Download - Mioma Uteri (Ajeng)
Mioma Uteri
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma dan
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya.
Mioma uteri bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Mioma
bisa menyebabkan gejala yang luas termasuk perdarahan menstruasi yang banyak dan penekanan
pada pelvis.
Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang terbanyak pada organ reproduksi wanita.
Mioma terdapat pada lebih dari 30% perempuan3. Sering ditemukan pada wanita usia reproduksi ( 20 – 25
%), kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40 %. Tingginya kejadian
mioma uteri antara usia 35 - 50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan estrogen.
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar
10 %.. Di USA wanita kulit hitam 3-9 kali lebih tinggi menderita mioma uteri dibandingkan wanita
berkulit putih. Sedangkan di Afrika,wanita kulit hitam sedikit sekali menderita mioma uteri. Di Indonesia
angka kejadian mioma uteri ditemukan 2,39 % - 11,87 % dari semua penderita ginekologi yang dirawat.
Mioma uteri dapat menimbulkan gejala klinis berupa menorrhagia dan dismenore. Selain itu juga
dapat menimbulkan kompresi pasa traktus urinarius, sehingga dapat menimbulkan gangguan
berkemih maupun tidak dapat menahan berkemih.
Penatalaksanaan mioma uteri dapat dilakukan degan pemberian obat-obatan (medisinalis)
maupun secara operatif. Pemberian GnRH aalog merupakan terapi medisinalis yang bertujua
mengurangi gejala perdarahan yang terjadi dan mengurangi ukuran mioma. Sejak tahun 1946
Goodman, melaporkan terapi medikamentosa dengan pemberian hormon progesteron pada 7
wanita dengan mioma uteri, menyebabkan pengecilan ukuran mioma uteri. Peneliti Segaloff
tahun 1949 melaporkan gagal mengkonfirmasi fenomena ini. Pada tahun 1966 Goldzieher
mendemonstrasikan bahwa pertumbuhan mioma uteri dapat dihambat dengan pemberian dosis
besar progesteron. Coutinho mengobservasi pengecilan ukuran mioma dengan menggunakan anti
progestin gestrinon. Pada tahun 1983 De Cherney dan rekan-rekan mempresentasikan data awal
yang melaporkan bahwa terapi danazol dapat mengecilkan ukuran mioma uteri. Filicori dan
rekan-rekan tahun 1983 melaporkan bahwa pemakaian analog GnRH, untuk mengecilkan mioma
uteri. Pentalaksanaan operatif terhadap gejala-gejala yang timbul atau adanya pembesaran massa
mioma adaah histerektomi. Di Amerika Serikat, diperkirakan 600.00 histerektomi dilakukan tiap
tahunnya. Dengan semakin berkembangnya tekhnologi kedokteran, tindakan operatif pada
mioma uteri dapat dilakukan dengan bantuan alat laparoskopi maupun histeroskopi.
Definisi
Mioma uteri adalah tumor jinak miometrium uterus dengan konsistensi padat kenyal,
batas jelas, mempunyai pseudo kapsul, tidak nyeri, bisa soliter atau multipel. Tumor ini juga
dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, atau uterine fibroid. Mioma uteri
bukanlah suatu keganasan dan tidak juga berhubungan dengan keganasan. Uterus miomatosus
adalah uterus yang ukurannya lebih besar daripada ukuran uterus yang normal yaitu antara 9-12
cm, dan dalam uterus itu sudah ada mioma uteri yang masih kecil.
Epidemiologi
Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai
sarang mioma, pada wanita yang berkulit hitam ditemukan lebih banyak. Mioma uteri belum
pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke, sedangkan setelah menopause hanya kira-kira 10%
mioma yang masih bertumbuh. Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh
wanita. Insidensnya meningkat seiring umur hingga hampir 40 % pada umur diatas 45 tahun,
jarang sekali ditemukan pada wanita berumur < 20 tahun. Beberapa penelitian USG menyatakan
adanya sedikitnya satu myoma kecil pada 51 % wanita. Penelitian lain menyatakan bahwa
sebanyak 3 dari 4 wanita memiliki myoma, tetapi kebanyakan tidak sadar karena tidak
menimbulkan tanda dan keluhan. Myoma yang menyebabkan masalah hanya satu dari empat
wanita yang memiliki myoma, tidak jarang dokter menemukan secara tidak sengaja selama
pemeriksaan dalam dan USG prenatal. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7%
pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita
umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post
menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk
berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali
hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil
atau hanya hamil 1 kali. Prevalensi meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga, ras,
kegemukan dan nullipara.
Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang diduga kuat sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri,
yaitu :
1. Umur
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada
wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara
35-45 tahun.
2. Paritas
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanita yang relatif infertil, tetapi sampai saat
ini belum diketahui apakah infertil menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri
yang menyebabkan infertil, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
3. Faktor ras dan genetic
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadiaan mioma uteri
tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat
keluarga ada yang menderita mioma.
4. Fungsi ovarium
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan mioma, dimana
mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah kehamilan dan mengalami
regresi setelah menopause.
