REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA
PENGANTAR
Administrasi publik atau administrasi negara sebenarnya bukanlah
kajian baru di Indonesia, bahkan kajian ini sempat berkembang pesat
sejalan dengan perkembangan praktik tata pemerintahan. Kondisi inilah
yang mengidentitikkan administrasi publik (public administration) dengan
administrasi negara yang sebagian besar perspektifnya berfokus pada
negara (state centris). Reformasi administrasi publik sebagai salah satu
bidang kajian administrasi yang selalu menarik untuk dikritisi. Secara
teoritis, lahirnya gejala ini sebagai akibat logis dari adanya
kecenderungan pergeseran perkembangan ilmu administrasi publik yang
beralih dari normative science ke pendekatan behavioral-ekologis.
Administrasi publik berkenaan dengan administrasi dalam lingkup
negara, sering kali pula diartikan sebagai pemerintah. Seperti halnya
dalam genusnya, administrasi, adanya tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
itu sendiri tidak perlu hanya satu; pada setiap waktu, tempat, bidang, atau
tingkatan, bahkan kegiatan tertentu, terdapat tujuan-tujuan tertenu. Tetapi
sebagai negara tentu harus ada asas, pedoman, dan tujuan, yang
menjadi landasan kerja administrasi publik. Pada umumnya (meskipun
tidak semuanya) gagasan-gagasan dasar tersebut ada dalam konstitusi
negara yang bersangkutan.
1
Pada awal perkembangannya, kajian administrasi publik sangat
erat kaitannya dengan negara, bahkan administrasi publik diidentikan pula
dengan birokrasi, sebagaimana dikatakan Nicholas Henry dalam “Public
Administration and Public Affairs” (1975), bahwa “For the letter part of the
twentieth century, the public bureaucracy has been the locus of public
policy formulation and the major determinant of where this country is
going”. Dalam tulisannya itu Henry menggunakan istilah “birokrasi publik”
untuk menyebut “administrasi publik”. Gejala perkembangan masyarakat
sebagai akibat dari adanya globalisasi, memaksa semua pihak, terutama
birokrasi pemerintah melakukan revisi, perbaikan, dan mencari alternatif
baru tentang sistem administrasi yang lebih cocok dengan perkembangan
masyarakat dan perkembangan zaman.
Karena itu, dalam membahas mengenai reformasi administrasi
publik, maka kita perlu mengidentifikasi dan memahami terlebih dahulu
berbagai kecenderungan yang berkembang saat ini yang terkait dengan
penyelenggaraan administrasi publik, baru kemudian menguraikan
berbagai konsep reformasi administrasi publik yang dapat diterapkan
untuk mengantisipasi kecenderungan-kecenderungan tersebut.
2
PERKEMBANGAN STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
Administrasi publik sebenarnya sudah ada sejak dulu, yakni sejak
masyarakat mulai dapat mengorganisasikan diri dan kelompoknya dalam
bentuk sistem penataan pemerintahan. Administrasi publik modern yang
dikenal sekarang mekrupakan produk dari suatu masyarakat feodal yang
tumbuh subur di negara-negara Eropa. Negara-negara di daratan Eropa
yang semuanya dikuasai oleh kaum feodal, bangsawan, kaum ningrat
kerajaan berusaha untuk mengokohkan sistem pemerintahannya. Seiring
dengan makin berkembangnya masyarakat, sentralisasi kekuasaan dan
pertanggungjawaban dalam pemerintahan monarki menimbulkan
kebutuhan untuk mendapatkan korps administrator yang cakap, penuh
dedikasi, stabil dan memiliki integritas. Mereka inilah yang kemudian akan
menjadi tenaga spesialis pada masing-masing bidang dan jabatan yang
beraneka dalam tataran pemerintahan nasional. Kebuuhan akan suatu
sistem dirasakan, yakni untuk menata sentralisasi kekuasaan dan
pertanggungjawaban.
Salah satu perwujudan kebutuhan akan sistem ini yang
berkembang di Prusia dan Austria dikenal dengan sebutan sistem
kameralisme (cameralism) yang merupakan awal mulanya administrasi
publik. Kameralisme ini dirancang untuk mencapai efisiensi manajemen
yang tersentralisasi dan bersifat paternalistik, yang ditandai oleh corak
perekonomian yang merkantilistik. Sistem ini kemudian dikembangkan
lebih lanjut di Perancis pada abad ke-18 dengan usaha-usaha untuk
3
mengembangkan teknologi dan engineering. Sistem pemerintahan
semacam ini sangat memerlukan tamatan-tamatan perguruan tinggi
dalam banyak bidang, seperti keuangan negara dan administrasinya,
kepolisian, ekonomi, pertanian, dan kehutanan. Sekolah-sekolah
profesional kemudian didirikan untuk menunjang pemenuhan kebutuhan
tersebut.
Inggris dan Amerika Serikat pada gilirannya mengembangkan
sistem administrasi publiknya yang sangat berbeda dengan sistem yang
dikembangkan di Eropa tersebut. Inggris mempercayakan tanggung
jawab administrasi pemerintahannya pada cara perwakilan dari para
bangsawan dan orang-orang yang berpendidikan tinggi. Sampai dengan
akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 sebagian kaum bangsawan
berasal dari tuan tanah di pedesaan (rural-estate), baru pada abad ke-19,
hampir sebagian besar administrator pemerintahan berasal dari kaum
pedagang (mercantile) dan kelas-kelas usahawan di kota-kota.
Selanjutnya, pada akhir abad ke-19 mereka telah mulai menerapkan
proses seleksi yang berlandaskan pada ujian yang bersifat kompetitif bagi
para lulusan universitas. Dalam ujian tersebut, diujikan beberapa materi,
diantaranya hukum administrasi, seperti yang terjadi di daratan Eropa,
dan ilmu-ilmu lainnya yang berkaitan langsung dengan administrasi publik
yang masih terpusat pada sifat-sifat klasik dan kemanusiaan.
4
Administrasi publik yang dikembangkan di Amerika Serikat, baik
dalam pemerintahan negara bagian maupun pemerintahan nasional
dimulai dengan model yang dikembangkan dari negara induknya.
Administrasi dilakukan oleh para bangsawan yang berada di Selatan dan
dijalankan oleh para bangsawan pedagang dan industriawan di daerah
Utara. Administrasi publik tidak dipahami sebagai suatu jenis aktivitas
atau jabatan yang berbeda dan dapat dipisahkan. Ada 3 (tiga) struktur
dasar yang membedakan dengan sistem administrasi di Inggris. Pertama,
sistem federal dan khususnya sistem kekuasaan yang terbatas pada
pemekrintahan nasional. Kedua, pemisahan kekuasaan eksekutif dan
kekuasaan legislatif di tingkat pemerintahan nasional, negara bagian, dan
tingkat kota. Ketiga, besarnya rasa takut dan tidak percaya atas
memusatnya kekuasaan eksekutif. Sejak revolusi Amerika, terjadi
perubahan mendasar terhadap Administrasi publik, yakni: (1) terdapatnya
dua sistem kepartaian; (2) invasi yang luas yang dilakukan oleh partai-
partai politik ini terhadap urusan-urusan administrasi pemerintahan; da (3)
terdapatnya usaha untuk menggalakkan spesialisasi, diversifikasi, dan
profesionalisasi di semua jabatan.
