Download - Makalah Tetanus
Infeksi Bakteri Clostridium tetani sebagai Penyebab Tetanus
Lucia Anastasha Eka Wara
102012209
E2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Abstrak :
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Tetanus terjadi peningkatan tonus pada otot-otot bagian sentral yang dapat menimbulkan kekakuan pada bagian wajah, leher, dada, punggung, dan perut. Tetanus terjadi akibat kontaminasi yang terjadi antara luka dengan tanah, kotoran binatang, atau logam berkarat.tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai laringospasme, kekakuan otot-otot, Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan merawat luka dan pemberian anti tetanus serum (ATS).
Kata kunci : Tetanus, Clostridium tetani, anti tetanus serum, kontaminasi.
Abstract :
Tetanus is an acute toxemia caused by neurotoxins produced by Clostridium tetani. Tetanus is an increase in tone in the muscles that can cause central part stiffness on the face, neck, chest, back, and abdomen. Tetanus is caused by contamination that occurs between the wound with soil, animal feces, or metal berkarat.tetanus can also occur as a complication of severe burns, complications frequently encountered laringospasme tetanus, muscular rigidity, Prevention else to do that is by taking care of wounds and the provision of anti-tetanus serum (ATS).
Key word : Tetanus, Clostridium tetani, anti-tetanus serum, kontaminasi.
1. Pendahuluan
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani, hal ini ditandai dengan meningkatnya tonus otot serta spasme otot yang
periodik dan berat. Tetanus penyebarannya di seluruh dunia, dalam tanah dan pada feses kuda
dan binatang lainnya. Beberapa tipe dari C. Tetani dapat dibedakan dengan antigen flagella
spesifik dan menghasilkan Tetanopasmin. Imunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut
menghasilkan pencegahan dari tetanus. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh
melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk, luka bakar, dan pada infeksi tali pusat.
Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus
generalisata dan gangguan neurologis local.
2. Anamnesis
Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan. Informasi
yang dimaksud adalah data psikososial medis organobiologis, dan lingkungan pasien, selain itu
tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien yang profesional dan
optimal.1
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting:1
1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya
Dari hasil anamnesis pada skenario ini, di dapatkan pasien mengalami demam, mulut terasa
kaku, nyeri pada kedua tungkai bawah dan menurut pasien dia baru saja mengalami kecelakaan 2
minggu yang lalu, bekas luka berwarna merah dan keluar nanah.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisisk mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat
temuan-temuan dalam anamnesis.2
Pada penderita tetanus pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan melihat gejala klinis
yang tampak, yaitu:2
Kekakuan pada bagian rahang (trismus)
Rhesus sardonic (ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-otot mimik, dahi
mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut keluar dan ke bawah)
Kejang-kejang
kaku kuduk
Kekakuan extremitas yang khas (flexi tangan, extensi kaki)
Suhu tubuh meningkat
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium kurang menunjang dalam diagnosis. Pada pemeriksaan darah
rutin tidak ditemukan nilai-nilai yang spesifik; leukosit dapat normal atau dapat meningkat.
SGOT, CPK dan serum aldolase sedikit meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh. Pemeriksaan
cairan serebrospinalis dalam batas normal, walaupun kadang-kadang didapatkan tekanan
meningkat akibat kontraksi otot. Pemeriksaan elektroensefalogram adalah normal dan pada
pemeriksaan elektromiografi hasilnya tidak spesifik.2
3. Diagnosa Tetanus
3.1. Working Diagnosis
Tetanus
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat. Dari skenario maka
dapat diketahui diagnosis tetanus, yang didasarkan atas gejala klinis yang timbul. Tetanus tidak
mungkin terjadi apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang diberikan secara lengkap dan
vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Jadi dengan diberikannya vaksin tetanus, resiko
menderita tetanus menjadi lebih kecil.2
Kondisi-kondisi yang akan timbul sebagai respon tubuh tehadap tetanus meliputi
meningitis/ensefalitis, rabies, serta gangguang proses intraabdominal akut karena timbulnya
kekakuan pada bagian abdomen. Selain itu juga terjadi peningkatan tonus pada otot-otot bagian
sentral yang dapat menimbulkan kekakuan pada bagian wajah, leher, dada, punggung, dan perut.
