3. PERANCANGAN BANGUNAN
3.1. Aplikasi Konsep Desain
Perancangan desain dari Graha PERHUTANI wilayah Cepu ini
mempunyai konsep desain yang turut berperan dalam proses perancangan.
Adapun penerapan konsep desain dalam perancangan bangunan dapat dilihat
melalui penjelasan di bawah ini :
a. Kenyamanan
Pada dasarnya pemilihan pendekatan dan pendalaman Arsitektur Hijau
merupakan perwujudan dari usaha untuk merealisasikan konsep desain
bangunan untuk mencapai kenyamanan bagi pengguna Graha PERHUTANI.
Karena keenam prinsip Arsitektur Hijau dipandang mampu untuk
membimbing proses pemikiran dan perancangan bangunan, sehingga tetap
konsisten terhadap konsep kenyamanan yang diinginkan. Adapun penerapan
keenam prinsip Arsitektur Hijau dapat dilihat pada subbab selanjutnya.
b. Keselarasan dengan alam dan sekitarnya
Konsep desain keselarasan dengan alam dan lingkungan sekitarnya
dalam perencanaan bangunan dicapai melalui penerapan prinsip – prinsip
Arsitektur Hijau, yang akan dijelaskan secara detail pada subbab selanjutnya.
Konsep desain keselarasan dalam perencanaan bangunan dimaksudkan
untuk merespon keberadaan bangunan lama yang berada di tengah tapak. Hal
ini terlihat pada pemakaian elemen – elemen bangunan lama pada bangunan
baru, yaitu bentuk atap pelana, bentuk setengah kuda – kuda yang memiliki
ciri khas, penyederhanaan bentuk jendela, dan lain – lain.
Pemakaian elemen – elemen bangunan lama ini digunakan untuk
memperkuat ciri khas yang ada, sehingga dengan demikian keberadaan
PERHUTANI semakin jelas dan nyata di mata masyarakat umum; karena
telah tampak nyata bukti keberadaan dari PT. PERHUTANI ( gabungan antara
Graha PERHUTANI dengan KPH Sorogo ). Selain itu pemakaian elemen –
elemen bangunan lama juga merupakan salah satu cara untuk memberikan
34
hubungan antara bangunan baru dengan bangunan lama, sehingga tercipta
kesatuan dan keselarasan di antara keduanya.
Gambar 3.1. Tampak Depan Graha PERHUTANI
Gambar 3. 2. Detail Kuda – Kuda KPH Sorogo
35
3.2. Aplikasi Konsep Pendalaman
3.2.1. Prinsip 1 : Konservasi Energi
Perancangan bangunan, prinsip konservasi energi diterapkan pada
penggunaan penghawaan alami untuk ruangan – ruangan selain kamar tidur dan
ruang serba guna, hal ini untuk menghindari beban panas tambahan pada
bangunan sebagai akibat dari beban panas AC. Pada daerah – daerah yang
menggunakan AC diberikan pembayangan berupa sunshading, ruang perantara,
dan selasar untuk mengurangi beban panas bangunan sebagai akibat dari sinar
matahari langsung, peletakan vegetasi juga dapat dimanfaatkan untuk
pembayangan ( vegetasi diletakkan di sekitar bangunan yang akan dibayangi,
contoh : cottage, kolam renang, selasar, fasilitas olah raga, dan lain – lain ).
Penggunaan dan perencanaan penggunaan penerangan alami di siang hari
pada setiap ruangan digunakan untuk mengurangi penggunaan energi penerangan
buatan pada waktu siang hari. Penerapannya dalam desain bangunan adalah
dengan membuat pembukaan – pembukaan yang lebar.
3.2.2. Prinsip 2 : Bekerja dengan Iklim
3.2.2.1. Matahari
Pada dasarnya dalam perancangan sebuah bangunan yang dihindari adalah
penambahan beban panas ke dalam ruangan sedangkan cahaya matahari dapat
dimanfaatkan sebagai pencahayaan alami.
Adapun cara – cara untuk mengurangi atau memanfaatkan pengaruh dari sinar
matahari yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
a. Pembukaan untuk memasukkan cahaya matahari sebagai pencahayaan alami.
b. Untuk menghalangi sinar matahari masuk ke dalam secara berlebih dapat
digunakan pengaturan – pengaturan lain sebagai berikut :
• Mengatur dari bagian dalam ( internal devides ) :
Penggunaan sekat pelindung, penggunaan tirai, pengaturan ruang dalam
( peletakan ruang duduk sebagai barrier panas dari area tempat tidur ).
