun di tubuh)
berisi udara di dekat atau pada permukaan paru-paru.
o WSD (Water Sealed Drainage)
24
Tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari
rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
o Dekompresi
Meniadakan atau mengurangi tekanan.
o Dekortisasi
Pengelupasan.
o Frekuensi
Jumlah berapa kali suatu hal terjadi dalam satuan waktu tertentu.
o Indikasi
Petunjuk yang menjadi alas an dilakukannya tindakan.
o Undulasi
Pergerakan cairan di selang dan adanya gelembung udara yang keluar dari air dalam
botol WSD.
o Adekuat
Cukup atau memadai.
o Obstruksi
Penyumbatan atau keadaan tersumbat.
o Obat antiemetik
Obat yang mengatasi mual dan muntah.
o Spasme
Ketegangan atau kekakuan otot.
Step II :
1. Bagaimana pneumotoraks dan hemotoraks dapat menyebabkan hipoksia?
2. Bagaimana prognosis pneumotoraks dan hemotoraks?
3. Bagaimana penatalaksanaan nonfarmakologis untuk pneumotoraks dan hemotoraks?
Step III :
1. Pada kasus pneumotoraks dan hemotoraks terdapat gangguan ventilasi, difusi dan
perfusi akibat dari kebocoran paru yang menembus dan substansi memenuhi pleura
sehingga oksigen yang seharusnya diedarkan keseluruh tubuh mengalami deficit
25
akibat ekspansi paru yang tidak memadai untuk berkontraksi sehingga paru
mengalami kolaps.
2. Pasien dengan pneumotoraks dan hemotoraks spontan hampir separuhnya akan
mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun pemasangan tube
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien yang dilakukan toraktomi
terbuka. Pasien yang penatalaksanaannya baik umumnya tidak dijumpai komplikasi.
Pasien pneumotoraks dan hemotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru
yang mendasarinya, misalnya pada pasien PPOK harus lebih berhati-hati karena
sangat berbahaya.
3. Sampai saat ini penulis belum dapat menemukan penatalaksanaan
nonfarmakologisnya. Hal ini dimungkinkan karena jenis penyakit ini yang sangat
membutuhkan tindakan medis yang lanjut.
26
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Kasus 1
1. Uraian Kasus (Pneumothorax) :
Bapak K mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga. Dua tahun yang lalu
didiagnosa TBC dengan riwayat putus obat. Saat ini dipasang WSD satu botol dan
oksigen binasal 2 L/menit. Udara banyak keluar tetapi pasien masih sesak. Ekstremitas
ferifer sianosis dan dingin, kesadaran samnolen.
2. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : Tn. K
Jenis kelamin : Laki-laki
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengalami sesak hebat
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga. Dan saat ini
dipasang WSD satu botol dan oksigen binasal 2 L/menit.
3) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Dua tahun yang lalu pasien didiagnosa TBC dengan riwayat putus obat.
3. Analisa Data
a. Data Subjektif :
1) Pasien mengalami sesak hebat setelah melakukan olahraga
b. Data Objektif :
1) Pasien terlihat sesak
2) Ekstremitas perifer pasien terlihat sianosis dan dingin
3) Kesadaran pasien samnolen
4) Pasien terpasang WSD satu botol
5) Pasien terpasang oksigen binasal 2 L/menit
27
No. Data EtiologiMasalah
Keperawatan
1. DS : pasien mengalami sesak
hebat setelah melakukan
olahraga.
DO :
- Pasien terlihat sesak..
