Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
1
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
MANAJEMEN PENDIDIKAN DALAM PENGUATAN
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR
Prof. Dr. H. M. Sulthon Masyhud, M.Pd.1 dan Dra. Hj. Zakiyah Tasnim, M.A.2 1Program Studi PGSD FKIP Universitas Jember 2Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Jember
Abstrak
Sejak dahulu, pendidikan selalu dijadikan sebagai alat perubahan yang dinginkan suatu bangsa. Adanya perubahan yang serba cepat dan adanya tuntutan untuk berkolaborasi, berkompetisi, dan beradaptasi dalam era globalisasi mengharuskan peran pendidikan secara terus menerus disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Kurikulum pendidikan di samping harus menyiapkan kompetensi pokok juga harus memberikan “keterampilan alat” yang meliputi keterampilan: (1) berbahasa asing (2) teknologi informasi (TI), (3) penelitian, dan (4) pendidikan karakter positif kepada peserta didik. Diantara 4 tuntutan keterampilan alat tersebut, pendidikan karakter merupakan pendidikan yang paling lemah saat ini, pada hal pendidikan karakter merupakan inti dari
pendidikan. Oleh karena itu dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan, pendidikankarakter harus medapatkan perhatian serius. Pendidikan karakter harus dilakukan secara sinergis antara sekolah, keluarga dan masyarakat (stakeholder). Agar pendidikan karakter dapat terlaksana secara optimal, maka harus ditunjang peran manajemen pendidikan yang efektif.
Kata kunci: manajemen pendidikan, pendidikan karakter
Abstract
Since long ago, education has always been used as a tool of change that cools a nation. The existence of fast-paced change and the demand to collaborate, compete and adapt in this era of globalization requires that the role of education is continuously adapted to the demands of education in addition society. Curriculum must prepare core competencies must also provide a "tool skills" which includes skills: (1) foreign language (2) information technology (IT), (3) research, and (4) positive character education to students. Among the four skills demands of the tool, character education is the weakest education today, character education is at the core of education. Therefore, in order to improve the quality of education, education must take serious attention. Character education should be done synergistically between school, family and community (stakeholder). In order for character
education to be implemented optimally, it must be supported the role of effective education management.
Keywords: education management, character education
Alamat korespondensi: ISBN: 978-602-1180-70-9
Kampus UMK Gondangmanis, Bae Kudus Gd. L. lt I PO. BOX 53 Kudus Tlp (0291) 438229 Fax. (0291) 437198 E-mail: [email protected] / [email protected]
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
2
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muria Kudus
PENDAHULUAN
Sejak jaman dulu pendidikan selalu
dijadikan sebagai alat untuk melakukan
perubahan dan penyesuaian dengan tuntutan
pembaharuan, sesuai dengan tuntutan
perkembangan jaman, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Kemajuan peradapan dunia selalu
terkait dengan perkembangan pendidikan; artinya
majunya masyarakat, bangsa dan negara selalu
memiliki keterkaitan yang signifikan dengan tingkat kemajuan pendidikan pada masyarakat,
bangsa dan negara yang bersangkutan. Di sinilah
terlihat pentingnya peran pendidikan sebagai alat
dalam pengembangan budaya, pengembangan
peradaban, pengembangan nasionalisme suatu
bangsa, pengembangan IPTEK, pengembangan
karakterbagi suatu bangsa, dan sebagai alat untuk
peningkatan daya kompetisi dan penyesuaian diri
denegan tuntutan perkembangan.
Adanya perubahan yang serba cepat
dalam era globalisasi ini, peran pendidikan pada suatu bangsa semakin terasa pentingnya. Tampak
sekali dalam era globalisasi ini, negara-negara
yang kurang memberikan prioritas dalam
pendidikan akan mengalami ketertinggalan
dalam menghadapi era globalisasi. Era
globalisasi yang ditandai dengan adanya
perubahan yang serba cepat dan adanya tuntutan
untuk dapat berkolaborasi, berkompetisi, dan
beradaptasi, diperlukan adanya sumber daya
manusia yang profesional. Jika tidak profesional,
maka sumber daya manusia kita akan senantiasa “keteteran” dalam mengejar ketertinggalan
IPTEK. Kondisi bangsa Indonesia saat ini
termasuk kategori yang “keteteran” dalam
mengejar ketertinggalan IPTEK tersebut. Hal
demikian itu antara lain disebabkan karena dunia
pendidikan kita gagal dalam menyiapkan sumber
daya manusia yang berkualitas dalam berbagai
sektor. Itu dibuktikan dengan hasil penilaian
terhadap kualitas sumber daya manusia kita oleh
badan internasional, United National
Development Program (UNDP) yang masih
rendah. United National Development Program
(UNDP) sebagai badan dunia yang bertanggung
jawab dalam pengembangan sumber daya
manusia di negara-negara anggota PBB telah
mengeluarkan peringkat Human Developmen
Index (HDI), dan peringkat HDI Indonesia masih
bertengger antara 124 dari 180 negara anggota
PBB (UNDP, 2017). Kita merasa sangat prihatin
dengan peringkat tersebut dan bahkan kita akan
merasa lebih prihatin jika membandingkan
dengan negara-negara tetangga dan negara berkembang lainnya. Posisi HDI kita masih
berada di bawah 5 negara ASEAN laininnya.
Sebagai pembanding negara Singapore telah
menempati peringkat 9, Brunai Darussalam
peringkat 30, Malaysia peringkat 62, Thailand
peringkat 92, dan Filipina peringkat 97 dunia.
Dengan memperhatikan peringkat HDI
Indonesia yang demikian rendah itu rasanya kita
merasa prihatin, sebab pringkat HDI Indonesia
yang rendah tersebut akan berdampak serius
pada penilaian tenaga kerja Indonesia di
mancanegara. Daya kompetitif tenaga kerja pada tingkat internasional menjadi rendah.
Berdasarkan peringkat HDI Indonesia yang
rendah tersebut, maka badan-badan internasional
yang menggunakan tenaga kerja Indonesia
cenderung memperlakukannya secara
deskriminatif, mereka membayar tenaga kerja
Indonesia dengan bayaran yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan tenaga kerja yang berasal
dari negara lain yang memiliki peringkat HDI
lebih tinggi, meskipun dalam kapasitas pekerjaan
dan posisi jabatan yang setara atau bahkan sama dan dengan jam kerja yang sama pula. Tentu saja
hal demikian itu amat menyakitkan jati diri kita
sebagai bangsa Indonesia. Kita merasa
dilecehkan dan kurang dihormati oleh bangsa-
bangsa lain.
