Download - MODUL 3 Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN
A. SKENARIO
Seorang laki-laki umur 79 tahun dibawa ke Puskesmas dengan keluhan selalu buang air
kecil sedikit-sedikit. Namun walaupun buang air kecilnya berlansung lama, tetapi selesai buang
air kecil ia merasa tidak puas. Keadaan ini dialaminya 5 hari yang lalu. Selama ini penderita ber-
jalan tidak stabil, karena keluhan pada lututnya yang sering sakit dan bengkak. Menurut keluar-
ganya, setahun terakhir ini, pembawaan bapak ini selalu marah dan sering lupa setelah menger-
jakan sesuatu yang baru saja dilakukannya. Sejak 7 tahun terakhir ini penderita mengkomsumsi
obat-obatan kencing manis, tekanan darah tinggi, jantung dan rematik. Tiga tahun yang lalu pen-
derita mendapat serangan stroke.
B. KATA KUNCI
• Laki-laki, 79 tahun
• Buang air kecil sedikit-sedikit dan rasa tidak puas setelah BAK, sejak 5 hari yang lalu.
• Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak
• Sering lupa dan marah
• Riwayat konsumsi obat-obatan DM, HT, jantung dan rematik, 7 tahun terakhir
• Riwayat stroke 3 tahun lalu
C. PERTANYAAN
1. Jelaskan proses diuresis normal!
2. Jelaskan definisi, etiologi, dan pembagian inkontinensia urin!
3. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan riwayat penyakit dengan keluhan utama!
4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
5. Jelaskan penatalaksanaan yang sesuai pada scenario!
6. Jelaskan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada orang tua (analisis masalah)!
BAB II
ISI
1. Jelaskan proses diuresis normal!
Jawab:
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas-protein men-
embus kapiler glomerulus ke dalam kapsula bowman. Proses ini, yang dikenal sebagai fil-
trasi glomerulus, yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Setiap hari
rata-rata terbentuk 180 liter (sekitar 47,5 galon) filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi). 1
Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dikemba-
likan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan-bahan yang bersifat selektif dari
bagian dalam tubulus (lumen tubulus) ke dalam darah, ini disebut sebagai reabsorbsi tubu-
lus. Zat-zat yang direabsorbsi tidak keluar dari tubuh melalui urine, tetapi diangkut oleh
kapiler peritubulus ke sistem vena dan kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. 1
Dari 180 liter plasma yang difiltrasi tiap hari , rata-rata 17,8 liter diserap kembali, dengan
1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara
umum, zat-zat yang perlu disimpan oleh tubuh akan secara selektif di reabsorbsi, sedangkan
zat-zat yang tidak dibutuhkan dan perlu dieliminasi akan tetap berada dalam urin.1
Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus, yang mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari
darah kapiler peritubulus kedalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah
untuk masuk kedalam tubulus ginjal. Cara pertama zat berpidah dari plasma ke dalam lumen
tubulus adalah melalui proses filtrasi glomerulus. Namun, hanya sekitar 20 % dari plasma
yang mengalir melalui kapiler glomerulus disaring kedalam kapsula bowman. 80% sisanya
terus mengalir melalui arteriol eferen kedalam kapiler peritubulus. Beberapa zat mungkin se-
cara diskriminatif dipindahkan dari plasma kedalam kapiler peritubulus ke dalam lumen
tubulus melalui mekanisme sekresi tubulus. Sekresi tubulus menyediakan suatu mekanisme
yang dapat lebih cepat mengeliminasi zat-zat tertentu dari plasma dengan mengekstraksi
lebih banyak zat tertentu dari 80% plasma yang tidak difiltrasi di kapiler peritubulus dan
menambahkan zat yang sama ke jumlah yang sudah ada di dalam tubulus akibat proses fil-
trasi.1
Ekskresi urin mengacu pada eliminasi zat-zat dari tubuh di urin. Proses ini bukan suatu
proses terpisah , tetapi merupakan hasil dari ketiga proses pertama. Semua konstituen
plasma yang mencapai tubulus yaitu, yang difiltrasi atau disekresi tetapi tidak direabsorbsi
akan tetap berada di dalam tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal untuk di ekskresikan seba-
gai urin.1
2. Jelaskan definisi, etiologi, dan pembagian inkontinensia urin!
Jawab:
Inkontinensia urin adalah keluarnya urin tanpa disadari akibat ketidakmampuan seseorang
menahan urin keluar.2
1. Tipe- tipe inkontinensia
Inkontinensia dibagi menjadi 2 tipe yaitu akut dan kronik.
a. Inkontinensia yang terjadi secara akut, yang biasanya reversiblel. Inkonti-
nensia yang terjadi secara akut ini, terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan den-
gan sakit yang sedang diderita atau masalah obat-obatan yang digunakan
( iatrogenic ). Inkontinensia akan membaik, bila penyakit akut yang diderita sembuh
atau obat penyebab dihentikan. Inkontinensia yang akut dan biasanya reversible, an-
tara lain: 2,3,4
D : Delirium
R : Retriksi mobilitas, retensi
I : Infeksi, inflamasi, impaksi feses
P : Pharmasi (obat-obatan), poliuri b. Inkontinensia yang menetap/kronik/persisten, tidak berkaitan dengan
penyakit-penyakit akut ataupun obat-obatan, dan inkontinensia ini berlangsung lama.
Inkontinensia yang persisten/kronik, dapat dibagi menjadi 4 tipe : 2,3,4
- Stress Inkontinensia
Pengeluaran urin pada saat terjadi peningkatan tekanan intraabdominal, misalnya :
batuk, ketawa, bersin. Ini terjadi karena sfinger uretra tidak bisa mempertahankan
tekanan intrauretra saat tekanan intra vesika meningkat.
- Urge Inkontinensia
Ketidakmampuan menunda kemih karena kontraksi tiba-tiba dan kuat m.detrusor.
akibatnya pengeluaran urin sering dan lebih banyak.