Kondisi-kondisi yang timbul tersebut secara kuat membenarkan diagnosa tetanus.2
3.2. Differential Diagnosis
Epilepsy
Epilepsi dapat menyebabkan kejang, namun tidak ditemukan kekakuan otot diantara
kejang. Biasanya sudah ada riwayat serangan epilepsi sebelumnya.2
Meningitis bacterial
Pada penyakit ini trismus tidak ada dan kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis
ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan
serebrospinalis yaitu jumlah sel meningkat,kadar protein meningkat dan glukosa
menurun.2
Rabies
Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan,
kejang bersifat klonik.2
4. Etiologi
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran
manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian, namun juga dapat ditemukan pada besi
berkarat, ujung jarum/peniti yang tidak steril. Yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala infeksi
adalah racun yang dihasilkan oleh bakteri, bukan bakterinya.2
Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif berbentuk batang yang selalu bergerak
dan merupakan bakteri anaerob obligat yang menghasilkan spora spora ini dapat bertahan lama
selama bertahun-tahun pada lingkungan tertentu , tahan terhadap sinar matahari dan bersifat
resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan selama 20 menit. Clostridium tetani
menghasilkan efek-efek klinis melalui eksotosin yang kuat. Tetanopasmin dihasilkan dalam sel-
sel yang terinfeksi di bawah kendali plasmin. Tetanoplasmin merupakan rantai polipeptida
tunggal. Dengan autolysis, toksin rantai tunggal dilepaskan dan terbelah untuk membentuki
heterodimer yang terdiri dari rantai berat yang memediasi pengikatannya dengan sel saraf dan
masuknya ke dalam sel, sedangkan rantai ringan berperan un tuk memblokade perlepasan
neurotransmitter. Peranan toksin tetanus dalam tubuh organism belum jelas diketahui. Adanya
bakteri belum tentu mengindikasikan infeksi karena tidak semua strain mempunyai plasmid.2
Pada bayi yang baru lahir, kuman ini dapat masuk melalui luka iris tali pusat yang tidak
dipotong dengan pisau steril. Penyakit tetanus pada bayi yang baru lahir disebut tetanus
neonatorum dan merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada bayi. Kuman tetanus
ini dapat menyerang manusia maupun hewan. Kuman dapat masuk melalui luka, baik luka
dangkal maupun luka besar. Terdapat beberapa korban yang terinfeksi tetanus akibat
membersihkan gigi menggunakan jarum atau peniti yang terkontaminasi kuman.2
Gambar 1. Clostridium Tetani.2
4. Epidemiologi
Tetanus pada umumnya menimpa individu non imun yaitu individu yang tidak
mendapatkan vaksin, individu dengan imunitas sebagian dan individu dengan imunitas penuh
namun tidak mempertahankan imunitasnya dengan vaksinasi ulangan. Tetanus merupakan suatu
penyakit yang dapat dicegah dengan adanya imunisasi, namun tetanus masih merupakan suatu
penyakit yang membutuhkan prioritas penanganan tinggi di seluruh dunia terutama di negara
beriklim tropis dan negara-negara sedang berkembang. Tetanus sering terjadi di Brazil, Filipina,
Vietnam, Indonesia, dan beberapa negara lain di benua Asia.2
Penyakit ini umumnya terjadi di daerah-daerah pertanian atau pedesaan, yaitu daerah-
daerah dengan iklim hangat selama musim panas dan umumnya menimpa kaum laki-laki.
Namum pada negara-negara tanpa program imunisasi yang komprehensif, tetanus terjadi
terutama pada neonatus dan anak-anak.2
5. Manifestasi Klinis (Gejala Klinis)
Tetanus umumnya terjadi setelah terjadinya suatu trauma. Hal yang menimbulkan tetanus
yaitu akibat kontaminasi yang terjadi antara luka dengan tanah, kotoran binatang, atau logam
berkarat.tetanus juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka
gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi
intramuskular dan pembedahan. Ada beberapa jenis tetanus, yaitu :3
Tetanus Generalisata
Tetanus generalisata merupakan jenis tetanus yang paling umum terjadi. Jenis
tetanus ini ditandai dengan peningkatan tonus otot dan spasme generalisata.masa inkubasi
bakteri bervariasi sesuai dengan lokasi luka. Pada tetanus jenis ini terdapat trias klinis
yang ditimbulkan, berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi otonomik.