Berdasarkan hal itu, kiranya kita perlu
menelusuri asal muasal rendahnya peringkat HDI
tersebut. Kita tidak boleh menyalahkan orang
lain atau pihak penilai, akan tetapi kita harus
banyak intruspeksi diri dengan banyak bertanya
pada diri kita sendiri, mengapa HDI kita rendah, mengapa kita kalah dengan negara-negara lain
bahkan yang sebenarnya dulu jauh di bawah kita,
atau di mana sebenarnya letak kesalahan kita.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu menjadi
bahan refleksi kita untuk perbaikan kondisi
bangsa kita di masa yang akan datang. Memang
pendidikan bukan satu-satunya penyebab
rendahnya HDI kita, namun diakui bahwa
pendidikan memiliki kontribusi yang sangat
besar dalam pembentukan HDI. Oleh karena itu
dapat dipastikan, bahwa jika pendidikan suatu
negara maju, maka HDI di negera itu akan terangkat peringkatnya. Oleh karena itu kita
harus berjuang untuk meningkatkan mutu
pendidikan demi untuk mengangkat harkat dan
martabat bangsa kita di mata internasional serta
untuk mensejahterakan bangsa ini.
Jika pendidikan kita tidak berbenah diri,
maka akan berdampak negatif terhadap harkat
dan martabat bangsa Indonesia secara luas.
Sebab penilaian Badan internasional tersebut
dapat berdampak luas, terutama dari segi
penilaian kualitas tenaga kerja, penilaian kesiapan untuk sharing dengan negara-negara
lain, dan penilaian tentang “qualty control”
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
3
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
terhadap product-product kita. Lebih-lebih jika
dikaitkan dengan era globalisasi dunia yang
ditandai dengan adanya perubahan tuntutan
berbagai sektor kehidupan manusia yang serba
cepat, maka peningkatan mutu pendidikan harus
selalu diprioritaskan, sebab jika tidak, maka kita
akan selalu “kedodoran” dalam memenangkan
persaingan global dalam beberapa sektor. Dalam
era globalisasi ini siapa yang paling siap, maka
dialah yang akan menjadi pemenangnya. Jika kita tidak menyiagakan diri, maka bisa
berdampak, bahwa kita bisa menjadi budak di
negeri sendiri.
Upaya peningkatan mutu pendidikan
sudah diupayakan oleh pemerintah, insan
pendidikan dan masyarakat pencinta pendidikan,
namun berbagai usaha tersebut tampaknya
kurang dapat menghasilkan mutu pendidikan
secara optimal, kurang bisa membentuk manusia
Indonesia seutuhnya sebagaimana dicita-citakan
dalam pembukaan UUD 1945. Selama ini memang kita bisa menghasilkan ilmuwan-
ilmuwan yang tangguh, kita bisa menghasilkan
ahli-ahli berbagai bidang yang tidak kalah pinter
dengan ilmuwan asing, akan tetapi hasil
pendidikan kita ternyata kurang dapat
memberikan kontribusi pada pembangunan
sumber daya manusia di negeri tercinta ini. Hal
itu antara lain disebabkan karena kurang
komprehensifnya pendidikan yang kita berikan
pada anak didik kita. Ada satu hal yang kurang
dapat melengkapi pendidikan kita sehingga hasilnya juga kurang optimal dalam memberikan
kontribusi dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia di negeri ini, yaitu pendidikan
karakter.
Pendidikan karakter di sekolah
sebenarnya sudah lama di laksanakan di sekolah-
sekolah kita, mulai dari jenjang SD sampai SMA
dengan berbagai nama. Ada yang menamakan
pendidikan budi pekerti, ada yang menamakan
pendidikan akhlak, ada yang menamakan
pendidikan “tata krama” dan sebagainya, namun
pendidikan karakter yang diberikan saat itu kurang komprehensive. Di samping banyak
bersifat teori dan hafalan, pendidikan karakter
tersebut juga tidak kontekstual. Perkembangan
berikutnya, pendidikan karakter diberikan
melalui matapelajaran pendidikan agama dan
Pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan,
yang tidak melekat pada konteks matapelajaran
yang dipelajari, lebih banyak bersifat hafalan dan
pengetahuan dan kurang berorientasi pada
praktik sehingga hasilnya tidak optimal.
Berdasarkan uraian di atas, masalah pokok dalam makalah ini adalah bagaimanakah
pemanfaatan manajemen pendidikan untuk
penguatan pendidikan karakter di sekolah dasar,
agar hasil pendidikan karakter di Sekolah Dasar
menjadi optimal?
PEMBAHASAN
Pendidikan Karakter dan Permasalahannya
Sebenarnya masalah pendidikan karakter
ini bukan hal baru bagi bangsa Indonesia, meski
dulunya banyak dilaksanakan secara informal dan non formal. Pendidikan itu banyak dilakukan
oleh orang tua dan tokoh-tokoh masyarakat dan
juga oleh para guru secara terintegrasi dengan
matapelajaran yang diajarkannya. Sejak dahulu
bangsa kita telah dikenal memiliki karakter yang
baik, jujur, disiplin, menghormati orang lain,
suka menolong, bergotong royong,suka
berkurban,dan karakter positif lainnya. Namun
demikian, pada akhir-akhir ini bangsa kita seperti
kehilangan karakter yang demikian itu. Dari segi
kesopanan, bahkan kadang kita saat ini dapat dikatakan lebih tidak sopan dari pada bangsa
yang dikenal liberal sekalipun. Bangsa-bangsa
yang dikenal liberal itu jika mau mengkritik atau
menolak pendapat orang lain masih ada basa-basi
“permisi” dan diungkapkan dalam perilaku yang
sopan, akan tetapi kita justru jarang
memperhatikan nurma-nurma seperti itu. Jika
kita tidak sependapat atau tidak ada kecocokan
pendapat dengan orang lain, tidak jarang kita
menyerang secara kasar, sarkasme bahkan adu
pisik seperti yang dipertontonkan wakil-wakil rakyat kita dalam sidang DPR beberapa waktu
yang lalu, yang justru diliput oleh mas media
dunia. Ada pula kasus murid menganiaya
gurunya hingga meninggal, banyak orang tua
melaporkan guru anaknya ke polisi dengan dalih
pelanggaran hak asazi anak, ada pula wakil
bupati bertengkar secara terang-terangan dengan
Bupatinya di depan publik. Sikap sarkasme
terhadap orang lain dianggap sebagai prilaku
yang wajar dan diungkapkan secara bisa tanpa
mersa salah, dan sikap negatif lainnya dianggap
sebagai hal wajar. Sungguh sangat ironis hal itu terjadi pada bangsa yang sebelumnya dikenal
dunia sebagai bangsa yang santun dan beradab.
Di sisi lain, banyak kenyataan sehari-hari
munculnya karakter yang kurang baik, kurang
menghargai orang lain dari kebanyakan bangsa
kita. Hal itu misalnya sering terjadi dalam
berbagai pertemuan ilmiah, seminar atau
workshop seperti ini, seorang pembicara dengan
susah payah berusaha menjelaskan atau
mendeskripkan materi agar gamblang dan
dimengerti oleh para hadirin, akan tetapi justru para hadirin banyak yang sibuk sendiri dengan
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
4
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
menerima telepon, kirim dan membaca sms, atau
bicara sendiri dengan orang lainnya. Hal
demikian itu hampir tidak pernah kita jumpai di
negara-negara barat atau negara maju lainnya
yang selama ini kita kenal individualis dan
liberal. Aneh memang, akan tetapi itulah suatu
kenyataan yang kita hadapi saat ini.