- Overflow Inkontinensia
Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan volume urine di bul-buli melebihi
kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena buli-buli tidak mampu
lagi mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar.
- Fungsional inkontinensia
Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di toilet sehingga urin keluar tanpa da-
pat ditahan. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin sedikit-sedikit dan disertai
adanya rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya merupakan pertanda
adanya urin sisa. Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat DM,
hipertensi, jantung dan rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beber-
apa kemungkinan penyakit yang menyebabkan pasien tersebut mengalami inkon-
tinensia urin.
2. Etiologi dari inkontinensia urin
Stress Inkontinensia2,3,4
- Kelemahan otot-otot dasar panggul yang menopang buli-buli dan urethra khususnya
pada ♀ yang sering melahirkan atau yang sering mengedan / batuk-batuk khronis
- Kelemahan otot-otot urethra krn trauma, neurologis (DM, multiple sclorosis)
- Kelemahan spinchter urethra pd operasi prostat/TUR-P atau pemasangan kateter yang
lama
Urge Inkontinensia (Hyperaktive Bladder) 2,3,4
- Biasa pada infeksi : urethritis akuta,cystitis akuta
- Hypertonic neurogenic bladder
- Benda asing dalam buli-buli
- Buli-buli yang kecil :tbc buli-buli, cystitis interstitial
Overflow Inkontinensia2,3,4
- Biasa pada obstruksi parsial urethra à dekompensasi buli-buli misalnya à flaccid neu-
rogenic bladder
- Pembesaran prostat (BPH, Ca.Prostat)
- Hipotonia bladder :dysfungsi myoneural lokal
- Hipotonia bladder senilis, coma
- Menahan kencing sampai over relaksasi
Inkontinensia Fungsional2,3,4
Faktor-faktor yang memudahkan inkontinensia pada usia lanjut. Dengan bertambah tua
terjadi perubahan anatomi dan fungsi saluran kemih dan dasar panggul.
a. Otot-otot dasar panggul melemah akibat :
- Kehamilan/partus berkali-kali
- Mengedan dan batuk khronis
b. Kontraksi-kontraksi/gerakan abnormal dari otot-otot dinding buli-buli (hyper reflexi)
kadang-kadang urine yang sedikit. Bisa karena :
- Infeksi à Sering pd wanita lansia
- Obstruksi parsiel pd à♂ gampang infeksi
c. Berkurangnya hormon estrogen pada ♀ lansia à kelemahan otot-otot panggul dan
urethra memudahkan infeksi
d. Pembesaran prostat pd ♂ lansia à urine sisa decompensasi otot-otot buli-buli à
inkontinensia overflow
Dalam keadaan seperti diatas à lebih gampang lagi inkontinensia bila timbul pd lansia ini.
• Infeksi saluran kemih
• Diabetes melitus
• Kesadaran menurun
• Konsumsi minuman tertentu seperti kopi, soft drink, teh manis sp alkohol
• Gangguan neurologis : stroke, gangguan motor neuron
3. Jelaskan hubungan riwayat pengobatan dan riwayat penyakit dengan keluhan utama!
Jawab:
Obat DM
Dalam scenario dikatakan bahwa pasien sudah mengonsumsi obat-obatan diabetes
melitis selama 7 tahun, sehingga kemungkinan pasien sudah mendapatkan komplikasi vas-
cular kronik (jangka panjang) baik itu mikroangiopati maupun makroangiopati. Mikroan-
giopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina
(retinopati diabetic), glomerulus ginjal (nephropati diabetic), otot-otot dan kulit.3,5,6
Diabetik neuropati dapat menimbulkan efek negative terhadap traktus genitourinarius,
traktus intestinal, dan serebrovaskuler. Khususnya traktus urinarius efek dari neuropati dia-
betic yaitu hilangnya sensasi pada buli-buli yang akan menurunkan aksi/kontraksi dari
muskulus dertrusor sehingga terjadi kesulitan untuk mengosongkan buli-buli (neurogenic
bladder) karena hilangnya tonus akibat gangguan pada saraf perifernya sehingga mengaki-
batkan terjadinya overflow inkontinensia.3,5,6
Obat Hipertensi
Obat-obatan antihipertensi memiliki efek inkontinensia urin misalnya:3,6
a. Alfa bloker akan menghambat reseptor alfa 1 pada otot spinchter urethra interna sehingga
rangsangan simpatis tidak berpengaruh akibatnya otot spinchter urethra interna tetap bere-
laksasi sehigga inkontenensia terjadi.
b. Diuretic, contohnya furosemid menghambat Co-transport Na, K, Cl, sehingga akan
menarik air akibatnya jumlah cairan yang di buang menigkat terjadi inkontenensia.
c. ACE inhibitor contohnya kaptopril mempunyai efek samping batuk sehingga mening-
gikan tekanan intra abdominal menekan vesica urinaria terjadi stress inkontenensia.
d. Beta blokers, contohnya propanolol membuat efek menekan simpatis sehingga parasim-
patis menigkat menstimulasi M. detrusor untuk lebih berkontaksi sehingga terjadi inkon-
tenensia urin tipe urgensi.
