Download - Materi Overview Pph (Pajak Penghasilan)
MANAJEMEN PERPAJAKAN
OVERVIEW PAJAK PENGHASILAN
Disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Manajemen Perpajakan
Disusun Oleh : KELOMPOK 2
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
NAMA NIM
Desi Farida Indriani 12030114220053
Erdhina Putri Riyanti 12030114220045
Nalal Muna 12030114220048
Wulandari 12030114220050
Overview Pajak Penghasilan (PPh)
Subjek Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan
penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Subjek PPh meliputi :
1. Orang pribadi
2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;
3. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif dan bentuk usaha tetap.
4. Bentuk usaha tetap (BUT)
Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi
yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua
belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat
berupa:
a. tempat kedudukan manajemen;
b. cabang perusahaan;
c. kantor perwakilan;
d. gedung kantor;
e. pabrik;
f. bengkel;
g. gudang;
h. ruang untuk promosi dan penjualan;
i. pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
1
l. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
n. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
p. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan
usaha melalui internet.
Tidak termasuk Subjek Pajak Penghasilan
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik, dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara
asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama-sama mereka
3. Organisasi-organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan dengan syarat tertentu
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan
Objek Pajak Penghasilan
Adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk:
1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam Undang-
Undang Pajak Penghasilan
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
2
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya karena
pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota ;
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
atau pengambilalihan usaha;
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan,
kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak
penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam
perusahaan pertambangan.
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya;
6. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
7. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ;
8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak;
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari WP
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
19. Surplus Bank Indonesia.
3
Objek Pajak PPh Final
1. Bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya
2. Penghasilan berupa hadiah undian
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, serta
5. Penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Tidak Termasuk Objek Pajak
1. Bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia
2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau
pengusaha kecil termasuk koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan kecil yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan
3. Warisan
4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
sebagai pengganti penyertaan modal
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, wajib Pajak yang
dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh
6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi
beasiswa;
7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
Dalam Negeri, koperasi, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
4
a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b. bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25%
(dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan , baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan
di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan; dan
b. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, yaitu:
a. Diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang
terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri;
b. Tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direksi atau
pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa;
c. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah,
biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil,
biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan
daerah lokasi tempat belajar;
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan bidang pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
5
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut;
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Peenyelenggara jaminan Sosial
kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
--00-
Pajak Penghasilan Pasal 21
Adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Pemotong PPh Pasal 21
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah
3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan
badan-badan lainnya;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi
dengan status subjek pajak luar negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang;
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan;
Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. Pegawai;
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
6
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati,pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman
lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator,
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik, computer dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial, serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi;
l. distributor multilevel marketing atau direct selling;dan kegiatan sejenisnya.
4. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaanya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. peserta kegiatan lainnya.
Penerima Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan
orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat
tinggal bersama mereka, dengan syarat :
a. bukan Warga Negara Indonesia; dan
7
b. di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri
Keuangan sepanjang bukan Warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.
Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenis;
4. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
5. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
1. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;
2. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib
Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit).
8
3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua
kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
5. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan formal/nonformal yang
terstruktur baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Penerapan PPh Pasal 21
1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, bukan pegawai yang memiliki NPWP dan
menerima penghasilan secara berkesinambungan dalam 1 (satu) tahun dikenakan tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak
(PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
a. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan
bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan); dikurangi
iuran pensiun, Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
b. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari
penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,00 setahun atau Rp 200.000,00 sebulan)
dikurangi PTKP.
c. Bukan Pegawai yang memiliki NPWP dan menerima penghasilan secara
berkesinambungan: 50 % dari Penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
2. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak
berkesinambungan: 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan
yang tidak berkesinambungan;
3. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan dikenakan tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a dikalikan dengan jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran
yang bersifat utuh dan tidak dipecah
4. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain
yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh
Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan
9
kepada PNS Gol. IId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I
kebawah.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan tidak kena pajak adalah batas penghasilan yang tidak dikenakan pajak untuk
wajib pajak orang pribadi sesuai dengan jumlah tanggungan keluarganya.