Sejarah telah mencatat bahwa pendidikan
suatu bangsa tanpa disertai pendidikan karakter
yang baik tidak akan bisa membawa keberhasilan secara optimal. Karakter-karakter positif seperti
ketaatan pada Tuhan YME, kejujuran, disiplin,
tanggung jawab, menghargai orang lain,
membantu orang lain, rela berkurban, mampu
bekerjasama dengan orang lain,dan karakter
positif lainnya sangat diperlukan dalam rangka
mengoptimalkan pencapaian tujuan pendidikan
nasional dan dalam rangka pembanguan sumber
daya manusia di negeri tercinta ini. Mungkin
tanpa pendidikan karakter yang baik kita bisa
berhasil mencapai prestasi akademik yang bagus, akan tetapi kemungkinan prestasi akademik yang
bagus tersebut tidak akan membawa manfaat
apapun dalam pembangunan bangsa, malah hal
itu akan dapat menjadi malapetaka bangsa.
Banyak kasus-kasus korupsi, KKN, atau
penyalah gunaan wewenang justru dilakukan
oleh orang-orang yang memiliki prestasi
akademik tinggi akan tetapi tidak memiliki
karakter yang positif. Kita bisa tengok sosok
Gayus, Nazaruddin, Jendral Joko atau koruptor
kakap lainnya. Mereka itu ternyata secara akademik memiliki kemampuan yang sangat
baik, namun sayangnya tidak diimbangi dengan
karakter yang baik pula. Sayang sekali, mereka
yang seharusnya dapat berperan aktif dalam
pembangunan bangsa ini, justru malah menjadi
malapetaka bagi bangsa kita.
Selama ini pendidikan karakter di sekolah
dibebankan pada guru agama dan guru PKn saja.
Dalam kenyataannya hal itu tidak bisa mencapai
hasil belajar secara optimal, sebab pendidikan
karakter yang dilaksanakan tidak bisa bersifat
kontekstual. Pendidikan karakter harus bersifat kontekstual dalam pengertian melekat pada kasus
dan konteks matapelajaran/matakuliah tertentu.
Dengan demikian pendidikan karakter
seharusnya melekat pada matapelajaran/
matakuliah atau bidang studi yang diajarkan.
Sebagai satu contoh ketika guru/ dosen
mengajarkan ilmu komputer, maka guru harus
sekaligus menanamkan pendidikan karakter di
sini. Pendikan karakter yang melekat tersebut
misalnya, guru menjelaskan bahwa komputer itu
alatyang canggih, namun kemanfaatannya sangat bergantung pada orang-orang di belakang
komputer (the man behind computer). Oleh
karena itu harus diberikan pemahaman pada
anak-anak didik kita, bahwa kita harus jujur,
disiplin, bertanggung jawab dan harus bertekat
hanya akan menggunakan komputer untuk hal-
hal yang positif demi kemaslahatan bangsa.
Demikian juga dalam pelajaran matematika, IPA,
IPS, Bahasa dan lain-lainnya, semuanya harus
disertai dengan pendidikan karakter yang positif.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa karakter yang melekat pada suatu bangsa dapat
mempengaruhi mutu pendidikan suatu bangsa.
Hasil evaluasi dari International Education
Achievement (IEA) tahun 2014 menyatakan,
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan mutu
pendidikan di Indonesia rendah adalah karena
budaya membaca (sebagai salah satu karakter
positif yang harus dimiliki oleh bangsa) masih
lemah, kemandirian belajar anak-anak kita juga
masih lemah. Hasil penilaian IEA tersebut
tentang minat membaca anak-anak Indonesia ditempatkan pada peringkat 38 dari 39 negara
ASIA yang diteliti. Kita hanya satu tingkat di
atas Timor Leste.
Sudah 70 tahun kita merdeka, namun kita
masih belum dapat menemukan karakter jati diri
bangsa ini secara tepat. Jati diri bangsa kita
sebenarnya sudah ada, akan tetapi (mungkin)
rusak di tengah jalan. Kita masih banyak
berorientasi pada karakter bangsa lain yang
belum jelas apakah cocok dengan karakter
bangsa kita atau tidak, kita masih sering ragu. Selain kita gagal dalam membentuk karakter
positif bangsa, kita malah menemukan karakter
negatif yang menonjol dan mewarnai bangsa kita
saat ini. Jika kita menganalisis secara jujur, maka
kita akan menemukan beberapa karakter negatif
yang mewarnai berbagai segi kehidupan sehari-
hari kita. Karakter tersebut antara lain meliputi
perilaku korupsi, KKN, politik uang, tidak
jujur/bohong, tidak menepati janji, malas, budaya
instan, tidak disiplin, pemeras/pemalak/penarget,
penakut, tidak adil dan lain-lain.
Bangsa kita saat ini memang masih dalam keadaan sakit yang parah. Banyak perilaku yang
menyimpang dari karakter yang positif justru
didukung dan dilaksanakan dengan tanpa merasa
salah, maludan dosa. Membuang sampah di jalan
dan tempat umum dianggap sebagai hal biasa,
melanggar peraturan lalu lintas dianggap biasa,
suap-menyuap untuk menjadi PNS atau apa saja
juga dianggap wajar. Anehnya orang yang
menegakkan kebenaran malah diusir atau
dimusuhi.Yang lebih seru lagi, malah prilaku
negatif justru banyak ditunjukkan oleh pemimpin bangsa kita di negeri kita tercinta ini. Mari kita
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
5
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
perhatikan kasus korupsi dan wajah kusam otomi
daerah kita (2010-2018), terdapat 20 gubernur
dari 33 provinsi terkena kasus korupsi (60,61%),
348 bupati/walikota dari 514 kabupaten/kota
terkena kasus korupsi (67.70%). Jika dijumlah
antara gubernur dan Bupati/Walikota yang
terkena kasus korupsi sampai dengan tahun
2018, maka terdapat sebanyak 368 dari 547
(67,28%) kepala daerah 9 Gubernur dan
Bupati/Wali kota di seluruh Indonesia bermasalah dan berurusan dengan hukum. Pada
tahun 2014, hasil pemeriksaan BPK masih
menunjukkan, bahwa terdapat311 (57, 38%)
kepala daerah (bupati/wali kota dan gubernur)
dari 542 kepala daerah seluruh Indonesia yang
bermasalah dan berurusan dengan hukum
(Gresnews.com, 2014).
