Download - MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS TRADISIONAL PADA …
JURNAL ILMIAH MAHASISWA PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA VOLUME 3 NOMOR 3 NOVEMBER 2018 Hal : 40- 52
40
MAKNA SIMBOLIS RAGAM HIAS TRADISIONAL PADA RUMAH ADAT
KABUPATEN ACEH SELATAN DI PKA RATU SAFIATUDDIN
M. Andika Sahputra1, Fitriana2, Novita3
Progran Studi Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah
Kuala Darussalam, Banda Aceh, Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ragam hias tradisional yang terdapat
pada anjungan Aceh Selatan dan mengetahui arti dari masing-masing ragam hias
tradisional yang terdapat di anjungan Aceh Selatan di Taman Ratu Safiatuddin.
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan enam subjek penelitian yang terdiri
dari dua tokoh adat di Kecamatan Tapak Tuan dan Kecamatan Menggammat,
pengurus Dekranas Aceh Selatan dan tiga penjaga rumah adat Aceh Selatan di Taman
Ratu Safiatuddin. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dukumentasi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ragam hias yang terdapat pada
rumah adat Aceh Selatan di Taman Ratu Safituddin merupakan perwakilan dari tiga
suku yaitu suku Aceh (ragam hias bungong jeumpa, bungong silimeng, bungong
meulu, awan mecanek), suku Aneuk Jamee(ragam hias buah pala, lok talo, daun
teratai, bungong lawang, aka memanjek, dan naga baralih, dan Suku Klut terdiri dari
ragam hias bulung nilam, bulung cabai, bulung terkei, kalok paku, payung panji, dan
ragam hias tombak raja. Makna simbolis memiliki nilai penting yang dapat diterapkan
dalam keseharian baik dari suku dan kebudayaannya bagi kehidupan. Pada setiap
ragam hias memiliki nasehat- nasehat yang baik untuk dipahami. Diharapkan agar
generasi muda mengetahui mengenai adat dan budaya mereka sendiri sehingga
tetap terjaga dan tidak terlupakan oleh perkembangan zaman.
Kata Kunci : Makna Simbolis, Ragam Hias, Rumah Adat Aceh Selatan
JURNAL ILMIAH MAHASISWA PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA VOLUME 3 NOMOR 3 NOVEMBER 2018 Hal : 40- 52
1
SYMBOLIC MEANINGS OF TRADITIONAL ORNAMENTAL VARIETY IN
TRADITIONAL HOUSE OF SOUTH ACEH REGENCY AT PKA
RATU SAFIATUDDIN
M. Andika Sahputra1, Fitriana2, Novita 2
Email:
ABSTRACT
This study aims to identify the traditional decorations found on the South Aceh
pavilion and to find out the meaning of each traditional decoration found on the South
Aceh pavilion in Taman Ratu Safiatuddin. The study used a qualitative method with
six research subjects consisting of two traditional leaders in Tapak Tuan and
Menggammat District, South Aceh Dekranas administrators and three guards of the
traditional house of South Aceh in Taman Ratu Safiatuddin. Collecting data through
observation, interviews and documentation. Based on the results of the study, it is
shown that the decoration found in the traditional house of South Aceh in Taman Ratu
Safituddin is representative of three tribes, namely the Aceh tribe (bungong jeumpa,
bungong silimeng, bungong meulu, awan mecanek), Aneuk Jamee tribe (ragam hias
buah pala, lok talo, daun teratai, bungong lawang, aka memanjek, naga baralih, and
the Kluet tribe consists of bulung nilam, bulung cabai, bulung kertai, kalok paku,
payung panji, and tombak raja. which can be applied in everyday life both from
ethnicity and culture to life. Each decoration has good advice to understand. It is hoped
that the younger generation will know about their own customs and culture so that they
are maintained and not forgotten by the times.