Hipertensi yang kronik dapat mengakibatkan terjadinya stroke. Stroke di pembuluh
darah otak dapat menyebabkan iskemik di otak . Hal ini akan memberi efek kepada penu-
runan fungsi koordinasi, dalam skenario ini berpengaruh kepada koordinasi fungsi sfingter
uretra. Dengan demikian hipertensi dapat menimbulkan inkontinensia urin secara tidak lang-
sung. 3,6
Obat jantung
Kecenderungan seorang lansia untuk mengalami hipertrofi ventrikel kiri jantung
menyebabkan resiko terjadinya gagal jantung meningkat. Kegagalan jantung untuk mem-
ompa darah ke perifer menimbulkan peningkatan tahanan perifer yang akan memberi gejala
edema pada penderitanya. Edema dapat menyebabkan pasien mengalami frekunsi dan nok-
turia. Namun inkontinensia yang diakibatkannya bersifat akut sehingga tidak dapat dijadikan
sebagai kemungkinan penyebab inkontinensia sesuai skenario.5,6
Untuk mengatasi edema diberikan obat jenis diuretik. Obat-obatan jenis ini dapat
menyebabkan inkontinensia urin. Namun jenis inkontinensia urin dalam hal ini adalah re-
versibel/akut, sedangkan gejala pasien dalam skenario tergolong inkontinensia urin yang
persisten, tepatnya tipe overflow. Dengan demikian, kemungkinan inkontinensia urin akibat
obat dapat disingkirkan pada kasus ini.5,6
Obat rematik
Efek samping obat rematik, yaitu golongan NSAID. Obat ini merupakan agen anti
prostaglandin yang dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor untuk berkontraksi
dengan baik sehingga timbullah inkontinensia urin tipe overflow.5,6
Hubungan riwayat strok dengan inkontinensia urin
Stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan instibilitas dari otot-otot detrusor
kandung kemih, yang dipersyaragi oleh saraf parasimpatis, yang ada diotak (medulla
spinalis), dimana manifestasinya ditandai dengan pengeluaran urin diluar pengaturan
berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah banyak, karena ketidakmampuan menunda
berkemih, begitu sensasi penuhnya kandung kemih diterima oleh pusat yang mengatur
proses berkemih.5
Gejala yang ditimbulkan dari stroke berbeda-beda, tergantung tempat lesinya. Jika
dihubungakan dengan inkontinensi khususnya inkontinensia overflow. Terjadinya
inkontinensia tipe overflow, karena terjadi lesi /kerusakan pada korteks serebri dan
terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga ditandai dengan kebocoran / keluarnya
urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus karena kapasitas buli-buli melebihi normal.5
Pengaruh stroke terhadap gangguan miksi pasien tergantung dari lokasi lesinya.
• Korteks serebri
- jika lesi pada bagian frontal korteks serebri, akan menimbulkan rasa ketidakpuasan
pada saat miksi
- jika lesi pada bagian pre-sentral akan menyebabkan kesulitan pada awal miksi
- jika lesi pada bagian post-sentral akan menyebabkan kehilangan rasa/sensasi penuh
pada kandung kemih
• Batang otak
- Lesi UMN bilateral (pada traktus pyramidal) akan menyebabkan polimiksi dan inkonti-
nensia urin.
- Lesi LMN (lesi pada sacrum) akan menyebabkan aflaksid, atonik dari kandung kemih,
dimana terjadi pengeluaran miksi yang berlebihan (overflow) tanda adanya tanda-tanda
akan miksi.5
4. Jelaskan langkah-langkah diagnosis!
Jawab:
Anamnesis Lengkap
• Kapan urine keluar tanpa disadari : batuk atau rasa ingin kencing terus-terus
• Sering ngompol waktu tidur
• Penyakit-penyakit selama ini: DM, hipertensi, ISK, hematuri
• Operasi sebelumnya
• Obat-obat yang sering di konsumsi 3
Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum
• Abdominal : tumor, buli-buli teraba/tidak
• Genetalia externa
• Pemeriksaan neurologis
o Reflex ani dan Reflex bulbocavernosis
o Keadaan col.vertebralis
• Pemeriksaan meatus urethra sementara batuk/ mengedan wkt buli-buli sementara
penuh (Cough stress test)
• Urine sisa 3
Pemeriksaan penunjang
• Laboratorium
• Urinalisis : hematuri, pyuri, bakteri kultur
• Darah : Gula darah
• Fungsi ginjal
• PSA
• Pencitraan : USG Abdomen, BNO-IVP, urethro cystoscopi 3
Urinary diary
• Mengetahui seberapa hebat inkontinensia dan tipenya
• Mencatat tiap berapa jam kencing dan berapa banyak
• Berapa kali ada inkontinensia stres
• Rangsangan kencing yang terus dan tidak tertahankan 3
Urodynamic evaluation
• Melihat kekuatan detrussor, uroflow
• Diperlukan terutama bila terapi konservatif dan medikamentosa gagal 3
5. Jelaskan penatalaksanaan yang sesuai pada skenario!
Jawab:
Skala Prioritas :
I. Inkointinensia dan BPH
Konservatif
• Merubah pola hidup : mengatur waktu-waktu kencing
• Mengatur makanan/minuman.
• Memperkuat otot-otot dasar panggul (Kegel’s exercise)
• Latihan buli-bulià terutama overflow incontinence 2,5
Medikamentosa
Stres inkontinensia
• α1 adrenoceptor agonist, merangsang kontraksi bladder neck dan urethra
• Oestrogen, memperkuat otot urethra, sphincter dan otot dasar panggul ♀
• Serotonin
Urge inkontinensia
Antimuscarenic agent: - Menghambat kontraksi abnormal buli-buli
- Meningkatkan kapasitas buli-buli
Inkontinensia tipe overflow:
• Antagonis alfa
• Intervensi perilaku
- Bladder training. Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang
normal dengan tekhnik distraksi atau relaksasi sehingga frekuensi berkemih
hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali.