Arah, Tujuan, Manfaat dan Unsur
Pendidikan Karakter
Dengan memperhatikan uraian pendidikan karakter di atas, maka seharusnya
arah pendidikan karakter kita saat ini adalah
untuk menemukan kembali jati diri bangsa,
mengembalikan jati diri bangsa, dan membangun
kembali jati diri bangsa yang hilang ditengah
perjalanan bangsa dalam era globalisai ini,
sehingga dapat meningkatkan daya kompetitif
SDM bangsa ini ditengah-tengah era globalisasi
dan pasar bebas.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, menyebutkan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, jelas bahwa pendidikan di
setiap jenjang, harus diselenggarakan secara
sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal
tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter
peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun dalam berinteraksi
dengan masyarakat. Karakter yang dimaksudkan
tersebut merupakan nilai-nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,
dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan
karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-
nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi “insan kamil”. Pendidikan karakter bertujuan untuk
meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil
pendidikan di sekolah yang mengarah pada
pencapaian pembentukan karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan.
Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta
didik mampu secara mandiri meningkatkan dan
menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-
nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari
dimasyarakat.
Pendidikan dan pembinaan karakter juga
termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan
dikuasai serta direalisasikan oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahannya,
pendidikan karakter di sekolah selama ini baru
menyentuh pada tingkatan pengenalan norma
atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan
internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan
sehari-haridi masyarakat. Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke
pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan
nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan
nilai secara nyata.
Pendidikan karakter harus dilaksanakan
sejak anak usia dini (mulai dari pendidikan
keluarga dan di PAUD) sampai dengan
Pendidikan Tinggi (Masyhud, 2002; Davis,
1989). Namun demikian pelaksanaan pendidikan
karakter di sekolah dan pendidikan tinggi tidak
boleh terlalu membebani peserta
didik.Pendidikan karakter tidak perlu dilaksanakan dalam bentuk matapelajaran
tersendiri, namun harus diintegrasikan ke dalam
berbagai matapelajaran yang ada, sehingga dapat
bersifat kontekstual (Masyhud, 2012a;
2009).Dengan demikian pendidikan karakter
tersebut akan lebih bermakana bagi peserta didik.
Pendidikan karakter harus ditekankan pada
metode langsung dan lebih bersifat affektif,
menonjolkan bentuk praktik dan refleksi diri
daripada teori (Masyhud, 2012b),sehingga hasil
pembelajaran akan dapat tercapai lebih efektif. Demikian juga pendidikan karakter hendaknya
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
6
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
dilakukan dalam berbagai strategi pembelajaran,
sehingga dapat mengoptimalkan pencapaian
“nurturent effect” atau tujuan pengiring yang
optimal (Masyhud, 2015).
Hasil penelitian di Harvard University
Amerika Serikat, menunjukkan bahwa
kesuksesan seseorang tidak hanya ditentukan
semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan
teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan
hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard
skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.Bahkan
orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil
dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan
soft skill daripada hard skill (Mashud, 2012a;
FKIP Unej, 2011; Fathul Muin, 2011). Hal ini
mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan karakter
peserta didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Soft skill ini merupakan bagian karakter yang
harus dibentuk melalui pendidikan mulai tingkat PAUD sampai dengan perguruan tinggi.
Kementerian Pendidikan Nasional telah
mengembangkan grand design pendidikan
karakter untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis
satuan pendidikan. Grand design ini menjadi
rujukan konseptual dan operasional
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada
setiap jalur dan jenjang pendidikan. Berdasarkan
Grand design pendidikan karakter nasional
menyebutkan bahwa konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan dalam: Olah Hati
(Spiritual and emotional development), Olah
Pikir (intellectual development), Olah Raga dan
Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa
(Affective and Creativity development) (FKIP
Unej, 2011; Masyhud, 2012a).
Karakter seseorang yang terbentuk akan
dipengaruhi oleh pola pikir dan pola sikap yang
dianut oleh seseorang/peserta didik. Kalau pola
pikir dan pola sikap yang dianut dilandaskan
pada iman dan taqwa kepada Tuhan sebagai pencipta dan pengatur makhluknya maka akan
terbentuknya karakter yang tepat dan kuat yang
terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat, baik itu karakter terhadap diri
sendiri, sesama, lingkungan dan kebangsaan
yang diperoleh melalui aktivitas olah pikir, olah
hati, olah raga dan olah rasa dan karsa.
Nilai-nilai dalam pendidikan karakter
seharusnya merupakan sesuatu yang memberi
makna hidup dan dijunjung tinggi yang
mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa nilai
merupakan sesuatu yang abstrak dalam diri
manusia yang mendorong sikap dan tingkah laku
sehari-hari. Dengan kata lain, sikap dan tingkah
laku merupakan cerminan nilai yang dianut oleh
seseorang. Cerminan nilai yang dianut seseorang
di antaranya dapat dilihat dari cara berpakaian,
cara berbicara, teman-teman yang dipilih,
interaksi sosial, dan bagaimana hubungan dengan
saudara-saudara dan teman-temannya. Nilai
tersebut adalah merupakan suatu kualitas yang dibedakan menurut (a) kemampuannya untuk
berlipat ganda atau bertambah meskipun sering
diberikan kepada orang lain dan (b) kenyataan
bahwa makin banyak nilai diberikan kepada
orang lain, makin banyak pula nilai serupa yang
dikembalikan dan diterima dari orang lain.Nilai
memiliki sifat relatif, sekaligus universal. Ada
nilai-nilai tertentu yang dianut oleh sebagian
orang atau kelompok, sementara tidak oleh
kelompok yang lain. Ada pula nilai yang dianut
oleh manusia secara umum. Nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang
menghasilkan suatu perilaku dan perilaku itu
berdampak positif bagi yang menjalankan
maupun bagi orang lain.
Para ahli pendidikan karakter
mengemukakan, bahwa ada duabelas nilai yang
perlu dikembangkan pada diri anak. Keduabelas
nilai tersebut dibedakan ke dalam dua kategori,
yakni nilai-nilai nurani (values of being) dan
nilai-nilai memberi (values of giving). Nilai
nurani meliputi kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, disiplin, dan kemurnian.
Sementara nilai-nilai memberi meliputi setia,
hormat, kasih sayang, peka, ramah, dan adil.
Dalam praktiknya, kedua kategori nilai
tersebut bertemu, saling tumpang tindih, dan
saling mewarnai. Seseorang mulai
mengembangkan nilai-nilai nurani seperti
kejujuran dan disiplin dengan mempraktikkan
nilai-nilai tersebut pada diri sendiri dan dalam
diri sendiri. Sementara itu, seseorang mulai
mengembangkan rasa sayang, kepekaan, dan
keramahan dengan memberikan nilai-nilai tersebut kepada orang lain. Ketika seseorang
mempraktikkan rasa sayang dan hormat kepada
diri sendiri dan membangun nilai-nilai itu dalam
dirinya, sekaligus ia menularkan nilai-nilai itu
kepada orang lain melalui teladan. Kedua
kategori nilai tersebut ditanamkan dengan
mengacu pada pedoman yang berlaku bagi
masing-masing nilai. Pedoman ini perlu diikuti
oleh siapapun yang memiliki kewajiban di dalam
menanamkan berbagai niai positif kepada pihak
lain. Ketika ingin menanamkan nilai kejujuran, misalnya, seseorang paling tidak perlu mengikuti
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
7
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
ketentuan (a) bersikap jujur kepada subjek; (b)
memberikan pujian dan kesempatan untuk
mengulang; dan (c) menunjukkan sebab-akibat
terkait dengan sikap jujur dan tidak jujur.