Keywords: Meaning, Ornamental variety, Traditional house of South Aceh
JURNAL ILMIAH MAHASISWA PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA VOLUME 3 NOMOR 3 NOVEMBER 2018 Hal : 40- 52
40
PENDAHULUAN
Aceh memiliki sebuah tempat
yang menyajikan budaya ertnis daerah
Aceh yang bernama Taman Sulthanah
Safiatuddin atau dikenal juga sebagai
Taman Ratu Safiatuddin, sebagaimana
di Taman Mini Indonesia Indah (TMII)
yang menunjukkan adat dan budaya di
Indonesia. Taman Sulthanah ini berada
di Jalan Teuku Nyak Arief, Gampong
Bandar Baru Kecamatan Kuta Alam,
Banda Aceh. Pada Taman Sulthanah
Safiatuddin terdapat 23 rumah adat
yang mewakili setiap kabupaten/kota
di provinsi Aceh. Taman tersebut
menjadi destinasi wisata yang kerap
dikunjungi oleh turis lokal maupun luar
Aceh.
Pada awal pengembangan Taman
Ratu Safiatuddin dibangun 20
anjungan rumah sesuai daerah. Seiring
pemekaran wilayah, menyusul tiga
anjungan baru yaitu Subulussalam,
Aceh Jaya, dan Nagan Raya. Taman
Ratu Safiatuddin bukan sekadar
bangunan fisik, akan tetapi juga
menyimpan dan menjaga kelestarian
seni budaya. Taman tersebut biasa
menjadi tempat pagelaran atraksi seni
dan budaya Aceh. Rumah adat atau
yang dikenal dengan sebutan anjungan
tersebut mempunyai ciri khas yaitu
bangunan berupa rumah panggung
dengan material kayu. Dari anjungan
tersebut dapat terlihat keberagaman
suku dan budaya yang tumbuh pada
masyarakat Aceh.
Setiap anjungan memiliki ciri
khas daerah masing–masing. Anjungan
Aceh Selatan juga memiliki ciri
khasnya, diantaranya memiliki dua
tangga menuju ke lantai dua anjungan.
Sementara pada lantai satu terlihat
replika kapal Putri Naga, dan juga atap
anjungan terbuat dari tepas.
Keseluruhan anjungan berwarna
cokelat tua dengan hiasan motif alam
dengan garis-garis kuning yang sangat
beragam.
Taman Ratu Safiatuddin ini
dibuka setiap harinya dari pagi hingga
sore hari, pada setiap anjungan
memiliki petugas menjaga anjungan.
Petugas yang berada di anjungan
adalah perwakilan dari kabupaten atau
kota yang berasal dari daerahnya
masing–masing, namun para penjaga
kurang memahami tentang budaya dan
daerah mereka sendiri baik dari dalam
segala hal. Kondisi ini terlihat ketika
peneliti melakukan observasi awal
kepada para penjaga anjungan,
41
khususnya penjaga dari perwakilan
Kabupaten Aceh Selatan, sehingga
para turis lokal maupun luar Aceh yang
datang hanya dapat mengambil gambar
foto anjungan dari luar. Selain itu
barang–barang tradisional yang berada
di dalam anjungan seperti pelaminan,
kain tradisional, dan sejenisnya hanya
digelar pada saat acara–acara tertentu
seperti Pekan Kebudayaan Aceh
(PKA) yang di gelar lima tahun sekali.
Saat ini begitu banyak
bermunculan rumah-rumah bergaya
modern yang tidak memperdulikan lagi
unsur-unsur ragam hias dan makna
yang melekat pada rumah adat itu
sendiri, melainkan hanya digunakan
keindahan semata. Padahal semua
unsur–unsur ragam hias yang melekat
pada rumah adat tradisional khususnya
Aceh Selatan yang sarat akan
maknanya. Makna yang melekat pada
setiap bagian dalam sebuah rumah
adat, tentunya telah menjadi ciri khas
dari masyarakat daerah itu sendiri.
Oleh karena itu penulis ingin
mengkaji lebih dalam selalui sebuah
penelitian dengan tujuan:
Mengidentifikasi ragam hias
tradisional yang terdapat pada
anjungan Aceh Selatan di Taman Ratu
Safiatuddin, dan mengetahui
arti/makna dari masing–masing ragam
hias tradisional yang terdapat di
anjungan Aceh Selatan.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan
mengenai penelitian ini adalah metode
kulitatif deskriptif yaitu metode yang
meneliti keadaan yang sedang
berlangsung pada saat ini. Penelitian
kualitatif merupakan tradisi tertentu
dalam ilmu pengetahuan sosial yang
secara funtamental tergantung pada
pengamatan terhadap manusia dalam
kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam
bahasanya dan dalam peristiwanya.