Selain itu juga pada umumnya terjadi gejala kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan
kesulitan membuka mulut sering merupakan gejala awal tetanus. Rigiditas otot leher
menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh menyebabkan opistonus dan gangguan
respirasi dengan menurunnya kelenturan dinding dada. Pasien dapat demam dan tidak
dipengaruhi oleh kesadaran.3
Di samping peningkatan tonus otot, terdapat spasme otot yang bersifat episodic.
Konstraksi tonik itu tampak seperti konvulsi yang terjadi pada kelompok otot agonis dan
antagonis secara bersamaan. Spasme yang terjadi berdaarkan tingkat keparahan dan
frekuensinya sehingga menyebabakan fraktur, rupture tendon, sianosis dan gagal nafas.
Pada tetanus ini otot-otot kepala dan leher juga terpengaruh.3
Tetanus Neonatorum
Tetanus Neonatorum merupakan jenis tetanus yang akan berakibat fatal apabila
tidak di terapi. Tetanus Neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang
tidak di imunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat
yang tidak steril. Resiko infeksi yang terjadi bervariasi tergantung pada panjang tali
pusat, kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat mengikat dan memotong umbilicus.
Onset biasanya terjadi pada 2 minggu pertama kehidupan bayi. Diantara neonatus yang
terinfeksi, 90% meninggal dan apabila hidup maka akan terjadi retardasimental.3
Tetanus Lokal
Tetanus lokal merupakan jenis tetanus yang jarang terjadi. Manifestasi klinis yang
ditimbulkan terbatas hanya pada otot-otot di sekitar luka. Kelemahan otot tersebut terjadi
akibat peran toksin pada tempat hubungan neuromuskuler. Gejala-gejalanya bersifat
ringan dan dapat bertahan berbulan-bulan. Progresi ke tetanus generalisata dapat terjadi.
Namun demikian secara umum prognosisnya baik.3
Tetanus Sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal yang terjadi
setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasi bakteri tetanus ini 1-2 hari.
Pada jenis tetanus ini dapat dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial,
yang tersering adalah saraf kranial ke 7. Selain itu juga dapat terjadi disfagia dan paralisis
otot ekstraokular. Tetanus sefalik memiliki angka mortalitas yang tinggi.3
Derajat Tetanus
Terdapat beberapa sistem pembagian derajat keparahan (Phillips, Dakar,Udwadia) yang
dilaporkan. Namum pembagian derajat keparahan tetanus yang sering digunakan adalah
klasifikasi derajat keparahan penyakit tetanus berdasarkan ablett.3
Klasifikasi derajat keparahan tetanus oleh Ablett :
Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpa
spasme, sedikit atau tanpa disfagia,kekakuan umum, tidak dijumpai kejang.3
Derajat II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang,
gangguan pernafasan sedang, denagn frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.3
Derajat III (berat)
Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi
pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari 120.3
Derajat IV (sangat berat)
Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler.
Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia,
salah satunya dapat menetap.3
6. Patofisiologi
Bila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi oleh kuman
maka pada jaringan ini akan terjadi serangkaian reaksi yang menyebabkan musnahnya agen-agen
yang membahayakan atau yang mencegah agen ini menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini
kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki atau diganti dengan yang baru
baru. Rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang cedera ini.4
Tanda-tanda Radang
Rubor (redness) adalah kemerahan terjadi karena pelebaran pembuluh darah pada
jaringan yang mengalami gangguan.
Kalor (heat) adalah panas akibat bertambahnya pembuluh darah, sehingga daerah tersebut
memperoleh aliran darah lebih banyak.
Tumor (swelling) adalah bengkak, akibat edema yaitu cairan yang berlebihan dalam
jaringan interstitial atau rongga tubuh; dapat berupa eksudat atau transudat.
Dolor (pain) adalah rasa sakit, akibat penekanan jaringan karena edema serta adanya
mediator kimia pada radang akut diantaranya bradikinin, prostaglandin.
Fungsio laesa (loss of function ) adalah fungsi jaringan atau organ terganggu seperti daya
geraknya berkurang.4
Jenis-jenis Eksudat
Eksudat Serosa
Eksudat jernih, sedikit protein akibat radang ringan. contoh: lukabakar, efusi pleura.
Eksudat Supuratif/Purulenta
Eksudat mengandung nanah/pus, campuran leukosit rusak, jaringan mati/nekrotik serta
mikrorganisme yang musnah.