36
Gambar 3. 3. Perhitungan Solar Chart Kamar A
Daerah yang harus dibayangi
Daerah yang dibayangi oleh alat pembayangan vertikal
Daerah yang harus dibayangi
Daerah yang dibayangi oleh alat pembayangan vertikal
37
Gambar 3. 4. Perhitungan Solar Chart Kamar B
Gambar 3. 5. Perhitungan Solar Chart Kamar C
Daerah yang harus dibayangi
Daerah yang dibayangi oleh alat pembayangan vertikal
38
Gambar 3.6. Perhitungan Solar Chart Kamar D
Gambar 3.7. Perhitungan Solar Chart Selasar Penginapan Lt.1
Daerah yang harus dibayangi
Daerah yang dibayangi oleh alat pembayangan vertikal
39
• Mengatur dari bagian luar ( external devides ) :
Penggunaan alat pembayangan baik vertikal maupun horizontal, ataupn
pemakaian elemen vegetasi sebagai alat pembayangan.
3.2.2.2. Pergerakan Udara
Perancangan bangunan yang digunakan dalam penyelesaian terhadap
pergerakan udara adalah sebagai berikut :
a. Pemanfaatan koridor sebagai ducting dari sirkulasi udara dalam bangunan.
40
Gambar 3.8. Ducting Saluran Udara
b. Peletakan penghalang – penghalang ( barrier ) untuk mengarahkan angin ke
dalam bangunan.
3.2.2.3. Hujan
Pada dasarnya yang dihindari dari hujan adalah kebasahan, kebanjiran, dan
kelembaban sebagai akibat dari hempasan air hujan. Dan untuk menanggulangi
akibat – akibat tersebut maka pada bangunan dirancang :
a. Atap memiliki kemiringan sebesar 30° untuk memperlancar jatuhnya air
hujan ke permukaan tanah.
b. Penggunaan teritis, selasar, dan pergola untuk mengurangi dan mencegah
pengaruh dari tempias air hujan.
Gambar 3.9. Teritis, Selasar, dan Pergola sebagai Penahan Tempias Air Hujan
41
c. Penutupan permukaan dengan penghijauan untuk mencegah terjadinya
pengikikisan oleh air hujan. Penghijauan ini terutama ditempatkan di bawah
atap yang tidak bertalang ( misal : selasar ).
d. Penyaluran air hujan dari talang menuju ke bak kontrol yang kemudian
dialirkan menuju saluran pembuangan yang berada di sekeliling tapak, hal ini
untuk menghindari terjadinya genangan air dalam tapak.
e. Untuk menghindari masuknya kelembaban masuk ke dalam bangunan di
gunakan trasram dan lapisan kedap air.
f. Bangunan semibasement menggunakan pompa untuk menanggulangi
terjadinya banjir, dan pada jalan masuk menuju semibasement diberi atap
untuk mencegah masuknya air hujan dan diberi jebakan air hujan yang
dialirkan menuju bak kontrol kemudian dipompa keluar.
3.2.2.4. Kelembaban Udara
Pada dasarnya ntuk mengatasi kelembaban tinggi dalam bangunan
diperlukan aliran udara untuk membawa kelembaban tersebut dari dalam
bangunan. Adapun respon perancangan bangunan terhadap kelembabab udara
yang tinggi sebagai akibat dari iklim tropis lembab adalah sebagai berikut :
a. Menciptakan daerah bertekanan rendah dan tinggi untuk mengalirkan udara ke
dalam bangunan.
b. pembukaan – pembukaan yang lebar pada bangunan sebagai inlet dan outlet
dari angin ke dalam bangunan.
c. Penggunaan trasram untuk mencegah masuknya kelembaban udara ke dalam
bangunan dan pengecatan dinding dengan cat atau selaput kedap air ( contoh :
lilin / parafin, semen PC dengan campuran tertentu, bahan silikon atau dengan
tir / flint coat ).
d. Dalam ruangan kamar mandi atau WC dibutuhkan lapisan – lapisan dinding
yang menolak uap air dan kelembaban dengan cat minyak, tir, tegel
porselen,dan keramik sebagai bahan penutup lantai dan dinding.
e. Untuk mengatasi kelembaban yang terjadi di daerah kamar mandi atau WC,
dimanfaatkan ruang antara plafond dan plat lantai di atasnya sebagai ducting.
