ii
MODERNISASI DALAM INVOLUSI PERTANIAN PADA
MASYARAKAT PETANI DI DESA SOKI KECAMATAN
BELO KABUPATEN BIMA NUSA TENGGARA BARAT
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Untuk Memperoleh
Gelar Magister Pendidikan
Oleh:
Rostati
0301517020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
SOSIAL
PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
Modernisasi dalam involusi pertanian dapat meningkatkan pendapatan dan
mempererat rasa solidaritas masyarakat petani
Persembahan
Karya ini saya peruntukkan untuk
Almamater tercinta Universitas Negeri
Semarang
vi
ABSTRACT
Rostati, 2019. “modernisasi dalam involusi pertanian pada masyarakat petani di
Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabuapten Bima, Nusa Tenggara Barat”. Tesis.
Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Program Pascasarjana.
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Dr. Agustinus Sugeng Priyanto.,
M.Si Pembimbing II Dr. Puji Hardati., M.Si
Kata Kunci: Modernisasi, Involusi, Pertanian
Masyarakat petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabaupaten Bima,
Nusa Tenggara Barat mengalami modernisasi dalam involusi pertanian sehingga
menyebabkan masyarakat petani menyewah lahan dan menjadi buruh tani. Tujuan
penelitian ini, diantaranya; 1) Menganalisis bentuk-bentuk modernisasi pertanian
pada petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, 2) Menganalisis
dampak modernisasi dalam involusi pertanian pada petani di Desa
Soki,Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, 3) Mengalisis upaya pemerintah
menanggulangi modernisasi dalam involusi pertanian pada petani di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, 4) Menganalisis bentuk-bentuk sistem nilai
kekerabatan pada petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
Penelitian ini dilakukan di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima
Nusa Tenggara Barat. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif. Teknik
pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara mendalam dan
dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data dan
verifikasi data/kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bentuk modernisasi pertanian pada
masyarakat petani di Desa Soki mulai dari pengolahan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pemaneman dan pasca panen ternyata masyarakat petani dari
sebagian kegiatan pertanian masih menggunakan tata cara dan alat pertanian yang
tradisiona. Dampak involusi pertanian menyebabakan masyarakat petani di Desa
Soki menjadi buruh tani dan menyewah lahan milik orang lain. Upaya pemerintah
adalah menyiapkan lahan tani baru serta memberikan bantuan sarana dan
prasaranan pertanian. Sistem kekerabatan masyarakat petani di Desa Soki untuk
mempererat tali persaudaraan dan mempercepat pekerjaan adalah gotong-royong
dan kerja bergilir.
Masyarakat petani perlu meningkatkan kerja bersama dengan kelompok
tani untuk membagi pengalaman serta pencapaian tujuan yang sama yakni
meningkatkan hasil padi dan bawang merah. Pemerintah perlu meningkatkan
kegiatan penyuluhan kepada masyarakat petanisupaya dapat meningkatkan
produksi pangan, merangsang pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan
kesejahteraan masyarakat petani. Pemerintah terus menerapkan program
mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan mengendalikan angka kelahiran
dapat menjamin terkendalinya pertambahan penduduk sekaligus persediaan lahan
pertanian dengan penggarapnya seimbang.
vii
ABSTRACT
Rostati, 2019. "Modernization of agriculture involution in farming communities in
Soki Village, Belo District, BimaRegency, West Nusa Tenggara". Thesis. Social
Education Master Program. Semarang State University. Supervisor I Dr.
Agustinus Sugeng Priyanto., M.Si., supervisor II Dr. PujiHardati., M.Si.,
Keywords: Modernization, Involution, Agriculture
The farming community in Soki Village, Belo district, Bima Regency,
West Nusa Tenggara was undergoing a modernization in agricultural involution
that has caused the farming community to lease land and become agricultural
laborers. The purpose of this study was; 1) Analyzing forms of agricultural
modernization in farmers in Soki Village, Belo District, Bima Regency, 2)
Analyzing the impact of modernization in agricultural involution on farmers in
Soki Village, Belo District, Bima Regency, 3) Analyzing government efforts to
overcome modernization in agricultural involution to farmers in Soki Village,
Belo District, Bima Regency, 4) Analyzing the forms of kinship value systems for
farmers in Soki Village, Belo District, Bima Regency.
This research was conducted in Soki Village, Belo District, Bima
Regency, West Nusa Tenggara. The research method used qualitative methods.
Data collection techniques were observation, in-depth interviews and
documentation. Data analysis techniques used data reduction, data presentation
and data verification / conclusions.
The results showed that the form of agricultural modernization in the
farming community in Soki Village, starting from land management, planting,
maintenance, harvesting and post-harvesting, turned out that the farming
community.Some agricultural activities still used traditional agricultural
procedures and tools. The impact of agricultural involution caused the farming
community in Soki Village to become farm laborers and lease land owned by
others. The government's effort was to prepare new agricultural land and provided
agricultural facilities and infrastructures. The kinship system of the farming
community in Soki Village to strengthen kinship and speed up work was mutual
cooperation and rotating work.
Farming communities need to increase teamwork with the farmer groups
to share experiences and achieve the same goal of increasing yields of rice and
shallots. The government needs to increase extension activities for the farming
community so that it can increase food production, stimulate economic growth
and improve the welfare of the farming community. The government continues to
implement programs and to control population growth by controlling birth rates in
order to ensure a controlled population growth as well as a supply of agricultural
land with its cultivator balance.
viii
PRAKATA
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Berkat karunia-Nya, peneliti dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul “Modernisasi Dalam Involusi Pertanian Pada Masyarakat Petani di Desa
Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat”. Tesis ini disusun
sebagai salah satu persyaratan meraih gelar Magister Pendidikan pada Program
Studi Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak.
Karena itu, peneliti menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.
Ucapan terimakasih peneliti sampaikan pertama kali kepada para pembimbing:
Dr. Agustinus Sugeng Priyanto, M.Si., pembimbing pertama dan Dr. Puji Hardati
M.Si., pembimbing kedua, yang telah membimbing dan mengarahkan selama
penyusunan tesis.
Ucapan terimakasih peneliti sampaikan juga kepada semua pihak yang
telah membantu selama proses penyelesaian studi, diantaranya adalah sebagai
berikut.
1. Prof. Dr. Achmad Selamet, M.Si., Direktur Program Pascasarjana Universitas
Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan serta arahan selama
pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan
IPS dan Prof. Suyahmo M.Si., Sekretaris Program Studi Pendidikan IPS, yang
ix
telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama
menempuh pendidikan.
3. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Unnes, yang telah banyak memberikan
bimbingan dan ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.
4. Pegawai/tata usaha Pendidikan Pasca Sarjana Universitas Negeri Semarang,
atas segala perhatian dalam layanan administrasi.
5. Kepala Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat
yang telah memberikan izin beserta staf Desa dan Masyarakat petani Desa Soki
yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada peneliti selama
melakukan penelitian.
6. Ayahanda Ismail dan Ibunda Saodah yang selama ini memberikan dukungan
dan doa yang tiada henti-hentinya mengalir demi kelancaran dan kesuksesan
peneliti.
7. Semua pihak yang membantu peneliti dalam menyusun tesis ini.
Peneliti sadar bahwa dalam tesis ini masih terdapat kekurangan, baik isi
maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat peneliti harapkan. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan
memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Semarang, Agustus 2019
ROSTATI
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Populasi, Produksi dan produksivitas pertanian di Negara berkembang
dan Negara maju.......................................................................................... 2
Tabel 2.1 Skema AGI ................................................................................................... 4
Tabel 2.2 Skema penerapan AGIL dalam sistem sosial ............................................... 43
Tabel 4.1 Kondisi penduduk berdasarkan stratifikasi pendidikan di Desa Soki ......... 6
Tabel 4.2 Prasaran sosial dan ibadah di Desa Soki ...................................................... 65
Tabel 4.3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Soki ......................... 66
Tabel 4.4 Data curah hujan 6 tahun terakhir Desa Soki, Kecamatan Belo ................. 67
Tabel 4.5 Luas lahan menurut ekosistem Desa Soki.................................................... 69
Tabel 4.6 Luas lahan menurut penggunaannya ............................................................ 69
Tabel 4.7 Keadaan kelompok tani lahan sawah, lahan kering dan ternak Desa Soki .. 71
Tabel 4.8 Luas tanam, luas panen, produksi, tanaman pangan dan holikurtural Desa
Soki Tahun 2018 ......................................................................................... 72
Tabel 5.1 Data bentuk-bentuk modernisasi pertanian .................................................. 73
Tabel 5.2 Bentuk-bentuk modernisasi pertanian .......................................................... 113
Tabel 6.1 Jumlah masyarakat petani dan laus lahan di Desa Soki ............................... 116
Tabel 6.2 Dampak dari Involusi Pertanian ................................................................... 125
Tabel 7.1 penanggulangan involusi pertanian pada petani .......................................... 126
Tabel 7.2 Bantuan pupuk dan pestisida pada masyarakat petani ................................. 130
Tabel 7.3 Upaya pemerintah terhadap modernisasi dalam involusi pertanian ............. 138
Tabel 8.1 Tahap-tahap mengerjakan tanaman padi dan bawang merah ...................... 139
Tabel 8.1 Bentuk sistem nilai kekerabatan masyarakat petani ................................... 152
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ........................................................................................... 46
Gambar 3.1 Model analisis Data ................................................................................... 56
Gambar 4.1 Uma haju(rumah terbuat dari kayu) ......................................................... 62
Gambar 4.2 Lahan sawah irigasi dan teladan hujan ...................................................... 76
Gambar 5.1 Bapak J sedang membajak sawah menggunakan mesin traktor dilahan
miliknya sebagai bentuk modernisasi ....................................................... 76
Gambar 5.2 Bapak Y sedang membuat batas-batas (laru bawa) pada lahan bawang
merah miliknya menggunakan alat dan cara yang tradisional .................. 77
Gambar 5.3 Sekelompok masyarakat petani sedang menanampadi (mura fare)
melakukan dengan cara modern/maju ....................................................... 81
Gambar 5.4 Sekelompok masyarakat petani sedang menanam bawang merah
melakukan dengan cara yang tradisional/lama ......................................... 83
Gambar 5.5 Menyedot air dalam sumur bor (oi bor) menggunakan alat yang
modern/maju ............................................................................................. 88
Gambar 5.6 Petani sedang menyiram tanaman bawang merah menggunakan
timbang (boru) ......................................................................................... 91
Gambar 5.7 Pilihan pestisida untuk menyemprot bawang merah setelah ada
kemajuan pada bidang pertanian ............................................................... 92
Gambar 5.8 Bapak Y sedang menyamprot tanaman bawang merah
menggunakan mesin semprot sebagai bentuk perubahan yang lebih
maju/modern ............................................................................................. 93
Gambar 5.9 Sabit untuk alat pemotong padi (rombe) yang manual yang masih
digunakan masyarakat petani di Desa Soki sampai sekarang ................... 97
Gambar 5.10 Sekelompok masyakat petani sedang memotong padi
menggunakan sabit (Rombe fare). Melakukan secara tradisional ............. 97
Gambar 5.11 KeluargaIbu S sedang panen padi menggunakan mesin
perontok(ronto fere) melakukan secara modern/maju .............................. 99
Gambar 5.12 Bapak N dan keluarga sedang mencabut bawang merah (ngari
bawa) melakukan dengan cara yang lama/tradisional .............................. 101
Gambar 5.13 Para Suami/Laki-laki sedang mengumpulkan bawang merah untuk
di jemur dengan melakukan cara yang lama ............................................. 101
Gambar 5.14 Keluarga Bapak Ismail sedang mengikat bawang merah dengan
menggunakan cara yang tradisional .......................................................... 102
Gambar 5.15 Hasil panen padi di simpan di kolom bawah rumah masyarakat
petani di Desa Soki masih menggunakan cara yang lama/tradisional ...... 104
Gambar 5.16 Bapak Ismail sedang menjual hasil panen bawang merah miliknya
melakukan dengan cara lama/tradisional .................................................. 106
Gambar 5.17 Bapak juwaedin sedang menggantung bawang merah miliknya untuk
di tanam kembali pada tahap penanaman berikutnya menandakan
sudah ada perubahan setelah adanya teknologi pertanian ......................... 107
Gambar 6.1 Pekerjaan buruh tani (karawi pina) akibat dampak dari involusi ............. 117
Gambar 7.1 Proses menggusur bukit untuk perluasan lahan pertanian bentuk
upaya pemerintah menanggulangi terjadinya involusi pertanian .............. 127
xii
Gambar 7.2 Peta kondisi lahan persawahan sebelum dan sesudah pembukaan
lahan garapan baru .................................................................................... 128
Gambar 7.3 Persiapan irigasi perairan upaya lain pemerintah menganggulangi
modernisasi dalam involusi pertanian ....................................................... 129
Gambar 7.4 Petani memanfaatkan jalan tani menuju lokasi persawahan
menggunakan sepeda motor sebagai bentuk modernisasi ......................... 129
Gambar 7.5 Dinas pertanian menyerahkan bibit kepada Bapak M sebagai ketua
kelompok tani di Desa Soki sebagai bentuk modernisasi ......................... 131
Gambar 7.6 Pemerintah memberikan pupuk UREA kepada masyarakat petani
sebagai bentuk modernisasi dalam involusi pertanian .............................. 132
Gambar 7.7 Petani menguji coba pestisida yang diberikan oleh pemerintah
sebagai bentuk modernisasi....................................................................... 133
Gambar 8.1 Masyarakat petani melakukan pemotongan bawang merah
melakukan dengan cara yang lama/ tradisional ........................................ 141
Gambar 8.2 Masyarakat petani sedang membuat dam persawahan sebagai
bentuk gotong-royong dengan melakukan cara yang tradisional ............. 142
Gambar 8.3 Petani sedangmembersihkan saluran irigasi............................................. 143
Gambar 8.4 Petani sedang membuat pagar dilokasi persawahan ................................. 144
Gambar 8.5 Masyarakat Desa Soki sedang mendirikan rumah .................................... 145
Gambar 8.6 Ibu-ibu di Desa Soki sedang melakukana acara syukuran disalah
satu rumahwarga ...................................................................................... 146
Gambar 8.7 Ibu-ibu masyarakat sedang mengikat bawang merah menggunakan
cara yang tradisional ................................................................................. 147
xiii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................i
PERNYATAAN KEASLIAN ...........................................................................ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................iii
ABSTRAK .........................................................................................................iv
PRAKATA .........................................................................................................v
DAFTAR TABEL .............................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Cakupan Masalah
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Tujuan Penelitian
1.6 Manfaat Penelitian
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS DAN KERANGKA
BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................. 14
2.1.1 Modernisasi Pertanian .................................................................................. 14
2.1.2 Involusi Pertanian......................................................................................... 17
2.1.3 Konsep Pertanian ........................................................................................ 21
2.1.3.1 Masyarakat petani ..................................................................................... 23
2.1.3.2 Kepemilikan Lahan ................................................................................... 26
2.1.3.3 Penelitian yang Relavan ............................................................................ 28
2.2 Kerangka Teoretis .......................................................................................... 40
2.3 Kerangka Berpikir ........................................................................................... 44
xiv
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 47
3.2 Desain Penelitian ............................................................................................. 48
3.3 Data Dan Sumber Data Penelitian .................................................................. 50
3.3.1 Data Primer .................................................................................................. 51
3.3.2 Data Sekunder .............................................................................................. 52
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 53
3.4.1 Observasi ..................................................................................................... 53
3.4.2 Wawancara Mendalam ................................................................................. 54
3.5 Teknik Keabsahan Data .................................................................................. 55
3.7 Teknik Analisis Data ....................................................................................... 55
3.7.1 Pengumpulan Data ....................................................................................... 56
3.7.2 Reduksi Data ................................................................................................ 57
3.7.3 Penyajian Data ............................................................................................. 58
3.7.4 Verifikasi Data/Kesimpulan ......................................................................... 58
BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Desa Soki ........................................................................... 60
4.1.1.1 Sejarah Desa .............................................................................................. 60
4.2 Kondisi Geografis ........................................................................................... 69
4.3 Kondisi Pendidikan ......................................................................................... 69
4.4 Prasarana Sosial dan Ibadah ............................................................................ 65
4.5 Kondisi penduduk ........................................................................................... 66
4.6 Karakteristik Lahan dan Iklim ........................................................................ 67
4.7 Luas Lahan menurut Ekosistem ...................................................................... 68
4.8 Luas Lahan menurut Penggunanya ................................................................. 69
4.9 Pola Usaha Tani .............................................................................................. 70
4.10 Jumlah Penduduk Desa Soki Berdasarkan Jenis Pekerjaan .......................... 70
4.11 Kelembagaan Petani Dan Lembaga Penunjang Lainnya .............................. 70
4.12 Data Produksi ................................................................................................ 72
xv
BAB V BENTUK-BENTUK MODERNISASI PERTANIAN
5.1 Pengolahan Lahan Padi dan Bawang Merah .................................................. 74
5.2 Penanaman Padi dan Bawang Merah ............................................................. 79
5.2.1 Penanaman Padi ........................................................................................... 80
5.2.2 Penanaman Bawang Merah .......................................................................... 82
5.3 Pemeliharaan Tanaman ................................................................................... 87
5.3.1 Pemeliharaan Tanaman Padi ....................................................................... 87
5.3.2 Pemeliharaan Tanaman Bawang Merah....................................................... 90
5.4 Pemaneman Padi dan Bawang Merah ............................................................. 95
5.4.1 Pemaneman Padi .......................................................................................... 96
5.4.2 Pemaneman Bawang Merah ......................................................................100
5.5 Pasca Panen ...................................................................................................103
5.5.1 Pasca Panen Padi ........................................................................................104
5.5.2 Pasca Panen Bawang Merah ......................................................................106
BAB VI DAMPAK MODERNISASI DALAM INVOLUSI PERTANIAN
PADA MASYARAKAT PETANI
6.1 Buruh Tani ....................................................................................................116
6.2 Menyewah Lahan ..........................................................................................118
6.3 Dampak positif .............................................................................................120
6.4 Dampak Negatif ...........................................................................................121
BAB VII UPAYA PEMERINTAH MENANGGULANGI MODERNISASI
PADA PETANI
7.1 Penyiapan Lahan Garapan Baru ....................................................................126
7.2 Program Bantuan Bibit Dan Obat Pestisida ..................................................130
7.3 Pengendalian Angka Kelahiran .....................................................................133
BAB VIII BENTUK NILAI SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT
PETANI
8.1 Gotong Royong .............................................................................................140
8.2 Kerja Bergilir ................................................................................................146
BAB IX PENUTUP
9.1 Simpulan .......................................................................................................153
xvi
9.2 Saran ..............................................................................................................154
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian sebagai penghasil berbagai komoditas tanaman
peternakan maupun perikanan, sudah sejak awal peradaban manusia di seluruh
dunia menjadi kontributor utama dalam penyediaan pangan. Dengan jumlah
penduduk yang cukup besar dan terus berkembang, baik jumlah maupun
pengetahuannya sektor pertanian diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan
yang cukup besar dan terus berkembang dalam jumlah keragaman dan mutunya.
Dalam sektor pertanian masalah lahan pertanian, alat-alat pertanian, masyarakat
petani, kebutuhan konsumen maupun produsen dan kegiatan perdagangan
semuanya saling mempengaruhi dan peranannya sangat besar. Mengingat
demikian, perhatian dan pemikiran serta upaya dalam pembangunan sektor
pertanian harus bersifat menyeluruh (Muspiroh 2012:1-15).
Sektor pertanian sangat dibutuhkan baik di negara berkembang maupun
negara maju, masih banyak negara maju yang masih menganggap pertanian
mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan nasional, contohnya
selandia baru dan australia, namun demikian, pertanian pada negara maju dan
berkembang mempunyai perbedaan. Ciri-ciri pertanian di negara maju sangat
efisien yakni kapasitas produksi yang substansial serta keluaran buruh yang tinggi
memungkinkan kecil dengan jumlah petani dapat menyediakan makan bagi
seluruh penduduk negara. Sedangkan pertanian di negara-negara berkembang
mempunyai produktivitas yang sangat rendah, yakni kapasitas produksi yang
2
substansial serta keluaran buruh yang rendah dengan jumlah petani yang sangat
banyak tetapi tidak cukup untuk memberikan makan seluruh penduduk negara (R.
Managara 2004:1-4). Kesenjangan antar kedua tipologi pertanian di negara
berkembang dengan di negara maju tersebut dapat digambarkan oleh disparitas
produktivitas tenaga kerja pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Populasi, Produksi dan Produksivitas Pertanian Di Negara Berkembang
dan Negara Maju
Polulasi, Produksi dan Produksivitas Pertanian Di Negara Berkembang dan
Negara Maju Tahun 1960, 1980 dan 2000
Negara
Maju
1960 1980 2000
Negara
Berkembang
Negara
Maju
Negara
Berkembang
Negara
Maju
Negara
Berkembang
Populasi
pertanian
(juta)
115 850 75 1230 50 1480
Total
produksi
pertanian
(USD juta)
78 43 125 77 186 135
Produksi
pertanian
perkapital
(USD juta
680 52 1660 63 3720 91
Sumber: Michael P. Todaro (Ekonomi untuk negara-negara berkembang)
Tabel 1.1 menunjukkan, bahwa kondisi produktivitas tenaga kerja sektor
pertanian di negara-negara berkembang termasuk Indonesia sangat
memprihatinkan. Oleh karena itu peranan sektor pertanian di Indonesia yang
begitu besar dalam penciptaan kesempatan kerja perlu ditinjau dan dikaji secara
sungguh-sungguh dan mendasar guna merumuskan strategi dan kebijakan serta
menyusun langkah-langkah dan kegiatan operasinal pemecahan masalah.
3
Indonesia sebagai salah satu Negara berkembang mempunyai kondisi
sektor pertanian yang tidak jauh berbeda. Tahun 2002 penduduk yang bekerja di
sektor pertanian berjumlah 40,63 juta orang atau 44,34 persen dari seluruh
penduduk yang bekerja, dengan produktivitas rata-rata per tahun sebanyak 1,69
juta rupiah. Tahun berikutnya, tahun 2003, sektor ini mempekerjakan sebanyak 42
juta orang atau 46,26 dari penduduk yang bekerja keseluruhan dan
produktivitasnya turun menjadi 1,68 juta rupiah per tahun. Nilai produktivitas
pekerja pertanian di Indonesia menempati urutan terakhir atau yang terendah di
antara 9 sektor.
Indonesia merupakan Negara agraris dimana pertanian memegang peranan
penting pada perekonomian Nasional. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya
penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian serta
produk nasional yang berasal dari pertanian, artinya pertanian memegang peran
penting dari keseluruhan perekonomian nasional (Mubyarto 1989:12 dalam
Isnaini 2017:1-6). Pertanian merupakan salah satu bagian penting dari Indonesia
karena pertanian adalah mata pencaharian pokok dari penduduk Indonesia, karena
Indonesia sangat potensial untuk pertanian sehingga sebagian besar penduduk di
Indonesia merupakan petani.
Petani Indonesia sebagian besar bertempat tinggal di desa. Desa dicirikan
dengan masih rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja dan masih tingginya
tingkat kemiskinan. Lahan pertanian di Indonesia semakin berkurang. Program
pembangunan pertanian dan pembangunan pedesaan terutama dalam bidang
kecukupan dan ketahanan pangan yang telah lama dilaksanakan di Indonesia
4
sampai sekarang masih memprihatinkan. Kualitas maupun kuantitas pertanian di
Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan pangan untuk negara sendiri
bahkan cenderung bergantung pada impor produk pangan.
Petani-petani di Indonesia memiliki kesamaan dan perbedaan dalam pola
pertanian dan penggunaan lahan. Iklim dan kondisi lahan adalah faktor-faktor
yang menyebabkan petani Indonesia memiliki persamaan dan perbedaan dalam
pengembangan pola usaha tani. Secara umum, petani Indonesia mengenal dan
mengembangkan usaha tani lahan kering (holtikultura). Namun, tidak semua
petani Indonesia mengenal usaha tani lahan basah (monokultur). Menurut
(Haffiner 1999 dalam Murit 2010:125-124) Petani menggunakan lahan
persawahaan berbeda-beda diantaranya penggunaan pada lahan basah dan lahan
kering. petani di jawa dikenal sebagai petani sawah sedangkan bagi kalangan luar
Jawa ternyata juga mengenal usaha tani lahan kering seperti penggunaan lahan
dalam penanam bawang yang dilakukan oleh petani di Nusa Tenggara Barat
namun sudah ada perubahan pada pola-pola pertanian bawang merah
Proyeksi Penduduk berdasarkan data tahun 2010-2020 jumlah penduduk
Nusa Tenggara Barat Tahun 2015 mencapai 4.773.795 jiwa. Dengan rincian, laki-
laki sebanyak 2.315.234 jiwa dan perempuan sebanyak 2.458.561 jiwa, dengan
rasio jenis kelamin sebesar 94,17. Jumlah penduduk terbesar terdapat di
Kabupaten Lombok Timur dan yang terkecil di Kabupaten Sumbawa Barat.
Jumlah rumah tangga di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 1.327.948 rumah
tangga dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,68 orang. Dari jumlah
penduduk Nusa Tenggara Barat tersebut sebagian masyarakat bekerja pada sektor
5
pertanian dengan jumlah petani sebesar 39.01 jiwa dari berbagai Kabupaten dan
Kota di antaran jumlah petani di Kabupaten Lombok Barat sebesar 26.09 jiwa,
Kabupaten Lombok Tengah sebesar 43.14 jiwa, Kabupaten Lombok Timur
sebesar 45.65 jiwa, kabupaten lombok utara sebesar 53.98 jiwa, Kota Mataram
sebesar 3.12 jiwa, Kabupaten Sumbawa Barat sebesar 32.46 jiwa, Sumbawa
sebesar 52.72 jiwa, Dompu sebesar 47.69 jiwa, Kota Bima sebesar 13.37 dan
Kabupaten Bima sebesar 52.93 jiwa. (BPS Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2016).
Kabupaten Bima merupakan bagian dari Propinsi Nusa Tenggara Barat,
berada di ujung timur Propinsi Nusa Tenggara Barat. Luas wilayah Kabupaten
Bima mencapai 4.374,65 km2, terdiri atas 315,96 Km2 atau 7,22 persen lahan
sawah 138 892 jiwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian dengan luas lahan
48.860,13 ha yang terdiri dari 18 Kecamatan salah satu Kecamatan yang ada di
dalamnya Kecamatan Belo dengan jumlah petani sebesar 7.786 jiwa dengan luas
lahan 1583,43152 ha. Kecamatan Belo, Kabupaten Bima terbagi menjadi 9 desa
yang terbagi lagi yaitu 8 Desa lama dan 1 Desa pemekaran. Dari 9 Desa salah satu
Desa yang ada di Kecamatan Belo, Kabupaten Bima adalah Desa Soki yang
mempunyai 457/KK dengan luas wilayah lahan pertanian 148 ha dengan jumlah
penduduk petani 593 jiwa (Badan pelaksanaan penyuluhan pertanian, perikanan
dan kehutanan Kabupaten Bima Tahun 2014).
Pertanian di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima dengan luas
lahan yang semakin menyempit hal inilah yang menjadi tantangan terbesar saat ini
yang harus dihadapi akan tetapi ada cara yang dapat dilakukan untuk
6
mengantisipasinya yaitu dengan cara melakukan perubahan dengan pembangunan
sektor pertanian. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial dengan
bantuan keterlibatan masyarakat secara langsung yang dimaksudkan untuk
kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan
dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang
lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers 1994:102
dalam Vinia Anasfisia 2015:1-15).
Modernisasi di bidang sektor pertanian merupakan perubahan dari cara-
cara tradisional menjadi cara-cara yang modern. Perubahan-perubahan tersebut
meliputi beberapa hal antara lain dalam pengelolahan tanah, penggunaan bibit
unggul, penggunaan pupuk, penggunaan sarana-sarana produksi pertanian, dan
pengaturan waktu panen. Pengenalan terhadap cara-cara yang baru dilakukan
untuk memperbaiki kelembagaan-kelembagaan yang berkaitan dengan pertanian,
seperti, kelompok Tani, KUD, PPL dan sebagainya. Mahanani (2003:7-8).
Hayami dan Kikuchi dalam Salim, 2002:151 mengungkapkan bahwa
modernisasi pertanian telah membawa perluasan ekonomi pasar dan pertumbuhan
penduduk di atas sumber daya pertanian. Proses ini disertai perubahan dalam
kelembagaan di desa seperti kelompok Tani, KUD, PPL dan sebagainya.
Tjondronegoro dalam Slamet Widodo 2009:57-56 mengungkapkan bahwa
modernisasi kelembagaan di pedesaan seperti kelompok Tani, KUD, PPL dan
sebagainya telah berhasil menyusun klasifikasi sosial antara ketua kelompok tani
dengan kesatuan kecil.
7
Pertanian merupakan salah satu cara yang digunakan oleh manusia sejak
dulu untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Usaha ini telah lama dilakukan sejak
zaman kehidupan purba yang ditandai dengan perubahan pola hidup dari
berladang dan berpindah menjadi menetap di suatu daerah. Mengingat perannya
yang penting itu, maka dicarilah berbagai cara untuk mempercepat pemenuhan
kebutuhan itu, salah satu caranya adalah melalui modernisasi pertanian. Pada
sebagian besar negara sedang berkembang, teknologi baru di bidang pertanian dan
inovasi-inovasi dalam kegiatan-kegiatan pertanian merupakan prasyarat bagi
upaya-upaya dalam peningkatan output dan produktivitas.
Sairi (2015.19-54) mengungkapkan Ada 3 tahap perkembangan
modernisasi pertanian yakni, (1). Tahap pertanian tradisonal yang
produktivitasnya rendah. (2). Tahap penganekaragaman produk pertanian sudah
mulai terjadi dimana produk pertanian sudah ada yang dijual ke sektor komersial,
tetapi pemakaian modal dan teknologi masih rendah. (3). Tahap yang
menggambarkan pertanian modern yang produktivitasnya sangat tinggi.
Modernisasi pertanian dari tahap tradisional (subsisten) menuju pertanian modern
membutuhkan banyak upaya lain selain pengaturan kembali struktur ekonomi
pertanian atau penerapan teknologi pertanian yang baru.
Konsep pertanian modern bukan hanya usaha untuk pemenuhan kebutuhan
pangan. Tetapi sekarang konsep pertanian modern lebih ke arah
mengoptimalisasikan usaha tani untuk menghasilkan bahan pangan yang
bermutu. Konsep optimalisasi usaha tani ini dijabarkan oleh sebuah sistem
terpadu yang mampu melingkupi semua sektor, termasuk industri, dan
8
mengaitkannya menjadi sebuah rantai perekonomian Indonesia. Sistem ini
merupakan penerapan dari konsep pertanian modern, yaitu agribisnis. Sistem
agribisnis merupakan konsep yang lebih konkrit dan komprehensif untuk
pengembangan sektor pertanian ke arah yang lebih baik. Dengan adanya sistem
ini, pengembangan komoditas-komoditas pertanian Indonesia pun menjadi lebih
fokus karena setiap komoditas memiliki subsistem agribisnis yang berbeda-beda.
Beberapa masalah modernisasi pertanian, khususnya Indonesia seperti (1)
Peningkatan jumlah pengangguran (2) Merosotnya nilai-nilai tradisional dan
bentuk ikatan lainnya (3) norma-norma saling membutuhkan dan ketergantungan
yang hidup dipedesaan mulai menghilang dan terjadinya polarisasi sosial.
Perubahan pada sektor pertanian juga disebabkan oleh dinamika internal
masyarakat itu sendiri, seperti bertambahnya jumlah penduduk. Dengan
bertambahnya jumlah penduduk yang diiringi dengan semakin berkurangnya
lahan pertanian, tantangan yang harus dihadapi oleh masyarakat adalah bagaimana
bisa mendapatkan hasil yang lebih dari lahan yang terbatas. Hal tersebut sama
dengan penelitian Geertz (1974:22-23) tentang perubahan dipulau jawa
menunjukkan bahwa dalam proses itu yang terjadi hanya terutama dalam kenaikan
di dalam produktivitas tanah dan tidak di dalam kenaikan produktivitas tenaga
kerja, walaupun produksi rata-rata per tenaga kerja boleh tetap konstan. Sistem
gotong royong menurut Geerzt turut berperan di dalam involusi ini yang pada
tingkat lanjut mencapai puncaknya dalam poverty sharing system, yaitu pada saat
produksi rata-rata tenaga kerja mengalami penurunan dengan adanya tambahan
9
tenaga kerja, tetapi tidak terlihat adanya dorongan dari keluarga untuk mencari
alternatif lain di luar ekosistem pertanian sawah.
Involusi menurut Geertz di atas, tiap surplus yang dapat dipasarkan
sebagai sumber pendapatan dengan investasi. Pada tingkat lanjut, proses ini akan
menjurus keproses kemiskinan. Gotong-royong adalah suatu faham yang dinamis,
yang menggambarkan usaha bersama, suatu amal, suatu pekerjaan atau suatu
karya bersama, suatu perjuangan bantu-membantu. Gotong-royong adalah amal
dari semua untuk kepentingan semua atau jerih payah dari semua untuk
kebahagian bersama. Azas gotong-royong sudah tersimpul kesadaran bekerja
rohaniah maupun kerja jasmaniah dalam usaha atau karya bersama yang
mengandung didalamnya keinsyafan, kesadaran dan sikap jiwa untuk
menempatkan serta menghormati kerja sebagai kelengkapan dan perhiasan
kehidupan. Dengan berkembangnya tata kehidupan dan penghidupan Indonesia
menurut zaman, gotong-royong yang pada dasarnya adalah suatu azas tata
kehidupan dan penghidupan Indonesia asli dalam lingkungan masyarakat yang
serba sederhana mekar menjadi Pancasila.
Friedman (1981:140) secara garis besar pendekatan pengukuran
kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, pendekatan poverty threshold
(ambang batas kemiskinan). Pendekatan ini menekankan pada tingkat hidup
seseorang untuk hidup dan mempertahankan diri untuk hidup. Menurut
pendekatan ini dikatakan ukuran kemiskinan absolut karena kemiskinan diukur
dengan melihat berapa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Nilai (ambang) batas kemiskinan dapat diukur dengan kebutuhan fisik minimum.
10
Scott, 1981:13 menjelaskan bahwa pendekatan reciprocal entitlement.
Pendekatan ini menekankan bahwa kemiskinan merupakan cerminan
ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial.
Basis kekuasaan sosial tidak terbatas pada modal yang produktif atau asset
(tanah,perumahan, peralatan dan kesehatan), tetapi juga meliputi sumber-sumber
keuangan (penghasilan dan kredit), organisasi sosial dan politik yang dapat
digunakah untuk mencapai kepentingan bersama (partai politik dan koperasi),
jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, serta informasi yang bermanfaat untuk
meningkatkan kesejahteraan hidup. Ukuran yang dipakai untuk menentukan
kemiskinan ini adalah ketersediaan fasilitas/sarana sosial per kapita. Artinya,
pendekatan ini menekankan pada distribusi kebutuhan nyata per kapita setiap
sumber daya (pendidikan, kesehatan dan perumahan) dalam satu masyarakat
dibandingkan dengan masyarakat lain atau dengan ukuran baku. Ukuran ini
disebut dengan ukuran kemiskinan relatif.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang modernisasi dalam involusi pertanian pada petani di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam hal ini untuk
menganalisis perubahan dalam involusi pertanian pada petani Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Faktor penyebab
involusi pertanian pada petani Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima,
melihat dampak modernisasi dalam involusi pertanian pada petani Desa Soki
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, dan peran pemerintah dalam menanggulangi
11
modernisasi dalam involusi pertanian. Oleh karena itu melihat berbagai macam
pertimbangan, penelitian terpanggil untuk melakukan penelitian secara mendalam
yang dituangkan dalam karya ilmiah tesis yang berjudul Modernisasi Dalam
Involusi Pertanian Pada Masyarakat Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten
Bima.
1.2 Identifikasi Masalah
Masyarakat Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima merupakan salah
satu daerah yang mengalami perubahan dalam ketidakseimbangan antara luas
lahan pertanian dengan jumlah pekerja, maka identifikasi yang perlu di
identifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bentuk-bentuk modernisasi pertanian pada petani
2. Dampak modernisasi dalam involusi pertanian pada petani
3. Upaya pemerintah menanggulangi modernisasi dalam involusi pertanian pada
petani
4. Upaya masyarakat petani pada modernisasi dalam involusi pertanian
5. Bentuk-bentuk sistem nilai kekerabatan kerja sama dan gotong royong
masyarakat petani
1.3 Cakupan Masalah
Mengacu pada identifikasi masalah di atas, maka cakupan masalah dalam
penelitian ini adalah bentuk-bentuk modernisasi, Dampak involusi pertanian pada
masyarakat petani dan Upaya pemerintah menanggulangi modernisasi dalam
involusi pertanian serta bentuk sistem nilai kekerabatan pada masyarakat petani.
12
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan cakupan penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk modernisasi pertanian pada petani di Desa Soki
Kecamatan Belo Kabupaten Bima
2. Bagaimanakah dampak modernisasi dalam involusi pertanian pada petani di
Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima
3. Bagaimanakah upaya pemerintah menanggulangi modernisasi dalam involusi
pertanian pada petani di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima
4. Bagaimanakah bentuk-bentuk sistem nilai kekerabatan petani di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan rumusan masalah di atas maka secara umum
yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah.
1. Menganalisis bentuk-bentuk modernisasi pertanian pada petani di Desa Soki
Kecamatan Belo Kabupaten Bima
2. Menganalisis dampak modernisasi dalam involusi pertanian pada petani di
Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima
3. Menganalisis upaya pemerintah menanggulangi modernisasi dalam involusi
pertanian pada petani di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima
4. Menganalisis bentuk-bentuk sistem nilai kekerabatan pada petani di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
13
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini banyak memberikan manfaat kepada banyak pihak baik secara
teoretis maupun secara praktis, yaitu:
1.6.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan
memperkaya pengetahuan mahasiswa terutama masahasiswa pascasarjana
program studi pendidikan IPS, khususnya terkait dengan modernisasi dalam
involusi pertanian pada petani di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima.
1.6.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Masyarakat Petani
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi bahwa pentingnya
mengenai perubahan dalam involusi pertanian
2. Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan untuk
mensejahterakan masyarakat petani
3. Bagi Pendidikan
Memberikan sumber belajar bahwa pentingnya sistem nilai kekerabatan kerja
sama karena kebersamaan adalah amal dari semua untuk kepentingan semua
atau jerih payah dari semua untuk kebahagian bersama.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORETIS DAN KERANGKA
BERPIKIR
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Modernisasi Pertanian
Modernisasi pertanian merupakan arah yang ditempuh dalam
pembangunan pertanian yang membawa perubahan dari cara yang tradisional
menuju arah yang modern yang telah membawa teknologi baru yang menghemat
lahan dan padat karya, khususnya paket teknologi bibit unggul dan pupuk pabrik
kepada petani. Proses itu disertai perubahan dalam kelembagaan di desa,
mengenai hak milik lahan dan ikatan kontrak antara petani, buruh tani dan lain
pelaku di desa dan kota (Hayami 1981 dalam Pudjo Suharso 2017 : 39-48).
Modernisasi pertanian merupakan perubahan besar pada pola pertanian
dari cara-cara yang tradisional menuju cara-cara yang lebih maju atau modern
mencakup berbagai aspek yang meliputi, kelembagaan pertanian, teknologi
pertanian, pengembangan sumber daya alam (SDA), dan regulasi. Selain itu
tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan dengan dulu yang lebih
banyak membutuhkan tenaga manusia. Sehingga petani pemilik yang memiliki
lahan yang luas tidak mampu untuk mengolah lahannya sendiri. Jadi selain
memakan waktu yang lama dan membutuhkan tenaga kerja yang banyak, biaya
yang dikeluarkan untuk mengolah juga banyak, sedangkan hasil panen yang
diperoleh belum tentu lebih banyak dari biaya yang sudah dikeluarkan.
15
Moehar Danil (2002:14) pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang dilakukan untuk menghasilkan bahan pangan dan
mengelola lingkungan serta ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang
pertanian, baik mengenai subsektor, tanaman, pangan dan horti kultural, subsektor
perkebunan, subsektor perternakan, maupun subsektor perikanan. Selanjutnya
pengertian pertanian, Su‟ud (2007:1) juga menjelaskan bahwa “ilmu pertanian
juga sebagai ilmu terapan yang memiliki permasalahan yang berbeda, terutama
pengembangan hal-hal yang berhubungan satu sama lain, seperti manusia,
tanaman, dan hewan, dengan berbagai sarana dan lingkungan yang harus serasi.
Jadi, dari beberapa pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
pertanian adalah suatu kegiatan yang dilakukan manusia, untuk dapat
menghasilkan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat petani dari hasil usaha yang mereka ungkapkan.
Modernisasi pertanian telah membawa perubahan-perubahan yang
berarti. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi pertanian ketika
mencapai puncak ketika tercapainya swasembada pangan. Namun kondisi ini
tidak bertahan lama, dan pada akhirnya membawa kembali bidang pertanian
Indonesia kembali sebagai pengimpor beras. Kondisi ini terbentuk melalui
berbagai proses yang tidak dapat dilepakan. Pertama, aspek modernisasi itu
sendiri, dan kedua berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial yang muncul
dari modernisasi yang tidak diantisipasi secara dini. Menurut pendapat Smith
(1972) menyatakan bahwa modernisasi merupakan pertukaran dari cara-cara
yang sudah lama dengan cara-cara yang lebih baru.
16
Sugihen, 2006:147, ada enam sistem atau cara bertani yang mencakup
sistem bertani yang paling sederhana dan yang dianggap paling atau sudah
modern. Keenam tahapan atau tingkatan usaha tani tersebut akan dibahas secara
ringkas di bawah ini sesuai dengan urutan tingkatan kemajuan teknologi
bercocok tanam yang dilakukan para petani sebagai berikut.
a. Bercocok tanam di pinggir kali: sistem ini cara paling sederhana, tidak
menggunakan teknologi tertentu. Pada mulanya tak ada usaha bercocok
tanam. Mereka hanya melihat bahwa biji-bijian atau umbiumbian tertentu
kebetulan ditemukan berkecambah dan bertunas di tempat lembab berair.
