SIMALAKAMA DI NUSANTARAINTERPRETASI EKOLOGIK PEMBANGUNAN
DI INDONESIA, KASUS PERTANIAN
MOHAMMAD HASROEL THAYIB
Program Studi Ilmu LingkunganUNIVERSITAS INDONESIA
SIMALAKAMABuah keramat, tetapi keparat• Dimakan, bapak meninggal, tidak dimakan ibu mati • Pilihan manapun akan membawa bencana bagi si anak• Akhirnya sang anak bunuhdiri
• Pembangunan di Indonesia walaupun memberikan hasil, namun di waktu akhir2 ini memperlihatkan dampak ber-bagai kerusakan lingkungan, baik fisik, maupun sosial
• Tidak membangun akan berdampak pol-ek-sos-bud, membangun akan berdampak kerusakan ling-pol-ek-sos-bud
• Simalakama pembangunan di Indonesia: membangun salah, tidak membangun juga salah
Simalakama Pembangunan di IndonesiaPembangunan: untuk memenuhi butsarman penduduk yang terus meningkat jumlah & mutu kehidupannya. Namun yg dilakukan itu berdampak degradasi lingkungan yg melecut balik, menghentikan pembangunan itu sendiri. Membangun salah, tidak membangun pun salah!
Tidak membangun akan berujung pada keresahan rakyat, ketegangan masyarakat, kerusuhan & kekacauan sosial. Membangun sering mengabaikan kaidah2 lingkungan yang menyebabkan lingkungan berkembang menuju degradasi.
Membangun salah, tidak membangun juga salah
Simalakama Pembangunan Indonesia
Salah satu penyebab utamanya:- masyarakat Indonesia “modern” kurang menyadari
takdir & kodratnya menghuni lingkungan unik dibumi sikap & tindakannya melawan takdir dan kodratnya.
Degradasi lahan terjadi di daerah iklim hutan hujan katulistiwa tanpa kemarau tegas, yang dibuka hutan-nya untuk budidaya monokultur, demi produktivitas tinggi. Budidaya monokultur di lingkungan seperti ini mela-wan alam, akan berhadapan dengan mekanisme suksesi dan kekuatan homeostatik alamNature will always win!
KEARIFAN LINGKUNGAN MASYARAKAT TRADISIONAL
• Masalah lingkungan yang semula berskala kecil dan bersifat setempat, banyak kali berkembang menjadi besar dan bahkan berkembang menjadi bencana gawat darurat yang tidak kecil upaya dan beaya untuk mengatasi serta merehabilitasinya.
• Diperlukan visi jauh ke depan yang didasarkan atas kecerdasan ekolgis dan kearifan lingkungansehingga mampu memahami dan mengenali sesuatu masalah, sebelum bekembang menjadi musibah dan bencana.
KEARIFAN LINGKUNGAN MASYARAKAT TRADISIONAL
Berdasarkan pengalaman ratusan, bahkan ribuan tahun, masyarakat tradi-sional“primitif" mengenal hukum alam berupa semcam aturan hidup di alam lingkungan, yaitu:
(1) Jangan melawan Alam, (2) Tunduk pada perintah (kaidah ekolo-gis) Alam, (3) Akomodasikan kedua butir dasar tersebut (butir 1 dan 2) dalam upaya berkegiatan di alam lingkungan.
Masyarakat “modern” menganggapnya kuno, mengabaikan. kurang mem-pertimbangkannya dalam penerapan kegiatan pembangunanYang dilakukan adalah menerapkan cara “modern” yg berhasil dilakukan di negeri lain yang berbeda tipologi ekologis dan lingkungannya.Terjadilah reaksi lecut balik alam berupa berbagai musibah yg tidak atau belum dikembangkan teknologi berwawasan lingkungan setempat untuk solusi mengatasinya. Acapkali solusi yang diterapkan justru memicu munculnya masalah dan dampak baru.
---
Untuk tidak melawan alam, dan tunduk pada perintah alam (kaidah ekologis), perlu sekali dipahami lingkungan unik dan kaidah ekologis yang berlaku di Indonesia.
