Download - NASKAH AKADEMIK PENYUSUNAN RANCANGAN …
DRAF LAPORAN AKHIR
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI
TENTANG PENYELENGGARAAN KEARSIPAN
Disiapkan oleh:
Tim Konsultan
Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Boyolali
PEMERINTAH KABUPATEN BOYOLALI DINAS KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN
2019
I-1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjuangan dalam upaya mewujudkan dan mencapai cita-
cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
terekam dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia berfungsi
sebagai memori kolektif bangsa. Perjuangan tersebut tercermin
dalam upaya yang dilakukan oleh seluruh komponen masyarakat,
bangsa, dan negara baik melalui Lembaga negara, pemerintahan
daerah, lembaga pendidikan, organisasi kemasyarakatan,
organisasi poiitik, perusahaan, maupun perseorangan. Memori
kolektif bangsa yang merupakan rekaman dari sejarah perjalanan
bangsa itu merupakan asset nasional yang menggambarkan situasi
dan jati diri bangsa Indonesia yang sesungguhnya. Setiap langkah
dan dinamika gerak maju bangsa, masyarakat, dan negara
Indonesia ke depan harus didasarkan pada pemahaman,
penghayatan, dan catatan atas identitas dan jati diri bangsa
tersebut yang terekam dalam bentuk arsip.
Pada proses perwujudan penyelenggaraan pemerintahan
yang baik dan pemerintah yang bersih (good governance dan clean
government), arsip yang tercipta harus dapat menjadi sumber
informasi, acuan dan bahan pembelajaran masyarakat, bangsam
dan negara. Arsip juga dapat dijadikan sebagai sarana dalam
menjaga agar dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan
negara ke depan agar senantiasa berada pada pilar perjuangan
mencapai cita-cita nasional. Oleh karena itu setiap Lembaga
negara, pemerintahan daerah, Lembaga Pendidikan, organisasi
I-2
politik, organisasi kemasyarakatan, perusahaan dan perseorangan
harus menunjukkan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan,
penciptaan, pengelolaan, dan pelaporan arsip yang tercipta dari
kegiatan-kegiatannya.
Pertanggungjawaban kegiatan dalam penciptaan,
pengelolaan, dan pelaporan arsip dimaksud diwujudkan dalam
bentuk menghasilkan suatu system rekaman kegiatan yang factual,
utuh, sistematis, autentik, terpercaya, dan dapat digunakan. Untuk
mewujudkan pertanggungjawaban tersebut dibutuhkan kehadiran
suatu Lembaga kearsipan baik yang bersifat nasional, daerah,
maupun perguruan tinggi yang berfungsi mengendalikan kebijakan,
pembinaan, pengelolaan kearsipan nasional agar terwujud system
penyelenggaraan kearsipan nasional yang komprehensif dan
terpadu.
Arsip berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan merupakan rekaman kegiatan atau peristiwa
dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan
teknologi reformasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh
Lembaga negara, pemerintah daerah, Lembaga Pendidikan,
perusahaan, organisasi publik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/
kota dalam peraturan perundang-undangan tersebut ditegaskan
menjadi tanggung jawab pemerintahan kabupaten/ kota.
Tujuan penyelenggaraan kearsipan daerah antara lain
adalah untuk kepentingan pertanggungjawaban daerah kepada
generasi yang akan dating dan melestarikan memori daerah. Untuk
itu diperlukan penyelematan dan pelestarian arsip sebagai bahan
bukti yang nyata, benar dan lengkap. Penyelenggaraan kearsipan
biasanya didefinisikan sebagai keseluruhan kegiatan yang meliputi
ke bijakan pengelolaan arsip dinamis dan statis, serta pembinaan
I-3
kearsipan dalam suatu system kearsipan daerah yang didukung
oleh sumber daya manusia, prasana dan sarana, serta sumber
daya lainnya. Pelaksanaan pemerintahan dapat tercapai apabila
arsip dikelola secara professional sejak tahap paling awal tercipta
setiap satuan arsip sampai dengan tahap pemanfaatan suatu arsip.
Sehingga peran arsip ini sangat penting dan strategis dalam
rangka menghadapi tantangan globalisasi dan untuk mendukung
terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan
bersih, serta peningkatan kuliatas pelayanan public.
Penyelenggaraan kearsipan harus dilakukan dalam suatu system
penyelenggaraan kearsipan daerah yang komprehensif dan
terpadu. Untuk mewujudkan system penyelenggaraan kearsipan
daerah yang komprehensif dan terpadu, perlu dibangun sistem
kearsipan daerah yang meliputi pengelolaan arsip dinamis dan
pengelolaan arsip statis.
Sistem kearsipan daerah adalah suatu system yang
membentuk pola hubungan kekerlanjutan antar berbagai
komponen yang memiliki fungsi dan tugas tertentu, interaksi antar
pelaku serta unsur lain yang saling mempengaruhi dalam
penyelenggaraan kearsipan di lingkungan Pemerintah Daerah.
Selanjutnya diharapkan system kearsipan daerah itu berfungsi
menjamin keetrsediaan arsip yang autentik, utuh dan terpercaya,
serta mampu mengidentifikasikan keberadaan arsip yang memiliki
keetrkaitan, informasi sebagai satu keutuhan informasi pada
semua organisasi kearsipan.
Sistem kearsipan pemerintah daerah di dalamnya memuat
system informasi kearsipan daerah dan jaringan informasi
kearsipan daerah, yang keduanya merupakan bagian dari system
informasi kearsipan nasional dan jaringan informasi kearsipan
nasional. Sistem informasi kearsipan daerah merupakan suatu
system informasi di lingkungan Pemerintah Daerah yang dikelola
I-4
oleh Perangkat Daerah yang bertugas dalam bidang kearsipan yang
menggunakan sarana jaringan informasi kearsipan daerah.
Sementara itu jaringan informasi daerah merupakan system
jaringan informasi dan sarana pelayanan arsip di lingkungan
Pemerintah Daerah yang akan digunakan sebabai wadah layanan
informasi kearsipan kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah
diatasnya, Pemerintah Daerah sendiri dan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Boyolali menyadari bahwa system
penyelenggaraan kearsipan daerah yang komprehensif dan terpadu
harus dibangun dengan mengimplementasikan prinsip, kaidah,
norma, standar, prosedur, dan kriteria, pembianaan kearsipan,
system pengelolaan arsip, sumber daya pendukung, serta peran
serta masyarakat dan organisasai profesi yang sedemikian rupa
sehingga mampu merespon tuntutan dinamika gerak maju
masyarakat di wilayah Kabupaten Boyolali ke depan. Untuk
mewujudkan system penyelenggaraan kearsipan daerah yang
komprehensif dan terpadu tersebut, maka Pemerintah Kabupaten
Boyolali perlu membentuk Peraturan Daerah yang mengatur
tentang penyelenggaraan kearsipan. Dan untuk mendapatkan
Peraturan Daerah yang komprehensif, aspiratif dan implementatif
dalam mengatur penyelenggaraan kearsipan daerah ini, maka
perlu dilakukan penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan
Kearsipan.
B. Identifikasi Masalah
Arsip sebagai bagian identitas dari identitas bangsa dapat
berperan dalam mewujudkan dan mempertahankan Negara
Kesaturan Republik Indonesia, dimana keberadaan arsip tersebut
I-5
dapat menjadi salah satu sarana penyelematan wilayah negara dan
simpul pemersatu bangsa. Dengan demikian perhatian terhadap
keberadaan dan kelestarian arsip perlu ditingkatkan dimana arsip
dapat berupa bukti rekaman penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Perwujudan penyelenggaraan kearsipan nasional maupun
daerah yang komprehensif dan terpadu hanya dapat dilakukan
dengan secara integrative membangun system kearsipan nasional
dan system kearsipan daerah. Dengan system kearsipan nasional
maupun daerah itu dapat dijamin ketersediaan arsip yang autentik,
utuh, terpercaya, dan dapat dengan mudah melakukan identifikasi
keberadaan arsip yang memiliki keterkaitan informasi sebagai satu
keutuhan informasi di semua organisasi kearsipan. Selain itu
system kearsipan nasional maupun daerah dapat digunakan
sebagai acuan dalam penyelenggaraan kearsipan oleh Lembaga
kearsipan dan pencipta arsip, yang didukung oleh sumber daya
manusia, prasarana dan sarana, serta sumber daya lain sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Cakupan pembangunan system kearsipan nasional maupun
daerah meliputi penetapan kebijakan, pembinaan kearsipan, dan
pengelolaan arsip. Cakupan pengelolaan arsip yang dimaksud
meliputi arsip yang bersifat dinamis maupun arsip yang bersifat
statis. Pengelolaan arsip dinamis dimulai dari tahap penciptaan
hingga penyusutan, yang pelaksanaannya secara sistematis
mengacu pada rancang bangun dan pengoperasian yang terpadu
antara system kearsipan dan system kegiatan organisasi dalam
pengelolaannya sebagai suatu system. Sedangkan pengelolaan
arsip statis secara professional bertujuan untuk menjamin
keselamatan arsip statis sebagai pertanggungjawaban nasional
bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
sehingga pada akhirnya dapat diakses secara terbuka oleh
I-6
masyarakat luas dalam rangka pemenuhan hak untuk memperoleh
informasi dalam berbagai kebutuhan dan kepentingan.
Urgensi akan peran arsip dalam perwujudan
penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik (good governance)
dan pemerintah yang bersih (clean government) masih belum
diyakini sampai pada setiap lini penyelenggara pemerintahan
daerah. Sehingga lembaga pengelola kearsipan dan hal ikhwal
penyelenggaraan kearsipan di daerah seringkali masih
dianaktirikan dari segi ketersediaan anggaran sampai pada
perwujudan sarana serta prasarana di bidang kearsipan daerah,
termasuk belum adanya peraturan perundang-undangan daerah
dalam mengatur penyelenggaraan kearsipan.
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di
atas, dapat dirumuskan identifikasi masalah dalam rangka
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan,
yaitu:
1. Masih kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam bidang
penyelenggaraan kearsipan, terkait dengan sumber daya
manusia, sarana dan prasarana, instrument hukum (peraturan
perundang-undangan) serta peran penting kearsipan daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, pelayanan
masyarakat dan pembangunan daerah pada umumnya;
2. Perlunya dibentuk Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali yang
mengatur tentang penyelenggaraan kearsipan di daerah
sebagai satu kesatuan system kearsipan nasional sebagai acuan
dalam pembangunan kearsipan di wilayah Kabupaten Boyolali;
3. Hal-hal apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan
filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Raperda Kabupaten
Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan.
I-7
4. Apa tujuan dan sasaran yang akan dicapai, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan yang akan
dituangkan dalam Raperda Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan.
5. Apakah pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan memiliki landasan
akademik sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
C. Maksud dan Tujuan Serta Manfaat Penyusunan
1. Maksud Kegiatan
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan ini dimaksudkan untuk
menyediakan dokumen yang menjelaskan alasan dan
urgensi serta hal-hal yang perlu diatur dalam rangka
mendorong, menguatkan, mengarahkan dan mendasari
penyelenggaraan kearsipan di wilayah Kabupaten Boyolali.
2. Tujuan Kegiatan
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, secara rinci tujuan penyusunan Naskah
Akademik ini dirumuskan sebagai berikut:
a. Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam upaya
untuk meningkatkan pembangunan dalam bidang
penyelenggaraan kearsipan di Kabupaten Boyolali serta
cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.
b. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai
alasan penetapan Raperda Kabupaten Boyolali tentang
I-8
Penyelenggaraan Kearsipan sebagai dasar hukum
penyelesaian atau solusi permasalahan dalam urusan
pemerintahan sub bidang kearsipan di Kabupaten Boyolali;
c. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis bagi Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan;
d. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan.
3. Manfaat Kegiatan
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan
Kearsipan ini diharapkan dapat bermanfaat menjadi acuan
atau referensi bersama Pemerintah Kabupaten Boyolali dan
DPRD Kabupaten Boyolali dalam penyusunan dan pembahasan
Raperda Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan
Kearsipan.
4. Target/ Sasaran Kegiatan
Target/ Sasaran dari kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali
tentang Penyelenggaraan Kearsipan ini adalah sebagai
berikut.
a. Tersusunnya naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan;
b. Rencana tindak lanjut dalam proses legislasi atas
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan yang disiapkan ini.
I-9
D. Metode Penulisan
1. Metode Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan yuridis normatif. Yuridis normatif
dimaksudkan untuk melihat permasalahan terkait
penyelenggaraan kearsipan melalui penyelenggaraan
kearsipan dengan melakukan pengkajian terhadap dokumen-
dokumen baik berupa peraturan perundang-undangan
maupun dokumen kebijakan-kebijakan yang berkaitan
dengan pokok permasalahan yaitu berhubungan dengan
penyelenggaraan kearsipan dan juga berdasarkan dari
berbagai laporan hasil penelitian dan pertemuan diskusi dan
konsultasi. Pengujian dan penyempurnaan konsep juga
dilakukan dengan menyelenggarakan Focus Group Discussion
(FGD) dan konsultasi publik (public hearing).
2. Jenis dan Sumber Data
Oleh karena penelitian ini adalah penelitian normatif,
maka data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa
data sekunder yang meliputi: bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan
bahan hukum yang bersifat autoritif yang artinya mempunyai
otoritas yang bersifat mengikat.
Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-
undangan, dan catatan resmi atau risalah-risalah dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut.
Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumentasi resmi.
Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-
kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum (Peter Mahmud
I-10
Marzuki, 2005:141). Semua bahan hukum yang dikumpulkan
tersebut terkait dengan penyelenggaraan kearsipan di
Kabupaten Boyolali.
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam
penelitian ini digunakan teknik pengumpulan bahan hukum
dengan studi dokumen atau bahan pustaka, baik dari media
cetak maupun elektronik (internet). Bahan-bahan hukum yang
dikumpulkan senantiasa dipastikan terkait dengan kondisi dan
permasalahan penyelenggaraan kearsipan.
Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan observasi
langsung pada Organisasi Perangkat Daerah yang secara
langsung maupun tidak langsung bertanggung jawab dan
berkaitan dengan urusan pemerintahan wajib kearsipan dan
perpustakaan secara umum, dan khususnya penyelenggaraan
kearsipan daerah. Pencarian data dengan observasi langsung
pada objek penyelenggara urusan pemerintahan bidang
kearsipan itu dilakukan dengan membaca, mencatat,
merekam, mengcopy, mengkaji dan mempelajari laporan-
laporan dan landasan pustaka yang mempunyai kaitan erat
dengan pokok permasalahan.
4. Metode Analisis Data
Teknik Analisis data dilakukan secara deskriptif analitik,
dimana semua data-data dan informasi yang telah
dikumpulkan, ditabulasi dan diolah serta dianalisis dan
ditafsirkan serta dijabarkan dengan mendasarkan pada kaidah
ilmiah atau teori-teori yang berlaku. Penafsiran dan analisis
data dan informasi dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan
(pemecahan dari masalah yang akan dibahas).
I-11
Teknik analisis dilakukan secara interpretasi, yaitu data
diinterpretasikan dan dijabarkan dengan mendasarkan pada
suatu norma-norma dan teori-teori ilmu hukum yang berlaku,
sehingga pengambilan keputusan yang menyimpang seminimal
mungkin dapat dihindari. Dengan demikian metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam metode
kualitatif. Data yang telah terkumpul baik dari hasil observasi,
maupun hasil dari studi dokumen dikelompokkan sesuai
dengan permasalahan yang akan dibahas.
II-1
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIS EMPIRIS
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah di Indonesia harus dipahami
sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman tersebut juga
dipergunakan dalam memahami arti dari Pasal 18, Pasal 18 A
dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Politik konstitusi UUD 1945 tetap
menjadikan Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik, meskipun sudah dilakukan amandemen
terhadap Pasal 1 UUD 1945 itu. Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan Negara Kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-
daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan
undang-undang.
Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan Pemerintahan
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah Pusat. Ketentuan Pasal
18 ayat (1) dan ayat (5) di atas tidak dapat dipisahkan
dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Tentang hal ini Laica Marzuki mengatakan bentuk Negara (de
II-2
staatsvorm) RI secara utuh harus dibaca dan dipahami dalam
makna Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik, yang disusun berdasarkan desentalisatie,
dijalankan atas dasar otonomi yang seluas-luasnya, menurut
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Bentuk Negara Kesatuan yang berbentuk republik, dan
disusun berdasarkan desentralisasi itu merupakan
constitutionele kenmerken dari de staatsvorm van Republik
Indonesia (Imam Soebechi, 2012:50).
Selanjutnya Politik hukum dalam pengaturan
pemerintahan daerah dirumuskan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
disebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara faktual pentingnya dilaksanakan pemerintahan
daerah dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan berikut
(Hanif Nurcholis, 2005: 31-32):
a. Adanya perbedaan daerah dalam sistem sosial, politik
dan budaya
Umumnya kesatuan masyarakat daerah telah
tumbuh, berkembang, dan eksis sebagai kesatuan
masyarakat hukum sebelum terbentuknya negara
nasional. Kesatuan masyarakat hukum ini telah
mengembangkan lembaga sosial yang dikembangkan
II-3
mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan-keamanan.
Kondisi alamiah tersebut menjadi fakta politik,
sosial, dan budaya yang selanjutnya mempengaruhi
lembaga-lembaga formal yang dibentu negara. Oleh
karena itu negara perlu mengakomodasi fakta tersebut
dengan menyelnggarakan sistem pemerintahan daerah.
Dengan menempuh cara ini maka struktur lembaga
formal akan diperkuat. Selanjutnya dengan sistem
pemerintahan daerah yang disepakati semua pihak maka
akan tercipta tingkat kohevisitas yang tinggi. Dengan
demikian, Pemerintahan daerah justru akan
memperkokoh integritas bangsa.
b. Upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam sistem pemerntahan daerah, Pemerintah
Daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan masyarakat setempat berdasarkan kepentingan
dan aspirasinya. Dengan kewenangan ini masyarakat
daerah setempat melalui wakil-wakilnya membuat
kebijakan publik/ kebijakan daerah. Kebijakan daerah ini
lalu dilaksanakan oleh pejabat-pejabat daerah setempat.
Dengan demikian urusan masyarakt diputuskan oleh
masyarakat sendiri. Oleh karena itu, jika muncul
masalah, dengan cepat masyarakat akan
menyelesaikannya. Pelayanan publik yang diberikan oleh
pejabat pelaksana dapat diterima masyaraat secara cepat
dan mudah karena tidak terdapat jalur birokrasi yang
panjang, komplek dan berbelit-belit.
II-4
c. Menciptakan administrasi pemerintahan yang efisien.
Penyelenggaraan pemerintahan dengan cara
terpusat akan melahirkan hirarki dan rantai komando
yang panjang. Melalui sistem pemerintahan daerah,
pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur
dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan
kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak
sekedar melaksanakan ketentuan dari pusat tapi
membuat rencana, melaksanakan, mengendalikan dan
mengawasinya sendiri. Dalam hal ini pengambilan
keputusan berada di daerah, begitu juga tentang
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawabannya.
2. Asas-asas Pemerintahan Daerah
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah itu dikenal 3 (tiga) asas
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Asas-asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada Gubenur sebagai wakil pemerintah dan/atau
perangkat pusat di daerah, sedangkan asas Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan
pembiayaan, saran dan prasarana serta sumber daya manusia
II-5
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskannya.
3. Prinsip-prinsip Pemerintahan Daerah Menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014
Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
menguraikan bahwa terdapat beberapa prinsip pemberian
otonomi daerah yang dipakai sebagai pedoman dalam
pembentukan dan penyelenggaraan daerah otonom yaitu:
a. Penyelenggaraan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan
serta potensi dan keanekaragaman Daerah;
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab;
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
sedangkan Daerah Provinsi merupakan otonomi yang
terbatas;
d. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan
konstitusi negara terjamin hubungan yang serasi antara
Pusat dan Daerah serta antar Daerah;
e. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian Daerah Otonom.
4. Tinjauan Rencana Penyelenggaraan Kearsipan
Perjuangan dalam upaya mewujudkan dan mencapai
cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang terekam dalam sejarah perjalanan bangsa
Indonesia berfungsi sebagai memori kolektif bangsa.
Perjuangan tersebut tercermin dalam upaya yang dilakukan
oleh seluruh komponen masyarakat, bangsa, dan negara baik
II-6
melalui Lembaga negara, pemerintahan daerah, Lembaga
Pendidikan, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik,
perusahaan, maupun perseorangan.
Memori kolektif bangsa yang merupakan rekaman dari
sejarah perjalanan bangsa tersebut merupakan asset nasional
yang menggambarkan identitas dan jati diri bangsa Indonesia
yang sesungguhnya. Setiap langkah dan dinamika gerak maju
bangsa, masyarakat, dan negara Indonesia ke depan harus
didasarkan pada pemahaman, penghayatan, dan catatan atas
identitas dan jati diri bangsa tersebut yang terekam dalam
bentuk arsip.
Dalam upaya mewujudkan penyelenggaraan negara
yang baik dan bersih (good governance) serta dalam menjaga
agar dinamika gerak maju masyarakat, bangsa, dan negara
ke depan agar senantiasa berada pada pilar perjuangan
mencapai cita-cita nasional, arsip yang tercipta harus dapat
menjadi sumber informasi, acuan, dan bahan pembelajaran
masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu setiap
Lembaga negara, pemerintahan daerah, Lembaga Pendidikan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, perusahaan
dan perseorangan harus menunjukkan tanggung jawabnya
dalam penyelenggaraan, penciptaan, pengelolaan, dan
pelaporan arsip yang tercipta dari kegiatan-kegiatannya.
Pertanggungjawaban kegiatan dalam penciptaan,
pengelolaan dan pelaporan arsip tersebut diwujudkan dalam
bentuk menghasilkan suatu system rekaman kegiatan yang
factual, utuh, sistematis, autentik, terpercaya, dan dapat
digunakan. Untuk mewujudkan pertanggungjawaban tersebut
dibutuhkan kehadiran suatu Lembaga kearsipan, baik yang
bersifat nasional, daerah, maupun perguruan tinggi yang
berfungsi mengendalikan kebijakan, pembinaan pengelolaan
II-7
kearsipan nasional agar terwujud system penyelenggaraan
kearsipan nasional yang komprehensif dan terpadu.
5. Tinjauan Pengaturan Penyelenggaraan Kearsipan
Pengaturan mengenai kearsipan diharapkan dapat
memberikan penjelasan hal-hal yang berkaitan dengan
kearsipan sebagai berikut:
a. Pengertian dan Batasan penyelenggaraan kearsipan;
b. Asas, tujuan, dan ruang lingkup penyelenggaraan
kearsipan;
c. System kearsipan nasional, system informasi kearsipan
nasional, dan jaringan informasi kearsipan nasional;
d. Penyelenggaraan kearsipan;
e. Pengelolaan arsip;
f. Autentikasi;
g. Pembinaan kearsipan;
h. Organisasi;
i. Pendanaan;
j. Sumber daya manusia;
k. Prasarana dan sarana;
l. Perlindungan dan penyelamatan arsip;
m. Sosialisasi;
n. Peran serta masyarakat dan organisasi profesi; dan
o. Sanksi administratif dan ketentuan pidana.
B. Kajian Terhadap Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan terkait dengan penyusunan Norma
Untuk memahami asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, dapat dimulai dari pengertian
II-8
tentang asas hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo asas hukum
atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan
merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan
latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan
dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat dikemkakan dengan mencari
sifat-sifat umum dari peraturan yang konkret tersebut. Fungsi
ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam hukum positif
(Yuliandri, 2009: 20).
Menurut ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004, dikenal 3
(tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan. Asas-
asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan
oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Asas Dekonsentrasi adalah
pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubenur sebagai
wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah, sedangkan
asas Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah
kepada daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan pembiayaan,
saran dan prasarana serta sumber daya manusia dengan
kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggung-
jawabkannya kepada yang menugaskannya.
Menurut A. Hamid S. Attamimi, pembentukan peraturan
perundang-undangan Indonesia yang patut, adalah : a) Cita
Hukum Indonesia, b) Asas Negara Berdasar Atas Hukum dan Asas
Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi dan c) Asas-asas
lainnya (Maria Farida , 2007 :228). Lebih lanjut dijelaskan Asas-
asas pembentukkan peraturan perundang-undangan yang patut
ini meliputi juga :
II-9
1. Asas tujuan yang jelas;
2. Asas perlunya pengaturan;
3. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;
4. Asas dapatnya dilaksanakan;
5. Asas dapatnya dikenali;
6. Asas perlakuan yang sama dalam hukum;
7. Asas persatuan hukum;
8. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual. (Maria
Farida, 2007 :230).
Pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, terdapat 2 (dua) asas hukum yang perlu diperhatikan,
yaitu asas hukum umum yang khusus memberikan pedoman dan
bimbingan bagi pembentukan isi peraturan dan asas hukum
lainnya yang memberikan pedoman dan bimbingan bagi
penuangan peraturan ke dalam bentuk dan susunannya, bagi
metode pembentukannya dan bagi proses serta prosedur
pembentukannya. Asas hukum yang terakhir ini dapat disebut
asas peraturan perundang-undanngan yang patut. Kedua asas
hukum tersebut berjalan seiring berdampingan memberikan
pedoman dan bimbingan serentak dalam setiap kali ada kegiatan
pembentukan peraturan perundang-undangan masing-masing
sesuai dengan bidangnya.
Asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tertuang dalam
Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 menyebutkan dalam membentuk
Peraturan Perundang-undangan harus dilaukan berdasarkan pada
asas pembentukan Peraturan perundang-undangan yang baik,
yang meliputi:
II-10
1. Asas Kejelasan Tujuan
Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentuk Yang Tepat
Bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/ pejabat Pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan perundang-
undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum,
apabila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang tidak berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Jenis dan Materi Muatan
Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
4. Dapat Dilaksanakan
Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-
undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara fisiologis,
yuridis, maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
6. Asas Kejelasan Rumusan
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti
sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi
dalam pelaksanaannya.
II-11
7. Asas Keterbukaan
Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Sedangkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tenteng Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan perundang-
undangan harus mencerminkan asas :
a. Pengayoman;
b. Kemanusiaan;
c. Kebangsaan;
d. Kekeluargaan;
e. Kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
C. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru untuk
Mengatur Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya terhadap
Penyelenggaraan Kearsipan.
Penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam era otonomi
daerah dimaksudkan untuk mengoptimalkan: (a) Pelayanan
Publik/ Masyarakat; (b) Pelaksanaan Pembangunan di berbagai
II-12
bidang kehidupan masyarakat; dan (c) Peningkatan Kesejahteraan
masyarakat. Semua cakupan kegiatan-kegiatan tersebut sangat
terkait dengan penyelenggaraan kearsipan.