Wajib Pajak Pribadi Rp 2.025.000
Tambahan untuk Wajib Pajak Menikah Rp 168.750
Tambahan utuk WP yang memiliki tanggungan (max 3) Rp 168.750
Istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan
suami
Rp 2.025.000
Tarif Penghasilan Kena Pajak
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,- 15%
di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,- 25%
di atas Rp 500.000.000,- 30%
-00-
Pajak Penghasilan Pasal 26
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Pemotong PPh Pasal 26
1. Badan Pemerintah;
2. Subjek Pajak dalam negeri;
10
3. Penyelenggara Kegiatan;
4. BUT;
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Tarif dan Objek PPh Pasal 26
1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri berupa :
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :
a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company yang didirikan atau
bertempat kedudukan di negara yang memberikan perlindungan pajak yang
mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau BUT di Indonesia;
4. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan.
Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21/26
1. PPh pasal 21/26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 21/26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 21/26
rangkap 3:
a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
11
b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 21/26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 21/26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling
lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
-00-
Pajak Penghasilan Pasal 22
Adalah pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik pusat maupun
daerah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu
untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain.
Undang-Undang PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam
tahun berjalan oleh WP atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa,
pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non-APBN/APBD, dan
penjualan barang yang sangat mewah.
Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang bersifat final dan tidak final. PPh Pasal 22 yang
bersifat tidak final saja yang bisa dikreditkan dari total PPh Terutang pada akhir tahun.
Pemungut Pajak
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010, pemungut PPh Pasal 22
adalah :
1. Bank devisa dan Direktorat Jendral Bea dan Cukai, atas impor barang.
2. Bendahara pemerintah dan kuasa pengguna anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, dan
lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang.
12
3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang
persediaan (UP)
4. Kuasa pengguna anggaran (KPA) atau pejabat penerbit surat perintah membayar yang
diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan
dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, kertas, baja, dan
otomotif yang ditunjuk oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas, atas penjualan BBM,
gas, dan pelumas.
7. Industri dan ekspotir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala KPP atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Tarif PPh Pasal 22
Pemungut Objek Pajak Tarif Dasar Pengenaan Pajak
Bank devisa dan Ditjen Bea dan Cukai Impor barang
2,5% (dengan API)
Nilai impor7,5% (tanpa API)0,5% (kedelai, gandum, terigu dengan API)7,5% (yang tidak dikuasai) Harga jual lelang
Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Pembayaran atas pembelian 1,5%
Harga Beli
Bendahara Pengeluaran
Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP)
1,5%
KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA
Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS)
1,5%
Industri dan eksportir (kehutanan, pertanian, perkebunan, dan
Pembelian dari pedagang pengumpul
0,25%
13
perikanan)
Produsen atau importir BBM, Gas, dan pelumas
Penjualan BBM dan Gas
0,25% BBM SPBU Pertamina
Penjualan0,3% BBM SPBU Non-Pertamina0,3% BBG0,3% Pelumas
Industri-Industri Tertentu
Penjualan hasil produksi di dalam negeri
0,25 % Semen
DPP PPN0,1% Kertas0,3% Baja0,45% Otomotif
WP Badan yang melakukan penjualan Barang Sangat Mewah
Penjualan Barang Mewah 5% Harga Jual
Catatan : Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 22.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas
(SKB).
2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai;
dilaksanakan oleh DJBC.
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang
jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah.
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas
untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah
diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian yang memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.
14
Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea
Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal
22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor
Barang (PIB);
2. Atas pembelian barang (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat
SPM) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;
3. Atas penjualan hasil produksi (industri semen, kertas, baja, dan otomotif) terutang dan
dipungut pada saat penjualan;
4. Atas penjualan hasil produksi (BBM, gas, dan pelumas) dipungut pada saat penerbitan
Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order);
5. Atas pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul terutang dan dipungut pada
saat pembelian.
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22
1. Pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh importir yang bersangkutan atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke
Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
2. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang oleh pemungut pajak
(bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat penerbit SPM) wajib
disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah
diisi atas nama rekanan serta ditandatangani oleh pemungut pajak.
3. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan
pelumas, dan penjualan hasil produksi industri semen, industry kertas, industri baja, dan
industri otomotif, wajib disetor oleh pemungut ke Kas Negara melalui Kantor Pos, Bank
Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak.
4. Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
15
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan wajib disetor oleh pemungut ke Kas
Negara melalui Kantor Pos, Bank Devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
5. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importer, Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai, dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada poin 2, 3 dan 4 subbab
“Pemungut Pajak” (bendahara pemerintah, KPA, bendahara pengeluaran, pejabat
penerbit SPM) menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai Bukti
Pemungutan Pajak.
6. Pemunguta pajak sebagaimana dimaksud pada poin 5, 6, dan 7 pada subbab
“Pemungutan Pajak” (badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha tertentu; produsen
atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas; industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan) wajib
menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu:
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak (pembeli/pedagang pengumpul);
b. lembar kedua sebagai lempiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
7. Pemungut pajak wajib melaporkan hasil perhitungan pemungutannya dengan menggukan
Surat Pemberitahuan Masa ke Kantot Pelayanan Pajak.
-00-
Pajak Penghasilan Pasal 23
Pemotongan dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 adalah:
1. Badan pemerintah.
2. Subjek pajak badan dalam negeri.
3. Penyelenggara kegiatan.
4. Bentuk Usaha Tetap.
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
16
6. Orang Pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang telah mendapatkan
penunjukkan dari Dirjen pajak sebagai pemotong pph pasal 23. Sebagaimana diatur
dalam keputusan Dirjen pajak No. KEP-50/PJ/1994 meliputi:
a. Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan yang melakukan
pekerjaan bebas.
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
Penerima penghasilan yang dipotong pph pasal 23 adalah:
1. Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan).
2. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal 23
1. Dividen.
Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
a. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apa pun.
b. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor.
c. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus
yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
d. Pembagian laba dalam bentuk saham.
e. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
f. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan.
g. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah.
h. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
i. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi.
j. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.
17
k. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi.
l. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
Premium terjadi apabila, misalnya surat obligasi dijual di atas nilai nominalnya,
sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dijual di bawah nilai nominalnya.
3. Royalti
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan
atas:
a. Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta dibidang kesusastraan, kesenian
atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia,
merek dagang atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa
lainnya.
b. Penggunaan atau hak menggunakan peralatan/ perlengkapan industrial, komersial,
ilmiah.
c. Pemberian pengetahuan atau informasi dibidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial.
d. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan
atau hak menggunakan hak-hak di atas, berupa:
- Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa
- Penggunaan hak atau menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau
keduanya, untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui
satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa.
- Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio
komunikasi.
e. Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films),
film, atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
f. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
18
4. Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya.
Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong pph pasal 21
ayat (1) huruf e, yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam
negeri orang pribadi yang berasal dari penyelenggaraan kegiatan sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak termasuk dalam pengertian hadiah atau
penghargaan yang dikenakan pph adalah hadiah langsung dalam penjualan barang
atau jasa sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa
diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat
pembelian barang atau jasa.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai pph
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) undang-undang pph.
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain.
Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain, selain jasa yang telah dipotong pph sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 21 undang-undang pph.
Penghasilan yang Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak
opsi;
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP
dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
2. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
19
3. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
4. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
5. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa
keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.
Tarif dan Dasar Pemotongan PPh Pasal 23
1. 5% dari jumlah bruto atas:
a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi dikenakan final, bunga,
dan royalti;
b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.
3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan
jasa konsultan dan jasa lainnya.
Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23
1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk
dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi
terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan
takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23 bertepatan dengan
hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
20
Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak
Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.
-00-
Pajak Penghasilan Pasal 24
Adalah perhitungan pajak yang dibayar di luar negeri yang dapat dikreditkan atau
dikurangkan dengan Pajak Penghasilan akhir tahun di Indonesia.
a. Apabila orang atau badan memperoleh penghasilan dari luar negeri, maka akan
dipotong pajak di luar negeri di negara mana penghasilan tersebut diperoleh
b. Penghasilan yang diperoleh di luar negeri pada akhir tahun harus dijumlah dengan
penghasilan yang diperoleh di Indonesia, untuk dikenakan pajak di Indonesia.
c. Karena penghasilan dari luar negeri digabung dengan penghasilan di Indonesia, maka
pajak di luar negeri dapat dikurangkan dengan pajak akhir tahun di Indonesia.
d. Pajak yang dibayar di luar negeri tidak dapat langsung dikurangkan seluruhnya, akan
tetapi harus dihitung dahulu dengan pajak yang terutang akhir tahun di Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PPh Pasal 24.