Pendidikan karakter bangsa yang ideal
mengacu pada 18 pilar karakter yang dapat
diintegrasikan ke dalam seluruh mata pelajaran
akademis (Kemendikbud dalam FKIP, 2011).
Program yang menyeluruh ini bertujuan untuk
menyeimbangkan antara hati, otak dan otot (Pendidikan Holistik). Diharapkan mereka akan
menjadi anak-anak yang berfikir kreatif,
bertanggung jawab dan memiliki pribadi yang
mandiri (manusia holistik). Kedelapanbelas pilar
pendidikan karakter tersebut adalah sebagai
berikut: (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
(Religious), (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5)
kerja Keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8)
demokratis, (9) rasa Ingin tahu, (10) semangat
kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12)
menghargai prestasi, (13) bersahabat/
komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar
membaca, (16) peduli lingungan, (17) peduli
sosial, dan (18) tanggung jawab (Kemendikbud, dalam FKIP 2011).
Nilai-nilai karakter dan diskripsinya
tersebut dapat diperiksa pada tabel Nomor 1
sebagai berikut:
Tabel 1: Nilai-Nilai Karakter dan Deskripsinya
No Nilai Deskripsi
1. 1 Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.
2. 2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. 3 Toleran Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis,pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4. 4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
5. 5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya
6. 6 kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari apa yang telah dimiliki
7. 7 Mandiri Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas
8. 8 Demokratis cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain
9. 9 Rasa Ingin tahu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam
dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10. 10 Semangat
Kebangsaan
cara berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. 11 Cinta Tanah
Air
Cara berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsanya.
12. 12 Menghargai
Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan
orang lain.
13. 13 Bersahabat/ Komuniktif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama dengan orang lain.
14. 14 Cinta Damai
Sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya
15. 15 Gemar
Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. 16 Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. 17 Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
8
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
No Nilai Deskripsi
18. 18 Tanggung-
jawab
Sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan YME
(Sumber: Kemendikbud dalam FKIP, 2011; Masyhud, 2012a)
Metode Pendidikan Karakter
Metode yang dapat digunakan dalam
pendidikan karakter paling tepat adalah metode
disebut sebagai “Refleksi Rutin” atau
Apperception. Setiap pagi anak-anak diminta
untuk mengikuti kegiatan refleksi pilar selama 15-20 menit sesuai dengan pilar yang sedang
diterapkan saat itu. Pemberian waktu khusus
untuk refleksi memberikan kesempatan pada
anak untuk mengekspresikan secara verbal
pengetahuannya, kecintaannya dan bagaimana
seharusnya mereka bertindak sesuai pilar.
Informasi tentang model pendidikan
karakter sebagaimana dikemukakan dapat
menjadi salah satu acuan bagi pengajar bahasa
dan sastra Indonesia di dalam menerapkan
pendidikan karakter yang terintegrasi ke dalam
proses pembelajaran. Pengajar bahasa dan sastra Indonesia dapat memilih nilai-nilai yang akan
ditanamkan melalui materi bahasan mata
pelajarannya. Nilai-nilai tersebut dapat
ditanamkan melalui beberapa pokok atau sub
pokok bahasan yang berkaitan dengan nilai-nilai
hidup. Pengajar bahasa dan sastra Indonesia
jangan hanya mengajarkan bahasa yang benar
saja, akan tetapi juga harus mengajarkan bahasa
yang “baik”. Bahasa yang benar adalah bahasa
yang menurut kaidah dan tata bahasa yang
benar.Akan tetapi bahasa yang “baik” adalah bahasa yang digunakan menurut konteks dan
budaya masyarakat yang berlaku. Dengan model
seperti ini, semua guru adalah pengajar
pembelajaran pengembangan
karakter.Keunggulan model ini adalah semua
guru ikut bertanggungjawab akan penanaman
nilai-nilai kepada siswa. Pemahaman nilai dalam
diri anak tidak melulu bersifat informative-
cognitive, melainkan bersifat terapan pada tiap
mata pelajaran atau bersifat applicative-affective.
Kelemahan dari model ini adalah pemahaman
dan persepsi tentang nilai-nilai yang akan ditanamkan harus jelas dan sama bagi semua
guru/dosen. Tidak boleh ada perbedaan persepsi
dan pemahaman tentang nilai, karena bila hal ini
terjadi maka justru akan membingungkan peserta
didik.
Di samping memilih nilai-nilai yang akan
ditanamkan, seorang pengajar perlu memilih
strategi yang dinilai tepat agar tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Strategi penanaman
nilai-nilai kepada peserta didik hendaknya tidak
sekedar mengandalkan penjelasan atau diskusi-
diskusi saja, melainkan juga meng-
akomodasikan berbagai aktivitas yang membuat
peserta didik memahami berbagai kondisi
melalui pengamatan dan pengalaman. Wurianto (2010) memberikan istilah model “Imunisasi”
untuk pendidikan karakter yang mementingkan
pengamatan siswa tersebut. Pada model
“Imunisasi”, peserta didik didekatkan kepada
realitas. Dalam model ini diberikan pemahaman
adanya berbagai konsekuensi. Para ahli menilai
model ini dapat menjadikan peserta didik kokoh
dalam berbagai situasi.Jika diperlukan aplikasi
model ini dapat diterapkan melalui “out bond
learning”.
Pelaksanaan pendidikan karakter yang
melekat pada mata pelajaran/matakuliah tidak terlepas dari peran serta dan dukungan
sekolah/kampus. Sekolah/kampus seyogyanya
memberikan dukungan melalui pembudayaan
dalam seluruh aktivitas dan suasana
sekolah/kampus. Pembudayaan akan
menimbulkan suatu pembiasaan. Untuk
menumbuhkan karakter positif, sekolah/kampus
perlu merencanakan suatu kebudayaan dan
kegiatan pembiasaan. Pembiasaan adalah alat
pendidikan yang baik dalam pendidikan karakter.
Bagi peserta didik (utamanya yang masih kecil), pembiasaan sangat penting karena dengan
pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan
menjadi milik peserta didik di kemudian hari.
Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok
manusia yang berkepribadian baik pula.
Sebaliknya, pembiasaan yang buruk akan
membentuk sosok manusia yang berkepribadian
buruk pula. Pembiasaan ini dapat dilakukan
melalui pemberian tugas atau penerapan kagiatan
mealui metode pembelajara tertentu, seperti kerja
kelompok dan kedisiplinan dalam tugas. Dapat
pula dilakukan melalui doa bersama pada awal dan akhkir pembelajaran di bawah bimbingan
pengajar.
Pengembangan pendidikan
karakterdiyakini perlu dan penting untuk
dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya
untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan
pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan
karakter dikembangkan melalui tahap
pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting),
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
9
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas
pada pengetahuan saja.Seseorang yang memiliki
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu
bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika
tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk
melakukan kebaikan tersebut.Karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri.