1. Kondisi Geografi Daerah Kabupaten Boyolali
Kondisi sumber daya alam daerah sangat tergantung
dari kondisi litologi atau jenis tanah yang ada di wilayah
tersebut. Kabupaten Boyolali memiliki jenis tanah regosol,
grumusol, latosol, andosol, dan mediteran, dengan rincian dan
sebaran sebagai berikut:
a. Tanah asosiasi latosol dan grumusol kelabu tua merupakan
6,18% dari wilayah Kabupaten Boyolali yang menyebar di
wilayah-wilayah Kemusu, Klego, Andong, Karanggede,
Wonosegoro dan Juwangi.
b. Tanah regosol kelabu meliputi lahan seluar 10,00% dari
wilayah Kabupaten Boyolali yang menyebar di wilayah-
wilayah kecamatan Cepogo, Ampel, Boyolali, Mojosongo,
Teras, Banyudono, dan Sawit.
c. Tanah regosol kelabu dan litosol meliputi lahan seluas
7,63% dari wilayah Kabupaten Boyolali meliputi wilayah
Selo, Cepogo, dan Musuk.
d. Tanah regosol cokelat kekelabuan meliputi lahan seluas
6,81% dari wilayah Kabupaten Boyolali terdiri dari wilayah-
eilayah Cepogo, Boyolali, Musuk, Mojosongo, Teras,
Banyudono, dan Sawit.
e. Tanah kompleks regosol kelabu dan grumusol tua meliputi
lahan seluas 20,65% wilayah Kabupaten Boyolali terdiri
dari wilayah-wilayah Juwango, Wonosegoro, dan Kemusu.
f. Tanah andosol cokelat meliputi lahan seluas 3,73% wilayah
Kabupaten Boyolali terdiri dari wilayah Selo, Ampel, dan
Cepogo.
II-13
g. Tanah kompleks andosol kelabu tua dan latosol meliputi
lahan seluar 5,92% dari wilayah Kabupaten Boyolali terdiri
dari wilayah-wilayah Selo, Ampel, dan Cepogo.
h. Tanah gromosol kelabu tua dan latosol meliputi lahan
seluas 1,46% wilayah Kabupaten Boyolali terdiri dari
wilayah-wilayah Andong dan Klego.
i. Tanah gromosol kelabu tua meliputi lahan seluas 1,47%
wilayah Kabupaten Boyolali pada wilayah Juwangi.
j. Tanah asosiasi grumusol kelabu tua, mediteran cokelat
meliputi lahan seluas 8,62% dari wilayah Kabupaten
Boyolali terdiri dari wilayah-wilayah Simo, Sambi,
Nogosaro, dan Ngemplak.
k. Tanah mediteran cokelat tua meliputi lahan seluas 24,42%
wilayah Kabupaten Boyolali terdiri dari wilayah-wilayah
Wonosegoro, Karanggede, Kemusu, Klego, Andong, Simo,
Sambi, Ngemplak, Banyudono, Teras, dan Mojosongo.
l. Tanah latosol cokelat meliputi lahan seluas 4,31% wilayah
Kabupaten Boyolali yang terdiri dari wilayah-wilayah
Ampel, Selo, dan Cepogo.
Struktur tanah di Kabupaten Boyolali bagian timur laut
tepatnya di sekitar wilayah Kecamatan Karanggede dan Simo
pada umumnya berupa tanah kampung. Pada bagian tenggara
yaitu di sekitar wilayah Kecamatan Banyudono dan Sawit
struktur tanahnya berupa tanah geluh. Pada bagian barat laut
yaitu di sekitar wilayah Kecamatan Musuk dan Cepogo struktur
tanahnya berupa tanah berpasir. Dan pada bagian utara yaitu
di sepanjang perbatasan dengan wilayah Kabupaten Grobogan
struktur tanahnya berupa tanah berkapur. Jenis tanah tersebut
akan mewarnai sifat-sifat lahan yang memungkinkan
pemanfaatan lahan yang bervariasi sesuai dengan sifat,
kekhasannya untuk kegunaan tertentu.
II-14
Gambar 2.1.
Peta Jenis Tanah Kabupaten Boyolali
Kondisi jenis-jenis lahan itu ditunjang dengan potensi
hidrologi di Kabupaten Boyolali sangat mendukung
pemanfaatan sumber daya alam untuk kegiatan produktif
dengan industri pengolahan. Hidrologi di Kabupaten Boyolali
termasuk dalam 3 wilayah sungai (ws) yaitu:
a. Lintas Provinsi : WS Bengawan Solo dengan jaringan
sumber daya airnya berupa Daerah Aliran Sungai (DAS)
Bengawan Solo;
b. WS Strategis Nasional : WS Jratun Seluna dengan jaringan
sumber daya airnya berupa DAS Tuntang dan DAS Serang-
Lusi;
c. WS Progo yang melewati wilayah di Kecamatan Selo.
II-15
Penunjang lain adalah banyaknya potensi sumber
mata air, embung dan waduk yang dapat dimanfaatkan
masyarakat baik untuk kepentingan rumah tangga maupun
kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri, pertanian dan
peternakan. Beberapa sumber mata air di Kabupaten Boyolali
itu adalah:
a. Sumber air dangkal/ mata air, meliputi mata air Tlatar di
Kecamatan Boyolali, mata air Nepen di Kecamatan Teras,
mata air Pengging di Kecamatan Banyudono, mata air
Pantaran di Kecamatan Ampel, mata air Wonopedut di
Kecamatan Cepogo dan mata air Mungup di Kecamatan
Sawit;
b. Waduk, meliputi Waduk Kedungombo (3.536 ha) di wilayah
Kecamatan Kemusu, Waduk Kedungdowo (48 ha) di
wilayah Kecamatan Andong, Waduk Cengklik (240 ha) di
wilayah Kecamatan Ngemplak, dan Waduk Bade (80 ha) di
wilayah Kecamatan Klego;
c. Sungai, meliputi Sungai Serang (melintasi Kecamatan
Kemusu dan Kecamatan Wonosegoro), sungai Cemoro
(melintasi Kecamatan Simo dan Nogosari), sungai Pepe
(melintasi Kecamatan Boyolali, Mojosongo, Teras,
Banyudono, Sambi dan Ngemplak), dan sungai Gandul
(melintasi Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, Mojosongo,
Teras, dan Sawit).
Air tanah yang ada di Kabupaten Boyolali muncul dalam
bentuk mata air. Pada bagian selatan Kabupaten Boyolali lebih
banyak ditemukan mata air dari pada bagian utara sehingga
rentan timbul kekeringan. Di Boyolali bagian selatan mata air
ditemukan di Kecamatan Ampel, Boyolali, Banyudono, Teras,
dan Sawit. Sedangkan di bagian utara ditemukan di
II-16
Kecamatan Juwangi, Wonosegoro, dan Kemusu mata air ini
dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, PDAM dan air minum
masyarakat.
Gambar 2.2.
Peta Hidrologi Kabupaten Boyolali
Lahan di Kabupaten Boyolali sebagian besar
merupakan lahan kering yaitu kurang lebih 78 persen dan
selebihnya adalah lahan sawah yaitu sebesar 22 persen. Lahan
sawah yang ada di Kabupaten Boyolali terdiri dari sawah
dengan irigasi teknis dengan luas kurang lebih 5.049,25 ha,
sawah dengan irigasi ½ teknis seluas 4.852,75 ha, sawah
dengan irigasi sederhana seluas 2.665,34 ha dan sawah
dengan tadah hujan seluas 10.118,81 ha.
II-17
Gambar 2.3.
Komposisi Penggunaan Lahan Kabupaten Boyolali
( Persen )
Berdasarkan struktur penggunaan lahan sawah itu dapat
diketahui bahwa sebagian besar sawah yang ada di Kabupaten
Boyolali berupa sawah tadah hujan yaitu mencapai 44,60
persen dari keseluruhan luas sawah. Penggunaan lahan untuk
sawah tersebar di 14 wilayah kecamatan, dimana Kecamatan
Nogosari memiliki proporsi luas sawah tertinggi yaitu
mencapai 10 persen atau seluas 2.479,83 ha.
Gambar 2.4.
Komposisi Penggunaan Lahan Sawah Kabupaten Boyolali
( Persen )
II-18
Wilayah Kecamatan Musuk merupakan wilayah di Kabupaten
Boyolali yang memiliki lahan sawah paling sempit, sebagian
besar pemanfaatan lahan di Kecamatan Musuk adalah untuk
lahan kering.
Penggunaan lahan kering di Kabupaten Boyolali adalah
untuk Tegal/ Kebun seluas 30.482,26 ha, Pekarangan/
Bangunan seluas 25.228,67 ha, Padang Gembala seluas
983,33 ha, Tambak/ kolam seluas 821,71 ha, Hutan Negara
seluas 14.836,40 ha, dan lain-lain seluas 6.550,16 ha.
Gambar 2.5.
Komposisi Penggunaan Lahan Kering di Kabupaten Boyolali
( Persen )
Penggunaan lahan kering di Kabupaten Boyolali
didominasi oleh penggunaan untuk Tegal/ Kebun yaitu
mencapai 38,63 persen yang terdapat di seluruh wilayah
Kabupaten Boyolali. Sedangkan penggunaan lahan kering yang
paling sempit adalah penggunaan lahan untuk Tambak/ Kolam
yaitu sebesar 1,04 persen. Kecamatan Kemusu merupakan
wilayah kecamatan di Kabupaten Boyolali yang memiliki luas
penggunaan tanah kering sedangkan kecamatan yang memiliki
II-19
pemanfaatan lahan untuk tanah kering paling sempit adalah
Kecamatan Sawit.
Gambar 2.6.
Peta Penggunaan Lahan di Kabupaten Boyolali
2. Tinjauan terhadap Pertumbuhan dan Struktur Ekonomi Daerah
Secara umum Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Boyolali mengalami kenaikan dalam kurun waktu 4
tahun terakhir yaitu sejak tahun 2014 hingga tahun 2017.
Pada tahun 2014 nilai PDRB Kabupaten Boyolali Atas Dasar
Harga Berlaku (ADHB) mencapai nilai sebesar Rp.21.117,43
miliar dan meningkat terus menerus dari tahun ke tahun
sampai menjadi sebesar Rp.28.494,83 miliar.
PDRB ADHB Kabupaten Boyolali sepanjang 2014 –
2017 ini memiliki sektor paling tinggi adalah Sektor Industri
II-20
Pengolahan, dimana pada tahun 2014 mencapai Rp.5.891,51
miliat dan meningkat dari tahun ke tahun sampai menjadi
sebesar Rp.8.423,56 milyar. Sementara Sektor Pertanian
Kehutanan dan Perikanan hanya mampu menempati urutan
besar kedua setelah Industri Pengolahan. Sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan pada tahun 2014 mencapai
Rp.4.967,51 miliar, dan meningkat setiap tahun menjadi
sebesar Rp.6.391,13 miliar. Sektor PDRB ADHB terbesar
ketiga adalah Sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor dimana pada tahun 2004
mencapai Rp.2.837,58 milyar dan meningkat setiap tahun
sampai menjadi sebesar Rp.3.596,87 miliar pada tahun 2017.
Kondisi dan perkembangan PDRB ADHB Kabupaten
Boyolali sepanjang tahun 2014 – 2021 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Kabupaten Boyolali
Tahun 2014 – 2017
Lapangan Usaha 2014 2015 2016 2017
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.967,51 5.581,25 6.052,56 6.391,13
B. Pertambangan dan Penggalian 905,43 1.060,63 1.092,20 1.135,93
C. Industri Pengolahan 5.891,07 6.621,20 7.417,67 8.413,56
D. Pengadaan Listrik dan Gas 4,01 4,51 5,02 5,60
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, LDU 11,87 12,47 13,07 13,99
F. Konstruksi 1.346,42 1.500,30 1.668,82 1.828,56
G. Perdagangan Besar dan Eceran, RMSPM 2.837,58 3.050,29 3.292,90 3.596,87
H. Transportasi dan Pergudangan 1.047,64 1.200,60 1.330,63 1.487,36
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 544,69 615,65 688,98 751,37
J. Informasi dan Komunikasi 483,40 525,37 576,99 666,83
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 470,59 529,74 598,69 658,62
L. Real Estate 225,82 251,30 279,03 307,20
M,N Jasa Perusahaan 68,09 78,77 89,87 102,87
O. Adm Pem, Pertahanan dan Jamsos Wajib 585,37 639,55 697,70 751,11
P. Jasa Pendidikan 1.179,74 1.292,43 1.456,09 1.641,56
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 192,61 217,70 245,25 273,32
R,S,T,U Jasa Lainnya 355,59 381,87 422,19 468,95
Produk Domestik Regional Bruto 21.117,43 23.563,64 25.927,66 28.494,83
II-21
Sementara itu kondisi dan perkembangan PDRB Atas
Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahun 2010 Kabupaten Boyolali
pada tahun 2014 – 2017 menunjukkan bahwa tahun 2014 nilai
PDRB ADHK itu mencapai nilai sebesar Rp.16.266,50 miliar
dan meningkat juga dari tahun ke tahun sampai menjadi
sebesar Rp.19.118,81 miliar pada tahun 2017. PDRB ADHK
Kabupaten Boyolali ini memiliki sector dengan nilai paling
besar adalah sector Industri Pengolahan. Pada tahun 2014
sektor Pertanian mencapai Rp.3.846,25 juta dan meningkat
dari tahun ke tahun sampai menjadi sebesar Rp.4.224,69 juta
pada tahun 2017.
Tabel 2.2.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 (ADHK)
Kabupaten Boyolali Tahun 2014 – 2017
Lapangan Usaha 2014 2015 2016 2017
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.846,25 3.840,29 4.053,72 4.224,69
B. Pertambangan dan Penggalian 656,80 696,72 710,93 706,60
C. Industri Pengolahan 4.482,52 4.858,26 5.180,68 5.439,03
D. Pengadaan Listrik dan Gas 3,96 4,00 4,29 4,55
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, LDU 10,94 11,22 11,34 11,54
F. Konstruksi 1.049,62 1.098,60 1.167,37 1.254,48
G. Perdagangan Besar dan Eceran, RMSPM 2.384,57 2.478,00 2.567,85 2.677,64
H. Transportasi dan Pergudangan 710,86 777,72 838,21 895,33
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 442,78 477,50 513,04 543,89
J. Informasi dan Komunikasi 443,15 511,96 564,54 617,98
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 358,42 371,59 398,15 434,02
L. Real Estate 193,86 209,72 228,43 247,97
M,N Jasa Perusahaan 53,04 57,39 62,62 68,04
O. Adm Pem, Pertahanan dan Jamsos Wajib 461,50 460,75 482,68 493,78
P. Jasa Pendidikan 747,43 833,67 895,95 981,10
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 133,40 150,30 161,30 177,42
R,S,T,U Jasa Lainnya 287,40 310,64 319,87 340,75
Produk Domestik Regional Bruto 16.266,50 17.148,33 18.160,97 19.118,81
Perbandingan PDRB ADHB dan ADHK Kabupaten Boyolali
sepanjang tahun 2014 – 2017 digambarkan sebagai berikut:
II-22
-
5.000,00
10.000,00
15.000,00
20.000,00
25.000,00
30.000,00
2014 2015 2016 2018
ADHK ADHB
Gambar 2.7.