Eksudat Fibrinosa
Eksudat yang banyak fibrin sehingga mudah membeku,terbentuk pada jejas yang lebih
berat.
Eksudat Hemoragika
Eksudat yang mengandungdarah,dasarnya eksudat fibrinosa, terbentuk pada jejas yang
sangat berat.4
Reaksi Radang
Setelah aliran dalam pembuluh menjadi lambat, maka leukosit-leukosit melekat pada sel-
sel endotel pembuluh (marginasi). Makin lama makin banyak sel leukosit melekat.Sel-sel endotel
pada radang mendadak tampak mengelembung. Dengan pergerakan ameboid leukosit menyusup
antara sel endotel dan kemudian keluar (emigrasi).Eritrosit pada radang juga dapat melalui
dinding kapiler dan masuk kedalam jaringan. keluarnya eritrosit dari pembuluh ialah secara pasif
tidak dengan cara gerak ameboid.5
Sewaktu berada di dalam aliran darah normal, leukosit berbentuk bulat biasa dan hampir
tidak menunjukan pergerakan ameboid. Hanya pada radang, setelah melekat pada endotel
kapiler, tampak leukosit bergerak sebagai ameba menonjolkan pseudopodium yang yang
memungkinkan sel ini menyusup antara sel endotel dan keluar dari pembuluh. Eritrosit dapat
keluar dari pembuluh karena terdorong tekanan darah melalui dinding kapiler yang cedera.5
Bila banyak eritrosit yang keluar dari pembuluh maka cairan radang berwarna kemerah-
merahan dan dinamai radang hemoragik. Leukosit keluar dari pembuluh mungkin karena
terttarik oleh zat-zat yang dilepaskan oleh kuma atau zat-zat yang dilepaskan oleh jaringan yang
cedera.5
Khemotaksis adalah pergerakan yang menuju ke arah tertentu yang disebablkan oleh zat-
zat kimia. Khemotaksis ini menyebabkan lekosit langsung menuju ke kuman atau jaringan yang
cedera. terutama tertarik oleh zat-zat yang dilepaskan oelh jaringan yang cedera.Contoh
staphylococcus dan streptococcus memiliki khemotaxis(+),S.thypi memiliki khemotaxis kecil,
virus tidak memiliki daya khemotaxis, Silicid acid dan silikat memiliki kemotaxis (-).5
Macam-Macam Radang
Radang Akut
Radang yang lamanya relatif singkat dimana agen penyebab dengan cepat
dieradikasi oleh daya tahan tubuh. Radang akut adalah respon yang cepat dan segera
terhadap cedera yang didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit
membersihkan berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran
jaringan nekrotik. Radang ini ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi
neutrofil dalam jumlah besar.5
Radang Kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun). Radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel
mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan
perbaikan. Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang akut
menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan
agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan
normal.5
Radang membranosa
Radang mengenai pemukaan jaringan yang ditandai oleh terbentuknya lapisan
membran yang terdiri dari eksudat yang mengandung agen penyebab, presipitat fibrin,
jaringan nekrosis dan leukosit. Membran terbentuk akibat toksin yang kuat menyebabkan
nekrosis jaringan.5
Radang Katarhalis
Radang ringan pada bagian superfisialis pada lapisan mukosa yang menghasilkan
musin atau lendir. Contoh Common Cold5
Radang Purulenta/Supuratif
Bila pada radang terdapat nanah, hal ini berarti bahwa pada radang ini disertai
nekrosis. Nanah ialah cairan yang berwarna kuning yang terdiri atas cairan plasma, cairan
hasil pencairan jaringan nekrosis, lekosit musnah, sisa-sisa jaringan nekrosis dan kuman-
kuman. Jaringan nekrosis yang mencair menyebabkan terjadinya rongga berisi nanah
yakni abses. Tepi abses terdiri atas jaringan yang degeneratif tetapi masih hidup, penuh
dengan lekosit. pada abses yang kronik terdapat banyak sel makrofag. Abses yang aktif
akan menyebabkan banyak nekrosis. Isi abses keluar ke permukaan dinamakan sinus. Isi
abses mengalir ke dua permukaan dinamankan fistula. Furunkel (bisul) merupakan
contoh abses. Bila bisul menjalar maka dapat menjadi luas dan memecah pada beberapa
