Download - maternitas makalah
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak
perubahan baik perubahan fisik maupun psikologi. Secara fisik, tubuh ibu
mengalami perubahan yang signifikan sampai kondisi tersebut kembali seperti
pada saat sebelum hamil. Secara psikologi, proses menjalin kembai hubungan
antar-anggota keluarga serta hubungan kasih saaing akan meningkat seiring saat
klien dan anggota keluarga lainnya melibatkan bayi yang baru ke dalam
kehidupan mereka.
Perubahan psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan
terbagi dalam tiga fase yaitu fase taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat
dirinya sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama
persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari, fase taking hold dimana pada fase
ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5 minggu dan
yang terakhir fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya
adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali
bekerja mengurus hal-hal lain. Perubahan tersebut merupakan perubahan yang
normal terjadi pada seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, perubahan
tersebut berbeda-beda pada setiap ibu. Selain perubahan piskologi yang normal,
ibu juga bisa mengalami perubahan psikologi abnormal pada periode pascapartum
atau gangguan psikologi pascapartum.
1
Gangguan psikologi pascapartum biasanya dibagi menjadi tiga kategori yaitu
postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis,
dan psikosis pascapartum. Sekitar 30% hingga 75% wanita mengalami
postpartum blues selama periode pascapartum. Postpartum blues dapat terjadi
sejak hari pertama pascapersalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan
memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu
14 hari atau dua minggu setelah persalinan. Secara definisi postpartum blues
dibatasi oleh waktu dan bersifat ringan. Gejala postpartum blues antara lain sering
menangis, depresi, kelemahan, suasana hati yang labil, bingung, sering lupa,
gelisah, gangguan tidur, dan gangguan nafsu makan. Beberapa wanita biasanya
mengungkapkan perasaan negatif mereka tentang bayinya.
Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang
bisa berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak
tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah
menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit. Selain itu, bila
kondisi postpartum blues ini tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi
pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah persalinan.
Penatalaksanaan postpartum blues bersifat individual meliputi pemberian
dukungan dan penyuluhan mengenai perasaan normal yang alamiah dirasakan
oleh ibu. Memberi kesempatan bagi ibu untuk menceritakan pengalamannya
selama bersalin pada beberapa hari pertama setelah melahirkan dapat menurunkan
angka terjadinya ansietas dan depresi pascapartum.
Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai sekarang belum diketahui.
Namun, karena waktu terjadinya postpartum blues bersamaan dengan penurunan
2
kadar hormon estrogen dan progesteron maka kemungkinan perubahan kadar
hormone ini didugan menjadi penyebab terjadinya perubahan emosional
pascapartum. .
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui definisi postpartum blues
2. Mengetahui gejala postpartum blues
3. Mengetahui penyebab postpartum blues
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada ibu dengan postpartum blues
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Postpartum Blues
Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan,
biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua
minggu sejak kelahiran bayi. Dalam hal ini blues menampilkan tangisan singkat,
perasaan kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah,letih, pelupa dan tidak
dapat tidur (Hansen, 1990; Jones, 1990 dalam Bobak dkk, 2004). Berbagai studi
mengenai postpartum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup
tinggi dan sangat bervariasi antara 26-85%, yang kemungkinan disebabkan karena
adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan.
Saat ini postpartum blues yang sering juga disebut maternity blues atau baby
blues diketahui sebagai suatu sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan, dan ditandai dengan berbagai gejala.
Gejala-gejala ini mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan hilang
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari pascapartum.
2.2. Sejarah Postpartum Blues
Pascapartum atau masa nifas adalah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak dkk, 2004). Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester
keempat kehamilan. Pada periode ini perubahan psikologis kehamilan merupakan
episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi
4
dari seorang wanita yang mengalaminya. Sebagian besar wanita menganggap
bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrat yang harus dilalui tetapi sebagian lagi
mengganggap bahwa kehamilan sebagai peristiwa khusus yang sangat
menentukan kehidupan selanjutnya. Stres psikologis dan fisik yang terkait dengan
dengan kehamilan atau kewajiban baru sebagai ibu dapat juga mengakibatkan
krisis emosional (Affonso, 1984 dalam Bobak dkk, 2004).
