Download - Makalah TIK Muhammad Fajar Muttaqin
Makalah Tentang Pola Perilaku Remaja di Kota Bandung
Muhammad Fajar Muttaqin
Teknik Geologi Terapan B
11051341
POLITEKNIK GEOLOGI DAN PERTAMBANGAN
BANDUNG
2014
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucakan
kepada Allah SWT, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan
sebuah makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu
sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya
mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi
kita semua.
Bandung, 10 November 2014
Muhammad Fajar Muttaqin
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................................2
Daftar isi...........................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
1. Pendahuluan..........................................................................................................4
1.1 Latar belakang...........................................................................................4
1.2 Rumusan masalah......................................................................................6
1.3 Tujuan penulisan.......................................................................................6
BAB II...............................................................................................................................7
2. Pembahasan...........................................................................................................7
2.1 Definisi pola perilaku................................................................................7
2.2 Pola perilaku masyarakat di pedesaan.......................................................7
2.3 Pola perilaku masyarakat di perkotaan....................................................13
2.4 Penyebab pergeseran pola perilaku di masyarakat..................................14
2.5 Pola perilaku remaja kota Bandung.........................................................14
2.6 Penyebab pola perilaku remaja Kota Bandung........................................16
2.7 Cara mencegah pola perilaku remaja Kota Bandung..............................18
BAB III
3. Penutup...............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan.............................................................................................19
3.2 Saran.......................................................................................................20
Daftar Pustaka..............................................................................................................21
3
BAB I
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pada umumnya remaja senantiasa menampilkan sosok yang super-dinamis, yang
memiliki gaya hidup tersendiri: sebuah identitas sosio-kultural yang membedakan
mereka dengan kelompok yang lain, terutama generasi tua yang dinilai sudah
ketinggalan jaman. Di setiap era, bisa disaksikan bahwa yang
namanya remaja senantiasa menampilkan dirinya dan mengembangkan perilaku, cara
berdandan, cara berpakaian, potongan rambut, dan apapun tampilan yang penuh gaya
dan berbeda dengan para generasi pendahulunya.
Gaya bukanlah sekadar ekspresi kelas dan prestise, tetapi ia adalah sistem yang
menandai, yang mengkomunikasikan identitas dan perbedaan kultural. Subkultur kaum
muda mengkomunikasikan identitas khas mereka dan perbedaan mereka dari dan dalam
oposisi terhadap teman sebaya, orang tua, dan budaya dominan melalui suatu politik
gaya. Singkat kata, yang dimaksud gaya hidup remajadi sini adalah adaptasi aktif yang
dikembangkan kaumremaja di era modernitas terhadap perubahan yang berlangsung di
sekitarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan
orang lain. Gaya hidup secara teoeritis mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan
dan pola-pola respon terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup. Cara
berpakaian, apa yang dikonsumsi, termasuk pilihan tokoh idola,
bagaimana remaja mengisi kesehariannya merupakan unsur-unsur yang membentuk
gaya hidup.
Dalam ilmu-ilmu sosial, studi atas remaja pertama kali dilakukan oleh sosiolog
Talcott Parsons pada awal 1940-an. Berbeda dengan anggapan umum bahwa remaja
adalah kategori yang bersifat alamiah dan dibatasi secara biologis oleh usia, menurut
4
Parsons remaja adalah sebuah sebuah konstruksi sosial yang terus-menerus berubah
sesuai dengan waktu dan tempat.
Remaja adalah suatu fase dalam kehidupan manusia di mana ia tengah mencari
jatidirinya dan biasanya dalam upaya pencarian jatidiri tersebut ia mudah untuk terikut
dan terimbas hal-hal yang tengah terjadi di sekitarnya, sehingga turut membentuk sikap
dan pribadi mereka. Grossberg (1992) menganggap bahwa yang menjadi persoalan
adalah bagaimana kategori remaja diartikulasikan dalam wacana-wacana lain, misalnya
musik, gaya hidup, kekuasaan, harapan, masa depan dan sebagainya.
Jika orang-orang dewasa melihat masa remaja sebagai masa transisi, menurut
Grossberg remaja justru menganggap posisi ini sebagai sebuah keistimewaan di mana
mereka mengalami sebuah perasaan yang berbeda, termasuk di dalamnya hak untuk
menolak melakukan rutinitas keseharian yang dianggap membosankan. Hampir sama
dengan pendapat itu, Dick Hebdige dalam Hiding in the Light (1988) menyatakan
bahwa remaja telah dikonstruksikan dalam wacana “masalah” dan “kesenangan”
(remaja sebagai pembuat masalah dan remaja yang hanya gemar bersenang-senang).