Indonesia• Nusantara katulistiwa, bagian terbesar dari Nusantara Indo-Maleisia
• Kepulauan dgn ± 18.000 pulau besar kecil, 2/3 kawasannya berupa perairan marin, ± 50% perairan dangkal (produktivi-tas tinggi), sisanya perairan dalam (yg secara ekologis juga tinggi produktivitasnya karena di banyak tempat memiliki arus mumbulan - upwelling)
• Dibelah dua sama besar oleh garis katulistiwa• Di pusat geologik dan tektonik aktif• Menempati posisi silang diantara 2 lautan: Samudera Indo-
nesia (Hindia) dan Samudera Pasifik, diapit 2 benua Asia dan Australia.
Indonesia
• Jumlah penduduknya besar • Agihan (distribusi) penduduk tidak merata• Lebih 50 % penduduk Indonesia terkait pertanian• Tipologi lingkungan areal kawasan Indonesia
hampir-hampir unik di dunia
JUMLAH PENDUDUK (dalam juta orang)
Tahun r (%)/thIndonesia Pulau Jawa
Jumlah Tambahan/th Jumlah Tambahan/th
1990 1,9 180,0 3,4 110,0 2,09
1995 1,7 197,3 3,55 120,6 2,17
2000 1,6 214,6 3,43 131,06 2,09
2005 1,4 231,6 3,24 141,50 1,98
2010 1,2 247,7 3,22 151,44 1,99
2015 1,1 262,9 2,89 160,85 1,77
2020 0,9 276,84 2,49 169,13 1,52
2025 0,7 288,9 2,31 176,35 1,41
2030 0,6 299,2 1,79 182,60 1,095
2035 0,4 307,3 1,23 187,6 0,75
2037 0,3 309,8 1,23 109,05 0,756
2040 0,2 316,26 0,935 190,94 0,573
2045 0,1 315,94 0,316 192,9 0,193
2046 0,0 316,26 0,316 193,10 0,193
2047 0,0 316,26 0,0 193,30 0,00
2050 0,0 316,26 0,0 193,30 0,00
Perkiraan jumlah (juta orang) dan laju pertumbuhan r(%) penduduk Indonesia & pulau Jawa s/d th 2050
Tahun r(%) Indonesia tambahan Jawa tambahan Ttahun r(%) Indonesia tambahan Jawa tambahan
1990 1,9 180,00 3,4 110,0 2,09 2005 1,4 231,60 3,24 141,50 1,98
1991 1,9 183,40 3,50 112,09 2,13 2006 1,4 234,80 3,29 143,50 2,00
1992 1,8 186,90 3,50 114,23 2,17 2007 1,3 238,10 3,33 145,51 2,03
1993 1,8 190,40 3,43 116,40 2,09 2008 1,3 241,43 3,04 147,55 1,92
1994 1,8 193,80 3,49 118,50 2,13 2009 1,3 244,57 3,18 149,50 1,94
1995 1,7 197,30 3,55 120,60 2,17 2010 1,2 247,75 3,22 151,44 1,99
1996 1,7 200,80 3,40 122,77 2,09 2011 1,2 250,97 3,00 153,41 1,84
1997 1,7 204,20 3,47 124,80 2,12 2012 1,2 253,98 3,05 155,25 1,86
1998 1,6 207,70 3,53 126,90 2,15 2013 1,1 257,00 3,08 157,11 1,88
1999 1,6 211,23 3,38 129,00 2,06 2014 1,1 260,10 2,86 158,99 1,75
2000 1,6 214,60 3,43 131,06 2,09 2015 1,1 262,90 2,89 160,65 1,77
2001 1,5 218,00 3,49 133,16 2,13 2016 1,0 265,80 2,92 162,40 1,78
2002 1,5 221,50 3,30 135,30 2,02 2017 1,0 268,70 2,68 164,18 1,64
2003 1,5 224,80 3,37 137,33 2,06 2018 1,0 271,40 2,71 165,80 1,65
2004 1,4 228,17 3,40 139,40 2,09 2019 0,9 274,10 2,47 167,46 1,51
Perkiraan jumlah (juta orang) dan laju pertumbuhan r(%) penduduk Indonesia & pulau Jawa s/d th 2050 (lanjutan)
Tahun r(%) Indonesia tambahan Jawa tambahan tahun r(%) Indonesia tambahan Jawa tambahan