- Pasien terpasang WSD
satu botol
- Pasien terpasang
oksigen binasal
2L/menit
Kebocoran paru akibat
robeknya pleura
Hub. Langsung antara rongga
pleura dan udara dalam pipa
Gangguan ventilasi (ekspansi
paru - ), difusi, distribusi dan
transportasi
Sesak napas
Ketidakefektifan pola napas
Ketidakefektifan
pola pernapasan
2. DS : pasien mengalami sesak.
DO :
- Pasien terlihat sesak
- Kesadaran somnolen
Kebocoran paru akibat
robeknya pleura
Hub. Langsung antara rongga
pleura dan udara dalam pipa
Gangguan ventilasi, difusi,
distribusi dan transportasi
Gangguan oksigen pada
jaringan otak
Kesadaran menurun
Gangguan perfusi cerebral
Gangguan perfusi
cerebral
3. DS : pasien mengalami sesak
hebat setelah melakukan
olahraga.
Kebocoran paru akibat
robeknya pleura
Gangguan perfusi
jaringan
28
DO :
- pasien terlihat sesak.
- Ekstremitas perifer
pasien terlihat sianosis
dan dingin
Hub. Langsung antara rongga
pleura dan udara dalam pipa
Gangguan ventilasi, difusi,
distribusi dan transportasi
Suplai oksigen terganggu pada
perifer
Gangguan perfusi jaringan
4. DS : -
DO :
- Pasien terpasang WSD
satu botol
Kebocoran paru akibat
robeknya pleura
Hub. Langsung antara rongga
pleura dan udara dalam pipa
Gangguan ventilasi, difusi,
distribusi dan transportasi
Terpasang WSD
Respon nyeri pasca
pemasangan WSD
Nyeri
Nyeri
29
4. WOC Kasus Pneumotoraks
30
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan pertukaran gas
Mycobacterium tuberculosis membentuk granuloma fibrosis
Bulla pecah menembus pleura
kebocoran paru akibat robeknya pleura
Hub. Langsung antara rongga pleura dengan udara dalam paru
Tekanan positif intra pleura menurun
Gangguan ventilasi (Ekspansi paru berkurang)
Gangguan perfusi
Tanda:
- Kesadaran menurun
- GCS menurun
Tanda:
- Sianosis
- Akral dingin
- CRT <2”
Ketidakefektifan pola nafas
Tanda-tandanya:
- Sesak napas
- Napas cuping hidung
- RR diatas 20x
- Irama nafas tidak teratur
Intervensi:
- Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan.
- Posisikan pasien (semifowler)
- Observasi TTV
Nyeri
Tanda-tanda:
Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri, adanya luka pasca pemasangan bullow drainase
Intervensi:
- Kaji skala nyeri
- Ajarkan tekhnik relaksasi
- Kolaborasi dengan penggunaan analgesik
Pemasangan WSD
Gangguan perfusi cerebral bd. Suplai O2 menurun
Gangguan perfusi jaringan bd. Gangguan pertukaran gas
Intervensi:
- Kaji tingkat kesadaran
- Pantau TTV
Intervensi:
- Kaji adanya pucat
- Pantau TTV
- Kaji CRT
5. Asuhan keperawatan
No. Diagnosa
Keperawatan
Tujuan/Kriteria
Hasil
Intervensi
Keperawatan
Rasional
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan
yang berhubungan
dengan
menurunnya
ekspansi paru
sekunder terhadap
peningkatan
tekanan dalam
rongga pleura.
Tujuan : Dalam
waktu 3x24 jam
setelah
diberikan
intervensi pola
pernapasan
klien kembali
efektif.
Kriteria hasil :
Irama,
frekuensi, dan
kedalaman
pernapasan
berada dalam
batas normal,
pada
pemeriksaan
rontgen toraks
terlihat adanya
pengembangan
paru, bunyi
napas terdengar
jelas.
Kaji kualitas,
frekuensi, dan
kedalaman
pernapasan ,laporkan
setiap perubahan yang
terjadi
Baringkan klien
dalam posisi yang
nyaman, atau dalam
posisi duduk.
Observasi tanda-tanda
vital (nadi, RR).
Lakukan auskultasi
suara napas tiap 2-4
jam.
Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi,
dan kedalamn
pernapasan, kita dapat
mengetahui sejauh
mana perubahan
kondisi klien.