Dengan demikian diperlukan tiga komponen
karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling atau perasaan
(penguatan emosi) tentang moral, dan moral
action atau perbuatan bermoral. Hal ini
diperlukan agar peserta didik dan atau warga
sekolah lain yang terlibat dalam sistem
pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan
(mengerjakan) nilai-nilai kebajikan (moral).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam
moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing
moralvalues), penentuan sudut pandang
(perspective taking), logika moral (moral
reasoning), keberanian mengambil sikap
(decision making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan
aspek emosi peserta didik untuk menjadi
manusia berkarakter.Penguatan ini berkaitan
dengan bentuk-bentuk sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran hati
nurani (conscience), percaya diri, harga diri(self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain
(emphaty), cinta kebenaran (loving the good),
pengendalian diri (self control), kerendahan hati
(humility). Moral action merupakan perbuatan
atau tindakan moral yang merupakan hasil
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya.
Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act
morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter yaitu kompetensi (competence),
keinginan (will), dan kebiasaan (habit)
(Masyhud, 2012a). Pengembangan karakter dalam suatu
sistem pendidikan adalah keterkaitan antara
komponen-komponen karakter yang
mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat
dilakukan atau bertindak secara bertahap dan
saling berhubungan antara pengetahuan nilai-
nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat
untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan
YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara serta dunia internasional.
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa
tersebut secara sadar menghargai pentingnya
nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja
perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut
untuk berbuat salah, bukan karena tingginya
penghargaan akan nilai itu (McPhearson,
Growson & Pitner, 1986; Thomas, 2012)).
Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu
dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan
karena keinginannya yang tulus untuk
menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan
juga aspek perasaan (affection) atau
emosi.Komponen ini dalam pendidikan karakter
disebut dengan “desiring the good” atau
keinginan untuk berbuat kebaikan.Harus kita
tanamkan kepada anak didik kita, bahwa “niat”
berbuat baik itu jauh lebih baik dari pada
“perbuatan” baik itu sendiri (Masyhud, 2009);
Masyhud dan Khusnurridlo, 1996). Sebab jika
perbuatan disertai niat baik, maka perbuatan
tersebut akan dilakukan secara ikhlas dan lillahi ta’ala.Akan tetapi perbuatan baik dapat saja
disertai pamrih tertentu dan tidak
ikhlas.Pendidikan karakter yang baik dengan
demikian harus melibatkan bukan saja aspek
“knowing the good” (moral knowing), tetapi juga
“desiring the good” atau “loving the good”
(moral feeling), dan “acting the good” (moral
action). Tanpa adanya kolaborasi antara
pemikiran, perasaan, dan moral dalam tindakan,
maka manusia akan sama seperti robot yang
terindoktrinasi oleh sesuatu paham (Goleman, 2001; Good & Brophy, 1977). Dengan demikian
jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga
langkah, yaknimengembangkan moral knowing,
kemudian moral feeling, dan moral action.
Dengan kata lain, makin lengkap komponen
moral yang dimiliki anak didik kita, maka akan
makin membentuk karakter yang baik atau
unggul/tangguh.
Prinsi-prinsip Pelaksanaan Pendidikan
Karakter
Agar pendidikan karakter bangsa melalui sekolah dapat berjalan efektif, maka harus
diperhatikan beberapa prinsip pendidikan
karakter bangsa sebagai berikut:
1. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika
sebagai basis karakter;
2. Mengidentifikasi dan memperkenalkan
karakter secara komprehensif kepada anak
didik yang mencakup pemikiran, perasaan,
dan perilaku
3. Menggunakan pendekatan yang tajam,
proaktif dan efektif untuk membangun karakter;
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional “Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global”
Kudus, 11 April 2018
10
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Muria Kudus
4. Memberikan tauladan atau contoh karakter
pada setiap momen pembelajaran dan dalam
komunikasi dengan anak didik sehari-hari;
5. Menciptakan komunitas sekolah/lampus yang
memiliki kepedulian terhadap Sang Pencipta,
sesama, lingungan hidup dan peraturan yang
ada;
6. Memberi kesempatan kpeada peserta didik
untuk menunjukkan perilaku yang baik;
7. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai
semua peserta didik, membangun karakter
mereka, dan membantu mereka untuk sukses;
8. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada
para peserta didik;
9. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai
komunitas moral yang berbagi tanggung
jawab untuk pendidikan karakter dan setia
pada nilai dasar yang sama;
10. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan
dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter;
11. Memfungsikan keluarga dan anggota
masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter; dan
12. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf
sekolah sebagai guru-guru karakter, dan
manifestasi karakter posisitif dalam
kehidupan peserta didik. (FKIP Unej, 2011;
Masyhud, 2012a; 2012b)
Pelaksanaan pendidikan karakter bangsa
di sekolah di samping harus diintegrasikan ke dalam matapelajaran, juga harus diintegrasikan
dengan berbagai kegiatan sekolah, terutama
kegiatan-kegiatan ekstra sekolah secara
terinegrasi, misalnya dalam kegiatan orientasi
siswa, pembinaan lingkungan hidup, kegiatan
olah raga dan sebagainya. Secara lebih detail
berbagai kegiatan di luar jam pelajaran yang
dapat digunakan sebagai pembentukan karakter
anak dapat diperiksa pada tabel 4 sebagai
berikut:
Tabel 4 Ekstra kurikuler dan Nilai-Nilai Karakter No. Bentuk Kegiatan Nilai-nilai
1. Pembiasaan Akhlak Mulia Religius, Taat kepada Tuhan YME, Syukur, Ikhlas, Sabar, Tawakkal
2. Masa Orientasi Siswa/Mahasiswa Percaya Diri, Patuh pada aturan-aturan sosial, Bertanggungjawab, Cinta Ilmu, Santun, Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain
3. Organisasi Siswa/Mahasiswa Intra Sekolah
Percaya Diri, Kreatif dan Inovatif, Mandiri, Bertanggungjawab, Menepati Janji, Berinisiatif, Disiplin, Visioner, Pengabdian/dedikatif, Bersemangat, Demokratis
4. Tatakrama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial Sekolah/ kampus
Dapat Dipercaya, Jujur, Menempati Janji, Rendah Hati, Malu Berbuat salah, Pemaaf, Berhati Lembut, Disiplin, Bersahaja, Pengendalian Diri, Taat Peraturan, Toleran, Peduli sosial dan lingkungan
5. Kepramukaan/ Outbond activity Percaya Diri, Patuh pada aturan-aturan sosial, Menghargai
keberagaman, Berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, Mandiri, Pemberani, Bekerja Keras, Tekun, Ulet/Gigih, Disiplin, Visioner, Bersahaja, Bersemangat, Dinamis, Pengabdian, Tertib, Konstruktif
6. Upacara Bendera Bertanggungjawab, Nasionalis, Disiplin, Bersemangat, Pengabdian, Tertib, Berwawasan Kebangsaan
7. Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
Rela Berkurban, Pemberani, Disiplin, Bersemangat, Pengabdian, Toleran, Menghargai Keberagaman, Kebersamaan, Nasionalis
8. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
Cinta tanah air, Menghargai keberagaman, Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, Peduli sosial dan lingkungan, Demokratis, Tidak rasis, Menjaga persatuan, Memiliki semangat membela bangsa/negara
9. Usaha Kesehatan Sekolah/kampus
Patuh pada aturan-aturan sosial, Bergaya hidup sehat, Peduli sosial dan lingkungan, Cinta keindahan
10. Palang Merah Remaja (PMR) Bergaya hidup sehat, Disiplin, Peduli sosial dan lingkungan 11. Pendidikan Pencegahan
Penyalahgunaan Narkoba
Percaya diri, Patuh pada aturan-aturan sosial, Bergaya hidup
sehat, Sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain, Disiplin
(Sumber: Kemendikbud dalam FKIP, 2011; Masyhud, 2012a)
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional
“Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global” Kudus, 11 April 2018
11
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muria Kudus
Peran Manajemen Pendidikan
Pendidikan karakter sangat kompleks.