Misalnya, dalam kelompok pendukung sepakbola dan genggeng, remaja selalu
diasosiasikan dengan kejahatan dan kerusuhan. Di pihak lain, remaja juga
direpresentasikan sebagai masa penuh kesenangan, di mana orang bisa bergaya dan
menikmati banyak aktivitas waktu luang.
Remaja dalam kebudayaan populer dapat kita temukan dalam berbagai cerita
yang menjadikan remaja sebagai pahlawannya atau lagu-lagu yang bertema masalah
yang dihadapi remaja, informasi yang mengungkap mode dan gaya hidup lainnya untuk
remaja. Tetapi yang utama bukan unsur yang mengandung keremajaan itu, melainkan
golongan remaja sebagai pembeli. Menjadikan mereka sebagai pelaku, atau masalah
mereka sebagai fokus, dengan sendirinya akan menggampangkan pemasaran suatu
produk kebudayaan populer.
Berbagai media informasi menciptakan citra diri sebagai bagian kehidupan
remaja kelas atas ini yang umumnya menginformasikan berbagai tata cara bergaul
maupun perlengkapan hobi yang relevan bagi remaja. Sampai aksesoris yang cocok
digunakan dalam berbagai kesempatan, merupakan informasi yang dianggap layak
5
berita. Atau cerita para idola remaja yang mendominasi dunia hiburan yang gaya
hidupnya sering mereka tiru
Kota Bandung merupakan daerah yang populer di Indonesia, apalagi bagi
kalangan remaja kota Bandung bisa dibilang kota yang dijadikan patokan sebagai kota
surganya bagi remaja sekarang. Banyak tingkah laku, gaya hidup dan lain-lain dari
remaja kota Bandung ditiru dan diikuti oleh remaja lainnya di Indonesia.
Banyak sekali perilaku pergaulan remaja kota Bandung sekarang ini yang mana
banyak ditiru oleh kalangan remaja lain. Dari seluruh tingkah laku tersebut setelah
ditinjau dari beberapa rentang waktu kebelakang hingga saat ini dapat dikatakan tingkah
laku remaja kota Bandung banyak sekali mengalami perubahan.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Apa itu pola perilaku ?
1.2.2 Bagaimana pola perilaku masyarakat di pedesaan ?
1.2.3 Bagaimana pola perilaku masyarakat di perkotaan ?
1.2.4 Apa penyebab pergeseran pola perilaku di masyarakat ?
1.2.5 Bagaimana pola perilaku remaja kota Bandung ?
1.2.6 Apa penyebab pola perilaku remaja kota Bandung seperti itu ?
1.2.7 Bagaimana cara mencegah atau mengantisipasinya ?
1.3 Tujuan penulisan
1.3.1 Mengetahui definisi pola perilaku
1.3.2 Mengetahui bagaimana pola perilaku remaja kota Bandung
1.3.3 Mengetahui penyebab pola perilaku remaja kota Bandung
1.3.4 Mengetahui cara mencegah atau mengantisipasi pola perilaku remaja
kota Bandung yang buruk
6
BAB II
2. PEMBAHASAN
2.1 Definisi pola perilaku
Pola perilaku adalah kelakuan seseorang yang sudah tersusun/tertata
karena proses dari kelakuan tersebut dilakukan berulang-ulang. Jadi pola
perilaku hampir sama dengan kebiasaan.
2.2 Pola perilaku masyarakat di pedesaan
Masyarakat adalah suatu perwujudan kehidupan bersama manusia.
Dalam masyarakat berlangsung proses kehidupan sosial, proses antar hubungan
dan antar aksi. Di dalam masyarakat sebagai suatu lembaga kehidupan manusia
berlangsung pula keseluruhan proses perkembangan kehidupan. Dengan
demikian masyarakat dapat diartikan sebagai wadah atau medan tempat
berlangsungnya antar aksi warga masyarakat itu. Tetapi masyarakat dapat pula
diartikan sebagai subyek, yakni sebagai perwujudan warga masyarakat dengan
semua sifat (watak) dalam suatu gejala dan manifestasi tertentu atau
keseluruhan, sosio-psikologisnya. Untuk mengerti bentuk dan sifat masyarakat
dalam mekanismenya ada ilmu masyarakat (sosiologi). Pengertian secara
sosiologis atau ilmiah ini sesungguhnya sudah memadai bagi seseorang
profesional supaya ia lebih efektif menjalankan fungsinya di dalam masyarakat,
khususnya bagi pendidik. Bahkan bagi setiap warga masyarakat adalah lebih
baik apabila ia mengenal “masyarakat” dimana ia menjadi bagian daripadanya.