2020 0,9 276,57 2,49 168,96 1,52 2036 0,4 306,76 1,23 187,21 0,75
2021 0,9 279,06 2,51 170,48 1,53 2037 0,3 307,99 0,92 187,96 0,57
2022 0,8 281,57 2,25 172,08 1,37 2038 0,3 308,95 0,94 188,71 0,57
2023 0,8 283,82 2,27 173,46 1,39 2039 0,3 309,84 0,93 189,37 0,57
2024 0,8 286,09 2,29 174,84 1,40 2040 0,2 310,77 0,62 189,94 0,38
2025 0,7 288,38 2,02 176,24 1,23 2041 0,2 311,39 0,62 190,51 0,38
2026 0,7 290,40 2,03 177,47 1,24 2042 0,2 312,01 0,62 190,89 0,38
2027 0,7 292,43 2,05 178,71 1,25 2043 0,1 312,64 0,31 191,27 0,19
2028 0,6 294,47 1,77 178,96 1,08 2044 0,1 312,95 0,31 191,66 0,19
2029 0,6 296,24 1,78 181,04 1,09 2045 0,1 312,64 0,31 191,84 0,19
2030 0,6 298,02 1,79 182,13 1,10 2046 0,0 313,26 0,0 192,04 0,0
2031 0,5 299,81 1,49 183,22 0,92 2047 0,0 313,58 0,0 192,23 0,0
2032 0,5 301,30 1,51 184,13 0,92 2048 0,0 313,58 0,0 193,23 0,0
2033 0,5 302,81 1,51 185,05 0,92 2049 0,0 313,58 0,0 193,23 0,0
2034 0,4 304,32 1,22 186,46 0.74 2050 0,0 313,58 0,0 193,23 0,0
2035 0,4 305,54 1,22 187,21 0,75 2051 0,0 313,58 0,0 193,23 0,0
Laju pertumbuhan penduduk Tahun 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2010 2010-20142
Indonesia 2,31 1,98 1,49 1,49 1,40
2 Hasil Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035 (Pertengahan tahun/ Juni); Update Terakhir : 04 Sep 2015
Sumber:- Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, 2000, 2010 dan Sensus Penduduk
antar Sensus (SUPAS) 1995- Data dikutip dari Publikasi Statistik Indonesia
Peta Garnier: The Humid TropicsFrosberg, F.R. et al. (1961) – Delimitations of the Humid Tropics. Geogr. Rev. Vol.51, No.3,
1961 1961, hal. 333-347.
Peta dunia dengan kriteria iklim;warna hijau = daerah tanpa musim kering yang tegas
Nusantara Indo-Maleisia dengan kriteria iklim;warna hijau = tanpa musim kering nyata
Laut dangkal (merah), laut dalam (putih) di Nusantara Indonesia
Sebaran daerah maritim dangkal dan daerah maritim mumbulan
Ciri geologik
• terletak di sabuk api dan sabuk gempa bumi • vulkanik dan geologik aktif• tidak seluruhnya datar, bergunung-gunung dan
berbukit-bukit, akibat kegiatan gelogik masa lampau• tanahnya bersifat vulkanis muda dan vulkanis tua
Daerah rantai vulkanik dunia
PERTEMUAN LEMPENG KULIT BUMI
Peta daerah rawan bencana Indonesia.
Sumber : (Dikutip dari presentasi SesMen LH : 2006)
Biogeografik
Terdapat 4 daerah biogeografi akibat adanya garis2 batas imajiner (hipotetik) sebaran flora dan fauna oleh para ilmuwan biogeografi
WallaceWeberLydeker
..Garis2 hipotetik yg membentuk daerah distribusi flora & fauna Nusantara
• Garis Wallace – Garis yang membatasi distribusi fauna Asia dan Australia, melintas di selatan antara pulau Bali dan Lombok dan di utara antara Kalimantan dan Sulawesi, yang khusus digunakan dalam studi biogeografi evolusi.