Dasar-dasar pemikiran administrasi publik modern diletakkan oleh
seorang profesor ilmu politik yang kemudian menjadi Presiden Amerika
Serikat, Woodrow Wilson. Pemikiran Wilson dituangkan di dalam
tulisannya yang berjudul “The Study Administration” yang diterbitkan pada
tahun 1873. konsep dari Wilson terkenal adalah pemisahan antara politik
5
dan administrasi publik. Sejak itu, selama satu abad lebih administrasi
publik baik sebagai bidang studi maupun sebagai profesi terus
berkembang.
Proses industrialisasi yang berlangsung pesat di Amerika dan
Eropa pada awal abad 20, mendorong berkembangnya konsep-konsep
manajemen, seperti manajemen ilmiah dari Taylor (1912) yang diperkuat
antara lain oleh Fayol (1916) dan Gulick (1937), dan konsep-konsep
organisasi, seperti model organisasi yang disebut birokrasi dari Weber
(1922). Banyak pemikiran baru lahir pada sekitar pertengahan abad ke-
20, antara lain yang besar sekali dampaknya pada perkembangan ilmu
administrasi, adalah dari Simon (1947) seorang ahli ekonomi yang
kemudian memperoleh hadiah Nobel. Ia mengetengahkan pandangan
yang terus melekat dalam perkembangan ilmu ini selanjutnya, yaitu
bahwa pada intinya administrasi adalah pengambilan keputusan.
Menjelang dan memasuki Perang Dunia II program sosial yang
besar, seperti New Deal di Amerika Serikat dan pengendalian mesin
perang telah menampilkan publik pada tataran yang makin menonjol.
Program rehabilitasi pasca perang dunia serta bangkitnya negara-negara
baru yang sebelumnya adalah wilayah-wilayah jajahan makin
memperbesar peran administrasi publik.
Upaya mengembangkan administrasi sebagai disiplin ilmu yang
berdiri sendiri diperkuat dengan studi perbandingan administrasi publik,
6
antara lain dengan dibentuknya Comparative Administration Group (CAG)
pada tahun 1960 oleh para pakar administrasi, seperti John D.
Montgomery, William J. Siffin, Dwight Waldo, George F. Grant, Edward W.
Weidner, dan Fred W. Riggs. Dari CAG inilah lahir konsep administrasi
pembangunan (developmet administration), sebagai bidang kajian baru.
Kelahirannya didorong oleh kebutuhan membangun administrasi di
negara-negara berkembang.
Pada dua dasawarsa akhir abad ke-20, dunia kembali mengalami
perubahan besar. Runtuhnya komunisme dan terjadinya proses
globalisasi telah menimbulkan kebutuhan akan pendekatan-pendekatan
baru dalam ilmu-ilmu sosial. Administrasi publik baru tidak lain merupakan
suatu bentuk pemikiran kembali (rethinking) di dalam disiplin administrasi
publik sebagai reaksi terhadap berbagai perubahan yang terjadi di
Amerika Serikat, baik perubahan lingkungan strategis internal negara
maupun perubahan eksternal di level global yang dikaitkan dengan
cara-cara pemerintahan dan unit-unit administrasi merespon
perubahan-perubahan tersebut. Secara eksplisit dinyatakan oleh H.
George Fredericson, bahwa administrasi publik baru (new public
administration) adalah produk tahun-tahun terakhir 1960-an dan 1970-an,
suatu era yang oleh Dwight Waldo disebut sebagai "masa pergolakan".
Pada periode tefsebut para penstudi administrasi publik di Amerika
Serikat mempertanyakan relevansi administrasi publik yang dipelajari
dengan perkembangan kehidupan negara dan masyarakat yang
7
melingkupinya. Bahkan secara tegas dinyatakan bahwa administrasi
publik saat itu sudah tidak relevan lagi, berada di luar masalah dan isu-isu
aktual dan mendesak yang dihadapi.
Selanjutnya pemikiran-pemikiran administrasi publik baru tersebut
banyak dimuat di dalam Public Administration Review, jurnal administrasi
publik yang dipimpin oleh Dwight Waldo dan Frank Marini sebagai
redaktur pelaksana. Meski di dalam perkembangan selanjutnya istilah
administrasi publik baru itu pun sirna dari perbincangan di jurnal tersebut
karena memang sejak awal jurnal itu tidak dimaksudkan sebagai sarana
untuk propaganda. Hal lain yang tidak dapat diabaikan adalah bahwa
munculnya gerakan administrasi publik baru merupakan reaksi terhadap
keberadaan organisasi profesi dominan tempat kebanyakan orang di
dalam bidang ini menjadi anggota, yakni American Society for Public
Administration, yang di dalam konferensi tahunannya di Philadelphia
(1970) dianggap tidak memberi ruang gerak pemikiran dan
pendekatan-pendekatan baru, sehingga bersamaan dengan konferensi
tersebut diadakan pula serangkaian diskusi panel, lokakarya, dan
pertemuan tidak resmi dengan nama Unconvention. Acara-acara
Unconvention ditujukan untuk memprotes program yang diajukan oleh
panitia konferensi yang kurang memperhatikan isu-isu kritis yang ada
pada masa itu. Sehingga pada hari-hari terakhir lebih banyak peserta
menghadiri Unconvention daripada pertemuan-pertemuan konferensi
yang resmi. Klimaksnya di dalam pemilihan presiden ASPA terpilih
8
orang-orang yang lebih muda dan yang lebih mengidentifikasikan diri
dengan administrasi publik baru dan Unconvention. Organisasi ASPA
selanjutnya dibuat lebih demokratis dan responsive terhadap isu-isu besar
masa kini. ASPA selanjutnya menjadi organisasi yang lebih terbuka dan
memperhatikan kelompok-kelompok minoritas di dalam sistem pemilihan
pengurusnya seperti kelompok wanita.
Dari hasil pertemuan-pertemuan tersebut, lahir tema-tema baru,
antara lain tentang post positivism; adaptasi pada lingkungan yang kacau;
bentuk-bentuk organisasi baru; dan organisasi-organisasi yang
memusatkan pada klien. Konsep-konsep ini tampaknya mencoba
membuat koreksi dari konsepsi lama dengan menitikberatkan
pandangannya pada apa yang sedang bergejolak dalam masyarakat.
Konsepsi baru ini lebih memperkaya interpretasinya terhadap apa yang
sedang berlangsung dan terjadi dalam kehidupan ilmu-ilmu sosial dan
bagaimana menerapkan hal-hal tersebut dalam mengatasi persoalan-
persoalan administrasi publik.
Banyak terdapat susunan tata nilai yang amat luas dalam
kaitannya dengan konsepsi baru ilmu administrasi publik ini, dan nilai-nilai
tersebut hampir semuanya selalu tidak konsisten. Karena itu, George
Frederickson sangat kuat menolak suatu notion tunggal yang setuju
terhadap administrasi publik baru dengan menghadirkan suatu model
yang secara total tidak menyetujui teori dan norma-norma lama dalam
9
bidang ini. Argumentasi dan dasar pemikiran konsep baru dalam ilmu
administrasi publik seharusnya berangkat dari nilai-nilai yang dibimbing
oleh konsep administrasi publik yang dianggap tradisional. Konsepsi baru
administrasi publik itu dilahirkan secara logis dari agregasi ilmu
pengetahuan baru dalam ilmu-ilmu sosial dan yang mengarahkan
pandangan perhatian ilmu-ilmu tersebut pada persoalan-persoalan
masyarakat secara umum. Dengan demikian, ilmu administrasi publik
baru tersebut diperkaya dengan hubungan yang signifikan dari ilmu-ilmu
lain, sehingga pendekatannya lebih operasional dan bermanfaat dalam
mencapai tujuan negara.
