Download - Nefropati Diabetik Ita
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. M
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kutu Wetan, Jetis
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Masuk RS : 8 Agustus 2012
Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2012
No. RM : 1773xx
II. ANAMNESIS
Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dilakukan
pada tanggal 8 Agustus 2012
A. Keluhan Utama
Perut membesar.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Harjono pada tanggal 8 Agustus 2012
dengan keluhan perut membesar. Perut membesar dirasakan ± 2 minggu
yang lalu. Perut membesar disertai dengan rasa kenceng-kenceng pada
perutnya. Pasien tidak merasakan sesak. Selain itu pasien juga
mengeluhkan kedua kakinya bengkak sehingga aktivitas berkurang.
Awalnya, ± 3 minggu yang lalu pasien merasakan bengkak pada
kelopak mata terutama saat bangun tidur. Pasien berobat ke Puskesmas
dan pasien melakukan cek darah serta pemeriksaan urin. Akhirnya, pasien
dirujuk untuk berobat ke poli dalam RSUD Dr. Harjono Ponorgo. Pasien
mengaku selama empat kali berobat jalan, keluhan tidak berkurang dan
1
merasakan bengkak di kaki semakin bertambah. Pasien juga mengeluhkan
BAK nya berbuih, Kemudian pasien berobat lagi ke poli dalam, dan
akhirnya menjalani rawat inap di RSUD Ponorogo.
Pasien tidak mengalami konstipasi maupun diare. BAB normal
sehari 1 kali kadang 2 hari sekali dengan konsistensi lembek, tanpa
mengejan, warna kuning.pasien. BAK tidak terasa sakit atau panas dan
jumlahnya normal, pasien mengaku BAK berbuih seperti kocokan telur,
jumlahnya normal tidak sakit ataupun panas.
Pasien mengaku mengkonsumsi obat DM yaitu glibenklamid.
Konsumsi obat glibenklamid sudah 5 tahun. Pasien mengaku selalu
mengkonsumsi obat sesuai resep dokter tapi terkadang tidak teratur.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi disangkal
Diabetes Mellitus ada sejak 5 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Ginjal disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat Kelainan pada hepar disangkal
Alergi obat dan makanan disangkal
Riwayat Asma disangkal
Riwayat peyakit serupa ada 12 tahun yang lalu
Riwayat Opname ada, 7 tahun yang lalu dengan apendisitis
Riwayat trauma disangkal
D. Riwayat Keluarga
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga disangkal
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes melitus ada
Riwayat Penyakit Jantung disangkal
Riwayat kelainan pada ginjal disangkal
Riwayat kelainan pada hepar disangkal
2
Riwayat Asma disangkal
E. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum jamu : ada, temulawak
Riwayat minum alkhohol : disangkal
Riwayat konsumsi obat warung : disangkal
Riwayat merokok : disangkal
F. Riwayat Sosial
Pasien anak kedua dari enam bersaudara. Pasien lahir dan dibesarkan
di Ponorogo. Pasien bekerja sebagai ibu Rumah tangga memiliki 2 orang
anak. Sehari-hari pasien makan 3 kali dalam 1 hari dengan lauk nasi,
tempe dan tahu. Pasien berobat dengan jamkesmas.
G. Riwayat Sistem
Keadaan umum : Pasien tampak sedikit lemas.
Kulit : Tidak tampak ruam atau perubahan lainnya.
Kepala, mata, telinga, hidung, tenggorok : Tidak terdapat riwayat
cedera kepala. Mata: tanpa keluhan. Telinga: pendengaran baik. Tidak
terdapat keluhan tinnitus, vertigo, dan infeksi. Hidung dan sinus: tidak ada
keluhan epistaksis dan gangguan sinus. Tenggorok (mulut dan faring):
pasien tidak mengalami perdarahan gusi baik kondisi biasa maupun saat
menyikat gigi. Tidak terdapat keluhan nyeri menelan atau tenggorokan
kering.
Leher : Tidak teraba benjolan, gondok, dan tidak terdapat rasa nyeri.
Tidak terdapat pembesaran kelenja r getah bening.
Respiratorius : Tidak terdapat batuk, wheezing, sesak napas.
Kardiovaskuler : Tidak diketahui riwayat penyakit jantung atau tekanan
darah tinggi. Tidak terdapat gejala dispnea, ortopnea, nyeri dada, atau
palpitasi.