Lebih dari pada itu, bukanlah seseorang itu adalah warga masyarakat yang sadar
atau tidak, selalu terlibat dengan proses dan mekanisme masyarakat itu. Tiap-
tiap pribadi tidak saja menjadi warga masyarakat secara pasif, melainkan dalam
kondisi-kondisi tertentu ia menjadi warga masyarakat yang aktif. Kedudukan
pribadi yang demikian di dalam masyarakat, berlaku dalam arti, baik masyarakat
luas maupun masyarakat terbatas, dalam lingkungan tertentu adalah suatu
kenyataan bahwa kita hidup, bergaul, bekerja, sampai meninggal dunia, di dalam
7
masyarakat. Masyarakat sebagai lembaga hidup bersama sebagai suatu
gemeinschafts, bahkan tidak dapat dipisahkan.
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartohadikusuma, Desa
adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat
pemerintahan sendiri. Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan
perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap
warga/anggota masyarakat yang amat kuat yang hakikatnya, bahwa seseorang
merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana
hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap
waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena
beranggapan sama¬sama sebagai anggota masyarakat yang saling mencintai
saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap
keselamatan dan kebahagian bersama di dalam masyarakat.
Adapun yang menjadi ciri-ciri masyarakat pedesaan antara lain sebagai berikut :
Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan
yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat
pedesaan lainnya di luar batas-batas wilayahnya;
Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
(Gemeinschaft atau paguyuban).
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Pekerjaan-
pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan (part time)
yang biasanya sebagai pengisi waktu luang.
Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencarian, agama,
adat-istiadat dan sebagainya.
Oleh karena anggota masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang
hampir sama, maka mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan-
kepentingan mereka. Seperti pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta
perkawinan, memperbaiki jalan desa, membuat saluran air dan sebagainya,
dalam hal-hal tersebut mereka akan selalu bekerjasama. Bentuk-bentuk
kerjasama dalam masyarakat sering diistilahkan dengan gotong royong dan
tolong-menolong. Pekerjaan gotong-royong pada waktu sekarang lebih populer
dengan istilah kerja bakti misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga
8
keamanan desa (ronda malam) dan sebagainya. Sedang mengenai macamnya
pekerjaan gotong-royong (kerja bakti) itu ada dua macam, yaitu :
a. Kerja bersama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga
masyarakat itu sendiri (biasanya diistilahkan dari bawah).
b. Kerjasama untuk pekerjaan-pekerjaan yang inisiatifnya tidak timbul dari
masyarakat itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas). Kerjasama
jenis pertama biasanya, sungguh-sungguh dirasakan kegunaannya bagi mereka,
sedang jenis kedua biasanya sering kurang dipahami kegunaannya.
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi
“Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft) yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan
dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong
menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang lain
dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari Afektifitas, yaitu
mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak
suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya
dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya
berlaku untuk kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme).
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus yang tidak
diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi merupakan
suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawanya
prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas terutama dalam hubungan
antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit.
9
Masyarakat desa adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai
oleh adat istiadat lama. Adat istiadat adalah sesuatu aturan yang sudah mantap dan
mencakup segala konsepsi sistem budaya yang mengatur tindakan atau perbuatan
manusia dalam kehidupan sosial hidup bersama, bekerja sama dan berhubungan erat
secara tahan lama, dengan sifat-sifat yang hampir seragam.