Cara menghitung PPh Pasal 24 :
a. Hitung seluruh penghasilan (dari luar negeri dan dalam negeri)
b. Hitung Pph terutang dari seluruh penghasilan
c. Hitung kredit pajak luar negeri maksimal
( Penghasilan neto luar negeri : Seluruh penghasilan neto ) x Pph terutang
d. Hitung pajak yang dibayar di luar negeri
e. Pph Ps. 24 = Pajak dari perhitungan poin c dibandingkan dengan pajak dari perhitungan
poin d, pilih yang lebih kecil.
-00-
21
Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
Definisi
Pajak penghasilan bersifat final adalah pajak penghasilan yang tidak dapat dikreditkan
(dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. Pajak penghasilan
yang bersifat final terdiri atas:
1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang Negara.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan
modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
5. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
PPh Atas Bunga dan Deposito Lainnya
Besarnya pph yang bersifat final yang dipotong adalah 20% dari jumlah bruto.
Dikecualikan Dari Pemotongan Pph
Tidak dilakukan pemotongan pph bersifat final, jika:
1. Bunga dari deposito/ tabungan/ SBI sepanjang jumlah deposito/tabungan/SBI tidak
lebih dari Rp. 7.500.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
2. Bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
3. Bunga deposito/ tabungan/ diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana pension
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya
22
diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan
sangat sederhana atau rumah sususn sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku
untuk dihuni sendiri.
Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya pajak penghasilan atas bunga obligasi adalah:
1. Bunga dari obligasi dengan kupon sebesar:
a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan
b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda bagi wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).
2. Diskonto dari obligasi dengan kupon sebesar:
a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan
b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda bagi wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Dari selesih lebih harga jual atau nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan.
3. Diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar:
a. 15% bagi wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan
b. 20% atau sesuai dengan tariff berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda bagi wajib pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Dari selisih lebih harga jual atau nominal di atas harga perolehan obligasi.
4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh wajib pajak
reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan,
sebesar:
a. 0% untuk tahun 2009-2010.
b. 5% untuk tahun 2011-2013.
c. 15% untuk tahun 2014 dan seterusnya.
Dalam hal terdapat diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan obligasi,
diskonto negatif atau rugi tersebut dapat diperhitungkan dengan penghasilan
bunga berjalan.
23
Dikecualikan Dari Pemotongan Pph
Tidak dilakukan pemotongan pph bersifat final atas bunga obligasi yang diterima oleh:
1. Wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentuknya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan.
2. Wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di
Indonesia.
Bunga simpanan yang dibayarkan koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi
Atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di
Indonesia kepada anggota koperasi orang pribadi dikenai pph yang bersifat final.
Tarif pajak
Besarnya pph adalah:
a. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp. 240.000 per bulan,
atau
b. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
Rp. 240.000 per bulan.
Hadiah Undian
Penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan
melalui undian.
Pengecualian objek pajak
Tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan pph adalah adalah
hadiah langsung dalam penjualan barang atau jasa sepanjang diberikan kepada semua
pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan hadiah tersebut diterima langsung oleh
konsumen akhir pada saat pembelian barang atau jasa.
Tarif pajak
Hadiah undian dikenakan ppg sebesar 25% dari jumlah bruto hadiah atau nilai pasar hadiah
berupa natura dan bersifat final.
24
Transaksi Saham dan Sekuritas Lainnya
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan
saham di bursa efek.
Tarif pajak
1. Besarnya tarif pph adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan.
2. Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan pph sebesar 0,5% dari nilai saham
perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996, sedangkan setelah 1 Januari
1997, ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana.
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan.
Tarif pajak
1. Selain wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sebesar 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan tersebut.
2. Bagi wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan:
a. 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan rumah sederhana dan
rumah susun sederhana.
b. 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk pengalihan lainnya.