PDRB ADHB dan ADHK (2010) Kabupaten Boyolali
Tahun 2014 - 2017
Kontribusi terbesar sektoral pada PDRB ADHB
Kabupaten Boyolali adalah Sektor Industri Pengolahan yaitu
mencapai sebesar 27,90 persen pada tahun 2014 dan
meningkat dari tahun ke tahun sampai menjadi sebesar 29,53
persen pada tahun 2017. Dominasi sectoral kedua pada
pembentukan PDRB ADHB Kabupaten Boyolali adalah sector
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan dimana pada tahun 2014
mencapai 23,52 persen dan berkembang secara fluktuatif
dengan kecenderungan menurun sampai menjadi ssesar 22,43
persen pada tahun 2017.
Perkembangan ekonomi yang diukur dari perubahan
PDRB ADHB di Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa pada
tahun 2017 mencapai 9,90 persen. Pencapaian itu lebih
rendah dibandingkan dengan perkembangan ekonomi tahun-
tahun sebelumnya dimana pada tahun 2015 mencapai 11,58
persen dan tahun 2016 mencapai 10,03 persen. Sehingga
II-23
rata-rata perkembangan ekonomi sepanjang tahun 2015 –
2017 adalah sebesar 10,51 persen per tahun.
Tabel 2.3.
Perkembangan Ekonomi (PDRB ADHB) Kabupaten Boyolali
Tahun 2015 – 2017
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 Rata-rata
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 12,36 8,44 5,59 8,80
B. Pertambangan dan Penggalian 17,14 2,98 4,00 8,04
C. Industri Pengolahan 12,39 12,03 13,43 12,62
D. Pengadaan Listrik dan Gas 12,47 11,31 11,55 11,78
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, LDU 5,05 4,81 7,04 5,64
F. Konstruksi 11,43 11,23 9,57 10,74
G. Perdagangan Besar dan Eceran, RMSPM 7,50 7,95 9,23 8,23
H. Transportasi dan Pergudangan 14,60 10,83 11,78 12,40
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 13,03 11,91 9,06 11,33
J. Informasi dan Komunikasi 8,68 9,83 15,57 11,36
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 12,57 13,02 10,01 11,87
L. Real Estate 11,29 11,03 10,10 10,80
M,N Jasa Perusahaan 15,69 14,09 14,47 14,75
O. Adm Pem, Pertahanan dan Jamsos Wajib 9,26 9,09 7,66 8,67
P. Jasa Pendidikan 9,55 12,66 12,74 11,65
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 13,03 12,66 11,45 12,38
R,S,T,U Jasa Lainnya 7,39 10,56 11,08 9,67
Produk Domestik Regional Bruto 11,58 10,03 9,90 10,51
Tiga sektor yang memiliki perkembangan rata-rata
paling tinggi sepanjang tahun 2015 – 2017 adalah sector Jasa
Perusahaan dengan perkembangan rata-rata sebesar 14,75
persen per tahun, sektor Industri Pengolahan dengan
perkembangan sebesar 12,62 persen per tahun dan sector
Transportasi dan Pergudangan dengan pertumbuhan rata-rata
sebesar 12,40 persen per tahun.
Sektor dengan perkembangan rata-rata paling rendah
sepanjang tahun 2015 – 2017 adalah sector Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah dan Limbah Daur Ulang dengan
perkembangan sebesar 5,64 persen per tahun. Kemudian
II-24
sector Pertambangan dan Penggalian dengan rata-rata
perkembangan sebesar 8,04 persen per tahun dan sector
Perdagangan Besar dan Eceran dan Raparasi Mobil dan Sepeda
Motor dengan perkembangan rata-rata sebesar 8,23 persen
per tahun.
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boyolali pada tahun
2015 – 2017 belum sampai menembus angka 6,00 persen.
Sepanjang kurun waktu itu, pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Boyolali paling tinggi adalah sebesar 5,91 persen terjadi pada
tahun 2015 dan pertumbuhan paling rendah adalah sebesar
5,27 persen terjadi pada tahun 2016. Rata-rata pertumbuhan
ekonomi daerah sepanjang tahun 2015 – 2017 adalah sebesar
5,53 persen per tahun.
Tabel 2.4.
Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) Kabupaten Boyolali
Tahun 2015 – 2017
Lapangan Usaha 2015 2016 2017 Rata-rata
A. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan -0,15 5,56 4,22 3,21
B. Pertambangan dan Penggalian 6,08 2,04 -0,61 2,50
C. Industri Pengolahan 8,38 6,64 4,99 6,67
D. Pengadaan Listrik dan Gas 1,01 7,25 6,06 4,77
E. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, LDU 2,56 1,07 1,76 1,80
F. Konstruksi 4,67 6,26 7,46 6,13
G. Perdagangan Besar dan Eceran, RMSPM 3,92 3,63 4,28 3,94
H. Transportasi dan Pergudangan 9,41 7,78 6,81 8,00
I. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 7,84 7,44 6,01 7,10
J. Informasi dan Komunikasi 15,53 10,27 9,47 11,75
K. Jasa Keuangan dan Asuransi 3,67 7,15 9,01 6,61
L. Real Estate 8,18 8,92 8,55 8,55
M,N Jasa Perusahaan 8,20 9,11 8,66 8,66
O. Adm Pem, Pertahanan dan Jamsos Wajib -0,16 4,76 2,30 2,30
P. Jasa Pendidikan 11,54 7,47 9,50 9,50
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 12,67 7,32 9,99 9,99
R,S,T,U Jasa Lainnya 8,09 2,97 6,53 5,86
Produk Domestik Regional Bruto 5,42 5,91 5,27 5,53
II-25
Pertumbuhan sectoral PDRB ADHK yang paling tinggi
adalah sector Informasi dan Komunikasi dengan pertumbuhan
sebesar 11,75 persen per tahun. Kemudian disusul dengan
pertumbuhan sector Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 9,99 persen per tahun.
Sektor PDRB dengan pertumbuhan tertinggi ketiga adalah
sector Jasa Pendidikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar
9,50 persen per tahun.
Sektor PDRB ADHK tahun 2010 yang memiliki
pertumbuhan paling tinggi adalah Sektor Informasi dan
Komunikasi dimana pada tahun 2014 pertumbuhan sektor itu
mencapai paling tinggi yaitu sebesar 15,53 persen pada tahun
dan yang paling rendah adalah sebesar 9,47 persen terjadi
pada tahun 2016. Urutan pertumbuhan sektoral paling tinggi
kedua adalah sector Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
dengan pertumbuhan paling tinggi sebesar 12,66 persen
terjadi pada tahun 2014 dan yang terendah adalah sebesar
7,32 persen terjadi pada tahun 2015.
Pertumbuhan sector Industri Pengolahan masih
dibawah 10 persen, yaitu tertinggi adalah sebesar 8,38 persen
terjadi pada tahun 2014 dan yang terendah adalahs ebesar
4,99 persen dan terjadi pada tahun 2016. Sementara sector
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan pernah mengalami
penurunan sebesar -0,15 persen terjadi pada tahun 2014 dan
pertumbuhan tertinggi sebesar 5,56 persen terjadi pada tahun
2015.
Jadi jika dilihat dari kontribusi sektoral, kontribusi
dominan berada pada sector Industri Pengolahan dan sector
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan. Sedangkan pertumbuhan
II-26
paling tinggi adalah sector Informasi dan Komunikasi dan
sector Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial.
3. Implikasi pada Pembentukan Perda Penyelenggaraan
Kearsipan
Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali
tentang Penyelenggaraan Kearsipan ini akan membawa
implikasi terhadap hal-hal sebagai berikut:
a. Implikasi penerapan sistem baru untuk mengatur
penyelenggaraan kearsipan diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya kesadaran dan kecintaan terhadap hal-hal
yang terkait dengan kearsipan, semakin meningkatnya
ketertiban dan profesionalitas dalam pengelolaan arsip di
Kabupaten Boyolali.
b. Sistem baru tentang jaringan system kearsipan nasional
akan sangat membantu pemerintah daerah dalam
menjabarkan strategi dan arah kebijakan, tujuan dan
sasaran, serta program dan kegiatan penyelenggaraan
kearsipan.
c. Sistem baru tentang Sistem Kearsipan nasional yang
terintegrasi sampai ke daerah ini dapat membantu para
seluruh stakeholder pembangunan untuk memperoleh
akses pelayanan informasi dan kearsipan yang lebih cepat
dan tepat.
d. Sistem baru tentang Sistem Kearsipan Nasional dapat
dapat memberikan kontribusi dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan secara tertib dan akuntabel.
III-1
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan ini disusun dengan
mendasarkan pada berbagai peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, ditetapkan ketentuan bahwa jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan
dimaksud, maka berikut ini akan dilakukan evaluasi dan analisis
sejumlah aturan hukum yang relevan dengan penyelenggaraan
kearsipan sebagai berikut.
A. Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan Terkait
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan perwujudan pemerintahan daerah yang
III-2
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 18 ayat (5) UUD
NRI Tahun 1945 menyebutkan Pemerintah Daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat.
Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (6) disebutkan
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan. Berdasarkan ketentuan tersebut sangat
jelas, bahwa upaya pemerintah daerah dalam menjalankan
otonomi dengan membentuk peraturan daerah tentang pajak
daerah adalah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan memiliki pijakan yuridis konstitusional.
Pembentukan rancangan peraturan Daerah Kabupaten Ngawi
tentang Kabupaten Layak Anak ini selain sudah sesuai dengan
ketentuan konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945 juga telah sesuai dengan garis kewenangan yang
diberikan kepada daerah dalam pembentukan peraturan
daerah.
2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan.
Pengaturan kearsipan ini dilandasi pemikiran dalam
rangka mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan mencapai cita-cita nasional sebagaimana tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, arsip sebagai identitas dan jati diri bangsa, serta
sebagai memori, acuan, dan bahan pertanggungjawaban
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
harus dikelola dan diselamatkan oleh Negara.
III-3
Selain itu untuk menjamin ketersediaan arsip yang
autentik dan terpercaya, menjamin perlindungan kepentingan
negara dan hak-hak keperdataan rakyat, serta mendinamiskan
system kearsipan, diperlukan penyelenggaraan kearsipan yang
sesuai dengan prinsip, kaidah, dan standar kearsipan
sebagaimana dibutuhkan oleh suatu system penyelenggaraan
kearsipan nasional yang andal.
Demikian pula dalam rangka menghadapi tantangan
globalisasi dan mendukung terwujudnya penyelenggaraan
negara dan khususnya pemerintahan yang baik dan bersih,
serta peningkatan kualitas pelayanan public, penyelenggaraan
kearsipan di Lembaga negara, pemerintahan daerah, Lembaga
Pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, dan perseorangan harus dilakukan dalam
suatu system penyelenggaraan kearsipan nasional yang
komprehensif dan terpadu.
Pasal 4 UU tentang Kearsipan ini menegaskan bahwa
kearsipan dilaksanakan berasaskan :
a. Kepastian hukum
Penjelasan : Yang dimaksud asas kepastian hukum yaitu
penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan dengan
berdaasarkan landasan hukum dan selaras dengan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan
dalam kebijakan penyelenggaraan negara. Hal ini
memenuhi penerapan asas supremasi hukum yang
menyatakan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
negara didasarkan pada hukum yang berlaku.
b. Keautentikan dan Keterpercayaan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “keautentikan
dan keterpercayaan” yaitu penyelenggaraan kearsipan
harus berpegang pada asas menjaga keaslian dan
III-4
kepercayaan arsip sehingga dapat digunakan sebagai bukti
dan bahan akuntabilitas.
c. Keutuhan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “keutuhan” yaitu
penyelenggaraan kearsipan harus menjaga kelengkapan
arsip dan upaya pengurangan, penambahan dan
pengubahan informasi maupun fisiknya yang dapat
mengganggu keautentikan dan keterpercayaan arsip.
d. Asal Usul (principle of provenance)
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “asal usul” yaitu
asas yang dilakukan untuk menjaga arsip tetap terkelola
dalam satu kesatuan pencipta arsip (provenance), tidak
dcampur dengan arsip yang berasal dari pencipta arsip
lain, sehingga arsip dapat melekat pada konteks
penciptanya.
e. Aturan asli (principle of original order).
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “aturan asli”
yaitu asas yang dilakukan untuk menjaga arsip tetap
sitaati sesuai dengan pengaturan aslinya (original order)
atau sesuai dengan pengaturan ketika arsip masih
digunakan untuk pelaksanaan kegiatan pencipta arsip.
f. Keamanan dan Kelematan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “keamanan dan
keselamatan” yaitu penyelenggaraan kearsipan harus
memberikan jaminan keamanan arsip dari kemungkinan
kebocoran dan penyalahgunaan informasi dari pengguna
yang tidak berhak, dan penyelenggaraan kearsi[pan harus
harus dapat menjamin terselamatkannya arsip dari
ancaman bahaya baik yang disebabkan oleh alam maupun
perbuatan manusia.