Penurunan diafragma
memperluas daerah
dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal.
Peningkatan RR dan
takikardi merupakan
indikasi adanya
penurunan fungsi paru
Auskultasi dapat
menentukan kelainan
suara napas pada
bagian paru.
Kemungkinan akibat
dari berkurangnya
atau tidak
berfungsinya lobus,
segmen, dan salah
satu dari paru. Pada 31
Bantu dan ajarkan
klien untuk batuk dan
napas dalam yang
efektif.
Kolaborasi untuk
tindakan dekompresi
dengan pemasangan
WSD.
daerah kolaps paru,
suara pernapasan tidak
terdengar tetapi bila
hanya sebagian yang
kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar dengan
jelas. Hal tersebut
dapat menentukan
fungsi paru yang baik
da nada tidaknya
atelectasis paru
Menekan daerah yang
nyeri ketika batuk atau
napas dalam.
Penekanan otot-otot
dada serta abdomen
membuat batuk lebih
efektif.
Dengan
memungkinkan udara
keluar dari rongga
pleura dan
mempertahankan agar
paru tetap
mengembang dengan
jalan mempertahankan
tekanan negative pada
interpleura.
2. Gangguan perfusi
cerebral
Tujuan : perfusi Kaji faktor-faktor
yang menyebabkan
hipoksia yang parah
dapat menyebabkan
32
berhubungan
dengan
menurunnya
suplay oksigen
cerebral normal
Kriteria hasil :
kesadaran
normal, TTV
normal
terjadinya koma atau
menurunnya perfusi
jaringan otak.
Monitor status
neurologis secara
teratur.
Monitor tanda-tanda
vital.
Kaji fungsi-fungsi
yang lebih tinggi
seperti: fungsi bicara
jika pasien
perubahan tingkat
kesadaran, koma dan
dapat fatal.
status neurologis
meliputi tingkat
kesadaran, rangsang
selaput otak, system
motorik, system
sensorik dan mental
peningkatan RR dan
takikardi merupakan
adanya indikasi
penurunan fungsi
paru. peningkatan TD
terjadi karena
peningkatan TIK, jika
diikuti oleh penurunan
kesadaran. Demam
dapat mencerminkan
kerusakan
hipotalamus
klien dengan keadaan
kesadaran yang baik
dapat memfungsikan
seluruh panca indera
3. Gangguan perfusi
jaringan
berhubungan
Tujuan :
gangguan
perfusi jaringan
Observasi perubahan
yang tiba-tiba.
pertukaran gas
yang tidak normal
dapat menyebabkan 33
dengan
ganggauan
pertukaran gas.
dapat diatasi
Kriteria hasil:
akral hangat, ttv
dalam batas
normal,
capillary fill
time <2”
Kaji adanya pucat
(sianosis)
Observasi tanda-tanda
vital.
Kaji kekuatan nadi
perifer
Kaji tanda-tanda
dehidrasi.
Observasi intake dan
output cairan.
iskemik jaringan yang
dapat mempengaruhi
system tubuh sistemik.
sirkulasi yang terhenti
menyebabkan
transport O2
keselurug tubuh
berhenti sehingga
akral menjadi pucat
dan dingin karena
merupakan bagian
yang paling jauh
dengan jantung.
peningkatan RR dan
takikardi merupakan
adanya indikasi
penurunan fungsi
paru. peningkatan TD
terjadi karena
peningkatan TIK, jika
diikuti oleh penurunan
kesadaran. Demam
dapat mencerminkan
kerusakan
hipotalamus.
kekuatan nadi perifer
menandakan
kemampuan
transportasi oksigen
pada tubuh.
dehidrasi dapat
34
Pantau pengisian
kapiler (CRT)
membuat keadaan
vital pasien menjadi
lebih komplikasi
untuk menghindarkan
kelebihan dan
kekuaran cairan yang
dapat berujung pada
dehidrasi.
suplai darah kembali
normal jika CRT
kurang dari 2 detik
dan menandakan
suplai O2 kembali
normal.