Usaha Jasa Kontruksi
Atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi dikenakan pph yang bersifat final.
Tarif
Wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menerima penghasilan dari jasa
kontruksi dikenakan pph sebagai berikut.
Bentuk Usah Klasifikasi usaha Tarif
Pelaksana
kontruksi
Memiliki kualifikasi
Kecil 2% dari penerimaan pembayaran tidak
termasuk PPN
Menengah dan Besar 3% dari penerimaan pembayaran tidak
25
termasuk PPN
Tidak memiliki kualifikasi
- 4% dari penerimaan pembayaran tidak
termasuk PPN
Perencanaan
dan Pengawasan
Memiliki kualifikasi
Kecil, Menengah, dan Besar 4% dari penerimaan pembayaran tidak
termasuk PPN
Tidak memiliki kualifikasi
- 6% dari penerimaan pembayaran tidak
termasuk PPN
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan/ atau bangunan berupa tanah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran,gudang pertokoan, atau gedung pertermuan
termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang, dan bangunan industri.
Tarif pajak
Besarnya pph yang terutang bagi wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah adalah 10% dari jumlah bruto
nilai persewaan tanah dan bangunan.
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran
bruto tidak melebihi Rp. 4.800.000.000, dikenakan pph yang bersifat final.
Tarif pajak
Besarnya tarif pph yang bersifat final adalah 1% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan.
-00-
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25
26
Definisi
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP
untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan (Firtriandi dkk., 2010, hlm. 173).
Menghitung Angsuran Bulanan
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak (WP) untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan (PPh) yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan :
1. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan 23, serta
Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dan;
2. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam
bagian tahun pajak.
Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara
berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan
usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan harta, dan/atau modal, kecuali penghasilan yang telah
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur
adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan
dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan
usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.
Besarnya PPh Pasal 25 dalam hal WP memperoleh penghasilan tidak teratur adalah
sebesar PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan PPh dikurangi dengan PPh yang
dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi dua belas atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Dasar penghitungan PPh adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi
dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT tersebut.
27
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun yang Lalu Disampaikan setelah Lewat Batas
Waktu yang Ditentukan
Apabila SPT tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
(selambat-lambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak), maka besarnya PPh 25 dihitung
sebagai berikut.
1. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT Tahunan sampai dengan
bulan sebelum disampaikannya SPT Tahunan tersebut adalah sama dengan besarnya
PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara.
2. Setelah WP menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan, besarnya PPh Pasal 25
dihitung kembali sebagai berikut.
a. Sebesar PPh yang terutang menurut SPT Tahunan PPh yang lalu dikurangi dengan
PPh yang dipotong dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar
negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh,
dibagi dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku
surut mulai bulan batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
b. Dalam hal WP berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal WP memperoleh
penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi WP yang berhak atas kompensasi
kerugian atau bagi WP memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah
diuraikan di atas. Penghitungan kembali tersebut berlaku mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh, yaitu tiga bulan setelah akhir tahun pajak.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada
poin 2 diatas, lebih besar dari PPh Pasal 25 yang dihitung mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan sampai dengan bulan disampaikannya SPT Tahunan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud pada poin 1 diatas, maka atas kekurangan setoran PPh
Pasal 25 terutang Bungan sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25
dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
Wajib Pajak Diberikan Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan
a. Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sampai dengan bulan sebelum disampaikannya SPT tersebut adalah sama dengan
28
besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT sementara yang disampaikan
WP pada saat mengajukan permohonan izin perpanjangan.
b. Setelah WP menyampaikan SPT PPh, besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT tersebut dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1) Menurut SPT Tahunan PPh yang lalu dikurangi dengan PPh yang dipotong
dan/atau dipungut serta PPh yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, 22, 23, dan 24 UU PPh, dibagi dua belas
atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak yang berlaku surut mulai bulan
batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh.
2) Dalam hal WP berhak atas kompensasi kerugian atau dalam hal WP memperoleh
penghasilan tidak teratur, maka besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi WP yang berhak atas kompensasi
kerugian atau bagi WP memperoleh penghasilan tidak teratur sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 yang dihitung kembali sebagaimana dimaksud pada
poin 2 diatas, lebih besar dari PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada poin 1 di atas, maka
kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang bunga sesuai ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang-
Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak
jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25 dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal
penyetoran.