tempat, luka demikian dinamakan karbunkel. Bila kuman bersifat virulen maka radang
akan menjalar ke jaringan sekitar tanpa batas yang jelas dinamakan celulitis.5
7. Komplikasi
Komplikasi pada tetanus yang sering dijumpai: laringospasme, kekakuan otot-otot
pematasan atau terjadinya akumulasi sekresi berupa pneumonia serta kompressi fraktur vertebra
dan laserasi lidah akibat kejang. Spasme otot dan kejang menyebabkan fraktura, embolisme
pulmonalis mempunyai insidens penyerta yang tinggi dan dapat timbul disfungsi autonom, yang
menyebabkan hipertensi dan aritmia jantung. Komplikasi pneumonia aspirasi juga menjadi salah
satu penyebab kematian.6
Selain itu bisa terjadi rhabdomyolysis dan renal failure. Rhabdomyolysis adalah keadaan
dimana otot rangka dengan cepat hancur, sehingga mengakibatkan mioglobin (protein otot)
bocor ke dalam urin. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal akut.6
8. Penatalaksanaan
8.1. Penatalaksanaan Umum
Pasien ditempatkan di ruangan yang tenang ICU, dimana observasi dan pemantauan
kardiopulmoner dapat dilakukan terus-menerus, dan stimulasi dieliminasi.
Perlindungan terhadap jalan napas bersifat vital.
Luka dieksplorasi, dibersihkan secara hati-hati dan dilakukan debridement secara
menyeluruh.6
8.2. Penatalaksanaan lain
Hidrasi, untuk mengontrol kehilangan cairan yang tak nampak dan kehilangan cairan yang
lain.
Pemberian heparin dan antikoagulan yang lain untuk mencegah emboli paru
Kecukupan gizi dengan meningkat dengan pemberian enteral maupun parenteral
Fisioterapi untuk mencegah kontraktur.
Fungsi ginjal, kandung kemih dan saluran cerna harus dimonitor
Perdarahan gastrointestinal dan ulkus dekubitus harus dicegah dan infeksi sekunder harus
diatasi.6
Jenis-Jenis Obat yang Digunakan pada Tetanus :
A. Diazepam
Diazepam merupakan obatyang biasa digunakan untuk terapi spasme tetanik dan
kejang tetanik. Obat ini berfungsi mendepresi semua tingkatan sistem saraf pusat,
termasuk bentukan limbik dan retikular, mungkin dengan meningkatkan aktivitas GABA,
suatu neurotransmiter inhibitori utama. Pada pasien yang mendapatkan depresan sistem
saraf pusat yang lain, pasien dengan kadar albumin yang rendah atau gagal hati karena,
toksisitas diazepam dapat meningkat.
Dosis dewasa spasme ringan : 5-10 mg oral tiap 4-6 jam apabila perlu
Dosis dewasa spasme sedang : 5-10 mg apabila perlu
Dosis dewasa spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5,diinfuskan 40 mg per jam
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit
Interaksi : toksisitas benzodiazepin pada SSP apabila dipergunakan bersamaan dengan
alkohol, fenothiazin, barbiturat, dan MAOI,cisapride.7
B. Fenobarbital
Pemberian obat ini harus dengan dosis serendah mungkin, sehingga tidak
menyebabkan depresi pernafasan. Jika pada pasien terpasang ventilator, dosis yang lebih
tinggi diperlukan untuk mendapatkan efek sedasi yang diinginkan.
Dosis dewasa : 1 mg/kg tiap 4-6 jam, tidak melebihi 400 mg/hari.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, gangguan fungsi hati, penyakit paru-paru berat, pasien
nefritis.
Interaksi : dapat menurunkan efek kloramfenikol, digitoksin, kortikosteroid,
karbamazepin, teofilin, verapamil, metronidazol dan antikoagulan. Kloramfenikol, asam
valproat dan MAOI dapat meningkatkan toksisitas fenobarbital.7
C. Baklofen.
Baklofen intratekal, relaksan otot kerja sentral telah dipergunakan secara
eksperimental untuk melepaskan pasien dari ventilator dan untuk menghentikan infus
diazepam. Baklofen intrahekal 600 kali lebih poten daripada Baklofen per oral. Injeksi
intratekal berulang bermanfaat untuk mengurangi durasi ventilasi buatan dan mencegah
intubasi. Mungkin berperan dengan menginduksi heperpolarisasi dari ujung aferen dan
mengahambat refleks monosinaptik dan polisinatik pada tingkat spinal. Keseluruhan
dosis dapat diulang setelah 12 jam atau lebih apabila spasme paroksismal kembali terjadi.