3
Gastrointestinal : Selera makan biasa, tiadak ada mual, muntah atau
gangguan pencernaan. Buang air besar 1-2 kali sehari, dengan feses
lembek. Tidak ada lendir darah. Tidak terdapat rasa nyeri, ikterus,
penyakit kandung empedu atau hepar.
Urinarius : BAK berbuih seperti kocokan telur, tidak sering kencing,
tidak terdapat gejala disuria, hematuria, atau rasa pegal pada pinggang.
Genitalia : Tidak ada infeksi pada vagina.
Vaskular perifer : Tidak terdapat pelebaran pembuluh darah vena pada
ekstremitas.
Musculoskeletal : Terdapat bengkak pada kedua kaki, tidak nyeri.
Neurologi : Tidak pernah pingsan, serangan epilepsy, gangguan motorik,
atau sensorik. Daya ingat baik.
Hematologi : Tidak terdapat perdarahan gusi, perdarahan hidung, atau
perdarahan dibawah kulit spontan. Tidak ada gejala anemia.
Endokrin : Permasalahan tiroid tidak diketahui dan tidak ada intoleransi
terhadap suhu. Perspirasi terjadi secara normal. Terdapat riwayat diabetes
sejak 5 tahun yang lalu.
Psikiatri : tidak ada riwayat depresi atau riwayat pengobatan kelainan
psikiatrik.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Ny. M seorang perempuan bertubuh sedang dengan
usia 50 tahun. Cukup tanggap dalam menjawab pertanyaan.
Penampakan rambut rapi, pakaiannya cukup bersih dan rapi. Warna
kulitnya baik dan berbaring terlentang tampak nyaman.
Kesadaran : compos mentis, GCS: E4V5M6
Vital signs
Tekanan darah : 130/80 mmHg pengukuran pada lengan kanan
dalam keadaan berbaring terlentang (supinasi).
Nadi : 96 x/menit irama reguler, denyut kuat, isi cukup
Respirasi rate : 24x/menit, tipe thoracoabdominal
4
Suhu : 36,4ºC berbaring pada akasila kanan.
Status gizi
Tinggi badan : 160 cm. Berat badan (dengan pakaian) : 56 kg
BMI=BB(Kg)TB2(m2)
(harga normal = 18,5-22,5 kg/m2)
BMI=56( Kg)
1,6O2(m2)
= 21,87 Kg/m2
Kesan : massa indeks tubuh normal
1. Kulit : Ikterik (-), petechiae (-), acne (-), turgor cukup,
hiperpigmentasi (-), bekas garukan (-), kulit kering (-), kulit
hiperemis (-), sianosis (-)
2. Kepala, Mata, Telinga, Hidung, dan Tenggorok : Kepala:
Rambut dengan tekstur normal, tidak rontok, tidak mudah dicabut.
Kulit kepala tanpa lesi, normosefalik, atraumatik. Mata: Lapang
pandang penuh dengan tes konfrontasi. Konjungtiva berwarna
merah muda; sclera berwarna putih. Pupil isokor berukuran 4mm/4
mm; pupil berbentuk bulat, teratur, reflek cahaya (+/+). Gerakan
ekstraokuler normal. Tepi kornea berbatas jelas tanpa tanda
perdarahan dan eksudat, oedem palpebra (+/+). Telinga: kanalis
auditorius kanan dan kiri bersih; serumen(-/-), secret(-/-),
darah(-/-). Ketajaman pendengaran cukup baik terhadap suara
berbisik. Hidung : Mukosa berwarna merah muda, septum berada
di garis tengah. Tidak ada nyeri tekan pada daerah sinus. Mulut:
mukosa oral berwarna merah muda. Lidah dengan dasar warna
merah; Lidah kotor(-). Gigi geligi tampak baik. Tonsil tidak
tampak (T0/T0). Faring terlihat tanpa eksudat.
5
3. Leher : leher teraba supel, simetris, retraksi suprasternal (-),
trakea berada di tengah. Istmus tiroid hampir tidak teraba; lobus
tiroid tidak teraba. JVP R0, pembesaran kelenjar limfe (-).
4. Thorax :
Inspeksi: simetris, ketinggalan gerak (-), atropi musculus
pectoralis (-), spider nevi (-), rontok bulu ketiak (-)
a. Paru-paru
Inspeksi : gerakan pernafasan simetris kanan kiri,
retraksi intercostae (-),
Palpasi :
- Ketinggalan gerak
Depan Belakang
- - - -
- - - -
- - - -
- Fremitus
Depan Belakang
N N N N
N N N N
N N N N
Perkusi :
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
S : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
6
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : dinding dada pada daerah precordium
tidak cembung/cekung, IC cordis tak tampak.