PARADIGMA DAN LINGKUP ADMINISTRASI PUBLIK BARU
Perkembangan administrasi publik baru tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan berbagai paradigma dalam ilmu administrasi publik.
Paradigma dapat diartikan sebagai perspektif yang dimiliki oleh komunitas
keilmuan, yang terbentuk dari keinginan dan komitmen (konseptual,
teoritis, metodologis, instrumental). Sebuah paradigma menuntun
scientific community untuk melakukan seleksi terhadap sebuah masalah,
evaluasi data, dan menganjurkan teori.
Dalam ilmu administrasi publik terdapat beberapa paradigma
antara lain sebagaimana diungkapkan melalui metode pendekatan
matriks loccus dan focus (2 x 2 matrix) dari Golembiewski (1977) yang
menghasilkan empat fase dalam perkembangan ilmu administrasi publik.
10
Fase-fase tersebut adalah (1) fase perbedaan analitik politik dari
administrasi (2) fase perbedaan konkrit politik dari admisnistrasi, (3) fase
manajemen, dan (4) fase orientasi terhadap kebijaksanaan publik.
Golembiewski juga mengetengahkan adanya tiga paradigma
komprehensif dalam perkembangan pemikiran-pemikiran ilmu
administrasi publik, yakni (1) paradigma tradisional, (2) paradigma sosial
psikologi, dan (3) paradigma kemanusiaan (humanist/systemic).
Gelombiewski mengajukan kritik terhadap paradigma-paradigma tersebut
yang banyak kelemahannya dan meramalkan tumbuhnya gejala anti
paradigma. la mengetengahkan bahwa yang akan muncul adalah
paradigma-paradigma kecil (mini paradigm).
Nicholas Henry (1995) menggunakan pendekatan lain. Dengan
memperkenalkan pandangan Bailey, bahwa untuk analisis administrasi
publik sebagai ilmu harus diterapkan empat teori, yaitu teori deskriptif,
non-natif, asumtif dan instrumental, Henry mengenali tiga soko, guru
pengertian (defining pillras) administrasi publik, yaitu: (1) perilaku
organisasi dan perilaku manusia dalam organisasi publik, (2) teknologi
manajemen dan lembaga-lembaga pelaksana kebijaksanaan, dan (3)
kepentingan publik yang berkaitan dengan perilaku etis individual dan
urasan publik. Menurut Henry, terdapat 5 (lima) paradigma ilmu
administrasi publik, yakni:
1. Paradigma dikotomi politik dan administrasi publik (1900-1926).
11
Fokusnya terbatas pada masalah-masalah organisasi dan
penyusunan anggaran dalam birokrasi pemerintahan, politik dan
kebijakan merupakan substansi ilmu politik. Tokoh-tokohnya Frank J.
Goodnow dan Leonard D. White. Dalan paradigma ini para
administrator dianggap tidak perlu campur tangan dalam kegiatan dan
proses politik yang berlangsung di suatu negara, dan secara spesifik
tugas para administrator tersebut adalah sebagai pelaksana
keputusan-keputusan politik yang dibuat oleh para politisi, dengan ini
administrasi publik dipandang sebagai alat pernerintah. Dalam
paradigma ini kata publik dalam administrasi publik memiliki
pengertian dengan birokrasi pemerintahan atau segala sesuatu yang
berhubungan dengan pemerintahan dan negara. Dengan demikian,
administrasi publik dapat dipandang sebagai cara menjalankan
birokrasi pemerintahan agar dapat bekerja sebagai mana mestinya.
2. Paradigma Prinsip-prinsip Administrasi (1927-193 7).
Paradigma ini muncul sebagai akibat dari interaksi yang intensif antara
para administrator dengan pihak politisi dan pihak swasta. Akibat dari
interaksi ini, administrator dan ilmu administrasi diterima secara luas,
baik di kalangan industri maupun pemerintah. Ciri paradigma ini
adalah diserapnya prinsip-prinsip manajemen secara luas untuk
diterapkan pada ruang lingkup administrasi. Dalam periode ini juga
muncul asumsi yang dikemukakan oleh W. F. Willoughby bahwa
prinsip-prinsip administrasi bisa dibuktikan dan dipelajari. Dalam
12
paradigma ini fokus dari ilmu administrasi dianggap lebih penting
daripada lokusnya. Hal ini berakibat pada pengertian kata publik yang
menjadi sangat luas yang hanya dibatasi oleh fokus ilmu administrasi,
yaitu prinsip-prinsip manajemen seperti planning, organizing,
actuating, dan controlling. Hal ini berkonsekuensi pada masuknya
administrasi publik pada ranah kajian yang belum pernah dimasukinya.
Lokusnya kurang dipentingkan. Fokusnya adalah "prinsip-prinsip"
manajerial yang dipandang berlaku universal pada setiap bentuk
organisasi dan lingkungan budaya. Tokohnya adalah Gulick dan
Urwick, F.W. Taylor, Henry Fayol, Mary Parker Follet, dan Willooghby.
3. Paradigma administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-1970).
Paradigma yang seringkali dianggap sebagai suatu kemunduran dari
ilmu administrasi publik ini berusaha untuk menetapkan kembali
hubungan konseptual antara administrasi publik dengan politik. Dalam
paradigma ini, lokus ilmu administrasi publik berusaha untuk di
redefinisikan, yaitu pada birokrasi pemerintahan. Hal ini berakibat
pada kurang diperhatikannya fokus dari ilmu administrasi publik, yang
pada akhirnya berujung pada masalah "sibuk mendefinisikan"
fokusnya. Dalam paradigma ini jelas bahwa pengertian dari kata publik
yang diinginkan adalah yang berkenaan dengan birokrasi
pemerintahan, sehingga ruang lingkup administrasi publik bisa
dikatakan kembali menyempit ke seputar proses manajerial birokrasi
pemerintahan.
13
Administrasi negara kembali menjadi bagian dari ilmu politik.
Pelaksanaan prinsip-prinsip administrasi sangat dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor lingkungan, jadi tidak "value free" (bebas nilai).
Tokoh pardigma ini adalah Nicholas Henry.
4. Paradigma administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970).
Administrasi tetap menggunakan prinsip administrasi yang dipengaruhi
berbagai faktor, oleh karena itu dalam paradigma ini mengembangkan
adanya pemahaman sosial psikologi, dan analisis sistem untuk
melengkapi. Tokoh paradigma ini adalah Henderson, Thompson,
Caldwen. Dalam paradigma ini ilmu Administrasi menyajikan fokus dan
bukannya lokus. Dalam paradigma ini nampaknya mulai tumbuh
kesadaran untuk mengadopsi disiplin ilmu lainnya untuk
menyempurnakan studi ilmu administrasi publik. Dalam paradigma ini
muncul kerancuan dalam memahami arti kata publik, sehingga secara
garis besar bisa dibuat kesimpulan bahwa kata publik di sini berarti
segala sesuatu yang mempengaruhi kepentingan umurn atau
masyarakat. Hal ini berkonsekuensi pada meluasnya ruang lingkup
dari administrasi publik yang tadinya hanya berhubungan dengan
birokrasi pemerintahan menjadi menangani semua yang berkaitan
dengan kepentingan masyarakat luas. Paradigma inilah yang masih
dianut oleh kebanyakan akademisi Ilmu Administrasi Publik. Walaupun
memiliki kekurangan yang sangat signifikan, berupa ketidakmampuan
mendefiniskan arti kata publik secara tegas, sehingga menimbulkan
14
perdebatan panjang yang belum juga tuntas tentang arti kata publik di
sini.