Bibit itu hanya ditekan saja dengan ibu jari kaki ke dalam tanah yang lembut.
Pengalaman tersebut agaknya telah membawa pertanian ke arah yang lebih
sistematis.
b. Pertanian yang berpindah-pindah. Sosiolog Bertrand (1958) menyebutnya
sebagai “lahan bakar” (fire agriculture), sedangkan Sanders (1977)
menyebutnya sebagai pola bertani “tebas dan bakar” (felling dan burning).
Biasanya semak atau belukar itu ditebas dan kemudian dibakar bila tebasan
tersebut menjadi kering. Tanah yang bersih oleh api tersebut kemudian di
tanami tanpa mengolah tanah terlebih dahulu. Pola pertanian seperti ini
masih sederhana lagi kasar tanpa teknologi yang baik.
c. Sistem pertanian dengan teknologi cangkul, tahapan ini sering disebut
sebagai hoeculture. Pola pertanian semacam ini merupakan tingkat pertanian
ketika orang-orang sudah mulai menggunakan alat-alat yang tajam untuk
mengolah tanah.
17
d. Penggunaan bajak sederhana (rudimentary plow). Bentuk atau pola pertanian
ini adalah tahapan bagaimana menggunakan suatu bentuk bajak yang masih
sederhana. Sistem pertanian yang menggunakan bajak sederhana ini
mengandalkan tenaga hewan seperti lembu atau kerbau.
e. Sistem bajak modern, sistem ini telah memungkinkan para petani dapat
meningkatkan hasil produksi rata-rata per orang setiap tahunnya. Pada sistem
ini bajak yang di hela oleh hewan dirancang dengan sedemikian rupa hingga
terciptanya traktor. Akan tetapi traktor tersebut masih mengandalkan tenaga
hewan seperti kuda, kerbau, dan lembu untuk menggerakkannya.
f. Mekanisasi pertanian, sistem pertanian seperti ini sebagian menggunakan
alat-alat yang digerakkan oleh mesin untuk mengurangi pemakaian tenaga
manusia dan hewan
2.1.2 Involusi Pertanian
Involusi ialah meningkatnya jumlah penduduk tanpa dibarengi dengan
penambahan lahan garapan sehingga masyarakat petani kemudian terpaksa
membagi lahan pertanian sama-rata, sama-rasa. Hal yang serupa seperti yang
dikemukakan oleh Geertz bahwa involusi ialah perubahan yang hampir tidak
terjadi perkembangan karena terbagi dengan anggota keluarga yang lain. Sektor
pertanian terus menerus menyerap tambahan angkatan kerja tanpa diikuti
perubahan struktural. Akibatnya, mekanisme pembagian penghasilan diikuti oleh
melanggengkan derajat homogenitas sosial ekonomi melalui pembagian
penghasilan yang relatif kecil menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi.
18
Gejala ini menimbulkan pemerataan kemiskinan (shared poverty) yang ditandai
dengan meluasnya kemiskinan.
Involusi pertanian digambarkan oleh taraf produktivitas yang tak naik,
dimana produktivitas perorangan (tenaga kerja) yang dipakai sebagai ukuran.
Kenaikan hasil perhektar memang dicapai tapi hasil yang lebih tinggi itu hanya
cukup untuk mempertahankan penyediaan pangan perorang, pemakan nasi.
Teori Geertz ini dapat dibenarkan, namun mulai tahun 1970-an teori itu
mendapat tanggapan dari beberapa pakar yang mengamati masalah kemiskinan
pedesaan Jawa. Collier (1977) berpendapat bahwa teori Geertz dibangun hanya
dari hasil pengamatan dan penelitian selama tahun 1952-1954. Pada saat itu
ekonomi Indonesia umumnya dan pedesaan Jawa khususnya masih sangat parah
sebagai akibat Perang Dunia II dan Perang Kemerdekaan yang baru berakhir
pada tahun 1950. Aktivitas ekonomi belum berkembang dan desa-desa relatif
terisolasi dan tertutup. Sejak akhir tahun 1960-an desa-desa di Jawa mulai
mengalami perkembangan yang pesat.
Sektor pertanian mengalami perubahan yang cukup berarti sejak ada
program intensifikasi pertanian (revolusi hijau), meskipun di beberapa daerah,
terutama didaerah-daerah pertanian tadah hujan, belum ada perubahan dan
kemajuan yang berarti. Collier (1977), manyatakan bahwa teknologi baru yang
diperkenalkan di bidang pertanian akan mengurangin peluang kerja bagi
masyarakat miskin pedesaan sehinga penghasilannya memudar dan melonggar.
Dapat dikatakan bahwa strategi pembangunan pedesaan yang diterapkan belum
berdampak positif pada kemiskinan. Pada tahun 1976 diperkirakan penduduk
19
pedesaan yang hidup di bawah garis kemiskinan masih sekitar 37 juta jiwa
(Booth dan Sundrum, 1986: 57). Pandangan Collier ini pun mengandung
beberapa kelemahan. Salah satu kelemahan adalah yang menyangkut perubahan
lembaga sosial tradisional.
Perubahan lembaga sosial tradisional, misalnya bawon ke ceblokan atau
kedokan menurut Kolff (1936) telah terjadi di Jawa sejak tahun 1922. Artinya,
teknologi baru yang diperkenalkan lewat revolusi hijau yang diduga Collier telah
melonggarkan hubungan antara petani kaya dan petani gurem atau tunakisma
sudah terjadi sebelum teknologi baru diperkenalkan. Hal yang senada juga
dilontarkan oleh Maurer (1984: 117). Maurer berkilah bahwa tebasan bukanlah
hal yang baru di pedesaan Jawa. Tebasan sudah dikenal sebelum teknologi baru
diperkenalkan dan tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk mengatakan bahwa
teknologi itu telah mengurangi peluang kerja. Secara lebih tegas Maurer (1984:
118) menulis bahwa, "teknologi pertanian baru yang diperkenalkan di pedesaan
Jawa belum tentu menyebabkan kurangnya peluang kerja seperti yang telah
dikatakan Collier itu telah terjadi". Cooley dalam Soekanto (1982 : 67)
mengemukakan bahwa kerjasama timbul apabila orang menyadari mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama, kesadaran akan adanya kepentingan-
kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan bentuk kerja sama
yang berguna.
Kerja sama merupakan suatu usaha bersama antara orang perorangan
atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Bentuk dan pola-pola kerja sama secara universal dapat dijumpai pada kelompok
20
manusia. Kerja sama atau juga dikenal dengan istilah gotong royong, merupakan
suatu bentuk kegiatan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat agraris.
Pada masyarakat petani pedesaan gotong royong merupakan suatu sistem
pengerahan tenaga kerja dalam suatu pekerjaan tertentu untuk kepentingan
bersama, seperti, membor air dan atau membangun jalan yang masuk dalam
persawahan. Munculnya gotong royong terkait dengan zaman kerajaan-kerajaan
kuno, yang pada waktu itu rakyat di desa dikerahkan untuk bekerja tanpa
bayaran dalam proyek-proyek pembangunan bagi raja, bagi agama atau bagi
kerajaan. Pada zaman penjajahan kerja bakti itu untuk mengerahkan tenaga kerja
bagi proyek-proyek pemerintah kolonial, sedangkan pada era kemerdekaan
digunakan secara leluasa dalam pembangunan (Koentjaraningrat, 1977:63)
Sistem gotong royong sebagai suatu sistem pengerahan tenaga kerja amat
cocok dan fleksibel pada masyarakat petani di pedesaan, terutama sebelum
masuknya sistem uang pada masyarakat petani pedesaan (Koentjaraningrat,
1977b:60). Gotong royong dan tolong menolong dalam konsep yang
dikemukakan Koentjaraningrat terkait dengan aktivitas pertanian mempunyai
pengertian yang sama. Sebetulnya tidak demikian. Marzali membedakan gotong
royong dengan tolong menolong, yaitu gotong royong suatu bentuk kerjasama
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan untuk kepentingan bersama, tidak ada
prinsip reciprocity dan kecurangan terjadi apabila seseorang tidak berpartisipasi
dalam pekerjaan. Di pihak lain tolong menolong, berdasarkan atas prinsip
reciprocity dan kecurangan terjadi apabila seseorang tidak “membalas” jasa atau
benda yang telah diterimanya dari pemberi Marzali (2003 : 159).
21
Gotong royong adalah kerjasama untuk kepentingan kolektif, sedangkan
tolong menolong atau bantu membantu suatu bentuk kerjasamanya untuk
kepentingan individual. Dalam aktivitas pertanian tolong-menolong atau bantu
membantu mempunyai pengertian yang sama terutama dalam kegiatan
pengolahan lahan, penanaman dan penyiangan. Bantu membantu atau tolong
menolong, muncul ketika suatu keluarga kekurangan tenaga kerja dalam
pengolahan lahan dan kemudian meminta bantuan kepada teman/tetangga untuk
mengisi kekosongan tenaga kerja tadi. Bantu membantu dalam pengolahan lahan
dilakukan berdasarkan hamparan dan atau berdasarkan domisili. dengan
pertimbangan bahwa di daerah Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima,
terdapat petani lahan basah (menanam padi) dan petani lahan kering (menanam
bawang) yang dapat menggambarkan penggunaan tenaga kerja dalam sistem
pertanian di wilayah Desa Soki, Kecamatan Belo. Kabupaten Bima.
2.1.3 Konsep Pertanian
Pertanian merupakan kegiatan manusia untuk memperoleh hasil yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan atau hewan yang pada mulanya dicapai
dengan jalan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah
diberikan oleh alam guna mengembangbiakkan tumbuhan dan hewan (Van
Aarsten,1953). Pertanian di Indonesia perlu ditingkatkan produksinya
semaksimal mungkin menuju swasembeda pangan akan tetapi, tantangan untuk
mencapai hal tersebut sangat besar karena luas wilayah pertanian yang semakin
lama semakin sempit, penyimpangan iklim, pengembangan komoditas lain,
teknologi yang belum modern, dan masalah yang satu ini adalah masalah yang
22
sering meresahkan hati para petani yaitu hama dan penyakit yang menyerang
tanaman yang dibudidayakan. Hasil produksi tanaman padi di Indonesia belum
bisa memenuhi target kebutuhan masyarakat karena ada di beberapa daerah di
Indonesia yang masih mengalami kelaparan (Agriculture Sector Review
Indonesia, 2003).
Lahan pertanian yang semakin menyempit hal inilah yang menjadi
tantangan terbesar saat ini yang harus dihadapi akan tetapi, ada cara yang dapat
dilakukan untuk mengantisipasinya yaitu dengan cara melakukan pembangunan
sektor pertanian. Pembangunan adalah suatu proses perubahan sosial dengan
partisipasi yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan
sosial dan material (termasuk bertambah besarnya kebebasan, keadilan dan
kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang
lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers, 1994).
Pembangunan ini bertujuan untuk membantu terlaksanakannya pembangunan
daerah baik pertanian maupun non-pertanian. Pembangunan pertanian bertujuan
agar dapat menghasilkan hasil produksi berupa hasil pertanian dan non-pertanian
karena keduanya harus sama-sama berkembang dan bergandengan.
Pembangunan pertanian adalah upaya-upaya pengelolaan sumberdaya
alam yang dilakukan untuk memastikan kapasitas produksi pertanian jangka
panjang dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui pilihan-pilihan
pendekatan yang ramah terhadap lingkungan (Schultink,1990). Pembangunan
pertanian merupakan salah satu bagian dari pembangunan ekonomi dalam arti
23
luas yang tidak lepas dari upaya pembangunan dibidang ekonomi, artinya
pembangunan tiap sektor saling berkaitan satu dengan yang lain.
2.1.3.1 Masyarakat Petani
Masyarakat merupakan orang yang menempati suatu wilayah baik
langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai usaha pemenuhan
kebutuhan terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan solidaritas karena latar
belakang sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama (Dannerius Sinaga
1988: 143). Sedangkan masyarakat pedesaan menurut Soerjono Soekanto (2006:
166-167) masyarakat pedesaan pada hakikatnya bersifat gradual. Warga suatu
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya.
Sistem kehidupannya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk
masyarakat desa pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya
tukang kayu, tukang membuat genteng dan bata, tukang bangunan akan tetapi
inti pekerjaan penduduk pedesaan adalah pertanian.
Masyarakat Desa merupakan kelompok orang yang menghuni wilayah
desa pada umumnya mata pencaharian utama penduduknya adalah petani atau
nelayan, Masyarakat desa erat kaitannya dengan bidang pertanian, sebab
mayoritas pedesaan di negara kita masih bergantung pada bidang pertanian.
Sayangnya, masyarakat desa yang terkenal sebagai penghasil pangan justru
terkenal pula akan kemiskinannya. Desa, pertanian dan kemiskinan sangat erat
kaitannya dengan kehidupan masyarakat tani.
24
Masyarakat tani adalah mereka yang berprofesi sebagai petani dan
tergabung dalam komunitas tani di suatu wilayah, sehingga ada ungkapan bahwa
secara umum kehidupan masyarakat tani memang sangat miskin dan rentan
terhadap gejolak sekecil apapun yang menimpa mereka. Sebagian besar petani
merupakan buruh tani dan petani gurem mereka bercocok tanam hanya untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluargannya dan sebagian besar tidak mampu
mencukupi kebutuhan tersebut. Meskipun demikian pertanian adalah hal yang
sangat penting sebab pertanian merupakan salah satu sektor dari seluruh
perekonomian (CE. Bishop dan WD Toussaint, 1979: 28).
Petani adalah orang yang pekerjaannya bercocok tanam pada tanah
pertanian. Definisi petani menurut Anwas (1992 :34) mengemukakan bahwa
petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari lahan pertaniannya atau
memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan dari kegiatan.
petani yang dikemukakan Anwas (1992 :34) di atas bahwa pertanian adalah
kegiatan manusia mengusahakan terus dengan maksud memperoleh hasil-hasil
tanaman ataupun hasil hewan tanpa mengakibatkan kerusakan alam.
Slamet (2000 18-19), petani asli adalah petani yang memiliki tanah
sendiri, bukan penyakap maupun penyewa. Berdasarkan hal tersebut, secara
konsep, tanah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
seorang petani. Petani adalah orang yang bercocok tanam untuk memenuhi
sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya dibidang pertanian. Dalam arti
luas yang meliputi usaha tani pertanian pangan, peternakan, perikanan (termasuk
penangkapan ikan) dan pemungutan hasil laut (Fadholi Hernanto, 1996: 26).
25
Sandy (1985: 107) mengatakan petani di indonesia dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu: (a). Petani pemilik adalah petani yang mengusahakan sendiri
tanahnya. (b). Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan tanah orang
lain atas dasar bagi hasil. (c). Buruh tani adalah orang yang menyewakan
tenaganya di bidang pertanian, untuk usahanya itu dia menerima upah sesuai
dengan kesepakatan. Berdasarkan kutipan di atas bahwa bidang-bidang usaha
petani itu sangat menentukan hasil yang diperoleh misalkan jika bidang usaha
mereka sebagai pemilik lahan pertanian maka hasil produksi tidak akan berkurang
karena adanya biaya sewa lahan, namun jika bidang usahanya sebagai penggarap
maka ketentuan hasil produksi akan dikurangi biaya sewa lahan karena lahan ini
milik orang lain apalagi jika bidang usaha sebagai buruh tani maka hanya
memiliki upah bila ada orang (petani) yang memerlukan jasanya.
Soekartawi (1986:1) mengungkapkan Jumlah rumah tangga petani di
Indonesia didominasi patani kecil dengan karakteristik petani kecil di Indonesia
ialah sebagai berikut: (1). Petani yang pendapatanya rendah, yaitu kurang dari
setara 240 kg beras per kapita pertahun. (2). Petani yang memiliki lahan sempit,
yaitu lebih kecil dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa.
Bila petani tersebut juga mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa
dan 1,0 hektar di luar Jawa. (3). Petani yang kekurangan modal dam memiliki
tabungan yang terbatas. (4). Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan
kurang dinamik. Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa ciri yang
paling dominan dari petani kecil yaitu dilihat tingkat pendapatan yang rendah,
luas lahan garapan yang sempit, kurangnya modal serta minimnya pengetahuan
26
bertani sehingga kurang adanya inovasi dan cenderung monoton dalam mengolah
lahan pertaniannya. Menurut Suria permana dalam (Hanafi 2007:35). Petani di
Indonesia diklasifikasikan ke dalam empat golongan antara lain sebagai berikut.
1. Petani penggarap atau buruh tani: pria dan wanita dalam batas usia
produktif (15-50 tahun), yang memiliki satu atau lebih wadah dari
satuan usaha, tetapi karena hasilnya tidak cukup menunjang kebutuhan
hidup keluarganya atau karena ingin menambah penghasilan bekerja
kepada petani lain mereka yang memiliki lahan biasanya mulai
memburuh setelah menggarap lahan miliknya sendiri.
2. Petani penyekap : kepala keluarga yang memiliki modal tetapi tidak
cukup memiliki wadah dari salah satu satuan usaha sehingga
mengerjakan lahan milik orang lain (tegalan atau sawah) dengan cara
sewa, sewa dengan batas waktu tidak menentu (gadai) atau bagi hasil.
3. Petani pemilik-penggarap: petani yang mengelola lahannya sendiri,
adakalanya mengupah buruh tani apabila tenaga keluarganya tidak
cukup untuk mengerjakan seluruh lahan miliknya tetapi ada juga yang
menyewakan sebagian lahan miliknya jika tidak cukup modal untuk
mengupah buruh tani
4. Petani pemilik bukan penggarap: mereka memiliki lahan tetapi karena
mempunyai usaha lain (pedagang, industrialis, pegawai negeri/swasta,
ABRI), menyekapkan tanahnya kepada orang lain, biasanya tanah
miliknya terletak agak jauh dari rumahnya.
Petani di Indonesia diklasifikasikan lebih rinci yaitu petani pemilik yang
mengolah lahannya sendiri, petani pemilik yang tidak mengolah lahannya sendiri,
petani yang menyewa lahan milik orang lain dan petani yang selain menggarap
lahannya sendiri juga menjadi buruh di tempat lain.
2.1.3.2 Kepemilikan Lahan Pertanian
Lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief
tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan
mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan (Purwowidodo, 1983:1). Lahan
diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
27
penggunaan lahan, termasuk didalamnya hasil kegiatan manusia dimasa lalu dan
sekarang seperti hasil reklamasi laut kegiatan pertanian (FAO dalam Arsyad,
1989:1). Lahan pertanian merupakan faktor penunjang kebutuhan hidup
masyarakat terutama masyarakat pedesaan dan pinggiran kota. Sebagian besar
masyarakat yang ada di daerah pedesaan dan pinggiran memperoleh penghasilan
atau mengandalkan usaha yang bergerak di bidang pertanian.
Pertanian merupakan pekerjaan mayoritas masyarakat Indonesia, banyak
sekali masyarakat yang mengantungkan hidupnya dari bertani. Karena Indonesia
merupakan negara agraris yang kaya akan hasil alam, kondisi tanah dan musim
yang sangat cocok dengan pertanian. Clifford Geertz (1976:15) dalam bukunya
Involusi Pertanian Proses Perubahan Ekologi di Indonesia, mengatakan bahwa
ada garis pemisah ekologi di Indonesia yaitu, Jawa dan luar Jawa. Sebenarnya
pembagian ini berguna untuk memisahkan dua ekosistem dengan dua macam
dinamik yang berlainan, satu terpusat pada peladangan dan yang lain
persawahan.
Lahan persawahan di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima ada
dua macam lahan persawahan pertanian diantaranya lahan persawahan basah
dan kering. Persawahan lahan basah merupakan pertanian yang lahannya untuk
menanam padi, pertanian ini banyak dilakukan di musim hujan. Sedangkan
persawahan lahan kering merupakan pertanian setalah memanen padi yang
lahannya untuk menanam bawang merah yang tidak digenangi oleh air hujan.
Pada sistem pertanian tanaman dipisahkan jadi 2 yaitu: (1). Tanaman Tahunan,
yang dapat ditanam disawah pada musim hujan dengan menanam padi selama
28
satu kali dalam setahun. (2). Tanaman pada musim kemarau untuk menanam
bawang merah dilakukan tiga kali dalam satu tahun sekaligus menunggu musim
hujan untuk menanam kembali padi. Keduanya adalah tanaman yang
mempergunakan lahan yang luas, menyerap tenaga kerja yang cukup besar,
menghasilkan keuntungan yang tinggi atau mempunyai pengaruh yang relatif
lama terhadap struktur umum ekonomi rakyat petani. Walaupun dalam
penanaman ke dua musim antara musim hujan menanam padi dan musim
kemarau menanam bawang merah dapat menguntungkan masyarakat petani
tetapi tidak dapat meningkatkan ekonomi petani dan kemiskinan masih terjadi
karena semakin sempit luas lahan pertanian dan semakin bertambahnya jumlah
penduduk.
2.1.4 Penelitian yang Relavan
Kajian penelitian terdahulu berguna sebagai pembanding antara penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang memiliki sisi
kesesuaian dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Hal ini sebagai bahan
rujukan peneliti melakukan penelitian dengan mengalisis pada sisi perbedaan dan
persamaan antara penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang akan
peneliti dilakukan. Letak perbedaan dan persamaan bisa meliputi pendekatan
penelitian yang digunakan, teknik analisis data yang dilakukan. Penelitian
terdahulu yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terlampir sebagai berikut.
Nurpilihan (2000), menjelaskan bahwa umur dan tingkat pendidikan
masyarakat petani dapat mempengaruhi modernisasi dalam menerapkan teknologi
sehingga berpengaruh pada pendapatan yang diperoleh dari hasil pertanian.
29
berdasarkan penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, mengkaji modernisasi
pertanian menggunakan teknik analisis data dengan pendekatan metode kualitatif.
Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian, dimana
peneliti ini lebih menganalisi pada dampak modernisasi dalam involusi pertanian
pada masyarakat petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima,
sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji dampak sosial wanita di Kabupaten
Bandung seperti tingkat pendidikan, umur dan kesesuaian terhadap penerapan
modernisasi pertanian.
Mohanty (2001), Menjelaskan bahwa tindakan kolektif secara substansial
dapat meningkatkan produksi pertanian. berdasarkan penelitian terdahulu terdapat
persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut
meliputi, sama-sama mengkaji modernisasi pertanian di pedesaaan. Meskipun
terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,
penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian, metode penelitian,
lokasi dan waktu penelitian. Penelitian ini lebih menganalisis dampak modernisasi
dalam involusi pertanian menggunakan metode kualitatif pada masyarakat Desa
Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, sedangkan penelitian sebelumnya
mengalisis perkembangan pertanian modern serta proses kontestasi antara sains
dengan pengetahuan lokal petani di lahan pasang surut pada masyarakat
Kabupaten Maharashtra India dengan metode analisis komparatif praktik.
30
Widyaningrum (2009), Menjelaskan bahwa mekanisasi pertanian di satu
sisi memberikan dampak positif yaitu semakin meningkatnya hasil pertanian
sehingga secara langsung juga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di satu
sisi memberikan dampak negatif yaitu dapat menyebabkan pengangguran dan juga
peran perempuan dalam sektor pertanian semakin berkurang. Berdasarkan
penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji modernisasi
pertanian menganalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Meskipun
terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,
penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisi modernisasi dalam involusi pertanian pada masyarakat
petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, sedangkan penelitian
sebelumnya bertujuan mengetahui dampak modernisasi pertanian terhadap
kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa Pagergunung, Kecamatan Ulujami,
Kabupaten Pemalang.
Oktavianto (2011), menjelaskan bahwa modernisasi pertanian dapat
menciptakan ketidakadilan gender pada buruh tani perempuan. berdasarkan
penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji modernisasi
pertanian. Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis modernisasi dalam involusi pertanian
pada masyarakat petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima,
31
menganalisis menggunakan metode kualitatif, sedangkan penelitian sebelumnya
bertujuan untuk mengetahui bentuk dan karakteristik modernisasi pertanian yang
terjadi di Desa Tulas menganalisis menggunakan metode kuantitatif.
Djoh (2018), menjelaskan bahwa modernisasi pertanian dapat membawa
perubahan pada pola pikir dan perilaku masyarakat di Desa Kambanta Tana dan
Transformasi pertanian yang terjadi hanya sebatas pada cara produksi tanpa
merubah struktur sosial masyarakat karena masyarakat Kambanta Tanah masih
memegang teguh nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang di anut. Berdasarkan
penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji modernisasi
pertanian menganalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Meskipun
terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,
penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian, penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis modernisasi dalam involusi pertanian pada
masyarakat petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, sedangkan
penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui dampak modernisasi terhadap
perubahan sosial masyarakat tani di Desa Kambanta Tana Kecamatan Pandawai
Kabupaten Sumba Timur.
Wiranoto Dan Hardati (2014), menjelaskan bahwa konversi lahan sawah
yang dimiliki keluarga petani untuk dijadikan pembangunan pabrik
mengakibatkan respon negatif masyarakat petani terhadap PLP2B. Berdasarkan
penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji konversi lahan
32
sawah dijadikan kebutuhan pembangunan. Meskipun terdapat persamaan dengan
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian inipun memiliki
perbedaan penelitian sebelumnya mengkaji konversi lahan sawah untuk
membangun pabrik sedangkan penelitian sebelumnya mengkaji konversi lahan
yang dijadikan pembanguna rumah masyarakat, terdapat juga perbedaan tujuan
penelitian ini bertujuan menganalisis faktor penyebab terjadinya involusi
pertanian pada masyarakat petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten
Bima sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan menelaah faktor-faktor konversi
lahan sawah yang dimiliki petani di Kabupaten Pemalang.
Hasanuddin (2016), menjelaskan bahwa sempitnya lahan pertanian,
keterbatasan modal, Lembaga ekonomi dan keuangan masih dikuasai oleh pihak
luar petani mengakibatkan kemiskinan pada masyarakat petani. Berdasarkan
penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji sempitnya lahan
pertanian pada masyarakat petani menganalisis menggunakan metode kualitatif.
Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor penyebab terjadinyan involusi
pertanian pada petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
Sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan mengidentifikasi tingkat dan
penyebab kemiskinan petani holtikultural serta pola perilaku ekonomi petani
dalam menghadapi kemiskinan pada masyarakat Kabupaten Tamanggus
Lampung.
33
Nurchamidah dan Djauhari (2017), menjelaskan bahwa dampak dari
konversi lahan pertanian kehidupan masyarakat mulai berubah dari masyarakat
agraris bergeser ke masyarakat industri. Berdasarkan penelitian terdahulu
terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan
tersebut meliputi, sama-sama mengkaji dampak dari sempitnya lahan pertanian.
Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak modernisasi dalam involusi
pertanian pada masyarakat Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
Sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
melatarbelakangi prosedur dan dampak pengalih fungsian lahan pertanian ke non
pertanian di Kabupaten Tegal.
Budiman (2018), menjelaskan bahwa kehidupan petani kalangan bawah
selalu terabaikan dari segala sektor pembangunan di Kabupaten Bima. Sempitnya
lahan pertanian mengakibatkan pengangguran dan kemiskinan pada masyarakat
petani dikabupaten Bima. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat persamaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-
sama mengkaji sempitnya lahan pertanian pada masyarakat petani di Kabupaten
Bima. Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam
menanggulangi modernisasi dalam involusi pertanian secara umum pada petani di
Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, menggunakan metode kualitatif.
34
Sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui peran PPL dalam
membina petani bawang merah dalam meningkatkan pendapatan di Desa Sape
kecamatan Lambu menganalisi menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif.
Syahbuddin (2018), menjelaskan bahwa involusi pertanian di jawa
dilatarbelakangi oleh kebijakan kolonial Hindia belanda (1619-1942) yang
membawa produksi pertanian indonesia kepasar dunia. Namun belanda tidak
berhasil untuk mengembangkan ekonomi ekspor secara luas di pasar, Untuk itu
kolonial belanda terus mendorong petani berproduksi untuk memenuhi kebutuhan
pasar dunia. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat persamaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji
involusi pertanian pada masyarakat petani. Meskipun terdapat persamaan dengan
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian inipun memiliki
perbedaan pada tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
faktor terjadinya involusi pertanian pada masyarakat petani di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima sedangkan penelitia sebelumnya bertujuan
menelaah kebijakan kolonial Belanda sejak tahun 1830-1900 pada masyarakat
Jawa.
Noer (2011), menjelaskan bahwa petani dalam menerapkan pola rotasi
tanaman menyesuaikan dengan kondisi dan curah hujan sesuai dengan
pengalaman dan pengetahuan petani tentang kondisi iklim. Berdasarkan penelitian
terdahulu terdapat persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Persamaan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji masyarakat petani
menganalisis dengan metode kualitatif. Meskipun terdapat persamaan dengan
35
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian inipun memiliki
perbedaan pada tujuan penelitian, penelitian sebelumnya bertujuan untuk
menganalisis upaya masyarakat petani pada modernisasi dalam involusi pertanian
di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, sedangkan penelitian
sebelumnya bertujuan untuk mengetahui pola budidaya pertanian pada PT lahan
kering yang pola tanam dan rotasi tanaman pada pertanian tanaman di central
Provinsi Sulawesi Morowali.
Dilahur dkk (2001), menyatakan bahwa sosialisasi tentang kesempatan
kerja sektor pertanian yang masih luas di Desa Delanggu perlu di1akukan baik
oleh pemerintah maupun oleh masyarakat petani sendiri untuk menarik pemuda,
terutama yang pengangguran. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat
persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut
meliputi, sama-sama mengkaji masyarakat petani menganalisis dengan metode
kualitatif. Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian sebelumnya bertujuan untuk menganalisis upaya pemerintah
menanggulangi modernisasi dalam involusi pertanian di masyarakat Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, sedangkan penelitian terdahulu bertujuan
untuk mengamati orang muda berangkat di sektor pertanian dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya pada masyarakat Desa Delanggu Kecamatan Delanggu
Kabupaten Klaten.
Darojah (2012), menjelaskan bahwa masuknya industri ke desa membawa
pergeseran sosial ekonomi dan pendapatan masyarakat terutama pada masyarakat
36
Desa Kubang Wungu. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat persamaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-
sama mengkaji masyarakat petani menganalisis dengan metode kualitatif.
Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian sebelumnya bertujuan untuk menganalisis upaya masyarakat petani
pada modernisasi dalam involusi pertanian di Desa Soki, Kecamatan Belo,
Kabupaten Bima, sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan mengetahui struktur
sosial ekonomi masyarakat petani setelah berubah dari ekonomi pertanian ke
ekonomi industri tahun 1969-2010 di Desa Kumbang Wungu.
Hariyanto (2014), menjelaskan bahwa Tindakan penyewaan lahan
dilakukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya seperti
pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat persamaan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Persamaan tersebut meliputi, sama-
sama mengkaji masyarakat petani menganalisis dengan metode kualitatif.
Meskipun terdapat persamaan dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis upaya masyarakat petani pada
modernisasi dalam involusi pertanian di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten
Bima, sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan untuk mendeskripsikan
tindakan penyewaan lahan petani di desa Pandan Sari Kecamatan Ponco Kusomo
Kabupaten Malang.
37
Hasibuan (2016), menjelaskan bahwa peran penyuluhan untuk
memotivasi petani dalam mengikuti program penyuluhan pertanian termasuk
kategori tinggi di Desa Pasar Rawah sehingga masyarakat petani lebih mudah
melakukan kegiatan usaha taninya. Penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
memiliki kemiripan dalam mengkaji peran pemerintah pada masyarakat petani
menganalisis dengan metode kualitatif. Meskipun terdapat kemiripan penelitian
ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, penelitian inipun
memiliki perbedaan pada tujuan penelitian, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis upaya pemerintah menaggulangi modernisasi dalam involusi
pertanian pada masyarakat petani secara umum di Desa Soki, Kecamatan Belo,
Kabupaten Bima, sedangkan penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui
peran penyuluhan pertanian terhadap kelompok tani dalam mengembangkan
usaha tani padi sawah di Desa Pasar Rawah Kecamatan Gebang Kabupaten
Langkat Medan.
Dailangi (2016), menjelaskan bahwa pemerintah telah mencoba
memberdayakan masyarakat sebagai langkah meningkatkan hasil petani terutama
petani pala, sawah dan perkebunan sawit tetapi tidak mendapatkan hasil yang
maksimal. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat kemiripan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya. kemiripan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji
masyarakat petani menganalisis dengan metode kualitatif. Meskipun terdapat
kemiripan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,
penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian, penelitian ini tujuan
menganalisis upaya pemerintah dalam menanggulangi modernisasi dalam involusi
38
pertanian pada petani secera umum sedangkan penelitian terdahulu bertujuan
melihat kelanjutan pemerintah kabupaten khusunya departemen pertanian untuk
para petani pala, sawah dan perkebunan sawit di Desa Air Mangga indah
Kabupaten Halmahera.
Wahono dan Priyanto (2017), menjelaskan bahwa budaya sekolah
memiliki peran untuk mengembangkan karakter siswa. Berdasarkan penelitian
terdahulu terdapat kemiripan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
kemiripan tersebut sama-sama menganalisis dengan metode kualitatif. Meskipun
terdapat kemiripan penelitian ini dengan penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan penelitian,
penelitian ini tujuan menganalisis bentuk-bentuk sistem nilai kekerabatan pada
masyarakat petani sedangkan penelitian terdahulu bertujuan untuk melakukan
identifikasi dan mendeskripsikan kondisi pengembangan pendidikan karakter
dalam budaya sekolah di SMP se-Kota Semarang.
Setyowati (2012), menjelaskan bahwa kapasitas infiltrasi diberbagai
penggunaan lahan memberikan nilai bervariasi karena nilai porositas dan yang
tinggi dan nilai porositas sangat rendah, selain penggunaan lahan, sifat fisik tanah,
dan vegetasi mempengaruhi besarnya kapasitas infiltrasi. Berdasarkan penelitian
terdahulu terdapat kemiripan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
kemiripan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji tentang penggunaan lahan
pertanian. Meskipun terdapat kemiripan penelitian ini dengan penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan pada tujuan
penelitian, penelitian sebelumnya bertujuan untuk mengetahui variasi kapasitas
39
infiltrasi pada beberapa penggunaan lahan, mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Teknik pengambilan sampel secara purposive
sampling menggunakan metode analisis kapasitas infiltrasi Horton di Kelurahan
Sekaran Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang. Sedangkan penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis dampak dari involusi pertanian terhadap masyarakat
petani, teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara menggunakan
metode kualitatif pada petani di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
Patrician (2016), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
alih guna lahan pertanian adalah luas lahan, harga lahan, pengaruh tetangga, dan
pengaruh swasta/investor. Berdasarkan penelitian terdahulu terdapat kemiripan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. kemiripan tersebut meliputi, sama-
sama mengkaji tentang lahan pertanian. meskipun terdapat kemiripan dengan
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan
seperti metode penelitian, tujuan penelitian, penelitian sebelumnya bertujuan
Untuk mengetahui laju alih guna lahan pertanian(sawah) ke non pertanian(non-
sawah), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya alih guna lahan dan
pengaruh perubahan mata pencaharian dan aset keluarga petani. Sedangkan
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari padatnya lahan pertanian
tidak sebanding dengan penggarapnya, terdapat juga perbedaan tempat dan waktu
penelitian. Penelitian sebelumnya melakukan penelitian di Kecamatan Bawen,
sedangkan penelitian ini bertempat di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten
Bima.
40
Arifien dkk (2012), menjelaskan bahwa produktivitas tertinggi dalam
pertanian di kabupaten Wonosobo adalah tanaman sayuran. Jenis komoditas
tanaman yang dapat dikembangkan adalah komoditas tanaman pangan yang
memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Berdasarkan penelitian
terdahulu terdapat kemiripan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
kemiripan tersebut meliputi, sama-sama mengkaji tentang hasil produktivitas
pertanian. meskipun terdapat kemiripan dengan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya, penelitian inipun memiliki perbedaan seperti metode penelitian,
tujuan penelitian, penelitian sebelumnya bertujuan Untuk membuat perencanaan
untuk pengembangan sektor pertanian, khususnya tanaman pangan demi
peningkatan perekonomian daerah. Sedangkan penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bentuk-bentuk modernisasi pertanian pada masyarakat petani,
terdapat juga perbedaan pada tempat dan waktu penelitian. Penelitian sebelumnya
dilakukan di Kabupaten wonosobo sedang penelitian ini dilakukan di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima.
2.2 Kerangka Teoretis
2.2.1 Fungsional Struktural “AGIL” Talcott Parsons
Teori fungsionalisme “AGIL” Talcott Parsons (George Ritzer 2004, 256),
percaya bahwa ada empat imperatif fungsional yang diperlukan atau menjadi ciri
seluruh sistem-adaptasi (A/adaptation), (Goal attainment/ pencapaian tujuan),
(integrasi) dan (Latency) atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat
imperatif fungsional tersebut di sebut dengan skema AGIL. Agar bertahan hidup
maka sistem harus menjalankan keempat fungsi tersebut.
41
Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah fungsionalisme (AGIL)
dari Talcott Parsons Parsons merupakan tokoh terkenal (1902-1979) dalam aliran
fungsionalisme. Telah menyantakan telah sengaja melebih-lebihkan stabilitas
sistem untuk merencanakan standar nilai guna normalnya memiliki sarana untuk
menolak perubahan dan sebagian besar tulisan teoretisnya intinya menganggap
perubahan itu menyusahkan karena Talcott Parsons membahayakan imperatif-
imperatif sistem (George Ritzer dan Barry Smart, 2012:279).
Kebudayaan tak lepas dari kepribadian individu melalui suatu proses
belajar yang panjang menjadi milik dari masing-masing individu warga
masyarakat yang bersangkutan. Proses itu kepribadian atau watak tiap-tiap
individu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kebudayaan itu dalam
keseluruhannya. Maka gagasan tingkah laku atau tindakan manusia itu ditata,
dikendali, dan dimantapkan polanya oleh berbagai sistem nilai dan norma yang
seolah-olah berada di atasnya.
Teori Parsons tentang tindakan manusia ditentukan oleh empat subsistem,
yaitu, (1). Sistem kultural, (2). Sosial, (3). Kepribadian, (4). Serta organisme,
sumber kultur merupakan sebuah ide, pengetahuan, nilai, kepercayaan, serta
simbol-simbol. Sistem kultur memberikan arahan, bimbingan, dan pemaknaan,
terhadap tindakan manusia dalam sistem sosial sampai pada tindakan nyata,
kepribadian, sistem sosial berfungsi sebagai mediator terhadap sistem kultural.
Lebih jelasnya simbol-simbol budaya diterjemahkan dalam sistem sosial yang
kemudian disampaikan kepada individu atau warga sistem sosial melalui proses
sosialisasi dan internalisasi. Sistem kultural yang sudah di mengerti atau dipahami
42
oleh setiap individu maka akan menjadi pedoman dalam tindakan. Pesan kultur ini
akan menjadi norma sosial yang sudah tentu mengikat sebuah warga sistem sosial.
Ketika semua norma sosial itu telah diinternalisasikan kedalam diri setiap orang,
maka norma sosial itu telah menjadi bagian integral ke dalam organisme diri
sendiri (Dwi Narwoko dan Suyanto, 2013:128).
Teori Parson berkaitan dengan sebuah fungsi yang harus terintegrasi yang
mutlak dibutuhkan bagi semua sistem sosial. Martono (2014:59) menjelaskan
bahwa keempat fungsi tersebut meliputi: (1). Adaptation atau adaptasi, (2). Goal
attainment atau pencapaian tujuan, (3). Integration atau integrasi, dan (4). Laten
petter maintenance atau pemeliharaan pola-pola laten. Parsons membentuk empat
paradigma fungsi yang disebut “four function paradigm” atau skema AGIL yang
digambarkan sebagai pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Skema AGIL
four function paradigm
Adaptation(A) Goal Attainment (G)
Latency (L) Integration (I) Sumber: George Ritzer 2004, Edisi terbaru Teori Sosiologi
Skema AGIL dari Keempat fungsi tersebut wajib dimiliki semua sistem
untuk tetap bertahan. Fungsi tersebut merupakan fungsi imperative atau prasyarat
berlangsungnya sistem sosial termasuk empat pokok penting yang termasuk
dalam kebutuhan fungsional ini. Pertama adaptasi masyarakat terhadap perubahan
alat-alat teknologi pertanian. Kedua tujuan modernisasi dalam involusi pertanian.
Ketiga tata cara bertani masyarakat Desa Soki. Keempat, upaya masyarakat
melestarikan nilai kekerabatan. Fungsi ini merupakan fungsi kultural. Penerapan
43
skema AGIL dalam sistem sosial sesuai dengan pengilustrasian Parsons seperti
pada Tabel 2.2
Tabel 2.2. Skema penerapan AGIL dalam sistem sosial
Sumber: George Ritzer 2004, Edisi terbaru Teori Sosiologi.
Substansi dari teori di atas, peneliti menganggap bahwa teori AGIL
relavan atau bisa digunakan untuk mengkaji rumusan permasalahan dalam
penelitian peneliti. Peneliti menganggap sebuah masyarakat digambarkan
bergerak melewati tahapan-tahapan ekuilibrium temporer, perubahan berlangsung
mengikuti suatu urutan yang tertib dan selalu di polakan sesuai kebutuhan-
kebutuhan sistem. Desain skema AGIL parsons di gunakan semua tingkat dalam
sistem teorinya. Dalam penelitian ini tentang empat sistem tindakan parsons
menggunakan skema AGIL peneliti dapat menjabarkan antara lain sebagi berikut.
Adaptasi masyarakat petani dengan alat-alat teknologi pertanian, tata cara
penggunaan teknologi pertanian masyarakat petani melalukan dengan gaya
meniru atau melihat tata cara penggunaan mesin traktor, mesin diesel dan mesin
samprot petani lain. Meniru tata cara penggunaan mesin traktor, mesin samprot
dan mesin diesel yang dimaksudkan adalah para petani melihat secara langsung
tata cara penggunaan alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani yang lain dan
mempraktek di lahan milik masing-masing.