Palpasi : ictus kordis teraba kuat angkat pada SIC
V linea midclavicula sinistra.
Perkusi : batas jantung.
Batas kiri jantung :
- Atas : SIC II di sisi lateral linea parasternalis
sinistra.
- Bawah : SIC V linea midclavicula sinistra
Batas kanan jantung
- Atas : SIC II linea parasternalis dextra
- Bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 dan S2 reguler, tidak
terdengar bunyi S3 dan S4, bising(-)
5. Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen lebih tinggi daripada
thorak., distended (+), umbilikus tampak dan tidak ada
inflamasi, kaput medusa (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal.
Perkusi : Timpani pada seluruh lapang perut, ascites(+),
pekak beralih (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), lien tidak teraba, hepar
tidak teraba,ginjal tidak teraba, vesika urinaria tidak tegang,
nyeri ketok costovertebrae (-)
7
6. Ekstrimitas : clubbing finger tidak ditemukan, palmar eritema
(-),terdapat edema pada ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem
inferior (+/+), akral hangat.
7. Musluloskeletal : Tidak tampak deformitas sendi. Kisaran gerak pada
tangan, pergelangan tangan, sendi siku, tulang belakang, sendi paha,
sendi lutut, dan pergelangan kaki tampak baik.
8. Neurologi : Status mental: kooperatif. Pemikiran koheren.
Berorientasi terhadap orang, tempat, dan waktu. Nervus kranialis II-
XII utuh. Motorik: massa dan tonus otot tampak baik. Kekuatan 5/5
diseluruh tubuh. Seleberal: Gerakan silih berganti yang cepat dan
gerakan point-to-point tampak utuh. Gaya berjalan tampak dinamis
dan stabil. Sensoris: tes tusukan jarum, sentuhan ringan, posisi, dan
stereognosis tampak utuh.
8
Pemeriksaan darah lengkap (tanggal 8 Agustus 2012)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hb 13,5 gr/dl 11,0-16,0
Eritrosit 5,01 106 uL 3,50 – 5,50
Hematokrit 41,1 % 37-50
Indeks Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
82,1
26,9
32,8
Pf
Pg
%
82,5-92,0
27-31
32-36
Leukosit 12,1 103 uL 5,0-10,0
Trombosit 303 103 uL 100-300
Limph
Mid
Gran
1,9
1,0
9,2
103/ul
103/ul
103/ul
0,8-4
0,1-0,9
2-7
Ureum 49,87 mg/dl 10-50
Creat 0,97 mg/dl 0,7-1,4
Gula Darah Sewaktu 349 mg/dl 60-115
SGOT 38,5 UI 0-38
SGPT 21,2 UI 0-40
TBIL 0,39 mg/dl 0-0,35
DBIL 0,03 mg/dl 0,2-1,2
Alb 1,3 gr/dl 3,5-5,5
Glob 3,0 g/dl 2-3,9
Chol 466 mg/dl 140-200
TG 422 mg/dl 36-165
HDL 52 mg/dl 45-150
LDL 326 mg/dl 0-190
Pemeriksaan urin lengkap
9
Pemeriksaan 08/08/12 10/08/12 13/08/12 Nilai
normal
Berat jenis 1,015 1,015 1,020 1,005-
1,030
Ph 7,0 6,0 6,0 4,5-8,0
Blood - - - Negatif
Bilirubin - - - Negatif
Urobilinogen - - - Negatif
Keton - - - Negatif
Protein +++ +++ - Negatif
Nitrit - - - Negatif
Glukosa +++ +++ + Negatif
Eritrosit 8-10 7-8 7-8 0-1/LP
Leukosit 5-7 4-5 3-5 0-2 /LP
Epitel 6-8 5-7 5-6 0-2
Silinder granuler
(+)
granuler (+) (+) Negatif
Parasit - - - Negatif
Jamur - - - Negatif
Bakteri - + - Negatif
Kristal - (+) amorf CA Ox 2-3 Negatif
IV. RESUME/ DAFTAR MASALAH (yang ditemukan positif)
A. Anamnesis
1. Perut membesar
2. Bengkak pada kedua kaki
3. Bengkak pada kelopak mata
4. BAK berbuih
5. Riwayat penyakit serupa ± 12 tahun yang lalu
B. Diagnosia Fisik
1. Abdomen:
10
Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari dinding dada, distended (+)
Perkusi: ascites dengan shifting dullness
2. Ekstremitas: oedem ekstremitas inferior (+/+), pitting oedem (+/+)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
GDA 349 mg/dl
Leukosit 12. 103 uL
GDS 349 mg/dl
Albumin 1,3 gr/dl
Kolesterol total 466 mg/dl
Trigliserida 422 mg/dl
LDL 326 mg/dl
2. Pemeriksaan urin lengkap
Protein +++
Glukosa +++
Eritrosit 8-10 /LP
Leukosit 5-7 /LP
Epitel 6-8
Silinder : granuler
.