Etiologi
Mioma Uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka
patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti. Dari penelitian
menggunkan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan
yang uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mima melibatkan mutasi
somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.
Tidak didapatkan bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor
estroge dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun
konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron meningkatkan
aktifitas miotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang
terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara
down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
Patofisiologi
Mioma merupakan monoclonal dengan tiap tumor merupakan hasil dari penggandaan
satu sel otot. Etiologi yang diajukan termasuk di dalamnya perkembangan dari sel otot uterus
atau arteri pada uterus, dari transformasi metaplastik sel jaringan ikat, dan dari sel-sel embrionik
sisa yang persisten. Penelitian terbaru telah mengidentifikasi sejumlah kecil gen yang mengalami
mutasi pada jaringan ikat tapi tidak pada sel miometrial normal. Penelitian menunjukkan bahwa
pada 40% penderita ditemukan aberasi kromosom yaitu t(12;14)(q15;q24).
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan
Lipschultz yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa
ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testoster. Pemberian agonis GnRH
dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek
estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen
terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor
progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin like growth factor 1 yang distimulasi
oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yang distimulasi oleh
estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada
perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak
mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih
daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah
ooforektomi bilateral pada usia dini
Patologi Anatomi
Dari namanya, mioma uteri berasal dari
perkembangan otot polos dan jaringan ikat uterus.
Sering disebut dengan mioma karena dominan terdiri
dari jaringan otot, tetapi istilah fibromioma uteri lebih
tepat untuk mendeskripsikan struktur tersebut, karena
mioma uteri itu tersusun atas jaringan otot polos uterus
dan jaringan ikat.
Pada pembedahan mioma uteri tampak lebih
putih dari pada jaringan sekitarnya dan pada pemeriksaan mikroskopik tampak sel-sel otot polos
panjang yang tersusun seperti konde ( whorl like pattern ). Inti sel-sel juga panjang, dan sel-sel
bercampur dengan sel-sel jaringan ikat. Mioma dikelilingi oleh suatu pseudokapsul yang
memisahkannya dengan jaringan di sekitarnya. Arteri yang memberikan vaskularisasi pada
mioma uteri jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jaringan miometrium di
sekitarnya10.
Mioma uteri umumnya bersifat multiple,
berlobus yang tidak teratur maupun berbentuk
sferis. Mioma uteri biasanya berbatas jelas dengan
miometrium disekitarnya, sehingga pada tindakan
enukleasi mioma dapat dilepaskan dengan mudah
dari jaringan miometrium disekitarnya. Pada
pemeriksaan makroskopis dari potongan transversal
berwarna lebih pucat disbanding miometrium
disekelilingnya, halus, berbentuk lingkaran dan biasanya lebih keras disbanding jaringan sekitar,
dan terdapat pseudocapsule.
Klasifikasi mioma uteri
Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena.
Figure 2. Leiomyoma enucleated from a uterus. External surface on left; cut surface on right.
Available from Wikipedia . com
Figure 1.Uterine lipoleiomyoma, a type of leiomyoma. H&E stain.
1. Lokasi
Cervical (2,6%), umumnya tumbuh
ke arah vagina menyebabkan infeksi.
Isthmica (7,2%), lebih sering
menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinarius.
Corporal (91%), merupakan lokasi
paling lazim, dan seringkali tanpa
gejala.
2. Lapisan Uterus
Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasi dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Mioma Uteri Submukosa
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapaat menyebabkan dismenore, namun
ketika telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala
pelepasan darah yang tidak regular dan dapat disalahartikan dengan kanker serviks. Dari
sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan
dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun
ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti.
Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan
perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya
dilakukan histerektomi.
Mioma Uteri Subserosa
Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya sebagai tonjolan saja, dapat pula
sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke
arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma
intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu
massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya
menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya
Figure 3. Jenis-jenis mioma uteri
tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai
massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis
parasitik.
Mioma Uteri Intramural
Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya multipel apabila masih kecil tidak
merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol,
uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala
klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut
sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang
sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat
dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan). Secara makroskopis terlihat uterus
berbenjol-benjol dengan permukaan halus. Pada potongan, tampak tumor berwarna putih
dengan struktur mirip potongan daging ikan. Tumor berbatas tegas dan berbeda dengan
miometrium yang sehat, sehingga tumor mudah dilepaskan. Konsistensi kenyal, bila
terjadi degenerasi kistik maka konsistensi menjadi lunak.
Bila terjadi kalsifikasi maka konsistensi menjadi keras. Secara histologik tumor ditandai
oleh gambaran kelompok otot polos yang membentuk pusaran, meniru gambaran
kelompok sel otot polos miometrium. Fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik dari sel
yang mati. Setelah menopause, sel-sel otot polos cenderung mengalami atrofi, ada
kalanya diganti oleh jaringan ikat. Pada mioma uteri dapat terjadi perubahan sekunder
yang sebagian besar bersifat degenerasi. Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian
darah pada sarang mioma. Perubahan ini terjadi secara sekunder dari atropi
postmenopausal, infeksi, perubahan dalam sirkulasi atau transformasi maligna.