Empat paradigma fungsi AGIL
Adaptasi masyarakat Adaptation
Perubahan tata cara bertani Goal attainment
Aktivitas masyarakat Integration
Melestarikan sosial budaya Latency
44
Perubahan tata cara bertani, perubahan alat-alat pertanian dengan
kemajuan teknologi di bidang pertanian mendorong masyarakat petani
mengadopsi alat-alat pertanian yang baru, dari alat pertanian yang manual atau
tradisional menuju alat pertanian yang maju/modern.
Perubahan aktivitas pertanian, luas lahan pertanian yang padat tidak
sebanding dengan penggarapnya menyebabkan hasil pertanian masyarakat petani
berkurang sehingga tidak jarang para petani mencari lahan garapan yang lebih
luas dengan cara berpindah aktivitas pertanian diluar dari desanya untuk
menyewa lahan garapan demi keberlanjutan roda ekonomi rumah tangganya.
Melestarikan sosial budaya seperti gotong royong dan kerja bergilir,
masyarakat sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak terlepas dari nilai-
nilai kekerabatan yang menjadi tolok ukur pelaksanaan sebuah aktivitas khusunya
aktivitas pertanian seperti yang dilakukan oleh masyarakat petani di Desa Soki
seperti bergotong royong atau kerja bergilir. Kerja bergilir dan bergotong royong
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini diawali dengan melihat fenomena
pertanian yang terjadi pada masyarakat di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten
Bima. Dalam penelitian ini menentukan beberapa fokus dari masing-masing
rumusan masalah. Pada rumusan masalah pertama yaitu bentuk modernisasi
pertanian pada masyarakat petani mulai dari persiapan lahan, penanaman,
pemeliharaan, pemaneman dan pasca panen.
Sistem nilai Kekerabatan gotong royong dan kerja bergilir merupakan
nilai kekerabat yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Soki Kecamatan Belo
45
Kabupaten Bima dapat meringankan dan mempercepat proses pengolahan
pertanian. selain dari pada itu pentingnya tolong menolong atau gotong royong
merupakan perbuatan yang baik. Kerja bergilir dan bergotong-royong sudah
menjadi tradisi masyarakat petani dalam melakukan aktivitas pertanian yakni
menjaga keharmonisan dan kesejahteraan dalam ekonomi.
Dampak modernisasi dalam involusi pertanian pada petani
mengakibatkan pendapatan petani berkurang sehingga masyarakat petani tidak
mampu memenuhi kebutuhan sekunder atau terjadi kemiskinan. Upaya
pemerintah menanggulangi modernisasi dalam involusi pertanian pada petani
selain dengan membuka lahan baru dapat juga melakukan pengendalian penduduk
dan menyelenggarakan keluarga berencana agar segera terlepas dari
ketidakberdayaan masyarakat petani selama ini. Menjadikan masyarakat petani
sejahtera dan memberikan bahan pangan yang cukup untuk keluarga dan negara.
Temuan pada lapangan mengenai keempat masalah tersebut akan dianalisis
menggunakan teori fungsionalisme (AGIL) dari Talcott Parson. Hasil analisis
terhadap modernisasi dalam involusi pertanian di Desa Soki bentuk-bentuk
modernisasi pertanian maupun dampak terjadinya involusi dan peran pemerintah
menanggulangi terjadinya involusi pertanian serta bentuk-bentuk nilai
kekerabatan pada masyarakat petani. Bagan kerangka berpikir dapat dilihat pada
Gambar 2.1
46
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Masyarakat Petani di Desa Soki,
Kecamatan Belo, Kabupaten Bima,
mengalami keterbatasan lahan pertanian
Modernisasi
pertanian
Ketersediaan lahan
yang terbatas
Dampak involusi
pertanian
Upaya pemerintah
menangguangi
involusi pertanian
Nilai-nilai
kekerabatan petani
Kesejahteraan dan
keharmonisan
masyarakat petani
Teori fungsionalisme
(AGIL) Talcott Parsons
(A) Adaptation. (G)
Goal attainment, (I)
integration, (L)Latency.
Bentuk-bentuk
modernisasi pertanian
73
BAB V
BENTUK-BENTUK MODERNISASI PERTANIAN PADA
MASYARAKAT PETANI
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada tanggal
23 Maret 2019 bertempat di Desa Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima
dengan masyarakat petani tentang bentuk-bentuk modernisasi pertanian
mulai dari pengolahan lahan, penanaman tanaman, pemeliharaan,
pemanenaman serta pasca panen. Lebih lanjut akan dibahas pada Tabel 5.1
Tabel 5.1. Bentuk-bentuk modernisasi pertanian
No Tata cara
bertani
Padi Bawang Merah
Tradisional Modern Tradisional Modern
1 Pengolahan
lahan
Sapi, kerbau
dan Cangkul
Mesin traktor 1. Sapi dan kerbau
Cangkul
Mesin traktor
2 Penanaman Menggunakan
tembilang
Menanam
bibit yang
sudah
berumur 17-
25 hari
menancapkan
bibit pada lahan
yang basah
menggunakan
tangan
Tidak ada
perubahan
3 Pemeliharaan Air hujan
Pupuk dari
kotoran burung
Samprot
pompa
Sumber air
dari sumur
bor
Pupuk UREA
samprot
mesin
Saluran irigasi
dari dam ncera,
Pupuk dari
kotoran burung,
3 botol pestisida,
samprot pompa
Sumber air dari
sumur bor, pupuk
NPK, UREA,
KCL, 5-15
pestisida, samprot
mesin
4 Pemanenam Sabit dan
Gebotan
Mesin
prontok
Mencabut
menggunakan
tangan
Tidak ada
perubahan
5 Pasca panen Disimpan di
kolom rumah
Tidak ada
perubahan
Dijual langsung Dijual langsung
dan di simpan
untuk ditanaman
kembali
Sumber : Rostati, berdasarkan hasil penelitian Tahun 2019
74
Padi dan bawang merah merupakan sumber penghasilan masyarakat
petani di Desa Soki untuk memenuhi kebutuhan seperti kebutuhan rumah
tangga dan biaya pendidikan anak. Tata cara masyarakat petani di Desa Soki
untuk mendapatkan penghasilan sesuai dengan yang diharapkan dari hasil
pemaneman padi dan bawang merah, masyarakat petani mengubah tata cara
dan alat pertanian dari yang tradisional ke tata cara pertanian yang
maju/modern. Tata cara bertani masyarakat petani di Desa Soki pada
tanaman padi dan bawang merah, selanjutnya akan di jelaskan pada
pembahasan berikut.
5.1 Pengolahan Lahan Padi dan Bawang Merah
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam dengan salah
satu masyarakat petani di Desa Soki tentang pengolahan lahan yang
tradisional sampai pengolahan lahan pertanian menggunakan alat yang
maju/modern, beliau menjelaskan bahwa proses pengolahan lahan pertanian
sebelum adanya teknologi pertanian menggunakan tenaga hewan dan sesudah
adanya teknologi di bidang pertanian masyarakat petani di Desa Soki sudah
menggunakan mesin traktor.
Pengolahan lahan sawah dilakukan dengan cara pembajakan. Cara
pengolahan sawah biasa dilakukan petani setelah turun hujan. Pembajakan
lahan sawah masyarakat petani memanfaatkan tenaga hewan, salah satunya
adalah dengan menggunakan hewan ternak seperti sapi atau kerbau untuk
menjalankan alat pembajak. Cara pengolahan lahan yang tradisional lebih
menekankan petani menggunakan alat-alat tradisional semisalnya cangkul.
75
Tujuannya adalah untuk menghancurkan gumpalan tanah keras di suatu
lahan. Bila gumpalan sudah rata akan membuat struktur dan tekstur tanah
menjadi lebih mudah untuk ditanami. Seperti ungkapan yang diberikan oleh
informan berikut.
Pengolahan lahan sawah, saya menggunakan cangkul karena saya
tidak punya hewan seperti kerbau dan sapi (wawancara dengan
Bapak J pada tanggal 23 Maret 2019).
Temuan peneliti dari hasil wawancara dengan Bapak J bahwa sebelum
membajak lahan sawah menggunakan traktor Bapak yang mempunyai 1
orang anak tersebut hanya menggunakan cangkul sebagai pengganti
membajak dengan alasan beliau tidak memiliki hewan seperti kerbau dan
sapi. Berbeda dengan Ungkapan yang di berikan oleh bapak Y berikut.
Sawatipo wara oto rawi ntoina maco wa’uku dana ampode tutuku
kobore ntana kai sambore alumu nami mada ntau sahe ra capini
(wawancara dengan Bapak Y pada tanggal 23 Maret 2019)
Artinya sebelum ada mesin traktor kami hanya menggunaka cangkul
untuk membajak sawah setelah di cangkul kami menggunakan palu
untuk mengecilkan tanah yang sudah di cangkul tadi karena kami
tidak mempunyai hewan seperti kerbau dan sapi
Peneliti dapat menyimpulkan berdasarkan hasil wawancara dengan
masyarakat petani di Desa Soki bahwa kerbau dan sapi merupakan dua jenis
hewan sering digunakan para petani untuk mengolah atau membajak sawah
selain menggunakan tenaga hewan petani yang tidak memiliki kerbau dan
sapi mereka menggunakan kayu dan timbang yang di desain dari baja serta
cangkul alat ini cukup sederhana dalam hal bentuk dan bahan yang
digunakan, terdapat dua bahan salah satunya yaitu besi lebar dan cukup tebal
yang berujung tajam memipih, bagian ini berguna sebagai benda tajam dan
76
berat untuk membelah tanah kemudian mencungkilnya keluar, pembajakan
sawah dilakukan sebelum menanaman bibit padi dan bibit bawang merah.
Seiring perkembangan zaman dari cara yang tradisional berubah menjadi cara
yang modern/maju, lihat pada Gambar 5.1
Sumber: Rostati, 23 Maret 2019
Gambar 5.1 Bapak J sedang membajak sawah menggunakan mesin traktor dilahan miliknya
sebagai bentuk modernisasi.
Masyarakat petani di Desa Soki melakukan pengolahan lahan sawah
menggunakan mesin pertanian seperti mesin traktor. Masyarakat petani di
Desa Soki mulai mengenal mesin traktor sejak tahun 2000 dan mulai saat
itulah masyarakat petani setiap kali mengolah lahan pertanian menggunakan
mesin traktor.
Pengolahan lahan sawah menggunakan alat teknologi canggih seperti
mesin traktor dapat mempercepat kerja petani dan masyarakat petani dapat
77
menghemat waktu serta tenaga. Namun para petani ternyata masih
menggunakan proses pengolahan lahan persawahan dilakukan dengan alat
yang tradisional seperti cangkul. Cangkul tujuannya adalah untuk
menghancurkan gumpakan tanah keras dan untuk menggali tepi/pinggir
sawah atau dalam istilah bahasa Bima nganto tolo di suatu lahan setelah di
bajak. Bila gumpalan tanah sudah rata akan membuat struktur dan tekstur
tanah menjadi lebih mudah untuk ditanami tanaman seperti padi dan bawang
merah, lihat Gambar 5.2
Sumber: Rostati, 23 Maret 2019
Gambar 5.2 Bapak Y sedang membuat Batas-Batas (laru bawa) pada lahan bawang
merah miliknya menggunakan alat dan cara yang tradisional.
Pegolahan lahan persawahan masyarakat petani masih menggunakan
alat pertanian tradisional dengan cara mencangkul bagian pinggir dan
membuat batas-batas pada lahan sawah untuk ditanamin bibit bawang merah.
Seperti yang dikatakan oleh informan
Mulai rawi dana kani oto rawide ai tahun 2000 ni ana, mulai lalo
wara oto rawi de nami de warajar ma kurang rawi kai sahe ra capi
ni ana. (Wawancara dengan Bapak R pada tanggal 24 Maret 2019)
78
Artinya mulai membajak sawah menggunakan mesin traktor pada
tahun 2000 nak, mulai masuk traktor kami di Desa ini mulai kurang
membajak sawah menggunakan kerbau dan sapi.
Temuan dari hasil wawancara dengan Bapak R yang bertempat tinggal
di Rt 04 tersebut bahwa mulai tahun 2000-an masyakat petani di Desa Soki
mengenal mesin traktor untuk membajak sawah, namun pada saat itu masih
ada sebagian masyarakat yang masih membajak sawah menggunakan tenaga
hewan seperti kerbau dan sapi. Ungkapan yang berbeda seperti yang di
ungkapkan oleh Bapak JW
Saya membajak saya menggunakan traktor dek dan saya tidak tahu
cara membajak sawa menggunakan kerbau dan sapi karena mulai saya
bisa bekerja itu dek orang-orang tidak ada lagi yang membajak sawah
menggunakan kerbau dan sapi dek tapi sebagian cara kerja kami tetap
mengerjakan dengan cara yang lama seperti mencangkul
dek.(wawancara pada tanggal 25 Maret 2019).
Temuan dari hasil wawancara mendalam dan dokumentasi yang
peneliti dapatkan di lapangan tentang bentuk-bentuk modernisasi pertanian
pada masyarakat petani di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima. Dari
hasil wawancara kepada masyarakat petani, aparat Desa Soki serta
pemerintah dinas pertanian Kecamatan Belo bahwa modernisasi telah
merambah semua sektor kehidupan manusia, mulai dari ruang privat sampai
ke ruang publik, dari modernisasi teknologi sampai modernisasi di tingkat
gagasan.
Modernisasi pertanian telah membawa perubahan-perubahan yang
berarti pada masyarakat petani hal ini dapat dilihat dari perubahan tata cara
bertani masyarakat petani di Desa Soki dari cara yang tradisional menuju cara
yang modern dalam menggunakan teknologi dan peningkatan produksi
79
pertanian pada masyarakat petani. Masyarakat petani di Desa Soki selain
menggunakan alat-alat pertanian yang modern namun masih menggunakan
cara dan alat tradisional seperti mencangkul. Kedua cara pembajakan sawah
antara memanfaatkan tenaga hewan dengan menggunakan mesin traktor
sebenarnya baik dilakukan untuk mengolah lahan pertanian. Namun,
pembajakan sawah menggunakan mesin traktor dinilai lebih cepat dan efisien
sehingga bisa menghemat waktu dan tenaga bagi petani.
5.2 Penanaman Padi dan Bawang Merah
Penanaman merupakan usaha penempatan benih di dalam tanah atau
menyebarkan biji diatas permukaan tanah atau menanamkan didalam tanah.
Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pertumbuhan biji yang baik seperti
penanaman benih padi dan benih bawang merah. Penanaman padi adalah
kegiatan peletakan tanaman atau benih tanaman dilahan untuk tujuan
produksi. Sebelum penanaman diawali dari persemaian, penyiapan alat dan
pelaksanaan penanaman. Sedangkan bawang merah merupakan tanaman
hortikultura yang sudah sejak lama di dibudidayakan oleh petani di Desa Soki
secara intensif.
Komoditas unggulan pertanian bawang merah memberikan kontribusi
yang cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi masyarakat petani di
Desa Soki. Sebelum dilakukan penanaman bawang merah masyarakat petani
melakukan pemotongan setelah di potong dan lahan sudah siap untuk
dilakukan penanaman masyarakat petani melakukan penanaman bawang
merah. berikut peneliti menjelaskan modernisasi penanaman benih padi dan
bawang merah yang dilakukan masyarakat petani di Desa Soki.
80
5.2.1. Penanaman Padi
Menanam padi masyarakat petani di Desa Soki harus menunggu
musim yang pas yang mana curah hujan dan terik mataharinya seimbang.
Apabila tidak sesuai dengan curah hujan dan terik matahari tidak
dipertimbangkan maka akan dikwatirkan padi yang ditanam hasilnya tidak
maksimal dan yang paling buruk adalah terjadinya gagal panen dan itu sangat
merugikan para petani.
Penanaman padi sebelum adanya teknologi pertanian masyarakat
petani di Desa Soki hanya melakukan penanaman padi pada musim hujan
setiap bulan januari atau satu kali dalam setahun. Sebelum bibit padi di tanam
masyarakat petani membersihkan rumput-rumput pada lahan sawah miliknya
menggunakan parang, cangkul, sabit. Masyarakat petani di Desa Soki
memanfaatkan padi dari hasil panen setahun yang lalu untuk ditanam
kembali, cara penanaman padi masyarakat petani di Desa Soki menggunakan
tembilang atau dalam bahasa Bima cu,a untuk menggali tanah kemudian
memasukan bibit padi.
Penanaman padi menggunakan tembilang biasanya masyarakat petani
di Desa Soki melakukan penanaman padi pada lahan kering, berbeda dengan
penanaman padi pada lahan yang basah sebelum penanaman bibit padi pada
lahan yang basah biasanya masyarakat petani di Desa Soki merendam bibit
padi selama 2-4 hari bahkan ada sebagian dari masyarakat petani merendam
sampai seminggu, cara penanamannya dengan cara menyimpan beberapa biji
padi di tanah atas tanah yang basah atau dengan bahasa Bima puri fare.
Seiring perkembangan zaman yang semakin canggih para petani sudah tidak
81
begitu memikirkan harus menunggu musim yang pas karena teknologi
pertanian semakin maju dan berkembang apabila sawah sulit untuk diairin
karena posisi sawahnya terlalu tinggi maka petani menyodet air dari sumur
bor menggunakan mesin diesel untuk mengalirinya. Penggunaan alat
pertanian yang modern dapat merubah kebiasaan masyarakat petani seperti
penanaman padi dilakukan cara yang lebih maju pada lahan kering dan lahan
basah, lihat pada Gambar 5.3
Sumber : Rostati, 23 Maret 2019
Gambar 5.3 Sekelompok masyarakat petani sedang menanamn Padi (mura fere)
melakukannya dengan cara yang modern/maju.
Masyarakat petani di Desa Soki melakukan penanaman padi atau
dengan bahasa Bima mura fare sudah menggunakan cara yang baru atau
sudah melakukan perubahan tata cara penanaman bibit padi. Pada penanaman
padi, bibit padi yang telah berumum 17-25 hari (tergantung jenis padinya)
akan segera di tanam. Mula-mula bibit diatur sedemikian rupa (biasanya
dijejer dalam beberapa baris dan dijejer beraturan) dengan bertujuan untuk
memudahkan petani ketika menanam. Penanaman padi di sawah umumnya
ditanam dengan jarak teratur. Biasa di lakukan petani di Desa Soki adalah
82
berjarak 20 cm tanaman muda ditancapkan ke dalam tanah yang digenangi air
sedalam 10 sampai 15 cm hingga akarnya terbenam di bawah permukaan
tanah.
5.1.2. Penanaman Bawang Merah
Mesin-mesin telah mengubah gaya hidup petani mulai dari tata cara
bertani sampai perubahan pada ekonomi masyarakat petani. Masuknya alat-
alat modern dalam bidang pertanian dapat merubah kehidupan di petani.
Sejak tahun 2000-an masyarakat petani di Desa Soki sudah mulai melirik
menggunakan alat-alat pertanian yang modern/maju seperti mesin traktor dan
mesin diesel. Mesin traktor masyarakat petani di Desa Soki digunakan
menggemburkan lahan sawah untuk menggantikan fungsi bajak dengan
kerbau dan tenaga manusia.
Kemajuan pada bidang teknologi pertanian seperti mesin traktor,
mesin diesel, mesin samprot dapat mempercepat proses kerja masyarakat
petani dalam melakukan kegiatan pertanian seperti aktivitas pertanian yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki, namun perubahan pada alat-alat
dan tata cara bertani pada masyarakat petani di Desa Soki tidak berkembang
secara keseluruhan karena masih terdapat proses kegiatan pertanian yang
dilakukan masyarakat petai di Desa Soki menggunakan tata cara yang lama
atau masih mengadopsi kebiasaan yang lama seperti kegiatan proses
pemotongan bawang merah, pemotongan padi, penanaman bawang merah,
penanaman padi dan pengikatan bawang merah, untuk mengetahui cara
83
penanaman bawang merah yang dilakukan massyarakat petani di Desa Soki,
lihat Gambar 5.4
Sumber : Rostati, 24 Maret 2019
Gambar 5.4 Sekelompok masyarakat petani sedang menanam Bawang
Merah melakukan dengan cara yang tradisional/lama.
Penanaman bawang merah yang dilakukan masyarakat petani di
Desa Soki dilakukan dengan menanam bawang merah di atas tanah yang
basah kemudian bagian yang sudah dipotong tadi harus berada di bagian
atas dan bagian bawah bawang merah yang sudah mulai terlihat titik-titik
akar diletakan di bawah, masyarakat petani di Desa Soki tidak melakukan
perubahan dalam proses penanaman dari sebelum adanya teknologi
pertanian dan proses penanaman bawang merah sesudah adanya teknologi
pertanian. seperti keterangan yang diberikan oleh informan berikut.
84
Ntadi bawa na lai labo ntadi fare kalau ntadi fare bibitna ngena
ma losa dei pemerenta dan cara nggudana kani cu’a haju raka
leme wa’ude tau fare waktu ndi rombe kai fare ngenaku upa
wura sedangkan ntadi bawa carana weha weli wa’u dei wa’ude
dompoku ampode nguda ma nggudana dou siweku dou mone ndi
ma maco dana labo bui dana waktu ndi ngari kai bawa dua
wurapa.
Artinya tanam bawang berbeda dengan tanam padi kalau tanam
padi menunggu bibit yang dibagikan oleh pemerintah setempat
kemudian melakukan proses penanaman menggunakan
tembilang dan waktu panen menunggu sampai 4 bulan
sedangkan tanam bawang merah bibit di beli dari petani lain
sebelum proses penanaman terlebih dahulu bawang merah
dipotong dan di belah oleh kaum istri atau perempuan
sedangkan para suami mempersiapkan lahan yang telah di bajak
dengan cara mencangkul dan membuat batas-batanya.
(wawancara dengan ibu Nur pada tanggal 24 Maret 2019).
Pernyataan dari hasil temuan yang di ungkapkan oleh ibu N bahwa
untuk memperoleh bibit padi masyarakat petani tidak harus bergantung
dengan pemerintah karena sekarang masyarakat petani di Desa Soki sudah
dapat membeli sendiri di agen. Ungkapan lain seperti yang di ungkapkan
oleh ibu J
Ntoina ngudase farede kuda kaiku cu’a ni anaa ake watira
ngguda kai cu’a ngarana mura ra kecuali ntau oma alumu aka
doroka anae ngguda harusku ngguda kai cu’a wati loandi mura
Artinya dulu menanam padi menggunakan tembilang nak dan
sekarang sudah berubah namanya menjadi mura fare atau
menanam bibit padi yang sudah berumur 17-25 hari, menaman
padi menggunakan tembilang hanya di lakukan penanam padi di
bukit.(wawancara pada tanggal 24 Maret 2019)
Temuan dari hasil wawancara dengan Ibu J bahwa sebelum
masyarakat petani mengetahui cara-cara menanam padi yang sudah di
persemaian sampai berumur 17-25 hari, masyarakat petani di Desa Soki
melakukan menanaman biji padi langsung pada lahan persawahan yang
85
kering menggunakan tembilang. Ungkapan lain yang di ungkapkan oleh ibu
SN berikut.
Peta bawa namike anae sapa ma ntoi ra ma bouke wati wara
laina samapa dompo wa’uku tutana ampode pi’a wa’ude peta,
dou mone ma rawira maco dana nami siwe ma dompo bawa.
Artinya penanaman bawang merah yang dilakukan kami nak
tidak ada perbedaan antara cara yang dulu dan cara yang
sekarang, sama-sama sebelum dilakukan penanaman para suami
mempersiapkan lahan kami sebagai istri memotong bibit
bawang merah lalu menanam.(wawancara pada tanggal 1 april
2019).
Temuan dari hasil wawancara dengan ibu SN peneliti dapat
menyimpulkan bahwa proses penanaman bawang merah tidak ada
perubahan dilakukan masyarakat petani di Desa Soki sebelum adanya
teknologi pertanian dan sesudah adanya teknologi pertanian sedangkan pada
proses penanaman padi sudah ada kemajuan dari cara yang lama
berkembang ke cara yang lebih cepat dan maju. Pada proses kegiatan
pertanian para laki-laki atau suami mempunyai kegiatan pertanian yang
berbeda dengan para istri atau perempuan seperti pada penanaman padi
biasanya yang melakukan penanaman dilakukan oleh perempuan atau para
istri sedangkan suami/lak-laki tugasnya membagi bibit.
Teknologi pertanian dapat merubah tata cara bertani masyarakat
petani dari cara yang tradisional berkembang menjadi cara yang
maju/modern. Sebelum adanya teknologi pertanian biasanya masyarakat
petani di Desa Soki mengolahan lahan sawah sepetak saja para petani
memerlukan waktu 1-3. Namun dengan adanya teknologi masyarakat petani
akan lebih cepat dan memerlukan waktu 3-4 jam dalam mengolah lahan
86
sawah. Contohnya saja dengan mengunakan mesin traktor, belum ada mesin
traktor yang ada masyarakat petani memanfaatkan bantuan tenaga hewan
seperti kerbau dan sapi untuk menarik garu atau yang lebih sederhana lagi
masyarakat petani di Desa Soki hanya menggunakan cangkul. Itulah yang
membuat masyarakat petani di Desa Soki lama dalam mengolah lahan sawah
miliknyaa. Selain dari segi waktu yang pastinya lebih hemat penggunaan
teknologi juga hasil yang diperoleh masyarakat petani di Desa Soki lebih
beragam produk dan lebih melimpah.
Masyarakat petani di Desa Soki biasa menanam padi dilakukan
dengan cara yang berbeda pada lahan kering dan lahan basah serta harus
menunggu waktu yang pas dilihat dari curah hujan dan terik matahari.
Seiring perkembangan zaman yang semakin canggih masyarakat petani
sudah tidak begitu memikirkan harus menunggu musim yang pas untuk
menanam tanaman karena teknologi pertanian sudah semakin maju dan
berkembang, apabila lahan sawah sulit untuk dialiri air karena posisi terlalu
tinggi maka masyarakat petani di Desa Soki langsung menyodet air dari
sumur bor menggunakan mesin diesel untuk mengalirinya. Namun oleh
karena itu tenyata teknologi pada bidang pertanian belum menyeluruh pada
tata cara bertani masyarakat petani khusunya tata cara bertani yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki terdapat masih melakukan tata
cara yang lama atau belum ada perubahan dalam penanaman bawang merah.
87
5.3. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya
tanaman karena selama pertumbuhan kadang kala tanaman mengalami
kerusakan atau kurang menguntungkan seperti gangguan hama, gulma,
cuaca tidak mendukung akibat terjadi kekurangan air. Berbagai macam
gangguan tersebut dapat menurunkan mutu hasil pendapatan masyarakat
petani, pemeliharaan tanaman sangat penting dalam budidaya tanaman
seperti pemeliharaan tanaman padi dan bawang merah yang dilakukan
masyarakat petani di Desa Soki.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara peneliti dengan
masyarakat petani di Desa Soki tentang tata cara pemeliharaan tanaman padi
dan tanaman bawang merah sebelum perkembangan teknologi di bidang
pertanian dan sesudah ada perkembangan pada bidang pertanian. Lebih
lanjut peneliti menjelaskan pada pembahasan berikut.
5.3.1 Pemeliharaan Tanaman Padi
Pemeliharaan tanaman padi dilakukan setelah ditanam, pemeliharaan
padi sebelum adanya teknologi pertanian masyarakat petani di Desa Soki
mendapatkan pengairan hanya mengandal air hujan. Namun setelah adanya
teknologi pada bidang pertanian masyarakat petani di Desa Soki tidak harus
menunggu air hujan, masyarakat petani di Desa Soki sudah tidak begitu
memikirkan harus menunggu turun hujan karena teknologi pertanian seperti
mesin diesel digunakan untuk menyedot air dalam sumur bor.
Masyarakat petani di Desa Soki setelah adanya teknologi pertanian
seperti mesin diesel tidak harus membuat saluran irigasi untuk mengairi
88
tanaman padi miliknya karena masyarakat petani memiliki lahan sawah
yang jaranya jauh dari sumur bor petani langsung memasang pipa dari
mesin diesel sampai lahan sawah miliknya sedangkan petani memiliki lahan
sawah jaraknya dekat dengan sumur bor setelah di sedot menggunakan
mesin diesel langsung mengairinya tanpa harus memasang pipa. Setelah
menyedot air dari sumur bor dan air dibiarkan tergenang pada tanaman
setelah ditanam hingga beberapa hari menjelang panen. Tanaman padi yang
tumbuh dalam pengairan di atas tanah atau pemberian air pada tanaman padi
secara terus menerus lebih bagus hasilnya dari pada tanaman padi yang
tumbuh dalam pengairan yang hanya mengandalka air hujan, lihat pada
Gambar 5.5 berikut.
Sumber : Rostati, 23 Maret 2019
Gambar 5.5 Menyedot air dalam sumur bor (oi bor) untuk mengairi tanaman
padi menggunakan mesin diesel
Gambar 5.5 menggambarkan proses pemeliharaan tanaman
masyarakat petani di Desa Soki dengan cara menyedot air dari sumur bor
tanpa memasang pipa. Masyarakat petani di Desa Soki mengalami
89
kemajuan teknologi pada bidang pertanian, masyarakat petani tidak harus
mengandalkan air hujan untuk memberikan pengairan pada tanaman padi.
Dan masyarakat petani dapat memberikan pengairan pada tanaman padi
secara terus menerus dengan menyedot air dalam sumur bor atau dalam
bahasa Bima hinti oi bor menggunakan mesin diesel.
Pemeliharan tanaman yang dilakukan masyarakat petani di Desa
Soki terdapat perbedaan dalam melakukan pengairan pada tanaman padi
sebelum dan sesudah adanya teknologi pertanian, namun masyarakat petani
di Desa Soki tidak melakukan cara yang berbeda dalam pemeliharaan
tanaman padi seperti pemberian pupuk, membersihkan atau mencabut
rumput-rumput liar yang tumbuh bersamaan dengan tanaman serta
pemberatasan dari hama dan tikus.
Padi merupakan jenis tanaman yang memerlukan pemeliharaan
untuk pertumbuhannya. Pemeliharaan dapat berupa pemupukan dan
penanggulangan hama, pemupukan pada tanaman padi masyarakat petani di
Desa Soki sudah dapat menggunakan berbagai jenis pupuk seperti pupuk
urea, pupuk KCL, dan pupuk NPK. Adapun tata cara pemupukan yang biasa
dilakukan masyarakat petani untuk tanaman padi adalah dengan
memperhatikan kondisi tanah dan tanaman itu sendiri. Kondisi tanah yang
harus diperhatikan adalah keasaman tanah, sementara dari tanaman adalah
dengan melihat seberapa besar pertumbuhan tanaman dengan kata lain
pertumbuhan harus sesuai dengan kriteria yang ada.
90
5.3.2. Pemeliharaan Bawang Merah
Pemeliharaan tanaman adalah pengkondisian tanaman dan
lingkungan agar tanaman dapat tumbuh dan bekembang dengan optimal
tanpa menyebabkan kerusakan pada lingkungan. Pemeliharaan tanaman
bawang merah meliputi pengairan, pengendalian gulma, dan pengendalian
hama dan penyakit. Tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup
selama pertumbuhannya melalui penyiraman. Penanaman di lahan bekas
padi dalam keadaan terik di musim kemarau memerlukan penyiraman yang
cukup, masyarakat petani di Desa Soki biasa melakukan penyiraman satu
kali dalam sehari pada pagi atau sore hari sejak dilakukan penanaman
sampai menjelang panen. Penyiraman tanaman bawang merah yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki pada musim hujan umumnya
hanya ditujukan untuk membilas daun tanaman yaitu untuk menurunkan
percikan tanah yang menempel pada daun bawang merah.
Pemeliharaan tanaman bawang merah yang dilakukan masyarakat
petani di Desa Soki sebelum dan sesudah adanya teknologi di bidang
pertanian memiliki tata cara tersendiri. Pemeliharaan tanaman bawang
merah sebelum adanya teknologi pertanian masyarakat petani melakukan
penyiraman pada tanaman bawang merah mengunakan air irigasi dari DAM
yang berjarak jauh dari sawah miliknya sehingga tanaman bawang merah
kadang-kadang kurang mencukupi dalam pemenuhan kebutuhan air. Seperti
hasil wawancara dengan informan berikut.
91
Ntoina oi owa kai bawa de anae wehaku ele embu ncera akaku,
wati maru ai mangadi anae ba lao bali oi ba ndi bui kai bawa
aima sidi
Artinya jaman dulu air untuk penyiraman bawang merah nak kami
mengairinya dari embun Ncera, kami mengairinya pada malam
hari karena pada pagi dan siang hari petani-petani lain akan
berbondong-bondong mengairinya juga. (wawancara dengan bapak
Y pada tanggal 2 April 2019)
Temuan dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak Y
menunjukkan bahwa masyarakat petani di Desa Soki sebelum adanya mesin
diesel, masyarakat petani menyalurkan air dari embun ncera untuk
menyirami tanaman bawang merah. Penyiraman bawang merah yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki menggunakan timbang yang
terbuat dari aluminium atau dalam bahasa Bima boru, untuk mengetahui alat
tradisional penyiraman tanaman bawang merah masyarakat petani di Desa
Soki, lihat Gambar 5.6
Sumber : dokumentasi Desa Soki Gambar 5.6 Petani sedang menyiram tanaman bawang merah
menggunakan timbang (boru)
92
Masyarakat petani di Desa Soki menyiram tanaman bawang merah
menggunakan timbang yang terbuat dari aluminium (boru) dan
mendapatkan saluran air dari dam ncera. Selain melakukan penyiraman,
masyarakat petani di Desa Soki melakukan pengendalian hama.
Pengendalian hama dan penyakit merupakan kegiatan rutin atau
tindakan preventif yang dilakukan para petani bawang merah. Kegiatan
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman bawang merah dilakukan
setiap hari pada pagi atau sore hari. Proses penyamprotan dalam
pengendalian hama dan penyakit pada tanaman bawang merah masyarakat
petani di Desa Soki menggunakan samprot manual atau samprot pompa dan
dilakukan penyamprotan hanya 1-3 botol pestisida. Kondisi seperti inilah
yang menyebabkan hasil tanaman masyarakat petani kurang maksimal dan
mengganggu tingkat produksi tanaman bawang merah. Sedangkan pada
penyamprotan tanaman bawang merah setelah adanya mesin samprot tata
cara pemeliharan tanaman masyarakat petani lebih maju serta menggunakan
berbagai macam pilihan pestida, seperti pada Gambar 5.7
Sumber : Rostati, 2 April 2019
Gambar 5.7. Pilihan Obat-Obatan untuk menyamprot bawang merah setelah ada
kemajuan pada bidang pertanian
93
Masyarakat petani di Desa Soki melakukan pemeliharaan tanaman
bawang merah setelah adanya teknologi di bidang pertanian muncul
berbagai macam pilihan seperti pestisida dan subsidi. Perubahan alat-alat
dan tata cara bertani pada masyarakat petani di Desa Soki tidak hanya
muncul berbagai macam pemilihan pestida saja namun terdapat juga pada
perubahan tata cara memeliharan tanaman bawang merah seperti pada
Gambar 5.8
Sumber : Rostati, 02 April 2019 Gambar 5.8 Bapak Y sedang menyamprotan tanaman bawang merah
menggunakan Mesin Samprot sebagai bentuk perubahan
yang lebih maju/modern
Masyarakat petani di Desa Soki sudah menggunakan mesin samprot dengan
kekuatan 2.13 kw, daya tapung 1250 dan berat 10.5 kg, untuk menggatikan
samprot pompa/manual dalam pemeliharaan tanaman bawang merah. Alat
mesin samprot dapat membantu masyarakat petani di Desa Soki untuk
meringankan tangan dalam memompa samprot manual, penggunaan
samprot mesin masyarakat petani tinggal menyalakan mesin dan mengisi
94
bensin serta mengatur gas untuk memompa dengan kuat dan menyemburkan
pestisida yang ada didalam samprot sesuai dengan yang diinginkan.
Pengendalian hama dan penyakit merupakan pengendalian yang
dilakukan untuk mengatasi hama dan penyakit yang telah menyerang
tanaman. Pengendalian yang dapat dilakukan secara mekanik dengan
memperbaiki sistem lingkungan yang ada, pengendalian secara biologis
dengan menggunakan musuh alaminya dan secara kimia yaitu dengan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida dan subsidi. Penggunaan
berbagai alat dan mesin pengendalian hama yang tepat diawali dengan
identifikasi hama dan penyakit yang terjadi untuk itulah pengetahuan terkait
hama dan penyakit tanaman beserta cara pengendaliannya sangat
diperlukan.
Masyarakat petani di Desa Soki sudah mendapat beberapa
pengetahuan tentang cara pengendalian hama secara turun temurun dan
pengetahuan yang diberikan oleh dinas pertanian melalui penyuluhan di
daerahnya. Setelah di identifikasi hama dan penyakitnya selanjutnya adalah
pemilihan cara pengendalian, bahan, serta penggunaan alat-alat pertanian
yang cocok tentunya dengan penggunaan yang tepat agar tidak berdampak
buruk bagi lingkungan maupun diri masyarakat petani. Masyarakat petani
melakukan penyamprotan dua kali sehari di waktu padi hari dan sore hari
untuk menjaga perkembangan pertumbuhan tanaman bawang merah dengan
takaran yang sama.
95
Pertanian memiliki arti penting dalam kehidupan manusia sejak
pertama kali manusia bercocok tanam hingga saat ini. Produk pertanian
dengan berbagai jenisnya punya peran langsung dalam memenuhi
kebutuhan pangan bagi manusia. Di tengah peningkatan jumlah penduduk
yang drastis ini, pangan sebagai produk bidang pertanian idealnya bisa terus
meningkatkan kuantitas produksinya. Oleh karena itulah perkembangan
teknologi di bidang pertanian termasuk yang sangat pesat kemajuannya.
Kemajuan teknologi pertanian memungkinkan kegiatan pertanian yang lebih
efektif dan efisien serta dapat menghasilkan produk yang secara kualitas
maupun kuantitas lebih baik.
5.4. Pemaneman Padi dan Bawang Merah
Panen merupakan aktivitas pertanian atau kegiatan pemungutan hasil
sawah atau ladang pada akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam)
namun awal dari pasca panen. Pemaneman bawang merah masyarakat
petani melakukan panen saat bawang merah berusia 55-70 hari sejak masa
panen sedangkan masa panen padi dilakukan pemaneman ketika berusia
kurang lebih 90 hari. Kegiatan akhir dari budidaya tanaman padi dan
bawang merah masyarakat petani di Desa Soki dari sebagian kegiatan
pertanian masih menggunakan alat dan tata cara pertanian yang tradisional.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara peneliti dengan
masyarakat petani di Desa Soki tentang tata cara pemeliharaan tanaman padi
dan tanaman bawang merah sebelum perkembangan teknologi di bidang
pertanian dan sesudah ada perkembangan pada bidang pertanian. Lebih
lanjut peneliti menjelaskan pada pembahasan berikut.
96
5.4.1. Pemaneman Padi
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada hari
senin tanggal 8 April 2019 bertempat di lokasi persawahan ibu S di Desa
Soki tentang tata cara pemaneman padi yang dilakukan oleh keluarga dari
ibu S bahwa pada proses tahap pemotongan padi beliau dan masyarakat
petani lain masih melakukan cara-cara yang tradisional seperti sabit, Sabit
merupakan alat panen manual untuk memotong padi secara cepat. Sabit
digunakan untuk memotong padi varietas unggul baru yang berpostur
pendek.
Masyarakat petani di Desa Soki dalam proses pemaneman padi
masih menggunakan tata cara dan alat-alat pertanian yang tradisional
sewalaupun sudah ada perubahan pada tata cara maupun alat pertanian yang
maju/modern seperti alat perontok padi. Adapun tahap-tahap panen padi
yang dilakukan oleh Ibu S dari hasil observasi dan wawancara antara lain
sebagai berikut: tahap pertama Ibu S merencanakan dengan anggota
keluarganya jauh-jauh hari kapan padinya akan di panen, tahap kedua
mempersiapkan alat-alat pemaneman padi seperti sabit, mesin perontok dan
karung dan terpal, tahap ketiga mencari tenaga kerja tambahan. Ibu yang
bekerja sebagai Ibu rumah tangga sekaligus berperan sebagai tulang
punggung bagi anggota keluarganya tersebut mendapatkan tenaga kerja
tambahan dengan cara menyewah orang lain untuk melakukan memotong
padi dan melakukan perontokan padi miliknya dengan upah sebesar Rp 50
ribu dan upah pemotong dan upah perontok Rp 100 ribu perhari, bentuk
yang diberikan kepada buruh tidah hanya berbentuk uang, namun
97
memberikan upah dalam bentuk padi dari hasil panen, untuk mengetahui
alat dan tata cara pemaneman padi, lihat Gambar 5.9
Sumber : Rostati, 08 April 2019
Gambar 5.9 Sabit Untuk Alat Pemotong Padi (rombe) yang manual yang masih digunakan masyarakat petani di Desa Soki sampai sekarang
Sabit merupakan alat pemotong padi yang paling utama di
persiapkan jauh-jauh hari oleh masyakat petani di Desa Soki sebelum
proses pemotongan berlangsung, masyarakat petani biasanya memperoleh
sabit dengan cara membeli seharga Rp 30 ribu persatu buah sabit dan
kadang meminjam sabit yang dimiliki kerabat. Tahap kedua pemotongan
padi, lihat Gambar 5.10
Sumber : Rostati, 08 April 2019
Gambar 5.10. Sekolompok masyakat petani sedang memotongan padi menggunakan
sabit (Rombe fare). Melakukan secara tradisional.
98
Masyarakat petani melakukan proses pemaneman padi pada tahap
pemotongan, pada tahap pemotongan biasanya masyarakat petani di Desa
Soki memegang masing-masing 1 buah sabit. Memotong padi dengan sabit
dapat dilakukan dengan potong tengah, potong atas, dan potong bawah
tergantung cara perontokan. Pemotongan dengan cara potong bawah
dilakukan bila perontokan dengan cara dibanting atau dalam bahasa Bima
kadego. Pemotongan dengan cara potong atas atau tengah dilakukan
perontok. Seperti jawaban yang diberikan oleh ibu S berikut.