Adapun ciri yang menonjol pada masyarakat desa antara lain pada umumnya
kehidupannya tergantung pada alam (bercocok tanam) anggotanya saling mengenal,
sifat gotong royong erat penduduknya sedikit perbedaan penghayatan dalam kehidupan
religi lebih kuat, Lingkungan dan Orientasi Terhadap Alam Desa berhubungan erat
dengan alam, ini disebabkan oleh lokasi geografis di daerah desa petani, realitas alam
ini sangat vital menunjang kehidupannya. Kepercayaan-kepercayaan dan hukum-hukum
alam seperti dalam pola berfikir dan falsafah hidupnya menentukan. Dalam Segi
Pekerjaan/Mata Pencaharian, umumnya mata pencaharian daerah pedesaan adalah
bertani, sedangkan mata pencaharian berdagang merupakan pekerjaan sekunder
sebagian besar penduduknya bertani. Ukuran Komunitas Komunitas pedesaan biasanya
lebih kecil dan daerah pedesaan mempunyai penduduk yang rendah kilo meter
perseginya.
Kepadatan penduduknya lebih rendah, biasanya kelompok perumahan yang
dikelilingi oleh tanah pertanian udaranya yang segar, bentuk interaksi sosial dalam
kelompok sosial menyebabkan orang tidak terisolasi. Diferensiasi Sosial Pada
masyarakat desa yang homogenitas, derajat diferensiasi atau perbedaan sosial relatif
lebih rendah. Pelapisan Sosial Masyarakat desa kesenjangan antara kelas atas dan kelas
bawah tidak terlalu besar. Pengawasan SosialMasyarakat desa pengawasan sosial
pribadi dan ramah tamah disamping itu kesadaran untuk mentaati norma yang berlaku
sebagai alat pengawasan sosial. Pola Kepemimpinan Menentukan kepemimpinan di
daerah cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu. Disebabkan
oleh luasnya kontak tatap mukaan individu lebih banyak saling mengetahui. Misalnya
karena kejujuran, kesolehan, sifat pengorbanannya dan pengalamannya. Dalam Segi
Keluarga Rasa persatuan dalam masyarakat desa sangat kuat. Peranan keluarga sangat
penting dalam berbagai kehidupan, baik dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, adat
istiadat dan agama. Dalam Segi Pendidikan Pendidikan keluarga mewariskan nilai-nilai
dan norma-norma masyarakat kepada generasi berikutnya. Sebaliknya, pendidikan
10
sekolah sangat jarang dijumpai kalaupun ada pendidikan sekolah hanya terbatas pada
tingkat dasar. Sebagai pelengkap pendidikan oleh keluarga atau masyarakat. Dalam Segi
Agama fungsi agama mengatur hubungan manusia dengan yang maha pencipta.
Menjalankan perintah dan menjadi larangannya sesuai dengan aturan agama yang
dianut. Dalam Segi Politik Pemimpin yang berdasarkan tradisi atau berdasarkan nilai-
nilai sosial yang mendalam misal : – Kyai – Pendeta – Tokoh adat dan – Tokoh
masyarakat
Kesetiakawanan Sosial, Kesetiakawanan sosial pada masyarakat desa lebih
tinggi disebabkan oleh homogenis masyarakat yang terlihat dalam tolong menolong
(gotong royong) dan masyarakat. Perilaku Masyarakat Desa Pola kelakuan adalah suatu
cara bertingkah laku yang diciptakan untuk ditiru oleh banyak orang, suatu cara
bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses pergaulan (peniruan)
yang dilakukan oleh banyak orang dalam waktu relatif lama. Sehingga terbentuklah
suatu kebiasaan didalam kehidupan masyarakat luas didapati seperangkat kelakuan
sosial karena pergaulan, kelakuan berpola itu menjadi suatu yang bersifat mekanis tanpa
disertai dengan kemauan ataupun kesadaran. Jika bernilai moral yang baik tindakan
demikian tidak menimbulkan masalah, sebaliknya jika negatif menimbulkan masalah
dalam masyarakat. Didalam masyarakat desa tidak ada persaingan, disamping pengaruh
norma dan nilai juga adat istiadat yang kuat, sehingga perubahan sangat lambat.
Perilaku yang terikat bersifat status, gambar dan pasif mewarnai kehidupan. Kebiasaan-
kebiasaan lain dalam aktifitas kehidupan tolong menolong demikian dalam mengambil
keputusan melalui masyarakat sehingga mencapai mufakat dalam menyelesaikan
masalah hukum hal asing lagi.