5. Paradigma administrasi publik sebagai administrasi publik (1970).
Pada paradigma inii, lokus administrasi publik bukan semata-mata
pada ilmu mumi administrasi, melainkan pada teori organisasi, yakni
pada bagimana dan mengapa organisasi-organisasi itu bekerja,
bagaimana dan mengapa orang-orang berperilaku dalam organisasi,
serta bagaimana dan mengapa keputusan-keputusan itu diambil.
Selain itu, pertimbangan-pertimbangan untuk menggunakan
teknik-teknik ilmu manajemen ke dalam lingkungan pemerintahan
menjadi perhatian pula dalam fase paradigma ini.
Administrasi publik semakin bertambah perhatiannya terhadap wilayah
ilmu kebijakan (policy science), politik ekonomi, proses pembuatan
kebijakan pemerintah, dan analisisnya (public policy making process),
dan cara-cara pengukuran dari hasil-hasil kebijakan yang telah dibuat.
Aspek-aspek perhatian ini dapat dianggap dalam banyak hal sebagai
mata rantai yang menghubungkan antara fokus administrasi publik
dengan lokusnya. Sebagaimana yang terlihat dalam trend yang diikuti
oleh paradigma ini, maka fokus administrasi publik adalah teori
organisasi, praktik dalarn analisis kebijakan, dan teknik-teknik
administrasi dan manajemen yang sudah maju. Adapun lokus normatif
dari administrasi publik digambarkan oleh paradigma ini ialah pada
birokrasi pernerintahan dan pada persoalan-persoalan masyarakat
15
(public affairs). Walaupun public affairs masih dalarn proses mencari
bentuknya, tetapi melihat perkembangannya bidang ini menduduki
tempat utama dalam menarik perhatian administrasi publik.
Pemikiran dalam administrasi yang berkembang selanjutnya
sangat dipengaruhi oleh paham-paharn demokrasi, seperti administrasi
yang partisipatif, yang menempatkan administrasi di tengah-tengah
masyarakatnya dan tidak di atas atau terisolasi darinya (Montgomery,
1988). Pemikiran ini selain ingin menempatkan administrasi sebagai
instrumen demokrasi, juga mencoba menggunakan administrasi sebagai
alat untuk menyalurkan aspirasi masyarakat bawah. Implikasi lain dari
pernikiran tersebut adalah bahwa sistem administrasi memiliki dimensi
ruang dan daerah yang penyelenggaraannya juga dipengaruhi oleh
sistern pemerintahan, politik, dan ekonomi. Kesemua itu menuntut
reorientasi peranan administrasi publik.
Dalam upaya merevitalisasi ilmu administrasi, Waldo
memprakarsai pertemuan sejumlah pakar muda ilmu administrasi, untuk
mempelajari masalah-masalah konseptual yang dihadapi ilmu
administrasi, dan berusaha memecahkannya; Perkernbangan itu
melahirkan dorongan untuk meningkatkan desentralisasi dan makin
mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Kesemua itu menandakan
bergulirnya gerakan administrasi publik baru (new public administration).
16
Pada dasarnya administrasi publik baru itu ingin mengetengahkan
bahwa administrasi tidak boleh bebas nilai dan harus menghayati,
memperhatikan, serta mengatasi masalah-masalah sosial yang
mencerminkan nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat.
Frederickson (1971), seorang pelopor gerakan ini lebih tegas lagi
menyatakan bahwa administrasi publik harus memasukkan aspek
pemerataan dan keadilan sosial (social equity) ke dalarn konsep
administrasi. la bahkan menegaskan bahwa administrasi tidak dapat
netral. Dengan begitu administrasi publik haru mengubah pola pikir yang
selama ini menghambat terciptanya keadilan sosial. Kehadiran
gagasan-gagasan baru itu menggambarkan lahirnya paradigma baru
dalam ilmu administrasi.
Drucker (1989) menegaskan bahwa apa yang dapat dilakukan
lebih baik atau sama baiknya oleh masyarakat, hendaknya jangan
dilakukan oleh pernerintah. Itu tidak berarti bahwa pernerintah harus
besar atau kecil, tetapi pekerjaannya harus efisien dan efektif. Seperti
juga dikemukakan oleh Wilson (1989), birokrasi tetap diperlukan tetapi
harus tidak birokratis. Osborne dan Gaebler (1993) mencoba
"menemukan kembali pemerintah", dengan mengetengahkan konsep
entrepreneurial government. Memasuki dasawarsa 1980-an tampil
manajemen publik (public management) sebagai bidang studi yang makin
penting dalam administrasi negara. Manajemen publik yang di masa lalu
lebih banyak memberi perhatian pada masalah anggaran dan personil
17
telah berkembang bersama teknologi informasi. Manajemen publik kini
juga mencakup manajemen dalam sistem pengambilan keputusan, sistem
perencanaan, sistem pengendalian dan pengawasan, serta berbagai
aspek lainnya.
Bersamaan dengan menguatnya pengaruh managerialism dalam
administrasi publik di Inggris dan beberapa negara lainnya, dan kemudian
juga di Amerika Serikat muncul pemikiran baru dengan konsep "New
Public Management" (NPM); pemikiran ini digagas oleh Patrick Dunleavy
(1991) beserta, rekan-rekannya. Konsep ini memfokuskan pada
pemisahan birokrasi pada unit yang lebih kecil, kompetisi antara
pemerintah dan swasta, dalam penyediaan jasa publik dan perubahan
motivasi dari sekedar pelayan publik menjadi motif ekonomi, dengan
memberikan insentif pada pelayanan publik seperti yang diberikan dalam
usaha swasta. NPM menekankan performance sebagai kriteria utama,
dengan menerapkan teknologi manajemen yang digunakan di lingkungan
swasta ke lingkungan publik. Dan yang cukup mendasar pula adalah
didorongnya swasta, melakukan kegiatan yang sebelumnya merupakan
wilayah kerja birokrasi dalam pemerintah. Konsekwensi dari penerapan
konsep tersebut adalah perlunya reformasi birokrasi secara kelembagaan.
Sejalan dengan lingkup di atas, James L. Perry 13 mengemukakan
isu-isu yang termasuk dalam administrasi publik baru adalah:
18
1. Perubahan sektor publik, termasuk di dalamnya hubungan antar level
pernerintahan.
2. Akuntabilitas dan responsivitas, termasuk di dalamnya kinerja dan
budaya organisasi.
3. Kebijakan publik, termasuk di dalamnya perumusan, pelaksanaan, dan
evaluasi program.
4. Penganggaran dan administrasi fiskal.
5. Manajemen sumber daya manusia.
6. Manajemen strategis, termasuk di dalamnya sistem informasi dan
kualitas pelayanan.