Alat ndi rombe kai fare de kai rombe wa’ude lai kangguduku ni
ana, ampode baci kai kadegoq ntoina ake sede ronto ra anae.
Artinya : alat pemotongan padi menggunakan sabit setelah itu
mengumpulkan padi nak, bila dilakukan perontok
dibanting/digebot dan sekarang udah berubah dari perontok dengan
cara dibanting dan sekarang perontok menggunakan mesin
perontok. (wawancara pada tanggal 08 April 2019).
Temuan dari hasil wawancara dengan Ibu S menunjukkan bahwa
masyarakat petani di Desa Soki sebelum adanya teknologi pertanian dalam
pemaneman padi para petani menggunakan sabit untuk memotong dan
memukul padi menggunakan gebotan atau dalam bahasa Bima kadego
hingga padi rontok. Kadego ini berupa rak perontok yang terbuat dari kayu
dengan 4 kaki berdiri diatas tanah. Cara merontok padi dengan alat ini yaitu
mulai padi diambil dan dipukulkan pada meja rak perontok ±5 kali dan hasil
rontokannya akan jatuh di terpal yang berada dibawah meja rak perontok.
Kemajuan teknologi pada bidang pertanian seperti alat perontok
padi membuat masyarakat petani di Desa Soki melakukan pekerjaan lebih
mdah dan cepat, untuk mendapatkan mesin perontok padi masyarakat petani
99
di Desa Soki menyewah tukang biasanya tukang yang biasa di sewah seperti
tukang bengkel yang ada di daerah Desa Soki atau tukang bengkel yang
bertempat tinggal di luar Desa Soki. Namun petani membeli sendiri
perlengkapannya seperti paku, kayu, tali kipas serta sekrut pengikat (Baut)
dan mesin diesel. Setelah peralatan sudah lengkap dan komplit masyarakat
petani di Desa Soki membawa perlengkapan alat perontok padi pada tukang.
Untuk mengetahui cara masyarakat petani di Desa Soki memanen padi
menggunakan mesin perontok, lihat Gambar 5.11
Sumber : Rostati, 08 April 2019
Gambar 5.11. Keluarga Ibu S sedang panen padi menggunakan mesin perontok
(ronto fere) melakukan secara modern/maju
Pemaneman padi masyarakat petani di Desa Soki sudah
menggunakan mesin perontok sebagai pengganti alat manual seperti
gebotan atau dalam bahasa Bima kadego. Pada proses perontokan biasanya
petani membagi tugas antara suami dan istri, para istri bertugas untuk
mencegah sisa-sisa batang dengan biji padi sedangkan para suami
100
melakukan perontokan dan mengumpulkan dan menata padi dari hasil
pemontongan.
Pemanenan padi yang dilakukan masyarakat petani di Desa Soki
mulai dari tahap persiapan alat-alat pertanian seperti sabit, mesin perontok,
terpal dan karung sampai pada tahap proses pemaneman ternyata masih
menggunakan alat maupun tata cara yang tadisional, namun pada tahap
proses pemaneman ternyata tidak semua alat pemaneman menggunakan
alat tradisional seperti alat perontok padi, alat perontok padi dari gebotan
atau dalam bahasa Bima kadego sudah berkembang menjadi mesin
perontok.
5.4.2. Pemaneman Bawang Merah
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam yang
dilakukan pada hari kamis tanggal 11 April 2019 bertempat di lokasi
persawahan milik bapak N dalam proses pemaneman bawang merah.
Beliau menjelaskan bahwa proses pemaneman bawang merah masyarakat
di Desa Soki pada umumnya tidak ada perubahan dalam tata cara
pemaneman mulai dari cara yang tradisional ke cara yang lebih
maju/modern. Adapun tahapan-tahapan pemaneman bawang merah dari
hasil observasi peneliti dilapangan. Tahap pertama masyarakat mencabut
bawang merah, sebenarnya pada proses pencabutan bawang merah tidak
ada pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan, namun karena
masyarakat petani di Desa Soki ingin mempercepat proses pemaneman
101
bawang merah maka masyarakat petani di Desa Soki melakukan
pembagian tugas antara istri lihat Gambar 5.12
Sumber : Rostati, 11 April 2019
Gambar 5.12. Bapak N dan keluarga sedang mencabut bawang merah (ngari bawa)
melakukan dengan cara yang lama/tradisional.
Masyarakat petani di Desa Soki pada aktivitas pencabutan bawang
merah para istri atau perempuan membagi tugas dengan para suami atau
laki-laki. Para istri bertugas untuk mencabut bawang dan para suami atau
laki-laki bertugas menata bawang merah untuk di jemur. Seperti pada
Gambar 5.13
Sumber : Rostati, 11 April 2019
Gambar 5.13. Para Suami/Laki-laki sedang mengumpulkan Bawang Merah
Untuk Di Jemur dengan melakukan cara yang lama/tradisional
102
Penataan bawang merah untuk dijemur dilakukan oleh laki-laki/ para
suami atau dalam bahasa Bima laku bawa. Tahap ke dua mengikat bawang
merah yang telah kering, lihat Gambar 5.14 di bawah ini.
Sumber : Rostati, 12 April 2019
Gambar 5.14. Keluarga Bapak I sedang mengikat bawang
Merah dengan menggunakan cara yang tradisional.
Masyarakat petani mengikat daun bawang merah atau dalam bahasa
Bima pose bawa yang sudah kering atau daunya sudah berwarna kuning,
pose bawa ini dilakukan sebelum di jual. Pose bawa atau mengikat bawang
biasanya masyarakat petani melakukanya pada pagi dan malam hari,
pengikatan bawang merah tidak bisa dilakukan pada siang hari karena daun
bawang merah yang sudah dijemur masih keras dan membuat daun bawang
patah akibat sinar matahari. Seperti hasil wawancara dengan bapak N
berikut.
Proses panen bawang merah pertama-tama kami siapkan dulu
terpal, tali dari bambu atau ai konci baru itu dilakukan pencabutan
dari tanah oleh ibu-ibu dan anak perempuan dan kami sebagai laki-
laki mengumpulkan bawang merah hasil cabut tadi nak untuk di
jemur, kalau cuacanya mendung dan datang hujan kami
menutupinya dengan terpal. (wawancara pada tanggal 11 April
2019)
103
Temuan dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak N bahwa
sebelum masyarakat petani bawang merah melakukan pemanenam terlebih
dahulu masyarakat petani di Desa Soki mempersiapakan kebutuhan
pemaneman seperti, terpal untuk menutupi pada malam hari atau sewaktu-
waktu turun hujan dan tali dari bambu atau masyarakat petani di Desa Soki
mengenalnya dengan ai konci. Ungkapan yang sama seperti yang
diungkapkan oleh ibu F di bawah ini.
Kami yang perempuan bagian mencabut bawang merah kalau yang
laki-laki bagian mengumpulkan bawang merah nak. Biasanya kami
menjemur bawang merah kurang lebih 1 minggu itupun kalau
cuacanya bagus atau tidak hujan nak, kalau cuacanya mendukung
kami menjemurnya bisa 2-3 minggu nak. (wawancara pada tanggal
11 April 2019)
Temuan dari hasil observasi dan wawancara yang peneliti dapatkan
dilapangan dapat simpulkan bahwa dalam proses pemaneman bawang
merah yang dilakukan oleh masyarakat petani di Desa Soki ternyata berbeda
dengan tata cara pemaneman padi. Pemaneman bawang merah yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki masih menggunakan tata cara
yang lama/manual atau belum ada perubahan dalam proses pemaneman
bawang merah.
5.5. Pasca Panen
Pasca panen merupakan tindakan penanganan, pengemasan,
pemasaran serta penyimpanan hasil budidaya tanaman seperti hasil tanaman
padi dan bawang merah yang dilakukan masyarakat petani di Desa Soki.
Pasca panen bawang merah masyarakat petani di Desa Soki akan menjual
langsung ke pedagang dan sebagian dari hasil panen bawang merah di
104
simpan untuk di tanam kembali sedangkan hasil panen padi masyarakat
petani di Desa Soki menyimpan sediri untuk kebutuhan sehari-hari selama
musim panen kembali. Lebih lanjut peneliti menjelaskan pada pembahasan
berikut.
5.5.1 Pasca Panen Padi
Temuan dan hasil observasi dan wawancara mendalam pada 13 April
2019 bertempat di rumah ibu J tentang hasil panen padi yang dimilikinya,
beliau dan masyarakat Desa Soki lainnya masih sama atau belum ada
perubahan dari sebelum adanya teknologi di bidang pertanian hingga
sesudah adanya modernisasi pertanian, seperti pada Gambar 5.15
Sumber : Rostati, 13 April 2019
Gambar 5.15. Hasil Panen Padi Di Simpan Di Kolom Bawah
Rumah masyarakat petani di Desa Soki masih menggunakan cara
yang lama/tradisional
Masyarakat petani di Desa Soki dari hasil panen padi yang dimilikinya
para petani menyimpan sendiri untuk kebutuhan makan sehari-hari dan
105
cara menyimpannya masyarakat petani menyimpan di kolom bawah
rumah. Seperti hasil wawancara yang dikatakan oleh ibu J berikut.
Fare hasil ra ntadi de anae namike ndi ngaha ndaimupa, wati ndi
kandadi kai piti, ede piti ndi belanca de warapa hasil ra ntadimu
bawa peadeni ana, kone da wara ndi balanja de sura wara to’i oha
ndi ngaha.
Artinya hasil penen padi kami hanya kami menyimpannya sendiri nak,
uang buat belanja ada hasil dari jualan bawang merah yang kami
tanam nak, kami berpikir kalau tidak punya uang tidak apa-apa yang
penting ada padi untuk di makan. (wawancara pada tanggal 13 April
2019).
Temuan dari hasil wawancara peneliti dengan Ibu J yang telah
bahwa hasil pemaneman padi masyarakat petani di Desa Soki terlebih
dahulu dilakukan penjemuran setelah di jemur masyarakat petani
menyimpan di bagian kolom rumah bagi masyarakat yang mempunyai
kolom rumah, bagi masyarakat yang tidak memiliki kolom rumah akan
menyimpan hasil panennya di atas rumah. Padi dari hasil panen masyarakat
petani tidak menjualnya dengan alasan masyarakat petani di Desa Soki
sebagai persediaan kebutuhan makan selama setahun. Ungkapan yang
berbeda seperti yang di ungkapkan oleh ibu K berikut.
Padi hasil panen yang saya miliki saya simpan dulu untuk di makan ni
anak, tapi kalau ada yang lebih di lihat tahun depan dekat-dekat panen
lagi kami menjual buat keperluan lain seperti, biaya sekolah anak
kadang saya kasih teman atau kerabat lain yang minta buat pinjam.
(wawancara pada tanggal 13 april 2019).
Temuan dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa masyarakat
petani di Desa Soki dari hasil panen padi yang dimilikinya rata-rata buat
simpan sendiri untuk keperluan makan sehari-hari, namun ada juga sebagian
masyarakat di Desa Soki selain untuk keperluan makan sehari-hari ternyata
106
padi yang dimilikinya di jual untuk biaya pendidikan anak serta untuk
membantu kerabat yang membutuhkan.
5.5.2. Pasca Panen Bawang Merah
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada hari 12
April 2019 tentang pasca panen bawang merah bertempat di lokasi
persawahan bapak Ismail menjelaskan bahwa hasil panen bawang merah
tidak ada perbedaan sebelum adanya teknologi pertanian maupun sesudah
adanya teknologi pertanian rata-rata masyarakat menjual dan sebagian dari
hasil panen akan di simpan untuk ditanam kembali pada musim tanam tiba.
Untuk mengetahui cara menjual bawang merah lihat Gambar 5.16
Sumber : Rostati, 12 April 2019
Gambar 5.16. Bapak I sedang menjual hasil panen bawang merah miliknya
melakukan dengan cara lama/tradisional.
Masyarakat petani di Desa Soki menjual bawang merah hasil
pertaniannya melakukan setelah diikat atau dalam bahasa Bima nggori pose.
masyarakat petani menjualnya langsung ke pedagang dengan cara
menimbang, maksimal berat pergantung sekitar 100 Kg. Masyarakat petani
107
menjual langsung bawang merah di lokasi pemaneman karena para
pedagang langsung membeli bawang merah di lokasi persawahan petani.
Masyarakat penjual hasil panen bawang merah yang milikinya dengan
alasan bahwa bawang merah merupakan sumber pendapatan masyarakat
petani di Desa Soki. Hasil panen bawang merah rata-rata masyarakat petani
di Desa Soki menjualnya untuk kebutuhan rumah tangga seperti biaya
pendidikan anak, biaya hidup sehari-hari dan untuk keperluan-keperluan
lainnya. Untuk mengetahui cara menyimpannya lihat Gambar 5.17
Sumber : Rostati, 15 April 2019
Gambar 5.17. Bapak j sedang menggantung bawang merah miliknya untuk di tanam kembali pada tahap penanaman berikutnya menandakan
sudah ada perubahan setelah adanya teknologi pertanian
Masyarakat petani di Desa Soki menyimpan hasil panen bawang merah
untuk di tanam kembali. Cara menyimpan bibitnya dengan cara
menggantung di atap rumah atau di dinding rumah dengan memasang
bambu pada tiang-tiang rumah. Seperti jawaban dari informan berikut ini.
Bawa ra ntadi de anae ndi landa ndi ngaha ra nono ni, pala watija
ndi landa sara’a wara jaku ndi wi’ i ndi ntadi mboda, paidara
susah mboda ba dei ni ana.
108
Artinya bawang merah dari hasil panen saya tidak dijual semua
sebagiannya disimpan untuk ditanam kembali nak supaya tidak
susah lagi pada bibit ketika tiba waktu panen.(wawancara dengan
bapak IS pada tanggal 15 April 2019).
Temuan dari hasil wawancara peneliti dengan Bapak IS bahwa
hasil panen bawang masyarakat petani di Desa Soki biasanya menjual
langsung ke pedagang namun akan sisipkan sebagian hasil panen untuk
ditanam kembali. Ungkapan lain seperti ungkapan dari Bapak I berikut.
Bawa hasil ra ntadi de ana ee wara jaku landa sara’ani waraju
wati tergantung kebutuhan sakola ana, awase co’ina de watise
raka angina labo ndi ngaha ra nono labo cola kai sakola ana de
landa sara’aku ni warapa cara ndaina ndi dei peade, nconggo ulu
dei lenga ra rauku ni ana.
Artinya bawang merah hasil panen nak kadang di jual semua
kadang tidak nak tergantung kebutuhan dan biaya sekolah anak,
kalau harga bawang anjlok tidak dapat memenuhi kebutuhan dan
biaya sekolah anak ya di jual semua, masalah bibit nanti ada
caranya tersediri kadang di hutang dulu bibit teman yang ada
lebihnya nak. (wawancara pada tanggal 13 April 2019)
Wawancara peneliti dengan Bapak IS dan I menunjukkan bahwa hasil penen
bawang merah masyarakat petani di Desa Soki mempunyai cara yang
berbeda dalam memanfaatkan hasil panennya, ada yang menjual semua
hasil panen dengan melihat harga bawang merah untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga dan memenuhi biaya pendidikan anak, ada juga
sebagian masyarakat petani sebagian hasil panennya di simpan sendiri untuk
ditanam kembali.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada
masyarakat petani di Desa Soki dapat disimpulkan bahwa pasca panen padi
dan bawang merah masyarakat petani memanfaatkannya dengan cara yang
berbeda-beda. Pasca panen padi masyarakat petani di Desa Soki
109
menyimpannya sendiri untuk kebutuhan pokok dan untuk membantu
kerabat yang membutuhkannya berbeda dengan pasca panen bawang merah.
Pasca panen bawang merah masyarakat petani di Desa Soki dapat
menjualnya sebagai sumber hasil pendapatan. Namun tidak semua
masyarakat petani dapat menjual semua hasil panen bawang merah ternyata
dilihat lagi dengan kebutuhan rumah tangga dan pembiayaan pendidikan
anak serta menyimpan sebagian untuk di tanam kembali.
Keunggulan penggunaan teknologi pertanian dapat merubah
aktivitas pertanian masyarakat petani dari cara yang tradisional menjadi cara
yang modern/maju. Pengolahan lahan yang luas membuat para petani
memerlukan waktu yang lama tanpa adanya teknologi. para petani dapat
menghabiskan waktu 1 hari dalam mengolah lahan pertanian perpetang
sawah. Namun dengan adanya teknologi pada bidang petanian masyarakat
akan lebih mudah dan cepat dalam mengolah lahan. Contohnya saja dengan
mengunakan mesin traktor. Dulu belum ada mesin traktor yang ada hanyalah
mereka menggunakan bantuan tenaga hewan seperti kerbau dan sapi untuk
menarik garu atau yang lebih sederhana lagi hanya menggunakan cangkul.
Itulah yang membua para petani lama dalam mengolah lahan mereka. Selain
dari segi waktu yang pastinya lebih hemat penggunaan teknologi juga
pendapat yang diperoleh oleh petani lebih meningkat.
Kelemahan penggunaan teknologi pertanian modern/maju yang di
gunakan masyarakat petani di Desa Soki dalam mengolah lahan sawah dan
memelihara tanaman padi dan bawang merah untuk saat ini masih dianggap
110
kurang memadai karena ketidak seimbangan antara pendapatan masyarakat
petani dengan biaya teknologi modern seperti alat-alat pertanian yang
canggih yang membutuhkan biaya besar, sebagian besar petani masih
menggunakan cara tradisional dengan alat-alat pertanian yang tidak
memerlukan biaya besar seperti cangkul, penanaman bawang merah.
Namun, apabila masyarakat petani di Desa Soki masih menggunakan
teknologi yang tradisional akan terjadi ketidak seimbangan terhadap
perekonomian dengan masyarakat yang ada di Desa lain yang mana
masyarakat Desa lain sudah menggunakan alat-alat pertanian yang canggih
supaya mendapatkan hasil yang setara.
Temuan selama peneliti melakukan penelitian dengan melihat
masalah sosial yang terjadi pada masyarakat petani di Desa Soki bahwa
hasil panen khusunya bawang merah yang didapatkan oleh masyarakat
petani tidak sebanding dengan pengeluaran untuk membeli pestisidan dan
pupuk maupun alat-alat teknologi pertanian yang digunakan untuk
melakukan aktivitas pertanian maka peneliti mempunyai solusi yaitu dengan
menerapkan kebijakan membatasi impor berbasis kuota.
Impor yang lebih besar dari ekspornya akan menyebabkan kerugian
bagi negara khusunya bagi masyarakat petani di Desa Soki. Dampak lainnya
adalah barang yang diimpor tetapi diproduksi di dalam negeri akan
menyebabkan terjadinya persaingan harga sehingga dapat menurunkan
produksi khusunya produk barang merah dalam negeri, di sisi lain pengaruh
harga bisa menyebabkan makin meningkatnya impor karena harga bawang
111
merah dunia lebih rendah dari harga bawang merah dalam Negeri.
Kebijakan pembatasan impor harus juga iringi dengan upaya peningkatan
produktivitas bawang merah secara intensif dan masif supaya dapat
memberikan dampak positif yang signifikan dan berkelanjutan terhadap
iklim bisnis bawang merah kedepan.
Temuan dari hasil observasi, wawancara mendalam, dan
dokumentasi yang di dapatkan oleh peneliti terkait dengan bentuk-bentuk
modernisasi pertanian pada masyarakat petani di Desa Soki bahwa Alat-alat
modern dalam bidang pertanian dapat merubah kehidupan masyarakat
petani. Sering kita menyaksikan masyarakat petani menggunakan alat-alat
tradisional, seperti cangkul, bajak kerbau, bajak sapi, sabit dan tembilang
berkembang ke menggunakan alat-alat pertanian yang lebih modern/maju,
seperti mesin traktor, mesin perontok padi, dan sumur bor pengganti saluran
irigasi dari Dam.
Perubahan pada bidang teknologi pertanian aktivitas pekerjaan
masyarakat petani lebih efektif dan efisien. Namun ternyata perubahan alat-
alat teknologi pada aktvitas pertanian masyarakat petani di Desa Soki belum
berubah secara keseluruhan, karena peneliti melihat tata cara masyarakat
petani di Desa Soki masih menggunakan cangkul dalam membuat batas-
batas pada lahan untuk ditanamin bawang merah dan masyarakat petani
masih menggunakan cara yang lama dalam penanaman bawang merah.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam yang
diperoleh peneliti terdapat persamaan dengan hasil penelitian yang
112
didapatkan oleh fattahaya tahun 2017 tentang modernisasi pertanian pada
petani padi di Kecamatan Bandar Lampung Kabupaten Pedie Jaya, bahwa
Bentuk-bentuk dari penggunaan teknologi pada sektor pertanian di
Kecamatan Bandar baru yaitu seperti penggunaan alat-alat alsintan seperti
traktor, mesin perontok, mesin pemotong padi, penggunaan bibit-bibit
unggul, penggunaan pupuk-pupuk kimia dapat mempengaruhi tingkat
kesejahteraan masyarakat petani serta dapat mengefisiensikan waktu
masyarakat petani dalam aktivitas pertanian.
Temuan data di lapangan dan kerangka berpikir yang dibangun
menggunakan perspektif fungsionalisme struktural yang dijelaskan dalam
empat premis kebutuhan fungsional, yaknil adaptation (A) terkait adaptasi
masyarakat terhadap perubahan alat-alat teknologi pertanian. Goal attainmet
(G) tujuan modernisasi dalam involusi pertanian. integration (I) atau
aktivitas tata cara bertani. Latensi (L) atau pemeliharaan pola upaya
masyarakat melestarikan nilai kekerabatan. Keseluruhan rangkaian tersebut
dikenal dengan teori AGIL.
Adaptasi masyarakat terhadap penggunaan alat-alat teknologi
pertanian seperti penggunaan mesin traktor, mesin diesel, mesin perontok
padi. Adaptasi masyarakat terhadap ala-alat teknologi pertanian berbeda-
beda, ada yang melalui gaya meniru, melalui penyuluhan oleh dinas
pertanian Kecamatan Belo serta meniru dalam hal ini dimaksudkan adalah
para petani melihat secara langsung tata cara penggunaan alat-alat pertanian
yang digunakan oleh petani yang lain. Berdasarkan tata cara yang sudah di
113
lihat, petani akan mempraktekan tata cara tersebut pada lahan pertanian
masing-masing.
Tabel 5.2 Bentuk-Bentuk Modernisasi Pertanian
No Tata cara bertani Tradisional Modern/maju
1 Pengolahan
Lahan
1. Membajak sawah menggunakan
tenaga hewan
2. Membuat batas-batas pada
lahan penanaman bawang
merah menggunakan cangkul,
dan menggeburkan tanah
setelah di bajak
1. Membajak sawah
mengggunakan traktor merk
quick G1000
2. Masih membuat batas-
batas pada tanaman bawang
merah menggunakan
cangkul
2 Penanaman Menanam padi dan bawang merah
sama-sama dilakukan secara
manual karena belum ada
perubahan atau kemajuan
Belum ada perubahan atau
kemajuan
3 Pemeliharaan 1. Mengairi hanya mengadalkan
air hujan dan membuat saluran
irigasi dari Dam Desa Ncera
ke lokasi persawahan
2. Pemupukkan menggunakan
pupuk organik dan
menggunakan 3 jenis pestisida
dengan mengunakan samprot
pompa manual
1. Pengairan dengan menyedot
air dalam sumur bor dengan
menggunakan mesin diesel
dan memasang pipa sebagai
saluran
2. Pemupukkan menggunakan
berbagai macam pupuk
kimia seperti, UREA, NMP
dan jenis pupuk lainnya dan
bermacam-macam pilihan
obat-obatan dengan
melakukan penyamprotan
menggunakan mesin
samprot
4 Pemaneman 1. Pemaneman padi, memotong
menggunakan sabit, merontok
menggunakan papa kayu dengan
memukul batang padi
2. Pemaneman bawang merah,
menggali tanah di area pohon
bawang merah menggunakan
tembilang tangan yang di
desain khusus untuk menggali
bawang merah atau dalam
bahasa Bima lumbi
1. Pemaneman Padi, Belum
Ada Kemajuan Pada Tahap
Pemotongan Padi, Namun
Sudah Ada Kemajuan
Dalam Merontok Padi
Dengan Menggunakan
Mesin Perontok
2. Pemaneman bawang merah,
tidak perlu lagi menggali
dengan mengunakan
tembilang karena biji
bawang merah sangat
mudah di cabut langsung
menggunakan tangan,
akibat dari banyak obat-
114
obatan yang digunakan
pada saat memeliharaan
5 Pasca Panen 1. Pasca panen padi, setelah
selesai penen masyarakat
petani menyimpan sendiri di
bawah kolo rumah bagi yang
tidak memiliki di simpan di
atas rumah untuk kebutuhan
makan sehari-hari artinya
masyarakat petani di Desa
Soki tidak menjual.
2. Pasca panen bawang merah,
setelah selesai panen bawang
merah masyarakat penjual
langsung ke pedangan, namun
sebagiannya di simpan sendiri
untuk di tanam kembali
1. Pasca panen padi, tidak ada
perubahan dalam pasca
panen padi, namun
perbedaannya antara
hasilnya yang didapatkan,
dulu hasil panen sedikit dan
sekarang hasilnya lebih
banyak.
2. Pasca panen bawang
merah, masyarakat petani
melakukan dengan cara
yang berbeda-beda, ada
yang menjual semua hasil
panen, ada dari hasil
panennya sebgaian dijual
sebagiannya di simpan
sendiri
Sumber : Rostati, Berdasarkan Hasil Penelitian Tahun 2019
115
BAB VI
DAMPAK MODERNISASI DALAM INVOLUSI PETANIAN PADA
MASYARAKAT PETANI
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam serta
dokumentasi pada tanggal 15 April 2019 bertempat di Desa Soki, Kecamatan
Belo, Kabupaten Bima dengan masyarakat petani tentang dampak
modernisasi dalam involusi pertanian bahwa akibat dari luas lahan pertanian
tidak sebanding dengan penggarapnya menyebabkan masyarakat petani di
Desa Soki selain bekerja pada lahan miliknya juga menjadi buruh tani di
lahan milik petani lain serta masyarakat petani melakukan penyewahan lahan
pertanian di Kecamatan lain untuk melakukan penanaman bawang merah.
untuk mengetahui luas lahan dan jumlah penggarapnya lihat Tabel 6.1
Tabel 6.1 Jumlah masyarakat petani dan luas lahan sawah
Jenis Pekerjaan 2016 2018
Milik Tanah 200 214
Penggarap 100 817
Buruh Tani 15 89
Jumlah 315 1120
Luas lahan 280 280
Rata-rata lahan garapan 0,13 Ha 0,10 Ha
Sumber : Data Dinamis Desa Soki
Tabel 6.1 menunjukkan jumlah masyarakat petani di Desa Soki dari
tahun 2016 petani pemilik sejumlah 200 jiwa, petani penggarap sejumlah 100
jiwa dan buruh tani sejumlah 15 jiwa dengan luas lahan 280 Ha dan masing-
masing menggarap 0,13 Ha, sedangkan pada tahun hingga tahun 2018 petani
pemilik sejumlah 214, petani penggarap sejumlah 817 dan buru tani sejumlah
89 jiwa dengan total keseluruhan masyarakat petani pada tahun 2018
116
sejumlah 1120 jiwa dan luas lahan 280 Ha dan masing-masing petani
menggarap lahan 0,10 Ha .
Masyarakat petani di Desa Soki setiap tahun mengalami peningkatan
tanpa dibarengi dengan luas lahan pertanian. kepadatan lahan pertanian di
Desa Soki akan berdampak pada kehidupan masyarakat petani sehingga
sebagian masyarakat petani menyewah lahan milik orang lain di luar Desa
Soki dan menjadi buruh tani.
6.1 Buruh Tani
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada hari 12
April 2019 tentang dampak dari modernisasi dalam involusi pertanian pada
masyarakat petani di Desa Soki dengan Ibu F beliau menjelaskan bahwa
masyarakat petani di Desa Soki setiap tahun semakin meningkat.
Peningkatan jumlah masyarakat petani dan lahan persawahan yang padat
serta kebutuhan biaya hidup yang semakin banyak akan menyebabkan
masyarakat petani menjadi buruh tani dengan gaji perhari.
Lahan merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat petani, akibat dari kekurangan persediaan lahan
yang dimiliki masyarakat petani di Desa Soki maka pendapatkan yang
diperolehnya sangat rendah, sehingga masyarakat petani mencari jalan
alternatif lain seperti yang dilakukan oleh ibu F, ibu yang mempunyai satu
orang anak ini menjadi buruh tani atau mengerjakan tanaman orang lain
seperti, menanam bawang merah, menanam padi, memotong padi dan
mencabut bawang merah serta mencabut rumput pada tanaman bawang
117
merah dan padi dengan upah perhari untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya, lihat Gambar 6.1
Sumber : Rostati, 12 April 2019
Gambar 6.1. Pekerjaan Buruh Tani (karawi pina) dampak dari involusi
Masyarakat petani yang tidak memiliki tanaman maupun petani
yang memiliki tanaman bawang merah tetapi bekerja juga pada tanaman
bawang merah petani lain dengan upah perhari sejumlah Rp 50 ribu
rupiah. Sedangkan pada pertanian padi buruh tani mengerjakan tanaman
padi milik orang lain akan mendapatkan upah berbentuk barang seperti
padi sekarung perhari tetapi ada juga buruh tani pada masyarakat petani di
Desa Soki yang tidak mau upah dengan padi seperti anak-anak muda.
Seperti keterangan yang di ungkapkan oleh informan berikut.
Saya tidak punya lahan nak jadi untuk makan dan minum
setiap hari saya bekerja untuk orang lain dan orang itu
memberikan saya gaji Rp 50 ribu sehari bekerja, pekerja
yang saya lakukan itu nak seperti menanam bawang,
mencabut bawang dan kalau bekerja padi biasanya saya
minta pada keluarga yang punya padi itu padi ni
anak.(wawancara dengan ibu F pada tanggal 10 april 2019).
118
Temuan dari hasil wawancara dengan ibu F bahwa masyarakat
petani yang tidak memiliki lahan persawahan akan bekerja pada lahan milik
orang lain sebagai buruh tani dengan upah dihitung perhari. Ungkapan lain
yang di ungkapan oleh ibu A di bawah ini.
saya hanya mempunyai satu petang tanah untuk di tanam padi nak,
tapi setelah saya mengerjakan punya sendiri saya mengerjakan
punya orang lain untuk di gaji, karena hasil padi tanam sendiri
kadang tidak cukup untuk kebutuhan selama satu tahun.
(wawancara pada tanggal 10 april 2019).
Peneliti dapat menyimpulkan dari hasil wawancara di atas bahwa
para buruh tani di Desa Soki tidak hanya masyarakat petani yang tidak
memiliki lahan pertanian tetapi ada juga masyarakat petani selain bekerja
pada lahan miliknya juga menjadi buruh tani di lahan milik petani lain
karena hasil panen yang dimilikinya masih kurang untuk kebutuhan dalam
jangka waktu selama satu tahun.
6.2 Menyewah Lahan
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada tanggal
25 maret 2019 bertempat di wilayah Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten
Bima tentang dampak involusi pertanian terhadap masyarakat petani dengan
masyarakat petani di Desa Soki atas nama Bapak M.S yang mengungkapkan
bahwa sebagian masyarakat petani melakukan penyewahan lahan pertanian
di luar dari Desa Soki untuk penanaman bawang merah dan padi akibat dari
padatnya lahan pertanian yang ada di Desa Soki. Sistem penyewahan lahan
pertanian yang dilakukan masyarakat petani di Desa Soki yaitu sistem
menyewah musim tahunan.
119
Ketersediaan lahan pertanian yang semakin menurun dan dilain
sisi penduduk meningkat cukup pesat mengakibatkan luas lahan garapan
juga yang terbatas. Luas lahan garapan yang padat mengindikasikan
pendapatan rumah tangga petani yang rendah, selain itu juga menyebabkan
berkurangnya hasil-hasil pertanian yang tidak mampu menjamin
kebutuhan penduduk yang hidupnya bergantung pada sektor pertanian dan
tidak jarang mereka banyak yang bekerja selain sebagai buruh tani di
desanya maupun di desa lain yang berdekatan juga mereka keluar dari
Desa Soki untuk menyewah lahan garapan demi keberlanjutan roda
ekonomi rumah tangga mereka. Hal ini seperti keterangan yang di berikan
oleh informan berikut.
Dei da ncihi kai tolo ndi ntadi kai ta rasa de nami lao colaku tolo
dou aka rasa makalai ndi lela wea, watise lao ntadimu atau lao weli
wea tolo dou aka rasa makalai de nami wati wara ndi ngaha ra
nonomu dan lao nami aka rasa douka sebenarnya sampe nggori
ntadi salama ini wura pala ba urusan labo anak ra wi’i ta uma ede
nami waraja nggonggamu, laomuka waraja saminggu waraja lao
sawura tergantung ndi rawi ra urusan dei rasa ra dana.( wawancara
dengan Bapak M.S pada tanggal 25 Maret 2019)
Artinya akibat sempitnya lahan pertanian kami menyewah lahan
garapan orang di kecamatan lain untuk bercocok tanam, kalau kami
tidak menyewah lahan orang lain kami tidak mampu memenuhi
kebutuhan rumah tangga, lamanya kami di daerah garapan
sebenarnya selama 6 bulan tapi karena kami sekali-sekali menjenguk
anak yang ditinggal di rumah sehingga kami bolak balik rumah
dengan tempat garapan tidak mementu kadang 2 minggu sekali
kadang 1 minggu sekali.
Temuan peneliti dari hasil wawancara dengan Bapak SN
menggambarkan bahwa kurangnya lapangan pekerjaan atau lahan garapan
akan mendorong masyarakat petani di Desa Soki mencari lahan yang lebih
luas dengan cara menyewah lahan garapan orang lain yang ada diluar Desa
120
Soki, dan lahan yang di sewa masyarakat petani berada di tempat yang
berbeda-beda seperti di Kecamatan Soromandi, Kecamatan Sanggar, Desa
Kore, Desa Napa, Desa Kwangko. Dengan mencari lahan yang lebih luas
untuk menanam bawang merah masyarakat petani di Desa Soki dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangga dan terutama untuk membiayai
pendidikan anak.
Peningkatan jumlah penduduk di Desa Soki ternyata sejalan dengan
meningkatnya angka pertumbuhan angkatan kerja di sektor pertanian yang
semakin lama semakin bertambah banyak namun tidak sejalan dengan
persediaan lapangan kerja atau lahan pertanian garapan yang memadai.
Dengan demikian terdapat suatu ketimpangan antara lapangan pekerjaan
atau lahan pertanian yang tersedia dengan banyaknya jumlah tenaga kerja
yang ada. Mau tidak mau dengan kondisi tersebut menyebabkan banyak
tenaga kerja baru sulit mendapatkan pekerjaan di sektor pertanian sehingga
mendorong masyarakat petani di Desa Soki menjadi buruh tani serta
menyewah lahan sawah milik orang lain.
6.3. Dampak Positif
Dampak positif dari sempitnya lahan garapan yang ada di Desa Soki
dapat meningkatkan rasa solidaritas masyarakat petani untuk bergotong
royong dalam melalukan aktivitas pertanian. Dengan adanya sistem
kekerabatan dan gotong royong diantara petani yang satu dengan petani
yang lain membuat hubungan petani sawah berinteraksi dengan baik kepada
sesama warga masyarakat, sehingga muncul suatu kepercayaan dan
121
hubungan timbal balik yang dapat memperkuat hubungan kerjasama yang
akan mereka ciptakan.
Kepercayaan diantara masyarakat petani timbul dengan sendirinya,
disebabkan oleh interaksi yang terus berulang-ulang diantara petani yang
satu dengan petani yang lain dengan kepercayaan itulah masyarakat petani
menggunakannya untuk memperoleh jalan keluar dalam mengatasi suatu
persoalan dari involusi pertanian. Kepercayaan di dalam hubungan petani
satu dengan petani yang lain di dalam membangun hubungan
kemasyarakatan adalah hal yang sangat penting mengingat dari kepercayaan
menimbulkan rasa solidaritas antara petani yang satu dengan petani yang
lain.
6.4. Dampak Negatif
Dampak negatif dari temuan selama peneliti melakukan penelitian di
lapangan dengan melihat kondisi masyarakat petani di Desa Soki yang
setiap tahun mengalami peningkatan dari tahun 2016 315 jiwa dan tahun
2018 meningkat menjadi 1120 jiwa, sedangkan persediaan lahan sawah
hanya seluas 280 Ha akan menyebabkan penghasilan yang didapatkan oleh
masyarakat petani tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat petani
yang semakin meningkat, sehingga masyarakat petani khusunya di Desa
Soki tidak mampu membiayai kebutuhan keluarga terutama biaya
pendidikan anak-anak. Pendapatan dalam murah tangga merupakan penentu
masa depan anak-anak di Desa Soki, akibat dari kurangnya pendapatan
masyarakat petani dan padatnya lahan pertanian menyebabkan sebagian
122
anak remaja melakukan suatu perbuatan yang melanggar norma dalam
masyarakat seperti mencuri, mabuk-mabukan dan sebagainya.
Masyarakat Desa Soki merupakan masyarakat yang
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Dalam usaha tani lahan
pertanian merupakan faktor produksi terpenting dalam proses kegiatan
usaha tani apabila luas lahan yang diusahakan masyarakat petani padat atau
lahan garapan tidak sebanding dengan penggarapnya akan mempengaruhi
produktivitas pertanian menurun serta pendapatannya kurang dan
masyarakat petani tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan keluarganya
sehingga terjadi pengangguran. Dampak negatif yang lain selain
keterbatasan lahan garapan sebagai faktor produksi pertanian adalah tradisi
yang mereka lakukan dalam mengolah lahan dalam membajak sawah
menggunakan tenaga hewan sambil mengiringi lagu daerah khusus untuk
membajak sawah yang diperoleh dari nenek moyang secara turun-temurun
tidak dilestarikan lagi.
Kondisi sekarang yang serba susah diharapkan solidaritas dalam
masyarakat terjaga dengan baik, selain itu penyuluhan untuk pemberdayaan
masyarakat petani di utamakan serta lembaga ekonomi yang dikelola
sepenuhnya oleh masyarakat desa yaitu Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES) di Desa Soki harus di aktifkan dan dijalankan karena selama ini
program usaha milik desa (BUMBES) tidak berjalan dengan baik atau
seharusnya. Badan usaha milik desa (BUMDES) merupakan salah satu
program andalan dalam meningkatkan kemandirian perekonomian desa
123
yang dikelola secara profesional menjadikan usaha masyarakat lebih
produktif dan efektif.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam yang
diperoleh peneliti berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Clifford Geertz dalam jurnal syahbuddin 2018 bertujuan untuk menelaah
kebijakan pemerintah kolonial belanda sejak 1830-1900 bahwa involusi
pertanian di Jawa dilatarbelakangi kebijakan kolonial Hindia Belanda
(1619-1942) yang membawa produk pertanian Indonesia ke pasar dunia.
Namun Belanda tidak pernah berhasil mengembangkan ekonomi ekspor
secara luas di pasar dunia. Untuk itu kolonial Belanda terus mendorong
petani untuk berproduksi untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia. Untuk itu
Belanda menerapkan sistem tanam paksa 1830-1870 dan sistem liberal
1870-1900.
Penerapan dua sistem ini menyebabkan banyaknya lahan pertanian
yang digunakan untuk menanam tanaman ekspor dan menyerap tenaga
kerja. Artinya, lahan pertanian makin sempit sedangkan jumlah penduduk
makin bertambah. Hal inilah yang disebut dengan proses involusi yang
kemudian akan menyebabkan petani akan berfikir keras dalam mengelola
sawahnya, karena lapangan kerja di luar pertanian tidak tersedia. Sedangkan
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti bahwa dari semakin
bertambahnya masyarakat petani yang tidak seimbang dengan luas lahan
persawahan yang ada akan menyebabkan sebagian masyarakat petani di
124
Desa Soki menjadi buruh tani di desanya dan menyewah lahan di luar dari
desanya untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
Temuan data di lapangan dan kerangka berpikir yang dibangun
menggunakan perspektif fungsionalisme struktural yang dijelaskan dalam
teori AGIL, yakni integration (I), dan adaptation (A). Perubahan tata cara
bertani dari penggunaan alat pertanian yang tradisional seperti membajak
lahan menggunakan tenaga kerbau dan sapi berkembang menggunakan
mesin traktor, dari menggunakan samprot manual/pompa berkembang
menggunakan samprot mesin dengan ketersediaan lahan pertanian yang
padat hanya seluas 280 Ha dan dilain sisi penduduk meningkat cukup pesat
dari tahun 2016 sebanyak 315 jiwa dan tahun 2018 meningkat menjadi 1120
jiwa.
Luas lahan garapan yang padat mengindikasikan pendapatan rumah
tangga petani di Desa Soki tidak sesuai dengan biaya hidup dan terutama
masyarakat petani tidak mampu membiayai pendidikan anak, selain itu juga
menyebabkan berkurangnya hasil-hasil pertanian yang tidak mampu
menjamin kebutuhan penduduk yang hidupnya bergantung pada sektor
pertanian dan tidak jarang para petani banyak yang bekerja selain sebagai
buruh tani dan bertani di desanya, para petani di Desa Soki berpindah
aktivitas pertanian diluar dari desanya dengan cara menyewah lahan garapan
demi keberlanjutan roda ekonomi rumah tangganya.