III-5
g. Keprofesionalan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “keprofesionalan“
adalah penyelenggaraan kearsipan harus dilaksanakan oleh
sumber daya manusia yang professional yang memiliki
kompetensi di bidang kearsipan.
h. Keresponsifan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “keresponsifan”
adalah penyelenggaraan Kearsipan harus tanggap atas
permasalahan Kearsipan ataupun masalah lain yang
berkaitan dengan Kearsipan, khususnya bila terjadi sebab
kehancuran, kerusakan, atau hilangnya Arsip.
i. Keantisipasian
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “keantisipasian”
yaitu penyelanggaraan kearsipan harus didasari pada
antisipasi atau kesadaran terhadap berbagai perubahan
dan kemungkinan perkembangan pentingnya arsip bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara, perkembangan
berbagai perubahan dalam penyelenggaraan kearsipan
antara lain perkembangan teknologi, informasi, budaya,
dan ketatanegaraan.
j. Kepartisipatifan
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “kepartisipatifan”
yaitu penyelenggaraan kearsipan harus memberikan ruang
untuk peran serta dan partisipasi masyarakat di bidang
kearsipan.
k. Akuntabilitas
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “akuntabilitas”
yaitu penyelenggaraan kearsipan harus dapat
memperhatikan arsip sebagai akuntabilitas dan harus bisa
merefleksikan kegiatan dan peristiwa yang direkam.
l. Kemanfaatan
III-6
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “kemanfaatan”
yaitu penyelenggaraan kearsipan harus dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
m. Aksesibilitas
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “aksesibilitas”
yaitu penyelenggaraan kearsipan harus dapat memberikan
kemudahan, ketersediaan, dan keterjangkauan bagi
masyarakat untuk memanfaatkan keasrsipan.
n. Kepentingan Umum
Penjelasan : Yang dimaksud dengan asas “kepentingan
umum” yaitu penyelenggaraan kearsipan dilaksanakan
dengan memperhatikan kepentingan umum dan tanpa
diskriminasi.
Dalam Pasal 6 ayat (3) ditegaskan tentang tanggung
jawab dan kewenangan bidang kearsipan dengan pernyataan:
“Penyelenggaraan kearsipan kabupaten/ kota menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/ kota dan
dilaksanakan oleh Lembaga kearsipan kabupaten/ kota.”
Cakupan pengelolaan arsip dijelaskan dalam Pasal 9
bahwa:
(1) Pengelolaan arsip dilakukan terhadap arsip dinamis dan
arsip statis;
(2) Pengelolaan arsip dinamis itu meliputi:
a. Arsip vital;
b. Arsip aktif; dan
c. Arsip inaktif.
(3) Pengelolaan arsip dinamis itu menjadi tanggung jawab
pencipta arsip.
(4) Pengelolaan arsip statis itu menjadi tanggung jawab
Lembaga kearsipan.
III-7
Arsip Daerah Kabupaten / Kota diatur dalam Pasal 24 dengan
rincian sebagai berikut:
(1) Arsip daerah kabupaten/ kota adalah Lembaga kearsipan
daerah kabupaten/ kota.
(2) Pemerintahan daerah kabupaten/ kota wajib membentuk
arsip daerah kabupaten/ kota.
(3) Pembentukan arsip daerah kabupaten/ kota dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Arsip daerah kabupaten/ kota itu wajib melaksanakan
pengelolaan arsip statis yang diterima dari:
a. Satuan kerja perangkat daerah kabupaten/ kota dan
penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/ kota;
b. Desa atau yang disebut dengan nama lain;
c. Perusahaan;
d. Organisasi politik;
e. Organisasi kemasyarakatan; dan
f. perseorangan.
Selain kewajiban tersebut di atas arsip daerah kabupaten/
kota memiliki tugas melaksanakan:
a. pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi sekurang-
kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal dari satuan
kerja perangkat daerah kabupaten/ kota dan
penyelenggara pemerinahan daerah kabupaten/ kota, dan
b. pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di
lingkungan daerah kabupaten/ kota.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Beberapa ketentuan dalam UU No 12 Tahun 2011 yang
relevan diuraikan dalam penulisan ini antara lain:
III-8
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Pasal 6
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat
berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.
III-9
Pasal 14
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/ atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 15
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat
dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan
atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan lainnya.
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Implementasi otonomi daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilakukan dengan membangun
hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
III-10
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan konsep
tersebut maka negara Indonesia mengundangkan undang-
undangan terkait pemerintahan daerah. Undang-undang yang
mengatur Pemerintahan Daerah saat ini adalah Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 2 UU No 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa:
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya dalam butir 5 dan 6
disebutkan bahwa:
“Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan
masyarakat.”
“Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah ini juga merinci urusan
pemerintahan bidang kearsipan adalah sebagai berikut:
1. Sub Urusan Pengelolaan Arsip :
a. Pengelolaan arsip dinamis Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota dan BUMD Kabupaten/ Kota;
III-11
b. Pengelolaan arsip statis yang diciptakan oleh
Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota, BUMD
Kabupaten/ kota, perusahaan swasta yang kantor
usahanya dalam 1 (satu) daerah kabupaten/ kota,
organisasi kemasyarakatan tingkat Daerah kabupaten/
kota, organisasi politik tingkat daerah kabupaten/ kota,
pemerintahan desa dan tokoh masyarakat tingkat
Daerah kabupaten/ kota.
2. Sub Urusan Perlindungan dan Penyelamatan Arsip :
a. Pemusnahan arsip di lingkungan Pemerintah Daerah
Kabupaten/ Kota yang memiliki retensi di bawah 10
tahun;
b. Perlindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana
yang berskala kabupaten/ kota.
c. Penyelamaan arsip Perangkat Daerah kabupaten/ kota
yang digabung dan/ atau dibubarkan, serta pemekaran
Kecamatan dan desa/ kelurahan.
d. Melakukan anutentikasi arsip statis dan arsip hasil alih
media yang dikelola oleh Lembaga kearsipan
kabupaten/ kota.
3. Sub Urusan Perizinan
Penerbitan izin penggunaan arsip yang bersifat tertutup
yang disimpan di Lembaga kearsipan Daerah kabupaten/
kota.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan.
a. Pasal 2
Penyelenggaran kearsipan dilakukan di tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/ kota, dan perguruan tinggi dalam
suatu system kearsipan nasional.
III-12
b. Pasal 3
Ayat (3) : Penyelenggara kearsipan di tingkat kabupaten/
kota merupakan tanggung jawab bupati/ walikota sesauai
kewenangannya.
c. Pasal 11
Ayat (3) : Lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota
bertanggung jawab melakukan pembinaan kearsipan
terhadap pencipta arsip di lingkungan daerah kabupaten/
kota.
d. Pasal 29
(1) Pengelolaan arsip terdiri atas:
a. pengelolaan arsip dinamis; dan
b. pengelolaan arsip statis.
(2) Pengelolaan arsip dinamis dilakukan terjadap arsip
vital, arsip aktif, dan arsip inaktif.
(3) Pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggung jawab
pencipta arsip.
(4) Pengelolaan arsip statis menjadi tanggung jawab
Lembaga kearsipan.
(5) Pelaksanaan pengelolaan arsip dilakukan oleh arsiparis.
e. Pasal 30
Pengelolaan arsip dinamis wajib dilakukan oleh pencipta
arsip yang meliputi:
a. Lembaga negara, pemerintahan daerah, perguruan
tinggi, serta BUMN dan BUMD;
b. Perusahaan dan perguruan tinggi swasta yang
kegiatannya dibiayai dengan APBN, APBD dan/ atau
bantuan luar negeri, dan
c. Pihak ketiga yang diberi pekerjaan berdasarkan
perjanjian kerja dengan Lembaga negara,
pemerintahan daerah, perguruan tinggi negeri, BUMN
atau BUMD sebagai pemberi kerja.
III-13
f. Pasal 31
Pengelolaan arsip dinamis meliputi kegiatan :
a. Penciptaan arsip;
b. Penggunaan arsip;
c. Pemeliharaan arsip; dan
d. Penyusutan arsip.
g. Pasal 143
(1) Pemerintahan daerah kabupaten/ kota wajib
membentuk Lembaga kearsipan daerah kabupaten/
kota yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
kearsipan pemerintahan daerah kabupaten/ kota.
(2) Lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota wajib
melaksanakan pengelolaan arsip statis yang berskala
kabupaten/ kota yang diterima dari satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/ kota dan penyelenggara
pemerintahan daerah kabupaten/ kota, desa atau yang
disebut dengan nama lain yang sejenis, perusahaan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan.
(3) Lembaga kearsipan daerah kabupaten/ kota
mempunyai tugas melaksanakan:
a. Pengelolaan arsip inaktif yang memiliki retensi
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang
berasal dari satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/ kota dan penyelenggara pemerintahan
daerah kabupaten/ kota; dan
b. Pembinaan kearsipan terhadap pencipta arsip di
lingkungan daerah kabupaten/ kota.
IV-1
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS
DAN LANDASAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Peraturan perundang-undangan harus mendapatkan
pembenaran yang dapat diterima jika dikaji secara filosofis yaitu
cita-cita kebenaran, keadilan dan kesusilaan. Filsafat atau
pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari
bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai
yang baik dan yang tidak baik. Nilai yang baik adalah nilai yang
wajib dijunjung tinggi, didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan
dan kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik.
Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut menurut
takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan. Hukum dibentuk
tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak
akan dipatuhi. Semua nilai yang ada nilai yang ada di bumi
Indonesia tercermin dari Pancasila, karena merupakan pandangan
hidup, cita-cita bangsa, falsafah atau jalan kehidupan bangsa (way
of life).
Adapun falsafah hidup berbangsa merupakan suatu landasan
untuk membentuk hukum suatu bangsa, dengan demikian hukum
yang dibentuk harus mencerminkan falsafah suatu bangsa.
Sehingga dalam penyusunan naskah akademik Rancangan
Peraturan Daerah pun harus mencerminkan moral dari daerah yang
bersangkutan.
Landasan filosofis merupakan suatu landasan yang
didasarkan atas nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Dengan
bahasa yang serupa, Jimly Asshiddiqie (2006 : 171)
menyebutkannya sebagai “cita-cita filosofis yang dianut
IV-2
masyarakat bangsa yang bersangkutan”. Cita-cita filosofis tersebut
haruslah terkandung dalam suatu undang-undang. Dengan
demikian, ada kesesuaian antara cita-cita filosofis masyarakat
dengan cita-cita filosofis yang terkandung dalam undang-undang.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki
cita-cita filosofis Pancasila maka peraturan yang akan dibuat
hendaknya dialiri nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita filosofis
tersebut.
Pada era desentralisasi, pemerintah daerah harus dapat
mengoptimalkan potensi daerahnya untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Secara filosofis, ada tujuan utama yang ingin dicapai
dari penerapan kebijakan desentralisasi yaitu tujuan demokrasi dan
tujuan kesejahteraan. Tujuan demokrasi akan memposisikan
Pemerintah Daerah sebagai instrumen Penyelenggaraan politik
ditingkat lokal yang secara agregat akan menyumbang terhadap
Penyelenggaraan politik secara nasional sebagai elemen dasar
dalam menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara
serta mempercepat terwujudnya masyarakat madani atau civil
society. Tujuan kesejahteraan mengisyaratkan Pemerintah daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan
pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis. (W. Riawan
Tjandra dan Kresno Budi Darsono, 2009 : 7).
Berdasarkan nilai filosofis Pancasila dan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 segala bentuk peraturan perundang-
undangan di Indonesia dibentuk tidak terkecuali Peraturan Daerah.
Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali
tentang Penyelenggaraan Kearsipan ini pada hakekatnya memiliki
kaitan erat dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Kegiatan usaha sebagian masyarakat di Kabupaten
Boyolali selain di bidang pertanian, juga melakukan usaha dalam
bidang industri baik dengan skala kecil, menengah maupun besar.
IV-3
Peran strategis sektor Industri dari segi nilai produksi,
penyerapan tenaga kerja, jumlah unit kerja, dan nilai investasi
diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
umum di Kabupaten Boyolali. Dengan demikian pernyusunan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan sudah memiliki landasan filosofis yang
kuat.
B. Landasan Sosiologis
Peraturan perundang-undangan di buat adalah untuk
mengatur kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya. Demikian
pula pada proses pembentukan produk hukum yang ada di daerah
melalui peraturan daerah harus memperhatikan beberapa aspek
yang berkembang di masyarakat. Hal ini dengan tujuan agar apa
yang di buat oleh pemerintah yang berkuasa dapat berguna bagi
kehidupan masyarakat.
Peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan
keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Suatu
peraturan perundang–undangan harus mempunyai landasan
sosiologis apabila ketentuan–ketentuan sesuai dengan keyakinan
umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hukum yang dibuat
harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan kenyataan yang
dihadapi masyarakat. Dengan demikian dalam penyusunan
rancangan peraturan daerah harus sesuai dengan kondisi
masyarakat yang bersangkutan.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam membentuk
peraturan daerah antara lain sebagai berikut: 1) Social Need
(Kebutuhan masyrakat); 2) Social Condition (Kondisi masyarakat);
3) Social Capital (Modal/kekayaan masyarakat) (Mahendra Putra
Kurnia dkk, 2007 : 145).
IV-4
Secara empiris, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan memiliki landasan
sosiologis yang kuat. Peraturan daerah ini dibuat untuk merespon
perkembangan permasalahan yang ada di masyarakat. Selama ini
berlum pernah ada peraturan perundang-undangan di Kabupaten
Boyolali yang mengatur berkenaan dengan penyelenggaraan
kearsipan. Maka Raperda Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan ini merupakan upaya percepatan
pemberian pelayanan umum masyarakat dalam bidang
penyelenggaraan kearsipan.
C. Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan harus mempunyai landasan
hukum atau dasar hukum yang terdapat dalam ketentuan yang
lebih tinggi. Landasan yuridis adalah landasan hukum yang
memberikan perintah untuk membentuk sebuah peraturan
perundang-undangan, pertama adalah terkait kewenangan
membuat aturan dan kedua adalah berkaitan dengan materi
peraturan perundang-undangan yang harus dibuat.