Stres psikologis setelah melahirkan sudah diketahui sejak 460 tahun sebelum
Masehi, yang diungkapkan oleh Hippocrates. Penjelasan yang lebih lengkap
berkembang dari waktu ke waktu. Namun baru sekitar 15 tahun terakhir muncul
banyak informasi tentang postpartum blues setelah pada tahun 1875 Savage
menulis referensi di literature kedokteran tentang suatu keadaan disforia ringan
pascapersalinan yang disebut sebagai ‘milk fever ‘. Istilah milk fever digunakan
karena disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi (Zietraelmart, 2008).
2.3. Penyebab Postpartum Blues
Perubahan fisik dan emosional yang kompleks, memerlukan adaptasi
terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik
antara keinginan, kebanggaan yang berasal dari norma-norma sosial kultural dan
masalah saat kehamilan dapat menjadi pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai
dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Seorang wanita membutuhkan beberapa penyesuaian dalam menghadapi
aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu atau bulan pertama setelah
melahirkan baik dari segi fisik maupun psikologis. Sebagian wanita berhasil
menyesuaikan diri dengan baik, tetapi ada juga yang tidak berhasil sehingga
5
menimbulkan gangguan psikologis berupa gangguan emosional mulai dari yang
ringan sampai yang berat. Salah satu gangguan emosional tersebut adalah
Postpartum Blues.
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
a. Faktor hormonal.
Faktor hormonal ini berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,
progesteron, prolaktin dan estradiol yang terlalu rendah atau terlalu
tinggi. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh
pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek
supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang
bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam
suasana hati dan kejadian depresi.
b. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
c. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
d. Takut untuk memulai hubungan suami istri, karena anak akan
terganggu.
e. Latar belakang psikososial ibu tersebut seperti tingkat pendidikan, status
perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan
kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta ketidkadekuatan dukungan
sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).
f. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
6
g. Penyesuaian diri dengan lingkungan berhubungan dengan masa
peralihan ( Agus Setiono, 2008)
2.4. Gejala Postpartum Blues
Gejala – gejala postpartum blues tampak dari perubahan sikap seorang ibu
yang baru melahirkan. Manifestasi postpartum umumnya bersifat sementara
namun bisa berlanjut sampai 10 hari atau sedikit lebih lama. Gejala tersebut bisa
terjadi setiap saat pascapartum tetapi seringkali terjadi pada hari ketiga atau
keempat dan memuncak pada hari kelima sampai hari keempat belas pascapartum.
Gejala-gejala postpartum blues antara lain mudah tersinggung (iritabilitas),
menagis dengan tiba-tiba, sakit kepala, cemas yang berlebihan, suasana hati yang
labil, clouding of consciousness, gangguan selera makan, merasa tidak
bahagia,tidak mau bicara, mengalami gangguan tidur, tidak bergairah khususnya
terhadap hal-hal yang semula sangat diminatinya, sulit berkonsentrasi dan
membuat keutusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan bayi yang baru
dilahirkannya (Agus Sutiono, 2008).
Kennerley dan Gath pada tahun 1989 menjelaskan sebuah instrumen yang
dapat dipercaya dan sahih, yang mengukur tujuh gejala postpartum blues yaitu
perubahan mood, merasa rendah, cemas, merasa terlalu emosional, mudah
menangis, letih, dan bingung atau pikiran kacau.