7. Ketrampilan administrator publik, termasuk di dalamnya
kepemimpinan, manajemen konflik, negosiasi, komunikasi, dan
hubungan kerja interpersonal.
8. Standar dan etika administrasi publik, termasuk di dalamnya
profesionalisme, kewajiban, efektivitas, dan kewirausahaan.
Berdasarkan locus tersebut, maka ruang lingkup kajian
administrasi publik baru mencakup dimensi-dimensi sebagai berikut:
1. Studi kebijakan publik
Institusi-institusi pemerintah adalah institusi pernbuat sekaligus
pelaksana kebijakan. Kebijakan publik seyogianya bersumber dari
masalah-masalah yang tumbuh di masyarakat. Pemerintah yang
organisasinya, ditata berdasarkan prinsip-prinsip birokrasi, maka
19
birokrasi pemerintah akan berperan penting dalam pelaksanaan
kebijakan. Karena itu, diperlukan sistem untuk melaksanakan
kebijakan tersebut, yang disebut dengan administrasi.
2. Perilaku organisasi publik
Perilaku manusia yang berada dalam suatu organisasi adalah awal
dari perilaku organisasi itu sendiri. Karena persoalan-persoalan
manusia semakin kompleks, persoalan-persoalan organisasi dan
khususnya persoalan perilaku organisasi semakin hari semakin
berkembang pula. Perilaku organisasi hakikatnya mendasarkan pada
ilmu perilaku itu sendiri yang dikembangkan dengan pusat
perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu organisasi.
Kerangka dasar bidang pengetahuan ini didukung oleh individu yang
berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu.
Selain itu, karena perilaku individu clitentukan oleh diri individu dan
faktor lingkungannya, faktor lain yang mendukung perilaku organisasi
adalah faktor lingkungan. Perubahan-perubahan dalam teori
organisasi menghasilkan aneka ragam. pendekatan dan peralihan
orientasi dasar untuk studi teori organisasi. Walaupun model birokrasi
Weber masih mendominasi literatur teori organisasi, perubahan dari
tingkat pendekatan yang deskriptif ke tingkat pendekatan yang analitis
dapat digunakan untuk mengkaji perilaku organisasi.
Organisasi dan administrasi tanpa manusia tidak ada artinya. Jika
administrator atau manajer menginginkan dukungan dari para
20
karyawannya, administrator tersebut seharusnya mengenal keunikan
manusia di dalarn organisasinya. Demikian pula seorang administrator
atau manajer agar mendapat dukungan karyawannya harus
mengetahui perilaku karyawannya.
3. Pembinaan organisasi
Dimensi ini merupakan kelanjutan dari perilaku organisasi. Tapi,
dimensi ini sekarang mencluduki peranan penting dalarn
pengembangan ilmu administrasi publik karena esensi dari pembinaan
organisasi dapat digunakan untuk melakukan perubahan perilakii
organisasi, yang dikenal dengan konsep organizational development
(OD). Teknik ini merupakan usaha jangka panjang di dalam usaha
melakukan penyempumaan yang terencana dalam suatu organisasi.
Penyempumaan yang dilakukan itu meliputi usaha penyempurnaan
kenmampuan organisasi untuk memecahkan masalah-masalahnya
dan kemampuannya untuk melakukan perubahan-perubahan yang
berasal dari lingkungan luarnya. Usaha untuk melakukan
penyempurnaan ini sangat berlandaskan pada, perilaku-perilaku
anggota organisasi sebagai salah satu pendukung utama organisasi.
Kemampuan beradaptasi ini diperlukan agar organisasi dapat
mempertahankan eksistensinya.
21
Dalam kaitannya dengan administrasi publik baru, pembinaan
organisasi diarahkan pada pembaharuan atau perubahan yang
direncanakan dan adanya kolaborasi, sehingga pembinaan organisasi
mempunyai ciri-ciri berjangka panjang, berencana, menopang,
mempunyai strategi dan pendekatan. Tujuannya untuk meningkatkan
kepercayaan dan dukungan para anggota organisasi terhadap
organisasi, termasuk di dalarnnya pimpinan, ternan kerja, dan
bawahannya. Hal yang selalu siap mengatasi masalah-masalah
organisasi, meningkatkan keterbukaan, dan meningkatkan tanggung
jawab pribadi dan kelompok dalam pemecahan dan pelaksanaan
keputusan.
PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PUBLIK DI INDONESIA
Perkembangan paradigma dalam ekonomi pembangunan berjalan
sejalan dengan paradigma administrasi publik yang berkembang sejak
dekade 1990-an hingga dekade 2000-an, yaitu telah bergeser dari
paradigma pengembangan administrasi semata (empowering the
administration) kepada paradigma pemberdayaan masyarakat sebagai
mitra dalarn administrasi publik (empowering the people to become
partners in public administration). Paradigma perkembangan administrasi
publik yang mengarah kepada demokratisasi administrasi publik
merupakan perwujudan dari pergeseran paradigma government kepada
paradigma governance.
22
Selain itu pesatnya perkembangan teknologi informasi telah
menjadikan penyelenggaraan administrasi pernerintahan menjadi serba
elektronik. Istilah egovernment dan e-governance merupakan cerminan
dari penerapan teknologi informasi dalarn administrasi publik. Dengan
berkembang pesatnya teknologi informasi maka dapat diprediksi bahwa di
masa datang akan terjadi gelombang perubahan yang besar lagi dalam
paradigma administrasi publik.
Sejak tahun 1970-an di awal era pemerintahan Orde Baru
Soeharto, Indonesia mencoba merintis untuk mempraktekkan administrasi
publik. Pada masa itu, perkembangan kajian Administrasi Negara (atau
Administrasi Publik) terkait erat dengan paradigma pernbangunan yang
saat itu mulai diterapkan di Indonesia. Maka pada periode awal tahun
1970-an dikembangkan konsep administrasi publik yang dikenal dengan
Administrasi Pembangunan. Padahal, terdapat perbedaan antara kedua
konsep ini. Bintoro, Tjokroarnidjojo dalam bukunya Pengantar
Administrasi Pembangunan, mengemukakan bahwa administrasi
pembangunan mempunyai ciri-ciri yang lebih maju daripada administrasi
negara. Perbedaan antara administrasi pembangunan dan administrasi
negara diuraikan pada tabel berikut ini.
23
Pembedaan ciri yang dikemukakan di atas menimbulkan kesan
seolah-olah administrasi publik tidak menaruh perhatian pada
pembaharuan yang dinamis, dan hanya melibatkan diri pada kegiatan-
kegiatan rutin yang statis dan sempit. Padahal, sebagaimana
perkembangan konsepsi yang berlangsung di Amerika Serikat, jelas
bahwa administrasi publik memiliki dinamika perkembangan tersendiri
yang adaptif terhadap tuntutan perubahan sosial dan isu-isu baru di
masyarakat.
Dalam hal kelembagaan, di Indonesia dibentuk Lembaga
Administrasi Negara (LAN) sementara, jauh sebelum era tersebut di tahun
1960-an sudah dirintis pula berdirinya Fakultas. Sosial Politik yang saat ini
bernama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, yang membina dan
mengembangkan disiplin ilmu administrasi negara, yang belakangan di
era tahun 2000-an secara berangsur-angsur berubah narna menjadi
administrasi publik kembali. Dernikian pula dengan berdirinya asosiasi
profesi yang menaungi para. ilmuwan dan praktisi administrasi
24
negara/publik, seperti Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) dan Persatuan
Sarjana, Administrasi Indonesia (Persadi) di akhir tahun 1980-an.