Landasan yuridis adalah alasan yang beraspek hukum.
Keberlakuan yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum
dengan daya ikatnya untuk umum sebagai suatu dogma yang
dilihat dari pertimbangan yang bersifat teknis juridis. Secara
juridis, suatu norma hukum dikatakan berlaku apabila norma
hukum itu sendiri memang: (1) ditetapkan sebagai norma hukum
berdasarkan norma hukum yang lebih superior atau yang lebih
tinggi seperti dalam pandangan Hans Kelsen dengan teorinya
“Stuffenbau Theorie des Recht”; (2) ditetapkan mengikat atau
berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan antara suatu
kondisi dengan akibatnya seperti dalam pandangan J.H.A,
IV-5
Logemann; (3) ditetapkan sebagai norma hukum menurut prosedur
pembentukan hukum yang berlaku seperti pandangan W.
Zevenbergen; dan (4) ditetapkan sebagai norma hukum oleh
lembaga yang memang berwenang untuk itu (Jimly Asshiddiqie,
2006 : 242).
Landasan yuridis dapat dilihat dari segi kewenangan yaitu
apakah ada kewenangan seorang pejabat atau badan yang
mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam peraraturan
perundang-undangan. Hal ini sangat perlu, mengingat sebuah
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan atau
pejabat yang tidak memiliki kewenangan maka peraturan
perundang-undangan tersebut batal demi hukum (neitige).
Misalnya kewenangan untuk menyusun Undang-Undang ada pada
DPR dan Presiden; Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden
ada pada Presiden; Peraturan Daerah ada pada Walikota/ Bupati
bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sedangkan berkaitan dengan materi muatan dalam peraturan
perundang-undangan maka harus beradasarkan asas sinkronisasi
baik vertikal maupun horisontal. Disamping itu juga harus
diperhatikan asas-asas lain seperti asas Lex Specialist Derograt legi
Generali, asas yang kemudian mengesampingan yang terdahulu
dan lain sebagainya.
Menurut lampiran I Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Landasan
yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau
yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur
sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang
IV-6
baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang
tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi
tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum
ada.
Berdasarkan kajian regulasi yang dilakukan maka
pembentukan rancangan peraturan daerah Kabupaten Boyolali
tentang Penyelenggaraan Kearsipan ini memiliki landasan yuridis
yang kuat. Beberapa landasan yuridis tersebut antara lain:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa
Tengah;
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3674);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3151);
5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4846);
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
IV-7
7. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan
(Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 152,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
10. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5601);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang
Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang 1950 Nomor 12,
13, 14 dan 15 Dari Hal Pembentukan Daerah-daerah
Kabupaten di Jawa Timur/ Tengah/ Barat dan Daerah Istimewa
Yogyakarta (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950
Nomor 59);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Penyerahan Dan Pemusnahan Dokumen Perusahaan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor
194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3912);
IV-8
13. Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata
Cara Peralihan Dokumen Perusahaan Ke Dalam Mikro Film
Atau Media Lainnya dan Legalisasi (Lembaran Negara Republik
Tahun 1999 Nomor 195, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3913);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 53, Tabahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5826);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5887);
16. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
17. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Kearsipan di Lingkungan Provinsi
Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun
2015 Nomor 2);
18. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 16 Tahun 2016
tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Tahun 2016 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 183);
V - 1
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan dalam Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan.
Naskah akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan
ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan
dibentuk. Dalam teori penyusunan peraturan perundang-undangan
telah diikuti suatu prinsip bahwa sebuah naskah akademik harus
merumuskan sasaran yang akan diwujudkan dari penetapan sebuah
peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan itu, dalam
upaya penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan akan
dijabarkan tentang asas, maksud, tujuan dan sasaran yang akan
diwujudkan.
Sasaran yang akan diwujudkan dari Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan
adalah untuk memberikan pedoman kepada seluruh perangkat
daerah di lingkungan pemerintah daerah, Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), Badan Usaha Swasta, pemerintah desa dan
masyarakat secara umum. Dengan berpedoman peraturan daerah
tentang Penyelenggaraan Kearsipan itu diharapkan komitmen
pemerintah daerah dan masyarakat dalam membangun dan
mengembangkan Kearsipan Daerah dapat diwujudkan dalam
regulasi yang mengikat dan sekaligus menjadi pedoman bagi
seluruh stakeholder pembangunan bidang kearsipan.
Penyusunan rancangan peraturan daerah Kabupaten
Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan ini diharapkan juga
V - 2
dapat disesuaikan dengan perkembangan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi terkait dengan kebijakan
penyelenggaraan kearsipan umumnya dan pengembangan
pelayanan masyarakat dalam bidang kearsipan khususnya.
Perumusan kebijakan, program dan kegiatan, serta indikator-
indikator pembangunan kearsipan dapat berdampak pada
percepatan pelayanan masyarakat dalam bidang kearsipan yang
pada akhirnya dapat pula mendorong perwujudan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya.
B. Ruang Lingkup Materi
Kajian mendalam yang telah dilakukan pada bab dan bagian
sebelumnya kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan konstruksi pemikiran materi Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan.
Adapun rumusan secara rinci Rancangan Peraturan Daerah itu
adalah sebagai berikut :
1. Judul Rancangan Peraturan Daerah
“Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor …….. Tahun
2019 tentang Penyelenggaraan Kearsipan”
2. Pembukaan
a. Konsiderans ‘Menimbang”.
Perumusan konsiderans “Menimbang” berisi alasan aspek
filosofis, sosiologis dan yuridis dari penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan yang secara rinci adalah
sebagai berikut :
V - 3
- bahwa arsip sebagai memori, acuan dan bahan
pertanggungjawaban dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus
dikelola dan diselamatkan oleh Negara;
- bahwa untuk menjamin ketersediaan arsip yang
autentik dan terpercaya diperlukan penyelenggaraan
kearsipan yang sesuai dengan prinsip, kaidah, dan
standar kearsipan;
- bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan dan Pasal 143 Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, Pemerintah
Daerah mempunyai kewajiban untuk
menyelenggarakan pengelolaan kearsipan di Daerah;
- bahwa dalam rangka penyelenggaraan kearsipan di
Daerah memerlukan panduan dalam pelaksanaannya
sehingga perlu disusun pedoman penyelenggaraan
kearsipan;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
dperlu menetapkan Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Kearsipan.
b. Konsiderans “Mengingat” atau Dasar hukum
Dasar hukum penyusunan peraturan daerah ini
dirumuskan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-
undangan yang ada. Perumusan peraturan perundang-
undangan yang dicantumkan didalam dasar hukum adalah
ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan retribusi daerah dan pemerintahan daerah. Ada
perubahan perumusan dasar hukum yang dilakukan,
V - 4
secara keseluruhan perubahan dirumuskan sebagai
berikut:
1) Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Djawa Tengah;
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 18, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi Dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3151);
5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846);
6) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
7) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
8) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
V - 5
9) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaga Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
10) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601);
11) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1950 tentang
Penetapan Mulai Berlakunya Undang-Undang 1950
Nomor 12, 13, 14 dan 15 Dari Hal Pembentukan
Daerah-daerah Kabupaten di Jawa Timur/ Tengah/
Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 59);
12) Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Penyerahan Dan Pemusnahan Dokumen
Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3912);
13) Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang
Tata Cara Peralihan Dokumen Perusahaan Ke Dalam
Mikro Film Atau Media Lainnya dan Legalisasi
(Lembaran Negara Republik Tahun 1999 Nomor 195,
V - 6
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3913);
14) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009
tentang Kearsipan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 53, Tabahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5826);
15) Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 114, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887);
16) Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
17) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1
Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kearsipan di
Lingkungan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 Nomor 2);
18) Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 16
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten
Boyolali Tahun 2016 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 183);
3. Batang Tubuh
Batang tubuh Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan dirinci dalam bab,
pasal dan ayat sebagai berikut:
a. Bab I. Ketentuan Umum
V - 7
Bab I ini memuat 1 (satu) pasal saja tentang ketentuan
umum istilah yang sering disebut dalam batang tubuh
peraturan daerah ini. Adapun secara rinci Pasal 1 ini
memuat ketentuan umum sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Boyolali.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Boyolali.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Boyolali.
5. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem
dan prinsip Negara Kesaturan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali.
7. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan
DPRD dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah.
8. Dinas adalah perangkat daerah di lingkungan
Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas dan
tanggungjawab terhadap urusan pemerintahan
bidang kearsipan.
V - 8
9. Kepala Dinas adalah Kepala Perangkat Daerah yang
mempunyai tugas dan tanggungjawab terhadap
urusan pemerintahan bidang kearsipan.
10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat
Desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
desa.
11. Kearsipan adalah hal-hak yang berkenaan dengan
arsip.
12. Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam
berbagai bentuk dan media sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara,
pemerintah daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi
kemasyarakatan, desa dan perorangan dalam
melaksanakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
13. Arsip dinamis adalah arsip yang digunakan secara
langsung dalam kegiatan penciptaan arsip dan
disimpan selama jangka waktu tertentu.
14. Arsip aktif adalah arsip yang frekuensi
penggunaannya tinggi dan/ atau terus-menerus.
15. Arsip inaktif adalah arsip yang frekuensi
penggunaannya telah menurun.
16. Arsip vital adalah arsip yang keberadaannya
merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan
operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbarui,
dan tidak tergantikan apabila rusak atau hilang.
17. Arsip statis adalah arsip yang dihasilkan oleh
pencipta arsip karena memiliki nilai guna
kesejarahan, telah habis retensinya, dan
berketerangan dipermanenkan yang telah diverifikasi
V - 9
baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
Arsip Nasional Republik Indonesia dan/atau lembaga
kearsipan.
18. Arsip umum adalah arsip yang yang tidak termasuk
dalam ketegori arsip terjaga.
19. Arsip terjaga adalah arsip negara yang berkaitan
dengan kelangsungan hidup bangsa dan negara yang
harus dijaga keutuhan, keamanan dan
keselamatannya.
20. Arsip Statis Tertutup adalah arsip statis yang tidak
bisa diakses oleh pengguna arsip, karena
pertimbangan kepentingan nasional dan/atau
kepentingan hukum yang diklasifikasikan tidak boleh
diketahui pihak lain yang tidak berhak, yang dikemas
secara khusus untuk menjamin kerahasiaan fisik
maupun informasinya.
21. Arsiparis adalah seseorang yang memiliki kompetensi
di bidang kearsipan yang diperoleh melalui
pendidikan formal dan/ atau pendidikan dan
pelatihan kearsipan serta mempunyai fungsi, tugas,
dan tanggungjawab melaksanakan kegiatan
kearsipan.
22. Pencipta arsip adalah pihak yang mempunyai
kemandirian dan otoritas dalam pelaksanaan fungsi,
tugas dan tanggung jawab di bidang pengelolaan
arsip dinamis meliputi perangkat daerah, BUMD, BUM
swasta dan Pemerintah Desa.
23. Unit kearsipan adalah satuan kerja pada pencipta
arsip yang mempunyai tugas dan tanggungjawab
dalam penyelenggaraan kearsipan.
24. Unit pengolah adalah satuan kerja pada pencipta
arsip yang mempunyai tugas dan tanggung jawab
V - 10
mengolah semua arsip yang berkaitan dengan
kegiatan penciptaan arsip di lingkungannya.
25. Jadwal Retensi Arsip yang selanjutnya disingkat JRA
adalah Daftar yang berisi sekurang-kurangnya
jangka waktu penyimpanan atau retensi , jenbis arsip
dan keterangan yang berisi rekomendasi tentang
penetapan suatu jenis arsip dimusnahkan, dinilai
kembali, atau dipermanenkan yang dipergunakan
sebagai pedoman penyusutan dan penyelamatan
arsip.
26. Nilai guna arsip adalah nilai arsip yang didasarkan
pada kegunaannya bagi kepentingan pengguna arsip.
27. Penyusutan arsip adalah kegiatan pengurangan
jumlah arsip dengan cara pemindahan arsip inaktif
dari unit pengolah ke unit kearsipan, pemusnahan
arsip yang tidak memiliki nilai guna, penyerahan
arsip statis kepada lembaga kearsipan.
28. Penyelenggaraan kearsipan adalah keseluruhan
kegiatan meliputi kebijakan, pengelolaan arsip, dan
pembinaan kearsipan dalam suatun system kearsipan
daerah yang didukung oleh sumber daya manusia,
prasarana dan sarana, serta sumber daya lainnya.
29. Pengolahan arsip dinamis adalah proses
pengendalian arsip dinamis secara efisien, efektif,
dan sistematis meliputi penciptaan, penggunaan, dan
pemeliharaan, serta penyusutan arsip.
30. Pengelolaan arsip statis adalah proses pengendalian
arsip statis ecara efektif, efisien, dan sitematis
meliputi akuisisi, pengolahan, preservasi,
pemanfaatan, pendayagunaan dan pelayanan public
dalam suatu system kearsipan daerah.
V - 11
31. Akuisisi Arsip Statis adalah proses penambahan
khasanah arsip statis pada lembaga kearsipan yang
dilaksanakan melalui kegiatan penyerahan arsip
statis dan hak pengelolaannya dari pencipta arsip
kepada lembaga kearsipan.
32. Akses arsip adalah ketersediaan arsip sebagai hasil
dari kewenangan hukum dan otoritas legal serta
keberadaan sarana bantu untuk mempermudah
penemuan dan pemanfaatan arsip.
33. Preservasi arsip adalah upaya perlindungan arsip
yang dilaksanakan dalam rangka menjamim
keselamatan dank kelestarian fisik arsip maupun
informasi arsip.