V. ASSESMENT/ DIAGNOSIS KERJA DAN DIAGNOSIS BANDING
1. Nefropati Diabetik
2. Diabetes Melitus tipe 2
11
VI. POMR
Daftar
MasalahProblem Assessment P. Diagnosis P. Terapi
P.
Monitoring
Perut
membesar
Bengkak pada
kedua kaki
Mata sipit
karena
bengkak
BAK berbuih
Riwayat sakit
serupa ± 12 th
yll
Ddg perut>ddg
dada,
distended,
ascites dg
pekak beralih
(+)
ALB: 1,3 g/dl
HDL: 52 mg/dl
LDL: 326
mg/dl
Chol: 466
mg/dl
TG: 442 mg/dl
Protein :
+++
Edema
ekstremitas
inferior
Edema palpebra
asites
proteinuria
hipoalbuminemia
hiperlipidemia
Nefropati
diabetik
USG abdomen
biopsi ginjal
Tirah baring Diet rendah
protein 0,8gr/kgBB/hr
Diet rendah kolesterol <600mg/hr
Diet rendah garam
Infus PZ 12 tpm
Inj Furosemid 3x2 amp
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
Inf albumin 1 fl/hr
Simvastatin 1x10 mg
pasang DC
klinis
vital sign
UL
(protein)
kolesterol
12
GDA 349
mg/dl
Riwayat DM
± 5 th
Hiperglikemia DM tipe
2
GDA
HbA1C
Mikroalbu
minuria tes
RCI 2x 2
IU IV
Maintenanc
e 3x6 IU
GDA
sampai 200
GDA per
hari/pagi
I. FOLLOW UP
Tanggal Monitoring Bangsal Terapi
9/08/12 S: perut membesar, kaki bengkak
O:TD :120/80 mmHg Nadi:80x/menit
RR:16x/menit Suhu: 36,5ºC
edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
BB: 66 kg
GDA : 349
Inf PZ 7 tpm
Inj Furosemid 3x1 amp
AI 3x 6 IU
Captopril 3x 12,5 mg
Inj Cefotaxime 3x1
Methylprednisolon 3x
16 mg
10/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak
O : TD : 140/80 N : 80 x/ menit
S : 36,90C RR : 24 x/menit
edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
BB 65 kg
GDA 333
Inf PZ 12 tpm
Inj furosemid 3x2 amp
Inj Ceftriaxone 2x1 gr
AI 3x16 IU
Inf albumin 1 fl/hr
Methylprednisolon
3x16 mg
Simvastatin 1x10 mg
Captopril 3x12,5 mg
11/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak
O : TD : 130/90 N : 82 x/menit
RR : 20 x/menit S : 36o C
edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting
Terapi lanjut
13
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
GDA 250 mg/dl
Alb 1,9 g/dl
12/08/12 S : perut membesar, kaki bengkak
O : TD : 140/90 N : 80 x/menit
RR : 18 x/menit S : 36,5o C
edema palpebra (+/+), ascites (+) shifting
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
GDA 338 mg/dl
Terapi lanjut
AI 3x18 IU
13/08/12 S : perut kembung, kaki bengkak
O : TD : 150/80 N : 80 x/ menit
S : 36,90C RR : 24 x/menit
edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
GDA 307 mg/dl
Terapi lanjut
AI 3x22 IU
Methotrexat 2,5 mg
2x/minggu
14/08/12 S : kaki bengkak
O : TD : 140/80 N : 76x/ menit
S : 36,10C RR : 20x/menit
edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
GDA 250 mg/dl
Terapi lanjut
AI 3x22 IU
15/08/12 S : kaki bengkak
O : TD : 130/90 N : 64 x/menit
S : 36,20C RR : 20 x/menit
edema palpebra (-/-), ascites (+) shifting
dullnes, oedem ekstremitas inferior (+/+),
pitting oedem (+/+)
GDA 276 mg/dl, Alb 1,5 g/dl
Terapi lanjut
AI 3x22 IU
14
TINJAUAN PUSTAKA
I. NEFROPATI DIABETIK
Nefropati diabetik (ND) merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal
dan merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes
mellitus (Sukandar, 2006; Sunaryanto, 2010). Penyakit ini terjadi 0-5 tahun
sejak diagnosis DM ditegakkan (Lubis, 2006).