- Prompted voiding. Mengajari pasien mengenali kondisi inkontinensia mereka
serta dapat memberitahukan petugas bila ingin berkemih
• Kateter
Kateterisasi intermiten, yang dapat membantu mengatasi pasien dengan retensi
urin dan inkontinensia overflow akibat buli-buli yang tidak dapat berkontraksi den-
gan baik. 2,5
Pembedahan
• Bila konserfatif & medikamentousa gagal
• Tentukan tipe inkontinensia pasien tersebut
• Pada overflow (BPH) Lakukan pembedahan 2
II. Rematik
Penatalaksanaan rematik ditujukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya
inkotinensia tipe fungsional akibat keterbatasan pergerakan pasien dan inkontinensia tipe
overflow akibat penggunaan NSAIDs. Penggunaan NSAID dapat diteruskan dengan
memperhatikan dosis agar tidak menimbulkan gejala saluran cerna dan lebih
mengutamakan terapi konservatif seperti latihan ringan (aktif atau pasif) dengan terlebih
dahulu menggunakan kompres panas untuk menghilangkan nyeri. Aman digunakan
dengan alfa blocker. 2,5
III. Jantung dan Hipertensi
Untuk penyakit tersebut dapat digunakan alfa-blocker karena prostat juga
mempunyai reseptor alfa pada bagian muskularnya sehingga penggunaan obat ini dapat
menghilangkan gejala obstruksi maupun iritatif pada penderita. Obat ini juga efektif
untuk resistensi insulin dan dislipidemia serta tidak berinteraksi dengan NSAID sehingga
cocok diberikan bersama obat rematik. Selain itu faktor gizi juga perlu diperhatikan
misalnya kurangi makanan yang mengandung lemak jenuh misalnya gorengan dengan
menggantinya dengan lemak tak jenuh misalnya ikan, kemudian mengurangi konsumsi
garam yang dapat mencetuskan terjadinya hipertensi, serta konsumsi mikronutrien seperti
vitamin C. Dimana vitamin C selain sebagai antioksidan yang dapat menangkal radikal
bebas, vitamin C juga membantu meningkatkan absorbsi Fe sehingga dapat menurunkan
resiko terjadinya atherosklerosis.2,4,5
IV. Diabetes mellitus
Penyakit ini dapat disebabkan riwayat pengunaan obat. Sehingga dibutuhkan
penanganan seperti diet, olahraga, menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok,
konsumsi alcohol, obat antidiabetik (glipizid, gliburid), serta memerlukan insulin bila
obat tidak berhasil. Tujuannya : mengontrol gula darah normal sehingga pasien tidak
masuk dalam keadaan hiperglikemik. Juga perlu di perhatikan efek obat yang nanti
diberikan karena bisa membuat hipoglikemik. 4,5
V. Stroke
Gejala yang ditimbulkan dari stroke seperti disebutkan sebelumnya berbeda-beda,
tergantung tempat lesinya. Jika dihubungakan dengan inkontinensi khususnya
inkontinensia overflow. Terjadinya inkontinensia tipe overflow, karena terjadi lesi
/kerusakan pada korteks serebri dan terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga
ditandai dengan kebocoran / keluarnya urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus
karena kapasitas buli-buli melebihi normal.5
VI. Demensia
Ada 3 pendekatan terapi :
1. Pendekatan psikososial. Misalnya, care giver à mengoptimalkan kemampuan yg
masih ada, memperbaiki kualitas hidup, mengurangi stress.
2. Terapi perilaku à psikoterapi + psikofarmaka :
• Depresi à antidepresan (SSRI, trazodon)
• Antiansietas (short acting benzodi-azepin mis. Lorazepam)
• Batasi penggunaan neuroleptik
3. Terapi terhadap demensia :
• Inhibitor kholinesterase: Donepezil dosis 5 mg – 10 mg/hr
• Neuroprotectan : Estrogen, antiinflamsi, antioksidan vit.E.2
Penatalaksanaan pada inkontinensia urine.
Telah dikenal beberapa modalitas terapi dalam penatalaksanaan pasien dengan
inkontinensia urin. Umumnya berupa tatalaksana non farmakolgis, farmakologis, maupun
pembedahan. 3
Terapi farmakologis umumnya memakai obat-obatan dengan efektivitas dan efek
samping berbeda. Strategi pengelolaan optimal amat bergantung pada pasien, tipe inkon-
tinensia, dan manfaat tiap intervensi, serta ketepatan identifikasi penyebab inkontinensia
urine. 2,3
Terapi yang sebaiknya pertama kali dipilih adalah terapi nonfarmakologis se-
belum menetapkan menggunakan terapi farmakologis atau terapi pembedahan.Teknik ini
hanya sedikit mengandung risiko pada pasien dan bermanfaat menurunkan frekuensi
inkontinensia urine. Terapi utama dalam kelompok terapi non farmakologis dikenal seba-
gai Behavioral Therapies, yaitu berbagai intervensi yang diajarkan kepada pasien untuk
memodifikasi perilaku kesehariannya terhadap kontrol kandung kemih. Di sini terma-
suk:3,4,5
o Pengaturan diet dan menghindari makanan/minuman yang mempengaruhi pola
berkemih (seperti cafein, alkohol).
o Program latihan berkemih yaitu latihan penguatan otot dasar panggul (pelvic floor ex-
ercise, latihan fungsi kandung kemih (blandder training) dan program katerisasi inter-
mitten.
o Latihan otot dasar panggul menggunakan biofeedback.
o Latihan otot dasar panggul menggunakan vaginal weight cone therapy. Selain behav-
ioral therapies, dikenal pula intervensi lain, yaitu dan pemanfaatan berbagai alat bantu
terapi inkontinensia.