Wajib Pajak Membertulkan Sendiri SPT Tahunan PPh yang Mengakibatkan Angsuran
Bulanan Lebih Besar dari Angsuran Bulanan Sebelum Pembetulan
Besarnya PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan Pembetulan
tersebut dengan memperhatikan ketentuan kompensasi dan ketentuan penghasilan tidak
teratur dan berlaku surut mulai bulan batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
Tahunan.
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih besar dari PPh
Pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kekurangan setoran PPh Pasal 25 terutang
bunga sesuai ketentuan pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, untuk jangka waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 25
dari masing-masing bulan sampai dengan tanggal penyetoran.
29
Apabila besarnya PPh Pasal 25 setelah pembetulan SPT Tahunan lebih kecil dari Pph
25 sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh Pasal 25 dapat
dipindahbukukan ke PPh Pasal 25 bulan-bulan berikut setelah penyampaian SPT Tahunan
Pembetulan.
Terjadi Perubahan Keadaan Usaha atau Kegiatan Wajib Pajak
Apabila sesudah tiga bulan atau lebih berjalannya suatu tahun pajak, WP dapat
menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk suatu tahun pajak tersebut kurang dari 75
persen dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25, WP
dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya PPh Pasal 25 secara tertulis kepada
Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar.
Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh 25 harus disertai dengan
penghitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan
diterima atau diperoleh dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun
pajak yang bersangkutan.
Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat permohonan
WP, Kepala Kantor Pelayanan WP tersebut dianggap diterima dan WP dapat melakukan
pembayaran PPh Pasal 25 sesuai dengan penghitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa
dari tahun pajak yang bersangkutan.
Sebaliknya apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari seratus lima puluh
persen dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh Pasal 25,
besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang bersangkutan
harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh yang terutang tersebut oleh WP
sendiri atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat WP terdaftar.
Besarnya Angsuran PPh dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh
WP Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, BUMN, BUMD, WP Masuk
Bursa, dan WP Lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan
Keuangan Berkala Termasuk WP Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
PPh Pasal 25 Bagi WP Baru
30
WP Baru adalah WP orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh
penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan.
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk WP Baru adalah sebesar PPh yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi
dua belas. Penghasilan neto adalah :
1. Dalam hal WP menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung
besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan
pembukuannya.
2. Dalam hal WP hanya menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan, tetapi dari
pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan,
penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
atas peredaran atau penerimaan bruto.
Untuk WP OP baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang disetahukan dikurangi terlebih
dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Dalam hal WP baru berupa WP badan
yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala, besarnya angsuran PPh Pasal 25
adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi
fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi dua belas.
PPh Pasal 25 bagi WP Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
Adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24
yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
PPh Pasal 25 bagi WP BUMN dan BUMD
Adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang
bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan
pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang
dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
31
Dalam hal RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk
bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan
terakhir tahun pajak sebelumnya.
PPh Pasal 25 Bagi WP Masuk Bursa dan WP Lainya yang Berdasarkan Ketentuan
Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala
Adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi
fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan di kurangi dengan
pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22, 23, dan 24 yang dibayarkan atau terutang di luar
negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi dua belas.
PPh Pasal 25 Bagi WP Orang Pribadi (WP OP) Pengusaha Tertentu
WP OP Pengusaha Tertentu adalah WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha. Pedagang
pengecer adalah orang pribadi yang melakukan penjualan barang baik secara grosir maupun
eceran dan/atau penyerahan jasa melalui suatu tempat usaha.
Besarnya PPh Pasal 25 untuk WP OP Pengusaha Tertentu, ditetapkan sebesar 0,75
persen dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha.
-00-
Pajak Penghasilan Pasal 15
Pasal ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk menghitung
penghasilan neto dari WP tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan Pasal 16
ayat (1) atau (3) Undang-Undang PPh ditetapkan Menteri Keuangan (Direktorat Jenderal
Pajak, 2008).