Pembangunan “masyarakat” desa harus tetap memelihara nilai-nilai luhur
“masyarakat”, berupa adat dan tradisi, dan menghargainya untuk tidak menghambat
proses pertumbuhan dan perubahan ke“hidup”an “masyarakat” ke tingkat yang lebih
baik. Modernisasi yang mendukung cara hidup lebih baik, perlu di“masyarakat”kan,
namun disamping itu adat istiadat harus tetap dijunjung dan yang bersifat mengikat dan
mengungkung “masyarakat” perlu dimodifikasikan. Pengaruh teknologi dan
ke“hidup”an modern secara perlahan tetapi pasti akan mempunyai pengaruh sampai ke
pelosok-pelosok desa. Untuk dekade mendatang, diprediksikan hanya kondisi geografis
daerah yang masih merupakan hambatan untuk membuka isolasi, sehingga
11
“masyarakat” desa akan terbuka untuk komunikasi dan informasi. Di samping itu usaha-
usaha pemerintah dalam bernagai faktor sudah terasa dampaknya terhadap keterbukaan
fisik tersebut.
Hal ini berarti bahwa dalam segi ke“hidup”an sosial, ekonomi dan politik,
perubahan-perubahan yang terjadi di bagian dunia lain, akan mempunyai dampak
terhadap pola ke“hidup”an di desa, terutama dampak terhadap tingkat ke“hidup”an
ekonomi desa. Harga-harga komoditi yang dihasilkan oleh desa, fluktuasinya akan
banyak ditentukan oleh fluktuasi harga di pasaran dunia. Ke“hidup”an seperti ini suatu
ketika dapat mendorong peningkatan perekonomian desa, pada suatu masa dapat pula
memukul pertumbuhan tingkat kemakmuran desa, terutama bagi warga desa yang usaha
produksinya sebagian besar memiliki sifat ketergantungan kepada pasaran dunia.
Aspek ekonomi yang dapat mempengaruhi bahkan mendominasi aspek-aspek
ke”hidup”an sosial di pedesaan kemungkinan dapat terjadi, dalam kurun waktu
mendatang, sebagai akibat tingkat keterbukaan desa, modernisasi desa dan tingkat
kemampuan dan kesejahteraan ekonomi “masyarakat” desa. Walaupun akibat negatif
yang selalu harus diwaspadai mungkin saja dapat terjadi, akan tetapi mekanisme
perkembangan ini memang harus terjadi, karena proses atau mekanisme perkembangan.
Dampak ekonomi internasional dapat pula merambat ke masalah sosial budaya
dan politik “masyarakat”. Di sinilah sangat diperlukan kesiapan mental ideologis bangsa
yang harus mendarah daging di tingkat “masyarakat” desa. Pengaruh ideologis bagian
dunia lain, selain belum tentu cocok dengan sifat dan karakter bangsa khususnya
“masyarakat” pedesaan juga infiltrasi budaya dan politik yang lambat laun dapat
merusak atau menghapus nilai budaya bangsa, yang memang dari beberapa segi
pandangan praktis sudah tidak sesuai lagi. Nilai budaya bangsa tidak semata-mata
berorientasi kepada ke“hidup”an praktis, namun juga kepada keanggunan dan religius,
yang masih sulit ditemui pada budaya asing.
12
2.3 Pola perilaku masyarakat di perkotaan
Kajian tentang masyarakat kota ditekankan pada pengertian kotanya dengan
ciri dan sifat kehidupannya. Dalam masyarakat kota kebutuhan primer
dihubungkan dengan status sosial dan gaya hidup masa kini sebagai manusia
modern.
Masyarakat perkotaan memiliki penduduk yang heterogen, yakni terdiri dari
orang-orang dengan macam-macam sub kultur dan kesenangan, kebudayaan,
mata pencaharian dan sebagainya.
Gejala yang paling menonjol pada masyarakat perkotaan adalah mengenai
pola interaksinya atau dalam sistem hubungannya antara satu individu dengan
individu lainnya.
Pola interaksi pada masyarakat perkotaan dipengaruhi oleh individualitas,
sehingga prestasi seseorang lebih penting dari pada asal-usul keturunannya. Pola
interaksi yang demikian sangat diwarnai oleh tujuan dan kepentingan yang akan
dicapai. Lain halnya dengan masyarakat pedesaan, dimana pola interaksinya
banyak dipengaruhi oleh sistem kekeluargaan. Adanya perbedaan pola interaksi
pada kedua masyarakat ini menyebabkan berbedanya pola kehidupan
masyarakatnya.
Pada masyarakat kota, pola kehidupan individualis sangat menonjol.