34. Sistem Kearsipan Daerah yang selanjutnya disingkat
SKD adalah suatu sistem yang membentuk pola
hubungan berkelanjutan antar berbagai komponen
yang memiliki fungsi dan tugas tertentu, interaksi
antar pelaku serta unsur lain yang saling
mempengaruhi dalam penyelenggaraan kearsipan di
Daerah.
35. Sistem Informasi Kearsipan Daerah yang selanjutnya
disingkat SIKD adalah sistem informasi arsip secara
daerah yang dikelola oleh Dinas yang menggunakan
Sarana Jaringan Informasi Kearsipan Daerah.
36. Jaringan Informasi Kearsipan Nasional yang
selanjutnya disingkat JIKN adalah sistem jaringan
informasi dan sarana pelayanan arsip secara nasional
yang dikelola oleh Arsip Nasional Republik Indonesia.
37. Jaringan Informasi Kearsipan Daerah yang
selanjutnya disingkat JIKD adalah system jaringan
informasi dan sarana pelayanan arsip secara daerah
yang dikelola oleh Kantor Arsip Daerah;
V - 12
38. Daftar Pencarian Arsip yang selanjutnya disingkat
DPA adalah daftar berisi arsip yang memiliki nilai
guna kesejarahan, baik yang telah diverifikasi secara
langsung maupun tidak langsung oleh lembaga
kearsipan dan dicari oleh lembaga kearsipan serta
diumumkan kepada publik;
39. Daftar arsip adalah daftar berisi data dan identitas
arsip yang diperlukan dalam penemuan dan
penyusutan arsip.
40. Masyarakat adalah perseorangan, perusahaan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
organisasi profesi, badan usaha, dan lembaga
pendidikan.
41. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat
BUMN, adalah Badan Usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah
melalui pernyataan secara langsung yang berasal
dari kekayaan Pemerintah yang dipisahkan.
42. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat
BUMD, adalah Badan Usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh Pemerintah
Daerah melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan Pemerintah Daerah yang
dipisahkan.
43. Badan Usaha Milik Swasta yang selanjutnya disingkat
BUM Swasta, adalah Badan Usaha Swasta yang
seluruh permodalannya berasal dari pihak swasta.
44. Organisasi kearsipan adalah unit kearsipan pada
pencipta arsip dan lembaga kearsipan.
45. Program arsip vital adalah tindakan yang prosedur
dan sistematis dan terencana yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan dan menyelamatkan arsip
V - 13
vital pencipta arsip pada saat darurat atau setelah
terjadi musibah.
46. Retensi arsip adalah jangka waktu penyimpanan
yang wajib dilakukan terhadap suatu jenis arsip.
47. Autentikasi arsip adalah proses pemberian tanda
dan/ atau pernyataan tertulis atau tanda lainnya
sesuai dengan perkembangan teknologi yang
menunjukkan bahwa arsip yang diautentikasi adalah
asli atau sesuai dengan aslinya.
48. Alih media arsip adalah transfer informasi dari
rekaman yang berbasis kertas ke dalam media lain
dengan tujuan efisiensi.
49. Guide adalah panduan dalam melakukan penyusunan
sarana bantu penemuan kembali arsip statis.
b. Bab II. Asas, Maksud, Tujuan dan Sasaran.
Asas penyelenggaraan kearsipan adalah :
Pasal 2
Penyelenggaraan Kearsipan dilaksanakan berdasarkan asas:
a. Kepastian hukum
b. Keautentikan dan keterpercayaan;
c. Keutuhan;
d. Asal usul;
e. Aturan asli;
f. Keamanan dan keselamatan;
g. Keprofesionalan;
h. Keresponsifan;
i. Keantisipatifan;
j. Kepartisipatifan;
k. Akuntabilitas;
l. Kemanfaatan;
m. Aksesibilitas; dan
V - 14
n. Kepentingan umum.
Maksud dan Tujuan penyelenggaraan Kearsipan adalah
sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Penyelenggaraan kearsipan dimaksudkan untuk
memberikan kepastian hukum dan sebagai pedoman
dalam penyelenggaraan Kearsipan di Daerah.
(2) Penyelenggaraan kearsipan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan dengan tujuan:
a. menjamin terciptnya arsip dari kegiatan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah, lembaga
pendidikan, badan usaha milik daerah, organisasi
politik, organisasi kemasyarakatan dan perseorangan.
b. Menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan
terpercaya sebagai alat bukti yang sah;
c. Menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal
dan pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan;
d. Menjamin penyelenggaraan kearsipan daerah sebagai
suatu sistem yang komprehensif dan terpadu;
e. Menjamin perlindungan kepentingan negara dan hak-
hak keperdataan rakyat; dan
f. Untuk menyelamatkan arsip debagai bukti
pertanggungjawaban dalam kehidupan
nermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sasaran yang dituju dari penyusunan Peraturan Daerah
tentang Penyelenggaraan Kearsipan adalah:
Pasal 4
Sasaran Penyelenggaraan Kearsipan meliputi:
V - 15
a. Peningkatan arsip yang tercipta dari pemerintah daerah,
Lembaga Pendidikan, BUMD, desa/ kelurahan, perusahaan,
organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan;
b. Peningkatan ketersediaan arsip yang autentik dan
terpercaya;
c. Peningkatan pengelolaan kearsipan yang andal;
d. Peningkatan sistem kearsipan yang dinamis, komprehensif,
dan terpadu;
e. Peningkatan keselamatan, keamanan, dan kelestarian
kearsipan; dan
f. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan
dan pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.
c. Bab III. Penyelenggaraan Kearsipan
Sistem Kearsipan
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan Kearsipan Daerah dilaksanakan oleh
Dinas.
(2) Penyelenggaraan kearsipan pada perangkat daerah,
BUMD, BUM Swasta dan Pemerintah Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit kearsipan
dan unit pengolah.
(3) Unit kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
yaitu:
a. Sekretariat dan/ atau subbagian tata usaha pada
perangkat daerah; dan
b. Unit pelaksana tugas dan fungsi ketatausahaan pada
BUMD maupun BUM Swasta; dan
(4) Sekretaris pada Unit pengolah sebagaimana dimakud
pada ayat (2) yaitu:
V - 16
a. Bidan, seksi, dan/atau bagian pada perangkat
daerah;
b. Divisi dan/atau bagian pada BUMD maupun BUM
Swasta; dan
c. Bagian pada Pemerintah Desa.
c. Pemerintah Desa.
Pasal 6
(1) Dinas dalam menyelenggarakan kearsipan mempunyai
tugas:
a. Menyusun kebijakan kearsipan daerah;
b. Menyusun program arsip vital;
c. Mengelola arsip dinamis inaktif yang memiliki retensi
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun yang berasal
dari perangkat daerah, BUMD, BUM Swasta dan
Pemerintah Desa;
d. Melaksankan pembinaan kearsipan terhadap
perangkat daerah, BUMD, BUM Swasta, Pemerintah
Desa, dan masyarakat;
e. Melaksanakan pengendalian dan pengawasan
kearsipan;
f. Melaksanakan pemusnahan arsip yang sudah tidak
memiliki nilai guna atau arsip yang memiliki retensi
sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sesuai JRA;
g. Melaksanakan pengelolaan arsip statis yang diterima
dari OPD, BUMD, BUM Swasta, Pemerintah Desa, dan
masyarakat; dan
h. Melaksanakan pengembangan SDM Kearsipan.
(2) Dinas memiliki kewajiban:
a. Menyusun JRA;
b. Membuat DPA dan mengumumkan kepada
masyarakat; dan
V - 17
c. Mengelola arsip vital Pemerintah Daerah berupa arsip
aset tidak bergerak, arsip perizinan pemanfaatan
ruang, arsip produk hukum yang bersifat pengaturan,
arsip perjanjian kerjasama yang strategis baik dalam
atau luar negeri, arsip hak paten, arsip berkas perkara
pengadilan dan arsip batas wilayah, dan arsip vital lain
yang telah dilakukan identifikasi.
Pasal 7
(1) Perangkat Daerah, BUMD, BUM Swasta dan Pemerintah
Desa dalam menyelenggarakan kearsipan mempunyai
tugas:
a. Mengelola arsip dinamis aktif di lingkungannya;
b. Mengelola arsip dinamis inaktif yang memiliki retensi
kurang dari 10 (sepuluh) tahun di lingkungannya;
c. Menyusun program arsip vital;
d. Mengelola arsip vital;
e. Melaksanakan pemusnahan arsip yang memiliki
retensi dibawah 10 (aepuluh) tahun sesuai JRA;
f. Menyusun daftar arsip statis dan menyerahkan kepada
Lembaga Kearsipan Daerah; dan
g. Melaksanakan pembinaan dn pengembangan
pengelolaan arsip di lingkungannya.
(2) Mengelola arsip dinamis aktif Unit kearsipan pada
perangkat daerah, BUMD, BUM Swasta dan Pemerintah
Desa dalam menyelenggarakan kearsipan memiliki tugas:
a. Melaksanakan pengelolaan arsip inaktif;
b. Mengolah arsip dan menyajikan arsip menjadi
informasi untuk kepentingan penguna internal dan
kepentingan publik;
V - 18
c. Melaksanakan pemusnahan arsip; dan
d. Menyiapkan penyerahan arsip statis.
(3) Unit pengolah pada perangkat daerah, BUMD, BUM
Swasta dan Pemerintah Desa dalam menyelenggarakan
kearsipan memiliki tugas:
a. Pengelolaan arsip altif;
b. Pengelolaan arsip vital;
c. Penyusunan daftar arsip inaktif; dan
d. Melaksanakan pemindahan arsip dinamis inaktif ke
unit kearsipan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar operasional dan
prosedur penyelenggraan kearsipan diatur dengan
Peraturan Bupati.
Ruang Lingkup Pengelolaan
Pasal 8
(1) Pengelolaan kearsipan daerah meliputi:
a. arsip dinamis; dan
b. arsip statis.
(2) Pengelolaan arsip dinamis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi pengelolaan terhadap:
a. Penciptaan;
b. Penggunaan;
c. Pemeliharaan; dan
d. Penyusutan.
(3) Pengelolaan arsip dinamis menjadi tanggungjawab
pencipta arsip yang meliputi:
a. Arsip vital;
b. Arsip aktif; dan
c. Arsip inaktif.
V - 19
(4) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi kegiatan:
a. Akuisisi arsip statis;
b. Pengolahan arsip statis;
c. Preservasi arsip statis; dan
d. Akses arsip statis.
(5) Pengelolaan arsip statis menjadi tanggung jawab Dinas.
Pengelolaan Arsip dibagi menjadi dua bagian pengaturan,
yaitu pengelolaan Arsip Dinamis dan Pengelolaan Arsip Statis.
Pegelolaan Arsip Dinamis :
Penciptaan Arsip
Pasal 9
(1) Penciptaan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf a meliputi kegiatan:
(2) Pembuatan dan penerimaan arsip sebagaimana dimaksud
pada ayat (10, dilaksanakan berdasarkan tata naskah
dinas, pengurusan surat, klasifikasi arsip, serta system
klasifikasi keamanan dan akses arsip sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Penggunaan Arsip
Pasal 10
(1) Penggunaan Arsip dinamis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) huruf b diperuntukkan bagi kepentingan
pemerintahan dan masyarakat.
(2) Penggunaan Arsip dinamis dilakukan untuk memenuhi
kepentingan dalam kegiatan perencanaan, pengambilan
keputusan, layanan kepentingan pblik, pelindungan hak,
atau penyelesaian sengketa.
(3) Penggunaan Arsip dinamis dilaksanakan berdasarkan
aiatem klasifikasi keamanan dan akses arsip.
V - 20
Pasal 11
(1) Penciptaan arsip dapat menutup akses atas arsip dengan
alasan apabila dibuka untuk umum, dapat:
(2) Pencipta arsip wajib menjaga kerahasiaan arsip tertutup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pencipta arsip wajib menentukan prosedur atas akses
arsip serta menyediakan fasilitas untuk kepentingan
pengguna arsip.
Pasal 12
(1) Setiap orang atau badan yang memerlukan arsip statis
tertutup yang disimpan oleh Dinas wajib memperoleh izin
dari Dinas;
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan izin
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
prosedur dan layanan Arsip Statis Tertutup.
Pemeliharaan Arsip
Pasal 13
(1) Dinamis sebagimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf c dilakukan untuk menjaga keautentikan, kemanan,
dan keselamatan arsip.
(2) Pemeliharaan arsip dinamis dilakukan melalui kegitan:
a. Pemberkasan arsip aktif;
b. Penataan arsip inaktif;
c. Penyimpanan arsip; dan
d. Alih media arsip.
Pasal 14
V - 21
(1) Pemeliharaan arsip aktif dilakukan melalui kegiatan
pemberkasan dan penyiapan arsip.
(2) Pemeliharaan arsip inaktif dilakukan melalui kegiatan
penataan dan penyimpanan.
(3) Pemeliharaan arsip vital dilakukan dengan menyusun
program arsip vital.
(4) Program arsip vital sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
meliputi:
a. Identifikasi;
b. Pelindungan dan pengamanan; dan
c. Penyelamatan dan pemulihan.
Pasal 15
(1) Pemberkasan arsip aktif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) huruf a dilakukan terhadap arsip yang
dibuat dan diterima;
(2) Pemberkasan arsip aktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan berdasarkan klasifikasi arsip.
(3) Pemberkasan arsip aktif menghasilkan tertatanya fisik
dan informasi arsip serta tersusunnya daftar arsip.
(4) Daftar arsip aktif terdiri atas daftar berkas dan isi berkas.
(5) Pengaturan lebih lanjut daftar berkas dan isi berkas
ditetapkan dalam Peraturan Bupati.
Pasal 16
(1) Penataan arsip inaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan asas asal-usul
dan asas aturan asli.
(2) Penataan arsip inaktif pada unit kearsipan dan unit
pengiolah dilaksanakan melalui:
a. Pengaturan fisik arsip;
V - 22
b. Pengolahan informasi arsip; dan
c. Penyusunan daftar arsip inaktif.