125
Tabel 6.2 Dampak dari Involusi Pertanian No Indikator Temuan
1 Buruh Tani Peningkatan jumlah masyarakat petani dan lahan
persawahan yang padat serta kebutuhan biaya
hidup yang semakin banyak akan menyebabkan
masyarakat petani menjadi buruh tani dengan gaji
perhari. kekurangan lahan sawah untuk bercocok
tanam ibu yang mempunyai satu orang anak ini
menjadi buruh tani atau mengerjakan tanaman
orang lain seperti, menanam bawang merah,
menanam padi, memotong padi serta mencabut
bawang merah, mencabut rumput pada tanaman
bawang merah dan padi dengan gaji perhari untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
2 Menyewah Lahan Garapan Padatnya persediaan lahan garapan di desanya
sendiri masyarakat petani di Desa Soki
melakukan penyewahan lahan pertanian di tempat
yang berbeda-beda ada petani menyewah lahan di
Kecamatan Soromandi Kabuapten Bima, ada
petani menyewah lahan di Kecamatan Sanggar
Kabupaten Bima bahkan ada petani yang
menyewah lahan di Kabupaten Sumbawa dan
sistem penyewahan lahan pertanian yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki yaitu
sistem menyewah musim tahunan, artinya pada
musim hujan dikerjakan oleh pemilik untuk
ditanamin padi atau jagung, sedangkan pada
musim kemarau dikerjakan oleh penyewah untuk
ditanamin bawang merah seperti yang dilakukan
masyarakat petani di Desa Soki.
3 Dampak Positif Sempitnya lahan garapan yang ada di Desa Soki
dapat meningkatkan rasa solidaritas masyarakat
petani untuk bergotong royong dalam melalukan
aktivitas pertanian. Dengan adanya sistem
kekerabatan dan gotong royong diantara petani
yang satu dengan petani yang lain membuat
hubungan petani sawah berinteraksi dengan baik
kepada sesama warga masyarakat, sehingga
muncul suatu kepercayaan dan hubungan timbal
balik yang dapat memperkuat hubungan
kerjasama yang akan mereka ciptakan.
4 Dampak Negatif akibat dari kurangnya pendapatan masyarakat
petani dan padatnya lahan pertanian masyarakat
petani tidak mampu membiayai pendidikan anak
sehingga sebagian anak remaja melakukan suatu
perbuatan yang melanggar norma dalam
masyarakat seperti mencuri, mabuk-mabukan dan
sebagainya. Sumber : Rostati, berdasarkan hasil penelitian Tahun 2019
126
BAB VII
PENANGGULANGAN INVOLUSI PERTANIAN PADA PETANI
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam pada
tanggal 15 April 2019 bertempat di kantor aula Desa Soki tentang upaya
pemerintah menanggulangi keterbatasan lahan pertanian di lokasi
persawahan di Desa Soki dengan Bapak M selaku sekertaris Desa dan Ibu
R selaku penyuluh lapangan dinas pertanian Kecamatan Belo menjelaskan
bahwa peran pemerintah untuk menanggulangi kepadatan lahan pertanian
di Desa Soki dengan cara menyiapkan lahan garapan, menerapkan
program pengendalian angka kelahiran, memberikan bantuan pestisida
pertanian dan bantuan pupuk. Lebih lanjut dijelaskan pada tabel 7.1
Tabel 7.1 Penanggulangan Involusi Pertanian Pada Petani
No Jenis Penanggulagan Kegunaan
1 Pembukaan lahan tani baru Untuk memperluas lahan
garapan masyarakat petani
2 Membuat saluran irigasi
persawahan
Untuk memudahkan
masyarakat petani mengairi
tanaman padi
3 Membuka jalan baru tani Masyarakat bisa mengangkut
alat pertanian dan hasil panen
padi dan bawang merah
menggunakan gerobak dan
pick up
4 Bantuan bibit padi Masyarakat petani bisa
menanam bibit yang
berkualitas
5 Bantuan pupuk dan obat
pestisida
Meringankan biaya masyarakat
petani
6 Pengendalian angka kelahiran Untuk menjaga keseimbangan
persediaan lahan pertanian
dengan penggarapnya
Sumber : Rostati, berdasarkan hasil penelitian Tahun 2019
127
Pemberdayaan masyarakat petani merupakan kewajiban
pemerintah dinas pertanian Kecamatan Belo dan Pemerintah Desa Soki
untuk menanggulangi permasalahan yang terjadi pada masyarakat petani
khusunya masyarakat petani di Desa Soki yang mengalami kepadatan
lahan pertanian. Kepadatan lahan pertanian tidak sebanding dengan
penggarapnya yang setiap tahun semakin bertambah, sehingga pendapatan
dari penghasilan masyarakat petani di Desa Soki tidak mampu memenuhi
kebutuhan hidup. Peran pemerintah untuk menaggulangi kepadatan lahan
pertanian yakni, membuka lahan baru, memberikan bantuan pupuk dan
pestisida, melakukan pengendalian angka kelahiran.
7.1 Pembukaan Lahan Garapan Baru
Sumber : Dokumentasi Desa
Gambar 7.1 Proses menggusur bukit untuk perluasan lahan pertanian bentuk
upaya pemerintah menanggulangi terjadinya involusi pertanian.
128
Pemerintah di Desa Soki melakukan proses penggusuran lahan
pertanian di lahan temba Soki seluas 20 Ha dilakukan mulai tahun 2016
sampai tahun 2018 untuk pemberdayaan dalam membangunan masyarakat
terutama di bidang pertanian sebagaimana pertanian merupakan sumber
penghasilan masyarakat Desa Soki, untuk mengetahui kondisi lahan
persawahan sebelum pembukaan lahan garapan baru dan sesudah pembukaan
lahan garapan baru lebih lanjut lihat pada Gambar Peta 7.2
Sumber : Citra google earth perekaman Tahun 2018 dan Tahun 2015
Penggunaan lahan sawah masyarakat petani di Desa Soki sebelum ada
pembukaan lahan tani baru pada tahun 2015 seluas 36,88038 are dengan
jumlah masyarakat petani 315 jiwa. Sedangkan penggunaan lahan sawah
masyarakat petani di Desa Soki setelah penggunaan lahan tani baru yang
dilakukan pemerintah Desa Soki menggusur bukit di so nggaro hidi pada
129
tahun 2018 38,88701 are. Upaya yang kedua persiapan irigasi perairan, lihat
pada Gambar 7.3 di bawah ini.
Sumber : Dokumentasi Desa
Gambar 7.3. Persiapan Irigasi Perairan upaya lain pemerintah
menganggulangi modernisasi dalam involusi pertanian.
Pemerintah di Desa Soki mempersiapkan irigasi perairan untuk
masyarakat petani di Desa Soki. Upaya ke tiga dengan membuka jalan
tani, lihat pada Gambar 7.4 berikut.
Sumber : Rostati, 14 April 2019
Gambar 7.4 Petani memanfaatkan jalan tani menuju lokasi
persawahan menggunakan sepeda motor sebagai bentuk
modernisasi
130
Masyarakat petani di Desa Soki sudah menggunakan kendaraan
seperti sepeda motor menuju ke lokasi persawahan, masyarakat petani tidak
hanya memanfaatkan jalan tani untuk menuju lokasi persawahan namun
masyarakat petani memanfaatkan dalam aktivitas pertanian seperti
mengangkut hasil panen dari sawah ke rumah dan membawa perlengkapan
serta kebutuhan pertanian dari rumah menuju lokasi persawahan. Upaya ke
empat pemerintah memberikan bantuan traktor. Seperti hasil wawancara
peneliti berikut.
Kami dari dinas pertanian memberikan bantuan traktor kepada
masyarakat petani nak, pihak dinas pertanian memberikan
mesin traktor tersebut melalui pemerintah desa dan kelompok
tani selain bantuan traktor ada juga bantuan lain seperti bibit
padi, jagung kedelai.(wawancara dengan ibu R ada tanggal 15
april 2019).
7.2 Program Bantuan Bibit Dan Obat Pestisida
Temuan dari hasil observasi pada tanggal 25 Maret 2019 bertempat di Desa
Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima tentang upaya pemerintah dalam
pemberdayaan masyarakat petani, lihat Tabel 7.2
Tabel 7.2 Jenis bantuan pupuk dan pestisida pada masyarakat petani
Sumber: Data dinas pertanian Kecamatan Belo Tahun 2018
Tahun Jenis-jenis bantuan Jenis-jenis bantuan
Tanaman
Padi
Bantuan Luas
lahan
Tanaman
BM
Bantuan Luas
lahan
2015
Pupuk 15
sak/karung
260
Pupuk 15
sak/karung
260
Pestisida 10 dus Pestisida 25 dus
2018
Pupuk 25
sak/karung
280
Pupuk 35
sak/karung
280
Pestisida
20 dus
Pestisida 30 dus
131
Pemerintah dinas pertanian Kecamatan Belo bekerja sama dengan
Pemerintah dan ketua kelompok tani Desa Soki untuk memberikan bantuan
pestisida dan pupuk kepada masyarakat petani di Desa Soki sesuai dengan
luas lahan yang digarap pada tahun 2015. Lahan garapan memiliki luas 260
Ha dengan bantuan pupuk 15 sak/karung dan pestisida 10 dus untuk
memelihara tanaman padi. Sedangkan untuk memelihara tanaman bawang
merah, bantuan pupuk sebanyak 15 sak/karung, pestisida 20 dus. Tahun
2018, masyarakat mendapatkan bantuan pupuk 25 sak/karung dan pestisida
sebanyak 20 dus untuk memelihara padi. sedangkan untuk memelihara
bawang merah masyarakat mendapatkan pupuk 35 sak/karung dan pestisida
30 dus dengan luas lahan 280 Ha, selain pupuk dan pestisida pemerintah
memberikan bantuan bibit, lihat Gambar 7.5
Sumber : Rostati, 24 Maret 2019
Gambar 7.5. Dinas pertanian menyerahkan bibit kepada Bapak M sebagai ketua
kelompok tani di Desa Soki sebagai bentuk modernisasi
132
Pemerintah dinas pertanian Kecamatan Belo memberikan bibit kepada
masyarakat petani, pemberian bibit merupakan peran pemerintah dalam
pemberdayaan masyarakat petani supaya masyarakat dapat melaksanakan
usaha taninya. Selain memberikan bibit padi pemerintah memberikan bantuan
pupuk dan pestisida kepada masyarakat petani di Desa Soki, untuk
mengetahui data pemberian pupuk dan pestisida, lihat Gambar 7.6
Sumber: Rostati, 25 Maret 2019
Gambar 7.5. Pemerintah memberikan pupuk UREA kepada masyarakat
petani sebagai bentuk modernisasi dalam involusi pertanian.
Masyarakat petani di Desa Soki menerima pupuk UREA dari dinas
pertanian Kecamatan Belo. Pemberian pupuk merupakan bentuk
perlindungan serta pemberdayaan pemerintah supaya petani memiliki
kapasitas untuk terus tumbuh dan berkembang menjadi lebih sejahterah.
Selain memberi bantuan bibit dan pupuk juga pemerintah memberikan
bantuan pestisida, setelah mendapatkan pupuk dan pestisida pemerintah
dinas pertanian Kecamatan Belo melakukan uji coba pestisida yang
133
diwakili oleh tim penyuluh dengan ketua dan anggota kelompok tani
serta masyarakat petani di Desa Soki, lihat Gambar 7.7
Sumber : Dokumentasi Dinas Pertanian
Gambar 7.7 Petani menguji coba obat-obatan yang diberikan ole pemerintah sebagai
bentuk modernisasi.
Pemerintah dinas pertanian memberikan bantuan pestisida kepada
masyarakat petani di Desa Soki supaya masyarakat petani dapat memelihara
tanamannya dari penyakit dan hama.
7.3 Pengendalian Angka Kelahiran
Masa subur seorang wanita memiliki peran penting bagi terjadinya
kehamilan sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi.
Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15-49
tahun. Oleh karena itu, untuk mengatur jarak kelahiran, wanita/pasangan
pemerintah menganjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi/ber-KB.
Keikutsertaan masyarakat dalam program KB di Desa Soki, Kecamatan
Belo, Kabupaten Bima pada tahun 2018 masih kurang, dimana persentase
peserta KB baru sebesar 43.4% (90) dari 207 PUS dan persentase KB Aktif
25.6% (53), Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima Tahun 2018.
134
Peningkatan jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan luas
lahan garapan yang terbatas menyebabkan terbatasnya pula kemampuan
suatu daerah untuk mendukung kehidupan yang disebut dengan daya
dukung lahan dan keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan
penduduk terhadap lahan (Soemarwoto, 1983 dalam Anne herlindawati
2018, 12-24).
Tekanan penduduk pada dasarnya merupakan akibat dari terus
meningkatnya laju pertumbuhan penduduk. Bagi masyarakat petani, lahan
bukan hanya sekedar tempat untuk tinggal, tetapi lahan merupakan media
bercocok tanam. Ketika produktifitas tetap, namun jumlah masyarakat
petani terus meningkat maka dapat terjadi goncangan bagi kehidupan
masyarakat, terutama masyarakat petani yang ketergantungan terhadap
lahan pertanian (Mamat Ruhimat, 2015 dalam Anne herlindawati 2018, 12-
24). Ketidakseimbangan daya dukung lahan garapan dipengaruhi oleh
jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan keterbatasan lahan maka
pemerintah menerapkan program pengendalian angka kelahiran (KB).
Merencanakan dan mengatur keluarga adalah soal kemanusiaan yang
sekarang ini sedang diusahakan pelaksanaannya oleh pemerintah khusunya
pemerintah Desa Soki. Kalau pembangunan itu adalah pembangunan
manusia, maka kelahiran manusia itupun harus diatur. Pengaturan itu harus
diadakan, supaya kenaikan produksi tidak dikalahkan oleh kenaikan
kelahiran anak. Hal yang ditakutkan itupun terjadi pada masa sekarang ini,
135
dimana kelahiran anak mengalahkan kenaikan produksi terutama produksi
pangan.
Pertumbuhan penduduk yang tidak disertai dengan lahan garapan
yang cukup dapat juga menimbulkan berbagai masalah yang berkaitan
dengan orang tua tidak bisa membiayai pendidikan anak, kurangnya
penyediaan makanan, terjadi pengangguran dan lain sebagainya. Dan lebih
lanjut sesuai dengan keterangan yang di berikan oleh informan berikut.
Kami sebagai perangkat Desa yang bertanggung jawab penuh
terhadap permasalahan yang di alami oleh masyarakat khususnya
masyarakat petani di Desa Soki maka kami sangat berpartisipasi
terhadap program Keluarga Berencana karena dengan program ini
kami bisa mengendalikan angka kelahiran dan menghindari angka
kematian pada ibu muda atau pengendalian penduduk di samping
itu dengan melihat kondisi masyarakat Desa Soki yang rata-rata
bermata pencaharian sebagai petani dan permasalahan yang
mereka hadapi sekarang adalah pada keterbatasan lahan garapan
maka dengan program ini kami dapat memberikan solusi kepada
masyarakat petani. (wawancara dengan Bapak M pada tanggal 25
Maret 2019).
Temuan dari hasil wawancara dengan bapak M dapat disimpulkan
bahwa program keluarga berencana merupakan program yang sangat
penting untuk pembangunan ekonomi pada masyarakat petani selain dari
pada itu program pengendalian pertumbuhan penduduk dapat juga
memberikan solusi kepada aparat pemerintah Desa Soki pada khusunya
untuk mengatasi permasalahn yang dihadapi oleh masyarakat petani di Desa
Soki.
Masyarakat Desa Soki sebagai wilayah yang memiliki potensi
pertanian yang tinggi, kemudian mata pencaharian masyarakat sebagian
besarnya adalah petani. Berbagai program pemberdayaan masyarakat di
136
bidang pertanian selalu dilakukan oleh pemerintah seperti pembentukan
kelompok tani, pemberian modal usaha, bantuan bibit pertanian, penyuluhan
pertanian, dan lain sebagainya. Pentingnya sektor pertanian sebagai
penyangga bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat.
Mengingat semakin terus bertambahnya kebutuhan akan pangan
yang disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk tanpa di barengan di
luas lahan garapan sehingga pemerintah di Desa Soki berupaya
mensejahterakan masyarakat petani dengan membuka lahan garapan baru,
membuka jalan tani, bantuan bibit serta menerapkan program keluarga
berencana (KB) pada masyarakat petani. Permasalahannya, banyak bantuan
yang diberikan tidak terkelola dengan baik, malahan ada bantuan yang
menyimpang, misalnya bibit yang diberikan tidak digunakan sebagaimana
mestinya. Kemudian sebagian masyarakat tidak menerima bantuan.
Keunggulan Pemberdayaan atau bantuan yang dilakukan oleh
pemerintah terhadap masyarakat petani di Desa Soki sudah sangat bagus
dan dilihat juga masyarakat petani sangat berantusias menerima bantuan
serta penyuluhan yang di berikan oleh pemerintah. Penyuluhan dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh setiap masyarakat
petani, program pemberdayaan merupakan kegiatan pembelajaran yang
bertujuan agar para anggota masyarakat petani bisa hidup lebih sejahtera.
Kelemahan Program pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap masyarakat petani sudah lumayan bagus namun masih terdapat
kekurangan dalam program ini, seperti hasil wawancara peneliti dengan
137
salah satu pemerintah dinas pertanian Kecamatan Belo yaitu ibu Rohani
bahwasanya masyarakat petani khususnya masyarakat petani di Desa Soki
kurang merespon setiap kali ada kegiatan penyuluhan pertanian yang
diberikan oleh pemerintah apalagi mengenai penyuluhan tentang alat-alat
teknologi pertanian, dengan alasannya bawah masyarakat petani tidak berani
mencoba atau melakukan tanpa melihatnya secara langsung, inilah kendala
dan kelemahan yang ditemukan dinas pertanian Kecamatan Belo saat
melakukan penyuluhan terhadap masyarakat petani.
Temuan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap
peran pemerintah terhadap modernisasi dalam involusi pertanian terdapat
kesamaan hasil penelitian dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Astuti tentang pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan pertanian
berkelanjutan (studi pada Desa Asmorobangun, Kecamatan Puncu,
Kabupaten Kediri) dengan hasil penelitian bahwa, melalui pemberdayaan
dapat meningkatkan kesadara dan pemahaman serta semangat masyarakat
untuk melakukan aktivitas pertanian. dengan dukungan dan semangat yang
diberikan ternyata masih terdapat hambatan dan kendala yang berasal dari
masyarakat petani yaitu masyarakat tidak berani mencoba melakukan
sesuatu yang belum dilihat oleh sakat mata sehingga proses pemberdayaan
kurang maksimal.
138
Tabel 7.3 Upaya pemerintah terhadap modernisasi dalam involusi pertanian
No Upaya Pemerintah Temuan peneliti
1 Pembukaan lahan tani baru dan
jalan tani
Pemerintah melakukan penggusuran bukit di
wilayah Desa Soki bertempatan di so nggaro
hidi seluas 20 Ha dilakukan mulai tahun
2016 dengan tujuan untuk memperluas lahan
tani sebagai pemberdayaan dalam
membangunan masyarakat terutama di
bidang pertanian karena pertanian
merupakan sumber penghasilan masyarakat
Desa Soki, dan membuka jalan tani supaya
mempermudah masyarakat petani menuju
lokasi persawahan serta mempermudah
masyarakat petani mengangkut hasil panen
dari sawah ke rumah dan membawa
perlengkapan serta kebutuhan pertanian dari
rumah menuju lokasi persawahan
2 Program bantuan tahun 2015
untuk tanaman padi, pupuk 15
sak, pestisida 10 dus. tanaman
bawang merah, pestisida 20 dus
dan pupuk 15 sak. Tahun 2018,
tanaman padi, pupuk 25 sak,
pestisida 20 dus. Tanaman
bawang merah, pupuk 35 sak
dan pestisida 30 dus. Data dinas
pertanian Kecamatan Belo tahun
2015-2018
Memberikan bantuan bibit, pupuk dan
pestisida kepada masyarakat petani salah
satu bentuk pemberdayaan pemerintah
supaya petani bisa menjalankan usaha tani
dan memiliki kapasitas untuk terus tumbuh
dan berkembang menjadi lebih sejahterah
3 Pengendalian angka kelahiran
(KB). Persentase keikutsertaan
peserta KB baru sebesar 43.4%
(90) dari 207 PUS dan
persentase KB Aktif 25.6%
(53), badan pusat statistik
Kecamatan Belo Tahun 2018.
Program keluarga berencana merupakan
program yang sangat penting untuk
pembangunan ekonomi pada masyarakat
petani selain dari pada itu program
pengendalian pertumbuhan penduduk dapat
juga memberikan solusi kepada aparat
pemerintah Desa Soki pada khusunya untuk
mengatasi permasalahn yang dihadapi oleh
masyarakat petani di Desa Soki. Namun
kendala dalam menerapkan program KB
terdapat pada masyarakat itu sendiri karena
kurang partisipasi masyarakat.
Sumber : Rostati, berdasarkan hasil penelitian tahun 2019
139
BAB VIII
GOTONG ROYONG DAN KERJA BERGILIR MASYARAKAT PETANI
DALAM MODERNISASI (INVOLUSI PERTANIAN)
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam bertempat di Desa
Soki, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, tentang sistem nilai kekerabatan
masyarakat petani dalam menjalankan modernisasi dalam involusi pertanian,
lihat Tabel 8.1
Tabel 8.1. Tahap-tahap mengerjakan tanaman padi dan bawang merah
masyarakat petani
No Bentuk
kerja sama
Kegiatan yang dilakukan petani
Padi Bawang merah
1 Gotong
royong
1. Membuat memperbaiki
penampungan air (raba)
di persawahan sebelum
dilakukan penanaman padi
2. Membuat pagar di pinggir
lokasi persawahan
sebelum menanam padi
3. Membersihkan
selokan/irigasi
persawahan sebelum
penanaman padi dan
sebelum musim hujan
1. Membuat sumur bor
2. Membuat jalan baru
menuju lokasi penanaman
bawang merah
2 Keja
bergilir
1. Penananam padi
2. Pemaneman padi
1. Pemotongan bawang
merah
2. Penanaman bawang merah
3. Pemaneman bawang
merah
4. Pengikatan bawang
merah
Sumber: Rostati, berdasarkan hasil penelitian Tahun 2019
Temuan berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan masyarakat petani
di Desa Soki bahwa gotong royong dan kerja bergilir tidak hanya dilakukan
pada kegiatan pertanian padi seperti membuat penampungan air (raba),
140
membuat pagar di pinggir lokasi persawahan, membersihkan saluran
irigasi/selokan, namun masyarakat petani melakukannya pada kegiatan
bawang merah seperti membuat dan membersihkan jalan menuju lokasi
penanaman bawang merah. selain gotong royong terdapat nilai kekerabatan
kerja bergilir, kerja bergilir yang dilakukan masyarakat petani dengan
kerabatnya dalam melakukan kegiatan pertanian padi dan bawang merah
seperti penanaman padi dan bawang merah, pemaneman padi dan bawang
merah dan pengikatan bawang merah.
8.1 Gotong-Royong
Kehidupan bermasyarakat tidak terlepas akan adanya interaksi sosial
antar sesamanya karena pada dasarnya manusia sesuai dengan fitrahnya yaitu
makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri melaingkan membutuhkan
pertolongan dan bantuan dari orang lain, masyarakat petani di Desa Soki pada
khusunya di kenal dengan sikap ramah, kekeluragaan dan bergotong-royong.
Masyarakat petani melakukan gotong royong membuat saluran irigasi/selokan
untuk mengairi tanaman padi dan bawang merahnya setiap satu tahun sekali,
kegiatan gotong royong dilakukan tidak hanya sebelum adanya mesin-mesin
pertanian namun dilakukan sampai sekarang atau masyarakat petani sudah
menggunakan mesin-mesin teknologi pertanian.
Gotong-royong yang dilakukan masyarakat petani di Desa Soki
mengandung nilai-nilai sosial antara lain tentang kerbergantungan dengan
sesamanya, kebersamaan, dan kerjasama. Nilai-nilai sosial tercermin dari
kepeduliannya terhadap sesama anggota masyarakat, kepedulian antara
141
sesama tidak hanya yang bersifat materi (uang dan atau barang), tetapi juga
non-materi seperti kegiatan pemotongan bawang merah, lihat Gambar 8.1
Sumber : Rostati, 01 April 2019
Gambar 8.1 Masyarakat petani melakukan pemotongan bawang merah melakukan
dengan cara yang lama/ tradisional.
Masyarakat petani di Desa Soki melakukan pemotongan bibit
bawang merah, kegiatan pemontongan bibit bawang merah biasanya
dilakukan oleh ibu-ibu atau perempuan. Pekerjaan pemotongan bibit
bawang bawang merah merupakan salah satu rutinitas awal kegiatan
masyarakat petani di Desa Soki sebelum melakukan penanaman pada
lahan sawah. Bibit bawang merah akan di potong di bagian ujungnya
dengan menggunakan pisau (kater) atau yang dikenal oleh masyarakat
petani di Desa Soki malela, jika kurang hati-hati dalam pemotongan
bawang merah, maka dapat menyebabkan jari tangan teriris. Kegiatan
142
gotong-royong membuat irigasi atau pengairan persawahan seperti pada
Gambar 8.2
Sumber : Dokumen Desa Soki 2018
Gambar 8.2 Masyarakat petani sedang membuat dam persawahan sebagai bentuk jiwa
gotong-royong dengan melakukan cara yang tradisional.
Masyarakat petani di Desa Soki membuat dam atau tempat
penampungan air untuk mengairi tanaman di persawahan dilakukan setiap
tahun sebelum menanam padi artinya dilakukan pada musim kemarau
sebelum musim hujan, tujuan masyarakat petani di Desa Soki membuat
irigasi atau pengairan adalah usaha untuk mendatangkan air dengan
saluran-saluran ke sawah-sawah. Kegiatan membuat irigasi atau pengairan
sudah menjadi rutinitas masyarakat petani di Desa Soki setiap tahun
sebelum adanya teknologi pertanian seperti mesin diesel maupun sesudah
adanya mesin diesel. lebih lanjut sesuai dengan keterangan yang diberikan
oleh informan berikut.
143
Gotong-royong yang sering saya lakukan dengan teman-teman
petani lain membuat pagar pada pinggir lahan persawahan nak,
membuat saluran irigasi supaya air lancar masuk ke sawah masing-
masing nak, supaya saya dan anggota petani lain mengetahui ada
kerja bersama pihak panggawa mengumumkan di mesjid nak selain
gotong royong di lokasi persawahan, saya dan masyarakat yang
lainpun bekerja sama pada saat ada acara hajatan seperti khitanan,
membangun rumah. Wawancara dengan Bapak U pada tanggal 02
April 2019
Temuan yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan
bapak U bahwa masyarakat petani di Desa Soki melakukan kegiatan
gotong-royong pada aktivitas pertanian seperti membuat saluran irigasi di
persawahan ketika musim tanam padi, lihat gambar 8.3.
Sumber : Dokumen Desa Soki Tahun 2017
Gambar 8.3 Petani sedang membersihkan saluran irigasi
Petani di Desa Soki membersihkan saluran irigasi di daerah persawahan,
tujuannya supaya air dapat pengalir lancar ke area persawahan dan ketika
turun hujan banjir tidak masuk persawahan dan tidak merusak tanamanan.
Kegiatan gotong-royong yang lain seperti membuat pagar di pinggir
daerah persawahan dengan tujuan supaya hewan seperti, babi hutan,
144
kerbau dan sapi tidak masuk ke sawah dan merusak tanaman, lihat gambar
8.4
Sumber: Dokumen Desa Soki Tahun 2017
Gambar 8.4. Petani membuat sedang pagar di pinggir persawahan sebagai bentuk gotong
royong
Petani di Desa Soki membuat pagar di pinggir persawahan
miliknya sebelum dilakukan penanaman padi dan bawang merah miliknya,
kegiatan membuat pagar di pinggir persawahan dilakukan satu kali dalam
setahun. Kegiatan gotong royong seperti membuat dam (raba),
membersihkan saluran irigasi/selokan di persawahan dan membuat pagar
di pinggir persawahan padi dan bawang merah mempertandakan saling
ketergantungan sesama petani. Selain adanya saling ketergantungan petani
dengan petani lain dalam kegiatan pertanian masyarakat petani di Desa
Soki terdapat juga saling ketergantungan masyarakat petani dengan
145
masyarakat yang bekerja diluar profesi pertanian seperti bergotong-royong
pada saat mendirikan rumah, lihat gambar 8.5
Sumber : Dokumen Desa Soki Tahun 2017
Gambar 8.5. Masyarakat Desa Soki sedang mendirikan rumah
Kegiatan gotong-royong pada saat mendirikan rumah pada saat kegiatan
mendirikan rumah seluruh masyarakat yang tidak memeliki kesibukan dan
kegiatan yang lain tanpa dimintai bantuanpun semua masyarakat di Desa
Soki dengan sendirinya datang untuk membantu tanpa mengharapkan
imbalan. Kegiatan gotong- royong masyarakat petani dengan masyarakat
yang tidak berprofesi sebagai petani di Desa Soki tidak hanya pada
kegiatan mendirikan rumah, namun pada acara hajatanpun semua
masyarakat di Desa Soki saling bekerja sama tanpa mengharapkan
imbalan. Pada acara hajatan seperti sunatan, perkawinan, dan sukuran
146
menempati rumah baru sekalipun semua semua masyarakat berbondong-
bondong akan hadir dan langsung mengerjakan pekerjaan seperti
memasak, mendirikan panggung, mengatur kursi. Tujuannya untuk
meringankan pekerjaan orang yang mempunyai hajatan, lihat gambar 8.6
Sumber : Dokumen Desa Soki Tahun 2018
Gambar 8.6. Ibu-ibu di Desa Soki sedang melakukan acara syukuran di
salah satu rumah warga
Temuan dari hasil observasi dan dokumentasi pada masyarakat
petani di Desa soki bahwa gotong-royong yang dilakukan masyarakat
petani di Desa Soki mengandung nilai-nilai sosial antara lain tentang
kebergantungan dengan sesamanya, kebersamaan, dan kerja sama. Nilai-
nilai sosial tercermin dari kepeduliannya terhadap sesama anggota
masyarakat, kepedulian antara sesama tidak hanya yang bersifat materi
(uang dan atau barang), tetapi juga non-materi (ikut bekerja secara
bersama-sama).
147
8.2 Kerja Bergilir
Kerja bergilir merupakan pekerjaan yang dilakukan dalam sistem
bagian yang memiliki waktu kerja yang berbeda-beda. Mayarakat petani di
Desa Soki pada aktivitas pertanian melakukan kerja bergilir atau kerja
secara bergantian dengan kerabat atau dengan tentangganya untuk
meringankan dan mempermudah dalam pekerjaan, lihat Gambar 8.7
Sumber : Rostati, 01 April 2019
Gambar 8.7 Ibu-ibu masyarakat sedang mengikat bawang merah
menggunakan cara yang tradisional
Masyarakat petani melakukan pengikatan bawang merah, pada
aktivitas pengikatan bawang merah masyarakat melakukan secara
bergiliran dengan anggota kerabat yang lain. Kegiatan kerja bergilir
masyarakat petani merencanakan jauh-jauh hari sebelum waktu kegiatan
berlangsung.
Kerja bergilir merupakan warisan budaya dari nenek moyang
masyarakat petani di Desa Soki untuk meringankan beban dan biaya
148
sekaligus tidak perlu lagi mencari tenaga kerja dalam melakukan kegiatan
pertanian seperti penanaman dan pemanenam padi, pemotongan bawang
merah, penanaman bawang merah serta pemaneman bawang merah,
apabila ada di antara anggota yang berhalangan akan bekerja pada hari
yang lain atau bisa menyewah orang lain sebagai penggantinya. Bentuk
kerja bergilir dapat meringankan dan mempercepat aktivitas pertanian.
seperti hasil wawancara peneliti dengan ibu S berikut.
Loara mboto lenga ra iwade bantuku lenga ra iwa dei ade karawi
inga unga dompo na bawa, karawi inga unga ngguda fare dei
do’a ra deina, warase ana ra nggana de ngoaku anade, anaee
edase lenga ra iwa ma karawi karawi ingapu ndi loamu karawide
aina sapori ndi gaji ra pinana, alumu rakase baka rawi ndai wali
peade na karawi inga waliku ba dou mara inga de, dei ade
ngoara tei kai anade alhamdulillah anade na kade’eku
ni.(wawancara dengan ibu S pada tanggal 26 Maret 2019)
Artinya bentuk kerja sama kami masyarakat petani dengan cara
saling membatu pada proses pemotongan dan penanam bawang
merah, padi, dan juga kerja sama pada saat hajatan keluarga,
tetangga maupun kerabat, selain dari pada itu kami mengajarkan
juga kepada anak-anak untuk saling membantu nak kalau melihat
tetangga atau kerabat sedang bekerja jangan lupa bantu jangan
menuntut gaji karena suatu saat ada kerjanya kita juga keluarga
atau kerabat yang bantu itu akan membantu kita juga dan
alhamdulillah anak-anak mendegarkannya.
Temuan peneliti dari hasil wawancara dengan ibu S menunjukkan
bahwa bentuk kerja sama masyarakat petani di Desa Soki dengan cara
kerja bergiliran merupakan aktivitas dalam proses pertanian baik pada saat
pengolahan lahan, pemotongan padi dan bawang maupun pada saat hajatan
di samping itu masyarakat petani di Desa Soki tidak lupa mengajarkan
kepada anak-anaknya untuk saling membantu pada pekerjaan, melalui cara
149
seperti itulah masyarakat petani bisa menanamkan rasa solidaritas pada
anak.
Masyarakat sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak
terlepas dari nilai-nilai yang menjadi tolok ukur pelaksanaan sebuah
kegiatan khusunya kegiatan pertanian seperti yang dilakukan oleh
masyarakat petani di Desa Soki adalah gotong-royong dan kerja bergilir
karena gotong-royong merupakan kegiatan usaha yang dilakukan oleh
beberapa orang baik petani dengan petani maupun petani dengan
pemerintah untuk mencapai tujuan yang sama yakni keharmonisan
bermasyarakat dan kesejahteraan dalam ekonomi.
Keunggulan sistem kekerabatan gotong royong dan kerja bergilir
dapat menguntungkan sesama anggota masyarakat karena sistem
bergotong royong dan kerja bergilir selain mempercepat aktivitas
pertanian dapat juga mempererat rasa solidaritas sesama anggota
masyarakat petani serta dapat saling membagi pengalaman.
Kegiatan gotong royong dan kerja bergilir yang dilakukan oleh
masyarakat petani di Desa Soki sejak zaman dahulu sampai sekarang
masih memperkuat rasa kebersamaan dalam melakukan kegiatan
pertanian. kegiatan gotong royong memiliki nilai yang terkandung
didalamnya, dan nilai kebersamaan menjadi nilai yang dominan. Nilai-
nilai dalam gotong royong dan kerja bergilir tentunya mengarah pada
kebersamaan masyarakat petani di Desa Soki dalam melakukan kegiatan
150
pertanian. selain memberikan makna kebersamaan juga dapat saling
menguntungkan bagi sesama.
Kerja bergilir dapat menguntungkan sesama masyarakat petani
karena selain mengurangi biaya dan mempercepat proses kegiatan
pertanian seperti penanaman, pemotongan, bahkan kegiatan pemaneman
padi dan bawang merah, juga masyarakat petani di Desa Soki tidak perlu
lagi susah-susah mencari tenaga kerja lain. Sistem nilai kekerabatan
seperti gotong-royong dan kerja bergilir seperti yang dilakukan
masyarakat petani di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten Bima perlu
ditanamkan kepada generasi masyarakat baru diera modernisasi dan
globalisasi dengan cara selain mempertajam mata pelajaran IPS di
sekolah-sekolah dan juga melalui organisasi desa seperti karang taruna.
Pentingnya menanamkan nilai-nilai kekerabatan dalam masyarakat dapat
memperkuat nilai kebersamaan dan menjaga warisan leluhurnya sehingga
masyarakat dapat menjadi warga negara yang baik.
Temuan peneliti berdasarkan hasil observasi dan wawancara
dengan masyarakat petani di Desa Soki bahwa kelemahan dari bentuk-
bentuk kekerabatan seperti gotong royong dan kerja bergilir yang
dilakukan masyarakat petani di Desa Soki. Gotong royong dan kerja
bergilir merupakan pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama tanpa
mengaharapkan suatu imbalan. Pada saat kegiatan gotong royong dan
kerja bergilir masyarakat petani saling mengeluarkan pendapat seperti
upaya untuk mempercepat pekerjaan pertanian dari perbedaan pendapat
151
tersebut akan menimbulkan suatu perselisihan sehingga melahirkan rasa
saling tidak suka dan kebencian terhadap sesama petani.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara mendalam yang
diperoleh peneliti terdapat persamaan dengan hasil penelitian yang
didapatkan oleh Rollitia (2008), yaitu menunjukkan bahwa gotong-royong
tersebut terdiri dari gotong-royong di bidang pertanian, bidang perbaikan
atau renovasi rumah, acara ritual seperti pernikahan dan khitanan serta
acara-acara upacara adat kegiatan gotong royong dan kerja bersama
dimaknai oleh masyarakat baik melalui nilai kebahagiaan, nilai kesedihan,
dan toleransi.
Temuan dari hasil observasi dan wawancara di lapangan dan
kerangka berpikir yang dibangun menggunakan perspektif fungsionalisme
struktural yang dijelaskan dalam teori AGIL, salah satu premis kebutuhan
fungsional, yakni Latensi (L) atau pemeliharaan pola upaya masyarakat
melestarikan nilai kekerabatan. Masyarakat sebagai makhluk sosial dalam
kehidupannya tidak terlepas dari nilai-nilai kekerabatan yang menjadi
tolok ukur pelaksanaan sebuah aktivitas khusunya aktivitas pertanian
seperti yang dilakukan oleh masyarakat petani di Desa Soki seperti
bergotong royong atau kerja bergilir. Kerja bergilir dan bergotong royong
sudah menjadi tradisi masyarakat petani dalam melakukan aktivitas
pertanian seperti mempercepat kegiatan pertanian, masyarakat petani tidak
sulit mencari tenaga kerja yang baru serta menjaga keharmonisan dalam
bermasyarakat dan kesejahteraan dalam ekonomi.
152
Tabel 8.2 Bentuk Sistem Nilai Kekerabatan Masyarakat Petani
No Nilai Kekerabatan Temuan Peneliti
1 Gotong Royong Masyarakat petani biasanya
bergotong-royong dengan
melakukan salah satu kegiatan pada
aktivitas pertanian baik kegiatan
pertanian dengan tata cara yang
tradisional maupun kegiatan yang
sudah menggunakan ala-alat
teknologi pertanian, seperti
membuat irigasi atau pengairan
persawahan, membuat pagar pada
persawahan dilakukan setiap tahun
sebelum menanam padi.
2 Kerja Bergilir Kerja bergilir yang dilakukan petani
dengan petani lain untuk
meringankan beban dan biaya
sekaligus tidak perlu lagi mencari
tenaga kerja apabila pekerjaan tidak
mampu dilakukan oleh anggota
keluarga sendiri, dan apabila ada di
antara anggota yang berhalangan
akan bekerja pada hari yang lain atau
bisa menyewah orang lain sebagai
penggantinya. Kerja bergilir biasa
dilakukan masyarakat petani pada
aktivitas pertanian seperti,
penanaman, pemaneman,
pemotongan bawang merah.
Sumber: Rostati, berdasarkan hasil penelitian Tahun 2019
153
BAB IX
PENUTUP
9.1 Simpulan
Bentuk-bentuk modernisasi pertanian pada masyarakat petani di Desa
Soki dari tahap pengolahan lahan sawah sampai pada tahap pasca panen padi
dan bawang merah tidak semua pekerjaan dilakukan dengan alat-alat teknologi
pertanian karena masyarakat petani di Desa Soki masih menggunakan alat
pertanian yang tradisional seperti sabit untuk memotong padi, cangkul untuk
menggebur dan meratakan tanah serta cara penanaman bawang merah masih
melakukan dengan cara yang lama/tradisional.
Dampak involusi pertanian pada masyarakat petani dengan
meningkatnya jumlah masyarakat petani di Desa Soki tidak sebanding dengan
persediaan lahan sawah yang ada, mendorong masyarakat petani selain menjadi
buruh tani juga menyebabkan masyarakat petani menyewah lahan garapan
milik orang lain yang ada di luar Kecamatan Belo. Upaya pemerintah
menanggulangi modernisasi dalam involusi pertanian pada masyarakat petani
di Desa Soki sebagai wilayah yang memiliki potensi pertanian yang tinggi,
kemudian mata pencaharian masyarakat sebagian besarnya adalah petani.,
berbagai program pemberdayaan masyarakat di bidang pertanian selalu
dilakukan oleh pemerintah seperti pembentukan kelompok tani, pemberian
modal usaha, bantuan bibit pertanian seperti bibit padi, penyuluhan pertanian
oleh dinas pertanian kepada masyarakat petani di Desa Soki serta menerapkan
program pengendalian angka kelahiran karena sektor pertanian sangat penting
154
sebagai penyangga bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun semuanya
itu masih belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan masih
belum mencukupi kebutuhan sebagian masyarakat.
Bentuk sistem nilai kekerabatan masyarakat petani di Desa Soki.
Masyarakat sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya tidak terlepas dari
nilai-nilai yang menjadi tolok ukur pelaksanaan sebuah kegiatan khusunya
rutinitas kegiatan pertanian masyarakat petani, nilai kekerabatan masyarakat
petani di Desa Soki adalah gotong-royong dan kerja bergilir sekaligus
melestarikan dan menerapkan budaya peninggalan para leluruh.
9.2 Saran
a. Bagi Masyarakat Petani
Masyarakat petani perlu meningkatkan kerja dengan kelompok tani untuk
membagi pengalaman serta pencapaian tujuan yang sama yakni keharmonisan
dan kesejahteraan dalam ekonomi.
b. Bagi Pemerintah Desa Soki
Pemerintah perlu meningkatkan kegiatan penyuluhan kepada
masyarakat petani supaya dapat meningkatkan produksi pangan, merangsang
pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani
dan pemerintah terus menerapkan program mengendalikan pertumbuhan
penduduk dengan mengendalikan angka kelahiran dapat menjamin
terkendalinya pertambahan penduduk sekaligus persediaan lahan pertanian
dengan penggarapnya seimbang.
155
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, Anwas. 1992. Ilmu Usaha Tani: Cetakan II. Bandung: Alumni.
Agus, Martono. 2014. Analisa Laporan Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia.
Ahmad Su‟ud. 2007. Pengembangan ekonomi mikro. Nasional Conference.
Jakarta.
Angel, J.F., Blackwell, R.D., dan Miniard., P.W. 1992. Consumer Behavior.