(Moleong, Lexi J, 1996:3).
Penelitian ini dilakukan di Taman
Ratu Safiatuddin pada Anjungan Aceh
Selatan serta di Kabupaten Aceh
Selatan agar dalam proses peneilitian
mendapatkan hasil yang lebih akurat
dan jelas. Observasi dan wawancara
subjek penilitian dalam waktu 1 bulan
pada bulan Januari 2018.
Subjek penelitian ini berjumlah 6
orang, terdiri dari 3 orang penjaga di
Anjungan Aceh Selatan Taman Ratu
Safiatuddin, 1 orang Pembina
42
Dekranas Aceh Selatan dan 2 orang
tokoh adat yang berada di Kabupaten
Aceh Selatan. Pengumpulan data
melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Ragam Hias Rumah Adat Aceh
Selatan
Ragam hias yang terdapat pada
rumah adat Aceh Selatan di Taman
Ratu Safiatuddin memiliki beraneka
jenis macam bentuk ragam hias.
Namun jenis ragam hias yang
digunakan oleh masyarakat Aceh
Selatan memilki unsur yang sama yaitu
ragam hias jenis flora dimana
masyarakat Aceh Selatan mewujudkan
sebuah kreasi ragam hias berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang berada
disekitar lingkungan kehidupan
masyarakat sehari-hari. Menurut
Tammat dkk (1996:325), “ragam hias
flora diambil berdasarkan apa yang
mereka lihat atau alami sehari–hari
sehingga timbul imajinasi mereka
untuk memindahkan bentuk-bentuk
tersebut kepada suatu ukiran”. Ragam
hias yang terdapat pada rumah adat
merupakan gabungan antara tiga suku
yang ada di Kabupaten Aceh Selatan
yaitu Suku Aceh, Suku Aneuk Jamee
dan Suku Kluet. Sesuai dengan
Dekranas Kabupaten Aceh Selatan
(2008:02) bahwa, saat ini Kabupaten
Aceh Selatan hanya tinggal tiga suku
budaya (etnis) yaitu Suku Aceh, Suku
Kluet dan Suku Aneuk Jamee. Dari
ketiga jenis inilah dipadukan satu motif
ragam hias yang menggambarkan nilai
adat istiadat, suku budaya dari ketiga
etnis”. Ragam hias Suku Aceh terdiri
dari bungong jeumpa (bunga kantil),
bungong silimeng (bunga belimbing),
bungong meulu (bunga meulur ), awan
mecanek (awan bergelombang) dan
ragam hias talo ie (tali air). Ragam hias
suku Aceh pada rumah adat di
Anjungan Aceh Selatan Taman Ratu
Safiatuddin disajikan pada Gambar 1
sd 4.
Gambar 1. Bungong Jeumpa
Sumber :,Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan, 2018)
43
Gambar 2. Bungong Silimeng
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan), 2018
Gambar 3. Talo Ie
Sumber : Anjungan PKA (Rumah
Adat Aceh Selatan), 2018
Gambar 4. Awan Mencanek
Sumber : Anjungan PKA (Rumah
Adat Aceh Selatan), 2018
Selanjutnya ragam hias Suku
Aneuk Jamee yang terdapat pada
rumah adat adalah ragam hias buah
pala, putaran tali (lok talo), daun
teratai. Bunga cengkeh (bungong
lawang), akar memanjat atau merambat
(aka memanjek). Hal ini sebagaimana
dijelaskan Dekranas Kabupaten Aceh
Selatan (2008:03) bahwa “pada Suku
Aneuk Jamee yang sebagian besar
tinggal di daerah pesisir melahirkan
ragam hias seperti bungong lawang dan
buah pala” Ragam hias Suku Aneuk
Jamee bukan saja mengambil unsur-
unsur dari tumbuhan tetapi terdapat
juga ragam hias yang menjadi iconnya
Aceh selatan seperti ragam hias naga
baralih (naga berlawan). Ragam hias
suku Aneuk Jamee pada rumah adat di
Anjungan Aceh Selatan Taman Ratu
Safiatuddin disajikan pada Gambar 5
sd 10.