2.5. Penatalaksanaan Postpartum Blues
Penanganan gangguan emosional postpartum pada prinsipnya sama dengan
penanganan gangguan emosional pada keadaan lain. Ibu yang mengalami
7
postpartum blues membutuhkan pertolongan berupa dukungan psikologis dan
pemenuhan kebutuhan fisik lainnya. Mereka membutuhkan waktu untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan yang mereka alami. Pada keadaan tertentu
mereka juga membutuhkan pengobatan dan istirahat. Bantuan dari teman dan
keluarga, sangat dibutuhkan untuk mengatur kembali kegiatan rutin sehari-hari
atau untuk menghilangkan beberapa kegiatan yang tidak sesuai dengan konsep
mereka tentang keibuan peran ibu dan perawatan bayi. Bila perlu diberi konseling
oleh psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Asuhan dan dukungan yang lebih awal dari perawat sangat penting dalam
membantu orang tua memahami bahwa kondisi postpartum blues hanya bersifat
sementara. Dukungan yang adekuat dari para petugas kesehatan dan pendidikan
kesehatan tentang proses kehamilan dan persalinan termasuk penyulit-penyulit
yang mungkin timbul pada masa-masa tersebut serta penanganannya sangat
penting.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada
dua cara yaitu:
1. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik
antara petugas kesehatan dengan si ibu dalam rangka kesembuhannya
dengan cara: memberi motivasi kepada pasien sehingga si ibu mampu
meredakan segala ketegangan emosinya dan dapat memahami dirinya.
2. Dengan cara peningkatan dukungan mental
Beberapa cara peningkatan dukungan mental yang dapat dilakukan oleh
keluarga diantaranya :
8
a. Suami membantu istrinya dalam mengerjakan pekerjaan rumah
seperti membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu
dan lain-lain.
b. Orang tua si ibu menemani si ibu dalam menghadapi kesibukan
merawat bayi.
c. Suami memahami permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya.
d. menganjurkan si ibu untuk bercerita dengan teman-temannya yang
baru saja melahirkan.
Selain hal diatas, penanganan pada Ibu postpartum blues dapat dilakukan
sendiri oleh si ibu, diantaranya dengan cara :
a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi.
b. Tidur ketika bayi tidur.
c. Berolahraga ringan akan membuat tubuh si ibu lebih rileks
d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurus bayi
f. Membicarakan rasa cemas kepada suami atau orang lain
g. Bergabung dengan kelompok ibu-ibu.
2.6. Asuhan Keperawatan Postpartum Blues
Asuhan Keperawatan yang diberikan kpada ibu yang mengalami postpartum
blues bersifat holistik meliputi perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya yaitu suami,
keluarga dan juga teman dekat si ibu.
9
2.6.1 Pengkajian
Pengkajian terhadap klien postpartum Blues meliputi :
A. Kondisi Maternal
Riwayat : Faktor yang mempengaruhi perubahan peran setelah melahirkan
Kondisi ibu
yang perlu dikaji pada kondisi ibu yaitu persalinan yang lama.
penggunaan obat sewaktu proses persalinan, proses melahirkan secara
normal atau cesar, komplikasi lain sewaktu melahirkan
Kondisi janin
Pengkajian kondisi bayi meliputi usia kehamilan, perawatan bayi di
ruangan Neonatal Intensive care Inut (NICU) untuk alasan tertentu dan
adanya kelainan fisik pada bayi
Faktor sosial ekonomi
Meliputi pendapatan keluarga dan kemampuan keluarga untuk membiayai
proses melahirkan
Faktor keluarga
Meliputi kualitas hubungan keluarga dengan ibu dan tuntutan dari saudara
bayi
Umur ibu saat mengandung
Pengalaman ibu sebelumnya dengan peran melahirkan
Usia ibu yang terlalu muda mengakibatkan informasi mengenai
perawatan bayi belum optimal sehingga menimbulkan
kecemasan ibu.
Usia ibu yang terlalu tua kemungkinan menghadapi konflik
dengan desakan keluarga untuk memperoleh anak sesegera
mungkin sebelum ia hamil.
Konflik yang berkaitan dengan perkembangan karier ibu: wanita
karier kemungkinan akan menghadapi kesulitan untuk menerima
perubahan peran menjadi seorang ibu dan keadaan ini
10
menimbulkan konflik pada diri ibu mengenai bayi, keluarga dan
pekerjaannya (Reeder dan Smith, 1997).