42
Gambar 3. 10. Penyelesaian Desain terhadap Kelembaban Udara
3.2.3. Prinsip 3 : Minimalisasi Penggunaan Material Baru
Minimalisasi penggunaan material baru dalam perancangan bangunan
diterapkan dalam penggunaan material yang umum terdapat di lingkungan lokal,
yaitu beton bertulang untuk konstruksi utamanya, dan kayu jati untuk
penyelesaian detail dan interiornya. Selain itu digunakan struktur kolom balok
beton yang pengerjaannya dapat dilakukan oleh tenaga kerja lokal setempat tanpa
perlu mendatangkan tenaga kerja ahli dari luar daerah.
3.2.4. Prinsip 4 : Respek terhadap Pengguna
Pada kenyataanya pembahasan – pembahasan dalam pendalaman ini
bertujuan untuk kenyamanan manusia sebagai pengguna Graha PERHUTANI.
Adapun contoh wujud dan penghormatan terhadap pengguna adalah sebagai
berikut :
a. Peletakan pintu yang berselang – seling untuk menjaga privasi dan
mengurangi masuknya kebisingan.
Lapisan kedap
43
Gambar 3.11. Peletakan Pintu Kamar Penginapan
b. Penggunaan selasar – selasar berkanopi untuk kenyaman pengguna bangunan
dalam pencapaian antarbangunan. Dengan asumsi bahwa jika terjadi hujan
akan didahului dengan tanda – tanda alam ( mendung, gerimis, dan lainnya )
maka tidak semua pencapaian antarbangunan dibuat berkanopi.
44
Gambar 3. 12 Peletakan Selasar
c. Mengusahakan kenyamanan thermal. Kenyamanan thermal ini dicapai dengan
memberikan penghawaan buatan ( Air Conditioning ) pada kamar – kamar
penginapan, kamar – kamar cottage, dan ruang serba guna; ruang yang lainnya
menggunakan penghawaan pasif dengan membuat pembukaan yang lebar.
Pada kamar – kamar penginapan dan cottage diberi ruang perantara antara
pembukaan dan tempat tidur sehingga sinar matahari tidak jatuh mengenai
daerah aktivitas.
d. Peletakan lapangan – lapangan menghadap ke arah Utara dan Selatan untuk
menghindarkan pengguna lapangan dari silau matahari.
3.2.5. Prinsip 5 : Respek terhadap Tapak
Bentuk mnghormatan tapak pada perancangan bangunan Graha
PERHUTANI ini dapat dilihat pada :
a. Penataan massa bangunan yang membentuk 2 buah courtyard yang
menimbulkan ruangan – ruangan terbuka yang dimanfaatkan sebagai ruang
terbuka hijau yang ditata menyerupai hutan.
b. Memasukkan unsur alam ke dalam bangunan pembukaan – pembukaan yang
lebar dan selasar – selasar terbuka.
Selasar
45
Gambar 3. 13. Penerapan Respek terhadap Tapak
c. Ketinggian bangunan yang relatif sama sengan ketinggian pohon yang dipilih
( pohon jati, mahoni, kelapa, dan palem ) untuk lebih mendekatkan eksisting
bangunan terhadap alam dan lingkungan sekitarnya.
3.2.6. Prinsip 6 : Pendekatan Secara Menyeluruh
Penerapan dari usaha untuk memenuhi pendekatan secara menyeluruh
adalah dalam perencanaan pembayangan sinar matahari pada kamar penginapan .
Dalam perencanaan alat pembayangan matahari yang perlu diperhatikan adalah :
a. Lintasan matahari.
b. Orientasi terhadap lintasan matahari.
c. Besar bidang permukaan.
d. Waktu kegiatan atau kebutuhan terhadap view.
Selain itu untuk mengatasi masalah panas matahari dan tempias hujan dibuat
beranda untuk menahan tempias air hujan dan ruang duduk sebagai ruang
perantara untuk menahan sinar matahari yang masuk.
Selasar Kolam
46
Gambar 3. 14. Penerapan Pendekatan Secara Menyeluruh
3.3. Program Ruang
Berdasarkan fungsi bangunan sebagai Graha PERHUTANI, maka dapat
dilihat kebutuhan – kebutuhan ruang yang diperlukan untuk memenuhi fungsi
tersebut sebagai berikut :
a. Fasilitas penunjang kinerja karyawan PT. PERHUTAN ( PERSERO ) wilayah
Cepu.
• Ruang serba guna.
• Ruang pertemuan ( ruang pertemuan besar dan ruang pertemuan
kecil ).
b. Fasilitas penunjang wisata dan rekreasi.
Beranda Ruang duduk
47
• Fasilitas penginapan ( penginapan dan cottage ).
• Fasilitas rekreasi ( hutan buatan, restoran dan café, stan kerajinan kayu
bubutan, dan stasiun loko tour ).