• Garis Weber - Weber menggeser garis Wallace lebih jauh ke timur ke arah sisi Australia, namun yang lebih penting, ia menolak gagasan adanya garis batas. Baginya sulit untuk menerima bahwa “batas”nya; yang dipahaminya sebagai suatu proporsi 50/50 unsur fauna Australia dan Asia; dinamakan garis Weber oleh Paul Pelseneer tahun 1904 dan hingga sekarang masih dikenal sedemikian.
• Garis Lydekker – Garis di timur garis Weber sebagai garis terjadinya peralihan flora dan fauna ke arah ekosis-tem Australia
Garis Wallace
Garis Wallace – Weber - Lydekker
Jalur migrasi Pleistosen
Demografik
Kependudukan- Jumlah penduduk besar
● ke-4 terbesar di duniam setelah Cina, India, USA● Sensus 2010: 240 juta orang penduduk pulau
Jawa 124 juta - Pertumbuhan jumlah penduduk tinggi
● Pertumbuhan tahunan ± 2 % menjadi 2 x lipat setelah 35 tahun
● Pertumbuhan tahunan sekarang 1,49%P. Jawa 6000 or./hari ( th 2000)
- Distribusi penduduk tidak merata● ± 60 % terdapat di pulau Jawa (luas hanya 6% luas
total daratan Indonesia)
Problema populasi manusia
1. Pertumbuhan semakin cepat 2. Dayadukung lingkungan terbatas3. Dominansi manusia secara eliminasi pesaing
keseragaman ekosistem labil4. Kendala pengendalian pertumbuhan populasi:
• infantisida menurut budaya yg ada tidak aseptabel
• adanya kriteria pada budaya tertentu:banyak anak, banyak rezekibanyak anak jaminan hari tuajumlah anak menjadi ukuran kekayaan
Indeks Luas Daun (Leaf Area Index)1
Indeks Luas Daun: perbandingan antara luas totaldaun dari suatu tumbuhan dibandingkan luas pro-yeksinya ke dataran bidang.
Secara ekologis, alam selalu berupaya ke produkti-vitas bruto maksimum dengan indeks luas daun se-kitar 12.Produktivitas netto maksimum akan dicapai pada indeks luas daun 4.
Untuk digunakannya, manusia konsumen cende-rung mengupayakan produktivitas netto produk maksimum menurunkan indeks luas daun mende-kati 4.
Model produktivitas tumbuhan; dayahasil maksimum untuk bagian yang dapat dipanen tidak berhimpitan dengan produksi total maksimum keseluruhan tumbuhan
Indeks Luas Daun (Leaf Area Index)2
Para pemulia tanaman menghasilkan jenis ta-naman unggul penghasil panenan tinggi dgn arsitektur indeks luas daun 4.
Kerusakan struktur tanah pertanian bukan aki-bat bahan2 kimia pupuk & pestisida sintetik, tapi lebih akibat pemakaian bibit/benih unggul
Pertanian organik/anorganik
Degradasi struktur tanah terjadi akibat menurun-nya jumlah biota penyusun struktur tanah karenatidak tersedianya cukup bahan organik serasah akibat tumbuhan dgn indeks luas daun rendahmenghasilkan jumlah serasah sisa bahan organik yg rendah. Rusaknya struktur tanah bukan karena pupuk kimia anorganik, tetapi karena tanaman jenis unggul dgn indeks luas daun rendahKerusakan lingkungan perairan juga karena dosis pupuk & pestisida yg berlebihan.