4. Nyeri
berhubungan
dengan
pemasangan WSD
Tujuan : nyeri
hilang/terkontrol
Kriteria hasil:
klien
mengatakan
nyerinya
berkurang dan
lebih rileks.
Tentukan
karakteristik nyeri
Kaji pernyataan
verbal dan non verbal
nyeri pasien
Dorong pasien untuk
melakukan tehnik
relaksasi
Penggunaan skala/
rentang nyeri
membantu pasien
dalam mengkaji
tingkat nyeri,
meningkatkan kontrol
nyeri
Ketidaksesuaian
antara petunjuk
verbal/ non verbal
dapat menunjukkan
derajat nyeri
Meningkatkan
relaksasi dan
35
Bantu aktivitas
perawatan diri,
pernapasan dan
latihan tangan
Berikan periode
istirahat, ciptakan
lingkungan yang
nyaman.
Berikan analgesik
rutin sesuai indikasi
penglihatan perhatian
Mendorong dan
membantu fisik
diperlukan untuk
beberapa waktu
sebelum pasien
mampu untuk
kreativitas karena
nyeri/ takut nyeri.
Penurunan kelemahan,
menghemat energi dan
meningkatkan koping.
Mempertahankan
kadar obat lebih
konstan menghindari
puncak periode nyeri
B. Kasus 2
1. Uraian Kasus (Hemothoraks)
Ny. A terjatuh dari motor dan dada membengkak serta membiru, Dibawa ke rumah
sakit, dilakukan X-Ray dan ditemukan adanya perdarahan dirongga paru. Pasien
mengeluh sesak dan nyeri saat tarik napas dalam. Vital sign : TD 110/70 mmHg, Nadi
110 x/menit, RR 29 x/menit.
36
2. Pengkajian
a. Identitas
Nama : Ny.A
Jenis Kelamin : Perempuan
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Dada membengkak serta membiru. Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik
nafas dalam.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Adanya perdarahan dirongga paru.
3. Analisa Data
a. Data Subyektif :
1) Pasien mengeluh sesak dan nyeri saat tarik nafas dalam.
b. Data Obyektif :
1) Dada pasien membengkak dan membiru
2) Ditemukan adanya perdarahan di rongga paru
3) TTV pasien :
TD : 110/70 mmhg
Nadi : 110 x/menit
RR : 29x/menit
No. Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. DS : Pasien mengeluh
sesak dan nyeri saat tarik
napas dalam.
DO :
- Dada pasien
membengkak dan
membiru
- Ditemukan adanya
perdarahan
dirongga paru
Trauma pada toraks
Cedera paru dan Perdarahan
dalam pleura
Reabsorbsi darah oleh pleura
tidak memadai
Akumulasi darah dalam pleura
Gangguan ventilasi (ekspansi
paru - ), difusi, distribusi dan
Ketidakefektifan pola
pernapasan
37
- TD : 110/70
mmHg (Normal :
120/80)
Nadi : 110 x/menit
(normal : 60-80)
RR : 29x/menit
(normal : 16-20)
transportasi
Sesak napas
Ketidakefektifan pola napas
2. DS : Pasien mengeluh
sesak dan nyeri saat tarik
napas dalam.