Kombinasi antara terapi medikamentosa dan intervensi non farmakologis mem-
berikan hasil pemulihan inkontinensia lebih baik. Penyulit terapi non farmakologis adalah
perlunya kooperasi pasien untuk bekerjasama. Bila kerjasama tak terjalin, maka terapi tak
akan berhasil. Oleh karenanya, diperlukan kecermatan dan ketelatenan tenaga medis dan
paramedis untuk meyakinkan pasien dengan memberikan informasi yang benar dan men-
dampingi serta mengevaluasi secara teratur, sampai pemulihan maksimal tercapai.3,4,5
Latihan Otot Dasar Panggul ( Pelvic Floor Exercise )/ Kegel Exercise Latihan otot
dasar panggul yaitu latihan dalam bentuk seri untuk membangun kembali kekuatan otot
dasar panggul. Otot dasar panggul tak dapat dilihat dari luar, sehingga sulit untuk menilai
kontraksinya secara langsung. Oleh karena itu, latihannya perlu benar-benar dipelajari,
agar otot yang dilatih adalah otot yang tepat dan benar. Keberhasilan akan dicapai bila:
1. Pastikan bahwa pengertian pasien sama dengan yang anda maksud
2. Latihan dilakukan tepat pada otot dan cara yang benar
3. Lakukan secara teratur, beberapa kali per hari
4. Praktekkan secara langsung pada setiap saat dimana fungsi otot tersebut diperlukan
5. Latihan terus, tiada hari tanpa latihan Sebagian pasien, sulit mengerjakan latihan ini.
Mereka mengasosiasikan kontraksi otot dasar panggul sebagai gerakan mengejan
dengan konsentrasi pada otot dasar panggul. Hal ini salah, dan akan menimbulkan inkon-
tinensia lebih parah lagi. Ada lagi yang mengartikannya sebagai gerakan mendekatkan
kedua bokong, mengencangkan otot paha dan saling menekankan kedua lutut di sisi ten-
gah. Gerakan ini takkan menghasilkan penguatan otot dasar panggul, melainkan meng-
hasilkan bokong yang bagus dan paha yang kuat.3,4,5
Program Latihan Dasar Kontraksi otot dasar panggul dilakukan dengan:
a. Cepat : Kontraksi-relaks-kontraksi-relaks-dst
b. Lambat : Tahan kontraksi 3-4 detik, dengan hitungan kontraksi 2-3-4-relaks, istirahat-
2-3-4, kontraksi-2-3-4 relaks-istirahat-dst. Latihan seri gerakan cepat disusul dengan ger-
akan lambat dengan frekuensi sama banyak. Misalnya, 5 kali kontraksi cepat, 5 kali kon-
traksi lambat. Latihan ini pun dikerjakan pada berbagai posisi, yaitu sambil berbaring,
sambil duduk, sambil merangkak, berdiri, jongkok, dll. Harus dirasakan bahwa pada po-
sisi apapun otot yang berkontraksi adalah otot dasar panggul. Jangan harapkan keberhasi-
lan akan segera muncul, karena otot dasar panggul dan otot sfingter yang lemah, serta tak
biasa dilatih, cenderung cepat lelah. Bila keadaan letih (fatig) tercapai, maka inkontinen-
sia akan lebih sering terjadi. Oleh karena itu perlu dicari titik kelelahan pada setiap indi-
vidu. Caranya, dilakukan dengan “trial and error”. Lakukan kontraksi dengan frekuensi
tertentu cepat dan lambat, misalnya 4 kali atau 5 kali atau 6 kali dan tentukan frekuensi
sebelum mencapai titik lelah dan otot menjadi lemah. Yang terakhir ini dapat dites den-
gan melakukan digital vaginal self asessment (vaginal toucher) yaitu, memasukkan dua
jari tangan setelah dilumuri jelly, ke dalam vagina. Coba buka kedua jari arah antero-pos-
terior dan minta pasien melawan gerakan tersebut dengan mengkontraksikan otot dasar
panggul. Pada jari pemeriksaan akan terasa tekanan, ini berarti kekuatan otot positif,
sekaligus dinilai, kekuatan tersebut lemah, sedang, atau kuat.
Dapat diajarkan kepada pasien agar dia mampu melakukan sendiri digital vaginal self
asessment. Bila fasilitas memenuhi, kekuatan otot dasar panggul dapat diukur dengan su-
atu alat tertentu. Awali latihan dengan frekuensi latihan kecil, yaitu 3, 4 dan 5 kali kon-
traksi setiap seri. Frekuensi kontraksi ini disebut dosis kontraksi dasar. Lakukan pada do-
sis awal, 10 seri perhari, sehingga bila kontraksi dasar adalah 4 kali, maka perhari di-
lakukan kontraksi 4 cepat, 4 lambat, 10 kali = 80 kali kontraksi per hari. Ingat, tiada hari
tanpa latihan. Dosis kontraksi dasar ditingkatkan setiap minggu, dengan menambahkan
frekuensi kontraksi 1 atau 2, tergantung kemajuan. Lakukan semua dengan perlahan, tak
perlu cepat-cepat. Pada akhir minggu ke IV, sebaiknya telah dicapai 200 kontraksi per-
hari. Pada awalnya, latihan terasa berat, tetapi kemudian akan terbiasa dan terasa ringan.
Sebagai parameter keberhasilan, dapat dipakai:3,4,5
• Frekuensi miksi perhari
• Volume vaginal assessment
Bladder Training Adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung
kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi optimal neurogenik
(UMN atau LMN), dapat dilakukan dengan pemeriksaan refleks-refleks:
1. Refleks otomatik Refleks melalui saraf parasimpatis S2-3 dansimpatis T12-L1,2, yang
bergabung menjadi n.pelvikus. Tes untuk mengetahui refleks ini adalah tes air es (ice
water test). Test positif menunjukkan tipe UMN sedangkan bila negatif (arefleksia)
berarti tipe LMN.