Contoh: dosis resmi pemupukan urea ternyata tan-pa didasarkan atas eksperimen yang memadaieutrofikasi perairan hilir
Kisaran harian suhu tanah sedalam 30 cm di wilayah S. Barito dan Muruyng, Maret 1975. Angka2 dalam oC (Suprodjo, 1975)
Lokasi siang siang sore
Hutan primer … -- 26,5 22,6 – 26,7 23,0 – 27,0
Sawah pasangsurut 25,8 – 26,0 27,8 – 28,1 29,7 – 29,3
Kebun karet dan kelapa … -- 25,5 24,2 – 27,7 27,5 - --
Ladang tidak tergenang … -- 26,2 … -- 30,5 … -- 29,5
Hutan sekunder … -- … … -- 27,2 … -- 28,4
Produksi dan destruksi humus pada berbagai suhu
Vegetasi hutan hujan tropis
Hutan hujan tropik
Hutan Tropika
Estimasi produksi primer bruto tahunan biosfer dan agihannya diantara ekosistem utama
Luas areal Produktivitas primer bruto Produksi bruto total
EKOSISTEM 106 km2 kkal m2/th 1016 kkal/th
A. LAUTANLautan terbuka 326,0 1 000 32,6Zone pantai 34,0 2 000 6,8Zone arus naik (mumbulan/up-welling) 0,4 6 000 0,2Muara & terumbu karang 2,0 20 000 4,0
--------------------------------------------------------------------------------------Subtotal 362,4 --- 43,6
B. DARATANGurun & tundra 40,0 200 0,8 Padang rumput 42,0 2 500 10,5 Hutan kering 9,4 2 500 2,4 Hutan konifer boreal 10,0 3 000 3,0 Pertanian tanpa/sedikit subsidi 10,0 3 000 3,0 Hutan hujan temperat 4,9 8 000 3,9 Pertanian bersubsidi bhn bakar (mekanisasi) 4,0 12 000 4,8 Hutan hujan tropik (selalu hijau, berdaun lebar 14,7 20 000 29,0
----------------------------------------------------------------------------------------Subtotal 135,0 --- 57,0
Total biosfer (dibulatkan, tak termasuk tudung es) 500,0 2 000 100,0
(dikutip dari Odum, E.P.: Fundamentals of Ecology, 1971)
-----
• Untuk tumbuhan annual tetap bertahan sebagai andalan penghasil pangan pokok, perlu upaya:
• menemukan tumbuhan annual C-3 atau CAM alami, yang mampu tumbuh dan berkembang di ekosistem hutan hu-jan katulistiwa menggantikan tumbuhan andalan pangan pada waktu ini
• mutasi tumbuhan C-4 annual andalan pangan menjadi ta-naman C-3 / CAM, agar dapat dibudidayakan di ekosistem bioma hutan hujan ekuator mutan padi, jagung, cantel (sorghum), gandum, kedelai dll yg memiliki tipe fotosinte-sis C-3 atau CAM (a.l. peran teknik nuklir!!)
• solusi teknologi pangan, pakan & energi memanfaatkan produk alami hutan hujan katulistiwa
Luas relatif permukaan benda berkaitan dengan volume
KESIMPULAN• Banyak hal dalam kegiatan pembangunan yang awalnya tidak disadari akan berkembang menjadi keadaan lingkung-an, baik alami, fisik, maupun sosial, sebagai yg diibaratkan makan buah simalakama.
• Karena itu diperlukan kemampuan, terutama di tingkat pe-nentu kebijakan, untuk memiliki kecerdasan lingkungan / ekologik sehingga mampu mengenali sesuatu masalah se-belum akhirnya berkembang menjadi musibah (ability to recognize a problem before it beomes an emergncy)
• Sungguh tidak ada salahnya menyimak kembali kearifan masyarakat tradisional “primitif” mengenai lingkungan: (1) Jangan melawan Alam, (2) Ikuti perintah Alam, (3) akomodasikan butir2 1 dan 2 dalam upaya memenuhi
kepentingan hidup.
PENUTUPBagi para ilmuwan lingkungan umumnya dan utamanya para alumni Program Studi Ilmu Lingkungan UI :
Milikilah kecerdasan ekologis & ling-kungan sehingga mampu mengenali suatu masalah sebelum masalah itu berkembang & berakhir jadi musibah dan menempatkan bangsa ini dalam kondisi bagaikan makan buah simala-kama
----
TERIRING TAUFIK DAN HIDAYAH ILLAHI,DISERTAI SALAM SEJAHTERA SERTA RAKHMAT & BERKAH ILLAHI BAGI KITA SEMUA