Tampaknya tidak terlalu memberi kontribusi yang jelas bagi
pengembangan disiplin administrasi publik itu sendiri. Kita maklumi bahwa
sistem politik orde baru yang sangat sentralistik dan serba negara tidak
memberi cukup ruang untuk melakukan diskursus bahwa cenderung pada
praktiknya mengkooptasi keberadaan asosiasi-asosiasi profesi itu sendiri
yang semestinya lebih independen.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) sekalipun yang formal
merupakan lembaga nonstruktural yang seharusnya bertugas memikirkan
dan melaksanakan reform terhadap sistern dan praktik administrasi
negara di dalarn mengelola urusan-urusan publik tampaknya telah ikut
terkooptasi oleh kekuasaan pada saat itu, bahkan hingga saat ini belum
dapat menemukan kembali posisi yang tepat dan pas apa dan bagaimana
yang akan dilakukan Lernbaga Administrasi Negara ini. Sementara
asosiasi profesi di luar sektor negara masih belum mampu berdiri tegak
lepas dari situasi terkooptasi di masa lampau, sehingga mampu lebih
independen dan lebih jernih memikirkan kembali keberadaan disiplin
administrasi publik ini di dalam konteks perkembangan Indonesia kini.
Memang dari sisi perkembangan akademik teoterik disiplin ini
masih terlalu besar ketergantungannya terhadap pemikiran-pemikiran
yang berkembangan dari luar, sehingga tampaknya perlu kerja keras
25
untuk mencoba menemukan konteksnya di Indonesia atau dengan kata
lain perlu upaya membumikan teori-teori yang ada dalarn konteks
Indonesia. Atau sebaliknya membangun dan mengembangkan teori teori
secara induktif dari dan berdasarkan pengalaman kita sendiri di
Indonesia. Untuk itu sernua tentu saja perlu kerja keras dan kerja cerdas
disamping perlu biaya dan kemampuan metodologis di dalam melakukan
risetriset yang bertujuan membangun dan mengembangkan teori di dalain
disiplin administrasi publik ini. Dengan demikian di dalam konteks
Indonesia, pengembangan disiplin administrasi publik masih memerlukan
waktu yang panjang yang menjadi tugas para ilmuwan maupun praktisi
administrasi publik yang tersebar di berbagai lapangan profesi. Karena itu
menjadi sangat strategis untuk mendorong asosiasi profesi baik AIPI
maupun Persadi tumbuh dan berkembang dengan pertemuan-pertemuan
tahunannya secara reguler yang membincangkan perkembangan disiplin
ini yang dikaitkan dengan perkembangan konteks lokal, nasional, dan
global.
Ilmu administrasi publik secara sensitif harus mampu menanggapi
isu-isu pokok dalam masyarakat dan mampu memformulasikan ke dalam
suatu rumusan kebijakan yang implementatif. Di masa mendatang, perlu
dicari alternatif pendekatan yang dapat mengadaptasikan antara isu-isu
administrasi dan isu-isu politik (pemerintahan) karena ilmu administrasi
publik baru tidak dapat berdiri sendiri tanpa dukungan ilmu-ilmu lain,
khususnya ilmu politik sebagai salahsatu induk ilmu administrasi publik.
26
Dikotomi administrasi publik dan politik sudah tidak relevan lagi karena
paradigma administrasi negara baru menekankan bahwa administrasi
negara bukanlah administrasi dari negara, melainkan administrasi untuk
kepentingan masyarakat banyak clcmibagaan kemarnruan administrasi
untuk mencapai tujuan bersama atau kolektif adalah pilar fundamental
dari administrasi publik baru. Administrasi publik menunjukkan
pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan yang dibuat pihak otoritas,
pengorganisasian mesin paksaan untuk konformitas masyarakat, dan
menunjukkan adanya tata hubungan antara masyarakat dengan
pejabat-pejabat negara terpilih untuk melanjutkan pelaksanaan tujuan-
tujuan bersama, termasuk pula organisasi public affairs, tujuan-tujuan
sosial, dan pengambilan keputusan kolektif, manajemen dari
lembaga-lembaga negara, instansi-instansi pemerintah dan kekayaan
pemerintah, berikut proses kegiatan administrasi yang dilakukan oleh
pejabat-pejabat pemerintah, yang meliputi sikap perilaku dan
tindakan-tindakannya
Perubahan ruang lingkup kajian administrasi publik inilah yang
perlu segera disikapi oleh para akademisi dan praktisi administrasi publik.
Kedua pihak ini saling terkait karena dalam. kajian akademik tidak
mungkin dilepaskan dari kebutuhan praktik dalam kehidupan nyata
sehari-hari. Dinamika perkembangan suatu ilmu akan sangat ditentukan
dari kemampuannya untuk menjawab berbagai persoalan dalam
kehidupan nyata, karena itu, dialog antara akademisi dan praktisi
27
diperlukan untuk menjembatani perkembangan kajian administrasi publik
agar dapat diimplementasikan sebagai upaya pemecahan masalah
(problem solver) bagi isu-isu administrasi publik yang berkembang
dewasa ini, khususnya di Indonesia.
REFORMASI ADMINISTRASI PUBLIK
Perubahan sosial yang fundamental menyebabkan lahirnya,
tuntutan dan tekanan baru. Kebutuhan akan demokratisasi pemerintahan
dan administrasi, menyebabkan beban aparatur pemerintah bertambah
besar, dan mau tidak mau adaptabilitas menjadi sangat penting dan
menjadi kebutuhan. Semua perubahan dan transformasi ini menyebabkan
timbulnya pertentangan antara nilai lama dan baru, antara nilai-yang
tradisional dan yang modern. Tekanan dan pertentangan ini tidak hanya
terbatas pada tubuh birokrasi, melainkan juga di kalangan masyarakat.
Sejak tahun 1980-an, suatu gerakan reformasi global telah dimulai.
Gerakan ini didorong oleh 4 (empat) variabel besar, yakni:
1. Politik: keunggulan demokrasi dan kekuatan publik serta keunggulan
sistem pasar menimbulkan tekanan politik di berbagai negara di dunia
untuk melakukan transfon-nasi peran pemerintah untuk mengurangi
peran dan fungsinya. Langkah ini kemudian diikuti dengan tuntutan
untuk mengakui dan meningkatkan peran civil society dan
membangun kepercayaan publik kepada lembagalembaga
pernerintah.
28
2. Sosial: beberapa negara di dunia telah mengalami perubahan sosial
yang mendasar, yaitu melakukan rekonstruksi ulang terhadap tatanan
hukum, ekonomi, sosial, dan politik ditandai pula oleh adanya
perubahan mendasar dari masyarakat industri kepada masyarakat
informasi. Perubahan ini menuntut juga perubahan pada
pernerintahan di seluruh negara di dunia.
3. Ekonomi: krisis ekonomi pada tahun 1990-an di berbagai negara di
dunia melakukan reformasi di bidang perpajakan untuk menarik
investor masuk, dan juga melakukan langkah-langkah privatisasi
sebagai respon terhadap tekanan ekonomi.