Nefropati diabetik merupakan manifetasi mikroangiopati pada ginjal
yang ditandai dengan adanya proteinuri yang mula-mula intermiten kemudian
persisten, penurunan LFG, peningkatan tekanan darah yang perjalanannya
progresif menuju stadium akhir berupa gagal ginjal terminal. (Arsono, 2009)
Patogenesis penyakit ini bermula dari kelebihan gula darah yang
memasuki glomerulus melalui fasilitas glucose transporter (GLUT), terutama
GLUT1, yang menyebabkan aktivasi beberapa mekanisme seperti polyol
pathway, hexomanine pathway, Protein Kinase C (PKC) pathway dan
penumpukan zat yang disebut sebagai advanced glication end-product
(AGEs). Kadar TGF-β juga ditemukan meningkat. Keadaan-keadaan tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan progresifitas dari penyakit nefropati
diabetik (Lubis, 2006).
Pada penyakit ini terjadi kerusakan pada glomerulus. Oleh karena
terjadi kerusakan glomerulus maka sejumlah protein darah diekskresikan ke
dalam urin secara abnormal. Protein utama yang diekskresikan adalah
albumin (Sunaryanto, 2010). Penelitian dengan menggunakan micro-puncture
menunjukkan bahwa tekanan intra glomerulus meningkat pada pasien DM.
bahkan sebelum tekanan darah sistemik meningkat. Perubahan hemodinamik
ginjal ini diduga terkait dengan aktivitas berbagai hormone vasoaktif, seperti
angiotensin-II (A-II) dan endotelin. (Lubis, 2006).
Diagnosis nefropati diabetik dimulai dikenalinya albuminuria pada
pasien DM, baik tipe 1 maupun tipe 2. Bila jumlah protein atau albumin di
dalam urine sangat rendah sehingga sulit dideteksi dengan metode
15
pemeriksaan urine yang yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24 jam ataupun
20 µg/menit, disebut juga sebagai mikroalbuminuria.
Nefropati diabetik dapat dibedakan menjadi dua kategori utama
berdasarkan jumlah albumin yang hilang pada ginjal, yaitu (Sunaryanto,
2010):
1. Mikroalbuminuria
Terjadi kehilangan albumin dalam urine sebesar 30-300 mg/hari.
Mikroalbuminuria juga dikenal sebagai tahapan nefropati insipien.
2. Proteinuri
Terjadi bila terjadi kehilangan albumin dalam urine lebih dari 300
mg/hari. Keadaan ini dikenal sebagai makroalbuminuria atau nefropati
overt.
Sedangkan secara lebih rinci, derajat nefropati akibat penyakit DM
dibagi menjadi 5 derajat, antara lain:
1. Derajat 1 (Hiperfiltrasi)
Pasien mengalami peningkatan LFG sampai 40% dan terjadi
pembesaran ginjal.
Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2.
2. Derajat II (The Silent Stage)
Terjadi perubahan struktur ginjal tapi LFG masih tinggi.
Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2.
3. Derajat III (Mikroalbuminuria)
Tahap awal nefropati yang nyata, terjadi penebalan membrane
basalis, LFG masih tinggi, tekanan darah meningkat.
Besar kliren kreatinin >150 ml/menit/1,732 m2.
4. Derajat IV (Makroalbuminuria)
Pasien mengalami proteinuria nyata dengan LFG turun dari normal
dan tekanan darah meningkat.
Dibagi dalam dua stadium berdasar besar kliren kreatinin:
o Ringan : Kliren kreatinin sebesar 160 ml/menit/1,732 m2.
o Berat : Kliren kreatinin sebesar 130 ml/menit/1,732 m2.
16
5. Derajat V (Uremia)
Terjadi gagal ginjal, syndrome uremik dan membutuhkan terapi
hemodialisis.
Besar kliren kreatinin <15 ml/menit/1,732 m2 (Lubis, 2006).