Hubungan antara yang satu dengan lainnya diwujudkan atas dasar adanya
kepentingan. Itulah sebabnya masalah solidaritas pada masyarakat perkotaan
justru terbentuk karena adanya perbedaan-perbedaan dalam masyarakat.
Perbedaan-perbedaan ini membuat adanya saling kepentingan. Atas dasar saling
kepentingan ini terbentuklah kerjasama, solidaritas dan sebagainya.
Tingkat perbedaan kepentingan sangat tinggi di kota. Lain halnya pada
masyarakat pedesaan, dimana masyarakatnya mempunyai kepentingan pokok
yang hampir sama. Makanya warga desa selalu bekerja sama untuk mencapai
kepentingan-kepentingannya itu. Tingginya tingkat perbedaan kepentingan di
kota menjadikan masyarakat kota secara individualis mencapai kepentingan itu
sangat kurang.
13
2.4 Penyebab pergeseran pola perilaku di masyarakat
Pergeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat terjadi seiring pengaruh dari
globalisasi dan pengaruh budaya lain.Perkembangan cyber space, internet,
informasi elektronik dan digital, ditemui dalam kenyataan sering terlepas dari
sistim nilai dan budaya. Perkembangan ini sangat cepat terkesan oleh generasi
muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru
yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan
kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturan-benturan
psikologis dan sosiologis. Pada Era globalisasi telah terjadi
perubahan perubahan cepat. Dunia menjadi transparan, terasa sempit, hubungan
menjadi sangat mudah dan dekat, jarak waktu seakan tidak terasa dan seakan
pula tanpa batas. Perubahan yang mendunia ini akan menyebabkan pergeseran
nilai-nilai budaya tersebut.
Dari agraris tradisional menjadi masyarakat industri modern. Dari kehidupan
berasaskan kebersamaan, kepada kehidupan individualis. Dari lamban menjadi
serba cepat. Dari berasas nilai sosial menjadi konsumeris materialis. Dari tata
kehidupan tergantung dari alam ke kehidupan menguasai alam. Dari
kepemimpinan formal ke kepemimpinankecakapan (professional)
2.5 Pola perilaku remaja kota Bandung
Banyak sekali perilaku pergaulan remaja kota Bandung sekarang ini yang
mana banyak ditiru oleh kalangan remaja lain. Dari seluruh tingkah laku
tersebut setelah ditinjau dari beberapa rentang waktu kebelakang hingga saat
ini dapat dikatakan tingkah laku remaja kota Bandung banyak sekali
mengalami perubahan.
14
Pola tingkah laku remaja kota Bandung yang saat ini mudah dijumpai
diantaranya :
Berpakaian atau berpenampilan ke arah western atau eropa dimana style
atau gaya remaja mengikuti orang idolanya masing-masing. Selain itu
model pakaian dari asia terutama korea mulai banyak digemari juga.
Contoh pakaian yang umumnya dipakai oleh remaja seperti kaos celana
jeans yang ngetat (celana pensil) celana cino, pakaian-pakaian celana
pendek, rok mini baju yang transparan dan lain-lain.
Dari contoh-contoh yang disebutkan tersebut terlihat perubahan perilaku
berpakaian remaja Bandung dimana tradisi dan budaya khas Indonesia
khususnya bandung sudah hampir ditinggalkan oleh remaja kota Bandung
Bahasa yang digunakan oleh remaja kota Bandung saat ini bisa dibilang
cukup variatif, bahasa indonesia dan bahasa sunda masih cukup banyak
digunakan tetapi tidak dipungkiri bahasa prokem indonesia(elu-gue) juga
mulai banyak digunakan dimana bahasa ini biasa terdengar di daerah
jakarta sekitarnya.
Dari kalimat tersebut kita dapat katakan juga bahwa bahasa di kota Bandung
mulai mengalami pergeseran yang menuju perubahan.
Jenis makanan yang dikonsumsi oleh remaja saat ini adalah menu-menu
junk food seperti burger, pizza dan lain-lain yang berasal dari luar
Indonesia dan melupakan masakan khas daerah seperti timbel dan lain-
lain. Tetapi masih cukup banyak yang ingat identitas daerahnya masing-
masing.
Teknologi merupakan salah satu perubahan tingkah laku remaja dimana
ini merupakan perubahan positif jika benar dalam aplikasi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi
15
Selain itu budaya malam yang buruk sering dilakukan oleh remaja saat
ini dimana budaya tersebut didukung oleh lingkungan sekitar seperti
tempat prostitusi yang semakin banyak, minuman-minuman yang tidak
layak dikonsumsi semakin marak beredar.