DO :
- Dada pasien
membengkak dan
membiru
- Ditemukan adanya
perdarahan
dirongga paru
- TD : 110/70
mmHg (Normal :
120/80)
Nadi : 110 x/menit
(normal : 60-80)
RR : 29x/menit
(normal : 16-20)
Trauma pada toraks
Cedera paru dan Perdarahan
dalam pleura
Reabsorbsi darah oleh pleura
tidak memadai
Akumulasi darah dalam pleura
Gangguan ventilasi (ekspansi
paru - ), difusi, distribusi dan
transportasi
Nyeri saat tarik napas dalam
Nyeri
4. WOC KASUS HEMOTHORAKS
38
Trauma pada toraks akibat kecelakaan motor
Mencederai paru hingga perdarahan dirongga paru (pleura)
Reabsorbsi darah oleh pleura tidak memadai
Akumulasi darah dikantong pleura
5. Asuhan keperawatan
No.Diagnosa
keperawatan
Tujuan / Kriteria
HasilIntervensi Rasional
1. Ketidakefektifan
pola pernapasan
yang berhubungan
Tujuan : Dalam
waktu 3x24 jam
setelah diberikan
Identifikasi faktor
penyebab kolaps
spontan, trauma
Memahami
penyebab dari
kolaps paru sangat 39
Nyeri saat nafas dalam
Nyeri berhubungan dengan trauma dan akumulasi
darah di pleura
Gangguan ventilasi (ekspansi dada terganggu), difusi, distribusi dan
transportasi oksigen
Ketidakefektifan pola nafas
Tanda-tandanya:
- Sesak napas
- Napas cuping hidung
- RR diatas 20x
- Irama nafas tidak teratur
Intervensi:
- Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernapasan.
- Posisikan pasien (semifowler)
- Observasi TTV
Tanda-tanda:
Klien terlihat menahan nyeri, Respon nyeri, adanya luka pasca pemasangan
bullow drainase
Intervensi:
- Kaji skala nyeri
- Ajarkan tekhnik relaksasi
- Kolaborasi dengan penggunaan analgesik
dengan menurunnya
ekspansi paru
sekunder terhadap
peningkatan tekanan
dalam rongga pleura
intervensi pola
pernapasan klien
kembali efektif.
Kriteria hasil :
Irama, frekuensi,
dan kedalaman
pernapasan
berada dalam
batas normal,
pada pemeriksaan
rontgen toraks
terlihat adanya
pengembangan
paru, bunyi napas
terdengar jelas.
keganasan, infeksi
komplikasi mekanik
pernapasan.
Kaji kualitas,
frekuensi, dan
kedalaman
pernapasan ,laporka
n setiap perubahan
yang terjadi.
Baringkan klien
dalam posisi yang
nyaman, atau dalam
posisi duduk.
Observasi tanda-
tanda vital (nadi,
RR).
Lakukan auskultasi
suara napas tiap 2-4
jam.
penting untuk
mempersiapkan
WSD pada
pneumotoraks dan
menentukan untuk
intervensi lainnya.
Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi,
dan kedalamn
pernapasan, kita
dapat mengetahui
sejauh mana
perubahan kondisi
klien.
Penurunan
diafragma
memperluas daerah
dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal.
Peningkatan RR dan
takikardi merupakan
indikasi adanya
penurunan fungsi
paru
Auskultasi dapat
menentukan
kelainan suara napas
pada bagian paru.
40
Bantu dan ajarkan
klien untuk batuk
dan napas dalam
yang efektif.
Kolaborasi untuk
tindakan
dekompresi dengan
Kemungkinan
akibat dari
berkurangnya atau
tidak berfungsinya
lobus, segmen, dan
salah satu dari paru.
Pada daerah kolaps
paru, suara
pernapasan tidak
terdengar tetapi bila
hanya sebagian
yang kolaps suara
pernapasan tidak
terdengar dengan
jelas. Hal tersebut
dapat menentukan
fungsi paru yang
baik da nada
tidaknya atelectasis
paru
Menekan daerah
yang nyeri ketika
batuk atau napas
dalam. Penekanan
otot-otot dada serta
abdomen membuat
batuk lebih efektif.