• Fasilitas olah raga ( kolam renang, lapangan bulu tangkis, lapangan tenis,
lapangan terbuka serba guna ).
c. Pusat informasi PT. PERHUTANI ( PERSERO ) wilayah Cepu.
3.4. Sistem Sirkulasi dan Pencapaian 3.4.1. Sirkulasi antar Bangunan dalam Tapak
Skema 3. 1. Sirkulasi Antarbangunan
3.4.2. Sirkulasi Pengunjung Umum
Pengunjung umum pada bangunan Graha PERHUTANI ini dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis menurut kepentingannya yaitu :
a. Pengunjung penginapan
b. Pengunjung hall informasi
c. Pengunjung café dan restoran
d. Pengunjung ruang serba guna dan ruang pertemuan
e. Pengunjung fasilitas olah raga
f. Pengunjung stasiun loko dan stan kerajinan
48
Sirkulasi pengunjung dalam tapak sama seperti yang tergambar pada
skema sirkulasi antarbangunan di atas. Dari site entrance pengunjung dapat parkir
di tempat parkir yang dekat dengan tempat yang dituju. Dari tempat parkir
pengunjung dapat langsung menuju bangunan yang dicari atau dapat menikmati
fasilitas ruang luar yang ada ( hutan, sungai, kolam, dan taman ).
Sistem sirkulasi ini memungkinkan pengunjung umum dapat melihat –
lihat sekeliling Graha dengan leluasa. Hal ini dimaksudkan agar pengunjung
merasa nyaman dan serasa tidak dibatasi oleh sekat – sekat pemisah dan juga
untuk menumbuhkan kebersamaan antarpengunjung dalam Graha PERHUTANI,
karena dengan demikian mau tidak mau pengunjung akan saling berinteraksi satu
sama lainnya.
Untuk membatasi fungsi – fungsi bangunan yang lebih bersifat privat yaitu
penginapan dan fasilitas olah raga dengan massa – massa bangunan lainnya maka
dilakukan beberapa cara penyelesaian. Area penginapan hanya memiliki satu jalan
akses sehingga hanya terdapat satu jalan untuk keluar masuk, sedangkan untuk
cottage dirancang suatu perbedaan material dan lebar dari jalan. Sehingga secara
tidak langsung menjelaskan fungsi dari jalan yang berbeda. Pada fasilitas olah
raga fitness dan kolam renang akses masuk hanya dari satu arah sehingga
pengunjung yang tidak berkepentingan tidak dapat keluar masuk dengan bebas.
Sedangkan untuk fasilitas – fasilitas olah raga berupa lapangan dibatasi oleh
selasar setinggi dua lantai di mana selasar lantai satu untuk sirkulasi pengunjung
umum, dan selasar lantai dua digunakan sebagai sirkulasi pengguna lapangan.
Dengan dibuatnya selasar setinggi dua lantai dan permainan tinggi rendah lantai
pada daerah lapangan, dicapai suatu tampak lapangan yang bebas dari jaring
pengaman ( apabila di lihat dari tampak depan bangunan ) karena ketinggian
selasar menutupi jaring pengaman setinggi 7 m.
3.4.3. Sirkulasi Pengunjung dari Kantor Perhutani
Pengunjung Graha yang berasal dari KPH Sorogo dapat melalui jalan
tembus yang saling menghubungkan antara bangunan baru dan bangunan lama,
yang menghubungkan antara KPH Sorogo dengan ruang serba guna dan ruang
pertemuan ( fasilitas penunjang kinerja ).
49
3.4.4. Sirkulasi Pengunjung dari Stasiun Loko Tour
Pengunjung stasiun loko tour ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pengunjung yang berasal dari dalam Graha PERHUTANI dan pengunjung umum
yang berasal dari luar. Untuk pengunjung dari dalam lingkungan Graha
PERHUTANI stasiun dapat diakses dengan berjalan kaki yang melewati hutan
dan taman buatan atau menggunakan fasilitas mobil golf yang disediakan.
Sedangkan untuk pengunjung umum dapat mengakses stasiun loko melalui
entrance yang terpisah dari entrance utama.
3.4.5. Sirkulasi Karyawan
Sirkulasi karyawan Graha PERHUTANI sebagian besar sama dengan
sirkulasi dari pengunjung. Penggabungan ini bertujuan untuk menegaskan
kebersamaan dan kekeluargaan di antara pengguna bangunan baik itu pengunjung
maupun karyawan.