Hal-hal tersebut merupakan penjelasan terhadap perubahan pola perilaku remaja
kota Bandung baik positif ataupun negatif. Hal-hal tersebut pada umumnya dapat
dengan mudah kita jumpai di kota Bandung dan masih banyak lagi pola perilaku yang
mengalami perubahan dari masa ke masa dimana awalnya remaja tradisional hingga
meranjak menjadi remaja modern dengan iptek yang semakin modern akibat dari
globalisasi.
2.6 Penyebab pola perilaku remaja kota Bandung
Pola perilaku remaja kota Bandung seperti apa yang telah dijelaskan dapat
disebabkan berbagai macam faktor baik eksternal maupun internal.
Internal :
Sifat dari individu tersebut atau dikatakan gen dari individu tersebut.
Keinginan untuk mencoba hal baru
Rasa ingin tahu yang amat besar
Eksternal :
Adanya tekanan dari keluarga
Adanya hasutan dari teman baik sebaya maupun tidak sebaya
Pengaruh globalisasi
Semakin bebasnya pergaulan
Selain itu perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah
menimbulkan berbagai persaingan antara produsen yang membuat teknologi informasi
tersebut. Adanya persaingan ini jelas saja telah memungkinkan harga dari teknologi
informasi yang beredar semakin terjangkau sehingga memungkinkan untuk dimiliki
oleh setiap orang. Pada masa saat orang tua kita masih se-umuran kita, alat komunikasi
memang sudah ada, namun masih belum se-canggih pada masa kita saat ini. Alat
elektronik pun juga sebenarnya sudah ada, seperti radio dan televisi berlayar hitam
16
putih. Namun, alat elektronik seperti itu masih sangat jarang orang yang memilikinya.
Bukan karena itu kuno, namun karena bagi mereka harga elektronik itu sangat mahal.
Berbanding terbalik dengan masa saat ini, sudah sangat jarang remaja yang hobby
mendengarkan radio, bukan karena bagi mereka mahal, namun karena beranggapan
radio merupakan salah satu alat elektronik kuno yang sudah ketinggalan zaman. Mereka
lebih suka alat-alat elektronik yang lebih canggih dan modern. Seperti MP3 Player,
MP4 Player, Laptop, Handphone dan smartphone seperti Blackbarry, IPod, IPad dan
sebagainnya. Zaman dulu, televisi hanya berlayar hitam putih. Seiring dengan
perkembangan model-model televisi sudah mulai berkembang jauh lebih canggih
seperti TV LCD, TV LED, TV 3D, bahkan adapula Internet TV.
Telelevisi merupakan produk modernisasi yang memberikan dampak yang besar
terhadap kehidupan dan perubahan nilai-nilai di masyarakat khususnya para remaja.
Banyak orang meniru gaya hidup dari publik figur yang mereka saksikan lewat televisi.
Model baju selebritis terbaru, model potongan rambut terbaru, bahkan juga tak jarang
meniru tingkah laku para selebritis yang mereka lihat lewat televisi, tanpa peduli apakah
gaya hidup selebritis ataupun publik figur yang mereka tiru dan mereka jadikan sebagai
role model itu sesuai dengan kondisi dan situasi dimana mereka tinggal atau tidak. Hal
ini juga melanda kalangan remaja, dimana memang pada masa ini adalah masa dimana
mereka para remaja mencari sesuatu yang dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi
dan dipuja, serta menjadikan role modelnya itu sebagai identitasnya. Tak heran jika kita
dapati banyak para remaja meniru gaya para selebritis idola mereka, dari mulai gaya
rambut, gaya berbusana, bahkan gaya pacaran para artis yang mereka saksikan lewat
televisi.
Dan sekarang ini, akibat produk modernisasi tersebut dapat kita lihat bahwa tak
ada bedanya gaya hidup para remaja kota dengan remaja desa. Budaya barat yang
dahulu hanya di adaptasi dan di tiru oleh remaja kota, dengan adanya kemajuan
teknologi juga telah melanda remaja di pedesaan. Tidak semua budaya barat baik dan
cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli
adalah anak tidak lagi hormat pada orang tua, kehidupan bebas remaja dan lain-lain.