Chicago: The Dryden Press.
Ancok, D. 1997. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Pusat Penelitian
Kependudukan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Amri Marzali. 2003. Strategi Peisan Cikalong dalam Menghadapi Kemiskinan.
Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Arifiean Moch, dkk. 2012. Perencanaan Pembangunan Berbasis Pertanian
Tanaman Pangan Dalam Upaya Penanggulangan Masalah Kemiskinan.
Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Volume 13, Nomor 2, Desember 2012, hlm.288-302.
http://journals.ums.ac.id/diaksestanggal 5 Agustus 2018
Arif Fauzan Desta dkk. 2016. Kajian Spasial Tekanan Penduduk Terhadap Lahan
Sawah Di Pinggiran Kota Surakarta. fakultas geografi (bpfg) universitas
gadjah : yogyakarta.http://lib.geo.ugm.ac.id/diaksestanggal 12 Juni 2018
B.B.Mohanty. 2001. Agricultural modernization in rural Maharashtra: Myth and
realiy. Social Change : December 2001 : Vol. 31 No. 4. sch.sagepub.com
at pennsylvania state univ.http://citeseerx.ist.psu.edu/diaksestanggal 17
Juni 2019
Barlow, Daniel Lenox. 1985. Educational Psychology : The Teaching-Learning
Process, Chicago: The Moody Bible
Institute.https://www.amazon.co.uk/Educational/diaksestanggal 11 Mei
2019
Bishop, C. E. Dan W. D. Toussaint. 1979. Pengantar Analisa Ekonomi Pertanian.
Mutiara. Jakarta.http://library.um.ac.id/diaksestanggal 5 agustus 2018
Budiman Arif. 2018. Kearifan Lokal Dalam Menyiapkan Tenaga Penyuluh
Pertanian bawang Merah Di Kecamatan Lambu Kabupaten Bima. Bima.
STISIP.http://administrasistisip.ejournal.web.id/diaksestanggal10April
2019
156
Clifford Geertz. 1974. The Interpretation of Cultures: Selected Essay. London:
Hutchinson & CO Publisher.https://is.muni.cz/el/1423/diaksestanggal 5
Agustus2018
Dailangi Devi. 2016. Pemberdayaan Teknologi Pertanian Dalam Meningkatkan
Penghasilan Petani Di Desa Air Mangga Indah Kecamatan Obi
Kabupaten Halmahera Selatan. Maluku utara. Jurnal
holistik.https://www.neliti.com/diaksestanggal 1 November 2018
Daniel, Moehar. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Buni Aksara.
http://library.fis.uny.ac.id/diaksestanggal 30 September 2018
Dannerius Sinaga. 1988. Sosiologi dan Antropologi. Klaten: PT. Intan
Pariwara.http://opac.perpusnas.go.id/diaksestanggal 5 agustus 2018
Darojah Umi. 2012. Perubahan Struktur Sosial Ekonomi Dari Ekonomi Pertanian
Ke Ekonomi Industri Pada Masyarakat Desa Kubangwungu Kecamatan
Ketanggungan Kabupaten Brebes Tahun 1969-2010. Prodi Pendidikan
IPS,Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia
http://journal.unnes.ac.id/Diaksestanggal 23 Desember 2018
Dilahur dkk (2001). Departisipasi Pemuda Dalam Sektor Pertanian Studi Kasus
Di Desa delanggu kecamatan delanggu kabupaten klaten. Solo.
Universitas muhammadiyah. Surakarta. Vo/.15, no.2, 2001: 193-218.
http://journals.ums.ac.id/Diaksestanggal 27 Agustus 2018
Djauhari, Nurchamidah Laeli. 2017. Pengalih fungsian Lahan Pertanian Ke Non
Pertanian Di Kabupaten Tegal. Semarang. Universitas Islam Sultan
Agung. Vol. 4 no. 4. Hal: 699 -
706.http://jurnal.unissula.ac.id/Diaksestanggal 23 Oktober 2018
Djoh Andayani Diana. 2018. Dampak Modernisasi Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat Tani Di Desa Kambata Tana Kabupaten Sumba Timur.
Sumba. Universitas Kristen Wira Wacana Sumba.
https://docplayer.infoJournal/diaksestanggal 5 agustus 2018
Dwi Narwoko, J., dan Suyanto, Bagong. 2013. Sosiologi Teks Pengantar Dan
Terapan. Jakarta : Kencana.
Fadholi Hernanto. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Friedmann, John. 1981. Kemiskinan Urban di Amerika Latin dalam Kemiskinan
dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Andre BayoAla. Yogyakarta: liberty.
157
Fattahaya 2017. Modernisasi Pertanian Pada Petani Padi Di Kecamatan Bandar
Baru Kabupaten Pidie Jaya.Aceh. Fisip
Unsyiah.http://www.jim.unsyiah.ac.id/Diaksestanggal3 Mei 2019
Hanafi. 2007. Analisis Laporan Keuangan, Edisi 3. UPP STIM YPKN,
Yogyakarta.https://www.tokopedia.comDiaksestaggal23 Oktober 2018
Hardati P. 2013. Pertumbuhan penduduk dan struktur Lapangan pekerjaan di
jawa tengah. Forum Ilmu Sosial, Vol. 40 No. 2 Desember 2013
https://journal.unnes.ac.iddi akses 26 Mei 2019
Hariyanto Eko. 2014. Pilihan Rasional Dan Modal Sosial Petani (Studi Kasus
Penyewaan Lahan Di Dusun Krajan Desa Pandan Sari Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang). Malang. Universitas
Brawijaya.https://www.academia.edu5 Desember 2018
Hasanuddin Tubagus. 2016. Akar Kemiskinan Petani Hortikultura Di Kabupaten
Tanggamus. Lampung. Universitas lampung.
https://www.researchgate.net/18 November 2018
Hasibuan Munandar Ary. 2016. Peran Penyuluh Pertanian Terhadap Kelompok
Tani Dalam Pengembangan Usahatani Padi Sawah (Studi Kasus : Desa
Pasar Rawah Kecamatan Gebang kabupaten langkat). Medan.
Universitas Sumatera Utara.https://jurnal.usu.ac.id/Diaksestanggal23
Desember 2018
Hayami. 1981. Asian Village Economy at the Crossroad. Baltimore: John
Hopkins University Press.https://www.scirp.org/Diaksestanggal23 Oktober
2018
Herlindawati Anne. 2018. Analisis Tekanan Penduduk Terhadap Petani Padi
Sawah (Suatu Kasus di Kecamatan Cilamaya Kulon, Kabupaten
Karawang, Jawa Barat). Universitas Padjadjaran. Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis. 2018. 4(1): 12-
24https://media.neliti.com/Diaksestanggal8 Juni 2018
James Scott. 1981. Moral Ekonomi Petani : Pergerakan dan Subsistensi di Asia
tenggara. Jakarta : LP3ES
Johnson, Doyle Paul. 1994. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Mahanani Subekti. 2003. Keadilan Agraria Bagi Perempuan Tani. Jurnal
Analisis Sosial. Vol 8 No 2. Hlm.7-8.
http://etd.repository.ugm.ac.id/Diaksestanggal15 Juli 2018
158
Martono, Nanang. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT Raya
Grafindo Persada
Maslow, Abraham. 1994. Motivasi dan Kepribadian. Pustaka Binaman\
Pressindo. Jakarta.
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif.
Terjmhn. Tjetjep Rohendi. Jakarta: UI Press.
hlm.16.http://library.um.ac.id/free-contents/Diaksestanggal15 Juni 2018
Moleong Lexy J. 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Moleong, L.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian. Pendidikan
dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Jakarta.
Nanang Martono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan Analisis
Data Sekunder. Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Nurpilihan dkk. 2000. Dampak Sosial Modernisasi Pertanian Terhadap Peranan
Wanita Pedesaan Di Kabupaten Bandung. Bandung. Fakultas Pertanian
Unpad.http://jurnal.unpad.ac.id/Diaksestanggal11 Juli 2018
Noer Hasmari. 2011. Pola Usahatani Komoditas Tanaman Pangan Pada Lahan
Kering Di Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah. Universitas
Alkhairaat. Jurnal Agribisnis dan Pengembangan Wilayah vol. 2 no. 2.
http://118.97.117.139/ojs3/index.php/cefars/dikasestanggal 20 April 2019
Oktavianto angga dwi. 2011. Adaptasi Buruh Tani Perempuan Dalam
Modernisasi Pertanian Di Desa Tulas Kecamatan Karangdowo
Kabupaten Klaten. https://www.academia.edu/8389604/diakses tanggal 19
januari 2019.
P. Huntington, dkk 1997. No Easy Choice:Political Participation In Developing
Countries Cambridge. mass: Harvard University Press.
Pratiwi eka Lestari 2010. Modernisasi Pertanian Dan Pengaruhnya Terhadap
Sosial Ekonomi Petani Di Diy Tahun 1968-1984
:Yogyakarta.http://eprints.uny.ac.id/30540/dikasestanggal 20 Mei 2019
Pitricia Natalia. 2016. Pengaruh Alih Guna Lahan Sawah Ke Non Sawah
Terhadap Perubahan Matapencaharian Dan Aset Keluarga di
159
Kecamatan Bawen. Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang.
Indonesia. https://scholar.google.co.iddikasestanggal 20 Aguatus 2019
Rachman, Maman 1993. Strategi dan Langkah-Langkah Penelitian Pendidikan.
Semarang: IKIP Semarang Pressh.
Rangkutia. A. P 2010. Peran komunikasi dalam modernisasi pertanian berbasis
koperasi. Jurnal komunikasi pembangunan. Institut pertanian
bogor.http://journal.ipb.ac.id/dikasestanggal 20 Mei 2019
Ritzer George. 2004. Edisi terbaru Teori Sosiologi. Yogyakarta: KreasiWacana.
Robert H. Laver. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rieneka
Cipta.
Rollitia Meta. 2008. Nilai gotong royong untuk memperkuat solidaritas dalam
kehidupan masyarakat kampung naga. Geografi FPIPS
http://ejournal.upi.edu/dikasestanggal 12 Mei 2019
Sadono, Dwi. 2008. Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan
Pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan Maret 2008, Vol. 4
No.1.http://repository.ipb.ac.id/dikasestanggal 12 Oktober 2018
Sairi, Ahmad. 2015. Peran Petugas Penyuluh Pertanian dalam Mengembangkan
Budidaya Padi di Desa Sumber Sari Kecamatan Loa Kulu Kabupaten
Kutai Kartanegara. Diakses dari http://ejournal.ilkom.fisip-
unmul.ac.id/diaksestanggal 19 juni 2018
Salim, Agus. 2002. Perubahan Sosial. Tiara wacana. Yogyakarta
Sandy, I Made. 1985. Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta: Depdikbud.
Samsudin, S. 1982. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian.
Bandung: Angkasa Offset.
Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara. LP3ES: Jakarta.
Setyowati Liesnoor Dewi. 2012. Analisis Kapasitas Infiltrasi Pada Beberapa
Penggunaan Lahan Di Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunung pati Kota
Semarang. Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Semarang, Indonesia.https://journal.unnes.ac.id/dikasestanggal 12
Desember 2018
160
Slamet, Margono. 2000. Memantapkan Posisi dan Meningkatkan Peran
Penyuluhan Pembangunan dalam Pembangunan. Dalam Proseding
Seminar IPB Bogor: Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Menuju
Terwujudnya Masyarakat Madan. Pustaka Wira Usaha Muda.
Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas
Indonesia (UI-press). Jakarta.
Soekanto Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
............... 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali: Jakarta.
Sudarta, W. 2005. Pengetahuan dan Sikap Petani Terhadap Pengendalian Hama
Tanaman Terpadu (Online). http://ejournal.unud.ac.id/diakses 02
September 2018.
Sundrum, R.M.1986. Indonesia’s Rapid Economic Growth 1968-1981. Bulletin of
indonesian Economic Publis studies.
https://books.google.co.id/dikasestanggal 8 September 2018
Sugihen, T. Bahrein, 2006. Sosiologi Pedesaan Suatu Pengantar. Banda Aceh:
Beuna Citra.
Sugiyono. 2006. “Metodelogi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D”.
Bandung: Alfabeta.
Sumintarsih. 1993. Kearifan Tradisional Masyarakat Pedesaan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Yogyakarta.https://books.google.co.id/dikasestanggal 4 Juli 2018
Syahbuddin. 2018. Involusi Pertanian Di Jawa 1830-1900 Dan Dampaknya
Terhadap Kehidupan Masyarakat Desa. Bima. STKIP Taman
SiswaBima.http://ejournal.lppmstkiptsb.ac.id/dikasestanggal 12 Oktober
2018
Tanjung Bachrizal Hery. (2009). Perspektif Penyuluhan Pertanian Untuk
Mewujudkan Kesejatian Petani. Jurnal agribisnis kerakyaratan. Vol 2.
No.1 hal 35-48.http://iep.pasca.unand.ac.id/diaksestanggal 7 januari 2019
Talundu Feyb. (2015 ). Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Petani Sawah Di
Desa Tanah Harapan Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. Semarang : E-
Journal Geo-Tadulako UNTAD. http://jurnal.untad.ac.id/diaksestanggal
11 Oktober 2018
161
Tjondronegoro, Sediono MP. 1978. Social Organization In Rula Planet
Development In Rural Jawva. Oxford University Press.
New.yorkhttp://portal.utm.my/client/diaksestanggal 10 Oktober 2018
Wahono Margi, AT Sugeng Priyanto. 2012. Pelaksanaan tradisi ngemblok dalam
perkawinan (studi kasus di kecamatan sale kabupaten rembang).Jurusan
HKn, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia.https://journal.unnes.ac.id/diaksestanggal 5 Agustus2018
Wahono Margin, AT Sugeng Priyanto. 2017. Implementasi Budaya Sekolah
Sebagai Wahana Pengembangan Karakter Pada Diri Siswa. Universitas
Negeri Semarang. integralistik No.2/Th. XXVIII/2017.
https://journal.unnes.ac.id/diaksestanggal5 Agustus2018
Widyaningrum. 2009. Modernisasi Dalam Sistem Pertanian (Studi Kasus Tentang
Dampak Modernisasi Pertanian Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi
Masyarakat Desa Pagergunung Kecamatan Ulujami Kabupaten
Pemalang). Semarang. Universitas Negeri
Semarang.https://lib.unnes.ac.id/1928/Diaksestanggal 1 September 2018
Wiranoto Ardi Mei. 2014. Respon Keluarga Pemilik Sawah Terhadap
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Di Kabupaten
Pemalang. http://journal.unnes.ac.id/diaksestanggal10 desember 2018
Yanis. M. 2013. Pengaruh Teknologi Pertanian Terhadap Perubahan Sosial
Masyarakat Petani Padi Sawah (Suatu Penelitian di Kemukiman Glee
Yeung Kecamatan Kuta Cet Glie, Kabupaten aceh Besar). Banda Aceh:
FSIP Unsyiah.https://repository.ar-raniry.ac.id/diaksestanggal 13 Januari
2019
SUMBER
Sumber: Michael P. Todaro (Ekonomi untuk negara-negara berkembang)
Sumber. BPS 2016 Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahun 2016
Sumber: Badan Pelaksaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan
Sumber : Potensi Desa Dan Profil Kecamatan Belo Tahun 2016
Sumber : Peta Desa Soki tahun 2002
Sumber: Monografi Desa Soki Tahun 2018
Sumber : Sosial Budaya di Soki Tahun 2018
Sumber: Pengukur Curah Hujan BP3K Belo
Sumber : Dokumentasi Hasil Penelitian Tahun 2019
Sumber : Dokumentasi Desa Tahun 2016
Sumber : Dokumentasi Dinas Pertanian Tahun 2017
162
LEMBAR OBSERVASI
No Fokus Indikator Sub Indikator Ket
1
Lahan
pertanian
a. Lokasi Persawahan
1. Salongga
2. Jati
1. So salongga diperkirakan seluas 90 (Ha), biasanya
masyarakat petani yang punya lahan sawah di so
jati memanfaatkan untuk menanam padi
2. So Jati diperkirakan 80 (Ha), sesuai dengan hasil
observasi peneliti di lapangan masyarakat petani
di Desa Soki memanfaatkan lahannya tidak hanya
ditanamin padi namun ada juga masyarakat petani
di Desa Soki setelah panen padi akan ditanamin
bawang merah dan cabe.
b. Jenis Tanaman 1. Padi
2. Bawang
2
Kehidupan
masyarakat
petani
1. Bentuk rumah masyarakat
petani Desa Soki
a. Panggung
b. Batu
Rumah masyarakat petani mayoritas rumah pagung
ukuran rumah sangat bervariasi dan memiliki
perbedaan berdasarkan jumlah tiang yang
dimilikinya, Rumah yang sangat kecil disebut Uma
Ciwi Ri’i (Rumah 9 tiang), rumah yang sedang di
sebut Uma Sampuru Dua Mbua Ri’i (Rumah 12
tiang) dan Rumah yang paling luas disebut Uma
Sampuru Ini Ri’i (rumah 16 tiang). Tiap-tiap
tiangnya berjarak 3x3 meter.
2. Jumlah anggota keluarga a. 3 orang
b. 4 orang
c. 5 orang
d. 6 orang
e. Jumlah anggota keluarga masyarakat petani di
Desa Soki berbeda-beda ada 3 orang, 4 orang, 5
orang dan ada yang 6 orang dalam 1 rumah
163
3. Pendidikan a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Sarjana
Hasil observasi peneliti di lapangan bahwa petani di
Desa Soki tidak hanya masyarakat yang tidak
berpendidikan namun terdapat masyarakat yang
berpendidikan sampai SD,SMP,SMA bahkan ada
juga yang sudah sarjana.
4
Alat-alat
pertanian
1. Traktor
2. Mesin diesel
3. Pipa
4. Mesin semprot
a. Ada
b. Tidak ada
Hasil observasi peneliti tentang alat-alat pertanian
yang dimiliki masyarakat petani di Desa Soki
ternyata tidak semua kelengkapan alat pertania
tersebut dimiliki oleh petani, namun terdapat juga
masyarakat yang memiliki semua kelengkapan alat
pertanian.
5 Tata cara
bertani
1. Persiapan benih
2. Pembajakan sawah
3. Penanaman
4. Pemupukan
5. Panen
Hasil observasi peneliti dilapangan tentang tata cara bertani masyarakat
petani di Desa Soki bahwa langkah-langkah yang dilakukan petani di
Desa Soki sebagai berikut.
1. Persiapan benih
2. Membajak lahan sawah
3. Pemotongan
4. Pemeliharaan
5. Pemaneman
6. Pasca panen
164
PEDOMAN WAWANCARA
No Fokus Penelitian
Indikator Sub Indikator Item
Pertanyaan
1. Bentuk-bentuk
modernisasi
pertanian
1.1. Tata cara bertani
tradisional dan
modern
1.1.1. Pengolahan lahan pertanian
1.1.2. Biaya pengolahan lahan
1.1.3. Alat-alat pertanian yang
tradiosional
15
2.
Dampak
terjadinyan
modernisasi dalam
involusi pertanian
2.1. Pengangguran 2.1.1. Masyarakat tidak dapat
memenuhi kebutuhan
pangan, sandang, papan,
pendidikan, dan kesehatan.
6
2.2. Kemiskinan 2.2.1. Masyarakat berpindah mata
pencaharian
3. Upaya pemerintah
menanggulangi
modernisasi dalam
involusi pertanian
3.1. Menggusur
bukit yang
belum
dimanfaatkan
3.1.1. Menggusur bukit yang
belum dimanfaatkan
3.1.2. Menyediakan aset untuk
bertani
22
3.2. Penyuluhan
kepada
masyarakat
petani
3.2.1. Penerapan tata cara
budidaya yang benar, cara
panen yang tepat dan
pengolahan pasca panen
yang bagus.
3.3. Mengendalikan
pertumbuhan
penduduk
3.3.1. Menerapkan program KB
4. Bentuk-bentuk
sistem nilai
kekerabatan pada
masyarakat petani
4.1. Kerja sama
4.1.1. Tolong menolong
4.1.2. Rasa toleransi
7
164
KISI-KISI PERTANYAAN
NO Fokus Penelitian Kisi-kisi
1 Bentuk-bentuk modernisasi pertanian pada
masyarakat petani di Desa Soki Kecamatan
Belo Kabupaten Bima
1. Tata cara bertani yang tradisional
2. Alat-alat pertanian yang tradisional
3. Waktu dibutuhkan untuk membajak sawah perpetang
4. Biaya yang dibutuhkan untuk mengolah lahan pertanian sebelum
modernisasi
5. Tata cara bertani yang modern
6. Alat-alat pertanian yang modern
7. Lembaga kelompok tani
8. Akses pertanian
2 Dampak terjadinyan modernisasi dalam
involusi pertanian pada masyarakat petani
di Desa Soki Kecamatan Belo Kabupaten
Bima
1. Penyebab Terjadinya Penggangguran
2. Penananam Di Lakukan 2 Musim (Hujan Dan Kemarau)
3. Penanaman Bawang Merah Dan Padi
4. Pendapatan Masyarakat Petani Di Desa Soki Kecamatan Belo
Kabupaten Bima
5. Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Bekerja Dalam Sehari
6. Upah Yang Di Dapatkan Bekerja Dalam Sehari
7. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk bekerja
3 Upaya pemerintah menanggulangi
modernisasi dalam involusi pertanian pada
masyarakat petani di Desa Soki Kecamatan
Belo Kabupaten Bima
1. Menyediakan sarana dan prasarana pertanian
2. Faktor penghambat dalam kegiatan memperluas lahan pertanian
3. Sosialisasi dengan masyarakat tentang dilakukan perluasan lahan
4. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan perluasan lahan
5. Kegiatan penyuluhan pertanian terhadap masyarakat Desa Soki
Kecamatan Belo Kabupaten Bima
6. Respon masyarakat terkait penyuluhan pertanian
7. Kendala saat proses penyuluhan pertanian berlangsung
165
8. Mengurangi angka kelahiran dengan menerapkan program (KB)
4 Bentuk-bentuk sistem nilai kekerabatan
pada masyarakat petani di Desa Soki
Kecamatan Belo Kabupaten Bima
1. Kerja sama
2. Gotong-royong
3. Fungsi sistem nilai kekerabatan pada masyarakat petani di Desa Soki
Kecamatan Belo Kabupaten Bima
166
LAMPIRAN TRANSKIP WAWANCARA DENGAN MASYARAKAT PETANI
NO Nama /
Umur
Bentuk-bentuk modernisasi
pertanian pada masyarakat petani
Dampak dari involusi pertanian pada
masyarakat petani
Bentuk-bentuk nilai kekerabatan terhadap
modernisasi pertanian pada masyarakat petani
1 M.Said, 44
Tahun
Ntoina na anak e na, nahu rawiku
dana ntadi kai bawa ra fare kani
sahe ra capi anak e, lo‟i ntadi kai
kani sida mentri pa, pupuk de
kani ta‟i nasi. Ede ake wa‟ura
wara oto rawi jadi rawi ra maco
kai ra dana kani oto rawi ede.
Dei ade dan ncihi kai dana ndi ntadi ra
ntedi ta rasa ke ana e, nahu kalao sewa
tolo dou ipa Desa Lia Kecamatan Soro
Mandi akaku anae
Nami ara rasa ke kasama weki ra karawi
kasamani ana, biasanya nami ma monede lao
karaso lapa, ndawi raba ra lao kuta tolo ni ana.
2 Jumrah, 44
Tahun
Ntoina rakase ba nguda farede
anae nguda kaiq cu‟a besi dei
dana ma mango, akese watira
wara wea ma nguda kai cu‟a
wa‟ura cua mura menana alumu
ake wa‟ura oto rawi ndi rawi kai
dana, kalau peta bawa wati wara
perubahan na anae cara peta ede
menapa.
Ade sato‟i kai dana ta rasa Soki de
nahu kalao sewa dana dou ipa Desa
Lia Kecamatan Soromandi akaku anae
ndi ntadi kai bawa, danaku ara rasa
Soki ndi ntadi kaiku fare.
Kasama weki ra kaboro weki nami petani de
ando aujani ana, ica kai karawi inga angi bune
wunga dompo bawa, rombe fare ro pose bawa
pa anae, alumu bantuse doude na bantu
walikupa ba dou anae, kasama wekira kaboro
weki ede mara ntoi mahingga ake anae alumu
na moda karawi labo watira susa ngupa dou
ndi pina anae.
3 Nurhayati,
39 Tahun
Sawatipo wara oto rawi ntoina
dana wati ndi rawi nggori karaso
masakai dei tolo ka‟aku mpoi
nggori ede ampode ngguda fare
de anae.
Wara toloku ta rasa ni ana pala ndi
ntadi kaiku farepa, alumu nami ta rasa
Soki ke ma cua ntadi mena fare ra
bawa, sarase ntadi bawa nami ke anae
mane‟e ja dana ma mbotoko, ede dei
ade sato‟i kai dana de nahu kalao
sewaku dana dou awa Desa Kawangko
Kab.Dompu akaku.
Nami ta rasa ke karawi inga angi ra karawi
kabuju de wa‟ura ndadi kebiasaan nami ta rasa
Soki si ana, alumu karawi kandede de naka
moda ra karoci menaku ndi rawi si ana.
4 Kalisom, Sawatipo wara oto rawi de ntoina dei ade sato‟i kai dana ra naha mboto Cua inga agi angi ni ana, watise ingamu dou de
167
39 Tahun nami rawi dana ntadi kaide rawi
kai sahera capi pa ni ana, da ntau
ndaide sewa weaku ntau dou.
kai weki nami ta rasa Soki ke nami
usaha ngupa dana makalai ni ana, lao
sewa kone dana ndou aka rasa makalai
ka, rasa ndi sewa kai nahu dana ke ipa
Desa Sowa ku ngarana.
wati inga waliba dou ni
5 Yasin, 49
Tahun
Ntoina oi ntadi kai nami fare de
anae ngena oi urapa, watise mai
urade na farede na du‟ura mango,
ntadise bawa de lao wehaku ai
embu ncera akaku anae, akese de
watira susa ba oi alumu kone
nada mai ura de bor ku oi.
Ade sato‟i kai dana de ngupaku cara
makalai ni ana, bune nahu ke kalao
cola wea dana dou awa Desa Kawango
akaku, ntadi kaiku dana ra colaku de
ndi nguda kai fare, nguda kai bawa de
waraja ndi nguda kai saha ni ana.
Kasama weki ra karawi sama hangga sato‟i
bune karaso lapa tolo, tumbu raba sawatipo ba
mabu oru ntadi anae
6 Hikmah,
24 Tahun
Saya tidak terlalu paham
mengenai tata cara pertanian
sebelum ada alat-alat teknologi
pertanian mbak, karena setelah
saya menikah orang-orang di
Desa Soki sudah membajak
sawah menggunakan oto rawi
mbak.
Kebetulan saya tidak punya sawah di
Desa Soki mbak dan saya menyewah
lahan orang lain di Desa Taliwang
Kabupaten sumbawa untuk tanam
bawang merah dan saya tidak
menanam padi.
Saya dan ibu-ibu yang lain biasanya biasanya
melakukan kerja bergilir seperti dompo bawa,
rombe fare, pose bawa doho ni mbak.
7 Nurdin, 49
Tahun
Dulu bibit padi dan bawang
merah harus menunggu
pembagian dari pihak pemerintah
desa nak, dan sakarang kami
masyarakat Desa Soki tidak perlu
lagi menerima bantua bibit dari
pemerintah karena kami sudah
bisa memanfaatkan hasil panen
kami sendiri untuk di tanam
kembali pada saat musim tanam
tiba
Saya hanya memanfaatkan lahan saha
yang ada di Desa Soki untuk menanam
padi da bawang merah nak, tidak
hanya itu saya juga bisa menanam
tanaman lain seperti cabe
Saya dengan anggota masyarakat yang lain
sebelum musim panen tiba nak biasanya
melakuka kerja sama membuat pagar lahan
sawah supaya tidak masuk hewan perusak
tanaman pada persawahan kami nak.
168
8 Juwaedin,
28 Tahun
Ndadira watira badeku nahu cara
karawi mantoina arie e, badeku
cara ma akepa, kalau cara ntadi
nami ake ke, wa‟ura rawi dana
kani oto rawi, pupuk ndi kani
wa‟ura mboto merek na,
begitupun lo‟i ndi kani
Nahu lao karawi mpungga wea tolo
dou ni ari dengan perjanjian karawi ba
nahu 2-3 tahun, dana ra mpungga ede
re ndi ntadi kaiku bawa
Biasanya nami karawi gotong royong ni ari,
waraja karawi mu aka rasa waraja karawimu
dei rasa ntadi kaimu bawa, kalau karawi
gotong royong ta rasa Soki biasanya karaso
lapa rai kai oi ntadi kai fare, tumbu raba, kuta
tolo doho ni ari.
9 Rahma
Wati, 25
Tahun
Saya tidak tahu mengenai cara
bertani orang-orang dulu mbak,
karena setelah saya menikah
orang-orang di Desa Soki cara
kerjanya sudah maju seperti
membajak sawah menggunakan
mesin traktor mbak.
Saya dengan petani yang lain caranya
sama semua si mbak, kalau sawah di
desa sendiri kurang ya kami mencari
cara lain seperti menyewah lahan
orang lain. Kadang aja juga si mbak
program dari bidan Desa menyuruh
untuk mengikuti program KB.
Saya dan ibu-ibu yang lain biasanya kerja
bergilir seperti, pemotongan, penanaman padi
dan bawang merah ni mbak.
10 Ismail, 46
tahun
Ntoina lo‟i ndi lo‟i kai fare de
ana e sidamentri mpoapa rakase
ba pupuk de pupuk kai tai nasi,
akede lo‟ide wa‟ura mboto pahu
na ni ana
Dei ade sato‟i kai dana ta rasa ndaide
nami ke anae lao cola weaku dana dou
ndi ntadi kai bawa pisa para tolo ndai
de ndi ntadi kai ta fare, ede rasa ndi lao
ntadi kai nahu bawa de rasa lia ku
ngarana ana e
Karawi kasama wekini ana mboto pahuna
waraja karaso lapa, waraja tumbu raba doho ni
ana, karawi sama de wati karawi rauku aka
tolo ndi ntadi kaita bawa bunese ndawi ncai la
luru ndi lu‟u kai honda ra oto dei ade tolo ntadi
kaita bawa.
11 Ismail, 46
Tahun
Baci fare nami ntoina anae, baci
kai kadego 2-3 naiku ampode na
nggori alumu ngena wali wa‟uku
angi anpode karu‟u wati walipo
bohadeka mai wali ura de lete
kamango wali wa;uku ampode ka
uru ni anae, ede ake na wa‟ura
wara ronto masi ana e na rocira
karawi salobe tolose sanaipa na
nggoripa, rakase ba ka uru wati
pori ngena mai angi.
Da loa eda kira ngupa ngaha dei rasa
ndai de anae lao cola ra sewaku dana
dou aka lai rasa ka ndi ntadi kai bawa
bune ndi rawi nami ke lao sewa dana
dou ipa rasa Lia Kecamatan
Soromandi akaku anae. ntoina lao
ngge‟eka 6 wuraku, waraja dula dei
rasa ni ana mai tio uma ra ana ra wi‟i
paki waraja 1x2 minggu anae.
karawi kasama nami aka tolo ra colaka bune
ndawi ncai ndi lu‟u kai dei tolo, ngupa oi ndi
ntadi kai bune bor de ni ana, de waraja karawi
kali cempe bunese maco kalaru dana, waraja
wunga laku bawa dei sota na ana.
169
12 Ramlin, 47
Tahun
Cara ntadi nami ntoina de anae
na wancu pa‟ina nuntuse pala
aura na ni alumu ngupa ngaha
apalagi nami ntoina wati mboto
loi ra li‟i bne ake, ntoina nami
ne‟ese owa fare ra bawa lao bali
wa‟uku oi ele embun ncera aka
wati maru sabala ai wungase
waktu ndi owa kai bawa ra fare
Ntoina nami ma karawipa dei dana
ntau ndai ta rasa Soki ake, kone ake na
ncihipa paina dana ndi ntadi kaide
anae pala alumu ta ne‟e ja ntadi ma
mbotoko, ne‟e nami da ntadi
kambotoke wati wara piti ndi sakolah
kai nggomi doho dei ana ni anaaa, lao
ntadi kai nahu ke anae ipa Desa Lia
Kecamatan Soromandi akaku anae
ntadi kai bawa ni ana dana dou ra
sewa.
Wungase ntadi fare nami ta rasa soki ake
kataho kuta tolo anae tumbu raba na loara
ntangga oi ntadi kai fare, cara karawi nami de
sawatipo ba nguda fare ro mai ura, ede rakase
ba ntadi bawa ndake anae nami jarang para dei
rasa pala nami ngge‟epo karawi inga angi ni
anae kone dei rasa dou ntadi kaita ake, alumu
karawi kasama ra inga lenga ra iwade wa;ura
ndadi kebiasaan nami si ana.
13 Ibrahim,
43 Tahun
Alat ndi karawi ra kanggihi kai
nami ma petani ke anae wara ma
berubah ni bunese ntoina nami
rawimu danamu rawi kai sahe
ake wa‟ura wara traktor anae
Cara nami ma petani ke anae dawara
dei rasa ndaide lao ngupaku aka rasa
dou surapa ndi loa kai karawi ni ana
bune rawi nahu ke kalao sewah sawah
orang di Desa Napa ni untuk tanam
bawang merah ana.
Kone na wara alat tani ndi ntadi kai anae
ntenepa saling membantu ni anae alumu kerja
saling membantu de anae ra biasa karawi nami
labo lenga ra iwa ta.
14 Yusuf, 42
Tahun
Watija berubah sara‟ana ni ana
kone na wara oto rawide ntenepa
butuh maco ndi maco kai dana ra
ndawi kai laru dana
Sebenarnya dana ra dembi ta rasa Soki
ke wati sato‟ina anae Cuma anggota
masyarakat ake ma naha mboto pala
dei ade ndede kaina de nami ngupa
cara makalai waraja lao sewah dana
dou ni ana ndi ntadi kai bawa
Kasama weki ra karawi sama hangga sato‟i
bune karaso lapa tolo, tumbu raba sawatipo ba
mabu oru ntadi anae
15 Yaadam,
39 Tahun
Sawatipo wara oto rawi ntoina
dana wati ndi rawi nggori karaso
masakai dei tolo ka‟aku mpoi
nggori ede ampode ngguda fare
de anae.
Wara menaku carana ni ana ade sato‟i
kai dana ta rasa Soki de nahu kalao
sewa dana dou ipa Desa Lia
Kecamatan Soromandi akaku anae ndi
ntadi kai bawa,
Kasama weki cua inga angi ni ana alumu
karawike mbotose weki makarawi de na na
roci nggorina
16 Abubakar,
43 Tahun
Ntoina nami lo‟imu bawa ra fare
ana e pakenya samprot pompa,
dan ake wa‟ura kani samprot
Buneru ra edamu akeni ana dei ade
sato‟i kai dana ntadi kai bawa de nami
ngupa lahan yang luas dengan cara
Biasanya nami karawi gotong royong ni ari,
waraja karawi mu aka rasa waraja karawimu
dei rasa ntadi kaimu bawa, kalau karawi
170
mesin pala aupa ni ana kani
samprot mesin ke harus wara
mina ra oli na anae
menyewah ntau ni ana. gotong royong ta rasa Soki biasanya karaso
lapa rai kai oi ntadi kai fare, tumbu raba, kuta
tolo doho ni ari.
17 Idris, 47
Tahun
Marakani karawi kai nami ma
petani ke anae watija rubah
sara‟ana ma rubah de mara kani
rawi doho edepa ana pala waraja
po mada rubah de bune maco,
cu‟a ra cara nguda fare doho ede
raupo anae
Da ncihina dana ntandi kai ta akeke
anae nami ke lao cola dana ra dembi
dou ni surapa wara ndi usaha kaiba
nami ke ndi uru ra sakola kai nggomi
doho di anade, dana ndi sewa nahu ke
anae awa Desa Napa akaku
Ede cara nami ta rasake sama menapa beru
raka rawi lenga edepa ndi karawi sawatipo
ntadi fare nami lao he‟e lapa ra tumbu raba ni
ana
18 Saodah, 35
tahun
Sawatipo wara oto rawide nguda
farede arie nguda kaiku cu‟a haju
aka mai kami bekerja 1 haru full
ni ari tapi ake syukura wa‟ura
wara oto rawi untuk membajak
sawah kami udah mura fare ni
ari.
Dei ade naha mboto kai weki
mangge‟e ta rasa Soki ke labo
persediaan sawah untuk di kerja tidak
cukup de ari ya nami usaha tamakalai
alumu kami di Desa Soki ini beru ra
karawi lenga edepa ndi karawimu arie
ketika ada 1 orang yang sewah sawah
di desa lain dan orang ede de
mendapatkan hasil yang banyak maka
kami melakukan seperti yang
dilakukan orang itu ari
Kebersamaan nami ta rasa Soki ke khusunya
nami ma petani de arie semacam weha rima
sesama petani, weha rima akeke ederu ra
warana ai akan edeku ra ka rawi orang tua-tua
dulu arie ede nami de ba edamu senang ra
cepat kerja de nami melakukannya lagi ni arie.
19 Darhan, 60
Tahun
Marakani karawi kai nami ke ana
e watija robah sara‟ana ma robah
de oto rawi, boru labo samparo
japa anae selain ede wara japo
ma bne karawi mantoi ni ana
bunese cara peta bawa, cara
maco doho edeni ana
Cara nami ma petani ke anae dawara
dei rasa ndaide lao ngupaku aka rasa
dou surapa ndi loa kai karawi ni ana
bune rawi nahu ke kalao sewah sawah
orang di Desa Sowa ni untuk tanam
bawang merah ana.
karawi kasama nami aka tolo ra colaka bune
ndawi ncai ndi lu‟u kai dei tolo, ngupa oi ndi
ntadi kai bune bor de ni ana, de waraja karawi
kali cempe bunese maco kalaru dana, waraja
wunga laku bawa dei sota na ana.
20 Hamdon,
48 Tahun
Ntoina samparo kani samparo
pompa anae ake wa‟ura kani
samparo mesin pala marakani
Cara nami ma petani ke anae dawara
dei rasa ndaide lao ngupaku aka rasa
dou surapa ndi loa kai karawi ni ana
Kone na wara alat tani ndi ntadi kai anae
ntenepa saling membantu ni anae alumu kerja
saling membantu de anae ra biasa karawi nami
171
karawi kai nami petani ke anae
watija berubah sara‟ana ni ana
kone na wara oto rawide ntenepa
butuh maco ndi maco kai dana ra
ndawi kai laru dana
bune rawi nahu ke kalao sewah sawah
orang di Desa Napa ni untuk tanam
bawang merah ana.
labo lenga ra iwa ta.
21 Jasman, 44
Tahun
Cara ntadi nami petani ke anae
ntoina ra rawi kai dana sahe
mbui kai boru alumu watipo
wara oto rawi ra dise anae ntoina
perluku ngari talaga ra lapa wa‟u
ne‟ese owa ra bui ntadi anae,
akese watira warana bui ntadi kai
boru ni ana tinggal hinti oi bor
kai dise ra, pala aupa madapo
robah ake ni ana cara peta bawa
pa mbuipi karawi sara mantoi
nami ke anae
Cara nami ma petani sama menapa
anae dawara dei rasa ndaide lao
ngupaku aka rasa dou surapa ndi loa
kai karawi ni ana bune rawi nahu ke
kalao sewah sawah orang di Desa
Napa ni untuk tanam bawang merah
ana.
Kasama weki ra kaboro weki nami petani de
ando aujani ana, ica kai karawi inga angi bune
wunga dompo bawa, rombe fare ro pose bawa
pa anae, alumu bantuse doude na bantu
walikupa ba dou anae, kasama wekira kaboro
weki ede mara ntoi mahingga ake anae alumu
na moda karawi labo watira susa ngupa dou
ndi pina anae.
22 Ma‟ani, 51
Tahun
Ntoina sebelum kami menanam
padi dan bawang merah
diperlukan dulu mepupuk tanah
ni ana supaya hama tidak
memakan bibit yang ditanam
nanti anae, ede pupuk yang kami
pake dulu pupuk organik atau
pupuk dana anae tapi sekarang
kami sudah pake pupuk subsidi
pala tidak perlu menaburkan
pupuk sebelum di tanam bibit
anae
Saya hanya memanfaatkan sawah yang
ada di Desa Soki untuk menanam padi
da bawang merah anae, saya tidak
menyewah sawah orang lain bune yang
dilakukan oleh masyarakat yang lain
ana e alumu saya tidak punya suami
lagi dan saya kerja dengan anak saya
aja anak saya kuliah ana e jadi wati loa
lao ntadi ma do‟o si ana
Saya dan ibu-ibu yang lain biasanya wsaling
weha rima anae seperti, pemotongan,
penanaman padi dan bawang merah ni anae,
watise kandede de susah cari tenaga kerja ni
ana.
23 Mujla, 37
Tahun
Ntoina nami bacise fare kai
kadego anae 1-2 naiq ampde na
dei ade sato‟i kai dana ra naha mboto
kai weki nami ta rasa Soki ke nami
Sama menapa cara karawi nami labo lenga ra
iwa ke anae, mara ai aka hingga ake de weha
172
nggori salobe tolo wati walipo
karu‟u wati walipo lai lao wa‟a
aka uma alumu watipo wara la
luru ni ana pala ake wa‟ura roci
alumu kanira ronto rakase ba lai
de wa‟ura wara oti ndi ma wa‟a
awa uma
usaha ngupa dana makalai ni ana, lao
sewa kone dana ndou aka rasa makalai
ka, rasa ndi sewa kai nahu dana ke ipa
Desa Sowa ku ngarana.
rima lbo lenga ra iwa loara roci karawi si ana
24 Ilyas, 35
Tahun
Ntoina na arie, nahu rawiku dana
ntadi kai bawa ra fare kani sahe
ra capi arie, lo‟i ntadi kai kani
sida mentri pa, pupuk de kani ta‟i
nasi. Ede ake wa‟ura wara oto
rawi jadi rawi ra maco kai ra
dana kani oto rawi ede.