Table 1. insidensi jenis- jenis mioma
Types Incidence
Subserous 64 (26%)
Intramural 45 (18%)
Intracavitary 5 (2.03%)
Sub-mucous 8 (3.2%)
Pedunculated
submucous
1 (0.40%)
Broad ligament 2 (0.81%)
Cervical 1 (0.40%)
Seedling Fibroids 65 (26.4%)
Multiple Fibroids 54 ( 21.9%)
Diunduh dari :
http://www.gghospital.in/Abnormal.htm
Gejala dan Tanda Klinis
Tanda dan gejala klinis dar mioma uteri hanya terjadi pada 35-50% pasien. Gejala yang
disebabkan oleh mioma uteri tergantung pada lokasi, ukuran dan jumlah mioma. Gejala dan
tanda yang paling sering adalah
a. Perdarahan uterus yang abnormal
Perdarahan uterus yang abnormal merupakan
gejala klinis yang paling sering terjadi dan paling
penting. Gejala ini terjadi pada 30 % pasien mioma
uteri . Wanita dengan mioma uteri mungkin akan
mengalami siklus perdarahan haid yang teratur dan
tidak teratur. Menorrhagia dan atau metrorrhagia
sering terjadi pada penderita mioma uteri. Perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi
besi.
Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa
perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermaka
menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosa (21% banding 1%)
dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimptomatik. Patofisiologi perdarahan
Figure 4. Vaskularisasi mioma uteri
uterus yang abnormal yang berhubungan dengan mioma uteri masih belum diketahui dengan
pasti. Beberapa penelitian menerangkan bahwa adanya disregulasi dari beberapa factor
pertumbuhan dan reseptor-reseptor yang mempunyai efek langsung pada fungsi vaskuler dan
angiogenesis. Perubahan-perubahan ini menyebabkan kelainan vaskularisasi akibat disregulasi
struktur vaskuler didalam uterus.
Table 2. mekanisme perdarahan pada mioma uteri
MEKANISME PERDARAHAN ABNORMAL PADA MIOMA
UTERI
1. Peningkatan ukuran permukaan endometrium
2. Peningkatan vaskularisasi aliran vaskuler ke uterus
3. Gangguan kontraktilitas uterus
4. Ulserasi endometrium pada mioma submukosum
5. Kompresi pada leksus venosus didalam miometrium
Figure 5.Representasi gambar uterus normal dan struktur vaskulernya
A. Pelebaran pembuluh darah pada endometrium dan miometrium pada uterus normal
B. Pelebaran pembuluh darah obstruksi fisik pada pembuluh darah uterus miomatosus
Dikutip dari Gross Karen L,BA
b. Nyeri panggul
Mioma uteri dapat menimbulkan nyeri panggul yang disebabkan oleh karena degenerasi
akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi
miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar dapat mengisi rongga
pelvic yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian
punggung dan ekstremitas inferior.
c. Penekanan
Pada mioma uteri yang besar dapa menimbulkan penekanan terhadap organ di sekitar.
Penekanan mioma uteri dapat menyebabkan gangguan berkemih, defekasi maupun dispareunia.
Tumor yang besar juga dapat menekan pembuluh darah vena pada pelvic sehingga menyebabkan
kongesti dan menimbulkan edema pada ekstremitas inferior.
d. Disfungsi reproduksi
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab infertilitas masih belum jelas.
Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas. Mioma yang
terletak didaerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan transportasi gamet dan
embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral.
Mioma uteri dapat menyebabkan gangguan kontraksi ritmik uterus yang sebenarnya
diperlukan untuk motilitas sperma didalam uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya
mioma dapat menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implantasi embrio dapat terjadi pada
keberadaan mioma akibat perubahan histology endometrium dimana terjadi atrofi karena
kompresi massa tumor.