Sebagian kecil dari sirkulasi karyawan mempunyai akses yang berbeda
dari pengunjung, misal untuk sirkulasi service loading dock dan pengangkutan
loundry. Untuk membedakannya dirancang perbedaan lebar jalan.
3.4.6. Sirkulasi Service ( Loading Dock )
Sirkulasi service pada bangunan Graha PERHUTANI ini dipusatkan pada
bagian belakang Graha PERHUTANI. Sirkulasi ini memanfaatkan jalan
lingkungan yang berada disekeliling tapak. Dengan pemusatan daerah service
memudahkan sirkulasi karyawan agar aktifitas service tidak terlihat oleh
pengunjung.
3.5. Struktur Bangunan
3.5.1. Sistem Struktur
Sistem struktur utama yang digunakan dalam bangunan ini adalah sistem
kolom beton. Hal ini disebabkan oleh bentangan yang tidak terlalu lebar dan
beban bangunan yang tidak terlalu berat ( maksimal 3 lantai ). Sedangkan untuk
50
struktur penunjang ( misal : setengah kuda – kuda ) menggunakan bahan kayu
sebagai finishing.
3.5.2. Material Konstruksi
Material konstruksi yang digunakan sebagian besar adalah beton
bertulang, dengan pertimbangan diperlukannya pembukaan – pembukaan
bangunan yang besar. Sedangkan untuk finishing eksterior digunakan batu – batu
alam untuk memperkuat persamaan dengan lingkungan sekitarnya. Selain itu juga
digunakan material kayu jati sebagai bahan struktur penunjang ( setengah kuda –
kuda, selasar, dan lain - lain ) dan bahan finishing interior dan eksterior bangunan
untuk menegaskan kesan PERHUTANI.
3.6. Utilitas Bangunan
3.6.1. Sistem Distribusi Air Bersih
Lokasi tapak dalam RDTRK sudah termasuk dalam jaringan wilayah yang
dilayani oleh PDAM. Sehingga sumber air bersih berasal dari jasa PDAM, yang
selanjutnya didistribusikan ke seluruh tapak. Pendistribusian air bersih ini dibagi
ke beberapa tandon yang tersebar untuk lebih memudahkan penyaluran air ke tiap
– tiap bangunan. Adapun skema dari pendistribusian air ke tiap – tiap tandon
adalah sebagai berikut :
Skema 3. 2. Pendistribusian air bersih
51
Pada skema di atas menunjukan penggunaan pompa untuk membantu menghisap
air dari tandon atas, hal ini dilakukan dengan pertimbangan tinggi lantai yang
sebagian besar terdiri dari dua lantai ditakutkan tidak mempunyai tekanan yang
cukup kuat untuk mengalirkan air. Selain itu untuk main lobby dan penginapan,
massa bangunan yang memanjang menjadi pertimbangan penggunaan pompa
untuk menambah tekanan air.
Tandon – tandon bawah dan atas pada perancangan bangunan ditempatkan
dibeberapa tempat sebagai akibat dari banyaknya massa bangunan dan kondisi
tapak yang memanjang, hal ini dinilai efisien dalam pembiayaan maupun
pelaksanaan apabila menggunakan sistem tandon yang terpusat.
3.6.2. Sistem Pembuangan Air Kotor
Kondisi bangunan Graha PERHUTANI yang terdiri dari banyak massa
mengakibatkan banyaknya tempat – tempat penampungan air kotor ( sumur
resapan ). Sedangkan untuk air kotor yang masih aman untuk dibuang langsung
( misal : limbah cair dari dapur ) dialirkan menuju saluran – saluran yang berada
di sekeliling tapak yang akhirnya menuju ke saluran kota dan bermuara ke Sungai
Batokan.
3.7.3. Sistem Pembuangan Kotoran
Sistem pembuangan kotoran pada Graha PERHUTANI menggunakan
sistem septictank dan sumur resapan. Dan karena massa bangunan yang banyak
maka dibuat banyak septictank dan sumur resapan untuk memenuhi kebutuhan
tiap – tiap massa bangunan.
3.6.3. Generator
Untuk mengantisipasi terjadinya listrik padam yang dapat menganggu
kinerja dari operasional Graha PERHUTANI maka disediakan generator sebagai
sumber pembangkit tenaga cadangan. Dan sebagai akibat dari banyaknya massa
bangunan maka terdapat 2 ruang generator, dimana yang satu melayani fungsi
penginapan dan fasilitas kerja ( ruang serba guna dan ruang pertemuan ) serta hall
52
informasi, sedangkan yang lainnya melayani restoran, café, fasilitas olah raga, dan
fungsi service.