Evaluasi
Pada saat diagnosa diabetes melitus ditegakkan, kemungkinan adanya
penurunan fungsi ginjal juga harus diperiksa, demikian pula saat pasien sudah
menjalani pengobatan rutin. (Hendromartono,2007). Pemantauan yang
dianjurkan oleh American Diabetes Association (ADA) adalah pemeriksaan
terhadap adanya mikroalbuminuria serta penentuan kreatinin serum dan klirens
kreatinin. Untuk mempermudah evaluasi, perhitungan laju filtrasi glomerulus
dengan menggunakan rumus dari Cockroft-Gault yaitu :
LFG (ml/menit/1,73m2) = (140-umur) x Berat badan *)
72 x kreatinin serum
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 3. Pemantauan Fungsi Ginjal pada Pasien Diabetes
Tes Evaluasi awal Follow-up
Penentuan
mikroalbuminuria
Sesudah
pengendalian gula
darah awal (dalam 3
bulan diagnosis
ditegakkan)
DM tipe 1 : tiap tahun
setelah 5 tahun
DM tipe 2 : tiap tahun
setelah diagnosis
ditegakkan
Klirens kreatinin Saat awal diagnosis
ditegakkan
Tiap 1-2 tahun sampai
laju filtrasi glomerulus
<100/ml/menit/1.73m2,
kemudian tiap tahun atau
17
lebih sering
Kreatinin serum Saat awal diagnosis
ditegakkan
Tiap tahun atau lebih
sering tergantung dari
laju penurunan fungsi
ginjal
(Hendromartono,2007).
Terapi
Tatalaksana nefropati diabetik tergantung pada tahapan-tahapan
apakah masih normoalbuminuria, mikroalbuminuria atau makroalbuminuria.
Tetapi pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik
adalah melalui :
1. Pengendalian gula darah dengan olahraga, diet, obat anti diabetes.
2. Pengendalian tekanan darah dengan diet rendah garam, obat
antihipertensi.
3. Perbaikan fungsi ginjal dengan diet rendah protein, pemberian
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) atau Angiotensin
Receptor Blocker (ARB).
4. Pengendalian faktor-faktor ko-morbiditas lain seperti pengendalian kadar
lemak, mengurangi obesitas (Hendromartono,2007).
18
II. DIABETES MELITUS TIPE 2
A.DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Sudoyo Aru, 2006).
Diabetes Melitus (DM) bukan penyakit yang disebabkan oleh satu
faktor, tetapi merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh banyak faktor
(multifaktor). DM dikarakterisasi oleh hiperglikemia kronik karena
penurunan kerja insulin pada jaringan target (disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, resistensi insulin atau keduanya). Penurunan kerja insulin ini
berhubungan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
pada jaringan termasuk hati (Sudoyo Aru, 2006).
B. ETIOLOGI
Diabetes Melitus (DM) tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mengimbangi resistensi
insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami
desensitisasi terhadap glukosa (Gustaviani, 2006).
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan klinis Diabetes
Melitus (DM). Sel β pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga
terjadi hiperinsulinemia, kadar glukosa darah masih normal atau baru sedikit
meningkat. Kemudian setelah terjadi kelelahan sel β pankreas, baru terjadi
diabetes melitus klinis, yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah
yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Gustaviani,
2006).
19
C. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko diabetes tipe 2 terbagi atas:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti ras, etnik, riwayat keluarga
dengan diabetes, usia > 45 tahun, riwayat melahirkan bayi dengan berat
badan lahir lebih dari 4 kg, riwayat pernah menderita DM Gestasional
dan riwayat berat badan lahir rendah < 2,5 kg.
2. Faktor risiko yang dapat diperbaiki seperti berat badan lebih (indeks
massa tubuh > 23kg/m2, kurang aktivitas fisik, hipertensi(>140/90
mmHg), dislipidemia (HDL <35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl
dan diet tinggi gula rendah serat. Faktor risiko lain yang terkait dengan
risiko diabetes seperti penderita sindrom ovarium poli-kistik, atau
keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin, sindrom
metabolik, riwayat toleransi glukosa terganggu/glukosa darah puasa
terganggu dan riwayat penyakit kardiovascular (stroke, penyempitan
pembuluh darah koroner jantung, pembuluh darah arteri kaki) (Powers,
2005).
D. PATOFISIOLOGI
Insulin adalah hormon kunci yang mengatur pengambilan glukosa dari
darah ke dalam sebagian besar sel tubuh (terutama sel otot dan sel lemak).
Karena itu kurangnya jumlah insulin atau kurang sensitifnya reseptor insulin
memegang peranan penting pada seluruh tipe diabetes melitus.