B. Postpartum blues
Riwayat : Biasanya terjadi setelah 3 hari pascapersalinan
Mengobservasi gejala-gejala, seperti Iritabilitas atau sifat mudah
tersinggung, kelelahan, bersedih/ menangis untuk alasan yang tidak jelas,
mengantuk, marah dengan kehadiran anggota keluarga termasuk bayi,
cemas dan gangguan suasana hati ( kondisi emosional yang berubah-
ubah)
C. Pemeriksaan tambahan
(1) Riwayat : Faktor yan mempengaruhi kedekatan ibu dan bayi
Faktor maternal
Meliputi pengalaman sebelumnya terhadap proses melahirkan, latar
belakang budaya ibu, status ekonomi ibu, status kehadiran bayi diinginkan
atau tidak diinginkan, tingkat kedewasaan ibu, keadaan semasa melahirkan
risiko tinggi melahirkan meliputi lama waktu berpisah antara ibu dan bayi
setelah melahirkan, kesehatan fisik ibu, tingkat pengetahuan ibu, dan
tingkat kesesuaian antara harapan ibu dengan keadaan bayi
Faktor bayi
Meliputi jenis kelamin, keadaan fisik bayi dan ada atau tidaknya kecacatan
pada bayi.
Faktor suami istri ( Orangtua bayi)
Meliputi usia, kedewasaan orang tua bayi, pengalaman sebelumnya
menjadi orang tua, kualitas hubungan antara suami istri, tingkat
kepedulian suami pada saat kehamilan dan melahirkan.
(2) Observasi perilaku kedekatan ibu dan bayi
Observasi sikap ibu dalam menerima kehadiran bayi, menyentuh dan
membelai bayi, memeluk bayi, tatapan/ pandangan ibu, bercanda dengan
bayi, mencium bayi.
11
Observasi sikap yang diperlihatkan bayi
Meliputi sikap yang memperlihatkan keadaan bayi, menangis,
tersenyum, celotehan si bayi, gerak tubuhnya seperti menggenggam
tangan, melihat dengan tersenyum
Sikap yang maladaptif dari masa pascamelahirkan
Meliputi komentar ibu yang negatif mengenai bayi, kekecewaan
mengenai jenis kelamin bayi, gengganan melihat bayi, keengganan
untuk menyentuh bayi, ketidakmampuan ibu untuk merespon sikap
bayi yang ingin dimanja, ketidakmampuan ibu untuk memanggil
nama bayi, membatasi dirinya untuk merawat bayi, ketidakmampuan
untuk mengetahui kebutuhan fisik bayi seperti memberi ASI.
2.6.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan menurut Smith & Mattson (2004)
adalah :
1. Resiko tinggi ketidakmampuan menjadi orang tua berkaitan dengan kegagalan
dalam menjalankan peran sebagai ibu.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional
yang tidak stabil pada ibu.
3. Resiko tinggi terganggunya psikologi ibu berkaitan dengan kegagalan dalam
pendekatan antara ibu dan bayi.
Sedangkan resiko potensial menurut Reeder dkk (1997) yaitu:
1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan penyebab, perjalanan dan
penanganan postpartum blues.
2. Perubahan peran sebagai orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi
fisik dan emosional (Reeder dan Martin, 1997).
12
2.6.3. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Dx. 1
Resiko tinggi ketidakmampuan
menjadi orang tua berkaitan
dengan kegagalan dalam
menjalankan peran sebagai ibu.
Kriteria hasil:
Klien tidak memperlihatkan tanda-
tanda penolakan terhadap kehadiran
bayi dan perannya sebagai ibu
sewaktu perawatan bayi hingga
jadwal pulang.
a. Berikan kebutuhan ibu pada fase taking in; berikan
kesempatan pada ibu untuk mengekspresikan
perasaan yang sedang dialaminya.
b. Ijinkan ibu untuk berpartisipasi dalam merawat
bayinya; tempatkan bayi dan ibu dalam ruangan yang
sama jika kondisinya memungkinkan.
c. Berikan asuhan keperawatan pada bayi jika ibu sangat
kelelahan untuk berpartisipasi.
d. Berikan pendidikan berhubungan dengan cara
perawatan fisik.
Ajari ibu teknik menyusui bayi.
Demonstrasikan dan awasi aktivitas fisik ibu
13
seperti tidur.