Dei ade naha mboto kai weki
mangge‟e ta rasa Soki ke labo
persediaan sawah untuk di kerja tidak
cukup de ari ya nami usaha tamakalai
alumu kami di Desa Soki ini beru ra
karawi lenga edepa ndi karawimu arie
ketika ada 1 orang yang sewah sawah
di desa lain dan orang ede de
mendapatkan hasil yang banyak maka
kami melakukan seperti yang
dilakukan orang itu ari
Nami ara rasa ke kasama weki ra karawi
kasamani arie, biasanya nami ma monede lao
karaso lapa, ndawi raba ra lao kuta tolo si ari.
Dou doho ma siwe de cua inga angi wunga
dompo bawang tanaman padi dan bawang
merah doho ni ari.
25 Abd
Rahman,
49 Tahun
Nami ntoina anae ne‟ese buira
owa fare ra bawa de ngena bua
urapa anae nttoise da mai urade
lao weha oi ele Dam Ncera
akaku ngarana pala ake watira
perelu na lao ngena oi ura nami
ta rasa ke wa‟ura bade bor oi si
ana jadi watira susah ba oi ntadi
kaide.
Bune karawi dou doho maakalai japani
ana ara rasa se de ntadi fare rakase ba
musim ndi ntadi kai bawa de lao tio
dana ma paja anae, ake nahu kalao
ntadi bawa ipa rasa lia akaku, cara
sewa nami danake anae wea musiman
ku ngarana musim hujan ndi ntadi
kaiba dou mantau dana musim ntadi
bawa ntadi kaiba nami ma cola, wara
ja ntoi na 2-3 tahunku ra cola de ni
ana.
Ndadira nahu ke anae wati ipi poda na lao
karawi karaso lapa ra ntumbu raba labo lenga
ra iwa makali de anae alumu nahu ke ka
dagang salaho bawa kasi ana
26 Usman, 35
Tahun
Sawatipo wara oto rawi ntoina
dana wati ndi rawi nggori karaso
dei ade sato‟i kai dana ra naha mboto
kai weki nami ta rasa Soki ke nami
Kebersamaan nami ta rasa Soki ke khusunya
nami ma petani de arie semacam weha rima
173
masakai dei tolo ka‟aku mpoi
nggori ede ampode ngguda fare
de arie pala ake wa‟ura wara oto
rawi setalah di samprot dengan
obat yang mematikan rumput-
rumput tinggal di bajak pake
traktor arie.
usaha ngupa dana makalai ni ana, lao
sewa kone dana ndou aka rasa makalai
ka, rasa ndi sewa kai nahu dana ke ipa
Desa Sowa ku ngarana.
sesama petani, weha rima dou siwe sesama
siwena nami monede arie weha rima ra gotong
royong dei karawi mone ni ari, weha rima ra
gotong royong akeke ederu ra warana ai akan
edeku ra ka rawi orang tua-tua dulu arie ede
nami de ba edamu senang ra cepat kerja de
nami melakukannya lagi ni arie.
27 Mustakim,
60 Tahun
Cara ntadi nami petani ke anae
ntoina ra rawi kai dana sahe
mbui kai boru alumu watipo
wara oto rawi ra dise anae ntoina
perluku ngari talaga ra lapa wa‟u
ne‟ese owa ra bui ntadi anae,
akese watira warana bui ntadi kai
boru ni ana tinggal hinti oi bor
kai dise ra, pala aupa madapo
robah ake ni ana cara peta bawa
pa mbuipi karawi sara mantoi
nami ke anae
Nahu ke anae ntadi kaiku dei rasa
Soki pa kantadi pa sato‟i-to‟i alumu
dou malao losa ka ma ngupa ma mboto
si ana
Mboto pahuna karawi nami labo lenga ra iwa
ke ni ana ra biasa nami ke sawatipo nguda fare
nami setiap tahun tumbu raba ra gali lapa ni
ana, laina ede mpoa rakase ba wara dou ma
hanta upa ra do‟a ra dei de nami lao karawi
inga dou mantau hajatan ede ni ana akarawi
ede de laina karawi ba nami ma petani mpoa
tapi ndi karawi saraaba dou ncau mangge‟e ade
rasa soki ake ni ana.
28 Abdolah,
43 tahun
Ntoina ne‟ese lo‟i fare ra bawa
de ana ea nami ndawi ndaimu lao
weha wa‟uku ro sangarika
ampode tutu wa‟ude wi‟i kamidi
ra kamabaiku anae pala ake
wa‟ura wara lo‟i ndi weli tinggal
kandadi piti para ake anae
Da loa eda kira ngupa ngaha dei rasa
ndai de anae lao cola ra sewaku dana
dou aka lai rasa ka ndi ntadi kai bawa
bune ndi rawi nami ke lao sewa dana
dou awa napa akaku anae. ntoina lao
ngge‟eka sampe nggori bawaku ni ana
mai mai tio salaho uma ra anak ra ma
mbui ta uma de ina na pa manggongga
anae waraja dula dei rasa nami ma
mone de ni ana waradeka urusan labo
keluarga doho ma penting ede walipa
anae.
Kasama weki ra kaboro weki nami petani de
ando aujani ana, ica kai karawi inga angi bune
wunga dompo bawa, rombe fare ro pose bawa
pa anae, alumu bantuse doude na bantu
walikupa ba dou anae, kasama wekira kaboro
weki ede mara ntoi mahingga ake anae alumu
na moda karawi labo watira susa ngupa dou
ndi pina anae.
174
29 Fatmah, 40
Tahun
Ntoina anae nami wati bademu
rawi bademu maco kalosa ma
sakipa ampode nguda kaiku fare
ra bawa de, akede wa‟ura jaman
rawi ni ana apalagi ake wa‟ura
wara oto rawi jadi na roci mena-
mena ra ndi rawi nami ke anae
Ede nami masiwe de anae na nggori
karawi ndaimu de malao pina karawi
wea ntau douko alumu ngena mpoase
losa hasil ntadi ndai de wati loata
balanja ra mbei piti raho ana sanai-nai
ake ni ana.
Kasama weki cua inga angi ni ana alumu
karawike mbotose weki makarawi de na na
roci nggorina
30 M.Kasim,
40 Tahun
Cara ntadi nami petani ke anae
ntoina ra rawi kai dana sahe
mbui kai boru alumu watipo
wara oto rawi ra dise anae ntoina
perluku ngari talaga ra lapa wa‟u
ne‟ese owa ra bui ntadi anae,
akese watira warana bui ntadi kai
boru ni ana tinggal hinti oi bor
kai dise ra, pala aupa madapo
robah ake ni ana cara peta bawa
pa mbuipi karawi sara mantoi
nami ke anae
Ade sato‟i kai dana de ngupaku cara
makalai ni ana, bune nahu ke kalao
cola wea dana dou awa Desa Napa
akaku, ntadi kaiku dana ra colaku de
ndi nguda kai bawa ni ana.
Sama menapa cara karawi nami labo lenga ra
iwa ke anae, mara ai aka hingga ake de weha
rima dou sama siwe na nami ma monede
gotong rong lbo lenga ra iwa loara roci karawi
si ana
175
TRANSKIP WAWANCARA DENGAN PEMERINTAH
Nama : Mustamin
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 40 Tahun
Pendidikan terakhir : Diploma
Jabatan : Sekertaris Desa
Waktu penelitian : 15 April 2019
Upaya Pemerintah Menanggulangi Modernisasi Dalam Involusi Pertanian
NO Pertanyaan Jawaban
1 Berapakah jumlah penduduk petani Desa
Soki ?
Pada tahun 2016 sebanyak 315 orang termasuk yang memiliki tanah, penggarap dan
buruh tani. Sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 1120 orang
2 Berapakah luas lahan pertanian
masyarakat Desa Soki ?
Luas lahan sawah di Desa Soki 280 Ha
3 Strategi apa yang di lakukan untuk
mengatasi sempitnya lahan pertanian dan
semakin bertambahnya jumlah
penduduk?
Kami sudah membuka lahan baru tani, ada juga pengelolaan usaha milik desa atau
yang dikenal dengan BUMDES, kami juga bekerja sama dengan dinas kesehatan
untuk mengendalikan angka kelahiran dengan menerapkan program KB
5 Apa saja faktor penghambat dalam
kegiatan perluasan lahan ?
Biasanya kurangnya partisipasi masyarakat
6 Apakah pernah dilakukan sosialisasi
dengan masyarakat sebelum di lakukan
perluasan lahan ?
Iya sebelumnya kami sosialisasi dulu dengan kelompok-kelompok tani Desa
7 Apakah ada keterlibatan masyarakat
membantu kegiatan perluasan lahan
Keterlibatan masyarakat kurang karena masyarakat petani di Desa Soki setelah
panen padi mereka menyewah lahan di luar Desa untuk menanam bawang merah,
paling yang terlibat sebagian masyarakat yang menanam bawang di Desa sendiri aja
8 Sarana dan prasarana apa saja yang Kami menyediakan modal usaha kalau bibit dan obat-obatan yang menyediakan
176
disediakan untuk masyarakat petani orang-orang dari dinas pertanian kecamatan dan kami hanya meluruskannya saja
9 Apakah persediaan sarana dan prasaran
pertanian di bagikan secara menyeluruh
kepada masyarakat petani
Kadang di bagi rata kadang di bagi sesuai dengan ekonomi masyarakat tergantung
cukup dan tidak cukupnya bibit ataupun yang lainnya
10 Selain upaya membuka lahan baru apakah
ada upaya lain untuk menanggulangi
involusi pada masyarakat petani
Ada, menerapkan program KB, pengelolaan hasil pertanian melalui BUMDES
(badan usaha milik desa)
11 Bagaimana respon masyarakat dengan di
terapkan program (KB)
Masyarakat menjalankanya dan ada juga masyarakat yang tidak menjalankan
177
Nama : Rohani
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 Tahun
Pendidikan Terakhir : Diploma
Jabatan : Tim penyuluhan Petani di Desa Soki
Waktu penelitian : 12 April 2019
INFORMAN PEMERITAH DINAS PERTANIAN KECAMATAN BELO
No Pertanyaan Jawaban
1 Berapa jumlah penduduk petani Desa Soki? Jumlah masyarakat petani di Desa Soki sebanyak 1120
2 Apakah di Desa Soki ada kelompok tani? Ada, terbagi 14 kelompok tani lahan sawah, lahan kering dan ternak
3 Apa nama kelompok-kelompok tani di Desa Soki? Nama dan jumlah kelompok tani lahan sawah sebanyak 5 kelompok tani La jati : Muhammad AR
Salongga I : Hamzah
Salongga II : M.amin
La laju : Syagaf
Wonto wali : Sulaiman
4 Apakah di Desa Soki pernah dilakukan penyuluhan? Sering kami turun melakukan penyuluhan biasanya kami turun 1 bulan
sekali
5 Metode kegiatan penyuluhan seperti apa saja di lakukan
pada masyarakat Desa Soki?
Pertama kali kami turun kami penyampaikan informasi, menerapkan alat-
alat pertanian baru setelah itu baru kami melakukan uji coba di lahan
persawahan bersama anggota kelompok tani yang ada di Desa Soki.
6 Apakah penyuluhan berhadapan langsung dengan
masyarakat petani Desa Soki?
iya nak kadang berhadap langsung kadang tidak,
7 Bagaimana respon masyarakat petani Desa Soki saat
kegiatan penyuluhan?
Masyarakat petani bisa menerimanya tapi kami melihat hasilnya ternyata
mereka takut mencoba hal-hal yang baru nak
178
LAMPIRAN BASIS DATA
IDENTITAS MASYARAKAT PETANI
NO RT NAMA JK UMUR PENDIDIKAN BENTUK-BENTUK MODERNISASI
PERTANIAN
DAMPAK DARI INVOLUSI
PERTANIAN
BENTUK NILAI-NILAI SISTEM
KEKERABATAN MASYARAKAT PETANI
1 1 M.Said L 44 SDT dari manual berkembang menjadi lebih maju menyewah lahan di Desa Lia kerja bergilir
2 1 Jumrah P 44 SD dari manual berkembang menjadi lebih maju menyewah lahan di Desa Lia kerja sama sama dan kerja bergilir
3 2 Nurhayati P 39 SDT dari manual berkembang menjadi lebih maju menyewah lahan di Desa Kawangko kerja sama sama dan kerja bergilir
4 2 Kalisom P 39 SDT dari alat sederhana ke alat yang maju menyewah lahan di Desa Sowa bergotong royong
5 2 yasin L 49 SD dari 1-3 botol obat ke 4-10 botol bekerja pada lahan orang lain untuk bagi
hasil
kerja sama
6 2 Hikmah P 24 SMA dari mencangkul ke membajak menyewah lahan di kec.Taliwang kerja sama
7 2 Nurdin L 49 SD dari waktu 3 bulan menjadi 2 bulan hanya memanfaatkan lahan yang ada bergotong royong
8 2 juwaedin L 28 SMP dari biaya sedikit menjadi bertambah banyak menyewah lahan di Desa Bajo kerja sama dan bergotong royong
10 2 Rahmawati P 25 SMA tidak ada perubahan pada tata penanam menyewah lahan di Desa Bajo kerja bergilir pada aktivitas pertanian
11 3 Ismail L 46 SDT dari air hujan ke sumur bor menyewah lahan di Desa Lia kerja bergilir
12 4 Ramlin L 47 SD dari biaya sedikit menjadi bertambah banyak
menyewah lahan di Desa Lia bergotong royong dan bekerja sama
13 4 Ibrahim L 43 SD dari alat-alat manual ke alat yang maju/modern menyewah lahan di Desa Napa bergotong royong dan bekerja sama
14 4 Yusuf L 42 SMP dari alat-alat manual ke alat yang maju/modern menyewah lahan di Desa Sowa bergotong royong dan bekerja sama
15 5 Yaadam L 39 SMP membajak dari tenaga hewan ke mesin traktor menyewah lahan di Desa Lia bergotong royong dan bekerja sama
16 6 Abubakar L 46 SD dari samprot pompa ke samprot mesin
menyewah lahan di Desa Sowa bekerja bergilir
179
17 6 Idris L 47 SD alat tradisional masih digunakan sekarang
menyewah lahan di Desa Napa bekerja bergilir
18 6 Saodah P 35 SMA dari alat tradisional ke alat yang lebih maju
menyewah lahan di Desa Napa bergotong royong
20 6 Darhan L 60 SDT alat pertanian tidak berkembang secara
keseluruhan
menyewah lahan di Desa Sowa bergotong royong
21 6 Hamdon L 48 SDT dari menggunakan alat-alat manual ke alat mesin menyewah lahan di Desa Napa bergotong royong dan bekerja bergilir
22 6 Jasman L 44 SDT tidak ada perubahan pada tata cara menanam BM menyewah lahan di Desa Sowa bergotong royong dan bekerja bergilir
23 7 Ma'ani P 51 SMP dari pupuk organik ke subsidi
memanfaatkan lahan sawah yang ada bergotong royong dan bekerja bergilir
24 7 Mujla P 37 SDT dari perontok manual ke mesin perontok
menyewah lahan di Desa Napa bergotong royong dan bekerja bergilir
25 7 Ilyas L 35 SMA dari alat tradisional menjadi alat yang lebih maju menyewah lahan di Desa Kore
bergotong royong dan bekerja bergilir
26 7 Abd
Rahman
L 49 SDT
dari pengairan dari Dam Ncera ke sumur bor
menyewah lahan di Desa Lia bergotong royong
27 8 Usman L 35 SDT dari alat manual ke alat yang maju menyewah lahan di Desa Sowa bergotong royong dan bekerja bergilir
28 9 Mustakim L 60 SDT tidak ada perubahan pada tata cara menanam BM memanfaatkan lahan sawah yang ada bergotong royong dan bekerja bergilir
29 9 Abdollah l 43 SDT dari obat membuat sendiri ke pestisida dan
organik
menyewah lahan di DesaNapa bergotong royong dan bekerja bergilir
30 9 Fatmah P 40 SDT dari mencangkulmenjadi membajak buruh tani dan menyewah lahan kerja bergilir
180
TABEL PENELITIAN YANG RELAVAN
No Nama
dan tahun
Tujuan Metode Hasil
1 Nurpilihan
(2000)
Untuk mengkaji dampak sosial
wanita di Kabupaten Bandung
seperti tingkat pendidikan, umur
dan kesesuaian terhadap
penerapan modernisasi
pertanian
Kualitatif Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat
pendidikan responden; umur responden sangat
berpengaruh terhadap penyerapan introduksi teknologi
dalam rangka menghadapi modernisasi pertanian. Wanita
menikah maupun tidak menikah berpendapat bahwa
modernisasi pertanian akan menggeser peran mereka di
bidang pertanian yang pada gilirannya akan mengurangi
pendapatan yang mereka peroleh.
2 B.B.Mohanty
(2001)
menganalisis dampak sosial
ekonomi dari langkah-langkah
baru pada berbagai kategori
pedesaan populasi baik di
tingkat mikro dan makro.
Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun dampak
kolektif dari tindakan ini memiliki secara substansial
meningkatkan produksi pertanian, secara sistematis
melewati masalah ekuitas. Kondisi manfaat dari langkah-
langkah baru menjadi relatif terhadap posisi kepemilikan
sumber daya, para petani besar miliki muncul sebagai
kelas petani kaya yang mendominasi sosial ekonomi dan
bidang politik masyarakat pedesaan.
3 Anjar
widyaningrum
(2009)
Untuk mengetahui dampak
modernisasi pertanian terhadap
kehidupan sosial ekonomi
masyarakat desa Pagergunung,
Kecamatan Ulujami, Kabupaten
Pemalang
Kualitatif Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya
mekanisasi pertanian di satu sisi memberikan dampak
positif yaitu semakin meningkatnya hasil pertanian
sehingga secara langsung juga dapat meningkatkan taraf
hidup masyarakat, di satu sisi memberikan dampak
negatif yaitu dapat menyebabkan pengangguran dan juga
peran perempuan dalam sektor pertanian semakin
berkurang
4 Dwi Angga Untuk mengetahui Bentuk dan Kuantitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Modernisasi pada
181
Oktavianto
(2011)
karakteristik modernisasi
pertanian yang terjadi di Desa
Tulas
kegiatan pemberantasan hama dengan menggunakan alat
semprot. Modernisasi pada kegiatan panen dengan
penggunaan sabit, penggunaan mesin huller serta adanya
sistem tebasan. Modernisasi pada kegiatan pasca panen
dengan penggunaan alat penggiling padi. Terdapat
ketidakadilan gender terhadap buruh tani perempuan
dalam modernisai pertanian di Desa Tulas
5 Diana
Andayani Djoh
(2018)
Untuk mengetahui dampak
modernisasi terhadap perubahan
sosial masyarakat tani di Desa
Kambata Tana,Kecamatan
Pandawai, Kabupaten Sumba
Timur
Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perubahan yang
terjadi pada pola pikir dan perilaku masyarakat desa
Kambata Tana di satu sisi menerima kehadiran
modernisasi dalam bidang pertanian, namun di lain sisi
mereka masih tetap memegang teguh nilai-nilai budaya
dan kearifan lokal yang dianut. Transformasi pertanian
yang terjadi hanya sebatas pada cara produksi tanpa
merubah struktur sosial masyarakat
6 Puji Hardati
(2013)
Menganalisis pertumbuhan dan
struktur lapangan pekerjaan
penduduk di jawa tengah
Hasil analisis menunjukkan bahwa selama lima dasa
warsa terakhir angka pertumbuhan penduduk di Jawa
Tengah telah mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Meskipun angka pertumbuhan mengalami
penurunan sampai mencapai kurang dari satu persen
setiap tahun, masih terjadi peningkatan angka
pengangguran terbuka. Jumlah penduduk yang bertempat
tinggal di desa semakin berkurang. Lapangan pekerjaan
di sektor pertanian di perdesaan ada kecenderungan
semakin tidak menarik angkatan kerja.
7 Mei Ardi
Wiranoto
(2014)
(1) Mengetahui respon keluarga
pemilik sawah terhadap PLP2B
(2) Menelaah faktor-faktor
Analisis
deskriptif
persentase,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon keluarga
pemilik sawah terhadap PLP2B tergolong negatif
(63,64%). Faktor-faktor konversi lahan sawah yang
182
konversi lahan sawah yang
dimiliki petani. (3). Mengkaji
kondisi dan sebaran kepadatan
penduduk agraris di Kabupaten
Pemalang.
analisis
deskriptif, dan
analisis
keruangan.
dimilik diantaranya lokasi lahan, kebutuhan ekonomi,
kebutuhan bangunan, pengetahuan keluarga pemilik
sawah, dan adanya pembangunan pabrik. Kepadatan
penduduk agraris di Kabupaten Pemalang tergolong
rendah, dimana persebarannya hampir seluruh wilayah di
kabupaten tersebut memiliki kepadatan penduduk kurang
dari 13 jiwa/Ha.
8 Tubagus
Hasanuddin
(2016)
Mengindentifikasi tingkat dan
penyebab kemiskinan petani
hortikultura serta pola perilaku
ekonomi petani dalam
menghadapi kemiskinan.
Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani hortikultura
masih miskin dan sangat miskin karena lahan sempit dan
keterbatasan modal. Sumberdaya manusia petani
hortikultura masih rendah dan pola hidup petani
hortikultura bersifat konsumtif. Petani hortikultura
mengantisipasi kemiskinan dengan diversifikasi
pekerjaan dan menjalin hubungan baik dengan sesama.
Lembaga ekonomi dan keuangan masih dikuasai oleh
pihak luar petani, sedangkan lembaga sosial petani masih
belum banyak berfungsi.
9 Laeli
Nurchamidah
dan Djauhari
(2017)
Untuk mengetahui faktor-faktor
yang melatarbelakangi, prosedur
dan dampak pengalih fungsian
lahan pertanian ke Non
pertanian di Kabupaten Tegal
Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bergesernya pola
kehidupan masyarakat Kabupaten Tegal tersebut sebagai
dampak konversi lahan pertanian. Kehidupan masyarakat
Kabupaten Tegal mulai bergeser yang sebelumnya
sebagai masyarakat agraris yang mengandalkan
kehidupannya pada hasil pertanan mulai bergeser pada
bidang-bidang lain seperti bidang industri. Masyarakat
Kabupaten Tegal khususnya di wilayah pedesaan dengan
potensi pertanian yang menonjol mulai tergusur dengan
berubahnya lahan-lahan pertanian menjadi lahan non
produktif yang digunakan untuk pembangunan infra
183
struktur
10 Syahbuddin
(2018)
Untuk menalaah kebijakan
pemerintah kolonial Belanda
sejak 1830-1900, dimana dalam
rentang waktu di atas terapkan
dua sistem yaitu tanam paksa
dan liberal.
Kualitatif Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa involusi
pertanian di Jawa dilatarbelakangi kebijakan kolonial
Hindia Belanda (1619-1942) yang membawa produk
pertanian Indonesia ke pasar dunia. Namun Belanda tidak
pernah berhasil mengembangkan ekonomi ekspor secara
luas di pasar dunia. Untuk itu kolonial Belanda terus
mendorong petani untuk berproduksi untuk memenuhi
kebutuhan pasar dunia.
11 Arif Budiman
(2018)
Untuk mengetahui bagaimana
peran PPL dalam membina
petani bawang merah dalam
meningkatkan pendapatan
petani bawang merah di
Kecamatan Lambu Kabupaten
Bima
Kuantitatif dan
kualitatif
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan petani
kalangan bawah selalu terabaikan dari segala sektor
pembangunan di Kabupaten Bima. Dari 27 %. Penduduk
miskin di Kabupaten Bima 65 % adalah yang bermata
pencaharian sebagai petani, jadi lebih dari separuhnya
dari masyarakat miskin di Kabupaten Bima adalah petani.
Pengangguran yang ada di Kabupaten Bima 52.8 %
berasal dari petani, Kalau dilihat lagi lahan yang dimiliki
petani hanya 50 Are rata-rata yang dipunyai perpetani,
jadi sangatlah kecil lahan yang digarap oleh petani,
apalagi sekarang secara umum di negeri ini ekonomi
masyarakatnya sedang terpuruk.
12 Dilahur dkk
(2001)
Untuk mengamati orang muda
berangkat di sektor pertanian
dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sosialisasi tentang
kesempatan kerja sektor pertanian yang masih 1uas di
Desa De1anggu perlu di1akukan baik o1eh pemerintah
maupun oleh masyarakat petani sendiri untuk menarik
pemuda, terutama yang pengangguran.
13 Umi Darojah
(2012)
Mengetahui strukur sosial
ekonomi masyarakat Desa
Kualitatif Hasil penelitian menunjukan bahwa masuknya industri ke
desa membawa pergeseran sosial ekonomi pada
184
Kubangwungu ketika masih
berbasis pertanian, mengetahui
struktur sosial ekonomi
masayarakat Desa
Kubangwungu setelah berubah
dari ekonomi pertanian ke
ekonomi industri tahun 1969-
2010
masyarakat terutama kegiatan ekonomi masyarakat Desa
Kubangwungu dan pendapatan masyarakat.
14 Eko Hariyanto
(2014)
Untuk mendeskripsikan
tindakan penyewaan lahan
petani di Desa Pandan Sari dan
motif atau faktor-faktor yang
menjadi pendorong penyewaan
lahan serta tujuan yang ingin
dicapai melalui tindakan
penyewaan lahan tersebut.
Kualitatif Hasil dari penelitian ini adalah penyewaan lahan
dilakukan oleh petani di Desa Pandan Sari karena
beberapa hal yaitu: pertama Lahan yang tidak tergarap
karena pemilik lahan sibuk dengan pekerjaannya diluar
petani. kedua Keterbatasan modal yang dimiliki oleh
petani sehingga petani lebih memilih untuk menyewakan
lahannya daripada harus menanggung kerugian yang
lebih besar jika menggarapnya dan dengan menyewakan
lahan tersebut petani juga bisa mendapatkan modal untuk
bertani kembali. ketiga Penyewaan lahan dilakukan oleh
petani untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarganya
seperti pendidikan dan kesehatan. Norma atau peraturan
yang terbentuk dalam penyewaan lahan di Desa Pandan
Sari yaitu berupa surat perjanjian yang ditanda tangani
oleh pihak pemilik dan penyewa, selain itu penyewaan
lahan di Desa Pandan Sari juga tidak ada kaitannya
dengan perpindahan hak waris lahan. Kepercayaan bagi
warga Desa Pandan Sari sangat penting karena
kepercayaan ini sebagian besar dari mereka menyewakan
lahannya tanpa memakai surat perjanjian hanya lewat
185
perjanjian lisan saja.
15 Devi Dailangi
(2016)
Untuk melihat bagaimana
kelanjutan dari pemerintah
kabupaten khusus departemen
pertanian di Kabupaten
Halmahera Selatan untuk para
petani di desa Air Mangga
Indah
Kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah
Kabupaten, Provinsi, dan Pusat telah mencoba
memberdayakan masyarakat sebagai langkah
meningkatkan hasil petani terutama petani pala, sawah
dan perkebunan sawit mereka di desa Air Mangga Indah,
tetapi tidak mendapatkan hasil maksimal.
16 Ary Munandar
Hasibuan
(2016)
Untuk mengetahui
peranpenyuluh pertanian
terhadap kelompok tani dalam
pengembangan usaha tani padi
sawah di Desa Pasar Rawah dan
untuk mengetahui motivasi
petani dalam mengikuti program
penyuluhan
Kualitatif Dari berbagai kebijakan pembangunan pertanian yang
dilakukan oleh pemerintah ternyata kurang memberikan
pengaruh peningkatan keterampilan petani dalam
mengelola lahan pertaniannya. Para petani masih
mengelola pertanian mereka secara tradisional, akibahrya
tingkat pendapatan dan kesejahteraan mereka pun tidak
pernah naik.
17 Margi Wahono
dan AT.
Sugeng
Priyanto
(2017)
Untuk melakukan identifikasi
dan mendeskripsikan kondisi
pengembangan pendidikan
karakter dalam budaya sekolah
di SMP se-Kota Semarang.
Kualitatif
Hasil penelitian ini adalah 1). bahwasannya sekolah yang
telah menerapkan budaya sekolah secara optimal
memiliki prestasi akademik dan non-akademik yang lebih
baik dibandingkan dengan sekolah yang belum
menerapkan budaya sekolah sebagai pengembangan
karakter siswa; 2) Budaya sekolah memiliki peran
strategis dalam mengembangkan karakter pada diri siswa.
18 Dewi Liesnoor
Setyowati
2012
untuk mengetahui variasi
kapasitas infiltrasi pada
beberapa penggunaan lahan,
mengetahui
faktor-faktor yang
Deskriptif Hasil penelitian menunjukan kapasitas infiltrasi
diberbagai penggunaan lahan memberikan nilai bervariasi
dikarenakan nilai porositas yang tinggi antara 12 -
42,67%, tekstur tanah debu berpasir, struktur tanah
remah, sehingga kapasitas infiltrasi sangat tinggi, yaitu
186
mempengaruhi kapasitas
infiltrasi
21,7 cm/jam - 94,18 cm/jam. Penggunaan lahan sawah
memiliki rata-rata kadar air yang tinggi yaitu 39,95%,
dengan porositas sangat rendah antara 5,8 - 10% dan
tekstur tanah debu berpasir, dan struktur tanah remah, dan
kapasitas infiltrasi sangat rendah sebesar 0,52 cm/jam.
Selain penggunaan lahan, sifat fisik tanah, dan vegetasi
mempengaruhi besarnya kapasitas infiltrasi.
19 Natalia
Patrician 2016
Untuk mengetahui laju alih
guna lahan pertanian(sawah)
ke non pertanian(non-sawah),
faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya alih
guna lahan dan pengaruh
perubahan mata pencaharian
dan aset keluargapetani
Deskriptif
Persentase
Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi alih guna lahan pertanian adalah luas
lahan, harga lahan, pengaruh tetangga, dan pengaruh
swasta/investor. Perubahan mata pencaharian petani
sebelum sebagian besar disektor pertanian, namun setelah
alih guna mata pencaharian petani juga disektor non
pertanian, perubahan aset keluargajuga mengalami
peningkatan terjadi penambahan aset seperti kendaraan,
barang elektronik.
20 Moch. Arifien
dkk 2012
Untuk membuat perencanaan
untuk pengembangan sektor
pertanian, khususnya tanaman
pangan demi peningkatan
perekonomian daerah
Analisis Shift
Share, dan
Location
Quotient (LQ),
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas
tertinggi dalam pertanian di kabupaten Wonosobo adalah
tanaman sayuran. Jenis komoditas tanaman yang dapat
dikembangkan adalah komoditas
tanaman pangan yang memiliki keunggulan kompetitif
dan komparatif.
187
LAMPIRAN JURNAL SITASI
No Nama (Tahun) Judul Persamaan Perbedaan Hasil
1 Yang Dennis
Tao (2010)
Modernization of
agriculture and long-
term growth
Modernisasi
pertanian
Mengembangkan model dua
sektor yang menerangi peran
yang dimainkan oleh
modernisasi pertanian dalam
transisi dari tragnasi
kepertumbuhan
Pertumbuhan tidak berkelanjutan sampai
harga relatif ini turun di bawah ambang
batas tertentu mendorong petani untuk
mengadopsi teknologi modern yang
menggunakan input yang dipasok
industri.
2 Kyle Emerick,
(2016)
Technological
innovations,
downside risk, and
the
modernization of
agriculture
Penggunaan
teknologi pertanian
dapat meningkatkan
produktivitas
pertanian
Teknologi yang ditingkatkan
dapat meningkatkan
produktivitas pertanian dengan
memadatkan input dan praktik
budidaya modern
Hasil penelitian menujukkan bahwa
teknologi mengarah ke keuntungan yang
substansial dalam produksivitas lahan-
bahkan ke tahun ketika tidak ada bankir
3 Diana Stuart
(2012)
Responding to
Climate
Change: Barriers to
Reflexive
Modernization in
U.S. Agriculture
Modernisasi
pertanian
Artikel ini berfokus pada
petani jagung di Michigan
barat daya untuk memeriksa
pengakuan risiko iklim dan
respons refleksif, dengan
berkonsentrasi pada peran
pupuk nitrogen sebagai sumber
signifikan emisi gas rumah
kaca
Temuan ini menawarkan wawasan yang
berlaku untuk upaya mitigasi perubahan
iklim dan juga menunjukkan pentingnya
perspektif konstruktivis sosial dan
ekonomi politik untuk mengidentifikasi
hambatan terhadap modernisasi refleksif.
4 Dariusz
KUSZ (2014)
Modernization of
agriculture vs
sustainable
Sama-sama
membahas mengenai
menanggulangi
Modernisasi pertanian hanya
bertujuan untuk meningkatkan
efisiensi produksi
Kemajuan di pertanian dan di daerah
pedesaan. Konstan penciptaan dan
implementasi baru teknologi digunakan
188
Agriculture kemiskinan
masyarakat petani
sebagai referensi standar dalam
membedakan pertanian modern dari
pertanian tradisional.
5 Frederick c.
Fliegel (1978)
Caste dominance,
traditional farming
castes and
agricultural
modernization in
Andhra Pradesh
Sama-sama meneliti
masyarakat petani
Kategori kasta karena mereka
mempengaruhi adopsi
praktik pertanian
Apapun peran kasta dalam modernisasi
pertanian, mungkin saja baik menjadi
peran tidak langsung, Apa yang
tampaknya disebut adalah analisis yang
lebih luas sistem stratifikasi, peran kasta
dalam sistem itu, dan implikasinya
stratifikasi umumnya untuk perilaku
adopsi
6 H. Huseyin
ozturk
(2006)
Energy Exploitation
of Agricultural
Biomass Potential
in Turkey
Sama-sama meneliti
tentang pertanian
Menentukan potensi biomassa
pertanian di Indonesia
Temuan menunjukkan bahwa tanaman
utama yang terjadi dalam rasio nilai kalor
total adalah jagung (33,4%), gandum
(27,6%), dan kapas (18,1%). Nilai kalor
total residu buah adalah 75 PJ. Buah
utama adalah hazelnut (55,8%) dan
zaitun (25,9%) untuk biomassa pertanian.
Nilai kalor total untuk limbah sapi,
domba, dan unggas di Turki masing-
masing sekitar 47,8, 3,6 dan 8,7 PJ /
tahun.
7 Egbert
Hardeman
(2012)
Are There
Ideological Aspects
to the Modernization
of Agriculture
Sama-sama
membahas tentang
modernisasi
pertanian
Mengidentifikasi akar-akar
kontemporer yang gigih
masalah dalam pertanian
modern
Temuan menujukkan bahwa pertanian
modern bermasalah karena sejak itu
datang dari usia, tidak pernah benar-
benar tertanam dalam konteks ekologis
dan sosialnya. Para pembuat kebijakan
pasca perang sangat fokus untuk
189
membuat pertanian lebih banyak efisien,
menyebarkan temuan ilmiah spesifik di
antara kelompok besar petani.
8 Alberto Zezza
and Luca
Tasciotti
(2010)
Urban agriculture,
poverty, and food
security: Empirical
evidence
from a sample of
developing countries
Sama-sama meneliti
kemiskinan
masyarakat petani
Menganalisis dalam
perbandingan
Perspektif internasional
pentingnya pertanian perkotaan
bagi kaum miskin kota dan
kerawanan pangan
Pentingnya, implikasi alam dan
keamanan pangan dari pertanian
perkotaan namun terganggu oleh
kurangnya kualitas, data yang dapat
diandalkan
9 Yufeng Luo
(2018)
Plot size and maize
production
efficiency in China:
agricultural
involution and
mechanization
Sama-sama meneiti
tentang involusi
pertanian
Meneliti hubungan antara
lahan fragmentasi dan efisiensi
produksi dalam produksi
jagung Cina.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa plot
ukuran kecil memiliki lebih tinggi
produktivitas lahan tetapi laba lebih
rendah karena penggunaan input yang
intensif; ukuran plot besar miliki
produktivitas lahan yang lebih tinggi dan
laba yang lebih tinggi karena mekanisasi
dan input tenaga kerja yang lebih sedikit.
10 Colin
McCullough
(2019)
Review of
“agricultural
involution: the
processes of
ecological change in
Indonesia” by
Clifford Geertz
Sama-sama
membaha tentang
involusi pertanian
Proses Perubahan Ekologis di
Indonesia adalah dianggap
aplikasi brilian dari prinsip-
prinsip ekologi budaya yang
ditempatkan di dalamnya
konteks Indonesia dari awal
penjajahan Belanda pada 1619
hingga sesudahnya
kemerdekaan pada tahun 194
Hasil temuan menujukkan bahwa
pertumbuhan populasi yang cepat dan
budaya yang dihasilkan oleh
ketidakstabilan sosial dan institusi publik
yang tidak efektif menghasilkan
lingkaran kemiskinan dan peluang statis,
yaitu involusi
11 Hana Indriana, Kelembagaan Dalam Petani padi Keberlanjutan pertanian akan Implementasi sistem terkait dengan
190
dkk (2009) Sistem Pertanian
Padi Sehat
dibangun didukung oleh
lembaga berkelanjutan di
organik
sistem pertanian
prinsip-prinsip sistem pertanian organik.
Sehingga, teknik produksi, hubungan
sosial, dan aturan yang tertanam di
dalamnya dibangun untuk membangun
keberlanjutan pertanian. Dengan
perkembangan beras sehat sistem
pertanian, jangan mengubah sistem
hubungan kerja pembagian kerja dan
sistem upah antara penyewa petani dan
buruh tani. Begitu pula pada aktivitas
panen
12 Herlina (2014) Interaksi sosial
penyuluh pertanian
sebagai upaya
Peningkatan
usahatani
masyarakat petani di
kabupaten
Batang
Kegiatan penyuluhan Penyajian komunikasi
pertanian yang efektif dalam
kegiatan penyuluhan agar para
petani dapat berkembang cara
berfikirnya
Sumber Daya Manusia tergolong dalam
tingkatan sedang atau tengah. Saran
penelitian antara lain bahwa peran
penyuluh pertanian di Kabupaten Batang
sudah optimal, namun masih perlu
ditingkatkan sebagai pembimbing,
organisator, teknisi serta sebagai
konsultan petani.
13 MG Catur
Yuantari
(2013)
Tingkat Pengetahuan
Petani dalam
Masyarakat petani Pengetahuan petani tentang
pestisida dengan cara meniru
petani lain tanpa
memperhatikan komposisi
label
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Tingkat pengetahuan petani di Desa
Curut masih kurang baik karena masih
banyak pengetahuan petani yang
menganggap boleh mencampur beberapa
macam pestisida tanpa membaca bahan
aktif dan label yang terdapat dikemasan.
Pencampuran pestisida yang dilakukan
berdasarkan pengalaman sesama petani.
191
14 Fitri Anisah
(2014)
Pertumbuhan
danproduksi bawang
merahdengan
Pemberian berbagai
pupuk organik
Masyarakat petani
bawang merah
Mengetahui pertumbuhan dan
produksi bawang merah
dengan pemberian berbagai
pupuk organik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian berbagai pupuk organik tidak
memberikan respons positif terhadap pert
15 Ikhsan Fuady
(2012)
Perilaku Komunikasi
Petani dalam
pencarian Informasi
Pertanian Organik
Sama-sama meneliti
tentang petani
bawang merah
Menganalisis korelasi antara
petani perilaku komunikasi dan
praktik pertanian organik
bawang merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
praktik organik yang telah dilakukan oleh
petani itu tidak sepenuhnya organik.
Perilaku pemain organik dipengaruhi
oleh perilaku komunikasi variabel dan
karakteristik individu
16 Ashrafida
Rahmah
(2013)
Pertumbuhan dan
produksi bawang
merah (allium
ascalonicum l.)
Dengan Pemberian
pupuk kandang
ayam dan em4
(effective
microorganisms4)
Sama-sama meneliti
tentang faktor
rendahnya produksi
bawang merah
mendapatkan dosis tertentu
pupuk kandang ayam dan EM4
yang
sesuai untuk pertumbuhan dan
produksi bawang merah yang
dilaksanakan di lahan
masyarakat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan pupuk kandang ayam
berpengaruh nyata terhadap semua
parameter dimana dosis 120 g/tanaman
menunjukkan hasil tertinggi. Perlakuan
EM4 berpengaruh nyata terhadap
parameter bobot basah umbi per plot dan
bobot kering per plot. Interaksi kedua
perlakuan berpengaruh nyata terhadap
parameter bobot basah umbi per plot,
bobot kering umbi per plot, dan jumlah
siung per sampel.
17 Kadhung
Prayoga
(2019)
Menakar perubahan
sosio-kultural
masyarakat Tani
akibat miskonsepsi
modernisasi
Masyarakat tani
terhadap
modernisasi
pertanian
Meningkatkan efektivitas kerja
petani
banyak terjadi perubahan sosial budaya
bahkan hingga ekonomi di struktur
kehidupan masyarakat desa. Banyak
wanita tani yang kehilangan pekerjaan
dan termarginalisasi, tidak ada lagi
192
pembangunan
pertanian
pembagian kerja berdasarkan gender,
kencangnya laju urbanisasi, lambatnya
regenerasi, ketergantungan terhadap
industri, musnahnya plasma nutfah,
hilangnya budaya gotong royong,
lahirnya sistem kasta dalam masyarakat
tani, melemahnya fungsi kelembagaan
lokal, petani hanya sebagai objek
penyuluhan
18 Mohammad
Wahed (2015)
Pengaruh Luas
Lahan, Produksi,
Ketahanan Pangan
dan Harga Gabah
Terhadap
Kesejahteraan Petani
Padi
Pengaruh luas lahan
terhadap pendapatan
petani padi
Melihat pengaruh Tanah,
Produksi, Ketahanan Pangan
dan Kesejahteraan Terhadap
Harga Gabah Beras Petani di
Pasuruan
Luas lahan berpengaruh signifikan
terhadap kesejahteraan petani padi (NTP)
dan menunjukan hubungan yang positif.
19 Muhammad
Aqil (2019)
Pendugaan Luas
Panen dan Produksi
Jagung Nasional
Lahan pertanian Memodelkan luas panen dan
produksi jagung nasional
Perkiraan produksi jagung dengan
menggunakan model Arimadan Dumped
trend menghasilkannilaidugaan yang
lebih baik dibandingkan angka prediksi
luas panen Perbedaan nilai aktual dan
prediksi lebih rendah ditunjukkan oleh
koefisien korelasi yang tinggi, yaitu 0,98
pada model Arimadan 0,97 pada model
Dumped trend.