Dengan
memungkinkan
udara keluar dari
rongga pleura dan
41
pemasangan WSD. mempertahankan
agar paru tetap
mengembang
dengan jalan
mempertahankan
tekanan negative
pada interpleura
2. Nyeri berhubungan
dengan trauma dan
akumulasi darah di
pleura
Tujuan : nyeri
hilang/terkontrol
Kriteria hasil:
klien mengatakan
nyerinya
berkurang dan
lebih rileks
Tentukan
karakteristik nyeri
Kaji pernyataan
verbal dan non
verbal nyeri pasien
Dorong pasien
untuk melakukan
tehnik relaksasi
Bantu aktivitas
perawatan diri,
pernapasan dan
latihan tangan
Penggunaan skala/
rentang nyeri
membantu pasien
dalam mengkaji
tingkat nyeri,
meningkatkan
kontrol nyeri
Ketidaksesuaian
antara petunjuk
verbal/ non verbal
dapat menunjukkan
derajat nyeri
Meningkatkan
relaksasi dan
penglihatan
perhatian
Mendorong dan
membantu fisik
diperlukan untuk
beberapa waktu
sebelum pasien
mampu untuk
kreativitas karena
42
Berikan periode
istirahat, ciptakan
lingkungan yang
nyaman.
Berikan analgesik
rutin sesuai indikasi
nyeri/ takut nyeri.
Penurunan
kelemahan,
menghemat energi
dan meningkatkan
koping
Mempertahankan
kadar obat lebih
konstan
menghindari puncak
periode nyeri
C. Penatalaksanaan Farmakologis Pneumotoraks dan Hemotoraks
Darah atau udara yang memasuki rongga pleura biasanya akan dikeluarkan melalui selang
WSD. Melalui selang tersebut juga bisa dimasukkan obat untuk membantu memecahkan
pembekuan darah, misalnya Streptokinase dan Streptodonase. Jika perdarahan tersebut
berlanjut walau sudah dikeluarkan melalui selang tersbut, maka harus dilakukan pembedahan.
1. Streptokinase-streptodornase adalah obat yang digunakan untuk memecahkan
gumpalan darah yang telah terbentuk didalam pembuluh darah.
2. Penggunaan obat analgesic juga dipakai saat keadaan klien dengan hipoksemia kronik
seperti Morfin dan Meperidin
D. Health Education
Pneumotoraks adalah suatu keadaan yang tidak normal pada paru paru yaitu
terdapatnya udara yang berlebihan pada rongga paru (pleura). Sedangkan hemotoraks adalah
suatu keadaan yang juga tidak normal pada paru-paru yaitu terdapatnya darah pada rongga
paru-paru.
43
Penyebabnya jarang diketahui secara spesifik namun yang paling jelas adalah akibat
trauma fisik atau penyakit-penyakit paru lainnya yang bersifat iritatif pada lapisan paru. Pada
umumnya, pasien yang tediagnosa pneumotoraks ataupun hemotoraks akan dilakukan
penyedotan/aspirasi udara atau darah yang terdapat dalam rongga paru dengan menggunakan
alat WSD (Water Sealed Drainage).
Tips perawatan WSD adalah sebagai berikut:
a. Pastikan bahwa selang tidak terlipat, tertindih , terlipat atau mengganggu
pergerakan klien.
b. Dengan perlahan pijat selang, pastikan adanya fluktuasi dari cairan yang
menandakan aliran masih lancer.
c. Pastikan tidak ada tanda kebocoran pada WSD, bisa dilihat dari tidak berjalannya
cairan atau tidak adanya gelembung pada aquades dalam botol.
d. Laporkan SEGERA jika ada tanda-tanda nafas cepat, dangkal dank lien terlihat
pucat.
e. Anjurkan klien untuk mengambil napas dalam dan batuk dalam rentang yang
teratur.
f. Jika klien akan dipindahkan, letakkan botol diatas area dada. Jika selang terlepas,
segera laporkan pada perawat.
44
g. Hindari udara yang tercemar dari sekitar klien. (Rokok, asap pembakaran, parfum
dll)
h. Laporkan pada perawat jika botol WSD sudah tiga hari atau sudah penuh.
i. Amati dan laporkan pada perawat jika:
- Tidak ada cairan yang keluar
- Tidak ada gelembung udara yang keluar
- Pernapasan klien tidak ada masalah/gangguan dan tidak ada kesulitan
bernapas.