Sebagian besar karbohidrat dalam makanan yang kita makan dikonversi
hanya dalam beberapa jam saja menjadi glukosa monosakarida, yang akan
digunakan oleh tubuh sebagai bahan bakar. Insulin dilepaskan ke dalam darah
oleh sel β, yang ditemukan di pulau-pulau Langerhans pankreas, sebagai
respon terhadap meningkatnya kadar glukosa darah setelah makan. Insulin
digunakan oleh sekitar duapertiga sel tubuh untuk mengabsorbsi glukosa dari
darah untuk dipergunakan sebagai bahan bakar, dikonversi ke molekul-molekul
yang membutuhkan, atau untuk disimpan. Insulin juga merupakan hormon
yang mengatur konversi glukosa menjadi glikogen untuk disimpan dalam hati
20
ataupun otot. Kadar glukosa darah yang rendah akan berdampak pada
berkurangnya insulin yang dilepaskan sel β pankreas dan konversi glikogen
menjadi glukosa kembali. Proses ini diatur oleh hormon glukagon yang
berperan sebagai lawan insulin.
Kadar insulin yang tinggi meningkatkan proses anabolik seperti
pertumbuhan sel dan duplikasi, sintesis protein, dan penyimpanan lemak.
Insulin (atau kekurangannya) adalah tanda utama untuk konversi berbagai
macam proses metabolisme dari katabolisme ke anabolisme, dan juga
sebaliknya. Jika jumlah insulin yang tersedia tidak cukup, atau jika respon sel
lemah terhadap insulin (resistensi insulin), atau jika insulin itu sendiri tidak
poten, glukosa tidak akan diabsorbsi dengan baik oleh sel-sel tubuh yang
membutuhkan dan juga tidak akan disimpan dengan baik di hati dan otot. Efek
yang terjadi selanjutnya adalah tingginya kadar glukosa darah, sintesis protein
yang buruk, dan kelainan metabolisme lainnya, seperti asidosis.
Skema 1 Patofisiologi hiperglikemia DM
21
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klasik Diabetes Melitus (DM) adalah rasa haus yang berlebihan
(polidipsi), sering kencing terutama pada malam hari (poliuri), banyak
makan (polifagi) serta berat badan yang turun dengan cepat. Di samping itu
kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki,
cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, luka sukar
sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg (Suyono,
2007).
F. PEMERIKSAAN
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring.
Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan
tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala yang mempunyai risiko DM.
Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil
pemeriksaan penyaringnya positif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu
risiko DM sebagai berikut:
a. Usia >45 tahun
b. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2
c. Hipertensi (>140/90 mmHg)
d. Riwayat DM dalam garis keturunan
e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi
>4000 gram
f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥150 mg/dl
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti
dengan tes tolerasi glukosa oral (TTGO) standar.
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya
negatif, pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan
22
bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis DM dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa
darah. Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria.
Untuk penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukos darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena
ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan pembakuan WHO.
Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Tabel 1. Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM
Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200
Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200
Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126
Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110
Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti
tersebut dibawah ini:
23
Keluhan klinik diabetes
Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik DM (-)
GDP≥126≥126GPS≥200≤200
GDP≥126100-125<100GDS≥200140-199<140
Ulangi GDS atau GDP
GDP>126<126GDS≥200<200 TTGO
GD 2 JAM
≥200140-199<140
NORMAL
TGT GDPT
DM
b. Keluhan khas DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
c. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara:
1. Gejala klasik DM + GDS ≥200mg/dl
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126mg/Dl
Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya
8 jam.
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO≥200mg/dl
TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
24
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas
hidup Diabetes Melitus (DM) (Sudoyo Aru, 2006).
Tujuan penatalaksanaan
1. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir
pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pilar P enatalaksanaan Diabet es Melitus ( PERKENI, 2006)
1. Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
- Perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
- Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik
oral atau insulin serta obat-obatan lain
- Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah
atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
- Masalah khusus yang dihadapi ( missal : hiperglikemia pada
kehamilan)
- Pentingnya perawatan diri
- Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
2. Terapi gizi medis (TGM)
25
- Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan
kebutuhannya guna mencapai target terapi.
- Prinsip pengaturan makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran
makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama +
30 menit yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval
Progressive Endurace training ).
- Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus
tanpa henti. Contoh : bila dipilih jogging 30 menit, maka selama 30
menit pasien melakukan jogging tanpa istirahat.
- Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan berelaksasi secara teratur.
- Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.
Contoh : jalan cepat diselingi dengan jalan lambat, dsb.
- Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari
intensitas ringan sampai hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran Heart Rate = 75-85 % dari Maksimum Heart Rate
Maksimum Heart Rate = 220-umur
- Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan
kardiorespirasi, seperti jalan (jalan santai/cepat, sesuai umur), jogging,
berenang dan bersepeda.
26
4. Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah
belum tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006).
1. Obat Hipoglikemik Oral ( OHO )
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan
(Sudoyo Aru, 2006) :
a. Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue): sulfonilurea dan
glinid
b. Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
c. Penghambat glukoneogenesis : metformin
d. Pengambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase α.
Cara pemberian OHO terdiri dari (PERKENI, 2006) :
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap
sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir
maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15 – 30 menit sebelum makan
Glimepiride : sebelum / sesaat sebelum
makan
Repaglinid, Nateglinid : sebelum / sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum / pada saat /
sesudah makan karbohidrat
Acarbose : bersama suapan pertama
makan
Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal
makan
Tabel 2 . Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia
Golongan Generik Mg/
tab
Dosis
haria
Lam
a
Frek/
hari
Waktu
27
n kerj
a
Klorpropami
d
100-
250
100-
500
24-
36
1
Glibenklami
d
2,5 – 5 2,5 –
15
12-
24
1 – 2
Sulfonilurea Glipizid 5 – 10 5 – 2- 10-
16
1 – 2 Sebelum
Glikuidon 30 30 -
120
6 - 8 2 – 3 makan
Glimepirid 1,2,3,4 0,5 - 6 24 1
Glinid Repaglinid 0,5,1,2 1,5 - 6 - 3
Nateglinid 120 360 - 3
Tiazolidindi
on
Rosiglitazon 4 4 - 8 24 1 Tdk
bergantun
g
Pioglitazon 15,30 15 -
45
24 1 jadwal
makan
Penghambat
glukosidase
α
Acarbose 50-100 100-
300
3 Bersama
suapan
pertama
Biguanid Metformin 500-
850
250-
3000
6-8 1-3 Bersama/
sesudah
makan
Sumber : Sudoyo Aru, 2006
28
2. Insulin (Sudoyo Aru, 2006)
Insulin diperlukan pada keadaan :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )
- Diabetes melitus gestasional yang tidak trkendali dengan TGM
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Efek samping terapi insulin :
- Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia.
- Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang
dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
ALLOGARITME PENGELOLAAN DM TIPE 2
29
VII. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
(Sudoyo Aru, 2006).
I. Penyulit akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan
yang harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara
itulah angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar nonketotik
Hipoglikemia
II. Penyulit menahun
1. Makroangiopati, yang melibatkan :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
30
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati
31
DAFTAR PUSTAKA
Carta A. Gunawan.Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
DuniaKedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2012,
Agustus9].Available:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_Sindro
maNefrotikPatogenesis.pdf/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.html
Eric P Cohen.Nephrotic Syndrome. Website: emedicine nephrology.Mar 17, 2010.
[cited Agustus 9, 2012]. Available:http://emedicine.medscape.com/article/244631-
overview.
Gunawan A Carta. 2006. Sindrom Nefrotik Patogenesis dan Penatalaksanaan.
Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta
Hendromartono. 2007. Nefropati Diabetik: dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1898-1901.
Hiatt WR,. 2001. Medical Treatment of Peripheral Arterial Disease and
Claudication. N Engl J Med. 344;1608-1621.
Mansjoer Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran ed III,Jilid I. Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta: hal.
PABDI. 2005. Panduan Pelayanan Medik. Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakutas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002. Konsensus Pengelelolaan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB Perkeni, Jakarta: hal 1-19.
Powers C Alvin. 2005. Harrison’s Principle of Internal Medicine 16th. Medical
Publishing Division Mc Graw-Hill. North America.
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.Hal:472
Soegondo S. 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed 4 jl 2. Perhimpunan
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Hal 1974-80.
Soegondo S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th . Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Hal 1860
32
Stephen JM, William G. Nephrotic Syndrome. Pathophysiology of Disease. 5th
ed. USA:Lange-Mc Graw Hill. 2003. Page: 476-47
Subekti I. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 217-23.
Sudoyo A, dkk. 2009. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi V.Interna
Publishing: Jakarta . Hal: 547-549
Sudoyo Aru.W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, jl III. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.Hal: 1857-1869
Supartondo, Waspadji S. 2003. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: hal 375.
Suyono S. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Hal 7-14
Yunir Em, Soebardi Suharko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 1864-7.
33