4. Institusional: semua negara di dunia telah menjadi bagian dari sistem
ekonomi dan politik global. Kondisi ini ditandai dengan semakin
berkembangnya kelembagaan di luar negara, seperti World Bank,
IMF, WTO, ADB yang mengatur globalisasi dunia. Di tingkat nasional
dan lokal juga semakin banyak LSM.
Keempat tekanan di atas telah mendorong gerakan reformasi
administrasi publik dengan 6 (enam) sifat pokok, yakni:
1. Produktivitas: bagaimana pemerintah dapat menghasilkan pelayanan
lebih banyak dengan pajak lebih kecil.
2. Pemasaran: bagaimana pernerintah dapat menggunakan insentif gaya
pemasaran untuk mencabut kelambanan perkembangan parologi,
birokrasi. Beberapa pemerintah, misalnya, melakukan privatisasi
29
3. Orientasi pada pelayanan: bagaimana pemerintah membangun
kepercayaan warga negara dengan memberikan pelayanan yang
didesain dari kebutuhan warga negara.
4. Desentralisasi: bagaimana pemerintah membuat program lebih
responsif dan efektif dengan mengurangi sebanyak mungkin jarak
antara pemerintah dengan warga negara dan mendesentralisasikan
sebanyak mungkin tanggung jawab kepada pemerintah daerah dan
manajer lini pelayanan.
5. Kebijakan: bagaimana pemerintah meningkatkan kapasitasnya dalam
mendayagunakan kebijakan. Dengan demikian, pemerintah harus
memusatkan pada fungsi pembuat kebijakan publik.
6. Akuntabilitas: bagaimana pemerintah berusaha mewujudkan apa yang
telah dijanjikan. Akuntabilitas mendorong pemerintah untuk lebih
mementingkan output dan outcome daripada proses atau struktur dan
merubah pendekatan top-down menjadi bottom-up dan ruled-based
menjadi resulf-based.
Keenam sifat pokok ini tercermin dari isti-isu atau 1)ermasalahan
penting yang sering dibahas dalam reformasi administrasi publik antara
lain :
1. Pelayanan publik
Administrasi publik sebagai proses administration for public, pada
hakekatnya adalah memberi pelayanan publik. Hal ini sejalan dengan
demokrasi yang mana masyarakat mempunyai hak yang sama untuk
30
menerima pelayanan dari pernerintah. Dalam masalah ini yang
terpenting adalah bagaimana pemerintah/negara memberikan
pelayanan yang baik, cepat dan berkualitas kepada seluruh warga
masyarakat.
2. Motivasi Pelayanan Publik
Dalam masalah ini isu terpenting adalah membahas motivasi seperti
apa yang dimiliki oleh administrator dalam memberikan pelayanan
publik. Ada yang berdasarkan norma, rasional dan perasaan.
3. Maladministrasi
Maladministrasi merupakan kesalahan dalam praktik administrasi.
Pembahasan teori administrasi publik juga akan membahas masalah
kesalahan-kesalahan tersebut sebagai kajian utama, seperti
lambannya birokrasi, rutinitas dan formalitas pelayanan.
4. Etika Administrasi Publik
Masalah penting lainnya dalim administrasi publik adalah etika
aclmimstrasi. Dalam hal ini yang menjadi sorotan adalah nilai baik dan
buruk. Apakah pelayanan atau prosedur administrasi publik dinilai baik
atau buruk oleh masyarakat. Dalam hal ini termasuk korupsi menjadi
bahasan utama.
5. Kinerja dan Efektivitas
Seringkali masalah kinerja dan efektivitas menjadi isu sentral dari
administrasi publik. Hal tersebut dipahami karena administrasi sebagai
proses mencapai tujuan, maka persoalan pencapaian dan dan cara
31
mencapai tersebut menjadi penting. Oleh karena itu bagaimana cara
kerja (kinerja) yang dijalankan apakah sudah baik sehingga tujuan
dapat tercapai (efektif).
6. Akuntabilitas Publik
Administrasi publik yang dijalankan oleh pernerintah harus bisa
dipertanggungjawabkan kepada seluruh warga. Ada kewajiban untuk
melakukan pekerjaan yang dapat dikontrol, diawasi dan
dipertanggungiawabkan kepada warga/publik. Hal tersebut
merupakan masalah pokoknya.
Dengan latar belakang dan kondisi demikian, niaka kebutuhan
akan perubahan dan adaptasi aparatur pemerintah sangatlah mendesak,
walaupun masalah yang mengitarinya terlalu kompleks dan rumit.
Sebagai konsekuensi logisnya, maka reformasi administrasi publik di
negara sedang berkembang menjadi keharusan dan menjadi perhatian
utama pemerintah negara sedang berkembang, termasuk pemerintahan
daerah di Indonesia. Reformasi administrasi merupakan bagian yang
sangat penting dalam pembangunan di negara berkembang, terlepas dari
tingkat perkembangan, arah, dan tujuannya. Semata hanya karena
kemampuan administratif dipandang semakin penting artinya bagi
terlaksananya kebijakan dan rencana pembangunan.
Penyempurnaan kemampuan administratif, meliputi usaha-usaha
untuk mengatasi masalah lingkungan, perubahan struktural, dan institusi
32
tradisional atau perubahan tingkah laku individu dan atau kelompok,
ataupun kombinasi dari keduanya. Istilah reformasi administrasi
mengandung begitu banyak makna, mempunyai fungsi yang beragam,
sehingga sebenarnya tidak ada definisi yang dapat diterima secara
umum.
Dror mengatakan bahwa reformasi administrasi adalah perubahan
yang terencana terhadap aspek utama administrasi. Sedangkan Caiden
mendefinisikan reformasi administrasi sebagai the artificial inducement of
administrative transformation againts resistance. Artinya, reformasi
administrasi merupakan kegiatan yang dibuat oleh manusia, tidak bersifat
insidental, otomatis maupun alamiah; ia merupakan suatu proses yang
beriringan dengan proses reformasi administrasi. Caiden juga dengan
tegas membedakan antara administrative reform dan administrative
change. Perubahan administrasi bennakna sebagai respons
keorganisasian yang sifatnya otomatis terhadap fluktuasi atau perubahan
kondisi. Lebih lanjut dikatakan bahwa munculnya kebutuhan akan
reformasi administrasi sebagai akibat dari adanya perubahan
administrasi. Tidak berfungsinya perubahan administrasl yang alamiah Ini
menyebabkan diperlukannya reformasi administrasi.
Mosher menyebut bahwa isi reformasi administrasi adalah
reorganisasi adininistrasi, bahkan dia rnenyamakan antara keduanya.
Reorganisasi administrasi itu hanya salah satu isi dari reformasi
33
administrasi, yang sering disebut sebagai aspek institusional
(kelembagaan) reformasi administrasi. Aspek lain dari reformasi
administrasi adalah perubahan sikap, perilaku, dan nilai orang-orang yang
terlibat dalam proses reformasi administrasi. Aspek inilah yang sering
disebut sebagi aspek perilaku. Dengan kata lain, isi reformasi administrasi
meliputi aspek institusional atau kelernbagaan dan aspek perilaku.