(3) Daftar arsip inaktif disusun oleh unit pengolah setiap
tahun, dan disampaikan kepada unit kearsipan disertai
berita acara.
Pasal 17
(1) Penyimpanan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (2) huruf c dilakukan terhadap arsip aktif dan
inaktif yang telah disusun dalam daftar arsip.
(2) Penyimpanan arsip aktif dan inaktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk menjamin
keamanan fisik dan informasi arsip selama jangka waktu
penyimpanan arsip berdasarkan JRA atau nilai guna.
Pasal 18
(1) Arsip dinamis dapat dilakukan alih media sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
(2) Alih media arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam berbagai bentuk dan media sesuai
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1) Alih media arsip dinamis dilaksanakan dengan
memperhatikan kondisi arsip dan nilai informasi.
(2) Alih media sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menghasilkan arsip dinamis dalam bentuk dan media
elektronik dan/ atau media lainnya sesuai dengan aslinya.
(3) Arsip yang dialih mediakan tetap disimpan untuk
kepentingan hukum berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
V - 23
(4) Alih media arsip dinamis diautenstikasi oleh pimpinan
pencipta arsip dengan memberikan tanda tertentu yang
dilekatkan, terasosiasi, atau terkait dengan arsip hasil alih
media.
(5) Pelaksanaan alih media arsip dinamis dilakukan dengan
membuat berita aara yang disertai dengan daftar arsip
yang dialihmediakan.
(6) Arsip hasil alih media dan hasil cetaknya merupakan alat
bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penyusutan Arsip
Pasal 20
(1) Penyusutan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (2) huruf d, dilakukan berdasarkan JRA atau nilai
guna.
(2) JRA sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Bupati ditetapkan oleh Bupati setelah mendapatkan
persetujuan dari Kepala ANRI.
Pasal 21
Penyusutan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1), meliputi:
a. Pemindahan arsip inaktif dari unit pengolah ke unit
kearsipan;
b. Pemusnahan arsip yang telah habis retensinya dan tidak
memiliki nilai guna dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
c. Penyerahan arsip statis oleh pencipta arsip kepada Dinas.
V - 24
Pasal 22
(1) Pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf a dilaksanakan dengan memperhatikan
bentuk dan media arsip.
(2) Pemindahan arsip inaktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. Penyelesaian arsip inaktif;
b. Pembuatan daftar arsip inaktif yang akan
dipindahkan; dan
c. Penataan arsip inaktif yang akan dipindahkan.
Pasal 23
(1) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
huruf b menjadi tanggung jawab pencipta arsip.
(2) Pemusnahan arsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan terhadap arsip yang:
a. Tidak memiliki nilai guna;
b. Telah habis retensinya dan berketerangan
dimusnahkan berdasarkan JRA;
c. Tidak ada peraturan perundang-undangan yang
melarang; dan
d. Tidak berkaitan dengan penyelesaian proses suatu
perkara.
(3) Dalam hal arsip belum memenuhi semua ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) retensinya
ditentukan kembali oleh pimpinan pencipta arsip.
Pasal 24
(1) Perangkat Daerah, BUMD, BUM Swasta dan Pemerintah
Desa berkewajiban menyerahkan arsip statis
V - 25
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c kepada
Dinas.
(2) Penyerahan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan terhadap arsip yang:
a. Akuisisi arsip statis;
b. Pengolahan arsip statis;
c. Preservasi arsip statis; dan
d. Akses arsip statis.
Pasal 25
(1) Pelaksanaan penyusutan arsip dilakukan sesuai
mekanisme yang akan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Bupati.
(2) Dinas mengkoordinasikan pelaksanaan penyusutan arsip.
Pengelolaan Arsip Statis
Umum
Pasal 26
(1) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (4) dilakukan oleh Dinas.
(2) Pengelolaan arsip statis dilaksanakan untuk menjamin
keselamatan arsip sebagai pertanggungjawaban daerah
bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
(3) Pengelolaan arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) meliputi:
a. Akuisisi arsip statis;
b. Pengolahan arsip statis;
c. Preservasi arsip statis; dan
d. Akses arsip statis.
Akuisisi Arsip Statis
V - 26
Pasal 27
(1) Dinas melaksanakan akuisisi arsip statis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a dari pencipta
arsip.
(2) Akuisisi arsip statis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi arsip statis yang telah diverifiksi secara langsung
maupun tidak langsung.
(3) Dalam melakukan Akuisisi arsip statis, Dinas membuat
DPA dan mengumumkannya kepada publik.
(4) Setiap instansi vertikal, lembaga pendidkan, perusahaan,
organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan serta
perseorangan yang memiliki atau menyimpan arsip statis
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyerahkan
kepada Dinas bedasarkan syarat-syarat yang ditetapkan
dalam pengumuman DPA.
Pengolahan Arsip Statis
Pasal 28
(1) Pengolahan Arsip Statis Sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3) huruf b, dilaksanakan berdasarkan asas
asal usul dan asas aturan asli, serta standar deskripsi
arsip statis.
(2) Pengolahan arsip statis dilaksanakan melalui:
a. Menata informasi arsip statis;
b. Menata fisik arsip statis;
c. Penyusunan sarana bantu penemuan kembali arsip
statis.
(3) Sarana bantu penemuan kembali Sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c meliputi guide, daftar arsip statis,
dan inventasir arsip.
V - 27
Preservasi Arsip Statis
Pasal 29
(1) Preservasi Arsip Statis Sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (3) huruf c dilaksanakan dengan cara
preventif dan uratif.
(2) Preservasi Arsip Statis dengan cara prevenrif dilakukan
dengan:
a. Penyimpanan;
b. Pengendalian hama terpadu;
c. Reproduksi; dan
d. Perencanaan menghadapi bencana.
(3) Preservasi Arsip Statis dengan cara kuratif dilakukan
dengan memperhatikan keutuhan nformasi yang
terkandung dalam arsip statis.
Pasal 30
(1) Pelaksanaan preservasi arsip statis melalui penyimpanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a
dilaksanakan dengan penyediaan prasarana dan sarana
yang sesuai dengan standar yang ditentukan.
(2) Pelaksanaan preservasi arsip statis melalui melalui
pengendalian hama terpadu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b dilaksanakan dengan
pencegahan, pembasmian jasad renik dan organisme
perusak arsip.
(3) Pelaksanaan preservasi arsip statis melalui melalui
penyipanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(2) huruf c dilaksanakan dengan melakukan alih media.
(4) Pelaksanaan preservasi arsip statis melalui melalui
penyipanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(2) huruf d dilaksanakan dengan perlindungan dan
penyelamatan arsip dari bencana.
V - 28
Pasal 31
(1) Alih media arsip statis dilaksanakan dengan
memperhatikan kondisi arip dan nilai informasi.
(2) Alih media sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menghasilkan arsip statis dalam bentuk dan media
elektronik dan/atau media lainnya sesuai dengan aslinya.
(3) Arsip yang dialihmediakan tetap disimpan untuk
kepentingan pelestarian dan pelayanan arsip.
(4) Alih media arsip statis diautentikasi oleh pimpinan
Lembaga Kearsipan Daerah dengan memberikan tanda
tertentu yang dilekatkan, terasosiasi, atau terkair dengan
arsip hasil alih media.
(5) Pelaksanaan alih media arsip statis dilakukan dengan
membuat berita acara disertai dengan daftar arsip yang
dialihmediakan.
Akses Arsip Statis
Pasal 32
Akses arsip statis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(3) huruf d dilaksanakan dalam rangka pemanfaatan,
pendayagunaan, dan pelayanan pubik.
Pasal 33
(1) Akses arsip statis difasilitasi oleh Lembaga Kearsipan
Daerah.
(2) Akses arsip statis dilaksanakan dengan
mempertimbangkan:
a. Prinsip ketuhanan, keamanan, dan keselamatan arsip
statis; dan
b. Sifat keterbukaan dan ketertutupan arsip sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
V - 29
(3) Akses arsip statisdapat dilakukan dengan cara manual
dan/atau elektronik.
Autentikasi Arsip
Pasal 34
(1) Autentikasi Arsip dilakukan terhadap arsip statis dan arsip
hasil alih media terhadap arsip dinamis dan arsip statis
untuk menjamin keansahan arsip.
(2) Autentikasi terhadap Arsip statis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Dinas sengan
membuat Surat Pernyataan.
(3) Autentikasi terhadap arsip hasil alih media sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberikan
tanda tertentu yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait
dengan arsip hasil alih media.
Layanan Kearsipan
Pasal 35
(1) Lembaga Kearsipan Daerah melakukan layanan
kearsipan.
(2) Jenis layanan kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. Konsultasi dan asistensi;
b. Penelitian dan penelusuran;
c. Pembenahan dan penataan arsip;
d. Penggandaan dan alih media arsip;
e. Peminjaman arsip;
f. Penyimpanan arsip;
g. Perawatan dan reroduksi arsip;
h. Publikasi arsip; dan
i. bimbingan dan pelatihan kearsipan.
V - 30
(3) Layanan Kearsipan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dikenakan retribusi.
(4) Pengenaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Sistem Kearsipan Daerah, Sistem Informasi Kearsipan Daerah,
dan Jaringan Informasi Kearsipan Daerah
Pasal 36
(1) Lembaga Kearsipan Daerah, perangkat daerah, BUMD,
BUM Swasta dan Pemerintah Desa menyelenggarkan
kearsipan yang komprehensif dan terpadu melalui SKD
untuk menjaga autentisitas dan keutuhan arsip.
(2) SKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk
pengelolaan arsip dnamis dan pengelolaan arsip statis.
Pasal 37
SKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berfungsi untuk:
a. Mengidentifikasi keberadaan arsip yang memiliki
keterkaitan informasi di smua organisasi kearsipan;
b. Menghubungkan keterkaitan arsip sebagai satu keutuhan
informasi; dan
c. Menjamin ketersediaan arsip yang autentik, utuh dan
terpercaya.
Pasal 38
(1) Lembaga Kearsipan Daerah membangun SIKD untuk
memberikan informasi yang autentik dan utuh dengan
menggunakan sarana jaringan informasi kearsipan
daerah.
(2) Dalam melaksanakan fungsi SIKD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Lembaga Kearsipan Daerah membentuk
JIKD.
V - 31
(3) Dalam membentuk JIKD sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) Lembaga Kearsipan Da menjadi simpul JIKN.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pelaksanaan SKD,
SIKD, dan JIKD diatur dengan Peraturan Bupati.
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pasal 39
(1) Pemerintah Daerah menyediakan sumber daya manusia
yang terdiri atas arsip arsip dan sumber daya manusia
yang memiliki kompetensi dan profesionalitas di bidang
kearsipan.
(2) Pemerintah Daerah dalam menyediakan sumber daya
manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui:
a. Penempatan arsip-arsip pada Dinas dan perangkat
daerah;
b. Menyelenggarakan inpassing bagi PNS yang akan alih
fungsi menjadi tenaga arsiparis;
c. Pengangkatan tenaga pengelola arsip dari pegawai
negeri sipil di perangkat daerah;
d. Dapat mengangkat sumber daya manusia non PNS
yang memiliki kompetensi dan profesionalitas di
bidang kearsipan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan daerah.
Prasarana dan Sarana
Pasal 40
(1) Pemerintah Daerah menyediakan prasarana dan sarana
kearsipan.
(2) Penyediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan standar kualitas dan
spesifikasi yang ditetapkan oleh Bupati.
V - 32
(3) Prasarana dan sarana kearsipan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. Gedung kantor, perpustakaan, depo arsip;
b. Ruangan; dan
c. Peralatan.
VI-1
BAB VI
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah
dikemukakan dalam masing-masing bab tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Boyolali tentang Penyelenggaraan Kearsipan telah
memiliki kelayakan secara akademis dan memiliki landasan baik
secara filosofis, sosiologis maupun yuridis.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil analisis yang telah
dilakukan maka dapat disarankan agar segera ditetapkan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali tentang
Penyelenggaraan Kearsipan. Hal ini dilakukan guna memberikan
dasar hukum dan pedoman kepada Pemerintah Daerah
khususnya perangkat daerah yang bertanggung jawab dan
memiliki kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan
bidang kearsipan di Kabupaten Boyolali.
Dengan adanya acuan pasti berupa peraturan daerah
tentang penyelenggaraan kearsipan tersebut diharapkan dapat
meningkatkan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada
masyarakat dalam bidang kearsipan. Sebelum dilaksanakan
implementasi terhadap Peraturan Daerah tentang
Penyelenggaraan Kearsipan ini perlu terlebih dahulu dilakukan
sosialisasi kepada masyarakat luas dengan berbagai media agar
masyarakat dapat secara aktif berpartisipasi dalam
penyelenggaraan kearsipan di wilayah Kabupaten Boyolali.
VI-2
LLaammppiirraann--LLaammppiirraann
VI-3
Daftar Kepustakaan
Adi, Riyanto. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum,
Jakarta: Granit.
Bryson, M. John, 2005. Perencanaan Strategis Bagi Organisasi
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hanif Nurcholish. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta
Ida Zuraida, 2011, Teknik Penyusunan Peraturan Daerah tentang
Pajak Daerah & Retribusi Daerah, SInar Grafika: Jakarta.
Juanda. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah; Pasang Surut
Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah,
Alumni, Bandung
Mahendra Putra Kurnia dkk, 2007. Pedoman Naskah Akademik
Perda Partisipatif (Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi Pembentukan Perda yang baik), Kreasi Total Media,
Yogyakarta.
Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan (Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta.Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-undangan Jenis,
Fungsi dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius
………….., 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan teknik
Pembentukkannya. Yogyakarta: Kanisius
Ni’matul Huda. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa media,
Bandung
W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Darsono, 2009. Legislative
Drafting (Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan daerah),
Universitas Arma Jaya, Yogyakarta.