Untuk menghindari kesukaran dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi golongan WP tertentu, berdasarkan pertimbangan praktis, atau sesuai dengan kelaziman
pengenaan pajak dalam bidang-bidang usaha tersebut, Menteri Keuangan diberi wewenang
untuk menetapkan Norma Penghitungan Khusus guna menghitung besarnya penghasilan neto
dari WP tertentu tersebut. Norma Penghitungan Khusus untuk golongan WP tertentu, antara
lain :
32
1. Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional;
2. Perusahaan asuransi luar negeri;
3. Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi;
4. Perusahaan dagang asing;
5. Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (build,
operate, and transfer/BOT).
Pajak Penghasilan Atas Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri
Dasar Hukum
1. Pasal 15 Undang-Undang PPh
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996.
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.
Subjek Pajak
Subjek pajak perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri adalah perusahaan
pelayaran /penerbangan yang bertembapt kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha
melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Objek Pajak
Penghasilan dari pengangkutan orang dan/atau barang yang diterima oleh WP perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha
Tetap (BUT) di Indonesia.
Tarif Pajak
Tarif pajaknya adalah sebesar 2,64 persen dari peredaran bruto dan bersifat final.
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
atau yang diterima atau diperoleh WP Perushaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar
Negeri dari pengangkutan orang dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar
negeri.
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian carter, maka pihak yang
membayar atau pihak yang mencarter wajib :
33
a. Memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai
pengganti;
b. Memberikan bukti pemotongan PPh atas penghasilan perusahaan pelayaran dan/atau
penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan,
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan.
2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain yang dimaksud pada huruf a di atas, maka WP
perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri wajib :
a. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (final);
b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan.
Pajak Penghasilan atas Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
Dasar Hukum
1. Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996
3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.
Objek Pajak
Penghasilan yang diterima berdasarkan perjanjian carter dari pengangkutan orang
dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Subjek Pajak
34
Subjek Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah perusahaan penerbangan yang
bertempat kedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
carter/sewa. Yang dimaskud dengan perjanjian carter meliputi semua bentuk carter, termasuk
sewa ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang (space charter).
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 15 atas Penghasilan bagi WP Perusahaan Penerbangan
Dalam Negeri adalah 1,8 persen dari peredaran bruto dan tidak bersifat final. Pembayaran
pajak penghasilan yang dimaksud merupakan kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Peredaran bruto bagi WP perusahaan penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan
atau nilai pengganti berupa uang atau nilai yang diterima atau diperoleh WP berdasarkan
perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan
ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar
negeri.
Pemotongan dan Pelaporan
Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang
pencarter tersebut adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, Bentuk Usaha Tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya. Pemotongan
dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai pengganti. Atas
pemotongan PPh tersebut pencarter wajib :
1. Memberikan bukti pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;
2. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau
nilai pengganti, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
3. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke kantor pelayanan pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan atau nilai nilai pengganti.
35
Pajak Penghasilan Atas Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Dasar Hukum
1. Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996
Objek Pengenaan PPh
Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau
barang, termasuk penyewaan kapal yang dilakukan dari :
1. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
2. Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
3. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
4. Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia.
Subjek Pajak
Adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan kapal yang didaftarkan baik di Indonesia
maupun luar negeri atau dengan kapal pihak lain.
Tarif Dasar dan Pengenaan Pajak
Adalah sebesar 1,2 persen dari peredaran bruto dan bersifat final. Peredaran bruto adalah
semua imbalan dari pengangkutan (orang dan/atau barang), termasuk penyewaan kapal, yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau
sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
Tata Cara Pelunasan, Pemotongan, dan Pelaporan
Pelaporan PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut.
1. Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau carter dengan
pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib :
a. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti;
36
b. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dalam
Negeri (Final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan.
c. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-
lambatnya sepuluh bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
d. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya imbalan, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan Lembar ke-2 Bukti
Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri (Final).
2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada poin a, maka Wajib
Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib :
a. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikut setalah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
b. melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan berikut setalah bulan diterima atau diperolehnya
penghasilan.
37
REFERENSI
Halim, Bawono, dkk. 2014. Perpajakan; Konsep, Aplikasi, Contoh, dan Studi Kasus.
Penerbit Salemba Empat.
38