Table 3. Mekanisme gangguan reproduksi dengan mioma uteri
MEKANISME GANGGUAN FUNGSI REPRODUKSI DENGAN MIOMA
UTERI
1. Gangguan transportasi gamet dan embrio
2. pengurangan kemapuan bagi pertumbuhan uterus
3. Perubahan aliran darah vaskuler
4. Perubahan histology endometrium
Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis dicari keluhan utama serta gejala klinis mioma lainnya, faktor resiko
serta kemungkinan komplikasi yang terjadi. Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat
tergantung pada lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada
20 – 50 % saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenoroe, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari gejala mioma uteri. Dari
penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 pasien ditemukan 44% gejala perdarahan, yang
paling sering adalah jenis mioma submukosa, sekitar 65 % wanita dengan mioma mengeluh
dismeneroe, nyeri perut bagian bawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah
pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter dan usus dapat terganggu, dimana peneliti
melaporkan keluhan disuri ( 14 % ), keluhan obstipasi (13 % ). Mioma uteri sebagai penyebab
infertilitas hanya dijumpai pada 2 – 10 % kasus. Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi
mekanis dari tuba fallopi. Abortus spontan dapat terjadi bila mioma menghalangi pembesaran
uterus, dimana menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus didalam panggul.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan status lokalis dengan palpasi abdomen. Mioma uteri mudah ditemukan
melalui pemeriksaan bimanual rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai
pembesaran uterus dan teraba massa di perut bawah, konsistensi keas dan berbenjol-benjol tetapi
sering sulit untuk memastikan bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Mioma uteri
dapat diduga dengan pemeriksaan luar sebagai tumor yang keras, bentuk yang tidak teratur,
gerakan bebas, tidak sakit.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Akibat yang terjadi pada mioma uteri adalah anemia akibat perdarahan uterus yang
berlebihan dan kekurangan zat besi. Kadang-kadang mioma menghasilkan eritropoetin yang
pada beberapa kasus menyebabkan polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan
penyakit ginjal diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan peninggian
tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan eritropoetin ginjal. Pemeriksaaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah Darah Lengkap (DL) terutama untuk mencari kadar
Hb. Pemeriksaaan lab lain disesuaikan dengan keluhan pasien.
b. Imaging
Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya
mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama bermanfaat pada uterus yng kecil. Uterus
atau massa yang paling besar paling baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal.
Mioma uteri secara khas menghasilkan gambaran ultrasonografi yang mendemonstrasikan
irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Adanya kalsifikasi ditandai oleh fokus-fokus
hiperekoik dengan bayangan akustik. Degenerasi kistik ditandai adanya daerah yang
hipoekoik.
Figure 6. Gambaran USG mioma uteri
Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil
serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah,ukuran dan lokasi mioma, tetapi jarang
diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat
dibedakan dari miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang
dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa. MRI dapat menjadi alternatif
ultrasonografi pada kasus -kasus yang tidak dapat disimpulkan.
Diagnosis Banding
Kehamilan.
Adenomyosis. Pada kondisi ini, kelenjar normal yang terletak pada lapisan uterus menembus
dinding otot uterus. Nyeri terjadi ketika jaringan kelenjar yang berpindah tempat berkembang
selama siklus menstruasi dan mengelupas selama menstruasi. Perdarahan abnormal terjadi ketika
jaringan membesar dan darah merembes dari otot. Penanganan berupa pembedahan atau terapi
hormonal.
Disfungsi hormonal. Kelainan hormon yang menyertai ovulasi dapat menyebabkan perdarahan
berat dan penebalan lapisan uterus.
Polips uterus (endometrial). Pertumbuhannya biasanya jinak, membesar dari lapisan uterus.
Dapat menyebabkan perdarahan menstrual berat, noda setelah periode menstruasi atau noda yang
tidak berkaitan dengan menstruasi.
Penatalaksanaan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah. Penanganan mioma uteri
tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran tumor, sehingga biasanya
mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala serta mioma yang diduga
menyebabkan fertilitas.
Bagan Penanganan Mioma Uteri
A. Konservatif
Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi
harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan 10-12 minggu,
tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi.
B. Terapi medikamentosa
Terapi yang dapat memperkecil volume atau menghentikan pertumbuhan mioma uteri
secara menetap belum tersedia padasaat ini. Terapi medikamentosa masih merupakan terapi
tambahan atau terapi pengganti sementara dari operatif.
Preparat yang selalu digunakan untuk terapi medikamentosa adalah analg GnRH,
progesteron, danazol, gestrinon, tamoksifen, goserelin, antiprostaglandin, agen-agen lain
(gossipol,amantadine).
MIOMA UTERI
Besar < 14 minggu Besar > 14 minggu
Tanpa keluhan Dengan keluhan
Konservatif Operatif
Keterangan :1)Yang dimaksud dengan
keluhan berupa gangguan haid dan atau keluhan pendesakan
2) Operatif : Bila umur > 50 tahun
dilakukan TAH-BSO Bila ingin anak, kalau
memungkinkan miomektomi atau enukleasi miomnya saja.
Pada kasus dengan gangguan menstruasi, bila umur > 40 tahun dilakukan D & C + PA, kemungkinan suatu keganasan.
1. GnRH analog
Penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita dengan mioma uteri yang
diberikan GnRHa leuprorelin asetat selam 6 bulan, ditemukan pengurangan volume uterus rata-
rata 67% pada 90 wanita didapatkan pengecilan volume uterus sebesar 20% dan pada 35 wanita
ditemukan pengurangan volume mioma sebanyak 80%.
Efek maksimal dari GnRHa baru terlihat setelah 3 bulan dimana cara kerjanya menekan
produksi estrogen dengan sangat kuat, sehingga kadarnya dalam darah menyerupai kadar
estrogen wanita usia menopause. Setiap mioama uteri memberikan hasil yang berbeda-beda
terhadap pemberian GnRHa.