Gambar 5. Buah Pala
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat
Aceh Selatan), 2018
44
Gambar 6. Daun Teratai
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat
Aceh Selatan), 2018
Gambar 7. Lok Talo
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat
Aceh Selatan), 2018
Gambar 8. Aka Memanjek
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat
Aceh Selatan), 2018
Gambar 9. Bungong Lawang
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan), 2018
Gambar 10. Naga Baralih
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan), 2018
Ragam hias untuk Suku Kluet
yang terdapat pada rumah adat Aceh
Selatan, ragam hias bulung nilam (daun
nilam), bulung cabai (daun cabai),
bulung terkei (daun delima), dan ragam
hias kalok paku (pucuk pakis). Hal ini
juga sesuai dengan Dekranas
Kabupaten Aceh Selatan (2008:03)
bahwa, “ragam hias bulung nilam,
bulung lado merupakan ragam hias
yang diambil dari kehidupan Suku
Kluet yang sebagain besar tinggal di
daerah pedalaman Aceh Selatan”.
Selain dari ragam hias tersebut Suku
Kluet mempunyai ragam hias dari
benda atau barang sehari-hari yang
digunakan oleh masyarakat Suku Kluet
contohnya seperti ragam hias payung
(payung panji), dan ragam hias ujung
tombak (tombak raja). Ragam hias
Suku Kleut pada rumah adat di
Anjungan Aceh Selatan Taman Ratu
45
Safiatuddin disajikan pada Gambar 11
sd 16.
Gambar 11. Bulung Nilam
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat
Aceh Selatan), 2018
Gambar 12. Kalok Paku
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan), 2018
Gambar.13. Bulung Terkei
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan), 2018
Gambar 14. Bulung Lado
Sumber : Anjungan PKA (Rumah Adat Aceh
Selatan), 2018
Gambar.15. Payung Panji
Sumber : Anjungan PKA (Rumah
Adat Aceh Selatan), 2018
Gambar.16. Tombak Raja
Sumber : Anjungan PKA (Rumah
Adat Aceh Selatan), 2018
Dari keseluruhan ragam hias
yang berasal dari ketiga budaya yang
berbeda dapat dilihat pada rumah ada
Aceh Selatan di Taman Ratu
Safiatuddin memiliki kombinasi atau
gabungan yang sangat serasi dan juga
ditambahkan dengan warna-warna
khas Aceh pada umumnya.
Ragam hias yang terdapat pada
rumah adat Aceh Selatan di Taman
Ratu Safiatuddin mengandung makna
dan arti filosofi yang dijadikan sebuah
aturan dan norma-norma yang berlaku
pada masyarakat. Ragam hias yang
dimiliki terdiri dari tiga suku budaya
46
yang berbeda yang ada di Aceh
Selatan. Penjelasan tersebut sama
dengan Joni Mn (2016:200) yang
menjelaskan “bahwa ragam hias
mengandung makna pesan tentang nilai
dan norma yang bersumber dari
leluhur”. Dalam hal ini mendiskripsi
makna simbolis dari masing-masing
ragam hias tradisional yang terdapat di
anjungan Aceh Selatan sesuai dengan
suku dan budayanya. Mengenai makna
ragam hias Suku Aceh hampir sama
seperti makna ragam hias Aceh pada
umumnya walapun masayarakat Aceh
Selatan memiliki makna tersendiri
namun sama maksud dan pesan yang
ingin disampaikan.
2. Makna Simbolis Ragam Hias pada
Anjungan Aceh Selatan
Makna Ragam Hias Bungong Jeumpa
Ragam hias bungong jeumpa atau
disebut bunga kantil ini berbentuk
sebuah kelopak bunga yang memiliki
lapisan yang sangat banyak dengan
keharuman yang sangat menjadi ciri
khasnya. Bungong jeumpa ini memiliki
bagian luar yang dibungkus oleh
kelopak bunga yang berwana hijau
sebelum bungong jeumpa ini mekar.