Untuk dapat terlaksana pendidikan karakter
dengan baik dan hasilnya juga efektif, maka
pendidikan karakter harus ditunjang berbagai
sumber. Pendidikan karakter tidak cukup
dilaksanakan dengan teori-teori belaka, akan
tetapi yang lebih penting adalah perbuatan,
contoh dan sikap. Pendidikan karakter harus
berbasis kearifan lokal dan kontekstual. Oleh karena itu berbagai sumber “nilai” (value)
karakter yang bersumber dari masyarakat harus
digunakan sebagai bahan pendidikan karakter.
Pengembangan pendidikan karakter di sekolah
hendaknya bersumber dari keluarga, lingkungan
masyarakat dan lingkungan sekolah. Sekolah
memiliki peran yang amat penting dalam
menggali dan mengintegrasikan nilai-nilai
karakter yang dipandang baik menurut keluarga,
masyaarakat dan sekolah dan kemudian
menuangkan sebagai bahan pendidikan karakter
yang diprogramkan di sekolah. Di sinilah peran
manajemen pendidikan sangat dibutuhkan.
Manajemen pendidikan yang sesuai untuk hal
tersebut adalah Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS).
Manajemen pendidikan harus dapat
mensinkronkan program pendidikan karakter
yang dilaksanakan oleh sekolah dengan keluarga
dan lingkungan mastarakat di sekitarnya. Program pendidikan karakter di sekolah harus
dirancang secara bersama antara sekolah, orang
tua dan masyarakat. Kemudian dalam
pelaksanaan dan pengawasannya juga harus ada
kebersamaan antara sekolah, keluarga dan
masyarakat. Peran sekolah, orang tua dan
masyarakat dalam pendidikan karakter tersebut
dapat digambarkan dalam diagram sebagai
berikut:
Diagram 1: Peran sekolah, keluarga dan masyarakat dalam pendidikan karakter anak
Secara rinci kebersamaan tersebut harus
muncul dalam setiap langkah sebagai berikut:
1. Perencanaan Program
Perencanaan Pendidikan karakter di sekolah
dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasi kebutuhan, sesuai dengan
kondisi masyarakat sekitar. Kegiatan
identifikasi ini dilakukan dengan
melibatkanorang tua, masyarakat/komite
sekolah dan orang sekolah. b. Pemilihan dan penetapan program
pendidikan karakter yang sesuai dengan
kebutuhan sekolah, orang tua dan
masyarakat. Jegiatan ini dilakukan secara
bersama antara sekolah, orang tua dan
masyarakat.
c. Rencana implementasi kegiatan pendidikan
karakter. Dapat pula dilakukan rencana
implementasi pendidikan karakter dilakukan
bersama antara sekolah orang tua, dan
masyarakat. Di sini orang tua dan
masyarakat dapat membahas model
pendidikan karakter yang akan dilaksanakan,
dan menetakan apa peran orang tua dan
masyarakat dalam mensukseskan program
pendidikan karakter bagi anak.
2. Pelaksanaan Program
Setelah dicapai kesepakatan tentang program pendidikan karakter, sekolah segera
menindaklanjuti pelaksanaan program
pendidikan karakter di sekolah. Dalam
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah bagi
anak SD, perlu adanya kerjasama yang baik
antara sekolah, orang tua dan anak. Pendidikan
karakter yang yang dilaksanakan di sekolah
harus didukung oleh orang tua dan masyarakat.
Nilai-nilai karakter yang ditanamkan di sekolah
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional
“Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global” Kudus, 11 April 2018
12
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muria Kudus
harus didukung oleh orang tua dan masyarakat.
Jangan sampai ada perbedaan pemahaman antara
sekolah, orang tua dan masyarakat. Satu contoh
Jika sekolah mengajarkan pada anak, jika akan
memasuki rumah atau bertemu dengan orang lain
anak harus berucap salam, maka orang tua dan
masyarakat juga harus menjawab setiap salam
anak. Dengan demikian pendidikan karakter
yang ditanamkan pada anak akan bisa efektif.
3. Pengawasan dan Evaluasi Program Agar pelaksanaan karakter di sekolah dapat
berjalan secara efektif, maka dalam pelaksanaan
harus diatur secara baik berdasarkan renana yang
telah dibuat sebelumnya serta dilakukan
pemantauan dan evaluasi dengan bekerjasama
dengan orang tua dan masyarakat. Pelaksanaan
pemantauan dan evaluasi pendidikan karakter
dilakukan bersama antara sekolah, orang tua dan
masyarakat dengan sekolah sebagai
pengendalinya. Monitoring, evaluasi dan
pengendalian yang dilakukan sekolah antara lain dilakukan dengan menggunakan kartu kendali.
Aplikasi kartu kendali tersebut dalam
kegiatan pendidikan karakter anak antara lain
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut.
a. Sekolah membuat kartu kendali untuk
setiap anak sebagai alat komunikasi dan
kendali dengan otang tua.
b. Setiap sekolah mengajarkan suatu karakter
tertentu dan untuk dipraktikkan di rumah,
misalnya sholat berjamaah atau membaca doa sebelum makan, maka orang tua
membubuhkan paraf bahwa anaknya telah
menjalankan karakter tersebut.
c. Begitu seterusnya, dan orang tua diminta
untuk jujur tentang karakter anaknya demi
keberhasilan pendidikan karakter yang
diberikan pada anak.
d. Jika anak masih belum lancar, orang tua
juga diminta memberikan komentar bahwa
anaknya masih belum lancar dalam
mempraktikkan karakter tertentu tersebut.
e. Kartu kendali tersebut juga dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat,
misalnya anak diharuskan berpartisipasi
dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya
sholat jamaah di masjid dan/atau kerjabakti
dalam masyarakat, maka kartu kendali
tersebut juga harus diparaf oleh Iman
Masjid dan/atau pimpinan penyelengaraan
kegiatan masyarakat tersebut.