Mioma submukosa dan mioma intramural merupakan mioma uteri yang paling rensponsif
terhadap pemberian GnRH ini. Keuntungan pemberian pengobatan medikamentosa dengan
GnRHa adalah:
1. Mengurangi volume uterus dan volume mioma uteri.
2. Mengurangi anemia akibat perdarahan.
3. Mengurangi perdarahan pada saat operasi.
4. Tidak diperlukan insisi yang luas pada uterus saat pengangkatan mioma.
5. Mempermudah tindakan histerektomi vaginal.
6. Mempermudah pengangkatan mioma submukosa dengan histeroskopi.
2. Progesteron
Goldhiezer, melaporkan adanya perubahan degeneratif mioma uteri pada pemberian
progesteron dosis besar. Dengan pemberian medrogestone 25 mg perhari selama 21 hari dan tiga
pasien lagi diberi tablet 200 mg, dan pengobatan ini tidak mempengaruhi ukuran mioma uteri,
hal ini belum terbukti saat ini.
3. Danazol
Merupakan progesteron sintetik yang berasal dari testosteron. Dosis substansial
didapatkan hanya menyebabkan pengurangan volume uterus sebesar 20-25% dimana diperoleh
fakta bahwa danazol memiliki substansi androgenik. Tamaya, dkk melaporkan reseptor androgen
pada mioma terjadi peningkatan aktifitas 5α-reduktase pada miometrium dibandingkan
endometrium normal. Mioma uteri memiliki aktifitas aromatase yang tinggi dapat membentuk
estrogen dari androgen.
4. Gestrinon
Merupakan suatu trienik 19-nonsteroid sintetik, juga dikenal dengan R 2323 yang
terbukti efektif dalam mengobati endometriosis. Menurut Coutinho(1986), melaporkan 97
wanita, A(n=34) menerima 5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, kelompok B(n=36) menerima
2,5 mg gestrinon peroral 2x seminggu, dan kelompok C(n=27) menerima 2,5 mg gestrinon
pervaginam 3x seminggu. Data masing-masing dievaluasi setelah 4 bulan didapatkan volume
uterus berkurang 18% pada kelompok A, 27% pada kelompok B, tetapi pada kelompok C
meningkat 5%. Setelah masa pengobatan selama 4 bulan berakhir, 95% pasien amenore,
Coutinho menyarankan penggunaan gestrinon sebagai terapi preoperatif untuk mengontrol
perdarahan menstruasi yang banyak berhubungan dengan mioma uteri.
5. Tamoksifen
Merupakan turunan trifeniletilen yang mempunyai khasiat estrgenik maupun
antiestrogenik, dan dikenal sebagai “selective estrogen receptor modulator” (SERM). Beberapa
peneliti melaporkan pada pemberian tamoksifen 20 mg tablet perhari untuk 6 wanita
premenopause dengan mioma uteri selama 3 bulan dimana volume mioma tidak berubah, dimana
kerjanya konsentrasi reseptor estradiol total secara signifikan lebih rendah. Hal ini terjadi karena
peningkatan kadar progesteron bila diberikan berkelanjutan.
6. Goserelin
Merupakan suatu GnRH agonis, dimana ikatan reseptornya terhadap jaringan sangat kuat,
sehingga kadarnya dalam darah berada cukup lama. Pada pemberian goserelin dapat mengurangi
setengah ukuran mioma uteri dan dapat menghilangkan gejala menoragia dan nyeri pelvis. Pada
wanita premenopause dengan mioma uteri, pengobatan jangka panjang dapat menjadi alternatif
tindakan histerektomi terutama menjelang menopause. Pemberian goserelin 400 mikrogram 3
kali sehari semprot hidung sama efektifnya dengan pemberian 500 mikrogram sehari sekali
dengan cara pemberian injeksi subkutan.
Untuk pengobatan mioma uteri, dimana kadar estradiol kurang signifikan disupresi
selama pemberian goserelin dan pasien sedikit mengeluh efek samping berupa keringat dingin.
Pemberian dosis yang sesuai, agar dapat menstimulasi estrogen tanpa tumbuh mioma kembali
atau berulangnya peredaran abnormal sulit diterima. Peneliti mengevaluasi efek pengobatan
dengan formulasi depot bulanan goserelin dikombinasi dengan HRT (estrogen konjugasi 0,3 mg)
dan medroksiprogesteron asetat 5 mg pada pasien mioma uteri, parameter yang diteliti adalah
volume mioma uteri, keluhan pasien, corak perdarahan kandungan mineral, dan fraksi kolesterol.
Kadar HDL kolesterol meningkat selama pengobatan, sedangkan plasma trigliserid meningkat
selama pemberian terapi.
7. Antiprostaglandin
Dapat mengurangi perdarahan yang berlebihan pada wanita dengan menoragia, dan hal
ini beralasan untuk diterima atau mungkin efektif untuk menoragia yang diinduksi oleh mioma
uteri.
Ylikorhala dan rekan-rekan, melaporkan pemberian Naproxen 500-1000 mg setiap hari
untuk terapi selama 5 hari tidak memiliki efek pada menoragia yang diinduksi mioma, meskipun
hal ini mengurangi perdarahan menstruasi 35,7% wanita dengan menoragia idiopatik.