Makna dari ragam hias ini adalah
seorang wanita yang wajib menutup
aurat tubuhnya agar kecantikan juga
auratnya tetap terjaga dan terpelihara
yang nanti akhirnya juga terjaga
keharuman pribadinya. Ukiran ragam
hias ini juga memiliki tempat teratas
pada bagian rumah adat tradisional
Aceh selatan dikarenakan masyarakat
Aceh Selatan menyakini bahwa wanita
adalah martabat suatu kaum, baik
buruknya sebuah kaum dilihat dari
perilaku dan tata krama sorang wanita
pada kaum tersebut.
Makna Ragam Hias Bungong Silimeng
Ragam hias bungong silimeng
memilki bentuk bunganya yang selalu
merunduk kebawah yang mana juga
memiliki kelopak bunga berjumlah 4
lembar. Dari ke empat lembar kelopak
bunga tersebut memiliki makna
tersendiri yang melambangkan
ketaqwaan, keadilan, kejujuran dan
kesabaran yang harus dimiliki oleh
setiap jiwa para kepemimpinan. Ukiran
ragam hias ini juga terdapat pada
rumah adat tradisional Aceh Selatan di
bahagian layar atap rumah sisi kanan
juga sisi kiri.
47
Makna Ragam hias Talo Ie
Ragam hias Talo Ie atau disebut
juga Tali Air ini hanya berbentuk
memanjang atau les sebagai pembatas.
Makna yang terdapat pada ragam hias
ini sangat berarti atau bermakna sekali
dalam kehidupan masyarakat Aceh
Selatan sebagai lambang sebuah
tindakan yang sesuai. Suatu aturan atau
tata karma sehingga nantinya jangan
melangkahi hak orang lain.
Makna Ragam Hias Awan Meucanek
Ragam hias awan mecanek (awan
bergelombang) mempunyai bentuk
lekungan-lekungan atau bergelombang
yang tidak beraturan yang
menggambarkan mendung. Ragam
hias ini memilki makna simbolis yang
sangat berati yakni, melambangkan
setiap nikmat yang telah diberikan oleh
Allah SWT harus disyukuri.
Makna Ragam Hias Buah Pala
Ragam hias buah pala sebagai
ragam hias yang menjadi ciri khas
Aceh Selatan Suku Aneuk Jamee. Aceh
Selatan merupakan daerah penghasil
buah pala terbanyak di Provinsi Aceh.
Kulit buah pala dapat dijadikan
manisan pala, buah muda dan tuanya
dapat di jadikan obat, juga buah pala
memiliki minyak berpotensi nilai
ekonomi tinggi. Ragam hias buah pala
yang belum mekar ini melambangkan
keutuhan suatu kaum, di dalam sebuah
ikatan kekeluargaan dan siap
berkembang bila sampai waktunya.
Ukiran ragam hias ini juga dapat dilihat
pada rumah adat Aceh Selatan di
bagian pinggir lantai panggung rumah
adat.
Makna Ragam Hias Daun Teratai.
Pada habitatnya dapat dijumpai
dan tumbuh pada di daerah dekat
sungai dan rawa. Daun teratai memiliki
4 lembar daun, yang menggambarkan
sebuah kehidupan pada suatu daerah
yang terdiri atas ulama, raja, panglima
dan rakyat, atau dapat juga diartikan
menjadi keagamaan, kekusasaan,
ketahanan dan kerakyatan. Ukiran
ragam hias ini diletakkan pada rumah
adat tradisional di bahagian sisi kanan
dan kiri tangga.
Makna Ragam Hias Lok Talo
Ragam hias Lok Talo atau juga
putaran tali yang memiliki bentuk S
yang bersambung kedepan dengan
lambang 2 (dua) pada putaran yang
48
tidak terputus yaitu memilki makna dua
Kalimat Syahadah, oleh karena itu dari
ragam hias ini dapat menunjukkan
perkembangan ajaran Islam sangat
pesat sejak pada jaman dahulu. Pada
rumah adat tradisional Aceh Selatan
ukiran ragam hias ini memilki tempat
yang teratas daripada ragam hias
lainnya, yakni pada bagian pinggiran
atap rumah adat dikarenakan dua
kalimat syahadah adalah urutan
pertama pada rukun Islam.