20 Titik
Ismandari
(2011)
Trategi Pencegahan
Alih Fungsi Lahan
Melalui Penerapan
Modernisasi
pertanian
Program sosialisasi dan p
mengenai modernisasi
budidaya pelatihan
Penerapan modernisasi di dalam sistem
budidaya tanaman kelapa dan
pengembangan industri rumah tangga
193
Modernisasi
Budidaya dan
Pengolahan Kelapa
dengan bahan baku produk pertanian di
Wilayah Perbatasan Kalimantan Timur,
khususnya kelapa merupakan suatu
strategi khusus untuk mengurangi alih
fungsi lahan dan untuk pengembangan
wilayah perbatasan
21 Dian Maharso
Yuwono
(2013)
Pengarusutamaan
gender dalam
pembangunan
pertanian
Teknologi pertanian
pada masyarakat
petani
peran perempuan dalam
program
implementasi Pemberdayaan
Petani melalui Teknologi
Pertanian dan
Informasi (FEATI)
Program FEATI di Kabupaten Magelang
sebagai salah satu contoh bentuk
pengarus utamaan gender (PUG) pada
pembangunan pertanian, dimana dalam
implementasinya mendorong perempuan
mempunyai akses dan kontrol pada
seluruh tahap pembelajaran, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, monitoring,
hingga evaluasi kegiatan pembelajaran
yang dilakukan oleh masing-masing
FMA
22 Dian Candra
Sakti (2016)
Pengaruh Output
Sektor Pertanian,
Industri Pengolahan
Dan Perdagangan
Terhadap Jumlah
Penduduk Miskin
Masyarakat petani pengaruh output sektor
pertanian, industri
pengolahan, perdagangan hotel
dan restoran terhadap jumlah
penduduk miskin
output sektor pertanian, industri
pengolahan, perdagangan hotel dan
restoran berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap penurunan jumlah
penduduk miskin di Propinsi Jawa Timur.
Peningkatan output sektor pertanian
sebesar Rp. 1 milyar akan menurunkan
jumlah penduduk miskin sebesar 355
orang, cetirus paribus. Peningkatan
output sektor industri sebesar Rp. 1
milyar akan menurunkan jumlah
194
penduduk miskin sebesar 169 orang,
cetirus paribus. Peningkatan output sektor
perdagangan hotel dan restoran sebesar
Rp. 1 milyar akan menurunkan jumlah
penduduk miskin sebesar 217 orang,
cetirus paribus
23 Sisca Selvia
(2019)
Dampak modernisasi
pertanian terhadap
kondisi sosial
Ekonomi masyarakat
petani sawah
Modernisasi
pertanian
mendeskripsikan
dampak dari modernisasi
pertanian terhadap kondisi
sosial ekonomi
masyarakat petani sawah
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
dampak modernisasi pertanian terhadap
kondisi sosial ekonomi masyarakat petani
sawah yaitu dampak terhadap kondisi
sosial yaitu pendidikan, kesehatan,
hubungan sosial antar masyarakat,
eksistensi buruh tani dan dampak
terhadap kondisi ekonomi yaitu
pendapatan dan penghasilan, kelayakan
tempat tinggal, investasi dan tabungan,
dan efektivitas pengelolaan pertanian.
24 Nurdin Mappa
(2018)
Proses kelahiran
kelembagaan
penguasaan lahan
pola bergilir Pada
pertanian dataran
tinggi
Lahan pertanian
masyarakat petani
Memetakan kelahiran pola
kelembagaan penguasaan lahan
secara
bergilir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kelembagaan pengusaan lahan secara
bergilir yang lahir tidak berpola tunggal
melainkan terdiri dari berbagai pola. Ada
empat pola penguasaan lahan secara
bergilir yang ditemukan di Kecamatan
Tombolopao yaitu sistem pewarisan,
sistem kepemilikan penggarapan, sistem
pembelian hak pengelolaan dan sistem
kongsi pembelian lahan. Setiap
kelembagaan penguasaan lahan bergilir,
195
memiliki krasteristik pola tersendiri.
25 Arif Budiman
(2018)
Kearifan Lokal
Dalam Menyiapkan
Tenaga Penyuluh
Pertanian
Peyuluhan pertania
terhadap petani
bawang merah
mengetahui bagaimana peran
PPL dalam
membina petani bawang merah
dalam meningkatkan
pendapatan petanim bawang
merah
Hasil oenelitian menujukkan bahwa
pemerintah menyiapkan menyalurkan
bantuan Hand Tracktor dan Bantuan Bibit
bawang merah tiap tahunnya. Untuk
mengetahui bagaiaman cara penyaluran
bantuan Hand Tracktor dan penyaluran
bantuan bibit bawang merah kepada
petani apakah melalui kelompok tani atau
melalui personal atau perseorangan
sesusai lobi-lobi dan kedekatan pribadi
petani dengan Kepala Dinas Pertanian
26 Dedy
Gusnaryo
Pandiangan
(2013)
Penggunaan
teknologi konservasi
tanah pada pertanian
Lahan kering
Teknologi pertanian
pada masyarakat
petani
Kesesuaian penggunaan
teknologi konservasi tanah
dengan kemiringan lereng dan
ketinggian tempat lahan yang
diusahakan.
Hasil penelitian menujukkan bahwa
Kesesuaian penggunaan teknologi
konservasi tanah dengan keadaan
kemiringan lereng dan ketinggian,
terdapat 49 satuan lahan pertanian lahan
kering yang sesuai dan 3 satuan lahan
pertanian lahan kering yang tidak sesuai.
27 Johan Iskandar Etnoekologi,
biodiversitas padi
dan modernisasi
Budidaya padi
Modernisasi
pertanian
pengetahuan masyarakat
perdesaan tentang ekologi,
terutama kaitannya dengan
pengeloaan
keanekaragaman varietas padi
lokal dan perubahannya
dampak Revolusi
Hijau
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sejatinya para petani „huma‟ Baduy dan
petani sawah Kampung Naga memiliki
peran penting dalam mengkonservasi
anekaragam varietas padi lokal secara in-
situ.
28 Cica Sartika Studi Faktor-Faktor Kemiskinan yang Mengetahui karakteristik Hasilnya menunjukkan bahwa orang
196
(2016) Penyebab
Kemiskinan
Masyarakat
terjadi pada
masyarakat petani
akibat rendahnya
pendapatan dan
kurangnya lapngan
pekerjaan
masyarakat miskin miskin di Desa Lohia ditandai oleh: usia
produktif, jumlah anggota keluarga yang
lebih tinggi, jumlah pendidikan dan
keterampilan yang lebih rendah,
pendapatan yang lebih rendah, kurangnya
faktor produksi dan semakin rendahnya
pekerjaan etika
29 Putu Dika
Arimbawa
(2017)
Pengaruh luas lahan,
teknologi dan
pelatihan Terhadap
pendapatan petani
padi dengan
produktivitas
Sebagai variabel
intervening
pengaruh luas lahan
dan teknologi
terhadap pendapatan
petani
Mengetahui pengaruh luas
lahan,teknologi dan pelatihan
terhadap pendapatan petani
padi dengan produktivitas
sebagai variabel intervening
hasil penelitian dapat di tarik kesimpulan
luas lahan, teknologi, dan pelatihan
memiliki pengaruh positif dan pengaruh
yang signifikan terhadap produktivitas
petani padi di Kecamatan Mengwi
30 Bahrin (2008) Luas Lahan Dan
Pemenuhan
Kebutuhan Dasar
(Kasus
Rumahtangga Petani
Miskin
Lahan pertanian dan
kemiskinan
Faktor yang membuatnya
para petani miskin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
lahan yang luas belum mampu memberi
kontri-busi yang besar terhadap tingkat
produksi dan pendapatan petani pemilik
atau yang menguasainya
31 Madera antara
(2006)
Faktor Yang
Memengaruhi
Kemiskinan Petani
Penggunaan lahan
pertanian dan
teknologi pertanian
Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat
kemiskinan
Hasil penelitian menujukkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan petani adalah penggunaan
lahan yang kecil, formal rendah
pendidikan, tingkat ketergantungan yang
sangat tinggi, dan penerapan pertanian
yang lebih rendah teknologi.
197
32 Tinjung Mary
Prihtanti
(2013)
Multifungsi sistem
usahatani padi
Organik dan
anorganik
Meneliti petani padi
pada lahan sawah
Sistem pertanian organik
(pupuk / pestisida alami) dan
anorganik (menggunakan
fasilitas produksi kimia)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
budidaya padi menyediakan sistem
organik fungsi yang berbeda dan
cenderung lebih baik daripada sistem
anorganik, itu kebersamaan antar petani,
fungsi pemeliharaan kualitas tanah,
keanekaragaman hayati, pengurangan
polusi lingkungan, dan kelayakan
pedesaan.
33 U.Paman
(2013)
Konversi lahan
pertanian dan
persoalan
Kedaulatan pangan
Masyarakat petani
dan Lahan pertanian
Faktor tentang konversi lahan
pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konversi lahan pertanian pangan akan
sulit dikendalikan. Insentif pajak yang
diberikan petani tidak memiliki daya tarik
bagi petani untuk tetap bertahan di sektor
pertanian pangan tidak memiliki
pengaruh signifikan.
34 Ferdinan Sabe
(2016)
Pengaruh luas lahan
terhadap
penerimaan, biaya
produksi,
dan pendapatan
usahatani padi sawah
Luas lahan pertanian
mempengaruhi
pendapatan petani
Mengetahui pengaruh luas
lahan terhadap penerimaan,
biaya
produksi, dan pendapatan
usahatani padi sawah
Terdapat hubungan yang positif dan
signifikan antara luas lahan dengan
penerimaan, biaya produksi, dan
pendapatan usahatani. Peningkatan luas
lahan menyebabkan kenaikan
penerimaan, biaya produksi, dan
pendapatan. Walaupun demikian,
peningkatan luas lahan menyebabkan
kenaikan biaya produksi yang lebih besar
dibandingkan kenaikan pendapatan,
mengindikasikan adanya inefisiensi
dalam kegiatan usahatani.
198
35 Erika Vivi
Jayanti (2018)
Faktor-faktor
penyebab beralihnya
pekerjaan pada
masyarakat di
Sekitar obyek wisata
air panas padusan
kecamatan pacet
kabupaten
Mojokerto
Sama-sama meneliti
masyarakat petani
dan lahan pertanian
Faktor penentu apa saja yang
menyebabkan beralihnya
tenaga
kerja anak petani ke sektor
non-pertanian
Hasil penelitian menunjukkan faktor
penyebab beralihnya tenaga kerja anak
petani ke sektor non-pertanian,
mengakibatkan semakin sempitnya
ketersediaan lapangan berusaha dan
bekerja dan kurang pemahaman dan
kemauan bekerja di sektor pertanain
36 Sri Hery
Susilowati
(2016)
Fenomena penuaan
petani dan
berkurangnya tenaga
kerja muda
Serta implikasinya
bagi kebijakan
pembangunan
pertanian
Tenaga kerja pada
bidang pertanian
Perubahan struktural tenaga
kerja pertanian dilihat dari
fenomena aging farmer dan
menurunnya
jumlah tenaga kerja usia muda
sektor pertanian di Indonesia
dan di berbagai negara lainnya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara umum fenomena penuaan petani
dan berkurangnya petani muda di
Indonesia semakin meningkat. Kondisi
seperti ini bukan hanya terjadi di
Indonesia, namun juga di negara-negara
lain di Asia, Eropa, dan Amerika
37 Meryyana
Puspita Sari
(2006)
Pergeseran pekerjaan
remaja dari sektor
Pertanian ke sektor
industri
Masyarakat petani belakang pergeseran pekerjaan
dari pertanian dan dampaknya
disebabkan oleh
ditinggalkannya sektor
pertanian.
Hasilnya menunjukkan bahwa
waktu panen yang lama, pendapatan yang
tidak menentu, dan pertanian sebagai
pekerjaan musiman, serta lingkungan
yang di Muncar di kawasan industri shift
kerja remaja. Pergeseran pekerjaan
selesai oleh remaja telah membuat dan
berdampak pada sektor pertanian, di
mana ia telah ditinggalkan oleh para
remaja.
38 Desyta Hubungan Faktor Teknologi pertanian Hubungan antara faktor sosial Hasil penelitian menunjukkan bahwa
199
Yuvitasari
Saputri (2017)
Sosial Petani dengan
Penerapan Teknologi
Budidaya Padi
Hibrida di
Kecamatan Pulung
Kabupaten Ponorogo
pada budidaya padi dengan penerapan teknologi
budi daya padi hibrida
tingkat faktor sosial petani berada pada
kategori rendah dengan skor pencapaian
1,56, sedangkan tingkat penerapan
teknologi budidaya padi hibrida di
Kecamatan Pulung berada pada kategori
sedang dengan skor prestasi 1,96
39 Galih Pratama
Nuranto
(2013)
Pemberdayaan
masyarakat petani
padi organik
Sama-sama meneliti
tentang upaya
pemberdayaan
masyarakat petani
Proses pemberdayaan petani
padi organik pada
Paguyuban Petani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kegiatan pemberdayaan petani padi
organik di Paguyuban Petani Al-Barokah
mencakup kegiatan-kegiatan: (a)
pertemuan rutin, (b) pelatihan teknis bagi
anggota, dan (c) pemasaran hasil panen
secara pribadi maupun kelompok.
40 Rendy
Christian
Laoh (2018)
Identifikasi faktor-
faktor penyebab alih
fungsi lahan sawah
Menjadi non sawah
Lahan persawahan faktor-faktor penyebab alih
fungsi lahan sawah
menjadi non-sawah
Hasil penelitian yang diperoleh
menunjukkan factor–faktor penyebab alih
fungsi lahan sawah di Kecamatan
Tompaso Baru Kabupaten Minahasa
Selatan adalah faktor ekonomi
(rendahnya pendapatan usahatani, harga
jual lahan), kebijakan, ketersediaan air
41 Muhammad
Salim (2017)
Partisipasi
Kelompok Tani
Dalam Usaha
Konservasi Tanah
Kelompok tani dan
masyarakat petani
Mengetahui tingkat partisipasi
anggota kelompok tani dalam
usaha konservasi tanah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
partisipasi anggota kelompok tani di Desa
Sukaraja berada pada kategori cukup baik
(69.88 %) dalam kelompok maupun
dalam mengolah pertanian
42 Farik Khalimi
dan Zaenal
Analisis
Ketersediaan Air
Penggunaan lahan
pertanian
Ketersediaan air pada beberapa
penggunaan lahan di setiap
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketersediaan air di pertanian lahan kering
200
Kusuma
(2017)
Pada Pertanian
Lahan Kering
kedalaman tanah dengan
menggunakan dua pendekatan,
yaitu evaluasi evapotranspirasi
dan karakteristik tanah, dengan
niat hadir informasi tentang
hubungan beberapa
penggunaan lahan dengan
ketersediaan air di lahan kering
di Gunungkidul Yogyakarta adalah
dipengaruhi oleh karakteristik tanah (sifat
fisik tanah) 21,5% dan sisanya oleh
faktor lain. Air tertinggi yang tersedia ada
di perkebunan tebu, 42,81% di
kedalaman 0-20 cm. Air yang tersedia di
lahan hutan dan produk jati adalah
35,68% dalam 40-60 cm kedalaman.
43 Rofinus Rama
(2016)
Analisis Risiko
Produksi Usahatani
Padi Lahan Basah
Dan Lahan Kering
Luas lahan pertanian Membandingkan pertanian
padi risiko produksi antara
sawah dan ladang sawah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
luas tanah, pestisida, jumlah tenaga kerja
keluarga dan umur petani sudah nyata
pengaruhnya terhadap peningkatan
produksi pertanian padi sawah.
Sementara biji dan petani pendidikan
tidak mempengaruhi (tidak signifikan)
peningkatan beras produksi.
44 Galih Pratama
Nuranto
(2013)
Pemberdayaan
Masyarakat Petani
Padi Organik
Masyarakat petani
padi
Proses pemberdayaan petani
padi organik pada Paguyuban
Petani
Adanya penyelenggaraan kegiatan
pemberdayaan sebagai wujud perubahan
seseorang terutama dalam rangka
mencukupi kebutuhan sehari-hari hasil
pemberdayaan yang ada di Paguyuban
Petani ALBarokah memberikan
peningkatan pendapatan dari masing-
masing anggotanya.
45 Anita
Togatorop
(2017)
Modernisasi
Pertanian Terhadap
Pemakaian Pupuk
Dalam
Modernisasi penggunaan
pupuk anorganik berdampak
terhadap perubahan sosial
budaya masyarakat tani.
Masyarakat saling membuka diri untuk
perubahan yang lebih maju, orientasi ke
masa depan, dan PPL (Penyuluhan
Pertanian Lapangan) mampu memberikan
201
Meningkatkan Taraf
Hidup Petani
ilmu yang penting dalam adopsi
pemakaian pupuk
46 Alfons
Manongko
(2017)
Hubungan
Karakteristik Petani
Dan Tingkat Adopsi
Teknologi Pada
Usahatani Bawang
Merah
Petani bawang
merah
Penerapan inovasi teknologi
pada usahatani bawang merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas
lahan, pendapatan, dan tingkat
kosmopolitan memiliki hubungan sangat
nyata terhadap tingkat adopsi teknologi
budidaya bawang merah
47 Kamaruzzama
n (2016)
Penerapan Metode
Komunikasi Oleh
Penyuluh Pertanian
Pada Kelompok Tani
Penyuluhan
pertanian
penerapan metode
komunikasi penyuluhan
pertanian yang efektif
Kelompoktani
Metode komunikasi penyuluhan
pertanian dengan pertemuan
kelompok dianggap lebih efektif
karena karakteristik kelompok tani
dengan kekompakan sangat tinggi dan
mudah berkumpul.
48 Maria Ansela
Sudi dan
Hartati
Sulistyo Rini
(2018)
Kemiskinan Dan
Perilaku Konsumtif
Masyarakat Petani
Cengkeh
Kemiskinan akibat
dari kekurangan
lahan pertanian
Mengetahui fenomena
kemiskinan dan perlaku
konsumtif masyarakat petani
Hasil penelitian ini menemukan bahwa
masyarakat Watumite memiliki
pandangan sendiri mengenai kemiskinan
antara lain jika tidak bisa
menyelenggarakan pesta, tidak bisa
menyekolahkan anak, dan tidak memiliki
rumah batu
49 Fatimah
Azzahra
(2012)
Pengaruh
Modernisasi
Terhadap Kehidupan
Sosial-Ekonomi
Masyarakat Tani
Pedesaan
Modernisasi
pertanian
menganalisis pengaruh
modernisasi terhadap
kehidupan sosial-ekonomi
masyarakat tani pedesaan dan
sikap masyarakat tani dalam
menghadapi modernisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Terdapat perbedaan pada kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat tani pedesaan
sebelum dan sesudah terjadinya
modernisasi. Modernisasi pertanian
menyebabkan perubahan pada kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat tani
202
pedesaan.
50 Edy Marsudi
(2011)
Identifikasi Sistem
Kerja Sama Petani
Dan Pemilik tanah
dalam kaitannya
dengan pemerataan
pendapatan petani
padi sawah beririgasi
Sama meneliti
tentang kerja sama
masyarakat petani
dapat mengurangi
biaya
Untuk mengetahui jenis
kerjasama yang mampu
menciptakan pendapatan yang
adil dan lebih baik
distribusi tidak hanya untuk
petani tetapi juga untuk
pemilik lahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Sistem Mawah Tipe II lebih mampu
memberikan penghasilan lebih besar
proporsi dan menciptakan distribusi
pendapatan yang adil dan lebih baik
untuk petani dan pemilik tanah dari pada
dua sistem lainnya
51 Valeriana
Darwis (2012).
Kajian Analisis
Usahatani
Penggunaan Pupuk
Organik Non
Komersial Terhadap
Hasil Dan
Pendapatan Petani
Padi
Tata cara mengelola
pertanian
Menganalisis pendapatan
usahatani dan faktor-faktor
yang mempengaruhi produksi
padi.
Para petani masih mengelola pertanian
mereka secara tradisional, akibahrya
tingkat pendapatan dan kesejahteraan
mereka pun tidak pernah naik.
52 Fauziah
Taqwarini
(2018)
Perubahan sosial
budaya rumah
tangga petani
Masyarakat petani Faktor-faktor yang
mempengaruhi perubahan
sosial budaya rumah tangga
petani,
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan sosial budaya rumah tangga
petani di Dusun Kembang dipengaruhi
oleh inovia teknologi dan difusi
kebudayaan.
53 Nunik
Syamsyiah
(2007)
Deskripsi Tentang
Kehidupan
Masyarakat Petani
Sama-sama meneliti
tentang sistem nilai
kekerabatan
masyarakat petani
Untuk mendeskripsikan
perubahan sosial pada
masyarakat petani
sistem kerja kegotong-royong dengan
suka rela menjadi dipekerjakan kepada
buruh, toleransi dan keakraban yang
terjalin antara anggota masyarakatpun
semakin berkurang dan perubahan dari
kelompok tani
203
54 Berkat dan
Revi Sunaryati
(2015)
Analisis Kepuasan
Petani Terhadap
Kegiatan
Penyuluhan
Pertanian
Sama-sama meneliti
tentang kegiatan
penyuluhan
pertanian
Untuk mengetahui kepuasan
petani terhadap kegiatan
penyuluhan pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepuasan petani tentang extesion
kegiatan usaha tani telah puas kategori.
Dimensi dari kualitas layanan yang nyata,
keandalan, responseiveness, jaminan dan
empati, adalah korelasi positif dengan
kepuasan petani
55 Ati
Musaiyaroh
(2016)
Pertanian sebagai
kearifan lokal
propinsi Jawa timur:
pendekatan vector
Autoregression (var)
Sama-sama meneliti
tentang pertanian
Tingkat keterpengaruhan dari
kearifan lokal provinsi
Jawa Timur yang merupakan
daerah agraris.
hasil penelitian menunjukkan bahwa
variabel yang memiliki kontribusi
terbesar tehadap produktivitas padi
adalah jumlah penduduk Jawa Timur
56 Jakaria S.
Masuku (2017)
Interaksi Sosial:
Studi Kasus
Perubahan Sosial
Sama-sama meneliti
tentang perubahan
yang terjadi pada
masyarakat petani
Untuk mendeskripsikan proses
perubahan sosial yang terjadi
pada petani Jawa dan petani
lokal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
interaksi yang dibangun antara etnis Jawa
dan etnis lokal membawa perubahan
terhadap petani Jawa dan masyarakat
Mangoli. Dampak interaksi di kalangan
etnis jawa yaitu dapat bertani di atas
lahan masyarakat lokal. Sedangkan
dampak untuk etnis lokal yaitu
memperoleh pengalaman dalam
berusahatani. Fakta tersebut
menunjukkan adanya perubahan sosial
sebagai akibat interaksi.
57 Mohammad
Mulyad
(2015).
Perubahan sosial
masyarakat agraris
ke masyarakat
industri dalam
Sama-sama meneliti
tentang perubahan
yang terjadi
masyarakat petani
Untuk mengetahui perubahan
sosial yang terjadi pada
masyarakat agraris ke
masyarakat industri dalam
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
proses perubahan dapat menuju ke arah
kemajuan di mana dapat
menguntungkan serta meningkatkan
204
pembangunan
masyarakat
pembangunan masyarakat di
Kecamatan Tamalate Kota
Makassar
kesejahteraan sosial masyarakat. Namun,
tidak menutup kemungkina perubahan
dapat berupa kemunduran di mana
dapat merugikan kehidupan sosial
masyarakat yang biasanya tidak
dikehendaki. Kesemua perubahan-
perubahan tersebut membawa dampak
yang berbeda-beda bagi kehidupan
masyarakat.
58 Thopilus
Aisnak (2018)
Strategi Pemerintah
Desa Dalam
Pemberdayaan
Masyarakat Tani
Sama-sama meneliti
tentang upaya
pemerintah untuk
memberdayakan
masyarakat tani
Mengetahui tentang penerapan
strategi pemerintah desa dalam
pemberdayaan masyarakat tani
di Desa Banjarejo
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemerintah desa hanya memiliki strategi
yang berorientasi pada infrastruktuktur
seperti pembuatan Jalan menuju
Sawah/kebun dan kegiatan penyuluhan
pertanian. Namun pemerintah desa belum
memiliki strategi dalam penguatan
kapasitas kelompok tani dalam
pengelolaan potensi alam yang tersedia di
desa banjarejo untuk kesejahteraan
petani.
59 Suharyanto
dkk (2015)
Faktor Penentu Alih
Fungsi Lahan Sawah
Di Tingkat Rumah
Tangga Petani
Sama-sama meneliti
tentang faktor yang
terjadi pada
masyarakat petani
akibat dari padatnya
lahan sawah
mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab alih fungsi lahan
sawah di tingkat wilayah dan
rumah tangga petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju
pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) non pertanian, produksi
padi, penduduk, hotel dan akomodasi
lainnya dan Nilai Tukar Petani (NTP)
memberikan pengaruh nyata terhadap
laju konversi lahan sawah. Adanya
peraturan daerah terkait Rencana Tata
205
Ruang Wilayah (RTRW) juga tidak
berpengaruh terhadap laju alih
60 Iskandar
Hamid dkk
(2018)
Alih Fungsi Lahan
Dan Perubahan
Struktur Okupasi
Sama-sama meneliti
tentang dampak dari
padatnya lahan
pertanian
Penelitian ini Mengidentifikasi
sifat dari alih fungsi lahan yang
menyebabkan perubahan
struktur okupasi petani yang
terjadi di Desa Namlea dan
menganalisis faktor yang
mempengaruhi petani akibat
proses urbanisasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Proses pengkotaan yang terjadi tidak
serta merta hanya terjadi pada masalah
lahan pertanian, perubahan alih fungsi
lahan dan kepemilikan, pergeseran
struktur okupasi serta perubahan sosial
ekonomi petani menjadi permasalahan
penting dari apa yang bisa kita lihat di
Desa Namlea.
61 Siti Latifah
(2013)
Perkembangan Kota
Pinggiran
(Dampak Alih
Fungsi Lahan
Pertanian menjadi
Perumahan Elit )
Sama-sama meneliti
tentang lahan
pertanian
Penelitian ini lebih ke
mengetahui dampak alih fungsi
lahan petanian menjadi
perumahan elit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perkembangan kota pinggiran Gunung
Anyar Tambak semakin berkembang.
Mulai dari adanya pembangunan jalan,
penerangan jalan, perumahan elit dan
pusat study pelayaran yang dibangun
secara bertahap. Dampak yang muncul
akibat pembangunan perumahan, bagi
masyarakat setempat memberikan
pengaruh positif dibidang ekonomi,
peluang usaha banyak muncul setelah
pembangunan daerah Gunung Anyar
Tambak. Hubungan masyarakat asli
dengan masyarakat perumahan tidak erat,
selain itu kerja sama mulai memudar
dengan adanya persaingan usaha yang
ada di lingkungan Gunung Anyar
206
Tambak. Kondisi demikian menjadikan
masyarakat kampung semakin
terpinggirkan dengan adanya perumahan
elit yang ada di Gunung Ayar Tambak.
62 Dhanang Eka
Putra (2017)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
petani dalam
melakukan alih
fungsi lahan
Sama-sama
meneneliti tentang
masyarakat petani
dan lahan pertanian
Mengestimasi faktor-faktor
yang mempengaruhi petani
dalam mengalih fungsikan
lahan sawah digunakan analisis
regresi logistik
Hasil menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan petani
untuk melakukan alih fungsi lahan
dipengaruhi oleh tingkat umur dan
produktivitas lahan. Luas lahan yang
mengalami alih fungsi lahan paling
banyak adalah dibawah 0,5 hektar dan
penggunaan hasil dari alih fungsi lahan
adalah untuk bangun rumah, ditabung,
membeli rumah, modal bengkel, biaya
sekolah anak, buat kosan, membeli sawah
kembali dan memperbaiki rumah.
63 Hossaimah,
Slamet Subari
(2017)
Percepatan Alih
Fungsi (Konversi)
Lahan Pertanian Ke
Non Pertanian
Sama meneliti
tentang fungsi lahan
pertanian dan
pedapatan petani
Menganalisis perkembangan
alih fungsi lahan dari tahun
2006-2016 dan menganalisis
hubungan faktor ekonomi,
faktor sosial dan peran
pemerintah terhadap alih
fungsi lahan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
selama tahun 2009-2015 terjadi
perubahan fungsi lahan tegal menjadi
pemukiman pada tahun 2011 sebesar 1,46
Ha untuk tempat tinggal, tempat usaha
dan layanan umum. Faktor - faktor yang
memiliki hubungan dengan alih fungsi
lahan yaitu produktivitas lahan;
peruntukan lahan, asal lahan, perubahan
perilaku, hubungan lahan dengan
pemilik; dan pengurusan izin. Saran dari
penelitian ini adalah memberikan arahan
207
tentang pentingnya pertanian agar tetap
eksis; Penegasan mengenai aturan tata
guna lahan batas (land use); Mempersulit
izin bagi mereka yang akan mengalih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian
64 Puji hardati
(2013)
Pertumbuhan
penduduk dan
struktur
lapangan pekerjaan
di jawa tengah
Pertumbuhan
penduduk
Pertumbuhan dan struktur
lapangan pekerjaan penduduk
di Jawa Tengah
Hasil analisis menunjukkan bahwa
selama lima dasa warsa terakhir angka
pertumbuhan penduduk di Jawa Tengah
telah mengalami penurunan yang cukup
signifikan. Meskipun angka pertumbuhan
mengalami penurunan sampai mencapai
kurang dari satu persen setiap tahun,
masih terjadi peningkatan angka
pengangguran terbuka.
65 Magdalena
Sitindaon
(2017)
Analisis Potensi
Ekspor Hasil
Pertanian Tanaman
Pangan di
Kabupaten Pati
Hasil pertanian Menganalisis potensi ekspor
hasil pertanian tanaman pangan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
komoditi pertanian tanaman pangan di
Kabupaten Pati yang berpotensi ekspor
yaitu tanaman ubi kayu dan kacang hijau
66 Arum
Siwiendayanti
(2011)
Keterlibatan dalam
aktivitas pertanian
dan keluhan
kesehatan wanita
usia subur
Aktivitas pertanian
masyarakat petani
Menganalisis praktek
keterlibatan dalam aktivitas
pertanian dan keluhan
kesehatan pada wanita usia
subur (WUS) di daerah
pertanian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari
praktek keterlibatan dalam aktivitas
pertanian, wus di daerah tergolong rentan
terhadap pajanan pestisida. Simpulan
penelitian, dilihat dari keluhan kesehatan
secara subyektif dan pemeriksaan kondisi
kesehatan secara umum, belum ada
gangguan kesehatan/penyakit serius yang
dialami oleh wus secara subyektif, namun
208
telah ditemukan 20 wus yang mengalami
kejadian gangguan fungsi hati.
67 Asma Luthf
(2010)
Akses dan kontrol
perempuan petani
penggarap pada
Lahan pertanian ptpn
ix kebun merbuh
Petani penggarap
pada lahan pertanian
Menjelaskan tentang akses dan
kontrol perempuan petani
penggarap pada lahan PTPN
IX
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
akses dan kontrol perempuan petani
penggarap pada lahan PTPN IX masih
lemah jika dibandingkan dengan laki-
laki, meski mereka memainkan banyak
peran domestik dan publik. Kondisi ini
membuat perempuan masih terpinggirkan
dalam produski pertanian serta masih
mengalami beban ganda dalam
kehidupan mereka.
68 Grita Gusti
Gandi
(2017
Jaringan sosial
petani d
Alam sistem ijon
pada pertanian di
Desa pagenteran
kecamatan pulosari
kabupaten
pemalang
Masyarakat petani mengetahui jaringan sosial pet
ani dalam
pelaksanaan sistem ijon pada
masyaraka
Hasil penelitan menunjukkan bahwa
Mekanisme berjalannya sistem ijon
diawali dengan peminjaman dalam
petani kepada tengkulak yang
membuat terjadinya keterikatan pada
setiap aktor. Keterikatan yang terjadi
dalam sistem ijon adalah keterikatan
ekonomi dan keterikatan
budaya
69 Wahyu (2011) Adaptasi petani di
kalimantan selatan
Masyarakat petani Mengkaji antropologi
transmigrasi, terutama tentang
kemampuan adaptif
transmigran di lokasi baru
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kemampuan adaptif transmigran tidak
hanya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan hidup fisik tempat baru yang
ditinggali, juga darimana mereka berasal
tetapi juga oleh faktor-faktor sosial
ekonomi dan budaya yang telah menjadi
209
bagian hidup mereka.
70 Juhadi (2013) Sistem pertanian
kebun campuran
berkelanjutan
berbasis teknologi
tradisional
Teknologi pertanian Peran masyarakat lokal dalam
pengelolaan
sumberdaya lahan
Hasil penelitian menunjukan bahwa
keberadaan repong damar sangat
berhubungan erat dengan teknologi
(tradisional) yang dimiliki, dipahami dan
dipraktekkan oleh penduduk setempat
secara turun temurun. Segala hal yang
berkaitan dengan pemanfaatan dan
pengelolaan repong damar
dilakukan berdasarkan perhitungan dan
pertimbangan secara teliti, terutama
dalam perolehan lahan, penanaman,
perawatan, dan pemanenan hasil sehingga
repong damar terus dapat memberikan
kontribusi baik secara ekonomis maupun
ekologis.
71 Yulianto
(2013)
Analisis keputusan
tenaga kerja
perdesaan
melakukan
Migrasi sektoral di
luar pertanian
Sektor pertanian dan
jumlah tenaga kerja
Fenomena migrasi sektoral
tenaga kerja perdesaan usia
produktif yang didominasi oleh
arus migrasi dari sektor
pertanian ke sektor di luar
pertanian dapat dikatakan
sudah merata terjadi di wilayah
Jawa Tengah
Hasil penelitian menunjukkan dan
menjelaskan alasan tenaga kerja
perdesaan usia produktif melakukan
migrasi sektoral di luar pertanian.
72 Yana Puspita
Kristiana
(2015)
Analisis pengeluaran
pemerintah, tenaga
kerja dan
Kebijakan renstra
Sektor pertanian faktor diatas terhadap PDRB
sektor pertanian di Provinsi
Jawa Tengah.
Hasil analisa data
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Variabel pengeluaran pemerintah sektor
pertanian (EXPD) berpengaruh positif
signifikan
210
terhadap pdrb sektor
pertanian
menunjukkan variabel
pengeluaran pemerintah,
tenaga kerja sektor pertanian
dan kebijakan RENSTRA
DIRJEN Prasarana dan Sarana
Pertanian berpengaruh
terhadap PDRB
sektor pertanian
terhadap PDRB sektor pertanian di
Provinsi Jawa
Tengah tahun 2008 – 2013. Serta variabel
tenaga
kerja sektor pertanian (TK) berpengaruh
negatif
signifikan terhadap PDRB sektor
pertanian di Provinsi Jawa Tengah tahun
2008-2013. Dan kebijakan RENSTRA
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana
Pertanian pada periode 2005-2010 dan
2011-2014 mempunyai pengaruh
terhadap PDRB sektor pertanian di
Provinsi Jawa Tengah 2008 – 2013
73 Pukuh Ariga
Tri Yanutya
(2013)
Analisis pendapatan
petani tebu Di
kecamatan jepon
kabupaten blora
Pendapatan
masyarakat petani
Memberikan
sumbangan informasi dan
rekomendasi dalam kegiatan
usahatani tebu di Kecamatan
Jepon Kabupaten Blora.
Hasil penelitian diperoleh menunjukan
bahwa secara bersama-sama luas lahan,
modal, biaya tenaga kerja, tingkat
pendidikan, umur, dan harga berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
pendapatan petani tebu di Kecamatan
Jepon dibuktikan dari hasil uji F sebesar
11,45156 dan nilai prob. F-hitung
(0,000000) < alpha 10 %. Nilai R2 =
0,593809 berarti bahwa 59,3809 persen
kemampuan variasi himpunan variabel
bebas (independen) yang digunakan
dalam model ini dapat menjelaskan
variasi pendapatan petani tebu di
211
Kecamatan Jepon.
74 Ratna
Tunjungsari
(2014)
Analisis Produksi
Tebu Di Jawa
Tengah
Luas lahan pertanian
mempengaruhi
pendapatan petani
Luas lahan, pupuk dan tenaga
kerja sesuai dengan teori
sedangkan bibit tidak sesuai
dengan teori.
Hasil penelitian menunjukkan secara
statistik dapat diketahui bahwa pada
tingkat signifikansi 0,05 variabel luas
lahan, jumlah pupuk, dan jumlah tenaga
kerja yang dipakai mempunyai nilai
signifikansi (prob) lebih kecil dari 0,05
yang berarti bahwa ketiga variabel ini
secara statistik berpengaruh signifikan
terhadap jumlah produksi tanama tebu di
Jawa Tengah. Sementara itu, variabel
jumlah bibit (karena nilai signifikansinya/
prob lebih besar dari 0,05) secara statistik
tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi tebu.
75 Umi darojah
(2012)
Perubahan struktur
sosial ekonomi dari
ekonomi
Pertanian ke
ekonomi industri
Pertanian dan
masyarakat petani
Strukur sosial ekonomi
masyarakat Desa
Kubangwungu
Ketika masih berbasis
pertanian, m
Hasil penelitian menunjukan bahwa
masuknya industri ke desa membawa
pergeseran sosial ekonomi pada
masyarakat terutama kegiatan ekonomi
masyarakat Desa Kubangwungu dan
pendapatan masyarakat. Saran penulis
adalah para pengrajin dapat membina
sikap mental lingkungan masyarakat,
perlu dilakukan reorientasi konsep
penyuluhan, masyarakat lebih berhemat
dengan cara menabung.
76 Puji Hardati
(2014)
Respon Keluarga
Pemilik Sawah
Menganalisis
dampak dari involusi
Menelaah faktor-faktor
konversi lahan sawah yang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
respon keluarga pemilik sawah
212
Terhadap
Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan
pada petani dimiliki petani terhadap PLP2B tergolong negatif
(63,64%). Faktor-faktor konversi lahan
sawah yang dimilik diantaranya lokasi
lahan, kebutuhan ekonomi, kebutuhan
bangunan, pengetahuan keluarga pemilik
sawah, dan adanya pembangunan pabrik.
Kepadatan penduduk agraris di
Kabupaten Pemalang tergolong rendah,
dimana persebarannya hampir seluruh
wilayah di kabupaten tersebut memiliki
kepadatan penduduk kurang dari 13
jiwa/Ha.
77 Puji hardati
(2014)
Pola keruangan
keterkaitan sektor
pertanian dengan
non pertanian dan
Konsekuensinya
pada strategi
Penghidupan
rumahtangga di
kabupaten semarang
Menganalisis
kehidupan petani
akibat involusi
pertanian
Mengkaji Penghidupan Dan
Strategi Penghidupan Pada
Tingkat Rumahtangga petani
dan nonpetani
Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
pada sektor pertanian dan nonpertanian
mempunyai pola mengelompok dan pola
acak. Pola mengelompok terjadi pada
kombinasi pertanian lahan kering
ruminansia dan lahan tegal perikanan
darat sedangakan Pada sektor non-
pertanian, pola mengelompok terjadi
pada tipe diversifikasi perdesaan
berasossiasi dengan industri menengah
besar, industri kecil rumahtangga, dan
perdagangan; pola acak terjadi pada tipe
diversifikasi perdesaaan berasosisasi
dengan pariwisata; keadaan tersebut
terkait dengan aksesibilitas wilayah yang
tinggi
213
78 Puji Hardati
(2017)
Pengentasan
Kemiskinan Di
Perdesaan Studi
Kasus Pada Industri
Rumah Tangga
Bahan Bangunan Di
Kabupaten Boyolali
Kemiskinan pada
penduduk
Pengentasan kemiskinan
melalui kegiatan industri
rumah tangga bahan bangunan
di perdesaan diharapkan dapat
membantu mengurangi angka
pengangguran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
melalui kegiatan industri rumah tangga
bahan bangunan dapat membantu
pengentasan kemiskinan di perdesaan,
kegiatan tersebut dapat menyerap 1,19
persen dari jumlah penduduk usia kerja
yang ada di Kabupaten Boyolali. Dan
memberikan sumbangan terhadap
pendapatan keluarga sebesar 55,75
persen, serta 44,44 persen terhadap
pengeluaran keluarga.
79 Natalia dan
Puji Hardati
(2016)
Pengaruh Alih Guna
Lahan Sawah Ke
Non Sawah
Terhadap Perubahan
Matapencaharian
Dan Aset Keluargadi
Kecamatan Bawen
Menganalisis
penggunaan lahan
masyarakat petani
Untuk menentukan tingkat
penggunaan lahan pertanian
(ladang) ke non-pertanian
(padi)
Hasil penelitian menujukkan bahwa laju
transfer ke Bawen tertinggi di kabupaten
terjadi pada tahun 2007, yaitu sebesar
24,65% dan menurun lagi sebesar
10,99% pada tahun 2010. Tingkat
transfer ke desa Samban yaitu sebesar
7,90%, sementara menggunakan
perubahan tarif di Sub Harjosari yaitu
9,83%.
80 Puji hardati
(2014)
Struktur mata
pencaharian
penduduk dan
diversifikasi
Perdesaan di
Kecamatan Tengaran
Kabupaten
Semarang
menganalisis mata
pencaharian
penduduk pendesaan
Untuk mengetahui sturktur
mata pencaharian penduduk
dan diversifikasi perdesaan di
Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menujukkan bahwa
Sektor pertanian masih menjadi
primadona dalam kegiatan perdesaan.
Sudah ada pergeseran ke sektor industri
dan jasa, walaupun angkanya sangat
kecil. Sektor jasa yang dominan adalah
buruh industri, bangunan, dan angkutan.
Diversifikasi perdesaan telah
214
berlangsung, dengan indeks diversifikasi
sebesar 4,4. Secara spatial indeks
diversifikasi tidak sama atau sangat
beragam. Desa-desa dengan struktur mata
pencaharian yang beragam memiliki
indeks diversifikasi lebih tinggi.
162
163
164