C. Tindakan Operatif
Ada 4 dasar pengobatan operatif untuk myoma, yaitu :
1. Myomektomi
Definisi
Adalah tindakan bedah dimana pengambilan myoma melalui laparatomi atau laparoskopi
tergantung ukuran, jumlah dan lokasi myoma. Dilakukan pengambilan sarang myoma saja tanpa
pengangkatan uterus. Myomektomi dilakukan bila masih menginginkan keturunan, syaratnya
harus dilakukan dilatasi kuretase dulu untuk menghilangkan kemungkinan keganasan.
Myomektomi berhasil untuk mengontrol perdarahan kronik akibat myoma.
Indikasi
Myomektomi juga sering diterapkan pada pasien dengan infertilitas karena adanya
myoma. Penelitian yang mendukung myomaektomi sebagai upaya memperbesar fertilitas masih
tidak valid; meskipun demikian, rekomendasi kini untuk melakukan myomaektomi terhadap
wanita yang infertil setelah penyebab lain disingkirkan (Practice Committee of the American
Society for Reproductive Medicine, 2004). Myoma dapat diangkat dengan pembedahan
laparotomi atau laparoskopik, tergantung jumlah dan ukuran myoma. Jika lebih besar dari 7 cm,
atau jika jumlahnya lebih dari 4, atau jika letaknya dekat tuba fallopi, myoma harus diangkat
dengan laparotomi. Myoma pedunculated dapat dieksisi dengan pembedahan laparoskopik. Jika
wanita itu menginginkan kehamilan, diijinkan setelah 4 bulan pengangkatan myoma. Jika wanita
itu sudah hampir menopause dan tidak ada keluhan, maka tidak dibutuhkan penanganan.
Kontraindikasi
Myomektomi tidak beralasan dilakukan pada myoma simptomatik pada pasien yang tidak
lagi menginginkan kesuburan atau mempertahankan uterus lagi. Sebaiknya tidak dilakukan pada
pasien yang ada kemungkinan kanker endometrial atau sarkoma uterina. Dihindarkan pada
pasien yang sedang hamil, sebaiknya tidak dikerjakan pada pasien asimptomatik. Tidak ada bukti
yang mendukung bahwa myomektomi profilaktik dari myoma asimptomatik menurunkan resiko
di masa mendatang. Kontraindikasi relatif termasuk kemungkinan besar bahwa uterus fungsional
tidak dapat direkonstruksi setelah eksisi myoma. Myoma yang terletak pada daerah pembuluh
darah atau ligamen terkadang sulit untuk mengangkat tanpa melakukan histerektomi. Jika pasien
memiliki beberapa myoma kecil, angkat dan rekonstruksi uterus untuk mendukung kehamilan di
masa mendatang.
Komplikasi
Jangka pendek termasuk pendarahan, infeksi, kerusakan visceral dan tromboemboli. Pada
1996, Iverson dkk, hampir 13% pasien memiliki temperatur lebih dari atau 38.5°C (101.3°F) 48
jam postoperatif dan diberikan antibiotik. Pasien yang menjalani myomektomi biasanya demam
terjadi dalam 48 jam postoperasi, fenomena ini unik pada prosedur ini. Hal ini juga dipelajari
Iverson dkk (1999) mencatat 33 % demam terjadi dalam 48 jam pertama. “Demam myomektomi”
ini diduga disebabkan keluarnya faktor pirogenik selama diseksi myoma atau dari hematoma
pada defek yang ditinggalkan karena penangkatan myoma. Resiko jangka pendek penting adalah
kebutuhan untuk mengubah myomektomi menjadi histerektomi selama intraoperatif. Ini terjadi
karena 2 alasan. Pertama, rekonstruksi uterus tidak memungkinkan karena banyaknya defek
karena pengangkatan myoma kecil multipel atau myoma luas tunggal. Kedua, histerektomi
diperlukan intraoperatif untuk mengontrol perdarahan.
Kerugian myomektomi adalah:
a. melemahkan dinding uterus – ruptura uteri pada waktu hamil
b. menyebabkan perlekatan
c. residif
2. Histeroskopi
Menggunakan pipa panjang dengan kamera, dimasukkan kedalam vagina dan uterus
untuk melihat myoma, kemudian myoma di potong dan di buang. Teknik ini tidak dapat
dilakukan pada myoma yang terdapat di dalam dinding uterus atau pada myoma yang bertangkai.
3. Miolisis
Merupakan teknik operasi terbaru di Amerika, dengan menggunakan jarum elektrik yang
dimasukkan kedalam myoma pada saat laparoskopi, yang dapat menghentikan peredaran darah
ke myoma sehingga myoma mengecil.
4. Histerektomi
Merupakan teknik operasi untuk mengangkat / membuang uterus. Teknik ini merupakan
cara yang terbaik untuk menyembuhkan myoma uteri, biasanya dilakukan pada wanita dengan
myoma yang besar, dan multipel, perdarahan yang banyak, menjelang / sudah menopause dan
tidak menginginkan anak.