2. Refleks somatic Refleks melalui n.pudendalis S2-4. Tesnya berupa tes sfingter ani ek-
sternus dan tes refleks bulbokarvernosus. Jika tes-tes tersebut positif berarti tipe
UMN, sedangkan bila negatif berarti LMN atau tipe UMN fase syok spinal Langkah-
langkah Bladder Training: 1. Tentukan dahulu tipe kandung kencing neurogeniknya
apakah UMN atau LMN 2. Rangsangan setiap waktu miksi
3. Kateterisasi:
a. Pemasangan indwelling catheter (IDC) = dauer catheter IDC dapat dipasang dengan
sistem kontinu ataupun penutupan berkala (clamping). Dengan pemakaian kateter
menetap ini, banyak terjadi infeksi atau sepsis. Karena itu kateterisasi untuk bladder
training adalah kateterisasi berkala. Bila dipilh IDC, maka yang dipilih adala penu-
tupan berkala oleh karena IDC yang kontinu tidak fisiologis dimana kandung kenc-
ing yang selalu kosong akan mengakibatkan kehilangan potensi sensasi miksi serta
terjadinya atrofi serta penurunan tonus otot
b. Kateterisasi berkala Keuntungan kateterisasi berkala antara lain:
• Mencegah terjadinya tekanan intravesikal yang tinggi/overdistensi yang mengak-
ibatkan aliran darah ke mukosa kandung kencing dipertahankan seoptimal
mungkin
• Kandung kencing dapat terisi dan dikosongkan secara berkala seakan-akan
berfungsi normal
• Bila dilakukan secara dini pada penderita cedera medula spinalis, maka penderita
dapat melewati masa syok spinal secara fisiologis sehingga feedback ke medula
spinalis tetap terpelihara
• Teknik yang mudah dan penderita tidak terganggu kegiatan sehari-harinya
Latihan Otot Dasar Panggul dengan Biofeedback. Biofeedback sering diman-
faatkan untuk membantu pasien mengenali ketepatan otot dasar panggul yang akan di-
latih. Caranya adalah dengan menempatkan vaginal perineometer dan dapat dimonitor
melalui suara atau tampak kontraksi otot di kaca monitor. Pada penelitian, dibuktikan
oleh Shepherd bahwa kombinasi latihan otot dasar panggul dengan biofeedback,
meningkatkan keberhasilan penatalaksanaan inkontinensia (91 persen) dibandingkan
kelompok kontrol tanpa biofeedback (55 persen). Penyempurnaan biofeedback saat ini,
dapat sekaligus memonitor kontraksi dan relaksasi otot dasar panggul dan otot abdomen.
Bahkan biofeedback dapat digunakan di rumah, untuk latihan pasien inkontinensia.3,5
Latihan Otot Dasar Panggul Menggunakan Vaginal Weight Cone Therapy Vagi-
nal weight cone therapy adalah alat pemberat dengan berat antara 20 gr – 70 gr yang di-
masukkan ke dalam vagina. Pasien diminta berdiri, berjalan normal, selama 15 menit dan
harus menegangkan otot dasar panggul agar beban tersebut tidak jatuh. Dimulai dengan
beban ringan dan kemudian ditingkatkan latihan dilakukan dua kali perhari. Latihan
dievaluasi dibandingkan dengan pemulihan inkontinensianya. Tentu saja pada saat men-
struasi, latihan ini jangan dilakukan. Electrical stimulation (ES) Terapi stimulasi listrik
untuk inkontinensia mulai diperkenalkan pada masa kini, terutama untuk multiple lower
urinary tract disorders. Stimulasi ditujukan kepada syaraf sacral otonomik atau syaraf so-
matik yang secara spesifik. Hasil terapi tergantung dari utuh tidaknya jaras syaraf antara
sacral cord dan otot dasar panggul. Secara umum manfaat ES cukup baik, namun masih
perlu penelitian lebih lanjut.3,4
Alat Bantu Terapi Inkontinensia Banyak alat yang dirancang untuk membantu
mengatasi inkontinensia, antara lain:
Urinary Control Pad
Continence Shield
Urethral Occlusion Insert
Bladder Neck Prothesis
Vaginal Pessaries
Penile Cuffs and Clamps
Terdapat terapi primer sesuai dengan tipe inkontinensianya.
TIPE INKONTINENTIA TERAPI PRIMER
Stress Latihan kegel
Agonis adrenergic a
Estrogen
Injeksi periuretral
Operasi bagian leher kandung kemih
Urgensi Relaksan kandung kemih
Estrogen
Bladder training
Luber(overflow) Operasi untuk menghilangkan sumbatan
Bladder retraining
Kateterisasi intermiten/menetap
Fungsional Intervensi behavioral
Manipulasi lingkungan
Pads
• Jelaskan permasalahan-permasalahan yang terjadi pada orang tua!
Jawab:
ANALISA MASALAH
• Seorang laki-laki dengan usia 79 tahun akan mengalami berbagai perubahan pada
tubuhnya baik secara anatomis maupun fisiologis. Perubahan yang terjadi di system
urogenitalia antara lain :
- Hipertrofi prostate yang dapat menyebabkan penurunan aliran urin.
- Instabilitas motorik m. detrusor yang dapat menyebabkan inkontinensia overflow.
• Buang air kecil sedikit-sedikit, berlangsung lama, rasa tidak puas setelak BAK, sejak 5
hari yang lalu. Kemungkinan pasien mengalami inkontinensia urine. Inkontinensia urine
aadalah keluarnya urin secara tidak disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan social.
• Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak. Hal ini dapat menyebabkan pasien
mengalami kesulitan untuk mencapai kamar mandi, sehingga dapat menyebabkan
inkontinensia fungsional dengan syarat tidak terdapat kelainan di traktus urinarius
melainkan perubahan fisik ataupun kognitif.
• Sering lupa dan marah (demensia). Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan pada
susunan SSP yang kemudian akan mengakibatkan inkontinensia.
• Riwayat komsumsi obat-obatan kencing manis, Tekanan darah tinggi, jantung dan
rematik, 7 tahun terakhir. Dimana konsumsi obat-obatannya yang terlalu banyak yang
bisa saja fungsi kerjanya bersfat antagonis atau obat tersebut ada yang mengganggu
fungsi kerja dari obat yang lain.
• Stroke 3 tahun yang lalu. Pada kondisi tersebut kita dapat menganalisa bahwa telah terjadi
kerusakan pada susunan saraf penderita yang akan mengakibatkan terjadinya
inkontinensia urin.