Diskusikan keadaan bayi yang normal dan cara
berkomunikasi dengan bayi
e. Lakukan follow-up kesehatan komunitas untuk
mengidentifikasi risiko dan menggalkan keinginan
untuk hamil; misalnya pada ibu yang:
Sudah berusia tua
Mempunyai dukungan sosial yang tidak adekuat
Gagal mempraktekkan keinginan merawat bayi
f. Follow up melalui telepon 2 hari setelah pemulangan
ibu untuk mengklarifikasi berbagai pertanyaan ibu.
Dx. 2
Resiko tinggi ketidakefektifan
koping individu berkaitan
kriteria hasil:
Klien mengungkapkan perasaannya
tentang perubahan perannya sebagai
a. Observasi dan catat perubahan mood ibu
b. Berikan lingkungan yang mendukung
c. Berikan kesempatan yang adekuat kepada ibu untuk
14
perubahan emosional yang tidak
stabil pada ibu
ibu. istirahat dan tidur.
d. Berikan ibu keringanan dalam merawat bayi
e. Mendidik pasangan klien atau orang yang sangat
penting tentang perilaku yang diharapkan.
f. Menenangkan ibu bahwa emosi yang negatif adalah
normal.
g. Berikan penanganan psikiatri yang tepat jika gejala
berlanjut menjadi depresi atau psikosis pascapartum.
Dx. 3
Klien menerima kehadiaran
bayi dan perannya sebagai ibu
Krtiteria hasil :
1. Kasih sayang yang positif antara
orang tua dan bayi yang dapat
diliha dari hubungan timbal
balik yang positif diantara orang
a. Berikan waktu untuk berinteraksi antara ibu dan bayi
segera setelah proses kelahiran dan kondisi bayi
mengijinkan
b. Berikan lingkungan yang mendukung untuk bertanya
dan mengekspresikan perasaan.
15
tua dan bayi.
2. Follow up kesehatan komunitas
dilakukan setelah hospitalisasi
jika tampak masalah yang
berhubungan dengan kasih
sayang antara orang tua dan
bayi.
c. Menganjurkan lebih cepat dan sering kontak skin-to-
skin dan eye-to eye antara ibu dan bayi .
d. Sediakan waktu yang cukup untuk memberikan
informasi kepada orang tua tentang kondisi bayi
mereka dan membantu mereka dalam perawatan.
e. Menganjurkan orang tua untuk berpartisipasi dalam
perawatan bayi.
f. Mengembangkan pendekatan tim untuk mendukung
dan memberikan semangat yang positif terhadap
interaksi ibu dan bayi.
g. Memberikan informasi tentang keadaan bayi setiap
hari jika bayi dirawat di NICU atau di rujuk ke
institusi lain.
16
BAB 3
KESIMPULAN
Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa
berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus
terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis,
cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit. Selain itu, bila kondisi
postpartum blues ini tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum
yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah persalinan.
Penanganan gangguan emosional postpartum pada prinsipnya sama dengan
penanganan gangguan emosional pada keadaan lain. Ibu yang mengalami
postpartum blues membutuhkan pertolongan berupa dukungan psikologis dan
pemenuhan kebutuhan fisik lainnya. Asuhan dan dukungan yang lebih awal dari
perawat sangat penting dalam membantu orang tua memahami bahwa kondisi
postpartum blues hanya bersifat sementara.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar: Keperawatan Maternitas (ed 4). Jakarta: EGC.
Cunningham, F.G. dkk.(2005). Obstetri Williams (edisi 21). Jakarta: EGC
Matson, S. & Smith, J.E. (2004). Core Curriculum Maternal – Newborn Nursing (3rd edition). USA: Eilsevier Saunders.
Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak- Griffin, D. (1997). Maternity Nursing: Family, Newborn, and Women’s Health Care (18th ed). Philadelphia: Lippincott.
Walsh, L.V. (2007). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.
Postpartum Blues. Diunduh tanggal 12 Oktober 2009 dari http://zietraelmart.multiply.com/journal/item/8/POST_PARTUM_BLUES .
Setiono, Agus. (2008). Bab 1 Tinjauan Pustaka Konsep Dasar Postpartum Blues. Diambil pada tanggal 8 Oktober 2009 dari http://agussutionopathy.blogspot.com/2008/05/bab-i-tinjauan-pustaka-konsep-dasar.html
18