Reformasi administrasi bertujuan juga mengupayakan agar
individu, kelompok dan institusi, dapat mencapai tujuan lebih efektif,
ekonornis, dan lebih cepat. Dengan kata lain, reformasi administrasi
publik adalah meningkatkan performance. Kinerja yang dimaksud
merupakan kinerja individu, kelornpok, dan institusi Ini berarti di samping
aspek perilaku, juga aspek kelembagaan yang tercakup didalam
reformasi administrasi. Sehat tidaknya administrasi dapat dilihat dari tiga
perspektif yang berbeda , yaitu:
1. Ideal optimum, yakni derajat pencapaian kesempurnaan administrasi;
2. Practical optimum, yakni pencapaian derajat tertinggi dari suatu kinerja
dalarn kondisi tertentu;
3. Satisficing optimum,yakni pencapaian derajat kinerja yang
memuaskan.
Sedangkan peningkatan kinerja individu dapat dilihat dari
keterampilannya, kecakapan, praktisnya, kompetensinya, pengetahuan
dan informasinya, keluasan pengalamannya, sikap dan perilakunya,
34
kebajikannya, kreativitasnya, moralitasnya dan lain-lain. Kinerja kelornpok
dilihat dari aspek kerja samanya, keutuhannya, disiplinnya, loyalitasnya,
dan lain-lain. Sedangkan kineda institusi dapat dilihat dari hubungannya
dengan institusi lain, fleksibilitasnya, adaptabilitasnya, pemecahan konflik
dan lain-lain.
Sedangkan Dror (1971: 2-31), melihat tujuan reformasi itu
berorientasi jamak dengan mengklasifikasikan tujuan reformasi itu ke
dalam enam kelompok, tiga bersifat intra-administrasi yang ditujukan
menyempurnakan administrasi internal, meliputi: (1) Efisiensi administrasi,
dalam arti hemat biaya, yang dapat dicapai melalui penyederhanaan
formulir, perubahan prosedur, penghilangan duplikasi, dan kegiatan
organisasi metode yang lain; (2) penghapusan kelemahan administrasi,
seperti korupsi, pilih kasih dalam sistem politik, dll; (3) pengenalan dan
penerapan sistem merit, pemrosesan data melalui sistem informasi yang
otomatis, peningkatan penggunaan pengetahuan ilmiah, dll. Sedangkan
tiga lagi berkenaan dengan peran masyarakat di dalam sistem
administrasi, meliputi: (1) menyesuaikan sistem administrasi terhadap
meningkatnya keluhan masyarakat; (2) mengubah pembagian pekerjaan
antara sistem administrasi dan sistem politik, seperti meningkatkan
otonomi profesional dari sistem administrasi dan meningkatkan
pengaruhnya pada suatu kebijaksanaan; dan (3) mengubah hubungan
antara sistem administrasi dan penduduk, misalnya melalui relokasi
pusat-pusat kekuasaan (desentralisasi).
35
Berdasarkan konsep-konsep tersebut, reformasi administrasi
adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan
prosedur birokrasi (aspek reorganisasi atau institusional); dan sikap dan
periIaku birokrat (aspek perilaku), guna meningkatkan efekfivitas
organisasi atau terciptanya administrasi yang sehat dan menjamin
tercapainya tujuan pembangunan nasional. Reformasi administrasi
menurut Dror (1971: 19), secara tegas mengesampingkan perubahan
organisasi clan prosedur administrasi yang minor dan berkonsentrasi
pada perubahan-perubahan yang utama atau dasar saja, sehingga
reformasi administrasi itu akan efektif apabila juga didesain dengan tepat,
yakni dengan mempertimbangkan dan melibatkan lingkungan dimana
reformasi itu dilaksanakan. Reformasi administrasi dipandang sebagai
bagian dari reformasi masyarakat, sebab birokrasi dan organisasi
pernerintah merupakan bagian dari dan berkaitan erat dengan sistem
politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya.
PENUTUP
Dengan demikian, keberhasilan reformasi administrasi publik
sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain: (1) dukungan dan
komitmen dari pemimpin politik; (2) adanya agen (inti) pembaru,- (3)
adanya lingkungan sosial ekonomi dan politis yang kondusif, serta (4)
waktu yang tepat. Strategi yang berkenaan dengan sifat dan ruang
lingkup pembaruan administratif haruslah dirancang melalui kerja sama
36
yang harmonis antara pemimpin politik dan para pembaru, di mana
mereka berclua harus memperhatikan faktor lingkungan yang ada.
Sifat dan ruang lingkup reforinasi administrasi juga tergantung
pada tersedianya sumber daya, baik dana. maupun tenaga (SDM).
Karena pada urnumnya daerah kekurangan dana maupun tenaga
sehingga akan mengalami banyak kesulitan jika menerapkan pendekatan
makro atau komprehensif Dengan demikian, maka pendekatan mikro atau
inkremental. akan lebih cocok bagi daerahdaerah yang kondisinya
beragarn. Reformasi administrasi mencakup perubahan yang menyusup
ke seluruh jaringan birokrasi sebab birokrasi daerah dianggap sebagai
satu kesatuan, sehingga reformasi administrasi publik perlu diimbangi
dengan pembenahan. pada struktur dan kultur birokrasi sebagai
orang-orang yang nantinya akan menjalankan reformasi administrasi
publik.
37
DAFTAR PUSTAKA
Caiden, Gerald E. 1968. Prospects-for Administrative Relo'rm in Israel, Public Administration.
____1982. Public Administration,2nd Ed. California: Palisades Publishers.
Charlesworth, James C. (ed.). 1968. The Theory and Practice of Public Administration: Scope, Objectives, and Methode. Philadelphia:
The American Academy of Political and Sosial Science.
Chilcote, Ronald H. 198 1. Theories of Comparative Politics: The Searchfor a Paradigm, Colorado: Westview Press.
Dror, Yeremiah. 1971. Strategies for Administrative Reform. The Hague, Netherland: Development and Change.
Frederickson. 1994. Administrasi Negara Baru. Jakarta: LP3ES.
Henry, Nicholas. 1975. Public Administration and Public Affairs. Englewood Cliffs, New Jersey: Pretice Hall, Inc.
Kartasasmita, Ginandjar. "Perkembangan Pernikiran mengenai Administrasi Pembangunan", download dari www.ginandiar.com
Kartono, Drajat Tri.2006. "Reformasi Administrasi: Dari Reinventing ke Pesimisme". Dalarn Jurnal Spirit Publik, Volume 2, No. 1, April.
Perry, James L. (ed). 1996. Handbook of Public Administration, Second Edition. California: Jossey-Bass Inc.
Thoha, Miftah. 2005. Dimensi-dimensi Prima 11mu Administrasi Negara. Jakarta: PT, RajaGrafindo Perkasa.
38
MERUMUSKAN FORMAT KEBUDAYAAN NASIONAL
DENGAN MEMAHAMI KEANEKARAGAMAN
BUDAYA LOKAL
(Sunda sebagai sebuah kasus)
Ujian Akhir Semester I
Mata Kuliah :
ENTITAS BUDAYA LOKAL
Tahun Akademik 2004 / 2005
Dosen :
Prof. Kusnaka Adimihardja, Drs., Ph.D
39
MANAJEMEN PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ADMINISTRASI
Mata Kuliah
TEORI ADMINISTRASITahun Akademik 2008/2009
DosenProf Dr. H. Tjahjo Sutisnawidjaja,M.S
Oleh :EUIS SURYATI
Oleh : AGUS MULYADIEUIS SURYATIWARTIKA BETTY LISDA RIAFIRMAN FAHURAHMAN
UNIVERSITAS PASUNDANPROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU ADMINISTRASIBANDUNG
2008
40