HASIL ANALISA
1. Perubahan-perubahan fisiologis terkait proses menua pada saluran kemih bawah
1) Kandung kemih: perubahan morfologis
• Trabekulasi meningkat
• Fibrosis meningkat
• Saraf autonomy menurun
• Pembentukan diverticula
Perubahan fisiologis
• Kapasitas menurun
• Kemampuan menahan kencing menurun
• Kontraksi involunter meningkat
• Volume residu pasca berkemih meningkat
2) Uretra Perubahan morfologis
• Komponen seluler menurun
• Deposit kolagen meningkat
Perubahan fisiologis
• Tekanan penutupan menurun
• Tekanan akhiran keluar menurun
3) Prostat hyperplasia dan membesar
4) Dasar panggul Deposit kolagen meningkat
Rasio jaringan ikat-otot meningkat
Otot melemah
2. Inkontinensia yang diderita pada pasien diskenario
Dari banyaknya permasalahan yang terjadi pada pasien di scenario kami
mengambil 2 kemungkinan tipe inkontinensia yang terjadi yaitu inkontinensia kronik tipe
overflow dan inkontinensia kronik tipe fungsional.
Inkontinensia kronik tipe overflow diambil mengingat bahwa pasien pernah memiliki
riwayat strok. Sebagaimana ciri-ciri inkontinensia tipe overflow.
Inkontinensia overflow adalah Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan vol-
ume urine di bul-buli melebihi kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena
buli-buli tidak mampu lagi mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar.
Dan dapat disebabkan oleh:
- Biasa pada obstruksi parsial urethra à dekompensasi buli-buli misalnya à flaccid neu-
rogenic bladder
- Pembesaran prostat (BPH, Ca.Prostat)
- Hipotonia bladder :dysfungsi myoneural lokal
- Hipotonia bladder senilis, coma
- Menahan kencing sampai over relaksasi
Sedangkan untuk yang tipe fungsional diambil karena pasien diatas sudah masuk
dalam usia tua yaitu 79 tahun. Pada manusia usia tua banyak perubahan anatomis dan fi-
iologis yang terjadi. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinnya inkontinensia.
Inkontinensia tipe fungsional adalah Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di
toilet sehingga urin keluar tanpa dapat ditahan. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin
sedikit-sedikit dan disertai adanya rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya
merupakan pertanda adanya urin sisa. Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat
DM, hipertensi, jantung dan rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beberapa
kemungkinan penyakit yang menyebabkan pasien tersebut mengalami inkontinensia urin.
Faktor-faktor yang memudahkan inkontinensia pada usia lanjut. Dengan bertam-
bah tua terjadi perubahan anatomi dan fungsi saluran kemih dan dasar panggul.
a. Otot-otot dasar panggul melemah akibat :
- Kehamilan/partus berkali-kali
- Mengedan dan batuk khronis
b. Kontraksi-kontraksi/gerakan abnormal dari otot-otot dinding buli-buli (hyper reflexi)
kadang-kadang urine yang sedikit. Bisa karena :
- Infeksi à Sering pd wanita lansia
- Obstruksi parsiel pd à♂ gampang infeksi
c. Berkurangnya hormon estrogen pada ♀ lansia à kelemahan otot-otot panggul dan
urethra memudahkan infeksi
d. Pembesaran prostat pd ♂ lansia à urine sisa decompensasi otot-otot buli-buli à
inkontinensia overflow
Dalam keadaan seperti diatas à lebih gampang lagi inkontinensia bila timbul pd
lansia ini.
• Infeksi saluran kemih
• Diabetes melitus
• Kesadaran menurun
• Konsumsi minuman tertentu spt kopi, soft drink, teh manis sp alkohol
• Gangguan neurologis : stroke, gangguan motor neuron
3. Berjalan tidak stabil, lututnya sakit dan bengkak.
Hal ini dapat menyebabkan pasien mengalami kesulitan untuk mencapai kamar
mandi, sehingga dapat menyebabkan inkontinensia fungsional dengan syarat tidak terda-
pat kelainan di traktus urinarius melainkan perubahan fisik ataupun kognitif.
Kemudian lutut sering sakit dan bengkak hingga berjalan tidak stabil bisa juga
disebabkan karena pasien tersebut menderita rematik. Salah satu penyebab rematik yang
memiliki prevalensi lebih tinggi pada pasien usia lanjut adalah osteoarthritis. Diduga
pasien tersebut mengalami kesulitan berjalan akibat adanya osteofit yang menyebabkan
nyeri saat berjalan. Beberapa kemungkinan yang terjadi pada pasien tersebut yang
menyebabkan dia inkontinensia urin adalah:
- Keterbatasan untuk bergerak akibat rematik menyebabkan pasien tidak dapat
mencapai kamar mandi apabila didesak keinginan untuk berkemih sehingga terjadilah
inkontinensia urin tipe urge.
- Efek samping obat rematik, yaitu golongan NSAID. Obat ini merupakan agen anti
prostaglandin yang dapat menghambat kemampuan otot-otot detrussor untuk
berkontraksi dengan baik sehingga timbullah inkontinensia urin tipe overflow.
4. Demensia adalah sindrom klinis meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan
seseorang yang menyebabkan disfungsi dalam kehidupan sehari-hari.
Pada skenario didapatkan keluhan dari keluarganya bahwa pasien ini sering
marah-marah akhir-akhiri ini sejak 1 tahun terakhir dan sering lupa akan apa yang
telah dikerjakannya. Hal ini merupakan salah satu gejala dementia yang diderita oleh
pasien,dan keadaan dementia juga dapat memnyebabkan pasien mengalami inkonti-
nentia tipe Fungsional, yaitu inkontinensia terjadi akibat penurunan berat fungsi fisik
dan kognitif sehingga pasien tidak dapat mencapai toilet pada saat yang tepat.