The American College of Obstetricians and Gynecologists memiliki kriteria untuk myoma untuk
histerektomi, yaitu sebagai berikut :
Perdarahan uteri berlebihan
- Perdarahan berat
- Anemia
Perasaan sakit yang disebabkan myoma
- Akut dan berat
- Tekanan pada abdominal bawah dan punggung bawah
- Tekanan pada kandung kemih yang menyebabkan frekuensi miksi meningkat yang
bukan disebabkan karena infeksi.
Figure 7. Myomectomi
Kriteria tambahan termasuk keinginan pasien untuk mempertahankan uterus untuk
kesuburannya atau untuk keinginan pribadi mempertahankan uterusnya.
Kemungkinan untuk kambuh lagi tetap ada setelah myomaektomi, maka ada kemungkinan untuk
mengulangi prosedur operasi serupa di masa mendatang. Karenanya jika pada pasien yang tidak
ingin lagi mempertahankan uterusnya maka histerektomi merupakan pilihan.
Novak’s gynecology juga mengungkapkan beberapa indikasi bedah pada myoma :
1. perdarahan uterina abnormal dengan anemia dan tidak berespon dengan terapi
hormonal.
2. nyeri kronis dengan dysmenorrhea, dysparenue atau tekanan abdomen bagian
bawah yang berat
3. nyeri akut, karena torsi leiomyoma pedunculated atau prolaps myoma submukosal
4. keluhan traktus urinarius seperti hidronefrosis
5. infertilitas dimana myoma merupakan penemuan satu-satunya
6. pembesaran uterus yang jelas dengan keluhan kompresi.
Histerektomi masih diperlukan oleh 25-35% penderita tersebut. Histerektomi adalah
pengangkatan uterus yang merupakan tindakan terpilih. 2 Histerektomi secara umum dilakukan
pada myoma yang besar dan multipel. Histerektomi total umumnya dilakukan dengan alasan
mencegah timbulnya karsinoma servix uteri. Histerektomi supravaginal (subtotal) hanya
dilakukan apabila terdapat kesukaran dalam melakukan histerektomi total dan harus dilakukan
Pap’s Smear setiap tahun sekali. Pada wanita yang belum menopause sebaiknya ditinggalkan
satu atau kedua ovarium untuk:
a. Menjaga agar jangan terjadi menopause sebelum waktunya
b. Mencegah penyakit jantung koroner atau aterosklerosis umum
C. Embolisasi Arteri Uterina
Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen
emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani
pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara
permanen dengan agen emboli (partikel polivynil alkohol). Keamanan dan kemudahan
embolisasi arteri uterina tidak dapat dipungkiri, karena tindakan ini efektif.
Proses embolisasi menggunakan angiografi digital substraksi dan dibantu fluoroskopi. Hal ini
dibutuhkan untuk memetakan pengisian pembuluh darah atau memperlihatkan ekstrvasasi darah
secara tepat. Agen emboli yang digunakan adalah polivinyl alkohol adalah partikel plastik
dengan ukuran yang bervariasi. Katz dkk memakai gel form sebagai agen emboli untuk
embolisasi arteri uterina. Tingkat keberhasilan penatalaksanaan mioma uteri dengan embolisasi
adalah 85-90%.
Figure 8. Uterine Artery Embolization. From Smith, 2000, with permission
Figure 9. Uterine Artery Mecanishm. From WomensHealth.gov.
D. Terapi inovatif berdasarkan aktivitas mekanisme molekular.
Setelah didapatkan mekanisme molekulaer mioma uteri, terapi yang lebih baik dapat
secara khusus memecahkan masalah ini. Seperti penyakit lainnya, bila didapatkan kelainan gen
yang spesifik akan membuka kemungkinan terapi gen di masa yang akan datang. Sebelum terapi
gen digunakan lebih luas, kemungkinan kita harus melewati terapi yang ditujukan sebagai anti
spesific growth factor angiogenesis yang terdapat di dalam endometrium dan miometrium.
Sejumlah molekul telah diidentifikasi dalam menghambat proses proliferasi sel endotel
dan menghambat angiogenesis. TGF-ß dan sekresi reseptor bFGF berada di uterus dan
menghambat proses ini. Selain itu fragmen 16-kd prolaktin, angiostatin, thrombospondin-I,
platelet faktor 4, tissue inhibitor of metalloproteinase (TIMPs 1,2 dan 3), interferon dan
placentalproliferin-related protein secara negatif mengatur angiogenesis dan dapat dieksploitasi
terapi.
Agen farmakologi yang berlawanan dengan faktor angiogenik ataupun obat-obatan yang
dapat memblok produksi faktor ini, berikatan atau menurunkan bentuk aktifnya, atau berikatan
dengan reseptornya, juga bermanfaat. Stimulasi angiogenesis yang merupakan target antagonis
potensial, termasuk TGF-ß, bFGF, VEGF dan PDGF.
Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke dalam
sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat menghasilkan
meningkatkan produksi produk sel yang penting, penghambatan ekspresi gen yang bersangkutan,
dan induksi respon imun serta penghancuran sel-sel yang rusak dengan kematian sel yang
terprogram. Bentuk gen terapi yang paling sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen
untuk menggantikan produk gen yang abnormal atau hilang. Walaupun transfer gen dapat
dilakukan dilakukan dengan efikasi yang sama pada sel somatik dan sel germ, terapi ditargetkan
semata-mata pada sel somatik dan tidak melibatkan pemusnahan secara langsung, atau perbaikan
sel-sel yang mengalami kelainan. Tekhnologi DNA recombinant menyediakan alat-alat untuk
memungkinkan terapi gen. Ketika lokasi gen yang sama dikenali, terdapat empat langkah dasar
dimana segmen DNA dikloning, digestion, ligation, transformation, dan selection.
Pada langkah pertama digestion, DNA dipotong untuk mengeluarkan fragmen atau gen
yang diinginkan, dibantu dengan penggunaan sebuah kelas enzim yang disebut restriction
endonucleases, yang memecah rentetan DNA dengan tepat. Setelah segmen DNA yang
diinginkan didapatkan, segmen digabungkan atau diligasi untuk membantu vector recombinant,
yang mana di sini berperanan enzim kelas dua yang disebut DNA ligases. Pada akhir langkah
kedua ini, “gene” yang diminati bergabung ke dalam vektor yang dapat bereplikasi sendiri. Ada
dua tipe vektor yang sering digunakan dalam gen terapi, vektor plasmid dan vektor viral. Plasmid
DNA mudah tumbuh pada bakteri termasuk seluruh elemen yang penting sebagai ekspresi
mamalia, termasuk promoter, enhancer sequences dan transcipt processing signals. Vektor viral
termasuk sinyal yang menjamin recombinant viral genome bergabung dalam progeny viral
particles. Langkah ketiga, transformasi terjadi dimana vektor dipindahkan dari test tube ke dalam
sel host yang dapat bereplikasi. Akhirnya metode selection atau indentification dilakukan untuk
menentukan sel host mana berisi recombinant DNA Human Vektor Recombinant dapat
digunakan untuk mentransfer sel-sel DNA manusia untuk terapi gen. Fungsi normal gen dan
protein encoded nya harus diketahui sebelum gen dianggap sebagai target dari terapi gen.
Terapi gen sitotoksik telah menunjukkan keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan
tumor, serta proliferasi sel benigna. Baru-baru ini FDA menyetujui terapi gen sitotoksik pada
tumor otak dan tumor ovarium. Tidak seperti tumor ganas, mioma uteri menimbulkan gangguan
bila ukurannya besar sehingga menimbulkan penekanan pelvis, obstruksi saluran kencing, atau
frekuensi buang air kecil yang menjadi lebih sering, dan buang air besar menjadi sulit, bila
tumbuh di sepanjang endometrium menyebabkan perdarahan uterus yang abnormal. Terapi gen
sitotoksik dapat mengecilkan massa mioma uteri tanpa harus melakukan intervensi bedah mayor.
Penelitian terbaru menunjukkan efektifitas terapi gen sitotoksik pada sel-sel mioma yang berasal
dari tikus Eker (sel ELT-3). Sel-sel ditranfer dengan encoding DNA plasmid ß-galactosidase,
SV-tk transgene, atau plasmid kontrol. Ekspresi gen reporter diperiksa dengan memonitor
aktifitas enzim ß-galactosidase untuk menentukan presentasi sel-sel transfected yang diharapkan
mengekspresikan timidine kinase. Efisiensi transfeksi ini 16,7% pada leiomyocyte manusia dan
39,8% pada sel-sel ELT-3.
Perubahan Sekunder
Perubahan sekunder pada mioma uteri yang terjadi sebagian besar bersifat degenerasi.
Hal ini oleh karena berkurangnya pemberian darah pada sarang mioma. Perubahan sekunder
tersebut antara lain :
• Atrofi
Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan mioma uteri menjadi kecil.
• Degenerasi hialin
Perubahan ini sering terjadi pada penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur
aslinya menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil dari
padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.
Figure 10. hyaline degeneration fibroid
• Degenerasi kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair,
sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi agar-agar, dapat juga
terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai
limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista
ovarium atau suatu kehamilan.
• Degenerasi membatu (calcereus degeneration)
Terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma
menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen.
• Degenerasi merah (carneus degeneration)
Perubahan ini terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis : diperkirakan karena suatu
nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang
mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan pigmen hemosiderin dan
hemofusin. Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda disertai
emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada
perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma
bertangkai.
Figure 11. massive red degeneration
• Degenerasi lemak
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada mioma uteri :
1. Degenerasi ganas.
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma;
serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada
pemeriksaan histologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila
mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai).
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut sehingga
mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi
perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi.
3. Nekrosis dan infeksi.
Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan
sirkulasi darah padanya.