Pemberian Baklofen secara terus-menerus telah dilaporkan pada sejumlah kecil pasien
tetanus.
Dosis dewasa : <55 th : 100 mcg IT
>55 th : 800 mcg IT
Kontraindikasi : Hipersensitivitas
Interaksi : analgesik opiat, benzodiazepin, alkohol, TCA’s, Guanebens, MAOI,
klindamisin, dan obat anti hipertensi dapat meningkatkan efek baklofen.7
D. Dantrolen
Dantrolen menyebabkan relaksasi otot rangka dengan cara menghambat
penglepasan ion Ca dari reticulum sarkoplasmik. Kekuatan kontraksi otot menurun paling
banyak 75-80%. Dantrolen digunakan untuk mengurangi spasme otot akibat kerusakan
medulla spinalis dan otak.
Dosis dewasa : I mg/kg sealama 3 jam, diulang tiap 4-6 jam apabila perlu
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, penyakit hati aktif(hepatitis,sirosis)
Interaksi : Toksisitas meningkat apabila diberikan bersamaan dengan klofibrat dan
warfarin.7
E. Penisilin G.
Berperan dengan mengganggu pembentukan polipeptida dinding otot selama
multiplikasi aktif, menghasilkan aktivitas bakterisidal terhadap mikroorganisme yang
rentan. Diperlukan terapi selama 10-14 hari.
Dosis dewasa : 10-24 juta unit/hari terbagi dalam 4 dosis
Kontraindikasi : Hipersensitivitas.7
F. Metronidazol.
Metronidazol aktif melawan bakteri anaerob dan protozoa. Metronidazol
memperlihatkan daya amubisid langsung. Sampai saat ini belum ditemukan amuba yang
resisten terhadap metronidazol. Dapat diabsorpsi ke dalam sel dan senyawa
termetabolisme sebagian yang terbentuk mengikat DNA dan menghambat sintesis
protein, yang menyebabkan kematian sel. Direkomendasikan terapi selama 10-14 hari.
Beberapa ahli merekomendasikan metronidazol sebagai antibiotika pada terapi tetanus
karena penisilin G juga merupakan agonis GABA yang dapat memperkuat efek toksin.
Dosis dewasa : 500 mg per oral tiap 6 jamatau 1 g tiap 12 jam, tidak lebih dari 4g/hari.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, trisemester pertama kehamilan.7
G. Doksisiklin
Menghambat sintesis protein dan pertumbuhan bakteri dengan pengikatan pada
sub unit 30s dan 50s ribosomal dari bakteri yang rentan. Direkomendasikan terapi selama
10-14 hari.
Dosis dewasa : 100 mg per oral/tiap 12 jam.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, disfungsi hati berat.
Interaksi : Bioavailabilitas menurun dengan antasida yang mengandung aluminium,
kalsium, besi, atau subsalisilat bismuth, tetrasiklin dapat meningkatkan efek
hipoprotrombinemik daria ntikoagulan.7
H. Vekuronium
Merupakan agen pemblokade neuromuscular protipik yang menyebabkan
terjadinya paralisis muskuler.