E. Tujuan Pembelajaran
Setelah membaca makalah ini diharapkan tujuan pembelajaran mahasiswa adalah
mengetahui informasi mengenai:
a. Definisi pneumotoraks dan hemotoraks.
b. Pathway dan Patofisiologi pneumotoraks dan hemotoraks.
c. Penatalaksanaan medis dan keperawatan pneumotoraks dan hemotoraks.
d. Asuhan keperawatan yang tepat dan benar mengenai pneumotoraks dan hemotoraks.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Doenges, ME dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 3. Jakarta:
EGC
45
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan: Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PDIPDI). 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta: Internal Publishing
Price, SA & Wilson, LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses Penyakit,
Jakarta: EGC
Syaifuddin. 2009. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Williams, L & Wilkins. 2011 Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta:
Indeks
Lampiran
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
WSD adalah suatu system drainase yang menggunakan water seal untuk
mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura. Tujuan Pemasangan
WSD:
- Mengeluarkan cairan atau darah udara dari rongga pleura dan
rongga thorak.46
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps.
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada.
- Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif
hanya sedikit cairan pleura/lubricant.
Indikasi pemasangan WSD:
a. Peneumotoraks: spontan >20% oleh karena rupture bleb, luka tusuk
tembus, klem dada yang terlalu lama, kerusakan selang pada sistem
drainase.
b. Hemotoraks: Robekan pleura, kelebihan antikoagulan, pasca beda thoraks..
Kontra insikasi pemasangan WSD: indikasi pada tempat pemasangan, dan
gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
Tempat pemasangan WSD:
- Bagian apex paru (apical) yaitu pada anterolateral interkosta ke 1-2
berfungsi untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.
- Bagian basal yaitu pada posterior lateral intercostal 8-9 berfungsi untuk
mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura.
Jenis-jenis WSD yaitu:
a. WSD dengan satu botol
WSD dengan satu botol merupakan sistem drainage sederhana, dimana
drainage ini berdasarkan adanya gravitasi. Botol berfungsi selain
sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung, umumnya
digunakan pada kasus pneumotoraks.
b. WSD dengan dua botol
Botol pertama berfungsi sebagai penampung/drainase dan botol yang
kedua sebagai water seal. Kedua botol ini dapat dihubungkan dengan
suction kontrol. Keuntungan WSD dengan dua botol ini yaitu water seal
tetap pada satu level.
c. WSD denagn tiga botol
Botol pertama berfungsi sebagai penampung/drainase, botol kedua
sebagai water seal, dan botol ketiga sebagai suction kontrol, tekanan
dikontrol menggunakan manometer.
47
Cara pemasangan WSD yaitu:
- Tentukan tempat pemasangan, pada pasien pneumotoraks pada
sela iga IV-V di linea aksilaris anterior dan media.
- Lakukan analgesia/ anesthesia pada tempat yang telah ditentukan.
- Buat insisi kulit dan sub kulit searah dengan pinggir iga,
perdalam sampai muskulus interkostalis.
- Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura/ menyentuh paru.
- Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat
dengan menggunakan kelly forceps.
- Selang (chest tube) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan
ke dinding dada.
- Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
- Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.
8) Pasien yang sulit bernapas bisa memanfaatkan terapi oksigen supplemental.
9) Analgesic bisa diberikan untuk mengontrol nyeri.
10) Terapi IV bisa digunakan untuk mngembalikan volume cairan.
11) Auto transfuse diperlukan jika pasien kehilangan darah yang signifikan (lebih
dari 1 liter)
12) Torafotomi diperlukan jika pipa dada tidak memperbaiki kondisi pasien, untuk
mengevakuasi darah dan gumpalan dan untuk mengontrol perdarahan.
48
49