Makna Rahgam Hias Aka Memanjek
Ragam hias Aka Memanjek atau
bisa disebut juga Akar Memanjang
memiliki bentuk yang melilit atau
saling mengikat satu sama lain, ragam
hias ini memiliki makna sebagai
lambang pengikat kasih sayang dalam
kehidupan keluarga. Karena itu ukiran
ragam hias ini banyak sekali didapati
pada rumah adat tradisonal Aceh
Selatan pada bagian kaki lantai
panggung rumah, yang bertujuan agar
pemilik rumah yang menempati
memiliki hubungan yang harmonis dan
kasih sayang yang sangat erat satu
sama lain.
Makna Ragam Hias Bungong Lawang
Ragam hias bungong lawang
atau disebut juga dengan tampok
lawang memilki bentuk bersegi empat
diatasnya yang ditopang dari bawah
oleh sebuah bulatan yang kokoh dan
kuat. Ragam hias ini memilki makna
yang melambangkan suatu kehidupan
akan sempurna apabila di topang atau
diiringi oleh iman, Islam yang tauhid
dan ma’rifat.
Makna Ragam Hias Naga Baralih
Ragam hias naga baralih atau
dapat di artikan naga yang berlawanan,
merupakan bentuk huruf S yang tidur,
ragam hias ini melambangkan asal
mula Tapak Tuan yang merupakan ibu
kota Kabupaten Aceh Selatan yang di
juluki dengan Kota Naga.
Makna Ragam Hias Bulung Nilam
Ragam hias bulung nilam atau
diartikan daun nilam adalah ragam hias
khas dari Suku Kluet. Tanah di wilayah
Kluet merupakan permukaan yang luas
dengan gunung dan jauh dari laut,
maka masyarakat suku Kluet banyak
menanam daun nilam, yang memiliki
kegunaan sebagai obat dan
menghasilkan minyak yang sangat
berpotensi nilai ekonomis. Makna dari
49
ragam hias ini melambangkan
kesuburan tanah yang bagus juga
kehidupan yang layak untuk terus
maju.
Ragam Hias Kalok Paku atau
pucuk pakis sangat banyak kita temui
di daerah tanah suku kluet, di kisah kan
pada zaman dahulu tanah suku Kluet
merupakan hamparan lautan yang
sangat luas namun dengan beriringnya
waktu lautan tersebut menghilang dan
meninggalan rawa-rawa yang mana
banyak ditumbuhi oleh tumbuhan pakis
sehingga terciptalah ragam hias kalok
paku atau pucuk pakis, ragam hias ini
memilki makna keseriusan seseorang
dalam menyelesaikan suatu masalah.
Ragam hias bulung terkei atau
disebut daun delima juga dinamakan
lidah lidah. Ragam hias ini memiliki
bentuk yang sangat unik yaitu dengan
jenis daun yang berbentuk meruncing
juga berbentuk bundar atau lonjong,
daun yang berbentuk meruncing
melambangkan laki-laki, dan yang
berbentuk bundar atau lonjong
melambangkan perempuan,. Ragam
hias ini memilki makna lidah-lidah
orang yang sangat bijaksana yang tidak
membela hanya satu sisi tapi sebagai
penengah dan juga memberi nasehat
yang sangat mendalam jika dalam
permasalahan.
Makna ragam hias bulung lado
atau biasa disebut daun cabe
merupakan ciri khas ragam hias dari
suku kluet yang berada di Aceh
Selatan, dengan potensi tanah yang
subur masyarakat suku Kluet
memanfaatkan menanam bibit cabai
sehingga menghasilkan ladang
pertanian cabai. Makna dari ragam hias
daun cabai ini sama juga seperti makna
ragam hias daun nilam yang mana
melambangkan kesuburan tanah yang
bagus juga kehidupan yang layak untuk
terus maju.