Dengan penggunaan kartu kendali tersebut
diharapkan pendidikan karakter anak dapat
menjadi tanggung jawab bersama antara sekolah,
orang tua dan masyarakat, sehingga pelaksanaan
pendidikan karakter tersebut dapat lebih efektif.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada
bagian sebelumnya dapat dikemukakan beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan karakter di sekolah memiliki nilai
strategis dalam peningkatan kualitas
pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia dalam era globalisasi. Oleh karena
itu pendidikan karakter di sekolah harus
mendapatkan penangan secara serius dengan
menggunakan metode yang variatif antara
teori dan praktik.
2. Pendidikan karakter yang baik harus
dilakasnakan secara sinergis, antara sekolah,
orang tua dan masyarakat. Masing-masing
pihak hendaknya saling mengisi dan
mengontrol pelaksanaan pendidikan karakter
yang dilaksanakan. Sekolah menanamkan pendidikan karakter pada anak, orang tua dan
masyarakat membantu dalam
implementasinya serta mengawasi dan
memberikan masukan kepada sekolah.
3. Agar pendidikan karakter dapat terlaksana
secara optimal, maka harus ditunjang dengan
peran manajemen pendidikan yang efektif.
Manajemen pendidikan dalam pendidikan
karakter ini diperlukan dalam tahapan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
serta penilaiannya
DAFTAR PUSTAKA
Ditjen Dikdasnen, 2005. Manajemen Berbasis
Sekolah. Dit. Pendidikan Lanjutan
Pertama. Jakarta: Ditjen Dikdasmen,
Depdiknas.
Ditjen Ketenagaan Ditjen Pendidikan Tinggi,
2010. Model Perangkat RPP. Jakarta:
Ditjen Ketenagaan Ditjen Dikti
Fathul Mu’in, 2011. Pendidikan Karakter:
Konstruksi Teoritik dan Praktik. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
FKIP Universitas Jember, 2011. Pengembangan
Dan Pengemasan Perangkat Pembelajaran
Berbasis Karakter Melalui Pemaknaan
Model Dalam Pembelajaran di SD; Modul
PLPG Bagi Guru SD. Jember: FKIP
Universitas Jember.
Gilley, Jerry W. dan Steven A. Eggland, 2009.
Principles of Human Resourches
Development. New York: Addison Wesley
Pub. Company. Inc.
Masyhud, Sulthon., dan Tasnim, Zakiyah / Prosiding Seminar Nasional
“Penguatan Pendidikan Karakter Pada Siswa Dalam Menghadapi Tantangan Global” Kudus, 11 April 2018
13
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muria Kudus
Goleman, Daniel, 2001. Emotional
Intelligence.New York: Scientific
American, Inc.
Good, T. L., & Brophy, J. E., 2007. Educational
Psychology: A Realistic Approach (2nd ed.)
New York: Holt.
Hunt, Gilbert, H Et. All. 2009. Effective
Teaching: Preparitation and
Implementaton. Illinois: Charles C. Thomas
Publisher. Indra Djati Sidi, 2000. Pendidikan dan Peran
Guru Dalam Era Globalisasi, dalam
Majalah Komunika No. 25/tahun VIII/2000
Jalal, Fasli dan Dedi Supriyadi (ed). 2001.
Reformasi Pendidikan dalam Konteks
Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicipta.
Koesoema, A. D., 2007. Pendidikan Karakter:
Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Masyhud, M. Sulthon dan Khusnurridlo. 2006. Manajemen Pondok Pesantren Dalam
Perspektif Global. Yogyakarta: Laksbang
Presindo.
Masyhud, M. Sulthon. 2002. Guru dan Tugas
Profesionalnya: Bacaan Pilihan Tebtang
Kompetensi Dasar Mengajar guru Dan
Upaya Pengembangannya. Jember:
Laboratorium Microteaching FKIP-
Universitas Jember.
Masyhud, M. Sulthon. 2011. Pendidikan karakter
Bangsa: Suatu Tantangan dalam Upaya Peningkatan Daya Kompetitif Tenaga Kerja
dalam Era Globalisasi, Pidato Ilmiah,
disampaikan disampaikan pada Wisuda
Sarjana S1 Universitas Moch. Sroeji
Jember pada hari Sabtu, tanggal 24
Desember 2011.
Masyhud, M. Sulthon. 2012a. Membangun
Semangat kerja Guru. Yogyakarta:
Laksbang Presindo.
Masyhud, M. Sulthon. 2012b. Pentingnya
Pendidikan Karakter Bangsa Dalam Era
Globalisasi.Pidato Ilmiah disampaikan dalam Dies Natalis dan Wisuda Sarjana S1
dan S2 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE) “Mahardhika” Surabaya pada hari
Sabtu, tanggal 25 Pebruari 2012.
Masyhud, M. Sulthon. 2012c. Peran Pendidikan
Dalam Menyongsong Era Globalisasi.
Makalah disampaikan dalam Seminar
Penulisan Karya Ilmiah yang
diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi (STIE) MAHARDIKA Surabaya,
di Hotel Satelit Surabaya, pada tanggal 07
Juli 2012.
Masyhud, M. Sulthon. 2015a. Pentingnya
Pendidikan Karakter Bangsa Dalam Rangka
Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM) Di Era Globalisai. Orasi
Ilmiah disampaikan dalam Dies Natalis ke 51 Universitas Jember, pada hari Rabu,
tanggal 18 November 2015 di di Gedung
Sutarjo Universitas Jember
Masyhud, M. Sulthon. 2015b. The Role of
Education in Globalization Era. Makalah
Disampaikan dalam Seminar Internasional
Forum Fakultas Ilmu Pendidikan – Jurusan
IlmuPendidikan (FIP-JIP) di Gorontalo,
tanggal 9 – 11 September 2015.
Masyhud, M. Sulthon. 2016. Manajemen Profesi
Kependidikan. Yogyakarta: Karunia Kalam Semesta.
Masyhud, M. Sulthon., dan Khusnurridlo. 2006.
Manajemen Pondok Pesantren Dalam
Perspektif Global. Yogyakarta: LaksBang
Presindo.
Octavianus, Petrus. 2005. Menuju Indonesia Jaya
(2005-2030) dan Indonesia Adidaya (2030-
2055) jilid I, II dan III. Batu: Pdt. Dr. P.
Octavianus , DD, Ph.D, 2005
Prasetyo, Eko. 2005. Orang Miskin Dilarang
Sekolah. Yogyakarta: Resist Book. Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management
in Education. London: Kogam Page.
Tanje, Sixtus. 2009. Globalisasi Pendidikan dan
Ketidaksiapan Sekolah. http://re-
searchengines.com/sixtus0409.html akses
tanggal 28 Oktober 2009.
Thomas Lickona. 2012. Mendidik Untk
Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara
Tilaar, H.A.R. 1999. Pengembangan Sumber
Daya ManusiaDalam Era Globalisasi.
Jakarta: Grasindo.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2001 tentang Gerakan Pramuka
United National Development Program (UNDP),
2017.Human Developmen Index. New
York: UNDP.