Dosis dewasa ; 0,08-0,1 mg/kg dapat dikurangi menjadi 0,05 mg/kg apabila pasien telah
diterapi dengan suksinilkolin
Kontraindikasi : Hipersensitivitas, miastenia gravis, dan sindroma yang berkaitan
Interaksi : apabila vekuronium dipergunakan bersama dengan anestesi inhalasi, blockade
neuromuscular diperkuat, gagal hati dan gagal ginjal.7
9. Pencegahan
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia
mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang
lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah
ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang
pembentukkan antitoksin ( karena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat,
walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang
adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan). Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah
jauh lebih baik daripada mengobatinya.8
Pencegahan lain yang dapat dilakukan yaitu dengan merawat luka dan pemberian anti
tetanus serum (ATS) dalam beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif
sehingga mencegah terjadinya tetanus atau memperpanjang masa inkubasi.8
Sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-
satunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi
telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau
DT ) yang diberikan tiga kali dengan interval 4-6 minggu, dan diulang pada umur 18 bulan dan 5
tahun . Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena
kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.8
Untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan padawaktu persalinan
terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat.8
10. Prognosis
Penerapan metode untuk monitoring dan oksigenasi suportif telah secara nyata
memperbaiki prognosis tetanus. Angka fatalitas kasus dan penyebab kematian bervariasi secara
dramatis tergantung pada fasilitas yang tersedia. Laporan yang didapatkan penurunan mortalitas
dari 44% ke 15% setelah adanya penatalaksanaan ICU guna mengontrol lebih intensif keadaan
penderita. Di negara-negara sedang berkembang, tanpa fasilitas untuk perawatan intensif jangka
panjang dan bantuan ventilasi, kematian akibat tetanus berat mencapai lebih dari 50% dengan
obstruksi jalan napas, gagal nafas dan gagal ginjal merupakan penyebab utama. Mortalitas
sebesar 10% merupakan target yang dapat dicapai oleh negara-negara maju.9
Perawatan intensif modern hendaknya dapat mencegah kematian akibat gagal nafas akut,
tetapi sebagai akibatnya, pada kasus yang berat, gangguan otonomik menjadi lebih nampak.
Laporan yang diterima bahwa 40% kematian setelah adanya perawatan intensif adalah akibat
henti jantung mendadak dan 15% akibat komplikasi respirasi. Sebelum adanya ICU, 80%
kematian terjadi akibat gagal napas akut yang terjadi awal. Komplikasi penting akibat perawatan
di ICU meliputi infeksi nosokomial, terutama pneumonia berkaitan dengan ventilator, sepsis
generalisata. Angka mortalitas bervariasi, hal tersebut disesuaikan berdasarkan usia
pasien.Dengan demikian adanya ICU sangat membantu proses penyembuhan atau dengan kata
lain membantu penurunan angka mortalitas.9
Pronosis buruk pada umumnya terjadi pada penderita usia tua, pada penderita neonatus
dan pada pasien dengan periode inkubasi yang pendek, interval yang pendek antara onset gejala
sampai tiba di RS. Tetanus yang berat umumnya membutuhkan perawatan ICU 3-5 minggu,
pada saat tersebut pasien mungkin membutuhkan bantuan ventilasi jangka panjang. Tonus yang
meningkat dan spasme minor dapat terjadi sampai berbulan-bulan, namun pemulihan dapat
diharapkan sempurna, kembali ke fungsi normalnya. Pada beberapa penelitian pengamatan pada
pasien yang selamat dari tetanus, sering dijumpai menetapnya problem fisik dan psikologis.9
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang, dapat disimpulkan pasien menderita
tetanus. Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri anaerob Clostridium
tetani.Tetanus memiliki gejala awal seperti demam,mulut terasa kaku, nyeri kepala, dan
iritabilitas yang sering disertai kekakuan, sukar mengunyah, dan spasme otot leher. Pada keadaan
yang lebih lanjut terdapat gejala seperti trismus, kejang opistotonus dan sampai menimbulkan
kematian. Pemeriksaan tetanus dapat dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan
diagnosis. Setelah melakukan pemeriksaan barulah dilakukan tindakan pengobatan seperti
pemberian globulin anti tetanus, debridemen luka, dan antitoksin tetanus. Tetanus sebaiknya
dicegah dengan memberikan vaksin sejak dini daripada mengobatinya.
Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing, 2009. h. 2911-20.
2. Sjamsuhidayat R, De Jong W. Buku ajar. Ilmu bedah.Edisi 2 Jakarta: EGC;2003.h.351-
60
3. Robbins, Cotran. Dasar Patologis Klinis ed 7. Jakarta : EGC; 2006.h.228-31.
4. Jawets, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi. Edisi ke 25. Jakaerta : EGC;2006.h.351-3
5. Sabiston DC. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC; 1995.h.199-201.
6. Wahab AS, editor. Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC; 1999.h.102-3.
7. Farmakologi dan terapi, edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran UI, 2009. h. 664-90.
8. Schwartz SI. Intisari prinsip-prinsip ilmu bedah. Jakarta: EGC; 2000.h.58-9.
9. Isselbacher, Braundwal, Wilson dkk. Prinsip ilmu penyakit dalam Harrison. Edisi ke 17.
Jakarta : EGC;2008.h.898-9