Ragam hias payung panji ini
memiliki bentuk seperti payung yang
sering kita temui, ragam hias ini dapat
kita jumpai pada bagian dalam rumah
adat yang di gunakan sebagai latar atau
penutup dinding rumah adat atau juga
digunakan sebagai latar pelaminan,
biasanya ragam hias ini bukan
berbentuk ukiran namun dalam bentuk
gambar 2 dimensi yang berjumlah
delapan yang mana melambangkan
syurga yang berjumlah delapan.
Ragam hias tombak raja memiliki
bentuk yang melonjong, ragam hias ini
dapat kita jumpai pada bagian dalam
50
rumah adat Aceh Selatan yang
digunakan sebagai latar atau penutup
dinding rumah adat atau juga di
gunakan sebagai latar pelaminan.
Ragam hias ini juga ditampilkan dalam
bentuk gambar dua dimensi sama
seperti ragam hias payung panji.
Biasanya digambarkan berjumlah 7
(tujuh) yang mana melambangkan
neraka yang berjumlah tujuh.
KESIMPULAN
1. Ragam hias yang terdapat pada
rumah adat Aceh Selatan di Taman
Ratu Safituddin merupakan gabungan
tiga suku/entis budaya yang berbeda
yaitu Suku Aceh, Suku Aneuk Jamee
dan Suku Kluet. Jenis ragam hias Suku
Aceh yang terdapat pada rumah adat
adalah ragam hias bungong jeumpa,
bungong silimeng, bungong meulu,
awan mecanek, dan ragam hias talo ie.
Ragam hias Suku Aneuk Jamee yang
terdapat pada rumah adat adalah ragam
hias buah pala, putaran tali (lok talo),
daun teratai. Bunga cengkeh (bungong
lawang), akar memanjang atau
merambat (aka memanjek), dan ragam
hias naga berlawan (naga baralih).
Sedangkan ragam hias suku Kluet yang
terdapat pada rumah adat adalah ragam
hias daun nilam (bulung nilam), daun
cabai (bulung cabai), daun delima
(bulung terkei), dan ragam hias pucuk
pakis (kalok paku), payung (payung
panji), dan ragam hias ujung tombak
(tombak raja).
2. Makna ragam hias yang
terkandung pada rumah adat Aceh
Selatan di Taman Ratu Safiatuddin.
Makna ragam hias Suku Aceh yang
terkandung pada rumah adat yaitu: a)
ragam hias Bungong Jeumpa berbentuk
sebuah kelopak bunga yang memiliki
lapisan yang sangat banyak dimana
memiliki makna wanita yang wajib
menutup aurat tubuhnya agar
kecantikan juga auratnya tetap terjaga
dan terpelihara yang nanti akhirnya
juga terjaga keharuman pribadinya, b)
ragam hias bungong silimeng memiliki
makna melambangkan ketaqwaan,
keadilan, kejujuran dan kesabaran yang
harus dimiliki oleh setiap jiwa para
kepemimpinan, c) Ragam hias Talo Ie
mempunyai makna sebagai lambang
sebuah atau suatu tindakan yang sesuai
suatu aturan atau tata karma sehingga
nantinya jangan hendaknya
melangkahi hak orang lain, d) Ragam
hias awan mecanek memilki makna
simbolis yang melambangkan setiap
51
nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT. harus di syukuri.
Makna ragam hias Suku Anuek
Jamee yang terkandung pada rumah
adat ialah: a) Ragam hias buah pala
melambangkan keutuhan suatu kaum,
di dalam sebuah ikatan kekeluargaan
dan siap berkembang bila sampai
waktunya, b) Ragam hias daun teratai
terdapat arti menggambarkan sebuah
kehidupan pada suatu daerah yang
terdiri atas ulama, raja, panglima dan
rakyat atau dapat juga diumumkan
menjadi keagamaan, kekusasaan,
ketahanan dan kerakyatan, c) Ragam
hias Lok Talo memiliki bentuk S yang
bersambung kedepan dengan lambang
2 (dua) pada putaran yang tidak
terputus yaitu memiliki makna dua
Kalimat Syahadah, d) Ragam hias Aka
Memanjek memiliki makna sebagai
lambang pengikat kasih sayang dalam
kehidupan keluarga, e) Ragam hias
bungong lawang memilki makna yang
melambangkan suatu kehidupan yang
akan sempurna apabila di tompang atau
diiringi oleh iman, islam yang tauhid
dan ma’rifat, f) Ragam hias naga
baralih ini melambangkan asal mula
Tapak Tuan yang merupakan ibu kota
kabupaten aceh selatan yang di juluki
dengan julukan kota naga.