Komplikasi yang dapat menyertai inkontinensia urin adalah keadaan depresi dan
mudah marah. Pada pasien ini, dengan melihat riwayat stroke maka kemungkinan un-
tuk mengalami demensia cukup tinggi. Manifestasi demensia ternyata tidak hanya
berhubungan dengan keadaan neurologik saja tetapi juga bisa mempengaruhi keadaan
psikologis pasien (BPSD-Behavioral and Psychological Symptoms of Dementia).
Gangguan pada susunan saraf pusat dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia
urin. Inkontinensia urin adaah antara keluhan pasien demensia tahap intermediate
atau tahap pertengahan. Inkontinensia urin ini dikategorikan inkontinensia tipe ur-
gensi. Gangguan patologik pada pusat koordinasi saraf simpatetik maupun parasim-
patetik diotak, batang otak dan pons yang disebabkan oleh lesi pasca stroke, degen-
erasi dan atrofi korteks serebri sendiri akan menggangu proses miksi yang normal.
Dalam skenario inkontinensia urin pada pasien lebih kepada patomekanisme yang
melibatkan gangguan neurology untuk proses miksi yang normal pada pasien geri-
atric. Seperti kita sedia maklum pada pasien usia lanjut 50% dari fungsi neuron diotak
akan berkurang kerana proses atrofi dan proses degeneratif. Inkontinensia ini juga
dikaitkan dengan riwayat stroke yang pernah dihidapi pasien 3 tahun yang lalu. (vas-
cular demensia). Demensia pada pasien ini masih pada tahap pertengahan karena
belum menunjukkan tanda-tanda gangguan memori berat dan immobilitas.
5. Stroke dapat mengganggu pengaturan rangsang dan instibilitas dari otot-otot detrusor
kandung kemih, yang dipersyaragi oleh saraf parasimpatis, yang ada diotak (medulla
spinalis), dimana manifestasinya ditandai dengan pengeluaran urin diluar pengaturan
berkemih yang normal, biasanya dalam jumlah banyak, karena ketidakmampuan me-
nunda berkemih, begitu sensasi penuhnya kandung kemih diterima oleh pusat yang
mengatur proses berkemih.
Gejala yang ditimbulkan dari stroke berbeda-beda, tergantung tempat lesinya. Jika
dihubungakan dengan inkontinensi khususnya inkontinensia overflow. Terjadinya
inkontinensia tipe overflow, karena terjadi lesi /kerusakan pada korteks serebri dan
terputusnya lintasan impuls tersebut diatas, sehingga ditandai dengan kebocoran /
keluarnya urin dalam jumlah sedikit. Dan terus menerus karena kapasitas buli-buli
melebihi normal..
Pengaruh stroke terhadap gangguan miksi pasien tergantung dari lokasi lesinya.
• Korteks serebri
- jika lesi pada bagian frontal korteks serebri, akan menimbulkan rasa keti-
dakpuasan pada saat miksi
- jika lesi pada bagian pre-sentral akan menyebabkan kesulitan pada awal miksi
- jika lesi pada bagian post-sentral akan menyebabkan kehilangan rasa/sensasi
penuh pada kandung kemih
• Batang otak
- Lesi UMN bilateral (pada traktus pyramidal) akan menyebabkan polimiksi dan
inkontinensia urin.
- Lesi LMN (lesi pada sacrum) akan menyebabkan aflaksid, atonik dari kandung
kemih, dimana terjadi pengeluaran miksi yang berlebihan (overflow) tanda
adanya tanda-tanda akan miksi.
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil diskusi didapatkan kesimpulan bahwa pasien pada skenario ada kemungkinan
menderita inkontinensia dengan dua tipe inkontensia yang berbeda. Dua tipe inkontinensia yang
paling mendekati adalah inkontinensia overflow dan inkontinensia fungsional.
Inkontinensia kronik tipe overflow diambil mengingat bahwa pasien pernah memiliki ri-
wayat strok. Sebagaimana ciri-ciri inkontinensia tipe overflow.
Inkontinensia overflow adalah Keluarnya urin dapat dikontrol pada keadaan vol-
ume urine di bul-buli melebihi kapasitasnya. Ditandai dengan retensi urin tetapi karena buli-buli
tidak mampu lagi mengosongkan isinya sehingga urin selalu menetes keluar. Dan dapat dise-
babkan oleh:
Sedangkan untuk yang tipe fungsional diambil karena pasien diatas sudah masuk dalam
usia tua yaitu 79 tahun. Pada manusia usia tua banyak perubahan anatomis dan fiiologis yang ter-
jadi. Hal ini yang dapat menyebabkan terjadinnya inkontinensia.
Inkontinensia tipe fungsional adalah Keluarnya urin secara dini sebelum sampai di toilet
sehingga urin keluar tanpa dapat ditahan. Hal ini diperlihatkan oleh keluarnya urin sedikit-sedikit
dan disertai adanya rasa tidak puas. Efek tidak puas yang ditimbulkannya merupakan pertanda
adanya urin sisa. Berdasarkan keluhan penyerta, riwayat minum obat DM, hipertensi, jantung
dan rematik, serta riwayat stroke maka dapat diberikan beberapa kemungkinan penyakit yang
menyebabkan pasien tersebut mengalami inkontinensia urin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.
2. Bahan Kuliah Sistem Geriatri (Prof. dr. Achmad M. Palinrungi, Sp. B, Sp. U).
3. Darmojo, Boedhy. 2010. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
4. Purnomo , basuki. Dasar – dasar urologi. Malang: CV. Sagung Seto Jakarta.
5. Sudoyo, Aru. Dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI Jilid 1. Jakarta: inter-
nalPublishing
6. Setiabudy, Rianto. 2011. Buku Farmakologi FKUI Edisi 5. Jakarta: FKUI.