Itulah yang sangat kita sayangkan dari remaja kini, yang seharusnya mereka menjadi
17
peran penerus pahlawan bangsa. Semakin sedikit generasi muda yang melestarikan
musik, tarian, dan budaya tradisional kita. Dan banyak remaja yang mengikuti cara
berpakaian yang cenderung tidak memperlihatkan kesopanan. Kemudian budaya tolong
menolong yang dahulu lekat dengan remaja desa, lambat laun berkurang meski tidak
hilang sama sekali, berganti dengan budaya individualistik. Budaya santun dan lugu
yang juga menjadi ciri khas mereka perlahan mulai pudar dan berganti dengan budaya
urakan yang dengan bangga mereka sebut dengan istilah gaul.
2.7 Cara mencegah pola perilaku remaja kota Bandung
Pola perilaku remaja seperti itu sangatlah buruk akan tetapi tidak semuanya
buruk, ada juga pola perilaku yang baik. Pola perilaku yang baik tersebut
dapat berasal dari bimbingan orang tua yang baik, pergaulan serta
lingkungan yang sehat dan pendidikan terutama pendidikan moral dan
agama yang bagus. Dari ketiga contoh mencegah tersebut sudah banyak
terbukti bahwa remaja yang mendapat pergaulan, lingkungan, pendidikan
serta bimbingan orang tua yang baik adalah remaja yang berkualitas baik
bahkan bisa dikatakan remaja berprestasi seperti remaja-remaja dari
pesantren yang menjadi da’i cilik, remaja-remaja yang mendapat
penghargaan olimpiade dan lain sebagainya.
18
BAB III
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa remaja kota Bandung telah
mengalami pergeseran perilaku menuju modernisasi yang mayoritas berdampak negatif
terhadap individu remaja tersebut. Pengaruh tersebut dapat didapat dari berbagai macam
penyebab berubahnya pola perilaku remaja kota Bandung. Tetapi tidak semua remaja
kota Bandung dikatakan buruk, masih banyak remaja kota Bandung yang berkualitas
dalam berbagai bidang baik keagamaan, pendidikan, seni, olah raga dan lain-lain. Hal-
hal tersebut merupakan penjelasan terhadap perubahan pola perilaku remaja kota
Bandung baik positif ataupun negatif. Hal-hal tersebut pada umumnya dapat dengan
mudah kita jumpai di kota Bandung dan masih banyak lagi pola perilaku yang
mengalami perubahan dari masa ke masa dimana awalnya remaja tradisional hingga
meranjak menjadi remaja modern dengan iptek yang semakin modern akibat dari
globalisasi.
Apabila dibandingkan dengan remaja di desa maka sangat signifikan perbedaan
yang kita lihat dimana mayoritas remaja desa masih cukup sederhana dengan tradisi
daerah. Walaupun remaja di desa sudah mulai banyak dan terus bertambah yang
mengikuti perkembangan segala hal akibat globalisasi.
Tetapi remaja kota mayoritas lebih mudah mengikuti perkembangan zaman dan
lebih cepat menyerap dampak modernisasi baik itu positif dan negatif. Tergantung pada
diri sendiri bagaimana kuatnya prinsip hidup kita agak tidak terjerumus kepada dampak
negatif. Itu semua dapat dilakukan apabila kita pandai bersikap dan didukung orang-
orang sekitar kita yang dapat membantu melawan dampak negatif dari globalisasi.
19
3.2 Saran
Sebaiknya orang tua lebih mengambil peranan yang lebih dalam mengawasi
setiap perilaku anak-anaknya jangan sampai anak-anak tersebut salah dalam bergaul dan
terjerumus kedalam pergaulan yang salah yang dapat mengakibatkan remaja tersebut
menjadi negatif. Selain itu remaja itu sendiri harus lebih selektif dalam bergaul karena
dirinya sendirilah yang sangat menentukan kehidupannya, baik atau buruk
kehidupannya adalah tangannya sendiri yang menentukan. Selain dari dirinya orang-
orang sekitarnya juga ikut menentukan dengan cara mengingatkan jikalau salah dan
menunjukkan kebenaran yang sebenarnya.
20
Daftar Pustaka
http://ratnaazisprasetyo.blogspot.com/2013/01/pergeseran-pola-gaya-hidup-remaja-di_3.html
http://yoroelz09.blogspot.com/2012/12/makalah-sosiologi-yang-berjudul.html
21