Sedangkan makna ragam hias
Suku Kluet yang terdapat pada rumah
adat yaitu: a) Ragam hias bulung nilam
melambangkan kesuburan tanah yang
bagus juga kehidupan yang layak untuk
terus maju, b) Ragam hias Kalok Paku
memilki makna keseriusan seseorang
dalam menyelesaikan suatu masalah, c)
Ragam hias Bulung Terkei memilki
makna lidah orang yang sangat
bijaksana yang tidak membela hanya
satu sisi tapi sebagai penengah, d)
Ragam hias Bulung Lado memiliki
makna ragam hias daun nilam yang
mana melambangkan kesuburan tanah
yang bagus juga kehidupan yang layak
untuk terus maju, e) Ragam hias
Payung Panji memiliki makna
melambangkan syurga yang berjumlah
delapan, f) Ragam hias Tombak Raja
memiliki makna yang melambangkan
neraka yang berjumlah tujuh.
SARAN
1. Ragam hias yang terdapat
rumah adat Aceh Selatan di PKA
Taman Ratu Safiatuddin memiliki
beraneka macam ragam hias dan
memiliki makna yang terkandung
sangat berguna dalam filosofi hidup
52
dan nasehat yang tinggi, sehingga
ragam hias ini diharapkan dapat
diketahui jenis dan makna didalamnya
untuk para masyarakat khusunya
generasi Aceh Selatan agar dapat lebih
mengetahui adat dan budanya nya
sediri.
2. Kepada pemerintah Kabupaten
Aceh Selatan khusunya istansi-istansi
seperti Dinas kebudayaan pariwisata,
Majelis Adat Aceh Selatan, untuk
dapat membuat sebuah buku atau
sumber bacaan yang khusus mengenai
jenis-jenis ragam hias yang terdapat di
Daerah Aceh Selatan yang lebih jelas
dan terperinci sehingga memudahkan
bagi siapun yang ingin mengetahui
jenis ragam hias dan makanya yang
terkandung didalamnya.
3. Semoga hasil dalam penelitian
ini dapat menjadi bahan perbandingan
untuk penelitian selanjutnya sehingga
dapat membahas jenis ragam hias dan
makannya lebih mendalam dan lebih
terperinci.
DAFTAR PUSTAKA
Andini. 2014. Suku Kluet. (online) :
https://suku-dunia.blogspot.co.id.
HTML Diakses 27 februari 2018.
Dekranas Kabupaten Aceh Selatan.
2008. Motif Tradisional Aceh
Selatan. Aceh Selatan : Dekranas
Kabupaten Aceh Selatan.
Hadjad, Abdul, dkk. 1981. Arsitektur
Tradisional Provinsi Daerah
Istimewa Aceh. Banda Aceh:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Pusat penelitian
sejarah dan budaya.
Hermaliza. Essi, dkk. 2013. Simbol
dan Makna Kasab di Aceh
Selatan. Aceh Selatan : Balai
Pelestarian Nilai Budaya Banda
Aceh.
Indonesia. 2013. Asal Usul Aceh.
(Online) :https://indonesia.go.id.
Asal-Usul-Aceh.HTML diakses
pada 27 Februari 2018.
Moleong. Lexi J. 1996. Metodologi
Penelitian Kulitatif. Bandung :
Remaja Rosda Karya.
Mudhahar, Sayed. 1992. Ketika Pala
Mulai Berbunga (seraut wajah
Aceh Selatan). Jakarta:
Pemerintahan Daerah Tingkat II
Kabupaten Aceh Selatan.
Munthasir, Azhar. 2009. Adat
Perkawinan Etnis Aneuk Jamee.
Banda Aceh : Dinas
Kebudayaan dan pariwisata
Aceh.
Tammat, Mahmud, dkk. 1996. Seni Rupa
Aceh. Banda Aceh : CV Sepakat Baru
Darussalam.